Bilingualisme Masyarakat Manado (Harly Tangkilisan)
Click here to load reader
-
Upload
tangkilisanharly -
Category
Documents
-
view
687 -
download
0
Transcript of Bilingualisme Masyarakat Manado (Harly Tangkilisan)
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemikiran
Masyarakat Indonesia pada umumnya tergolong sebagai masyarakat
dwibahasa. Yang dapat kita jadikan bukti akan manifestasi tersebut adalah,
dimana masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang pluralistik dengan tendensi
budaya yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Berkenaan dengan itu pula
bahasa sebagai alat komunikasi antar masyarakat merupakan hasil budaya daerah
yang masing-masing berbeda ragam antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Bagaimana hubungannya dengan konsep kedwibahasaan itu sendiri dengan
masyarakat Indonesia pada umumnya?
Pada dasarnya masyarakat Indonesia menguasai bahasa pertama (B1)
bahasa Ibu yaitu bahasa yang digunakan saat mereka mengenal lingkungan
sekitarnya. Dan bahasa kedua (B2) bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu
antar daerah.
Di era transformasi ini, masyarakat sebagai pemakai bahasa tidak sekadar
lagi menguasai bahasa Ibu sebagai bahasa pertama dan bahasa Indonesia sebagai
bahasa kedua sehingga dapat disebut dwibahasawan. Akan tetapi lebih dari pada
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
2
itu, merekamencoba berusaha menguasai bahasa ibu masyarakat lain. Baik secara
acquisisi maupun formal. Sehingga masyarakat Indonnesia bisa saja disebut
sebagai masyarakat yang multilingual atau masyarakat yang memahami bahasa
lebih dari dua bahasa. Walaupun proses penguasaan bahasa di luar bahasa ibunya
juga cukup relatif bervariasi. Artinya bahwa masyarakat memakai dua bahasa atau
lebih dalam berkomunikasi tidaklah melebihi frekuensi pemakaian bahasa Ibu
yang telah dimilikinya sejak lahir. Meski demikian, hal tersebut telah
mengisyaratkan bahwa sesungguhnya masyarakat tertentu secara conciousness
maupun sub-conciousness telah bertindak tutur lebih dari satu budaya bahasa.
Manifestasi diatas, menghentar penulis dalam merumuskan masalah
penelitian terhadap kedwibahasaan orang-orang perantauan dalam suasana
tertentu. Dalam hal ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap
oaring-orang yang memiliki tendensi bahasa Ibu bahasa Manado yang saat ini
tinggal (sementara) di Bandung, Jawa Barat. Yang menjadi salah satu alasan
mengapa dilakukannya penelitian ini adalah penulis ingin melihat sampai sejauh
mana komunitas orang Manado memakai bahasa ibunya tatkala berada di luar
lingkungan bahasa ibunya. Disamping penggunaan bahasa di luar bahasa ibunya
baik bahasa Sunda maupun bahasa Asing lainnya yang mungkin terkomtaminasi.
B. Masalah
Berangkat dari uraian latar belakang pemikiran di atas, maka adapun
rumusan masalah yang hendak diangkat dalam penelitian ini adalah sampai sejauh
mana eksistensi penggunaan bahasa Ibu disamping bahasa di luar bahasa Ibu oleh
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
3
masyarakat Manado yang sementara tinggal di Bandung. Atau dengan perkataan
lain, sampai sejauh mana tingkat kedwibahasaan masyarakat Manado terhadap
bahasa-bahasa yang dikuasai.
Perlu menjadi catatan bahwasannya penelitian ini dilakukan dalam suasana
Hari Raya atau selama kurun waktu bulan Desember, pada saat-saat menyambut
maupun setelah hari raya.
C. Alasan Pemilihan Masalah
Penulis memilih masalah ini dengan alasan:
1. Tidak dapat dilakukannya penelitian di dalam lingkungan keluarga
penulis (yang sekarang berada di Manado).
2. Terdapatnya komunitas masyarakat Manado di Bandung yang
representatif untuk dijadikan sample dalam penelitian ini.
3. Penelitian semacam ini untuk melihat kedwibahasaan masyarakat
Manado yang tinggal di laur lingkungan bahasa Ibunya.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: meskipun sebagai masyarakat dwibahasa tapi
apakah mereka berkonsisten dengan bahasa yang digunakannya?
1. Untuk melihat bahasa atau kata-kata yang digunakan dalam
berkomunikasi
2. Untuk melihat pergantian bahasa/kata yang dilakukan dalam
berkomunikasi
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
4
3. Untuk melihat unsue-unsur bahasa pertama yang mungkin dimasukkan
kedalam bahasa kedua atau sebaliknya.
4. Yang terutama adalah bagaimana mereka sebagai dwibahasa
menempatkan bahasa-bahasa yang mereka kuasai.
E. Kegunaan
Bagi penulis penelitian ini akan..:
1. Dapat menginformasikan tingkat kedwibahasaan yang dimiliki oleh
komunitas masyarakat Manado.
2. Memberikan data mengenai bahasa apa saja yang digunakan oleh
komunitas masyarakat tersebut.
3. Dapat dijadikan bahasan dalam upaya memahami konsep kedwibahasaan
secara umum.
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
5
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pemerolehan Bahasa
Proses pemerolehan bahasa dengan cara apapun dialami oleh setiap insan.
Pemerolehan bahasa itupun diawali oleh orang-orang disekitar yang
mempengaruhi secara tindak maupun tutur. Bahasa yang diperoleh dari awal
lingkungan di mana mereka beradaptasi dan dipengaruhi mungkin akan dianggap
sebagai bahasa Ibu atau bahasa pertamanya.
Oleh karena perkembangan teori dari riset-riset yang dilakukan oleh para
ahli bahasa, sehingga proses pemerolehan suatu bahasa itu sendiri menjadi amat
mendasar untuk seorang dwibahasawan. Dewasa ini orang sering bepergian dari
satu tempat ke tempat lain. Hal ini mengisyaratkan atau menunjukkan seseorang
untuk menguasai bahasa di luar bahasa pertamanya. Kita mungkin bertanya
bagaimana sebenarnya proses pemerolehan suatu bahasa terjadi pada orang-orang
dwibahasa.
Krashen (1977:1982) berteori bahwa proses pembelajaran bahasa
berdasarkan pandangan kognitif menyampaikan beberapa hipotesa. Satu
diantaranya yaitu, pemerolehan dan pembelajaran bahasa atau The acquisition dan
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
6
Learning Hypothesis. Hipotesa ini mengemukakan bahwa ada dua cara
pembelajaran bahasa yakni, melalui proses pemerolehan atau acquisisi dan
melalui cara belajar atau learning. Proses pemerolehan atau acquisisi adalah
pemerolehan bahasa secara alamiah seperti halnya seorang anak belajar
menguasai bahasa pertama dalam lingkungan pemakaian bahasa itu. Adapun
beberapa karakteristik dari proses ini adalah bahwa proses terjadi secara ambang
sadar atau sub-consiousness, kemampuan komunikasi yang dimiliki sangat
alamiah selayaknya penutur asli, proses penguasaan tidak dapat dihindari karena
menjadi suatu yang urgen untuk survival dalam lingkungannya. Tidak memiliki
pengetahuan tentang kaidah bahasa dan tidak diperkuat dengan pengajaran dan
korerksi.
Proses dengan cara belajar atau learning adalah pembelajar bahasa secara
formal dimana proses terjadi seperti halnya orang dewasa yang berusaha
menguasai bahasa kedua atau bahasa di luar bahasa ibunya. Karakteristik dari
proses ini adalah bahwa proses belajar terjadi secara sadar atau consiousness,
proses belajar dapat dihindari, pembelajar memiliki pengetahuan tentang kaidah
ketatabahasaan, dan kemampuan yang dimiliki adalah sebagai akibat dari
pengajaran dan koreksi.
B. Pengertian dan Ukuran Kedwibahasaan
1. Pengertian Kedwibahasaan
Banyak pakar/ahli bahasa yang mencoba memberikan definisi tentang
kedwibahasaan itu sendiri. Kenyataannya, pakar satu dengan yang lain terkadang
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
7
berbeda pandanga. Ada yang memberikan definisi dengan tuntutan
kedwibahasaan yang keras, sebaliknya ada yang memberikan definisi dengan
tuntutan kedwibahasaan yang relatif longer. Namun pada dasarnya, pandangan
dari masing-masing pakar/ ahli ini akan saling melengkapi satu dengan yang
lainnya. Secara singkat, di bawah ini beberapa pandangan tentang kedwibahasaan
dari para pakar dwibahasa, antara lain:
a. Robert Lado (1964)
……..secara popular kedwibahsaan merupakan kemampuan berbicara dua
bahasa dengansama atau hampir sama baiknya. Secara teknis pendapat ini
mengacu pada pengetahuan dua bahasa, bagaimanapun tingkatnya oleh
seseorang.
b. MacKey (1956)
……..pemakaian yang bergantian dari dua bahasa atau lebih.
c. Hartman dan Stork (1972)
……..pemakaian dua bahasa oleh seorang penutur atau masyarakat ujar.
d. Bloomfield (1958)
……..kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya
oleh seorang penutur.
e. Haugen (1969)
……..tahu dua bahasa.
f. Weinreich (1953)
……..memakai dua bahasa secara bergantian.
g. Macnamara (1967)
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
8
……..memiliki paling sedikit satu ketrampilan berbahasa dalam bahasa
kedua (B2) sampai taraf minimal.
h. Dribold (1961)
……..dapat menggunakan pengetahuan B2 secara pasif dan sekekumit
kompetensi leksikal untuk melakukan transaksi usaha atau bisnis.
Penyataan merupakan batas dwibahasawan permulaan.
i. Halliday dan Streven (1964)
……..berbicara hanya satu bahasa tetapi menggunakan varietas-varietas,
daftar kata atau register bahasa yang berbeda, dan aneka gaya bahasa
tersebut.
Masih bayak lagi definisi tentang kedwibahasaan yang belum terdaftar di
atas. Meskipun demikian definisi-definisi ini telah menunjukkan perbedaan yang
nyata antara pakar terhadap kedwibahasaan. Dan tidak ada satupun batasan
pengertian di atas yang dapat diterima sebagai definisi kedwibahasaan yang
perfect atau sempurna.
Agar kita memiliki, setidaknya pemahaman yang lebih baik tentang
batasan kedwibahasaan ini--- Jus Rusyana mengungkapkan bahwa usaha untuk
menjelaskan pengertian kedwibahasaan dengan lebih perinci seperti yang
dilakukan oleh MacKey. Yakni dengan mengungkapkan hal ikwal tingkat, fungsi,
penrgantian, dan interferensi yang terkandung dalam pengertian kedwibahasaan
itu sendiri.
Berbicara mengenai masalah tingkat dimaksudkan bahwa sejauhmana
pengetahuan seseorang terhadap bahasa yang digunakannya, atau dengan kata lain
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
9
sejauh mana dia menjadi dwibahasawan. Masalah fungsi dimaksudkan untuk apa
ia menggunakan bahasa-bahasa itu, apakah peranan abhasa-bahasa tersebut dalam
pola keseluruhan prilakunya. Masalah pergantian dimaksudkan seberapa luas ia
mempertukarkan bahasa-bahasa itu; bagaimana ia berpindah dari satu bahasa
kepada bahasa lainnya, dan dalam keadaan bagaimana itu terjadi. Dan masalah
interferensi dimaksudkan bagaimana dwibahasawan menjaga bahasa-bahasa itu
sendiri sehingga terpisah; seberapa luas ia mencampurbaurkannya, bagaimana
pengaruh bahasa yang satu kepada penggunaan bahasa lainnya.
Uraian di atas tidaklah merupakan suatu definisi kedwibahasaan yang
sempurna pula sehingga dapat mengabaikan pandangan orang lain. Akan tetapi,
mungkin pandangan ini dapat dijadikan rujukan dalam memahami batasan konsep
kedwibahasaan dari pada pengertian-pengertian tadi.
2. Ukuran Kedwibahasaan
Sampai sejauh mana kita dapat mengatakan bahwa orang tersebut seorang
dwibahasawan? Masalah ini amatlah nisbi, akan tetapi mungkin kita perlu
formulasi untuk dapat dijadikan ukuran bahwa orang yang dimaksudkan
sesungguhnya adalah seorang dwibahasawan.
Uraian di atas juga dapatlah dijadikan suatu ukuran kedwibahasaan seperti
pada aspek tingkat dapat dilakukan dengan mengamati kemampuan pemakaian
unsure-unsur bahasa seperti fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, serta ragam
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
10
bahsa. Sasaran pengukurannya dapat difokuskan pada kemampuan berbahasa,
seperti menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Pengukuran kedwibahsaan dari asprk fungsi dapat dilakukan melalui
kemampuan pemakaian dua bahasa sesuai dengan kepentingan-kepentingan
tertentu. Semakin tinggi frekuensi pemakaian aneka fungsi dua bahasa yang
dimiliki semakin tinggi pula fungsi kedwibahasaan yang dikuasai. Dari segi
fungsi ini ada dua factor yang perlu diperhatikan dalam pengukurannya yakni dari
segi interen dan eksternal. Factor internal adalah factor yang menyangkut
pemakaian bahasa secara internal misalnya, untuk menghitung, memikirkan
sesuatu, menyumpah seseorang, bermimpi, menulis catatan harian diantaranya
hal-hal yang berhubungan dengan bakat atau kecerdasan yang dipengaruhi oleh
jenis kelamin, usia, intelejensi, ingatan, sikap serta motivasi seseorang.
Faktor ekternal yaitu faktor di luar pemakaian bahasa. Maksudnya bahwa
hal ini antara lain menyangkut masalah kontak bahasa yang berkaitan dengan
lamanya wakktu kontak. Seringnya mengadakan kontak bahsa sipenutur dapat
ditentukan oleh lamanya kontak, sering kontak dan penekanannya terhadap
bidang-bidang tertentu yang dapat mempengaruhi penutur dalam pemakaian
bahasa, seperti pada bidang ekonomi,administrasi, budaya, politik, militer,
sejarah, demografi, agama, dan lain-lain.
Pengukuran kedwibahasaan dari aspek pergantian maksudnya pengukuran
terhadap seberapa jauh pemakai bahasa mampu berganti dari satu bahasa kepada
bahasa yang lain. Kemampuan berpindah dari satu bahasa ke bahasa lain
tergantung pada tingkat kelancaran pemakaian masing-masing bahasa. Terjadinya
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
11
pergantian bahasa biasanya dalam situasi dimana bahasa-bahasa tersebut dipakai.
Artinya pergantian oleh karena tempat yang berbeda ataupun pendengar yang
berbeda. Oleh sebab itu ada tiga aspek utama yang menentukan terjadinya
pergantian bahasa ini,m yaitu topik yang dibicarakan, orang yang diajak bicara,
dan penekanan pada apa yang dibicarakan.
Pengukuran kedua bahasa dari aspek interferensi maksudnya pengukuran
terhadap kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh terbawanya kebiasaan ujaran
berbahasa atau dialek bahasa pertama ke dalam berbahasa atau dialek bahasa
kedua. Kesalahan berbahasa tersebut dapat dilihat pada pemakaian aspek-aspek
bahasa seperti fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon atau semantik maupun
ragam bahasanya.
Robert Lado (1961) mengemukakan agar dalam pengukuran
kedwibahasaan dilakukan melalui aspek berbahasa tertentu dengan mengikuti
indikator tataran kebahasaan seperti yang sudah dibicarakan diatas. MacKey
(1956) lebih menegaskan lagi agar pengukuran kedwibahasaan dilakukan melalui
kemampuan berbahasa. Secara jelas baik Lado maupun MacKey sama-sama
mengambil landasan pengukuran pada teori linguistik struktural terhadap
pengukuran kedwibahasaan. Di samping itu, Kelly (1969) menyarankan agar
kedwibahasaan seseorang diukur dengan cara mendeskripsikan kemampuan
berbahasaa seseorang dari masing-masing bahasa dengan menggunakan indikator
elemen kebahasaan kemudian dikolerasikan untuk menentukan ketrampilan
berbahasanya. Pendapat ini sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan apa yang
sudah dikemukakan oleh Lado dan Mackey tadi.
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
12
John MacNamara (1969) juaga memberikan desain teknik pengukuran
kedwibahasaan dari aspek tingkat dengan cara memberikan tes kemampuan
berbahasa dengan menggunakan konsep dasar analiss kesalahan berbahasa.
Pengukuran dapat dilakukan melalui membaca pemahaman, membaca leksikon,
kesalahan ucapan, kesalahan ketatabahasaan, interferensi leksikal B2, pemakaian
bahasa lisan, kesalahan fonetis, makna kata dan kekayaan makna.
Berbeda dengan pendapat di atas, Jakobovits (1970) memberikan model
pengukuran kedwibahasaan dengan cara sebagai berikut:
Menghitung jumlah tanggapan terhadap rangsangan dalam B1
Menghitung jumlah tanggapan dalam B2 terhadap ransangan B1
Menghitung perbedaan total antara B1 dan B2
Menghitung jumlah tanggapan dlm B1 terhadap ransangan dalam
B2
Menghitung jumlah tanggapan dalam B1 terhadap ransangan dlm
B2
Menghitung tanggapan dalam B2 terhadap ransangan dalam B1
Menghitung jumlah tanggapan dalam B1 terhadap ransangan B2
Menghitung tanggapan terjemahan terhadap ransangan dalam B2
Menyatakan hasil dalam bentuk prosentase, dan
Menghitung tanggapan dua bahasa terhadap ransangan B1 dan B2
Bagi MacKey (1968) pengukuran kedwibahasaan dengan menggunakan
tes ketrampilan berbahasa masing-masing bahasa dilakukan secara terpisah
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
13
descrite poin testing untuk pemahaman dan pengungkapan baik bahasa lisan
maupun dalam bahasa tulis dari kedua bahasa.
Berdasarkan tinggi rendahnya kemampuan berbahasa kedua bahasa akan
dapat diketahui fonologi, tata bahasa, makna kata atau statistika dari kedua
bahasa. Berdasarkan tes tersebut hasil dibandingkan antara kemampuan berbahasa
pertama dengan kemampuan berbahasa kedua pada setiap tataran kebahasaannya.
C. Ragam Kedwibahasaan
Tarigan (1988) mengungkapkan bahwa kedwibahasaan dapat diklasifikasi
dengan berbagai cara antara lain berdasarkan hipotesa ambang, tahap usia
pemerolehan, usia belajar B2, konteks, hakikat tanda dalam kontak bahasa, tingkat
pendidikan, keresmian, kesosialan.
Secara singkat klasifikasi di atas akan dibahas berikut ini;
Berdasarkan Hipotesa Ambang
Hipotesa amabang atau threshold hypothesis merupakan istilah yang
dikemukakan oleh Cummins (1976). Dari pandangan itu dapat dibedakan antara
kedwibahasaan subtraktif dan aditif.
Dalam kedwibahasaan subtraktif terlihat bahwa:
- B1 minoritas digantikan oleh B2 mayoritas
- Prestasi anak cenderung rendah
- Perkembangan kognitif mengalami difisiensi
- Jelas adanya pengurangan atau substraktif
Dalam kedwibahasaan aditif terlihat bahwa:
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
14
- B1 mayoritas sedangkan B2 minoritas
- Prestasi anak cenderung tinggi
- Perkembangan kognitif mengalami efisiensi
- Jelas adanya perkembangan atau adisi
Berdasarkan Tahapan Usia Pemerolehan
Tahapan ini dapatlah dibedakan empat jenis kedwibahasaan, yang pertama
masa kecil yakni kedwibahasaan yang perlu melibatkan atau mengikutsertakan
pemerolehan serentak kedua bahasa. Kedua, masa kanak-kanak yaitu mencakup
pemerolehan suksesif kedua bahasa. Maksudnya perpindahan keluarga ke daerah,
negara lain mempunyai hubungan erat dengan masalah adaptasi atau proses
penyesuaian sang anak terhadap budaya bahasa setempat. Ketiga, masa remaja,
yaitu mengacu pada orang-orang yang menjadi dwibahasawan setelah masa
pubertas, sedangkan kedwibahasaan masa dewasa dipakai bagi orang-orang yang
menjadi dwibahasawan setelah usia mereka belasan tahun.
Berdasarkan Usia Belajar B2
Bila ditinjau dari segi ini maka seseorang yang belajar B2 dapat dibedakan
atas kedwibahasaan serentak atau kedwibahasaan awal adalah sipemeroleh atau
sang anak mempelajari B1 dan B2 secara serentak hampir dapat dikatakan tidak
ada jarak pemerolehan baik B1 dan B2. dalam kedwibahasaan berurutan jelas
terlihat jarak antara pemerolehan B1 dan B2. Di mana sipemeroleh mula-mula
belajar B1 baru kemudian disusul oleh B2.
Berdasarkan Konteks
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
15
Jika ditinjau dari segi konteks, maka dapat dibedakan dua jenis
kedwibahasaan, yaitu kedwibahasaan majemuk atau buatan maksudnya
kedwibahasaan yang menunjukkan bahawa seorang individu pada saat memakai
B1 sering memasukkan unsur B2 atau sebaliknya. Sedangkan kedwibahasaan
koordinat atau sejajar maksudnya kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa
pemakaian dua bahasa sama-sama baiknya oleh seseorang. Keadaan ini
kemungkinan penguasaan B1 terjadi secara alamiah dan B2 secara formal
sehingga dia dapat menempatkan kedua bahasa pada situasi yang tepat.
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pemakainya
Ternyata tingkat pendidikan juga mempengaruhi kedwibahasaan itu
sendiri. Di sini dapat dibedakan atas kedwibahasaan kaum elite dilukiskan sebagai
hak istimewa kelas menengah, anggota terdidik dari sebagian masyarakat. Dan
kedwibahasaan rakyat berakibat dari kondisi kelompok-kelompok etnis di dalam
suatu negara yang telah menjadi dwibahasawan di mana secara tidak sengaja
menjadi imbasnya kaum tertentu.
Berdasarkan Keresmian
Jika ditinjau dari segi ini maka adanya kedwibahasaan resmi dan tidak
resmi. Yang dimaksud dengan kedwibahasaan resmi adalah penggunaan dua
bahasa sebagai bahasa resmi dalam satu negara. Sedangkan kedwibahasaan tidak
resmi adalah pemakaian dua bahasa atau lebih oleh masyarakat yang tidak resmi
dalam satu negara.
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
dan
PEMBAHASAN
A. Poulasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh komunitas masyarakat
Manado (yang datang dari Manado) yang sementara menetap di Bandung.
Dan lama tinggal minimal tidak kurang dari 6 bualn tapi bisa lebih dari 6
bulan.
2. Sampel
Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
populasi yang minimal sudah tinggal di Bandung minimal 6 bulan atau
lebih. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 6 orang dengan tendensi
status mahasiswa, pekerja, pelancong dan lain-lain.
B. Metode dan Teknik
1. Metode Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode daskriptif.
Adapun yang dimaksud dengan metode ini menurut Surakmat adalah
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
17
“memusatkan diri pada pemecahan masalah yang aktual, data disusun,
dijelaskan, kemudian dianalisa.”(1984:140)
2. Teknik Penelitian
a. Prosedur Pengumpulan Data
Sebelum mealukan pengumpulan data adaapun prosedur
yang dilalui oleh penulis, yaitu:
Mengidentifikasi, memformulasikan masalah
Membuat rancangan
Melakukan pra-survei untuk mengidentifikasi
populasi
Menentukan sampel penelitian
Memilih metode
Mengumpulkan data-data teoritis
b. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui observasi
dari hasil rekaman audio dan catatan porto folio terhadap sampel.
C. Analisis Data
Analisis dilakukan secara kualitatif atau dengan kata lain analisis yang
bersifat mengambarkan kanteks pemakaian unsur-unsur bahasa yang digunakan
dalam komunikasi. Konteks pemakaian unsur-unsur tersebut diformulasikan
kedalam unit-unit data yang dirasa mengisyaratkan kedwibahasaan itu sendiri.
Dengan memperhatikan aspek pengukuran kedwibahasaan seperti yang
dikemukakan dalam tulisan Rusyana.
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
18
Untuk memenuhi bagian penjelasan pada analisis data ini, maka pada
bagian D berikut ini dan seterusnya, penulis mencoba merefleksikan data-data
melalui suatu pengolahan secara bersahaja menurut unit data.
D. Keterangan dan Unit Data
Keterangan Sampel:
No. Nick* Status Jenis
Kelamin
Lama
Tinggal
(+)
Ket.
L P
1 A Mahasiswa 1 thn
2 B Guru/mahasiswa 6 thn
3 C Mahasiswa 3 thn
4 D Mahasiswa 8 bln
5 E Pelancong 6 bln
6 F Karyawati 7 thn
* Dalam penelitian sampel yang diberi simbol A~F.
dari keterangan sampel di atas dapat dilihat bahawasannya, masing-masing
memiliki frekuensi tinggal yang relatif bervariasi. Dan apakah kerelatifan lama
tinggal ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kedwibahasaan atau
sebaliknya. Berikut ini akan dipaparkan beberapa unit data yang telah
dikumpulkan dari hasil rekor terhadap sampel.
Unit Data:
1) Lantaran beso de pe hari ulang tahun, jadi ada syukuran ceuna!
……………. D*
Keterangan kata: lantaran = karena
Beso = besok
De pe = dia punya
?Ceuna = katanya
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
19
Sesungguhnya dalam data unit 10) penutur berhadapan dengan lawan
bicara yang memiliki latar belakang bahasa pertama yang sama. Data ini
menunjukkan ada sesuatu penuturan dari seorang sampel yang tidak
memungkinkan atau mustahil dapat dimengerti oleh pendengar komunitas
Manado atau diluar pendengar komunitas Sunda. Yang dimaksud dengan kata
ceuna adalah katanya. Dalam kata, ungkapan Manado kata ceuna cukup
diucapkan dengan kata. Jadi pada kalimat di atas jika dalam pemahaman
ungkapan Manado menjadi …………….., jadi ada syukuran kata!.
2) Bukannya kamu mau pulang kampung…………… B*
Kong ba apa dang kamu di sini Natalan?
Keterangan: Kong = lalu
Ba apa = ngapain (nanti)
Dang = sih, dong
Data unit 2) ini penutur berhadapan dengan lawan bicara yang sama latar
belakang bahasa pertamanya. Pada kalimat awal menunjukkan suatu penegasaan
yang sesungguhnya tidak melibatkan satupun unsur ungkapan kata/bahasa
pertama penutur. Sedangkan kalimat berikutnya dominan dengan kata/bahasa
dalam pemahaman bahasa pertama penutur. Jika dilihat secara leksikal kalimat
awal dirubah dalam pemahaman kata bahasa pertama penutur menjadi; bilang
ngana mo pulang kampung!? Kelihatan yang berubah disini adalah leksikon
bukannya menjadi bilang, kamu menjadi ngana, dan mau menjadi mo. Sintaksis
tidak ada yang dapat dipermasalahkan dalam kalimat tersebut. Pada kalimat lain
berikutnya ; lalu sibukan apa dong kamu di sini, Natal? Leksikon kong menjadi
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
20
lalu, ba apa menjadi sibukan apa, dang menjadi dong/sih. Bagi penutur B*
siapapun lawan bicaranya selalu menunjukkan hal yang sama sebagaimana
manifestasinya dalam kalimat di atas.
3) Biarin aja, dorang so tau kua tu tampa! A*
Keterangan : Dorang = mereka
So = sudah
Tau = tahu
Kua = sih
Tu = itu/ ~nya
Tampa = tempat
Data unit 3) penutur baik lawan bicaranya memiliki latar belakang bahasa
pertama sama maupun tidak konsisten dengan bentuk pengungkapannya seperti
kalimat di atas. Data ini dapat memberikan gambaran suatu pengkolaborasian
unsur kata, bahasa yang dikuasai penutur yang sesungguhnya tidak lazim apabila
dipakai berkomunikasi dengan penutur yang memiliki tendensi bahasa yang sama.
Leksikon biarin aja mungkin dapat diungkapkan dengan biar akang jo dalam
kata/bahasa Manado. Kalimat tersebut sedikit menmgalami perubahan pada unsur
sintaksis jika dirubah kedalam bahasa Indonesia biar saja, mereka pasti sudah
tahu tempat~nya.
4) Udah dikasih tahu, kalau besok mo baku dapa………E*
……tempatnya kegini dikit dari pasar……..
Keterangan : Baku dapa = ketemu
?kegini = ke sini
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
21
Penutur dalam unit 4) sebagaimana penutur sebelumnya di atas
berkonsisten dengan gaya bahasanya baik berhadapan dengan penutur yang sama
latar belakang maupun berbeda. Unit ini mengisyaratkan suatu pemakaian kata,
bahasa yang tidak lazim digunakan oleh penutur lainnya dan penutur yang
memiliki latar belakang bahasa pertama yang sama kecuali kata baku dapa. Yang
memungkinkan terjadi kekurangpahaman pendengar pada umumnya adalah
leksikon ke gini dalam bahasa pertama penutur sesungguhnya tidak ada konsep
leksikon demikian, mungkin sebaliknya dalam bahasa lainnya. Jika dilihat tabel
yang ada menunjukkan penjelasan tentang status, lama tinggal, dsb., yang
memungkinkan dapat dijadikan pedoman sampai sejauh mana penguasaan bahasa
di luar bahasa pertamanya. Akan tetapi pernyataan tersebut hanyalah sebuah
hipotesa penulis. Si penutur kalimat ini menunjukkan suatu kepercayaan diri
dalam berkomunikasi bahasa di luar bahasa pertamanya, walaupun dia merasa
terjadi kesalahan dalam pengungkapan.
5) Katanya datang jo pa de pe rumah……….. E*
……… ngak jadi stou ba natal di Manado.
Keterangan : Jo = saja
Pa de pe = pada/ di rumah~nya
Stou = mungkin/ barangkali
Ba natal = natalan
Kalimat di atas terdapat sedikit pengkolaborasian beberapa unsur kata
bahasa. Jika di bakukan ke dalam bahasa Indonesia maka kita harus merubah
leksikal, dan kemungkinan terjadi perubahan sintaksis; katanya datang saja ke
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
22
rumah~nya…. Leksikon katanya dalam pemahaman kata/ bahasa Manado dapat
dimanifestasikan dengan leksikon dia bilang. Sebagaimana unit sebelumnya data
kalimat kedua leksikal ngak digabungkan ke kelompok leksikon bahasa Manado
yang dapat pula dimanifestasikan dengan leksikon nda. Sehingga kalimat kedua
secara sempurna dalam pemahaman bahasa pertama penutur jika ngak diganti
dengan nda. Sedangkan kalimat pertama jika katanya diganti dengan bilang kata.
6) urang ngeus ti gereja…… dahar heula jeung babaturan… F*
….engke ngeus dahar, rek ka dinya……
Penutur pada unit 6) ini berbeda dengan penutur pada unit-unit
sebelumnya. Notabene penutur memiliki tendensi sama dengan penutur pada unit-
unit sebelumnya. Meski demikian pertuturannya sama sekali tidak menunjukkan
satupun unsur kata/bahasa pertama penutur. Sesungguhnya data unit ini penulis
ambil disaat penutur berbicara dengan lawan bicara yang berbeda latar
belakangnya yang pada kesempatan itu lawan bicaranya berlatar belakang bahasa
Jawa yang relatif lama tinggalnya di Bandung. Kenyataan lain yang
megisyaratkan bahwa penutur F cukup menguasai suatu bahasa lain adalah, yang
bersangkutan sering pula mempercampuradukkan antara bahasa pertamanya
dengan bahasa lainnya tatkala berbicara dengan penutur yang berlatar belakang
sama bahasa ibunya. Yang membedakan penutur F dengan yang lainnya adalah
tingkat penguasaan. Hal ini berimplikasi kepada ketidakpahaman lawan bicaranya
yang tingkat penguasaannya berbeda.
Dari begitu banyak data unit yang ada, penulis hanya memaparkan 6 unit
dari tiap sampel satu unit yang dirasa perlu diangkat. Kronologis terjadinya
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
23
pertuturan dari masing-masing penutur sangat beragam. Sesungguhnya semua
penulis peroleh langsung dari hasil rekor ketika berjumpa dengan para sampel
dalam situasi, keadaan atau proses terjadinya komunikasi yang beragam yang
terlalu panjang untuk dijelaskan panjang lebar dalam tulisan sederhana ini.
Kenyataannya, interferensi juga terjadi kepada masing-masing penutur.
Demikian pula pergantian bahasa atau penempatan kata, bahasa dalam konteks
tertentu. Meski konservatif dengan bahasa pertamanya, namun mereka sulit juga
meisahkan dialek kata, bahasa pertama dengan bahasa lainnya. Sehingga
konsisten saja dengan dialek bahasa pertamanya sekalipun tanpa sadar
memasukkan unsur kata, bahasa lain yang mereka kuasai. Hal tersebut mereka
lakukan tanpa melihat siapa, dimana, dan apa topik pembicaraan yang dibahas
dalam suatu komunikasi.
Dialek, kata, bahasa lain yang teridentifikasi oleh penulis dari penuturan
sampel. Diantaranya leksikal ; bete=pastiu, garing=nda lucu, gue= kita,
teuing=nintau, naon=apa, oraiso= nimbole, dan sebagainya.
Daialek kata, bahasa pertama sampel yang sangat dipertukarkan pada saat
terjadi komunikasi dengan lawan bicara di luar latar belakang yang sama.
Diantaranya leksikal; stou=mungkin, ba pele= menghalangi, baku dapa= ketemu,
ba borong= belanja, dan sebagainya.
Konfrontasi antara kata, bahasa pertama dengan bahasa di luar itu dalam
hal pemahaman arti atau makna
Dalam bahasa pertama sampel leksikal sedikit dan sebentar memiliki atau
mengandung makna/arti yang sama. Berbeda dengan pemahaman bahasa di luar
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
24
itu yaitu bahasa Sunda. Dalam bahasa Sunda sedikit=saeutik, dan
sebentar=sakeudap. Untuk lebih jelas mengenai konfrontasi leksikal di atas,
berikut ini ada contoh kasus yang pernah penulis temui:
Tanya (penutur Sunda) : Ayo pergi makan sekarang!!!
Respon(sampel) : Nanti, sedikit* lagi!!!
*Komunitas masyarakat manado akan memahami pemakaian leksikon
sedikit dalam kalimat di atas. Bahwasannya tersirat makna ia akan pergi makan
sesaat lagi. Namun bagi komuniatas di luar sampel dalam hal ini komunitas
Sunda akan memahaminya sebagai suatu kalimat yang janggal. Mungkin akan
lebih dipahami oleh mereka jika leksikon sedikit diganti dengan sebentar.
Pemilihan kata diksi dilingkungan bahasa lain sangat penting dalam pencegahan
terjadinya polemik atau antithesis kecil.
Kasus lain adalah dalam pemahaman pemakaian leksikon pinjam dalam
satu kalimat bagi komunitas Manado dan pemahaman pemakaian leksikon minta
dalam satu kalimat bagi komunitas lain seperti Sunda. Contoh kalimat bagi
pemahaman Manado; pinjam dang type-x!! (kalimat ini dalam konteks barang
yang akan diambil dikembalikan lagi setelah dipakai. Namun seandainya leksikon
pinjam diganti dengan minta maka pemahamannya barang tidak akan
dikembalikan lagi). Mungkin lain lagi bagi pemahaman Sunda seperti berikut;
minta dong type-xnya!! (mungkin dalam konteks barang akan dikembalikan lagi
setelah dipakai). Namun bagaimana jika leksikon minta diganti pinjam, seperti
apakah pemahamannya bagi komunitas Sunda? Ada yang memberikan alasan,
bahwasannya penggunaan leksikon pinjam terhadap sesuatu barang yang akan
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
25
dikuras sekecil atau sedikit apapun tidak;ah logis, sehingga akan lebih relevan jika
dengan leksikon minta.
E. Interpretasi Terhadap Intensitas Kedwibahasaan
Sampel Kata, bahasa yang
digunakan*
Pergantian Interferensi Ket.
1 2 3 4 sering jarang sering jarang
A + x v v v v
B x x v + v v
C + + + v v v
D x v v v v v
E x + + v v v
F + + + + v v
Keterangan* dialek, kata, bahasa 1= Sunda, 2= Jawa, 3= Indonesia, 4= bahasa Ibu
x = tidak pernah
+ = kadang-kadang
v = cukup dominan
Tabel di atas dapat menjelaskan atau dapat memberikan gambaran yang
cukup dalam melihat intensitas kedwibahasaan sampel. Sesungguhnya pergantian
dialek, kata, bahasa dan interferensi menjadi menjadi bagian setiap sampel dalam
penelitian. Dalam hal pemakaian kata, bahasa menunjukkan kerelatifan yang
cukup signifikan untuk disebut sebagai dwibahasawan sejati. Jika dicermati
pandangan yang diutarakan oleh Cummins tentang threshold hypothesis atau
hipotesa amabang pintu bahwa profiencient bilingualism (level atas antara kedua
bahasa), yaitu anak memiliki kemampuan yang tinggi baik bahasa pertama
maupun bahasa kedua. Partial bilingualism (selevel penutur asli dalam satu
bahasa), yaitu anak dwibahasawan yang menunjukkan penguasaan bahasa pada
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
26
satu bahasa saja. Limited bilingualism (level rendah diantara kedua bahasa), yaitu
jika anak menunjukkan keahlian tingkat rendah pada kedua bahasa.
Walaupun hipotesa menurut Cummins ini sebenarnya hipotesa dalam
melihat tingkat bilingualisme anak terhadap pengaruhnya dalam aspek kognitif
dan akademik, akan tetapi setidaknya hal tersebut dapat memberikan gambaran
nyata mengenai intensitas kedwibahasaan orang-orang yang pada uimumnya
menguasai lebih dari satu bahasa atau lebih.
Dari data unit yang diperoleh, komunitas masyarakat Manado tidaklah
berada pada proficient bilingualism, atau pada limited bilingualism, namun pada
partial bilingualism. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ahli bilingualisme
terhadap kedwibahasaan anak-anak sehubungan dengan hipotesa ini lazimnya
memberikan pengaruh apakah positif atau negatif kepada intensitas aspek kognitif
dan akademiknya. Apakah pengaruh ini juga berlaku kepada sampel dalam
penelitian ini sehubungan dengan tingkat kedwibahasaannya bukan lagi
dwibahasawan anak-anak tapi dwibahasawan dewasa? Masalah ini belum dapat
disimpulkan oleh penulis!!
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
27
BAB IV
KESIMPULAN
Investasi dialek, kata, bahasa yang dimiliki oleh komunitas masyarakat
Manado dalam penelitian ini relatif berbeda. Temuan-temuan yang
dimanifestasikan pada tiap-tiap unit di atas dapat dijadikan bukti. Pendek kata,
frekuensi lama tinggal di lingkungan bahasa di luar bahasa pertamanya memberi
pengaruh pada intensitas berbahasanya pada bahasa diluar bahasa pertamanya.
Atau dengan kata lain, semakin lama seseorang tinggal di lingkungan bahasa
tertentu maka semakin tinggi pula tingkat penguasaannya terhadap bahasa
setempat. Oleh karena itu, seseorang akan berkomunikasi sesuai dengan tingkat
penguasaan bahasa yang dimilikinya baik itu bahasa pertama maupun bahasa
keduanya, sebagaimana yang ditunjukkan oleh sampel dalam penelitian ini.
Penguasaan suatu bahasa di luar lingkungan bahasa pertamanya bukanlah
merupakan suatu keharusan, akan tetapi menjadi suatu kebutuhan yang urgensif
untuk bertahan hidup lebih survival. Banyak hal yang akan dipahami dengan
menguasai bahasa lain, diantaranya pola pikir, cara hidup dan budaya bahasa itu
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
28
secara umum. Realita ini telah ditunjukkan oleh sampel dalam penelitian ini,
bahwa dengan menguasai suatu bahasa tertentu di lingkungan bahasa tersebut
mengisyaratkan kepada mereka untuk lebih peka dalam hal pergaulan, pekerjaan,
studi dan lain sebagainya.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemikiran……………………………………..
B. Masalah………………………………………………………….
C. Alasan Pemilihan Masalah……………………………………..
D. Tujuan Penelitian……………………………………………….
E. Kegunaan………………………………………………………..
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Pemerolehan Bahasa……………………………………………
B. Pengertian dan Ukuran Kedwibahasaan………………………
C. Ragam Kedwibahasaan…………………………………………
BAB III METODOLOGI PENELITIAN dan PEMBAHASAN
A. Populasi dan Sampel…………………………………………….
B. Metode dan Teknik……………………………………………...
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
29
C. Analisis Data……………………………………………………..
D. Keterangan dan Unit Data……………………………………...
E. Interpretasi Terhadap Intensitas Kedwibahasaan……………
BAB IV KESIMPULAN
……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PENELITIAN
KEDWIBAHASAAN KOMUNITAS
MASYARAKAT MANADO
(Studi Kualitatif TerhadapTtingkat Kedwibahasaan)
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas perkuliahan
mata kuliah Bilingualisme oleh Bpk. Prof. Dr. Yus Rusyana
Bilingualisme masyarakat Manado di Jawa Barat - Harly Tangkilisan -
30
Oleh:
HARLY TANGKILISAN
019686
PROGRAM PASCA SARJANA
KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2002
DAFTAR BACAAN
Al-Barry, Sofyan, H. 2000. Kamus Ilmiah Kontemporer.Pustaka Setia: Bandung
Best,J, W. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Usaha Nasional: Surabaya
Pranowo. 1966. Analisis Pengajaran Bahasa. UGM Press: Bandung
Ramirez, A, G. 1985. Bilingualism Through Scooling. State Univsity of NY
Rusyana, Y. 1988. Perihal Kedwibahasaan. Depdikbud: Jakarta
Sigarlaki, et al. 1982. Sejarah Daerah Sulawesi Utara. Depdikbud: Jakarta
Tarigan, H, G. 1988. Pengajaran Kedwibahasaan. Angkasa: Bndung