Bilirubin n Ikterus

22
BILIRUBIN:PIGMEN EMPEDU Bayi Kuning, Kenali dan Waspadai Dunia Balita Pigmen bernama bilirubin adalah faktor penyebab dari bayi kuning (ikterus) yang harus di kenali dan waspadai. Sebetulnya, setiap orang memiliki bilirubin dalam sel darah merahnya. Setiap jangka waktu tertentu sel darah merah akan mati dan menguraikan sel-selnya diantaranya menjadi bilirubin. Normalnya yang bertugas menguraikan bilirubin tersebut adalah hati, untuk kemudian dibuang lewat BAB. Saat bayi masih dalam kandungan, hati sang ibulah yang mengambil tugas menguraikan bilirubin dalam sel darah merah bayi . Ketika bayi lahir, perkembangan hatinya belum sempurna sehingga belum dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Akibatnya terjadi penumpukan bilirubin yang kemudian menyebabkan timbulnya warna kuning pada kulit bayi. Sebagian lainnya karena ketidak-cocokan golongan darah ibu dan bayi. Peningkatan kadar bilirubin dapat diakibatkan oleh pembentukan yang berlebih atau adanya gangguan pengeluarannya. Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan bentuk fisiologik dan patologik. Yang bersifat patologik dikenal sebagai hiperbilirubinemia yang dapat mengakibatkan gangguan saraf pusat atau kematian. Sampai saat ini ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir, terjadi sekitara 25% - 50% pada bayi lahir cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada bayi lahir kurang bulan. Pemeriksaan adanya ikterus pada bayi muda dapat dilakukan di rumah dan pada waktu kunjungan neonatal. Untuk pemeriksaan gejala kuning di rumah adalah dengan membawa bayi ke dalam ruangan yang memiliki penerangan yang jelas atau dengan lampu fluorescent. Bila kulit bayi tergolong putih, tekanlah jari anda secara perlahan-perlahan ke bagian dahi, dada, telapak tangan dan telapak kaki. Kemudian

description

BI

Transcript of Bilirubin n Ikterus

Page 1: Bilirubin n Ikterus

BILIRUBIN:PIGMEN EMPEDU

Bayi Kuning, Kenali dan Waspadai

Dunia Balita

Pigmen bernama bilirubin adalah faktor penyebab dari bayi kuning (ikterus) yang harus di kenali dan waspadai. Sebetulnya, setiap orang memiliki bilirubin dalam sel darah merahnya. Setiap jangka waktu tertentu sel darah merah akan mati dan menguraikan sel-selnya diantaranya menjadi bilirubin. Normalnya yang bertugas menguraikan bilirubin tersebut adalah hati, untuk kemudian dibuang lewat BAB. Saat bayi masih dalam kandungan, hati sang ibulah yang mengambil tugas

menguraikan bilirubin dalam sel darah merah bayi. Ketika bayi lahir, perkembangan hatinya belum sempurna sehingga belum dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Akibatnya terjadi penumpukan bilirubin yang kemudian menyebabkan timbulnya warna kuning pada kulit bayi.

Sebagian lainnya karena ketidak-cocokan golongan darah ibu dan bayi. Peningkatan kadar bilirubin dapat diakibatkan oleh pembentukan yang berlebih atau adanya gangguan pengeluarannya.

Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan bentuk fisiologik dan patologik. Yang bersifat patologik dikenal sebagai  hiperbilirubinemia yang dapat mengakibatkan gangguan saraf pusat atau kematian.Sampai saat ini ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir, terjadi sekitara 25% - 50% pada bayi lahir cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada bayi lahir kurang bulan. Pemeriksaan adanya ikterus pada bayi muda dapat dilakukan di rumah dan pada waktu kunjungan neonatal. Untuk pemeriksaan gejala kuning di rumah adalah dengan membawa bayi ke dalam ruangan yang memiliki penerangan yang jelas atau dengan lampu fluorescent. Bila kulit bayi tergolong putih, tekanlah jari anda secara perlahan-perlahan ke bagian dahi, dada, telapak tangan dan telapak kaki. Kemudian angkat tangan anda dan perhatikan adakah semburat warna kuning pada bagian tubuh bayi yang ditekan tadi. Bila kulit bayi tergolong hitam, paling jelas bisa diteliti pada gusi atau bagian putih di area mata. Sedangkan pemeriksaan di klinik, dokter anak akan memeriksa kesehatannya. Kadar bilirubin sendiri baru bergerak pada hari ke 3 atau ke 5 setelah kelahiran. Jadi apakah tingkat bilirubin bayi anda normal atau tidak,  baru diketahui 3 atau 5 hari. Untuk mengetahuinya, perlu dilakukan pemeriksaan dalam. Bayi akan diambil darahnya sedikit, biasanya di ujung jari kaki, kemudian diteliti dan diperiksa di laboratorium. Sangat penting untuk mengetahui kapan ikterus timbul, kapan menghilang dan sampai bagian tubuh mana kuning terlihat. Ketiga hal tersebut harus diketahui dengan pasti untuk mengklasifikasikan ikterus secara benar. Pada kasus ketidakcocokan golongan darah ibu dan bayi, ikterus timbul sebelum umur 3 hari.

Klasifikasi ikterus

Page 2: Bilirubin n Ikterus

Untuk mengklasifikasikannya dilihat dari gejala-gejalanya yaitu:Ikterus Fisiologis (ringan)

Timbul kuning pada umur >24 jam sampai <14 hari Kuning tidak sampai telapak tangan / telapak kaki

Ikterus fisiologis tidak berbahaya, penanganannya bayi dijemur setiap pagi antara jam 7 - 9 pagi selama 30 - satu jam. Tingkatkan frekuensi pemberian ASI, minimal 8 - 12 kali sehari. Jika dirasakan sudah cukup menyusuinya, sebaiknya perhatikan apakah bayi benar-benar menghisap atau hanya mengempeng saja. Bila dirasakan ada masalah dalam menyusui segera lakukan konsultasi di klinik laktasi terdekat. Bila gejala masih tampak hingga >14 hari segera periksakan ke dokter.

Ikterus Patologis (berat)

Timbul kuning pada hari pertama (<24 jam) setelah lahir, atau Kuning ditemukan pada umur lebih dari 14 hari, atau Kuning sampai telapak tangan / telapak kaki, atau Tinja berwarna pucat

Jika tidak segera ditangani, kadar bilirubin terus meningkat sehingga dapat meracuni otak, terjadinya kerusakan saraf yang dapat menyebabkan cacat seperti tuli, pertumbuhan terhambat atau kelumpuhan otak besar atau bahkan dapat menyebabkan kematian. Jika mengalami salah satu gejala tersebut di atas segera periksakan bayi anda ke dokter.

Page 3: Bilirubin n Ikterus

Bayi Kuning: Ketahui Penyebabnya

10-10-2011 diposkan oleh melindacare

      Bayi kuning yang baru lahir akan terlihat beberapa jam setelah lahir. Bahkan setelah beberapa hari setelah lahir pun masih tetap terlihat. Neonatorum (bayi baru lahir) akan terlihat kuning jika terjadi warna kekuningan pada kulit dan selaput mata atau disebut juga dengan Ikterus (jaundice). Lalu mengapa hal tersebut bisa terjadi pada sebagian bayi dan mengapa bayi bisa muncul warna kuning pada kulitnya ?

      Bayi yang mengalami warna kuning pada kulitnya setelah ia lahir terjadi karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah atau disebut juga hiperbilirubinemia. Hal seperti ini merupakan kejadian secara fisiologis atau alamiah, tetapi terkadang bisa terjadi karena suatu penyakit (patalogis).

      Angka kejadian pada bayi kuning yang terjadi secara fisiologis dan bukan karena penyakit tertentu dapat terjadi sekitar 25% hingga 50% saat bayi lahir di kehamilan yang cukup atau tidak mengalami prematur. Presentase ini dinilai lebih tinggi dibandingkan dengan kelahiran bayi prematur.

      Bayi kuning akan mengalami warna kekuningan yang muncul secara fisiologis pada hari kedua atau keempat setelah kelahiran. Warna kekuningan ini akan berangsur menghilang selama 10 sampai 14 hari, dan ini pun jika paling lama. Lalu apa yang menyebabkan bayi mengalami kuning setelah lahir ?

      Bayi disebabkan kuning karena terjadinya fungsi hati yang belum sempurna atau matang saat proses sel darah merah. Namun, hasil pemeriksaan laboratorium pada kadar bilirubin (pigmen empedu) dalam darah tidak melebihi batas yang membahayakan.

Untuk memudahkan Anda mengetahui proses alamiah atau penyakit pada batasan warna kekuningan bayi yang baru lahir adalah sebagai berikut :

Warna kekuningan berdasarkan proses alamiah (fisiologis) :

Warna kekuningan akan tampak pada hari kedua hingga hari keempat. Secara kasat mata, Anda melihat bayi seperti sehat. Warna kuning akan menghilang setelah 10-14 hari. Kadar bilirubin (pigmen empedu) dalam darah kurang dari 12 mg%.

Warna kekuningan berdasarkan penyakit (patalogis) :

Warna kekuningan akan tampak sebelum bayi berumur 36 jam. Warna kekuningan akan cepat menyebar keseluruh tubuh bayi.

Page 4: Bilirubin n Ikterus

Lama menghilangnya lebih lama, biasanya lebih dari sekitar dua minggu. Bisa disertai dengan kulit yang tampak pucat (anemia). Pada bayi yang lahir cukup bulan, kadar bilirubin (pigmen empedu) dalam darah lebih dari 12 mg

%, sedangkan pada bayi prematur lebih dari 10 mg%.

Jika Anda melihat bayi dengan tanda-tanda patalogis seperti, bayi kurang aktif, kurang berminat menyusui, maka segeralah untuk periksakan ke dokter agar mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut serta perawatan yang intensif.

Selain itu, terdapat beberapa kondisi yang beresiko terhadap bayi, yaitu :

Mengalami infeksi berat. Kekurangan enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G 6 PD). Terdapat ketidaksesuaian golongan darah pada ibu dan janin. Adanya penyakit genetik atau penyakit bawaan/keturunan.

Bagaimana bayi kuning ini bisa terjadi, baik yang dialami secara alamiah maupun penyakit? Berikut beberapa hal yang terjadi pada bayi yang mengalami warna kulit kekuningan :

Adanya proses pemecahan sel darah merah (eritrosit) yang berlebihan. Gangguan proses transportasi pada pigmen empedu (bilirubin). Gangguan pada proses penggabungan (konjugasi) pigmen empedu (bilirubin) dengan protein. Gangguan proses pengeluaran pigmen empedu (bilirubin) bersama air.

Page 5: Bilirubin n Ikterus

Mengenal Ikterus Neonatorum

Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, pada tahun 1997 tercatat sebanyak 41,4 per 1000 kelahiran hidup. Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah satu tolok ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.

Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan

Page 6: Bilirubin n Ikterus

rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada  neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.

Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis).

A. Definisi

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.

Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.

Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali:

Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan. Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10

mg/dL. Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam. Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL. Ikterus menetap pada usia >2 minggu. Terdapat faktor risiko.

Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara umum. Bilirubin dapat masuk ke jaringan otak. Ensefalopati bilirubin adalah terdapatnya tanda-tanda klinis akibat deposit bilirubin dalam sel otak. Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronik. Bentuk akut terdiri atas 3 tahap; tahap 1 (1-2 hari pertama): refleks isap lemah, hipotonia, kejang; tahap 2 (pertengahan minggu pertama): tangis melengking, hipertonia, epistotonus; tahap 3 (setelah minggu pertama): hipertoni. Bentuk kronik: pada tahun pertama: hipotoni, motorik terlambat. Sedang setelah tahun pertama didapati gangguan gerakan, kehilangan pendengaran sensorial.

B. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.

Page 7: Bilirubin n Ikterus

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58%  untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.

Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian  terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang bulan 22,8%.

Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya  sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus berdasarkan metode visual.

C. Etiologi dan Faktor Risiko

1. Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:

Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek.

Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.

Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim -> glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan oleh faktor/keadaan:

Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.

Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.

Page 8: Bilirubin n Ikterus

Polisitemia. Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir. Ibu diabetes. Asidosis. Hipoksia/asfiksia. Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

2. Faktor Risiko

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:

a.    Faktor Maternal

Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik. ASI

b.    Faktor Perinatal

Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c.    Faktor Neonatus

Prematuritas Faktor genetik Polisitemia Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol) Rendahnya asupan ASI Hipoglikemia Hipoalbuminemia

D. Patofisiologi

Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.

1. Ikterus fisiologis

Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun

Page 9: Bilirubin n Ikterus

kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gambar berikut menunjukan metabolisme pemecahan hemoglobin dan pembentukan bilirubin.

2. Ikterus pada bayi mendapat ASI (Breast milk jaundice)

Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.  

Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khusus meskipun ada peningkatan kadar bilirubin.

E. Penegakan Diagnosis

1. Visual

Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila tidak

Page 10: Bilirubin n Ikterus

ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.

WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut:

Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.

Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan.

Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. (tabel 1)

2. Bilirubin Serum

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan  morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil)

Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.     

3. Bilirubinometer Transkutan

Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.

Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.

Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76,

Page 11: Bilirubin n Ikterus

p<0.0001), namun interval prediksi cukup besar, sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB. Namun disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB.

Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.

4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah.

Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.

Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.

Tabel 1. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan IkterusUsia  Kuning terlihat pada  Tingkat keparahan ikterus 

Hari 1

Hari 2

Hari 3

Bagian tubuh manapun

Tengan dan tungkai *

Tangan dan kaki

Berat

 

 * Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar  secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.

F. Tata laksana

1. Ikterus Fisiologis

Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:

Minum ASI dini dan sering

Page 12: Bilirubin n Ikterus

Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol lebih

cepat (terutama bila tampak kuning).

Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)

Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat. Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir sebelum

usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan

golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:

Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi sinar.

Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar

Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.

Tentukan diagnosis banding

2. Tata laksana Hiperbilirubinemia

Hemolitik

Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya.

Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi sinar, lakukan terapi sinar.

Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan:

Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar, kadar hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes Coombs positif, segera rujuk bayi.

Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan

Page 13: Bilirubin n Ikterus

hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%). Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar:

Persiapkan transfer. Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas

transfusi tukar. Kirim contoh darah ibu dan bayi. Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu

dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi.

Nasihati ibu:

Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal ini karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya.

Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi (contoh: obat antimalaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin, kamfer/mothballs, favabeans).

Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah. Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan atau 3

minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice).

Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit < 24%), berikan transfusi darah.

Ikterus Berkepanjangan (Prolonged Jaundice)

Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada neonatus cukup bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan.

Terapi sinar  dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab. Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan kepindahan bayi dan

rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut, bila memungkinkan.

Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital.

Mengenai penatalaksanaan dengan terapi sinar dan transfusi tukar selengkapnya dimuat terpisah.

G. Efek Hiperbilirubinemia

Perhatian utama pada hiperbilirubinemia adalah potensinya dalam menimbulkan kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat

Page 14: Bilirubin n Ikterus

menghambat enzim-enzim mitokondria serta  mengganggu sintesis DNA.  Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf.

Kerusakan jaringan otak yang terjadi seringkali tidak sebanding dengan konsentrasi bilirubin serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang terjadi ditentukan oleh konsentrasi dan lama paparan bilirubin terhadap jaringan.  

Ensefalopati bilirubin

Ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditata laksana dengan benar dapat menimbulkan komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi akibat terikatnya asam bilirubin bebas dengan lipid dinding sel neuron di ganglia basal, batang otak dan serebelum yang menyebabkan kematian sel. Pada bayi dengan sepsis, hipoksia dan asfiksia bisa menyebabkan kerusakan pada sawar darah otak. Dengan adanya ikterus, bilirubin yang terikat ke albumin plasma bisa masuk ke dalam cairan ekstraselular. Sejauh ini hubungan antara peningkatan kadar bilirubin serum dengan ensefalopati bilirubin telah diketahui. Tetapi belum ada studi yang mendapatkan nilai spesifik bilirubin total serum pada bayi cukup bulan dengan hiperbilirubinemia non hemolitik yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada kecerdasan atau kerusakan neurologik yang disebabkannya.

Faktor yang mempengaruhi toksisitas bilirubin pada sel otak bayi baru lahir sangat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Faktor tersebut antara lain: konsentrasi albumin serum, ikatan albumin dengan bilirubin, penetrasi albumin ke dalam otak, dan kerawanan sel otak menghadapi efek toksik bilirubin. Bagaimanapun juga, keadaan ini adalah peristiwa yang tidak biasa ditemukan sekalipun pada bayi prematur dan kadar albumin serum yang sebelumnya diperkirakan dapat menempatkan bayi prematur berisiko untuk terkena ensefalopati bilirubin.   

Bayi yang selamat setelah mengalami ensefalopati bilirubin akan mengalami kerusakan otak permanen dengan manifestasi berupa serebral palsy, epilepsi dan keterbelakangan mental atau hanya cacat minor seperti gangguan belajar dan perceptual motor disorder.

H. Pencegahan

Perlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat inkompatibilitas ABO sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya mengemukakan beberapa langkah pencegahan hiperbilirubinemia sebagai berikut:

1. Primer

AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama.

Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan

Page 15: Bilirubin n Ikterus

dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik.

AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.

2. Sekunder

Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum.

Pemeriksaan Golongan Darah

Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.

 

Penilaian Klinis

Dokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala untuk mengawasi terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki prosedur standar tata laksana ikterus. Ikterus harus dinilai sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital lain.

Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi  sehingga memperlihatkan warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus dilakukan dalam ruangan yang cukup terang, paling baik menggunakan sinar matahari. Penilaian ini sangat kasar, umumnya hanya berlaku pada bayi kulit putih dan memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus pada awalnya muncul di bagian wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan ekstrimitas