Benny Buku Ajar

105
1 BAB 1 Pendahuluan A. Gambaran Profil Lulusan Program Studi Ilmu Kelautan Kompetensi Utama : 1. Lulusan memiliki kemampuan mengidentifikasi jenis, mengevaluasi kondisi dan mengestimasi potensi sumberdaya hayati laut. 2. Lulusan memiliki kemampuan memetakan potensi sumberdaya hayati laut. 3. Lulusan memiliki kemampuan melakukan perlindungan biota laut yang terancam kelestariannya. 4. Lulusan memiliki kemampuan melakukan rehabilitasi stok biota dan hábitat pesisir dan laut. 5. Lulusan memiliki kemampuan mengelola kawasan konservasi laut. Kompetensi Pendukung : 1. Lulusan memiliki kemampuan melakukan survei potensi pesisir dan laut. 2. Lulusan memiliki kemampuan menerapkan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi untuk eksplorasi sumberdaya hayati laut. 3. Lulusan memiliki kemampuan melakukan pembenihan dan penangkaran biota laut. 4. Lulusan memiliki kemampuan melakukan pengendalian kualitas lingkungan pesisir dan laut. Kompetensi Lainnya (Institusional) : Lulusan memiliki kemampuan mengidentifikasi potensi jasa-jasa lingkungan, menyusun rencana tata ruang wilayah, menyusun rencana pengelolaan wilayah dan mengembangkan potensi sumberdaya pesisir dan laut. B. Kompetensi Lulusan 1. Memahami etika, moral dan profesionalisme observasi kelautan dalam menguraikan konsep dasar tentang organisme laut tidak bertulang belakang dan hubungannya dengan faktor lingkungan perairan laut. 2. Menggunakan keterampilan komunikasi yang baik yang dikembangkan berdasarkan paradigma komunikasi ilmiah untuk membantu pengidentifikasian organisme laut tidak bertulang belakang. 3. Keterampilan observasi dasar dalam mengidentifikasi organisme laut tidak bertulang belakang.

description

bahan ajar

Transcript of Benny Buku Ajar

Page 1: Benny Buku Ajar

1

BAB 1 Pendahuluan

A. Gambaran Profil Lulusan Program Studi Ilmu Kelautan

Kompetensi Utama :

1. Lulusan memiliki kemampuan mengidentifikasi jenis, mengevaluasi

kondisi dan mengestimasi potensi sumberdaya hayati laut.

2. Lulusan memiliki kemampuan memetakan potensi sumberdaya hayati

laut.

3. Lulusan memiliki kemampuan melakukan perlindungan biota laut yang

terancam kelestariannya.

4. Lulusan memiliki kemampuan melakukan rehabilitasi stok biota dan

hábitat pesisir dan laut.

5. Lulusan memiliki kemampuan mengelola kawasan konservasi laut.

Kompetensi Pendukung :

1. Lulusan memiliki kemampuan melakukan survei potensi pesisir dan laut.

2. Lulusan memiliki kemampuan menerapkan teknologi penginderaan jauh

dan sistem informasi geografi untuk eksplorasi sumberdaya hayati laut.

3. Lulusan memiliki kemampuan melakukan pembenihan dan

penangkaran biota laut.

4. Lulusan memiliki kemampuan melakukan pengendalian kualitas

lingkungan pesisir dan laut.

Kompetensi Lainnya (Institusional) :

Lulusan memiliki kemampuan mengidentifikasi potensi jasa-jasa

lingkungan, menyusun rencana tata ruang wilayah, menyusun rencana

pengelolaan wilayah dan mengembangkan potensi sumberdaya pesisir dan

laut.

B. Kompetensi Lulusan

1. Memahami etika, moral dan profesionalisme observasi kelautan dalam

menguraikan konsep dasar tentang organisme laut tidak bertulang

belakang dan hubungannya dengan faktor lingkungan perairan laut.

2. Menggunakan keterampilan komunikasi yang baik yang dikembangkan

berdasarkan paradigma komunikasi ilmiah untuk membantu

pengidentifikasian organisme laut tidak bertulang belakang.

3. Keterampilan observasi dasar dalam mengidentifikasi organisme laut

tidak bertulang belakang.

Page 2: Benny Buku Ajar

2

4. Penerapan dasar ilmu kelautan dalam mengidentifikasi organisme laut

tidak bertulang belakang

5. Mengakses, menilai dan mengelola informasi mengenai organisme laut

tidak bertulang belakang secara kritis

6. Mawas diri dan mampu mengembangkan diri/belajar sepanjang hayat

C. Analisis Kebutuhan Pembelajaran

Mata Kuliah : Avertebrata Laut

Kompetensi Utama : Mahasiswa memiliki dasar ilmiah serta

kemampuan keterampilan observasi

organisme laut tidak bertulang belakang.

Kompetensi Pendukung : Mahasiswa memiliki kemampuan komunikasi

dan manajemen informasi serta

pengembangan diri dan kritik diri.

Kompetensi Lainnya : Mahasiswa memiliki etika, moral, dan

profesionalisme survey lapangan dalam

observasi kelautan.

Sasaran Belajar : Mahasiswa diharapkan akan dapat

menguraikan konsep dasar tentang organisme

laut tidak bertulang belakang dan

hubungannya dengan faktor lingkungan

perairan laut.

D. GBRP

Mata Kuliah : Avertebrata Laut

Nomor/Kode SKS : 134 L113 / 3

Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini membahas tentang morfologi,

anatomi, fisiologi dan reproduksi dari hewan laut

yang tidak memiliki tulang belakang, dari tingkat

rendah pada Porifera hingga ke tingkat tinggi yaitu

Urochordata serta dasar-dasar

pengklassifikasiannya.

Page 3: Benny Buku Ajar

3

GBRP Lanjutan

(1)

MINGGU

KE-

(2)

KEMAMPUAN AKHIR YANG

DIHARAPKAN

(3)

BAHAN KAJIAN

(4)

BENTUK

PEMBELAJARAN

(5)

KRITERIA PEMBELAJARAN

(6)

BOBOT

NILAI (%)

I Disepakatinya sistem dan

aturan perkuliahan.

Terbentuknya kelompok kerja

dan tugas kelompok masing-

masing serta terpilihnya ketua.

- Kontrak perkuliahan dan

Rencana Pembelajaran.

--

I

Mahasiswa akan dapat

menguraikan definisi dan ruang

lingkup avertebrata air.

Ruang lingkup

Definisi dan pengertian avertebrata

Phyla yang masuk dalam avertebrata laut

Ceramah + - Mengetahui dengan tepat mengapa

satu organisme dimasukkan ke dalam

kelompok hewan avertebrata.

- Memahami hubungan antara phyla

yang masuk ke dalam kelompok

hewan avertebrata.

--

II

Mendefinisikan Sistematika, Taksonomi dan Filogeni

Pengertian sistematika dan taksonomi

Aturan pemberian nama ilmiah

Hirarki taksonomi Linnaeus

Perkembangan pemikiran mengenai methodologi klasifikasi

Ceramah + - Memahami mengapa hewan dibedakan ke dalam taksa-taksa.

- Mengetahui dengan jelas syarat-syarat penulisan nama ilmiah dari hewan avertebrata

2

Page 4: Benny Buku Ajar

4

MINGGU

KE-

KEMAMPUAN AKHIR YANG

DIHARAPKAN

BAHAN KAJIAN BENTUK

PEMBELAJARAN

KRITERIA PENILAIAN BOBOT

NILAI (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

II Mahasiswa dapat menjelaskan

jenis-jenis protozoa yang hidup

sebagai zooplankton

Pengertian protozoa

Sistem baru pengklassifi-kasian protozoa dengan 7 phyla

Karakteristik dan contoh dari masing-masing phyla

Ceramah + - Memahami alasan protozoa memiliki bentuk-bentuk tertentu.

- Mengetahui hubungan bentuk yang dimiliki dengan cara hidupnya sebagai plankton. 2

III Mahasiswa mampu

menguraikan ciri morfologi,

anatomi dan fisiologi Phylum

Porifera

Classis Calcarea

Classis Hexatinellida

Classis Demospongia

Classis Sclerospongiae

Ceramah + Tugas - Memahami ciri morfologi, anatomi dan fisiologis hewan Porifera

- Mengetahui perbedaan antara classis yang satu dengan yang lain.

- Memahami perbedaan antara phylum Porifera dan phylum Coelenterata

8

IV dan V

Mahasiswa mampu

menguraikan ciri morfologi,

anatomi dan fisiologi phylum

Cnidaria dan Phylum

Ctenophora

Classis Hydrozoa

Classis Scyphozoa

Classis Cubozoa

Classis Anthozoa)

Phylum Ctenophora dengan ordo-nya.

Ceramah + Tugas - Memahami alasan-alasan mengapa hewan anggota phylum ctenophora sulit dibedakan dengan hewan anggota phylum coelenterata

- Megetahui alasan mengapa hewan dari phylum ctenophora dipisahkan dari phylum coelenterata

16

Page 5: Benny Buku Ajar

5

MINGGU

KE-

KEMAMPUAN AKHIR YANG

DIHARAPKAN

BAHAN KAJIAN BENTUK

PEMBELAJARAN

KRITERIA PENILAIAN BOBOT

NILAI (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

- Mengetahui ciri khas dari masing-masing classis phylum coelenterata

- Menjelaskan contoh hewan dari masing-masing classis

VI dan

VII

Mahasiswa mampu

menguraikan ciri umum

morfologi, anatomi, dan fisiologi

mollusca

Classis Monoplacophora,

Classis Polyplacophora

Classis Aplacophora

Classis Gastropoda

Classis Pelecypoda

Classis Scaphopoda

Classis Cephalopoda

Ceramah +

Diskusi

- Mengetahui dasar dari pemberian nama classis pada phylum Mollusca

- Menjelaskan ciri pembeda secara morfologi dari masing-masing classis dalam phylum Mollusca

- Menjelaskan ciri pembeda secara anatomi dari masing-masing classis dalam phylum Mollusca

- Mengetahui contoh organisme dari classis Gastropoda, Polyplacophora, Pelecypoda, Scaphopoda dan Cephalopoda

20

VIII UJIAN TENGAH SEMESTER

Page 6: Benny Buku Ajar

6

MINGGU

KE-

KEMAMPUAN AKHIR YANG

DIHARAPKAN

BAHAN KAJIAN BENTUK

PEMBELAJARAN

KRITERIA PENILAIAN BOBOT

NILAI (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

IX Mahasiswa dapat menguraikan

ciri morfologi dan anatomi

Phylum Platyhelminthes dan

Phylum Rhynchocoela.

Phylum Platyhelminthes

Phylum Rhynchocoela

Ceramah + - Mengetahui ciri-ciri umum Platyhelminthes dan Rhynchocoela

4

X Mahasiswa dapat menguraikan

ciri morfologi, anatomi dan

fisiologi dari cacing tidak

bersegmen

Phylum Sipuncula

Phylum Echiura

Phylum Priapulida

Ceramah + - Mengenali ciri morfologi pembeda phylum Sipuncula, Echiura dan priapulida. 3

XI Mahasiswa dapat menguraikan

ciri morfologi, anatomi dan

fisiologi phylum Annelida dan

Pogonophora

Phylum Annelida Classis Oligochaeta Classis Polychaeta Classis Hirudinae

Phylum Pogonophora

Ceramah + - Mengenali ciri khas morfologi masing-masing classis dari phylum Annelida.

- Mengetahui ciri khas phylum Pogonophora 5

XII-XIII Mahasiswa mampu menjelaskan

ciri morfologi, anatomi dan

fisiologi dari phylum Arthropoda

Subphylum Chelicerata Classis Merostomata Subclassis Xiphosura

Subphylum Crustacea -Classis Remipedia

- Classis Cephalocarida - Classis Branchiopoda - Classis Maxillopoda - Classis Malacostraca

Tugas + Diskusi - Menjelaskan ciri pembeda dari

subphylum Chelicerata terhadap subphylum crustacea

- Menjelaskan ciri pembeda secara anatomi dari masing-masing classis dalam subphylum Crustacea

- Mengetahui contoh organisme dari classis Xiphosura, Cephalocarida, Branchiopoda, Remipedia, Maxillopoda dan Malacostraca

16

Page 7: Benny Buku Ajar

7

MINGGU

KE-

KEMAMPUAN AKHIR YANG

DIHARAPKAN

BAHAN KAJIAN BENTUK

PEMBELAJARAN

KRITERIA PENILAIAN BOBOT

NILAI (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Mengenali anggota classis Malacostraca yang punya nilai ekonomi.

XIV-XV Mahasiswa mampu

menguraikan ciri morfologi,

anatomi dan fisiologi Phylum

Echinodermata

Classis Asteroidea

Classis Ophiuroidea

Classis Echinodea

Classis Holothuroidea

Classis Crinoidea

Tugas + Diskusi - Mengetahui dasar dari pemberian nama classis pada phylum Echinodermata

- Menjelaskan ciri pembeda secara morfologi dari masing-masing classis dalam phylum Echinodermata

- Menjelaskan ciri pembeda secara anatomi dari masing-masing classis dalam phylum Echinodermata

- Mengetahui contoh organisme dari classis Asteroidea, Ophiuroidea, Echinoidea, Holothuroidea dan Crinoidea.

18

XVI Mahasiswa mampu

menjelaskan ciri morfologi,

anatomi dan fisiologi phylum

Bryozoa, Phylum Brachiopoda,

phylum Entoprocta dan phylum

Chordata,-subphylum

Urochordata

Phylum Bryozoa

Phylum Brachiopoda

Phylum Chordata-subphylum Urochordata

Classis Ascidiacea

Classis Thaliacea

Ceramah + - Mengetahui perbedaan dan persamaan antara anggota Phylum Brachiopoda dengan anggota classis Pelecypoda

- Menjelaskan mengapa anggota classis Acidiacea dan Thaliacea dimasukkan ke dalam phylum Chordata

- Mengenali bentuk hewan yang masuk ke dalam phylum Bryozoa

6

Page 8: Benny Buku Ajar

8

BAB 2 Bahan Pembelajaran 1

JUDUL : SISTEMATIKA, TAKSONOMI DAN FILOGENI

BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Bumi ini terdapat lebih dari satu juta spesies hewan yang telah

teridentifikasi. Hewan-hewan tersebut mempunyai banyak persamaan dan

perbedaan, baik dalam morfologi maupun hubungannya berdasarkan

filogenetik. Untuk memudahkan cara pengenalan, mempelajari, dan

berkomunikasi tentang jenis-jenis hewan tersebut, maka perlu adanya

suatu sistematika yang dapat menggolong-golongkan hewan tersebut.

B. Ruang Lingkup Isi

1. Defenisi dan Pengertian Avertebrata

2. Pengertian Sistematika dan Taksonomi

3. Aturan Pemberian Nama Ilmiah

4. Hirarki Taksonomi Linnaeus

C. Kaitan Modul

Modul ini adalah pengantar dari Avertebrata Laut.

D. Sasaran Pembelajaran Modul

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menjelaskan defenisi dan pengertian avertebrata

2. Menjelaskan pengertian sistematikan dan taksonomi

3. Menjelaskan aturan pemberian nama ilmiah

4. Menjelaskan hirarki taksonomi linnaeus

BAB II. Pembahasan

A. Defenisi dan Pengertian Avertebrata

Avertebrata dalam bahasa inggris invertebrate yang berarti hewan-

hewan yang tidak bertulang belakang. Hewan dikelompokkan dalam

kingdom animalia (Metazoa). Berdasarkan organisasi sel penyusun

jaringan atau lapisan dan system pencernaannya dikelompokkan dalam 3

(tiga) golongan (Suwignyo dkk, 2005), yaitu :

Page 9: Benny Buku Ajar

9

a. Branch Parazoa (Filum Porifera): sel tersusun seperti lapisan,

namun belum membentuk jaringan. Tubuh berlubang-lubang, tidak

mempunyai mulut maupun rongga pencernaan.

b. Branch Mesozoa (Filum Mesozoa): pembagian kerja sel-sel agak

jelas, yaitu beberapa sel di bagian tubuh berfungsi untuk reproduksi

dan dibungkus oleh beberapa sel eksternal berfungsi untuk

pencernaan. Hidup sebagai parasit.

c. Branch Eumetazoa: sel tersusun dalam bentuk organ atau jaringan

sejati. Sistem pencernaan umumnya terdiri atas mulut, usus dan

anus; beberapa jenis tidak mempunyai anus. Semua phyla hewan

termasuk Eumetazoa kecuali Porifera dan mesozoa.

B. Pengertian Sistematika dan Taksonomi

Sistematika mempunyai hubungan yang sangat luas dengan evolusi,

ekologi, genetika, behaviour dan fisiologi komparatif mengatur

organisme ke dalam sistem klasifikasi dan mencari jawaban bagaimana

dan mengapa klassifikasi organisme dibuat serta mampu menguraikan

hubungan kekerabatan diantara organisme satu dengan yang lainnya dan

dengan lingkungan habitatnya. Jadi sistematika adalah ilmu tentang

keanekaragaman organisme.

Hukum atau aturan yang memisah-misahkan berbagai hewan ke

dalam kelompok besar dan kecil secara ilmiah disebut taksonomi yang

berasal dari kata taxis berarti susunan dan nomos berarti hukum atau

aturan. Taksonomi adalah teori dan praktek dalam mengklasifikasi

organisme. Klasifikasi adalah penyusunan jenis-jenis hewan menjadi

kelompok-kelompok besar dan kecil dalam suatu aturan, sedangkan

nomenklatur meliputi tata cara pemberian nama jenis hewan atau kelompok

hewan yang akan disusun dalam klasifikasi (Suwignyo dkk, 2005).

C. Aturan Pemberian Nama Ilmiah

Dalam pemberian suatu nama ilmiah diperlukan suatu sistem standar

yang terlepas dari masalah bahasa, ras, agama dan budaya. Adapun

aturan pemberian nama ilmiah (Winston, 1999):

a. Sistem penamaan adalah binomial Linnaeus

b. Terdiri atas dua kata, yaitu genus dan spesies

Page 10: Benny Buku Ajar

10

c. Kata genus terletak di awal dan dimulai penulisannya dengan huruf

kapital dan nama spesies dengan huruf kecil

d. Nama genus, subgenus dan spesies ditulis miring atau diberi garis

bawah

e. Nama taksa di atas genus ditulis dengan huruf tegak

f. Kalau nama genus telah ditulis sebelumnya, maka nama genus hanya

diwakili oleh huruf pertama saja disertai titik (.). Genus adalah kata

benda (noun)

g. Dalam suatu tulisan ilmiah, nama spesies dianggap tidak lengkap bila

tidak disertai dengan nama penemunya dan rincian publikasinya.

Spesies adalah kata sifat (adjective).

D. Hirarki Taksonomi Linnaeus

Kategori hirarki secara lengkap mengikuti ICZN (International Code

of Zoological Nomenclature), namun secara umum standar tatanama

binomial dapat dilihat pada tabel 1. (Simpson, 1961) :

Kingdom Phylum Superclass Class Subclass Cohort

Superorder Order Suborder Superfamily Family

Subfamily Tribe

Genus Subgenus Species Subspecies

Page 11: Benny Buku Ajar

11

Tabel 1. Hirarki taksonomi Latin, Inggris dan Indonesia

Latin Inggris Indonesia Keterangan

Regnum Kingdom Dunia

Subregnum Subkingdom Anak dunia

Phylum Phylum Filum

Subphylum Subphylum Anak filum

Divisio Division Divisi

Superclassis Superclass Super kelas

Classis Class Kelas

Subclassis Subclass Anak kelas

Ordo Order Bangsa

Superfamilia Superfamily Super suku -OIDEA

Familia Family Suku -IDEA

Subfamilia Subfamily Anak suku -INAE

Genus Genus Marga

Species Species Jenis

BAB III. Penutup

Pengklasifikasian organisme dalam biologi begitu penting karena berkaitan

dengan masyarakat dalam mengartikan dasar pengenalan mahluk hidup yang

merupakan standar tatanama binomial.

Tugas : Buat pengklasifikasian organisme dari satu jenis hewan invertebrate.

Masing-masing mahsiswa tidak boleh sama nama organismenya. Penilaian

klasifikasi dilihat dari kelengkapan dan konsistensi pemakaian tatanama binomial.

DAFTAR PUSTAKA Simpson, G. G. 1961. Principles of Animal Taxonomy. Columbia University Press,

New York. Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air

Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta. Winston, J. E. 1999. Describing Species: Practical Taxonomic Procedure for

Biologists. Columbia University Press, New York.

Page 12: Benny Buku Ajar

12

BAB 3 Bahan Pembelajaran 2

JUDUL : FILUM PROTOZOA

BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Protozoa adalah hewan yang paling sederhana di dunia, karena

hewan tersebut hanya terdiri dari satu sel dan biasanya berukuran

mikroskopis antara 5-5.000 mikron. Protozoa mempunyai keanekaragaman

jenis yang sangat tinggi, habitat hidupnya di laut, air payau, air darat dan

daratan yang lembab maupun pasir kering.

B. Ruang Lingkup Isi

1. Pengertian Filum Protozoa

2. Morfologi Tubuh Filum Protozoa

3. Sistem Reproduksi Filum Protozoa

4. Makan dan Cara Makan Filum Protozoa

5. Klasifikasi Filum Protozoa

6. Peranan Hewan Filum Protozoa

C. Kaitan Modul

Modul ini adalah modul Kedua dari modul avertebrata laut.

D. Sasaran Pembelajaran Modul

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menjelaskan Pengertian Filum Protozoa

2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Filum Protozoa

3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Filum Protozoa

4. Menjelaskan Makan dan Cara Makan Filum Protozoa

5. Menjelaskan Klasifikasi Filum Protozoa

6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Protozoa

BAB II. Pembahasan

A. Pengertian Filum Protozoa

Protozoa berasal dari bahasa latin yakni proto dan zoon. Proto berarti

yang pertama atau awal,dan Zoon berarti hewan, protozoa adalah hewan

yang terdiri dari satu sel. Tidak seperti metazoan, protozoa tidak memiliki

organ sejati, namun mampu melakukan semua kegiatan biologis. Proses-

Page 13: Benny Buku Ajar

13

proses tersebut dilakukan oleh bagian di dalam sel, yang disebut organel

seperti vakuola kontraktil

B. Morfologi Tubuh Filum Protozoa

Protozoa terdiri dari protoplasma yang dibungkus membran sel yang

berfungsi sebagai dinding sel. Protoplasma terdiri dari inti sel (nucleus) dan

isi sel atau sitoplasma. Bagian terluar sitoplasma disebut ektoplasma dan

bagian dalam disebut endoplasma.

Protozoa bergerak dengan menggunakan kaki semu (pseudopodia),

cilia atau flagella (Gambar 2.1). Pseudopodia berasal dari penjuluran

sitoplasma yang berkontraksi memanjang dan memendek secara lambat.

Pseudopodia di bagi dalam empat tipe dasar bentuk penjuluran, yaitu : a)

Lobopodia; penjuluran tumpul seperti lidah atau jari terdiri atas ektoplasma

dan endoplasma pada Amoeba, b) Filopodia; penjuluran langsing, lembut

seperti benang (filamen), terdiri dari ektoplasma saja pada Vampyrella, c)

Reticulopodia; penjuluran panjang, halus dan terdiri atas ektoplasma saja

pada Lieberkuhnia dan Globigerina, d) Axopodia; penjuluran seperti jarum,

agak kaku dan semi permanen pada Actinophrys. Cilia atau bulu getar

merupakan alat gerak yang berbentuk bulu-bulu halus, biasanya banyak

dan selalu bergetar. Penyebaran cilia di seluruh permukaan sel tidak selalu

merata, hingga berdasarkan susunan cilia dalam kelompok dapat

dibedakan menjadi : a) Membran berombak; kumpulan cilia pendek yang

tersusun dalam satu baris memanjang, b) Membranella; seperti membran

kecil, terdiri atas beberapa cilia pendek saling melekat, dan tersusun dalam

bentuk seri, c) Cirrus; rumpun cilia yang tumbuh menyatu berbentuk seperti

kerucut panjang atau duri. Flagella merupakan alat gerak berupa

protoplasma panjang seperti cambuk, berjumlah satu atau lebih tapi

umumnya 2 helai (Suwignyo dkk, 2005).

Page 14: Benny Buku Ajar

14

A

B

C

Gambar 2.1. Pergerakan pada Protozoa. A. Lobopodia pada Amoeba. B. Reticulopodia pada Globigerina. C. Flagella pada Ceratium (Barnes, 1994).

C. Sistem Reproduksi

Reproduksi seksual sangat sedikit diketahui pada Protozoa. Zygote

dihasilkan dari penyatuan dua sel. Reproduksi aseksual dengan cara

membelah diri menjadi dua atau banyak, budding (pertunasan) secara

eksternal atau internal. Pembelahan menjadi dua dapat terjadi secara

melintang atau membujur, sedangkan pembelahan menjadi banyak

biasanya dimulai dari inti sel, kemudian diikuti pembelahan individu

(Suwignyo dkk, 2005).

Apabila kondisi lingkungan memburuk, sebagian besar protozoa

membentuk siste (cyst) yang resisten terhadap kekeringan, dingin ataupun

panas. Pada dinoflagellata siste berbentuk seperti bola dimana flagella

menghilang, tidak bergerak dan biasanya melayang pada perairan atau

tenggelam di dasar perairan. Fase ini biasanya disebut Palmella. (Barnes,

1994)

D. Makan dan Cara Makan

Makanan dapat dihasilkan sendiri atau dari lingkungan sekitar. Seperti

halnya tumbuhan, protozoa yang dapat menghasilkan makanannya sendiri

melakukan fotosintesis. Banyak protozoa yang bersifat 14eterotro. Protozoa

yang tidak dapat melakukan fotosintesis, mendapatkan makanan dari

lingkungan sekitar dengan cara menelan benda padat, atau memakan

organisme lain seperti bakteri, jamur atau protozoa lain bersifat

14eterotroph (Gambar 2.2.). Protozoa yang bersifat 14eterotro dan

14eterotroph disebut amfitrof

Page 15: Benny Buku Ajar

15

Gambar 2.2. Didinium memakan Paramecium (Barnes, 1994).

Protozoa yang bersifat 15eterotroph dan didinding selnya terdiri dari

suatu membrane tipis, mengambil makanannya dengan cara membungkus

makanan kemudian menelannya ke dalam sitoplasma. Cara ini disebut

fagositosis. Pada jenis yang berdinding tebal, cara mengambil mangsanya

dengan menggunakan mulut sel yang disebut cytostome (Gambar 2.2.).

E. Klasifikasi

Pembagian filum Protozoa menjadi 3 subfilum berdasarkan alat geraknya

(Suwignyo dkk, 2005) :

1. Subfilum Sarcomastigophora; organelle untuk bergerak adalah flagella,

pseudopodia, atau tidak ada. Nucleus satu macam.

a. Kelas Mastigophora (=Flagela); bergerak dengan satu atau

beberapa buah flagella. Contoh pada Ceratium dan Euglena

(Gambar 2.3).

A

B

Gambar 2.3. A. Ceratium tripos (X100) (Foto penelitian), B. Euglena (Barnes, 1994).

b. Kelas Opalina; organela seperti ciloa berjmlah banyak sekali

terdapat di seluruh permukaan tubuh. Contoh pada Opalina di dalam

usus amfibi (Gambar 2.4.D.)

c. Kelas Sarcodina(=Rhizopoda) bergerak dengan pseudopodia.

Misalnya Arcella, Amoeba, dan Globigerina. (Gambar 2.4.A-C)

Page 16: Benny Buku Ajar

16

A

B

C

D

Gambar 2.4. A. Arcella B.Amoeba C.Globigerina D. Opalina (Barnes, 1994)

2. Subfilum Sporozoa; tidak mempunyai alat gerak. Semua anggotanya

parasit. Contohnya Plasmodium vivax (penyebab malaria) dan

Sphaeromyxa parasit pada ikan

3. Subfilum Ciliophora; mempunyai cilia atau organel cilia pada sebagian

atau seluruh stadium hidupnya. Mempunyai dua macam nuclei.

a. Kelas Holotrichia; cilia sederhana, terdapat di seluruh atau sebagian

permukaan tubuh, cilia adoral biasanya tidak ada atau tidak jelas.

Contoh Paramaecium (Gambar 2.5.A).

b. Kelas Suctoria; cilia hanya ada pada stadium muda, dewasa

biasanya sessile, bertangkai dan mempunyai tentakel. Misalnya

Stentor (Gambar 2.5.B)

c. Kelas Peritricha; bentuk sel seperti lonceng atau jambangan.

Umumnya sessile. Jajaran cilia hanya pada bagian adoral dan

memutar berlawanan arah jarum jam terhadap cytostome

A

B

Gambar 2.5. A. Paramaecium, B. Stentor (Barnes, 1994).

F. Peranan Hewan Filum Protozoa

Beberapa jenis Protozoa merupakan makanan bagi anak ikan. Akan

tetapi, banyak juga yang hidup sebagai parasit baik pada hewan, tumbuhan

maupun pada manusia. Sebagian besar flagellata dan cialita merupakan

pakan alami. Parasit ikan antara lain Trichodina dan Ichthyophthirius dari

Page 17: Benny Buku Ajar

17

kelas ciliata. Parasit pada manusia antara lain Entamoeba histolytica dari

kelas Sarcodina menyebabkan penyakit disentri. Ada pula jenis Protozoa

yang menghasilkan racun seperti Gonyaulax yang menyebabkan red tide.

BAB III. Penutup

Filum Protozoa memiliki banyak peranan dalam kehidupan. Namun

perlu diwaspadai karena banyaknya jenis yang lebih merugikan.

Tugas

DAFTAR PUSTAKA Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders

College Publishing. USA.

Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 18: Benny Buku Ajar

18

BAB 4 Bahan Pembelajaran 3

JUDUL : FILUM PORIFERA

BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Spons nama yang dikenal masyarakat awam, adalah nama lain dari

filum Porifera. Spons adalah hewan bersel banyak yang sangat primitif.

Spons belum mempunyai organ maupun jaringan sejati. Walaupun

tergolong hewan, kemampuan gerak sangat kecil dan bersifat sesil.

Pada awalnya porifera dianggap sebagai tumbuhan, baru pada tahun

1765 dinyatakan sebagai hewan setelah ditemukan adanya aliran air yang

terjadi di dalam tubuh porifera. Dari 10.000 spesies porifera yang sudah

diidentifikasi, sebagian hidup di laut dan hanya 159 species hidup di air

tawar, semuanya famili Spongilidae. Umumnya terdapat di perairan jernih

dangkal dan menempel di substrat. Beberapa menetap di dasar perairan

berpasir atau berlumpur (Suwignyo dkk, 2005). Namun beberapa kelompok

yang termasuk dalam spons kaca, hidup di laut yang dalam.

B. Ruang Lingkup Isi

1. Pengertian Filum Porifera

2. Morfologi tubuh Filum Porifera

3. Sistem Reproduksi Filum Porifera

4. Kebiasaan makan dan cara makan Filum Porifera

5. Klasifikasi Filum Porifera

6. Peranan Hewan Filum Porifera

C. Kaitan Modul

Modul ini adalah modul ketiga dari modul avertebrata laut.

D. Sasaran Pembelajaran Modul

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menjelaskan Pengertian Filum Porifera

2. Menjelaskan Morfologi tubuh Filum Porifera

3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Filum Porifera

4. Menjelaskan Kebiasaan makan dan cara makan Filum Porifera

5. Menjelaskan Klasifikasi Filum Porifera

6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Porifera

Page 19: Benny Buku Ajar

19

BAB II. Pembahasan

A. Pengertian Filum Porifera

Porifera dalam bahasa latin : porus dan ferre. Porus berarti berpori

dan ferre berarti dinding. (Barnes, 1994). Dikenal juga sebagai spons.

B. Morfologi Tubuh Filum Porifera

Porifera atau spons memiliki bentuk tubuh yang sangat beragam,

mulai dari bentuk tabung, gumpalan, vas, menjalar, dan sebagainya.

Sebagian besar menempel pada substrat, namun ada juga yang berdiri

ditopang oleh semacam stalk (batang semu). Ukuran diameter tubuh

bervariasi antara beberapa millimeter hingga 2 meter. Sementara warna

spons juga beraneka ragam seperti ungu, biru, kuning, merah terang,

orange atau putih yang merupakan simbiosis dengan bakteri atau alga

bersel satu.

A B

C D

Gambar 3.1. Tipe morfologi spons. A. Asconoid; B. Syconoid sederhana; C. Kompleks Syconoid; D. Leuconoid. (Barnes, 1994)

Page 20: Benny Buku Ajar

20

Ada 3 tipe saluran air spons yakni tipe asconoid, syconoid dan

leuconoid yang merupakan bentuk elaborasi dari permukaan choanoderm

dan mesohyl (gambar 3.1). Pada tipe asconoid, atriumnya besar dan tidak

terpartisi, pada tipe asconoid bagian tepi atrium terbagi menjadi sejumlah

rongga kecil dimana area permukaan choanocytes meningkat, sedangkan

pada tipe leuconoid atrium tereduksi menjadi semacam lorong-lorong

mesohyl dengan jaringan kanal air yang kompleks dan banyak rongga

berflagella (Fox, 2001). Contoh tipe saluran asconoid ditampilkan pada

genus Leucosolenia, sedangkan tipe syconoid dicontohkan pada genus

scypha.

A B

Gambar 3.2. Bentuk tubuh spons. A. Demosponge, Coelosphaera hatchii; B. Spons

karang, Merlia normani (vertical section); C. Demosponge, Haliclona permollis; D. Demosponge, Microciona prolifera (Barnes, 1994).

C

Page 21: Benny Buku Ajar

21

.

Beberapa tipe sel pada spons adalah lapisan pinacocytes (sel kulit)

dan lapisan choanocytes (sel pengumpul makanan dan pemompa air).

Diantara kedua lapisan tersebut adalah lapisan gelatin mesohyl atau

mesenchyme yang terdiri atas sclerocytes dan spongocytes (sel yang

mensekresi skeleton), archeocytes, (sel yang mampu berubah menjadi

bentuk sel lain pada spons yang sama), dan collenocytes (sel yang

membetuk massa konektif (Fox, 2001).(Gambar 3.2)

Gambar 3.3. A. Struktur spons yang sederhana; B. Tipe sel secara umum pada Asconoid. (Barnes, 1994).

Struktur tubuh spons ditunjang oleh skeleton keras yang terdiri atas

berbagai jenis spikula. Spikula adalah unsur keras seperti jarum, umumnya

tersusun dari kalsium karbonat, atau 21ilica dan kolagen. Baik spikula

maupun sel-sel spons semuanya terdapat di dalam matriks jelly berprotein.

Tidak semua spons mempunyai skeleton, dan pada jenis ini skeleton

tersusun dari jelly colloidal yang sederhana (Gambar.3.3).

Page 22: Benny Buku Ajar

22

Skeleton disekresi oleh sel-sel sclerocyte dan spongocyte. Tiap

spikula disekresi secara interselular di sekitar fiber sponging. Unsur sketal

inilah yang merupakan satu-satunya bagian dari sponge yang dapat

diawetkan, sehingga menjadi petunjuk penting dalam penamaan secara

morfologi dan taksonomi. Spikula ini dikelompokkan berdasarkan ukuran,

jumlah axis, dan jumlah ray (pengait) (Gambar 3.4).

Berdasarkan ukurannya, spikula dibagi menjadi 2 kelompok (Fox, 2001):

1) Megasclere, spikula besar dengan ukuran panjang 0,1 > 1,0 mm; dapat

bergabung membentuk bagan yang koheren.

2) Microsceler, spikula kecil berukuran panjang 0,01 – 0,1 mm; tersebar di

seluruh tubuh.

Berdasarkan axis, spikula dibedakan atas 3 bentuk, yakni :

1). Monaxon, spikula dengan satu axis.

2). Triaxon, spikula dengan tiga axis; dan

3). Tetraxon, spikula dengan empat axis.

Selanjutnya berdasarkan jumlah ray dibagi menjadi 5 kelompok :

1). Monactine, spikula dengan satu ray;

2). Diactine, spikula dengan dua ray;

3). Traictine, spikula dengan tiga ray;

4). Hexactine, spikula dengan enam ray;

5). Polyactine, spikula dengan lebih dari enam ray

Gambar 3.4. Jenis spikula penyusunnya; (1) monaxon; (2, 3, 7) triaxon; (4, 5)

tetraxon; (6) hexactine (Barnes, 1994).

C. Sistem Reproduksi Filum Porifera

Semua spons memiliki kemampuan reproduksi secara seksual, dan

beberapa tipe mampu bereproduksi secara aseksual. Porifera mempunyai

kemampuan regenerasi yang tinggi. Bagian spons yang terpotong akan

mengalami regenerasi menjadi utuh kembali. Kemampuan regenerasi ada

batasnya, misalnya potongan spons harus lebih besar dari 0,4 mm dan

Page 23: Benny Buku Ajar

23

mempunyai beberapa sel choanocyte supaya mampu melakukan

regenerasi menjadi spons baru yang kecil (Suwignyo dkk, 2005).

Reproduksi aseksual terjadi dengan cara pembentukan tunas

(budding) atau pembentukan sekelompok sel esensial terutama

amoebocyte, kemudian dilepaskan. Spons air tawar dan air laut

membentuk gemmule, yaitu tunas internal. Gemmule terbentuk dari

sekumpulan amoebocyte berisi cadangan makanan dikelilingi amoebocyte

yang membentuk lapisan luar yang keras dan acapkali terdapat spikula

sehingga membentuk dinding yang resisten (Gambar 3.5).

.

Gambar 3.5. A. Pembentukan tunas (budding); B. Gemmule Spongillidae; C. Gemmule Spongilla (Barnes, 1994).

Reproduksi seksual terjadi baik pada spons yang hermaproduktif,

namun sel telur dan sperma diproduksi pada waktu yang berbeda sperma

dan telur dihasilkan oleh amoebyte osculum bersama aliran air dan masuk

ke individu lain melalui ostium juga bersama aliran air. Dalam spongocoel

atau feagelated chamber, sperma akan masuk ke choanocyte atau

amoebocyte. Sel amoebocyte berfungsi sebagai pembawa sperma menuju

sel telur, terjadilah pembuahan (fertilisasi), perkembangan embrio sampai

menjadi larva berflagella masih di dalam mesohyl. Larva berflagella disebut

juga larva amphiblastula. Keluar dari mesohyl dan bersama aliran air keluar

dari tubuh induk melalui osculum. Larva amphiblastula berenang bebas

beberapa saat kemudian menempel pada substrat tumbuh menjadi besar

dan dewasa (Gambar 3.6).

Page 24: Benny Buku Ajar

24

(C)

(D)

Gambar 3.6. A. Sperma Porifera; B. Oocyte pada Ephydatia fluviatilis

(Demospongiae); C.Sperma dikeluarkan keperairan; D. Oocyte menempel pada substrat (Barnes, 1994).

D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Porifera

Porifera mendapatkan makanan dengan menyaring air. Air

mengandung partikel yang sangat kecil 80% partikel yang kurang dari 5 μm

dan 20% terdiri atas bakteri, dinoflagellata dan nanoplakton partikel yang

berukuran 5 μm – 50 μm dimakan dan dibawa oleh amoebocyte.

Tidak semua Porifera mendapatkan makanan dengan cara filter

feeder. Spons carnivora dari genus Asbestopluma (Gambar 3.7)

memperlihatkan bagaimana spons dalam memangsa crustacean.

Page 25: Benny Buku Ajar

25

A

B

C

D

E

F

G

H

I

Gambar 3.7. A-D Asbestopluma menangkap crustacean; E.berselang 15 menit

Asbestopluma mengeluarkan tentakel; F-I Asbestopluma menelan crustacean. (Barnes, 1994).

E. Klasifikasi Filum Porifera

Porifera terdiri dari 4 kelas berdasarkan jenis spikulanya, yaitu

Calcarea, Hexactinellida, Demospongiae dan Sclerospongae (Suwignyo

dkk, 2005).

1. Kelas Calcarea (Gambar 3.8A); spikula kapur, monaxon, triaxon atau

tetraxon, permukaan tubuh berbulu, warna suram, terdiri dari 2 bangsa

yaitu: Homocoela dengan tipe asconoid, dinding tubuh tipis dan

Heterocoela dengan tipe syconoid atau leuconoid, dinding tubuh tebal

2. Kelas Hexactinellida .(Gambar 3.8B); spons kaca, spikula silikat,

hexactinal, beberapa bersambungan seperti kaca, tipe syconoid, bentuk

tubuh silindris, datar atau bertangkai, terdiri dari 2 bangsa yaitu :

Page 26: Benny Buku Ajar

26

Hexasterophora dengan spikula kecil hexactinal dan Amphidiscophora

dengan spikula kecil yang berkait pada kedua ujungnya.

3. Kelas Demospongiae (Gambar 3.8C); spikula silikat, serat spons atau

keduanya atau tidak ada; bila ada spikulanya monaxon atau tetraxon,

tipe leuconoid. Terdiri dari 2 subkelas, yaitu: Tetractinellida dengan 3

bangsa; Myxospongia, Carnosa dan Choristida, dan Monaxonida

dengan 4 bangsa: Hadromerida, Halichondrida, Poecilosclerida dan

Haplosclerida

4. Kelas Sclerospongiae (Gambar 3.8D); spons karang. Berbeda dengan

spons kelas lainnya, spons karang menghasilkan rangka CaCO3

(aragonit) yang terjalin dalam serat-serat spons hingga sepintas lalu

mirip batu koral. Spikula silikat, monaxon, banyak ditemukan di daerah

terumbu karang pada continental slope.

A

B

C

D

Gambar 3.8. A. Leucetta, dari kelas Calcarea; B. tiga contoh dari kelas

Hexasterophora; C. Agelas dari kelas Demospongiae; D. Spons karang dar i kelas Sclerospongiae (Barnes, 1994).

F. Peranan Hewan Filum Porifera

Beberapa jenis spons air laut seperti spons jari berwarna orange

axinella conabina diperdagangkan untuk menghias aquarium air laut,

adakalanya di di ekspor ke Singapura dan Eropa. Jenis spons dari Keluarga

Clionidae mampu mengebor dan menembus batu karang dan cangkang

moluska, sehingga membantu pelapukan pecahan batu karang dan

cangkang moluska yang berserakan di tepi pantai. Ada pula spons yang

tumbuh pada kerang-kerangan tertentu dan mengganggu peternakan tiram

(Gambar 3.9).

Selain itu porefera yang dijadikan obat kontrasepsi (KB), sebagai

campuran bahan industri (kosmetik), mempunyai nilai estetika yang tinggi.

Page 27: Benny Buku Ajar

27

Manfaat bagi sumber daya perairan adalah dimanfaatkan sebagai tempat

perlindungan dan sebagai makanan hewan lain.

A

B

Gambar 3.9. Spons pengebor; A. Siphonodictyon coralliphagum; B.Cliona (circular

oscula)

BAB III. Penutup

Filum Porifera ini merupakan hewan yang berpori yang sangat

bermanfaat bagi sumber daya manusia maupun bagi sumber daya perairan

itu sendiri. Saat ini mulai dikembangkan untuk pengobatan dan bahan

kosmetik

DAFTAR PUSTAKA

Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders

College Publishing. USA.

Fox, R. 2001. Invertebrata Zoolegs. Leboratry Exercise. Hhtp/www.Lander edition/rsfor/310 porifera lab.

Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air

Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 28: Benny Buku Ajar

28

BAB 5 Bahan Pembelajaran 4

JUDUL : FILUM CNIDARIA DAN CTENOPHORA

BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Filum Cnidaria disebut juga Coelenterata. Berbeda dengan protozoa,

coelenterata mempunyai rongga pencernaan (gastrovascular cavity) dan

mulut, namun anus tidak ada. Terdapat sekitar 9500 jenis, kebanyakan

hidup di laut dan hanya 14 jenis dari kelas. Hydrozoa hidup di air tawar

biasanya terdapat di perairan dangkal dan melekat pada substrat dan

terumbu karang. Coelentrata hidup mulai dari periode camabrian sampai

sekarang (Suwignyo dkk, 2005).

Beberapa zoolog menganggap Ctenophora merupakan filum

tersendiri. Tubuhnya mempunyai lapisan mesoderm, tidak mempunyai

nematoksis dan tentakelnya mengandung zat-zat pelekat untuk menangkap

mangsa. Semua hidup di laut. Seperti halnya Cnidaria namun Ctenophora

memiliki anus.

B. Ruang Lingkup Isi

1. Pengertian Filum Cnidaria dan Ctenophora

2. Morfologi Tubuh Cnidaria dan Ctenophora

3. Sistem Reproduksi Cnidaria dan Ctenophora

4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Cnidaria dan Ctenophora

5. Klasifikasi Cnidaria dan Ctenophora

6. Peranan Hewan Filum Cnidaria dan Ctenophora

C. Kaitan Modul

Modul ini adalah modul keempat dari modul avertebrata laut.

D. Sasaran Pembelajaran Modul

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menjelaskan Pengertian Filum Cnidaria dan Ctenophora

2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Cnidaria dan Ctenophora

3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Cnidaria dan Ctenophora

4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Cnidaria dan

Ctenophora

5. Menjelaskan Klasifikasi Cnidaria dan Ctenophora

6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Cnidaria dan Ctenophora

Page 29: Benny Buku Ajar

29

BAB II. Pembahasan

A. Pengertian Filum Cnidaria dan Ctenophora

Filum Cnidaria, berasal dari kata cnide (bahasa Yunani) yang

berarti sengat. Nama lain Cnidaria adalah Coelenterata. Coelenterata

(dalam bahasa yunani, coelenteron = rongga) adalah invertebrata yang

memiliki rongga tubuh.Rongga tubuh tersebut berfungsi sebagai alat

pencernaan (gastrovaskuler). Sedangkan Ctenophora berasal dari kata

ctenos (Yunani) yang berarti sisir, dan phoros yang berarti dinding.

(Suripto,. 2007).

B. Morfologi Tubuh Cnidaria dan Ctenophora

Ukuran tubuh Cnidaria beraneka ragam. Ada yang penjangnya

beberapa milimeter, misal Hydra dan ada yang mencapai diameter 2 m,

misalnya Cyanea.Tubuh Cnidaria simetris radial dengan bentuk berupa

medusa atau polip.Medusa berbentuk seperti lonceng atau payung

yang dikelilingi oleh “lengan-lengan” (tentakel). Polip berbentuk seperti

tabung atau seperti medusa yang memanjang.

Cnidaria merupakan hewan diploblastik karena tubuhnya memiliki

dua lapisan sel, yaitu ektoderm (epidermis) dan endoderm (lapisan

dalam atau gastrodermis) (Gambar 4.1). Ektoderm berfungsi sebagai

pelindung sedang endoderm berfungsi untuk pencernaan.Sel-sel

gastrodermis berbatasan dengan coelenteron atau gastrosol. Gastrosol

adalah pencernaan yang berbentuk kantong.Makanan yang masuk ke

dalam gastrosol akan dicerna dengan bantuan enzim yang dikeluarkan

oleh sel-sel gastrodermis. Pencernaan di dalam gastrosol disebut

sebagai pencernaan ekstraseluler.Hasil pencernaan dalam gasrosol

akan ditelan oleh sel-sel gastrodermis untuk kemudian dicerna lebih

lanjut dalam vakuola makanan. Pencernaan di dalam sel gastrodermis

disebut pencernaan intraseluler. Sari makanan kemudian diedarkan ke

bagian tubuh lainnya secara difusi. Begitu pula untuk pengambilan

oksigen dan pembuangan karbondioksida secara difusi. Cnidaria

memiliki sistem saraf sederhana yang tersebar berbentuk jala yang

berfungsi mengendalikan gerakan dalam merespon rangsangan.

Sistem saraf terdapat pada mesoglea. Mesoglea adalah lapisan bukan

Page 30: Benny Buku Ajar

30

sel yang terdapat diantara lapisan epidermis dan gastrodermis.

Gastrodermis tersusun dari bahan gelatin (Barnes, 1994).

Gambar 4.1. Morfologi tubuh Cnidaria dalam bentuk polip dan medusa.

(Http://1.bp.blogspot.com)

Ctenophora disebut sea walnut, comb jellies, atau ubur-ubur sisir,

karena secara vertical, tubuhnya terbagi oleh 8 helai pita yang tampak

seperti deretan sisir cilia, berwarna putih, jingga atau ungu. Tubuh

biasanya transparan dan yang primitif mempunyai sepasang tentakel

bercabang, tanpa nematocyst. Sisir cilia merupakan tenaga penggerak

bagi ctenophora.

Dinding tubuh terdiri dari epidermis. Di bawah epidermis terdapat

semacam mesenkhim tebal, setaraf dengan mesoglea pada Cnidaria.

Mesenkhim Ctenophora mempunyai sel otot sejati, suatu hal yang tidak

ada pada Cnidaria. (Gambar 4.2)

Page 31: Benny Buku Ajar

31

Keterangan Gambar 1 Anal canal 2 Anal pore 3 Apical sense

organ 4 Aboral canal 5 Tentacle 6 Infundibulum 7 Transverse canal 8 Interradial canal 9 Tentacle sheath 10 Tentilla 11 Ctenes of comb

row 12 Mouth 13 Pharynx 14 Pharyngeal canal 15 Tentacle canal 16 Meridional canal 17 Adradial canal

Gambar 4.2. Morfologi tubuh Ctenophora (Barnes, 1994).

C. Sistem Reproduksi Cnidaria dan Ctenophora

Ada 2 cara perkembangbiakan Cnidaria, yaitu : aseksual

(vegetatif) dan seksual (generatif) (Suripto,. 2007):

1. Aseksual (Vegetatif); Dilakukan dengan membentuk kuncup pada

kaki pada fase polip. Makin lama makin besar, lalu membentuk

tentakel. Kuncup tumbuh disekitar kaki sampai besar hingga

induknya membuat kuncup baru, lalu menjadi koloni.

2. Seksual (Generatif); Dilakukan dengan peleburan sel sperma

dengan sel ovum (telur) yang terjadi pada fase medusa. Letak testis

di dekat tentakel sedangkan ovarium dekat kaki. Sperma masak

dikeluarkan lalu berenang hingga menuju ovum. Ovum yang dibuahi

akan membentuk zigot. Mula-mula zigot tumbuh di ovarium hingga

menjadi larva. Larva bersilia (planula) berenang meninggalkan induk

dan membentuk polip di dasar perairan.

Page 32: Benny Buku Ajar

32

Gambar 4.3. Reproduksi Aseksual dan Seksual pada Cnidaria

(http://gurungeblog.wordpress.com)

Semua Ctenophora adalah hermafrodit. Gonad berbentuk 2 helai

pita yang terletak pada tiap dinding kanal meridional yang menebal;

yang sehelai adalah ovari dan yang lain adalah testis (Gambar 4.4.A-

B). Telur dan sperma biasanya dilepas ke air melalui mulut.

Pembuahan terjadi di air laut, beberapa jenis mengerami telurnya.

Hasil pembuahan ialah larva cydippid yang berenang bebas,

berbentuk bulat lonjong menyerupai bentuk Cydippidea dewasa

(Gambar 4.4C).

Page 33: Benny Buku Ajar

33

C.

Gambar 4.4. A. Struktur saluran Gastrovascular; B. Gonad pada dinding

meridional; C.Larva Ctenophora menyerupai Cydippidea dewasa (Barnes, 1994).

D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Cnidaria dan Ctenophora

Cnidaria hidup bebas secara heterotrof dengan memangsa

plankton dan hewan kecil di air.Mangsa menempel pada knidosit dan

ditangkap oleh tentakel untuk dimasukkan kedalam mulut.Habitat

Cnidaria seluruhnya hidup di air, baik di laut maupun di air tawar.

Sebagaian besar hidup dilaut secara soliter atau berkoloni. Ada yang

melekat pada bebatuan atau benda lain di dasar perairan dan tidak

dapat berpindah untuk bentuk polip, sedangkan bentuk medusa dapat

bergerak bebas melayang di air. (Gambar 4.5)

A

B

C

D

E

Gambar 4.5.A-D Amplexidiscus senestrafer, memangsa ikan; E. Epiactis prolifora memangsa plankton (Barnes, 1994).

Page 34: Benny Buku Ajar

34

Sebagai karnivor, Ctenopora memakan zooplankton kecil

seperti jelly fish, copepod, larva moluska, larva crustacea, telur ikan dan

larva ikan (Gambar 4.6)

Gambar 4.6. A. Jelly fish; B-D. Haeckelia rubra memangsa tentakel jelly fish;

E. Setelah beberapa menit, jelly fish telah kehilangan tentakelnya. (Barnes, 1994).

E. Klasifikasi Cnidaria dan Ctenophora

Filum Cnidaria; dikelompokkan menjadi 4 kelas berdasarkan

bentuk, ukuran dan daur hidupnya, yaitu :

1. Kelas Hydrozoa; polip soliter atau koloni, ukuran kecil tidak

menyolok. Dalam daur hidupnya terdapat bentuk polip, medusa atau

kedua-duanya. Umumnya mempunyai velum. Terdiri dari 5 bangsa;

Hydroida, Trachylina, Siphonophora, Chondrophora dan Actinulida.

2. Kelas Scyphozoa; bentuk polip selalu kecil, sedangkan medusa

umumnya besar yang biasa disebut ubur-ubur. Tidak mempunyai

velum. Terdiri dari 4 bangsa; Stauromedusae, Coronatae,

Semaeostomae dan Rhizostomae.

3. Kelas Cubozoa; hanya medusa dengan bentuk persegi yang datar,

mempunyai velum. Terdiri dari satu bangsa yakni Cubomedusae

dengan dua keluarga , Chirodropidae dan Carybdeidae.

4. Kelas Anthozoa; selalu dalam bentuk polip, tidak ada stadia medusa

dalam daur hidupnya, soliter atau koloni. Terdiri dari 3 subkelas;

Octocorallia (Alcyonaria) dengan 8 bangsa yaitu : Alcyonacea,

Gastraxonacea, Gorgonacea, Helioporacea, Pennatulacea,

Protoalcyonaria, Stolonifera, dan Telestacea. Subkelas Hexacorallia

(Zoantharia) dengan 4 bangsa yaitu : Actiniaria, Corallimorpharia,

Scleractinia (Madreporaria), dan Zoanthidea. Subkelas

Page 35: Benny Buku Ajar

35

Ceriantipatharia dengan 2 bangsa yaitu : Antipatharia dan

Ceriantharia.

Filum Ctenophora semuanya hidup di laut. Dikelompokkan

menjadi 2 kelas berdasarkan ada tidaknya tentakel, yaitu :

1. Kelas Tentaculata; mempunyai tentakel. Terdiri dari 6 bangsa;

Cydippida, Lobata, Cestida, Ganeshida, Platyctenida, dan

Thalassocalycida.

2. Kelas Nuda; tidak mempunyau tentakel. Hanya satu bangsa yakni

Beroida.

F. Peranan Hewan Filum Cnidaria dan Ctenophora

Beberapa jenis Cnidaria diperdagangkan sebagai bahan

makanan dan sebagai ikan hias untuk aquarium laut dan diekspor ke

Singapura, Eropa, Amerika Serikat dan Canada. Mempunyai nilai etika

yang tinggi sehingga banyak turis-turis datang hanya untuk melihat

terumbu karang. Sebagai sumber bahan industri contohnya batu karang

untuk pembangunan rumah. Bagi sumber daya perairan, merupakan

tempat hidup hewan lainnya, dan dijadikan sebagai tempat untuk

mencari makanan.

Beberapa jenis Ctenophora diperdagangkan sebagai bahan

makanan dan sebagai ikan hias untuk aquarium laut. Namun ada pula

yang merugikan budidaya karena memakan larva tiram.

BAB III. Penutup

Perlunya perhatian yang lebih serius karena peranannya yang

begitu besar dari sektor lingkungan dan ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders

College Publishing. USA.

http://gurungeblog.wordpress.com Akses tanggal 19 November 2010

Http://1.bp.blogspot.com Akses tanggal 03 September 2010 Suripto, A. Bambang. 2007. Catatan Singkat Taksonomi Hewan Avertebrata. Lab.

Taksonomi Hewan Fakultas Biologi UGM Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air

Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta

Page 36: Benny Buku Ajar

36

BAB 6 Bahan Pembelajaran 5

JUDUL : FILUM MOLUSKA

BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Anggota dari filum Moluska mempunyai bentuk tubuh yang sangat

beraneka ragam, dari bentuk silindris seperti cacing dan tidak

mempunyai kaki maupun cangkang, sampai bentuk hampir bulat tanpa

kepala dan tertutup dua keping cangkang besar.

Kebanyakan Moluska mempunyai kaki yang besar dan datar untuk

hidup sebagai hewan bentik. Kaki berotot dan bagian telapak kaki

mengandung banyak kelenjar lender dan cilia. Gerakan kaki dilakukan

oleh otot kaki atau perpaduan cilia dengan lendir.

B. Ruang Lingkup Isi

1. Pengertian Filum Moluska.

2. Morfologi Tubuh Moluska.

3. Sistem Reproduksi Moluska.

4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Moluska.

5. Klasifikasi Moluska.

6. Peranan Hewan Filum Moluska.

C. Kaitan Modul

Modul ini adalah modul kelima dari modul avertebrata laut

D. Sasaran Pembelajaran Modul

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menjelaskan Pengertian Filum Moluska.

2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Moluska.

3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Moluska.

4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Moluska.

5. Menjelaskan Klasifikasi Moluska.

6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Moluska.

Page 37: Benny Buku Ajar

37

BAB II. Pembahasan

A. Pengertian Filum Moluska

Moluska berasal dari bahasa latin molluscus yang berarti lunak.

Jadi Moluska berarti hewan yang bertubuh lunak. Jenis moluska yang

umum dikenal adalah siput, kerang dan cumi-cumi (Barnes, 1994).

B. Morfologi Tubuh Moluska

Tubuh moluska simetri bilateral, tertutup mantel yang

menghasilkan cangkang dan mempunyai kaki ventral (Gambar 5.1).

Saluran pencernaan lengkap dan di dalam rongga mulut terdapat radula

kecuali pada pelecypoda. Radula adalah bentuk seperti lidah atau kikir

yang lentur, terletak di bagian anterior saluran pencernaan pada semua

moluska (Gambar 5.2). Radula terdiri atas tulang muda yang disebut

odontophore. Di atas odontophore terdapat pita radula yang berisi

beberapa baris gigi chitin kecil-kecil dengan ujung mengarah ke

belakang. Yang mengatur penjuluran odontophore keluar mulut dan

gerakan gigi radula adalah otot protaktor. Tergantung jenisnya, radula

Moluska merupakan organ untuk mengeruk lumut (scrapping),

merumput (browsing, grazing), mengebor (boring) atau mengalami

modifikasi untuk menangkap mangsa pada jenis predator. Mulut

berhubungan dengan oesophagus, perut dan usus yang melingkar,

anus terletak pada tepi dorsal rongga mantel di bagian posterior. Sisa

pencernaan berbentuk pelet yang padat, sehingga rongga mantel dan

insang tidak tercemar oleh buangan tersebut. Kebanyakan moluska

mempunyai kaki yang besar (Suwignyo dkk, 2005).

Gambar 5.1.Anatomi Moluska secara umum (Sherman and Sherman, 1970).

Page 38: Benny Buku Ajar

38

(B)

(E)

Gambar 5.2. Bentuk tubuh Moluska; A. Kelas Polyplacophora, B. Kelas

Cephalopoda, C.Kelas Gastropoda, D. Kelas Bivalvia, dan E. Scaphopoda (Barnes, 1994).

C. Sistem Reproduksi Moluska

Pada umumnya reproduksi hewan filum moluska adalah dieocious

dengan sebuah gonad (ovari atau testes) terletak dekat saluran

pencernaan dalam massa visceral (Gambar 5.1). Namun beberapa jenis

ada pula yang hermaphrodit. Nephridium kamar berfungsi untuk jalan

keluar sperma atau telur. Telur dilindungi pembungkus semacam agar,

pembuahan di luar, di air laut, dan menetas menjadi trochopore yang

berenang bebas, kemudian menjadi veliger. Pada jenis gastropoda lain

terjadi perkawinan (copulation) dan pembuahan di dalam, kemudian

telur dibungkus semacam agar dan dikeluarkan dalam bentuk rangkaian

kalung, pita, atau berkelompok, ada pula telur yang dibungkus albumin

dan dikelilingi kapsul atau cangkang serta dilekatkan pada substrat

(Suwignyo dkk, 2005).

Page 39: Benny Buku Ajar

39

Untuk jenis cephalopoda umumnya dioecius, gonad terletak di

ujung posterior dan selalu terjadi perkawinan (Gambar 5.3). Sperma

yang dihasilkan oleh testes dialirkan ke seminal veciele dikumpulkan

dan dibungkus dalam semacam kapsul yang disebut spermatophora.

(Pechnik, 1991)

Gambar 5.3. Sistem reproduksi pada moluska; A. Betina pada Cephalopoda, B. Jantan pada Cephalopoda, C. Hermaphrodit pada Gastropoda (Crepidula, jantan & betina) (Barnes, 1994).

D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Moluska

Kebiasaan makan dari filum moluska ini berbeda-beda sesuai

dengan spesies masing-masing. Untuk kelas Monoplacophora, dan

Scaphopoda deposit feeder. Sedang untuk jenis gastropoda adalah

herbivora, karnivora, ciliary feeder, deposit feeder, parasit maupun

scavenger. Untuk kelas Cephalopoda semuanya karnivora. Sedang

untuk jenis Polyplacophora adalah herbivora dan karnivora. Untuk kelas

Aplacophora, deposit feeder dan parasit. (Suwignyo dkk, 2005).

Untuk kelas bivalvia kebiasaan makannya adalah coliary feeder

karena sebagai deposit feeder maupun filter feeder, cilia memegang

peran penting dalam mengalirkan makanan ke mulut. Tidak punya

radula karena semua makanan yang masuk ke mulut sudah disortir oleh

polip. Makanan yang terbungkus lender dari mulut masuk lambung

melalui oesophagus. (Ruppert, 1994)

Page 40: Benny Buku Ajar

40

E. Klasifikasi Moluska

Berdasarkan bentuk tubuh, bentuk dan jumlah cangkang, serta

beberapa sifat lainnya, filum Moluska dibagi 7 kelas (Barnes, 1994):

1. Monoplacophora;

Jenis yang hidup baru ditemukan pada tahun 1952 di jurang

dasar Samudra Pasifik di lepas pantai Costa Rica. Sejumlah 11 jenis

semuanya termasuk dalam satu bangsa. Bentuk tubuhnya seperti

siput kecil ukurannya 3 mm sampai 3 cm. tubuh bagian dorsal

tertutup sebuah cangkang. Bagian ventral terdapat sebuah kaki

dikelilingi rongga mantel yang luas (Suwignyo dkk, 2005). Dalam

mantel terdapat insang dan ginjal, kepala tampak jelas, saluran

pencernaan lengkap, mulut dilengkapi radula, anus dibagian

posterior, deposit feeder, reproduksi sexual dicecius pembuahan di

luar (Gambar 5.4).

(A)

Page 41: Benny Buku Ajar

41

Gambar 5.4. Morfologi dan anatomi Monoplacophora (Neopilina); A.

Tampak dorsal (cangkang), B. Tampak ventral, C. Foto pada tampak ventral, D. Anatomi organ tampak ventral dengan menyingkirkan kaki (Barnes, 1994).

2. Polyplacophora

Bentuk tubuh lonjong dan pipih dorsoventral, panjang tubuh

antara 3 mm sampai 40 cm dan berwarna gelap. Pada bagian dorsal

terdapat 8 keping cangkang pipih yang tersusun seperti genting dan

dikelilingi mantel tebal (girdle). Kepala tersembunyi dibawah anterior

girale, tidak mempunyai mata maupun tentrakel, mempunyai radula

yang besar dengan deretan gigi banyak sekali, kaki lebar dan datar

serta ssunan cangkang seperti genting. Diantara kaki dan tepi

mantel pada kedua sisi tubuh chiton terdapat rongga mantel. Di

dalam rongga mantel terdapat insang 6 sampai 88 pasang (Gambar

5.5).

Page 42: Benny Buku Ajar

42

(C)

Gambar 5.5. Morfologi dan anatomi Polyplacophora; A. Tampak dorsal,

B. Tampak ventral, C. jenis chiton Tonicella lineate, D-E. Anatomi organ. (Barnes, 1994).

Pada umumnya chiton bersifat dioecius, pembuahan di luar

atau di dalam tubuh. Sperma meninggalkan individu jantan bersama

aliran air keluar. Pembuahan terjadi di dalam telur disimpan dalam

rongga mantel, dimana terjadi pembuahan dengan sperma yang

masuk bersama aliran masuk. Telur menetas menjadi larva

trocophore yang berenang bebas. (Suwignyo dkk, 2005).

Kelas Polyplacophora yang telah ditemukan 600 jenis hidup

dan 350 jenis fosil terdiri dari 3 bangsa yaitu : 1) Lepidopleurida, 2)

Ischnochitonida dan 3) Acanthochitonida (Barnes, 1994).

3. Aplacophora

Tidak mempunyai cangkang. Sebagai pengganti cangkang,

seluruh tubuh tertutup sisik yang mengarah ke posterior. Terdiri dari

Page 43: Benny Buku Ajar

43

2 subkelas; Chaetodermomorpha (=Caudofoveata) dan

Neomeniomorpha (=Solenogastres) (Gambar 5.6)

a) Chaetodermomorpha (=Caudofoveata); Bentuknya silindris dan

tidak mempunyai cangkang panjang tubuh 2 mm sampai 14 mm,

tidak mempunyai kaki dan mantel menutup seluruh tubuh. Sisik

tertanam pada kultikula yang mengandung khitin yang dihasilkan

epidermis mantel. Hidup sebagai benthos laut di dalam liang

dengan kepala berada dibagian bawah untuk memakan sedimen

dan bagian ujung posterior mencuat di atas lubang.

b) Neomeniomorpha (=Solenogastres); Bentuk tubuh seperti cacing,

memanjang menurut sumbu anterior posterior, tidak mempunyai

cangkang, kepala tidak jelas, tidak mempunyai ekskresi maupun

gonoduct, tidak mempunyai radula. Tubuh agak pipih secara

lateral dan mempunyai lekukan ventral dengan sebuah guratan

kecil diduga sebagai kaki yang mengecil. Mantel menutupi tubuh

kecuali yang berlekuk. Pada mantel terdapat selapis atau

beberapa lapis sisik kapur, atau spikula di bawah lapisan

kultikula.

4. Gastropoda

Berasal dari kata gastro artinya perut, poda artinya kaki, jadi

gastropoda adalah hewan yang kakinya di perut. Cangkang tunggal,

bentuk sangat bervariasi (spire, conical, concave), sebagian

berkatup (operculum), mempunyai cangkang yang mengalami

peristiwa torsi. Torsi adalah peristiwa memutarnya cangkang beserta

mantel, rongga mantel dan massa visceral sampai 180o berlawanan

arah terhadap kaki dan kepala (Gambar 5.7). Hidup diberbagai

habitat seperti batu, karang, karang mati, pasir dan lumpur.

(Suwignyo dkk, 2005).

Page 44: Benny Buku Ajar

44

Gambar 5.6. Bentuk tubuh Aplacophora; A – G. Bentuk tubuh eksternal dengan jenis yang berbeda. H-I. Bentuk tubuh internal (Barnes, 1994).

Page 45: Benny Buku Ajar

45

Bentuk cangkang umumnya seperti kerucut dari tabung yang

melingkar. Puncak kerucut yang merupakan bagian yang tertua

disebut apex. Sumbu kerucut disebut columella. Badan yang

terbesar disebut body wood dan bagian-bagian kecil disebut spire

(ulir). Aperture adalah bukaan cangkang, tempat tersembulnya

kepala dan kaki. Bila aperture dihadapkan pada kita dengan apex ke

atas dinamakan dekstral apabila aperture disebelah kanan dan

disebut sinistral apabila aperture letaknya disebelah kiri. Terdiri dari 3

subkelas; Prosobranchia, Opisthobranchia dan Pulmonata

Gambar 5.7. Bentuk morfologi keong (Gastropoda) (Abbot, 1992).

a) Prosobranchia; massa visceral mengalami torsi 1800, tentakel

sepasang, insang sebuah atau sepasangndi anterior jantung;

umumnya dioecious, biasanya mempunyai cangkang dan

operculum. Terdiri dari 3 bangsa yaitu; Archeogastropoda,

Mesogastropoda dan Neogastropoda (Gambar 5.8A).

b) Opisthobranchia; mempunyai sebuah insang, sebuah serambi

(auricle) dan sebuah nephridium, mengalami detorsi dan

umumnya cangkang dan rongga mantel hilang, biasanya terdapat

2 tentakel pada kepala, hermafrodit, umumnya di laut. Terdiri dari

8 bangsa yaitu; Cephalaspidea, Pyramidellacea, Acochlidiacea,

Anaspidea, Notaspidea, Saccoglossa, Thecosomata dan

Nudibranchia (Gambar 5.8B).

Page 46: Benny Buku Ajar

46

c) Pulmonata; meliputi siput air tawar dan siput darat, sedikit di laut.

Biasanya mempunyai cangkang, tanpa operculum, kepala

dengan 1 atau 2 pasang tentakel, hermafrodit. Terdiri dari 7

bangsa yaitu; Archaeopulmonata, Basommatophora, Mesurethra,

Orthurethra, Sigmurethra, Stylommatophora dan

Systellommatophora (Gambar 5.8C).

(A)

(B)

(C)

Gambar 5.8 A. Subkelas Prosobranchia bangsa Archeogastropoda, B.

Subkelas Opisthobranchia bangsa Nudibranchia dan C. Subkelas Pulmonata bangsa Stylommatophora (Barnes, 1994).

5. Bivalvia/Pelecypoda

Tubuh pelecypoda pipih secara lateral dan seluruh tubuh

tertutup 2 keping cangkang yang berhubungan di bagian dorsal

dengan adanya hinge ligament yaitu semacam pita plastik yang

terdiri dari bahan organik seperti zat tanduk (conchiolin) sama

dengan periostrakum dan bersambungan dengan periostrakum

cangkang. Kedua keping cangkang pada bagian dalamnya juga

ditautkan oleh sebuah otot aduktor anterior dan posterior yang

bekerja secara antagonis dengan hinge ligament. Bila otot aductors

rileks, ligament berkerut, maka kedua keping cangkang akan terbuka

demikian pula sebaliknya. (Gambar 5.9) (Suwignyo dkk, 2005).

Mantel pada pelecypoda berbentuk jaringan yang tipis dan

lebar menutup seluruh tubuh dan terletak di bawah cangkang. Pada

tepi mantel terdapat tiga lapisan dalam, tengah dan luar. Lipatan

dalam adalah yang paling tebal dan berisi otot radial dan otot

melingkar. Lapisan tengah mengandung alat indera. Lapisan luar

sebagai penghasil cangkang. Permukaan dalam dari lapisan luar

menghasilkan periostrakum dan permukaan luarnya menghasilkan

Page 47: Benny Buku Ajar

47

lapisan kapur, antara epitel mantel dan permukaan cangkang bagian

dalam terdapat rongga yang berisi cairan ekstraparial yang

mengendap menjadi butiran-butiran kapur serta kerangka

organiknya.

(A)

(B)

(C)

Gambar 5.9. Morfologi dan anatomi Bivalvia; A. Morfologi internal cangkang, B. Anatomi Bivalvia, C. Morfologi eksternal Bivalvia. (Barnes, 1994).

Pelecypoda terdiri dari 3 subkelas yaitu; Protobranchia,

Lamellibranchia dan Septibranchia (Suwignyo dkk, 2005).

a) Protobranchia; primitif, filamen insang pendek dan tidak melipat,

permukaan kaki datar dan menghadap ke ventral, otot aduktor 2

buah. Terdiri dari 2 bangsa yaitu : Nuculacea dan Solenomyacea

b) Lamellibranchia; filamen insang memanjang dan melipat seperti

huruf W, antar filamen dihubungkan oleh cilia (filisbranchia) atau

jaringan (eulamellibranchia). Terdiri dari 6 bangsa yaitu :

Taxodonta, Anisomyaria, Heterodonta, Schizodonta, Adapedonta

dan Anomalodesmata.

c) Septibranchia; insang termodifikasi menjadi sekat antara rongga

inhalant dan rongga suprabranchia, yang berfungsi sebagai

pompa. Hidup di laut dalam.

6. Scaphopoda

Bentuk cangkang menyerupai “gading” sehingga disebut

“tuskshell”, kedua kutup cangkang terbuka, hidup didasar perairan

yang berpasir atau berlumpur. Rongga mantel luas, terletak

sepanjang tepi ventral aperture posterior berfungsi sebagai aliran air

masuk dan keluar (Gambar 5.10).

Page 48: Benny Buku Ajar

48

(A)

(B)

Gambar 5.10. Scaphopoda, A. Hidup dalam substrat, B. Anatomi organ dalam (Barnes, 1994).

7. Cephalopoda

Tubuh cephalopoda memanjang menurut sumbu dorso

ventral. Cephalopoda tidak mempunyai bentuk kaki yang lebar dan

datar. Bagian anterior kaki embrio cephalopoda tumbuh menjadi

tangan atau tentakel yang mengelilingi mulut dan bagian

posteriornya membentuk corong atau siphon berotot pada bukaan

rongga mantel.

Cangkang cephalopoda pada umumnya mengecil dan terletak

di dalam kecuali pada nautikus. Cangkangnya di luar, melingkar

pada suatu bidang datar (planospiral) simetris bilateral dan menutup

seluruh tubuh beserta kepalanya. Dari ujung posterior massa

visceral terdapat siphuncle ialah jaringan tubuh berbentuk seperti tali

panjang, yang berfungsi untuk menghasilkan gas ke dalam kamar-

kamar kosong. Akhirnya cangkang menjadi ringan dan memudahkan

untuk berenang (Gambar 5.11). Octopus tidak mempunyai cangkang

hidup sebagai bentik.

Page 49: Benny Buku Ajar

49

(C)

Gambar 5.11. Cephalopoda, A-B. Morfologi eksternal Loligo sp. C. Anatomi

Nautilus sp (Barnes, 1994).

Terdiri dari 3 subkelas, yaitu; Nautiloidea, Ammonoidea dan

Coleoidea (Suwignyo dkk, 2005).

a) Nautiloidea; cangkang melingkar dalam satu bidang datar atau

lurus, bersekat-sekat dan mempunyai siphuncle, kepala dikelilingi

sejumlah besar tentakel rektraktil tanpa mangkuk penghisap,

insang dua pasang, nephridia dua pasang dan osphradia, tidak

ada kelenjar tinta, mata tanpa lensa. Nautilus satu-satunya marga

yang ada sekarang dengan 3 jenis, N. scrobilatus, N.pompilus

dan N.macrophalus.

b) Ammonoidea; semua fosil, cangkang eksternal, melingkar

dengan sekat-sekat dan suture yang kompleks.

c) Coleoidea; cangkang internal atau tidak ada, tentakel sedikit

dilengkapi mangkuk penghisap, mempunyai sepasang insang

dan sepasang nephridia. Terdiri atas 5 bangsa yaitu:

Belemnoidea, Sepioidea, Teuthoidea, Octopoda dan

Vampyromorpha.

F. Peranan Hewan Filum Moluska

Peranannya bagi sumber daya perairan adalah merupakan

sumber makanan bagi hewan yang lain. Juga dijadikan tempat

perlindungan dan tempat meletakkan telur bagi hewan yang lain dan

sebagai tempat berlindung bagi hewan air lainnya. Sebagai obat-obatan

Page 50: Benny Buku Ajar

50

terutama jenis bivalvia (pelecypoda). Bagi sumber daya manusia,

merupakan sumber makanan yang bergizi, juga diekspor ke luar negeri

dengan nilai jual yang tinggi. Dapat dijadikan sebagai bahan industri

contohnya cangkang dari jenis gastropoda dan pelecypoda yang

dijadikan kancing baju dengan harga yang mahal (dari jenis lola

(Trochus). Sedangkan dari pelecypoda sebagai penghasil mutiara.

BAB III. Penutup

Filum Moluska ini sangat besar peranannya dalam kehidupan, dari

segi ekonomi dan ekologi. Untuk itu perlu pengembangan jenis-jenis yang

bernilai ekonomis tinggi dan konservasi bagi jenis-jenis yang bernilai

ekologis.

DAFTAR PUSTAKA Abbot, R. T. and P. Dance. 1992. Compendium of Seashells. Crawford House

Press.Australia: 411pp. Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders

College Publishing. USA.

Dharma, B. 1992. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells II). Wiesbaden,Hemmen. 135 pp.

Pechnik, J.A. 1991. Biology of The Invertebrates. Second Edition. Win C. Brown

Publishers Dubuque. Hal 269-341 Sherman, I.W. dan V.G. Sherman. 1970. The Invertebrates: Function and Form. A

Laboratory Guide. The Macmillan Company. Gollier-Macmillan Ltd. London.

Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air

Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta

Page 51: Benny Buku Ajar

51

BAB 7 Bahan Pembelajaran 6

JUDUL : FILUM PLATYHELMINTHES

BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Filum Platyhelminthes merupakan filum yang paling primitif di

antara semua fila dalam grade Bilateria. Anggota dari filum

Platyhelminthes dengan bagus menggambarkan perubahan-perubahan

dari bentuk nenek moyang planuloid yang biradial menjadi bentuk

bilateral yang kompleks.

B. Ruang Lingkup Isi

1. Pengertian Filum Platyhelminthes

2. Morfologi Tubuh Filum Platyhelminthes

3. Sistem Reproduksi Filum Platyhelminthes

4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Platyhelminthes

5. Klasifikasi Filum Platyhelminthes

6. Peranan Hewan Filum Platyhelminthes

C. Kaitan Modul

Modul ini adalah modul keenam dari modul avertebrata laut

D. Sasaran Pembelajaran Modul

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menjelaskan Pengertian Filum Platyhelminthes

2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Filum Platyhelminthes

3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Filum Platyhelminthes

4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum

Platyhelminthes

5. Menjelaskan Klasifikasi Filum Platyhelminthes

6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Platyhelminthes

BAB II. Pembahasan

A. Pengertian Filum Platyhelminthes

Berasal dari kata Yunani Platy : pipih dan helminthes : cacing.

Umumnya tubuh cacing ini pipih dorso-ventral, merupakan kelompok

hewan yang pertama memperlihatkan pembentukan lapisan dasar

ketiga yaitu mesodermis. Adanya mesodermis pada embrio inilah yang

Page 52: Benny Buku Ajar

52

memungkinkan terbentuknya sebagian besar sistem organ pada

kelompok hewan ini (Suwignyo dkk, 2005).

B. Morfologi Tubuh Filum Platyhelminthes

Bilateral symetris; tubuh tidak bersegmen; pipih. Lapisan

tubuhnya: ectoderm, mesoderm, dan endoderm (Triploblastik).

Epidermis lunak bercilia atau tertutup cuticula, dan dengan alat

pengisap atau kait untuk meletakkan diri pada inang. Sudah memiliki

organ sederhana, misalnya pharynx yang bersifat musculer, organ

genitalia, organ excretoria, systema gastrovasculare (sama dengan

phylum Coelenterata), ocelli (titik mata). Mempunyai jaringan otot;

rongga-rongga diantara alat-alat dalam diisi oleh massa jaringan

mesodermal (parenchyma), tidak memiliki rongga badan (acelom) dan

tidak memiliki anus.

(A)

(B)

Gambar 6.1. Platyhelminthes; A. Morfologi secara umum, B. Anatomi Turbelaria (Barnes, 1994).

C. Sistem Reproduksi Filum Platyhelminthes

Tergantung jenisnya, reproduksi terjadi secara aseksual, seksual

atau kedua-duanya. Perkembangbiakan aseksual dengan pertunasan

atau fission. Proses reproduksi aseksual berkaitan erat dengan

regenerasi. Regenerasi dalam hal ini berarti melakukan penggantian

atau perbaikan bagian tubuh yang rusak atau hilang oleh luka atau

sebab lain. Regenerasi tidak hanya mencakup sebagian tubuh saja,

Page 53: Benny Buku Ajar

53

melainkan juga suatu reorganisasi menyeluruh dari jaringan untuk

membentuk organ dan bagian tubuh yang baru (Gambar 6.2).

Platyhelminthes secara umum hermaprodit. Reproduksi seksual

dengan cara kopulasi. Pembuahan sendiri merupakan peristiwa yang

jarang terjadi (Gambar 6.3).

(1)

(2)

Gambar 6.2. Reproduksi; (1) Aseksual, A. Fission, B-C. Regenerasi, (2) Seksual, A. Kondisi archoophoran, B. Kondisi neoophoran, C. Kopulasi hermaprodit. (Barnes, 1994).

Page 54: Benny Buku Ajar

54

Gambar 6.3 A. Perkawinan pada planaria. B. Peneluran pada Stylochus

(Barnes, 1994).

D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Platyhelminthes

Makan dan cara makan dari Platyhelminthes beraneka ragam,

misalnya karnivora, scavenger (memakan bangkai), komensal dan

parasit. Umumnya mangsa ditangkap dengan cara melilitnya dan

menyelubunginya dengan lender, kemudian melekatkannya ke substrat.

Tergantung jenisnya, mangsa ditelan seluruhnya, sedikit-sedikit atau

ditusuk dengan pharynx. Sel kelenjar pada enteron menghasilkan enzim

proteolitik untuk menghancurkan makanan. Makanan yang telah hancur

ditelan oleh sel phagocyte, dan pencernaan diselesaikan secara

intraselular. Jenis yang hidup komensal terdapat dalam rongga mantel

moluska dan insang crustacean. Jenis parasit hidup dalam usus

moluska dan rongga tubuh echinodermata (Suwignyo dkk, 2005).

E. Klasifikasi Filum Platyhelminthes

Terdiri dari 4 kelas yaitu : Turbelaria, Monogenea, Trematoda dan

Cestoda. Hanya Turbelaria yang hidup bebas, sedangkan yang lain

hidupp sebagai parasit (Suwignyo dkk, 2005).

1. Turbelaria; bentuk tubuh lonjong sampai panjang, pipih dorso-ventral

dan tidak mempunyai ruas sejati. Adakalanya pada bagian kepala

terdapat tonjolan, berbentuk tentakel atau pelebaran sisi kepala,

disebut aurikel. Tubuh dilindungi epidermis bercilia dan mengandung

banyak kelenjar lender, mulut di bagian ventral dan mempunyai

rongga pencernaan kecuali bangsa Acoela. Terdiri dari 15 bangsa

yaitu : Acoela, Catenulida, Haplopharyngida, Lecithoepitheliata,

Page 55: Benny Buku Ajar

55

Macrostomida, Nemertodermatida, Neorhabdocoela, Polycladida,

Prolecithophora, Proplicastomata, Proseriata, Rhabdocoela, Seriata,

Temnochepalida dan Tricladida (Gambar 6.4.A).

2. Monogenea; ektoparasit dengan satu inang, adakalanya di sekitar

mulut terdapat alat penghisap, di ujung posterior terdapat

opisthaptor. Terdri dari 2 subkelas yaitu : Monopisthocotylea dan

Polyopisothocotylea(Gambar 6.4.C).

3. Trematoda; dikenal dengan sebutan “flukes”, kebanyakan

endoparasit, beberapa eksoparasit, tubuh tertutup kutikula,

mempunyai satu atau dua alat penghisap untuk menempel pada

inang. Terdri dari 2 subkelas yaitu : Aspidogastrea dan Digenea.

(Gambar 6.4.D).

4. Cestoda; tubuh pipih, panjang, tertutup kutikula, dewasa tidak

mempunyai alat pencernaan dan alat indera, endoparasit dengan

dua inang atau lebih, dewasa pada usus vertebrata. Terdiri dari 2

subkelas yaitu : Cestodaria dan Eucestoda (Gambar 6.4.B).

(A)

(B)

Gambar 6.4. A. Turbelaria, B. Cestoda, C. Monogenea dan D. Trematoda (Barnes, 1994).

Page 56: Benny Buku Ajar

56

F. Peranan Hewan Filum Platyhelminthes

Mengingat banyaknya hewan filum Platyhelminthes bersifat

parasit, ini berarti merugikan bagi hewan dan khususnya pada manusia.

BAB III. Penutup

Hewan ini perlu perhatian yang serius karena peranannya bagi

sumber daya manusia maupun sumber daya perairan itu lebih banyak yang

merugikan.

DAFTAR PUSTAKA Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders

College Publishing. USA.

Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta

Page 57: Benny Buku Ajar

57

BAB 8 Bahan Pembelajaran 7

JUDUL : FILUM SIPUNCULA DAN ECHIURA

BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Filum Sipuncula merupakan kelompok hewan kecil. Hidup sebagai

benthos laut, dari daerah pasang surut sampai kedalaman 4.600 m. Dapat

dikatakan sebagai hewan sedentari, artinya hidup menetap dan tidak

berkeliaran. Terdapat pada substrat lumpur dan pasir, dalam lubang non-

permanen, dan beberapa jenis tinggal dalam cangkan siput, atau dalam

lubang cacing polychaeta dan celah batu. Ada pula yang mengebor batu

karang.

Seperti halnya filum Sipuncula, Echiura kebanyakan tinggal dalam

liang di pasir atau lumpur pada pantai yang dangkal, dalam rongga atau

celah batu karang dan beberapa di tempat yang dalam. Kedua filum ini

dikelompokkan ke dalam kelompok cacing tak bersegmen.

B. Ruang Lingkup Isi

1. Pengertian Filum Sipuncula dan Echiura

2. Morfologi Filum Tubuh Sipuncula dan Echiura

3. Sistem Reproduksi Filum Sipuncula dan Echiura

4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Sipuncula dan Echiura

5. Klasifikasi Filum Sipuncula dan Echiura

6. Peranan Hewan Filum Sipuncula dan Echiura

C. Kaitan Modul

Modul ini adalah modul ketujuh dari modul avertebrata laut

D. Sasaran Pembelajaran Modul

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menjelaskan Pengertian Filum Sipuncula dan Echiura

2. Menjelaskan Morfologi Filum Tubuh Sipuncula dan Echiura

3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Filum Sipuncula dan Echiura

4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Sipuncula dan

Echiura

5. Menjelaskan Klasifikasi Filum Sipuncula dan Echiura

Page 58: Benny Buku Ajar

58

6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Sipuncula dan Echiura

BAB II. Pembahasan

A. Pengertian Filum Sipuncula dan Echiura

Sipuncula berasal dari kata latin siphunculus yang berarti tabung

kecil. Biasa juga disebut sebagai “peanut worms” karena bentuknya seperti

kacang tanah. Echiura berasal dari kata latin echis yang berarti mirip

sendok (Barnes, 1994).

B. Morfologi Filum Tubuh Sipuncula dan Echiura

Bentuk tubuh Sipuncula seperti buah labu, panjang dan langsing,

serta sangat retraktil. Bagian anterior yang lebih ramping disebut introvert,

karena seluruh bagian tersebut dapt ditarik masuk ke dalam badan yang

lebih gemuk di bagian posterior. Di ujung anterior introvert terdapat mulut

yang dikelilingi rumbai-rumbai, lobus atau tentakel, yang dilengkapi cilia

(Gambar 7.1).

Gambar 7.1 Anatomi Sipuncula (A) Sipunculus nudus dan (B) Golfingia vulgaris

(Barnes, 1994).

Bentuk Echiura bulat panjang, mempunyai proboscis tetapi tidak

dapat ditarik ke dalam badannya (Gambar 7.2). Panjang proboscis

bervariasi, umumnya lebih pendek daripada badan. Namun Ikeda, dari

pantai Jepang mempunyai panjang tubuh 40 cm dengan proboscis 1,5 m.

Page 59: Benny Buku Ajar

59

Permukaan tubuh halus atau dihiasi kutil-kutil yang tersusun melingkar atau

tidak beraturan.

(D)

Gambar 7.2. A. Echiurus, B. Listriolobus, C. Bonellia viridis dimana Betina lebih besar dari Jantan, D. Urechis caupo (Barnes, 1994).

. C. Sistem Reproduksi Filum Sipuncula dan Echiura

Sipuncula dioecious, pembuahan diluar. Telur dan sperma

dikeluarkan melalui metanephridia. Perkembangan langsung atau melalui

stadia trochophore yang berenang bebas satu hari sampai satu bulan,

kemudian mengalami metamorfosa menjadi cacing muda dan turun ke

dasar laut (Gambar 7.3). Beberapa jenis Sipuncula melakukan reproduksi

aseksual dengan membuat sekatan dan membelah dua pada bagian

posterior badan.

Reproduksi seksual pada Echiura, dioecious, pembuahan eksternal

di air laut, kecuali Bonelia. Telur menetas menjadi larva trochophore yang

berenang bebas sebagai meroplankton, kemudian turun ke dasar laut dan

tumbuh menjadi Echiura muda yang hidup sebagai benthos (Gambar 7.4).

Page 60: Benny Buku Ajar

60

Gambar 7.3. Perkembangan Sipuncula A. Larva Muda Golfingia, B. Larva stadium

akhir Golfingia, C. Larva stadium akhir Phascolosoma, D. Metamorfosa menjadi juvenile Sipuncula, E-F. Scanning Elektron larva muda Siphonosoma (Barnes, 1994).

(A)

(B)

(C)

(D)

Gambar 7.4. Foto SEMS oleh Martyn Apley dalam perkembangan Echiura jenis Urechis caupo. A. Embrio berumur 6 hari, B. Larva muda, C. Larva stadium akhir, D.Metamorfosa menjadi juvenile Echiura (Barnes, 1994).

D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Sipuncula dan Echiura

Sebagai deposit feeder, Sipuncula tidak selektif dalam hal makanan.

Memakan segala macam butir-butir makanan yang mengendap di dasar

perairan dengan menggunakan tentakelnya yang bercilia. Beberapa jenis

menelan substrat pada waktu membuat liang, dan mencerna

mikroorganisme yang terkandung di dalamnya. Mulut berhubungan dengan

Page 61: Benny Buku Ajar

61

esophagus, dan usus yang memanjang dan melipat di ujung posterior,

menuju anterior dalam bentuk memilin seperti pegas. Anus terdapat di

ujung anterior badan di bagian dorsal. Kecuali pada Onchnesoma, anus

terletak pada introvert (Suwignyo dkk, 2005).

Sebagian besar Echiura memakan detritus dengan cara menelan

detritus yang terperangkap pada lendir di bagian dalam proboscis (Gambar

7.5).

(D)

Gambar 7.5 A. Tatjanellia grandis Probosis dikeluarkan pada permukaan sedimen sementara tubuh terbenam dalam sedimen, B. Urechis caupo yang membenamkan seluruh tubuh dalam sedimen, C-D. Probosis pada Echiura yang hidup di laut dalam (Barnes, 1994).

E. Klasifikasi Filum Sipuncula dan Echiura

Identifikasi Sipuncula antara lain berdasarkan panjang relative

introvert terhadap badan, bentuk mulut, tentakel dan nuchal organ.

Sipuncula terbagi atas dua kelas, yaitu : Phascolosomida dan Sipunculida.

Phascolosomida terdiri dari dua bangsa yaitu : Aspidosiphoniformes dan

Phascolosomiformes. Sedangkan Sipunculida terdiri dari dua bangsa yaitu :

Golfingiaformes dan Sipunculiformes (Barnes, 1994).

Page 62: Benny Buku Ajar

62

F. Peranan Hewan Filum Sipuncula dan Echiura

Bagi sumber daya perairan, sangat penting karena membantu difusi

oksigen dalam sedimen.

BAB III. Penutup

Perlu penelitian yang lebih lanjut mengingat perannya dalam

sedimen dan dapat hidup hingga di laut yang dalam.

DAFTAR PUSTAKA Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders

College Publishing. USA.

Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta

Page 63: Benny Buku Ajar

63

BAB 9 Bahan Pembelajaran 8

JUDUL : FILUM ANNELIDA

BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Filum Annelida mencakup berbagai jenis cacing yang mempunyai

ruas-ruas sejati. Tubuh terbagi menjadi ruas-ruas yang sama sepanjang

sumbu anterior posterior. Terdiri dari sekitar 75.000 jenis. Umumnya

berukuran 5-10 cm dengan diameter 2-10 mm. Annelida terdapat di laut,

air payau, air tawar dan beberapa di darat (Suwignyo dkk, 2005).

B. Ruang Lingkup Isi

1. Pengertian Filum Annelida

2. Morfologi Tubuh Filum Annelida

3. Sistem Reproduksi Filum Annelida

4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Annelida

5. Klasifikasi Filum Annelida

6. Peranan Hewan Filum Annelida

C. Kaitan Modul

Modul ini adalah modul kedelapan dari modul avertebrata laut

D. Sasaran Pembelajaran Modul

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menjelaskan Pengertian Filum Annelida

2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Filum Annelida

3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Filum Annelida

4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Annelida

5. Menjelaskan Klasifikasi Filum Annelida

6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Annelida

BAB II. Pembahasan

A. Pengertian Filum Annelida

Annelida berasal dari bahasa Latin annelus berarti cincin kecil-

kecil dan oidos berarti bentuk. Jadi Annelida berarti cacing berbentuk

sejumlah cincin kecil yang diuntai (Suwignyo dkk, 2005).

Page 64: Benny Buku Ajar

64

B. Morfologi Tubuh Filum Annelida

Ciri khas filum Annelida adalah tubuh terbagi menjadi ruas-ruas

yang sama sepanjang sumbu anterior posterior. Istilah lain untuk ruas

tubuh yang sama adalah metamere, somite atau segmen. Bagian tubuh

paling anterior disebut prostomium bukan suatu ruas. Demikian pula di

bagian ujung posterior yang di sebut pigidium, terdapat anus (Gambar

8.1). Segmentasi pada Annelida tidak hanya membagi otot dinding

tubuh saja, melainkan juga menyekat rongga tubuh atau coelom dengan

sekatan yang dinamakan septum, jamak septa (Gambar 8.2). Tiap

septum terdiri atas dua lapis peritoneum, masing-masing berasal dari

ruas di muka dan di belakangnya.

Gambar 8.1. Morfologi Annelida secara umum dari kelas polychaeta (Barnes,

1994).

Gambar 8.2. Ruas-ruas tubuh Annelida (Barnes, 1994).

C. Sistem Reproduksi Filum Annelida

Secara relatif, Annelida mempunyai kemampuan yang besar untuk

melakukan regenerasi. Tentakel, palp atau bagian tubuh yang kecil

lainnya, apabila putus atau rusak akan segera tumbuh yang

baru(Gambar 8.3). Beberapa jenis cacing bahkan dapat melakukan

autotomi, namun pada lintah tidak dapat melakukan regenerasi bahkan

reproduksi secara aseksual tidak dapat dilakukan.

Page 65: Benny Buku Ajar

65

Gambar 8.3. Reproduksi Aseksual pada Annelida; A. Regenerasi Pada

Parapodium, B.Aseksual dengan pemisahan antar segmen, C-D. Pertunasan, E.Epitoke dengan transformasi langsung pada Palola viridis (Barnes, 1994).

Reproduksi seksual umumnya dioecious, adapula yang

hermaprodit. Pada dasarnya hampir semua ruas menghasilkan gamet.

Reproduksi seksual melibatkan dua ekor cacing, pada waktu

perkawinan terjadi pertukaran sperma, yang disimpan dalam

spermatheca (Gambar 8.4). Beberapa hari setelah perkawinan, clitellum

menghasilkan lendir yang menyelubungi ruas-ruas anterior dan

clitellum, kemudian menghasilkan dinding kokon. Telur dikeluarkan

setelah dibuahi dan diletakkan di tanah.

Page 66: Benny Buku Ajar

66

Gambar 8.4. Perkawinan dan pembentukan kokon pada cacing tanah, Lumbricus; A.

Morfologi eksternal dengan alat reproduksi, B. Anatomi segmen 9-15, C.Epithelium clitellum, D.Perkawinan dua ekor cacing, E. Transfer sperma, F. Pembentukan dinding kokon, G. Telur dikeluarkan dari gonopore betina, H. Kokon dikeluarkan setelah menerima sperma dari spermatheca, I.Transfer sperma langsung, J. Kopulasi cacing tanah (Barnes, 1994).

D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Annelida

Cara makan Annelida bermacam-macam sesuai kebiasaan

hidupnya. Karnivora atau raptorial feeder, dilakukan oleh kebanyakan

dari jenis errantia. Mangsa terdiri atas berbagai avertebrata kecil, yang

ditangkap dengan pharynx atau probosis yang dijulurkan. Pada probosis

Page 67: Benny Buku Ajar

67

biasanya terdapat sepasang rahang khitin atau lebih (Gambar 8.5).

Tidak semua Annelida yang mempunyai rahang termasuk karnivora,

banyak juga yang herbivora. Dalam hal ini rahang digunakan untuk

memotong ganggang. Jenis dari nereis ada yang karnivora, omnivora,

herbivora dan ada pula yang pemakan detritus. Ada pula yang deposit

feeder secara langsung atau tidak langsung dan penyaring makanan

atau filter feeder

(C)

(E)

(F)

Gambar 8.5. A-C. Pharynx atau probosis yang dijulurkan, D. Filter feeder, E. Deposit feeder langsung, F. Deposit feeder tidak langsung (Barnes, 1994).

E. Klasifikasi Filum Annelida

Filum Annelida meliputi tiga kelompok besar, yaitu Kelas

Polychaeta, Oligochaeta dan Hirudinea (Barnes, 1994).

1. Kelas Polychaeta; dari bahasa Yunani poly berarti banyak dan

chaeta berarti setae atau sikat, mempunyai tubuh beruas-ruas di

luar dan di dalam, ruas tubuh banyak dan mempunyai parapodia

dengan setae banyak, bentuk kepala jelas, dan mempunyai tentakel,

(D)

Page 68: Benny Buku Ajar

68

umumnya di laut (Gambar 8.6.A). Dibagi menjadi tiga subkelas;

Errantia dengan 14 keluarga, Sedentaria dengan 8 keluarga dan

Archiannelida dengan 3 keluarga.

2. Kelas Oligochaeta; dari bahasa Yunani oligos berarti sedikit dan

chaeta berarti sikat, terkenal dengan jenis cacing tanah dan

tubifex(Gambar 8.6.B). Dibagi menjadi 3 bangsa yaitu; Lumbriculida,

Tubificida dan Haplotaxida.

3. Kelas Hirudinea; biasa disebut lintah, mudah dikenal dari bentuknya

yang khas yaitu adanya 2 buah alat penghisap, anterior dan

posterior, sehingga lintah dapat menempel dengan erat pada kedua

ujungnya, tidak mempunyai parapodia maupun setae, tetapi

mempunyai clitellum yang menghasilkan kokon (Gambar 8.6.C).

Dibagi menjadi 2 bangsa yaitu; Acanthobdellida dan

Rhynchobdellida.

(A)

(B)

(C)

Gambar 8.6. Annelida; A. Polychaeta, B. Oligochaeta (tubifex), C.Hirudinea) (Barnes, 1994).

F. Peranan Hewan Filum Annelida

Annelida merupakan makanan alami yang baik bagi udang dan

ikan. Namun ada pula yang merugikan karena merupakan inang

perantara beberapa parasit ikan. Pada abad ke-19 di Eropa dan Rusia,

Hirudo medicinalis digunakan pada pengobatan tradisional untuk

Page 69: Benny Buku Ajar

69

menyembuhkan bengkak, memar dan bengkak pada gigi. Saat ini di

Indonesia sudah diperkenalkan sebagai pengobatan alternatif.

BAB III. Penutup

Filum Annelida ini merupakan hewan yang sangat bermanfaat bagi

sumber daya manusia maupun bagi sumber daya perairan.

DAFTAR PUSTAKA Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders

College Publishing. USA.

Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Penebar Swadaya. Jakarta

Page 70: Benny Buku Ajar

70

BAB 10 Bahan Pembelajaran 9

JUDUL : FILUM ARTHROPODA SUBFILUM CHELICERATA

BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Subfilum Chelicerata meliputi berbagai jenis laba-laba,

kalajengking, tungau dan mimi. Kebanyakan anggotanya berukuran

kecil dan hidup di daratan pada daerah yang kering dan hangat. Banyak

jenis Chelicerata yang mempunyai kelenjar racun dan rahang atau

taring beracun sebagai sarana untuk membunuh mangsa, kemudian

menghisap cairan tubuh atau jaringan lunaknya.

B. Ruang Lingkup Isi

1. Pengertian Subfilum Chelicerata

2. Morfologi Tubuh Subfilum Chelicerata

3. Sistem Reproduksi Subfilum Chelicerata

4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Chelicerata

5. Klasifikasi Subfilum Chelicerata

6. Peranan Hewan Subfilum Chelicerata

C. Kaitan Modul

Modul ini adalah modul kesembilan dari modul avertebrata laut

D. Sasaran Pembelajaran Modul

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menjelaskan Pengertian Subfilum Chelicerata

2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Subfilum Chelicerata

3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Subfilum Chelicerata

4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum

Chelicerata

5. Menjelaskan Klasifikasi Subfilum Chelicerata

6. Menjelaskan Peranan Hewan Subfilum Chelicerata

Page 71: Benny Buku Ajar

71

BAB II. Pembahasan

A. Pengertian Subfilum Chelicerata

Chelicerata berasal dari bahasa Yunani chele berarti capit dan

keros berarti tanduk. Jadi Chelicerata adalah hewan yang bercapit

tanduk.

B. Morfologi Tubuh Subfilum Chelicerata

Tubuh dengan ciri khas unik, terbagi ats 2 bagian yaitu prosoma

dan opisthosoma yang tampak jelas, kecuali pada Acarina. Berbeda dari

filum Arthropoda lain dimana tubuh terdiri atas cephalothoraks dan

abdomen.Pada prosoma terdapat enam pasang apendik bersendi, yaitu

sepasang chelicerae, sepasang pedipalpi dan empat pasang kaki.

Antena dan mandibel tidak ada. Sedangkan pada opisthosoma terdapat

12 somites dan sebuah post-segmental telson (Gambar 9.1).

Gambar 9.1 Morfologi Chelicerata kelas Merostomata (Limulus); A.Tampak

Dorsal, B. Tampak ventral (Barnes, 1994).

Page 72: Benny Buku Ajar

72

Gambar 9.2. Morfologi Arachnida (laba-laba); A. Tampak dorsal, B. Tampak

lateral, C.Tampak ventral (Barnes, 1994).

Gambar 9.3. Morfologi Pygnogonida (Barnes, 1994).

Berbeda dengan kelas Merostomata, Arachnida memiliki abdomen

yang tidak memiliki apendik pada opisthosoma (Gambar 9.2).

Sedangkan pada kelas Pygnogonida, tubuh panjang dan langsing,

kepala atau cephalon dengan proboscis di ujung anteriornya, bagian

leher mengecil dan memiliki mata pada bagian dorsalnya (Gambar 9.3)

Page 73: Benny Buku Ajar

73

C. Sistem Reproduksi Subfilum Chelicerata

Chelicerata termasuk hewan dioecious, hanya sedikit yang

diketahui parthogenetik (pada beberapa kalajengking). Jantan dengan

penis hanya pada bangsa Opiliones dan Acarina. Pembuahan di luar

terjadi saat telur dikeluarkan oleh betina (Gambar 9.4).

Gambar 9.4. Perkawinan pada laba-laba; A. Tarantula, B. Linyphiid,

C. Xysticus (Barnes, 1994).

D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Chelicerata

Makanan dan cara makan dari Chelicerata beraneka ragam, untuk

kelas Merostomata sebagai hewan omnivora, mimi memakan moluska,

cacing dan juga ganggang yang tumbuh di substrat. Makanan diambil

mimi dengan chelicerae dan dialirkan ke bagian gnatobase untuk

dilumatkan, kemudian disalurkan ke mulut. Untuk kelas Arachnida

sebagai hewan karnivora dan parasit atau inang perantara berbagai

penyakit. Semua Pygnogonida karnivora dan memakan polip

coelenterate, bryozoa serta spons. Beberapa jenis menggunakan

probosis untuk menghisap jaringan mangsa, sedang jenis lain mencabut

polip dengan menggunakan chelicerae dan memasukkannya ke mulut di

ujung probosis. Saluran pencernaan lengkap, anus terletak di ujung

posterior (Suwignyo dkk, 2005).

Page 74: Benny Buku Ajar

74

E. Klasifikasi Subfilum Chelicerata

Chelicerata terdiri atas 3 kelas, yaitu : Merostomata, Arachnida

dan Pygnogonida.

1. Merostomata; terdiri dari 2 bangsa yaitu Xiphosura (mimi) dan

Eurypterida. Pada masa kini tinggal 4 jenis dari 3 keluarga yang

masih hidup, yaitu Limulus polyphemus, Tachypleus tridentatus,

Tachypleus gigas (mimi bulan) dan Carcinoscorpius rotundicauda

(mimi ranti) (Mayunar dkk, 1997). Sedangkan Eurypterida

merupakan fosil pada periode Ordovician.

2. Arachnida; termasuk dalam kelas ini adalah laba-laba, kalajengking,

tungau (mite) dan kutu (ticks). Terdapat lebih dari 62.000 jenis yang

termasuk dalam 11 bangsa, perlunya perhatian khusus karena

kaitannyadengan tatanan ekonomi kehidupan manusia. Bidang ilmu

khusus tentang arachnida disebut acarologi. Adapun bangsa dari

Arachnida adalah; Acari, Amblypygi, Araneae, Opiliones, Palpigradi,

Pseudoscorpionida, Ricinulei, Schizomida, Scorpiones, Solpugida,

dan Uropygi (Barnes, 1994).

3. Pygnogonida; dikenal sebagai laba-laba laut (sea spider), karena

bentuknya seperti laba-laba dan berjalan di dasar laut, pada koloni

hydroid dan bryozoa. Diketahui 1.000 jenis yang termasuk dalam

satu bangsa yaitu Pantopoda.

F. Peranan Hewan Subfilum Chelicerata

Beberapa jenis merupakan hama tumbuhan dan jenis lainnya

merupakan parasit pada manusia dan ternak atau menjadi inang

perantara berbagai protozoa dan virus yang menyebabkan penyakit

tertentu.

BAB III. Penutup

Besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh tungau dan kutu, menjadi

perhatian bagi manusia, bahkan banyak yang menjadikan aracologi

sebagai ilmu parasitologi.

Page 75: Benny Buku Ajar

75

Tugas : Buat poster 1 organisme dari Subfilum Chelicerata (tdk

termasuk Arachnida). Penilaian Gambar 30%, Deskripsi 30%, Klasifikasi

30% dan Sumber Pustaka 10%. Setiap mahasiswa tidak boleh sama

organismenya

DAFTAR PUSTAKA Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders

College Publishing. USA.

Mayunar, M. Eidman dan Sri Redjeki. 1997. Beberapa Aspek Biologi Mimi Bulan. Tachypleus gigas (Muller) yang Tertangkap di Perairan Teluk Banten. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia (1997) vol :V(1): 23-31.

Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air

Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta

Page 76: Benny Buku Ajar

76

BAB 11 Bahan Pembelajaran 10

JUDUL : FILUM ARTHROPODA SUBFILUM CRUSTACEA

BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Kebanyakan jenis Crustacea mendominasi plankton laut maupun air

tawar, beberapa jenis merupakan benthos yang penting, baik sebagai jenis

interstisial maupun makroskopis, dan tidak sedikit yang hidup sebagai

parasit. Copepoda, krill dan rebon sebagai zooplankton laut mempunyai

kedudukan sangat penting dalam rantai makanan di laut sebagai

penghubung antara fitoplankton (produsen) dengan predator.

B. Ruang Lingkup Isi

1. Pengertian Subfilum Crustacea

2. Morfologi Tubuh Subfilum Crustacea

3. Sistem Reproduksi Subfilum Crustacea

4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Crustacea

5. Klasifikasi Subfilum Crustacea

6. Peranan Hewan Subfilum Crustacea

C. Kaitan Modul

Modul ini adalah modul kesepuluh dari modul avertebrata laut

D. Sasaran Pembelajaran Modul

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menjelaskan Pengertian Subfilum Crustacea

2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Subfilum Crustacea

3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Subfilum Crustacea

4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Crustacea

5. Menjelaskan Klasifikasi Subfilum Crustacea

6. Menjelaskan Peranan Hewan Subfilum Crustacea

BAB II. Pembahasan

A. Pengertian Subfilum Crustacea

Crustacea berasal dari kata crusta (bahasa Yunani) berarti kulit

keras atau kerak.

Page 77: Benny Buku Ajar

77

B. Morfologi Tubuh Subfilum Crustacea

Tubuh crustacea dapat dibedakan menjadi kepala, thorax dan

abdomen. Tubuhnya beruas-ruas biasanya disebut somite, metamere, atau

body segments. Tiap ruas tubuh mempunyai sepasang apendik (anggota

badan) yang biramus dan jumlahnya banyak.

Ruas-ruas pembentuk kepala pada semua crustacean tumbuh

menjadi satu. Penyatuan kepala dengan ruas thorax disebut cephalothorax

dan ditutupi oleh kerapas dibagian dorsalnya. Kerapas merupakan

pelebaran dan melipatnya bagian posterior kulit kepala. Biasanya tepi

lateral kerapas menutupi kedua sisi cephalothorax (Gambar 10.1).

Pada kepala crustacea mulai dari anterior sampai ke posterior

terdapat sepasang antena pertama (antennule), sepasang antena kedua

(antenna), sepasang mandibel mengapit mulut atau menutup bagian ventral

mulut, sepasang maxilla pertama dan sepasang maxilla kedua. Bentuk

mandibel pendek dan tebal berfungsi untuk menggiling atau menggigit,

maxilla pertama dan kedua untuk membantu proses makan (Gambar

10.1C).

Gambar 10.1 A. Morfologi umum tubuh Crustacea, B. Ekor Malacostraca (Tampak

ventral) memperlihatkan anus pada telson (Barnes, 1994).

Page 78: Benny Buku Ajar

78

Gambar 10.1 C. Apendik-apendik pada udang karang memperlihatkan adanya

pembagian kerja yang jelas (Buchsbaum, 1948)

Tubuh crustacea dilapisi kultikula dan biasanya mengandung zat

kapur. Baik pada epikutikula maupun protikula terdapat endapan garam-

garam kalsium. Protikula terdiri atas 3 lapisan. Lapisan terluar tipis,

mengandung pigmen dan kapur, lapisan kedua tebal berisi khitin yang tidak

berwarna dan kapur, lapisan terdalam tipis, tidak berwarna dan tanpa

kapur. Pada beberapa jenis Crustacea molting berhenti setelah dewasa,

namun ada yang berlangsung seumur hidup. Misalnya pada beberapa jenis

kepiting, molting dan pertumbuhan berhenti setelah dewasa. Pada teritip

dan udang karang, molting dan pertumbuhan berlangsung seumur hidup,

hanya jarak waktu molting lebih lama, sehingga hewan demikian makin tua

makin besar.

Page 79: Benny Buku Ajar

79

C. Sistem Reproduksi Subfilum Crustacea

Kebanyakan crustacea dioecious, kecuali kelas Cirripedia dan

beberapa kelompok lain bersifat hermaprodit. Gonad biasanya panjang dan

sepasang, terletak di bagian dorsal thorax atau abdomen atau kedua-

keduanya. Umumnya terjadi perkawinan (kopulasi), individu jantan

biasanya mempunyai apendix yang mengalami modifikasi untuk memegang

betina. Untuk Cirripedia, terjadi pembuahan silang dengan tetangga dimana

penis termodifikasi. Pembuahannya terjadi di dalam tubuh (Gambar 10.2).

(A)

(B)

Gambar 10.2. Perkawinan; A. Kepiting (Hemigrapsus sexdentatus), B. Balanus (Barnes, 1994).

Crustacea biasanya mengerami telurnya pada appendix tertentu

(Gambar 10.3), pada kantong pengeraman di dalam atau di luar, setelah

dierami telur menetas menjadi larva nauplius. Mulai dari nauplius 1 sampai

nauplius 6, kemudian menjadi larva zoa yaitu zoa 1 sampai zoa 3, tahap

selanjutnya adalah fase mysis yaitu mysis 1 sampai mysis 3 dan kemudian

memasuki fase post larva (Gambar 10.4). Setiap pergantian fase tersebut

disertai dengan pergantian kulit.

(A) (B)

Gambar 10.3.A. Udang jantan (Panulirus sp) menyimpan sperma (putih) pada kotak sperma betina, B. pada musim berikutnya betina membuahi telur (jingga) dengan menggunakan sperma pada kotak sperma. Foto oleh Robert Perry.

Page 80: Benny Buku Ajar

80

(A)

(C)

(B)

(D)

Gambar 10.4 Larva Crustacea; A. Nauplius, B. Zoa, C. Mysis dan D. Post larva(Barnes, 1994).

D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Crustacea

Cara makan dari crustacea beraneka ragam misalnya filter feeder,

pemakan bangkai (scavenger), herbivora, karnivora atau parasit. Filter

feeder (penyaring makanan) mendapatkan makanan dengan cara

menyaring plankton, detritus dan bakteri menggunakan setae bukan cilia

Cara makan dengan menyaring menyebabkan beberapa pasang apendix

atau mandible dan antena dalam evolusinya mengalami modifikasi sesuai

dengan fungsinya. Crustacea pemakan bangkai, herbivora atau karnivora

mempunyai apendix thorax yang berfungsi untuk mencengkram atau

mengambil makanan serta mandibula dan mendibel yang berfungsi untuk

memegang, menggigit dan menggiling makanan (Gambar 10.5).

Page 81: Benny Buku Ajar

81

Gambar 10.5 A-C Crustacea filter feeder, D. Crustacea karnivora (Barnes, 1994).

E. Klasifikasi Subfilum Crustacea

Crustacea terdiri atas 10 kelas, yaitu : Remipedia, Cephalocarida,

Branchiopoda, Ostracoda, Copepoda, Mystacocarida, Tantulocarida,

Branchiura, Cirripedia dan Malacostraca.

1. Remipedia; kelompok kecil Crustacea dengan 20 jenis yang hidup,

ditemukan dalam gua laut di Atlantik Utara dan Caribia (Yager, 1981).

terdiri dari kepala dan tubuh memanjang yang menyerupai Polychaeta

(Gambar 10.6 A).

(A)

(B)

Gambar 10.6 A. Jenis Remipedia yang masih hidup;Speleonectes tanumekes Koenemann et al., 2003; photo courtesy of Thomas Iliffe, B. Cephalocarida (Barnes, 1994).

Page 82: Benny Buku Ajar

82

2. Cephalocarida; bentuk tubuh seperti udang kecil (Gambar 10.6 B),

panjang kurang dari 4 mm, merupakan pemakan detritus, sebagai

bentos laut, telah ditemukan 10 jenis yang termasuk dalam 5 marga

yaitu; Chiltoniella, Hampsonellus, Hutchinsoniella, Lightiella, dan

Sandersiella.

3. Branchiopoda; Crustacea kecil ukurannya 250 mikron terbesar 10 cm.

Bentuk apendix badan yang lebar dan pipih berfungsi sebagai insang,

menyaring makanan dan alat renang olehnya dinamakan branchiopoda.

Tidak mempunyai cephalothorax artinya tidak ada ruas badan yang

tubuh menyatu dengan kepala. Secara morfologis ruas badan sama.

Ruas-ruas di anterior gonopone adalah thorax dan yang diposteriornya

adalah abdomen. (Brusca, 1990). Dibagi menjadi 4 bangsa yaitu

Anostraca, Notostraca, Chonchostraca dan Cladocera (Gambar 10.7)

Gambar 10.7. A. Anostraca, B. Notostraca, C. Chonchostraca, D. Cladocera (Barnes, 1994).

(C)

(B) (D)

Page 83: Benny Buku Ajar

83

4. Ostracoda; Ukurannya kecil (1 mm – 2 mm) bentuk tubuh lonjong dan

bulat. Seluruh tubuh ditutupi kerapas yang berbentuk keping cangkang

dan mengandung zat kapur dan keras. Bentuk tubuh tampak jelas.

Terdapat 6 atau 7 pasang apendix yang beruas-ruas yaitu antena

pertama, antena kedua, mendibel, maxila pertama, maxila kedua,

apendik thorax dan caudal furca (Gambar 10.8). Dibagi menjadi 4

bangsa yaitu Myodocopida, Cladocopida, Podocopida dan Platycopida

(Suwignyo dkk, 2005).

Gambar 10.8 Anatomi Ostracoda; A. Sclerocypris (Podocopida), B.

Thaumatoconcha (Myo-docopida) (Barnes, 1994).

Page 84: Benny Buku Ajar

84

5. Copepoda; bentuknya silindris, pendek, kepala agak membulat

mempunyai 7 ruas thorax, 3-5 ruas abdomen. Copepoda mempunyai

sebuah mata nataplius median (di tengah) yang terdiri atas 3 buah ocelli

yaitu 2 lateral dan sebuah median (Hegner, 1968). Pada kepala terdapat

sepasang antena pertama yang uniramus panjang dan tampak jelas,

sepasang antena kedua, mandibel, maxila pertama dan maxila kedua.

Pada ruas thorax yang menyatu dengan kepala terdapat sepasang

maksiliped dan masing-masing dari empat atau lima ruas thorax

berikutnya terdapat sepasang kaki renang yang biramus, pada ruas

thorax yang terakhir terdapat sepasang kaki renang yang mengecil

(Gambar 10.9). Terdiri atas 10 bangsa; Platycopioida, Calanoida,

Misophrioida, Cyclopoida, Gelyelloida, Marmonilloida, Harpacticoida,

Monstrilloida, Siphonostomatoida, dan Poecilostomatoida.

Gambar 10.9. A.Morfologi umum Copepoda, B. Arah panah menunjukkan

letak artikulsi antara metasome dengan urosome pada 3 bangsa, dan tanda kurung menunjukkan penyatuan ruas (Kaestner, 1970)

6. Mystacocarida; merupakan penghuni daerah interstisial laut, yaitu

diantara butir-butir pasir daerah pasang surut. Bentuk tubuh mirip

copepoda, panjang dan silindris, tidak berpigmen, ukuran kurang dari 1

mm. Apendix kepala besar dan berfungsi sebagai alat gerak, di ujung

telson terdapat sepasang furca, tidak ada cephalothorax (Gambar

10.10.C), terdapat 13 jenis, delapan jenis pada marga Derocheilocaris

dan lima jenis pada marga Ctenocheilocaris, semua termasuk dalam

bangsa Derocheilocarida (Suwignyo dkk, 2005).

Page 85: Benny Buku Ajar

85

Gambar 10.10. Tantulocarida; A. Anatomi, B. Inang pada Copepoda, C.

Morfologi Mystacocarida (Barnes, 1994).

7. Tantulocarida; ektoparasit pada Crustacea laut dalam, terdapat kepala

pada juvenil namun setelah dewasa, kepala menyatu ditandai dengan

tidak adanya ruas pada thorax (Gambar 10.10). Terbagi atas empat

bangsa; Basipodellidae, Deoterthridae, Doryphallophoridae dan

Microdajidae (Boxshall and Lincoln, 1983).

8. Branchiura; bentuk tubuh bundar sampai lonjong, pipih doirsoventral,

ukurannya kurang dari 3 cm. Mandibel mengalami modifikasi menjadi

alat penusuk untuk menghisap darah mangsa (Gambar 10.11A). Bentuk

kerapas bundar dan pipih melebar ke arah lateral dan posterior menutup

cephalothorax. Maxila menjadi alat penghisap, apendix thorax sebagai

alat renang. Apendix abdomen tidak ada. Terdapat 150 jenis semuanya

dalam satu bangsa Arguloida (Hegner, 1968).

9. Cirripedia; dewasa bertangkai atau tidak, menempel pada substrat atau

sebagai parasit, menempel dengan perekat pada antena pertama,

karapas menjadi mantel yang menyelubungi tubuh, biasanya tertutup

beberapa keping cangkang kapur (Gambar 10.11). Terdiri atas empat

bangsa yaitu; Thoracica, Acrothoracica, Ascothoracica dan

Rhizocephala

(C)

Page 86: Benny Buku Ajar

86

Gambar 10.11. Morfologi A. Branchiura, B. Cirripedia (Balanus), C. Cirripedia (Lepas) (Barnes, 1994)

10. Malacostraca; ruas tubuh tampak jelas, terbagi atas 5 ruas kepala, 8

ruas thorax dan 6-8 ruas abdomen, apendik biramus, gonopore betina

pada ruas thorax ke 6 dan jantan pada ruas ke-8, ditambah telson.

Terdiri atas 5 superbangsa; Phyllocarida hanya satu bangsa

Leptostraca, Hoplocarida hanya satu bangsa Stomatopoda, Syncarida

terdiri atas 3 bangsa; Anaspidacea, Bathynellacea dan Stygocaridacea,

Peracarida terdiri atas 5 bangsa; Mysidacea, Cumacea, Tanaidacea,

Isopoda dan Amphipoda, dan Eucarida terdiri atas 2 bangsa;

Euphasiacea dan Decapoda (Suwignyo dkk, 2005).

F. Peranan Hewan Subfilum Crustacea

Bagi sumber daya manusia sebagian jenis Crustacea merupakan

sumber makanan yang bergizi seperti udang, kepiting, rebon, kemudian

dapat dijadikan hiasan dinding seperti pada udang lobster, sebagai

campuran bahan industri seperti terasi.

(A)

Page 87: Benny Buku Ajar

87

BAB III. Penutup

Besarnya peranan Crustacea bagi sumber daya perairan karena

mendominasi perairan. Copepoda, krill dan rebon sebagai zooplankton laut

mempunyai kedudukan sangat penting dalam rantai makanan di laut

sebagai penghubung antara fitoplankton dengan predator. Tetapi hewan ini

juga ada mengganggu seperti teritip, dapat mengotori lunas kapal,

pelampung dan tiang di laut. Sehingga mengurangi kecepatan kapal

sampai 30%. Beberapa kelas sebagai inang perantara berbagai macam

penyakit, isopoda pengebor kayu atau parasit pada ikan dan udang.

Quis : Tuliskan minimal 5 perbedaan antara Subfilum Chelicerata

dengan Crustacea.

DAFTAR PUSTAKA Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders

College Publishing. USA.

Boxshall, G.A., and Lincoln, R.J. 1983. Tantulocarida, a new class of Crustacea ectoparasitic on other Crustaceans. J. Crust. Biol. 3(1):1-16.

Brusca. R.C. and G.J. Brusca., 1990. Invertebrates Sinauer Associates. Inc

Publisher, Sunderland. Massachm Setts. Hal 595-666 Buchsbaum, R. 1984. Animals Without Backbones. Revised edition. The

University of Chicago Press. Chicago. Hegner. W.R. 1968. Invertebrates Zoology. Second Edition. Mac Millan Publishing.

C.o.Mc. hal 396-443. Kaestner, A. 1970. Invertebrate Zoology. Vol 3. Crustacea. Wiley-Interscience,

New York. 523 pp. Koenemann, S., Iliffe, T.M. & van der Ham, J. 2003. Three new species of

remipede crustaceans (Speleonectidae) from Great Exuma, Bahamas Islands. Contributions to Zoology 72 (4): 227-252.

Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air

Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta Yager, J. 1981. A new class of Crustacea from a marine cave in the Bahamas. J.

Crust. Biol. 1: 328-333.

Page 88: Benny Buku Ajar

88

BAB 12 Bahan Pembelajaran 11

JUDUL : FILUM ECHINODERMATA

BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Filum Echinodermata adalah hewan yang tubuhnya berduri antara

lain lilia laut, bintang laut, bintang mengular, bulu babi dan teripang.

Umumnya berukuran besar, yang terkecil berdiameter 1 cm.

B. Ruang Lingkup Isi

1. Pengertian Filum Echinodermata

2. Morfologi Tubuh Filum Echinodermata

3. Sistem Reproduksi Filum Echinodermata

4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Echinodermata

5. Klasifikasi Filum Echinodermata

6. Peranan Hewan Filum Echinodermata

C. Kaitan Modul

Modul ini adalah modul kesebelas dari modul avertebrata laut

D. Sasaran Pembelajaran Modul

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menjelaskan Pengertian Filum Echinodermata

2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Filum Echinodermata

3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Filum Echinodermata

4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Echinodermata

5. Menjelaskan Klasifikasi Filum Echinodermata

6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Echinodermata

BAB II. Pembahasan

A. Pengertian Filum Echinodermata

Echinodermata berasal dari bahasa Yunani yaitu echinos berarti

landak, derma berarti kulit. Jadi Echinodermata berarti hewan yang kulitnya

berduri-duri.

Page 89: Benny Buku Ajar

89

B. Morfologi Tubuh Filum Echinodermata

Bentuk tubuh Echinodermata sangat khas. Bentuk tubuh simetri

radial 5 penjuru. Pada waktu larva bentuk tubuh simetri bilateral dan hidup

sebagai plankton, tetapi pada akhir stadium larva mengalami metamorfosa

menjadi simetri radial, tidak mempunyai kepala, tubuh tersusun dalam

sumbu oval aboral. Tubuh tertutup epidermis tipis yang menyelubungi

rangka mesodermal. Rangka di dalam terdiri atas ossicle atau pelat-pelat

kapur yang dapat digerakkan atau tidak dapat digerakkan.

Permukaan tubuh terbagi menjadi 5 bagian yang simetris terdiri atas

daerah ambukra (tempat menjulurnya kaki tabung) dan daerah

interambulakra (interradii) yang tidak ada kaki tabungnya (Gambar 11.1).

Rongga tubuh (coelem) luas dan dilapisi peritoneum bercilia dalam

perkembangannya sebagian tubuh menjadi sistem pembuluh air suatu

organ yang tidak terdapat pada avertebrata lainnya (Gambar 11.1C).

A

B

Gambar 11.1 Bulu babi, Arbacia punctulata. A. Tampak oral; B. Tampak aboral; C.Potongan melintang lengan bintang laut (Buchsbaum, 1948)

Sistem pembuluh air terdiri atas madreporit, saluran batu (stone

canal),saluran cincin (ring canal), saluran radial (radial canal), saluran

lateral (lateral canal), ampula dan kaki tabung (podia) (Gambar 11.2A).

(C)

Page 90: Benny Buku Ajar

90

Gambar 11.2. A. Diagram sistem pembuluh air pada bintang laut; B. pergerakan kaki tabung (Barnes, 1994).

Sistem air ini berfungsi untuk menggerakkan kaki tabung (tube feet)

dengan cara mengatur masuk dan keluarnya air laut melalui madeporit.

Kontraksi ampula mengatur volume air dalam kaki tabung, berarti mengatur

gerak kaki tabung. Kaki tabung berfungsi untuk merayap (Gambar 11.2B),

berpegang pada substrat, memegang mangsa atau membantu pertukaran

gas O2 dan CO2.

C. Sistem Reproduksi Filum Echinodermata

Echinodermata termasuk hewan yang dioecious, hanya pada

holothuroid terdapat hermaprodit protandri. Reproduksi aseksual dapat

dilakukan kecuali pada echinoidea.

Gonad crinoidea terletak pada pangkal beberapa pinnule atau

pangkal tangan. Pembuahan di air laut atau dierami, dioecious . Larvanya

disebut vitellaria (Gambar 11.3A) yang tidak makan, berenang bebas untuk

beberapa hari selanjutnya turun dan melekat dan menjalani proses

metamorfosa menjadi bentuk larva bertangkai yang kecil disebut larva

pentacrinoid.

Beberapa jenis asteroidea melakukan reproduksi dengan cara

asexsual (pembelahan) yang disebut fissiparity artinya membelah dengan

jalan fission. Diawali dengan penyekatan pisin pusat menjadi 2 bagian

kemudian memisah dan masing-masing potongan melengkapi bagian

tubuhnya. Ada juga secara sexual dioecious, mempunyai 5 pasang gonad

pada tiap tangannya. Telur dan sperma dilepas ke air, pembuahan di luar, 2

hari kemudian menjadi blastula yang berenang bebas dan masih simetri

Podia

(A) (B)

Page 91: Benny Buku Ajar

91

bilateral, gastrula dan larva bipinnaria (Gambar 11.3B), enam atau tujuh

minggu kemudian post larva brachiolaria (Gambar 11.3C) turun ke substrat

dan mengalami metamorfora menjadi bentuk simetri radial seperti yang

dewasa.

Untuk kelas ophiuroidea juga dioecius, pembuahan di luar,

menghasilkan larva ophiopluteus (Gambar 11.3D )yang berenang bebas

dan simetri bilateral. Beberapa hari kemudian mengalami metamorfosa

menjadi simetri radial. Beberapa jenis mempunyai kantung pengeraman

dan larvanya tidak mengalami stadia berenang bebas.

Beberapa jenis echinoidea irregular mengerami telurnya. Telur

menetas menjadi larva echinopluteus yang simetri bilateral (Gambar

11.3E), udah mulai makan, hidup sebagai plankton untuk beberapa bulan,

kemudian turun ke substrat dan mengalami metamorfora menjadi bentuk

simetri radial, berukuran sekitar 1 mm dan hidup sebagai benthos.

Kebanyakan holothuroid dioecious, beberapa hermaprodit protandri.

Gonad hanya sebuah berbentuk seperti seikat pembuluh yang sederhana

atau bercabang dan menyatu di bagian pangkalnya menjadi gonaduct yang

berhubungan dengan gonopore di pangkal tentakel. Kecuali jenis yang

mengerami telur, pembuahan terjadi di air laut. Telur menetas menjadi larva

auricularia (Gambar 11.3F), kemudian larva doliolaria. Selanjutnya larva

mengalami metamorfosa dan turun ke substrat menjadi timun laut muda.

Holothuroid mempunyai daya regenerasi yang besar. Jenis tertentu jika

dipotong menjadi dua bagian maka tiap bagian akan melakukan regenerasi

untuk melengkapi bagian tubuhnya. Ada pula cara lain dengan melakukan

eviserasi, yaitu pelepasan salah satu atau kedua pohon pernapasan, usus

atau gonad atau semuanya melalui sobekan cloaca. Hal ini dilakukan untuk

menyelamatkan diri dan kemudian melakukan regenerasi untuk mengganti

bagian yang hilang.

Page 92: Benny Buku Ajar

92

Gambar 11.3. Bentuk-bentuk larva Echinodermata; A. Vitellaria, B. Bipinnaria,

C. Brachiolaria, D. Ophiopluteus, E. Echinopluteus, F. Auricularia (Barnes, 1994)

D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Echinodermata

Kebiasaan makan dari filum Echinodermata juga berbeda

berdasarkan jenisnya. Untuk kelas asteroidea termasuk karnivora dan

memangsa berbagai avertebrata lain, polip coelenterata dan ikan, bahkan

ada yang makan bangkai.

Ophiuroidea aktif pada malam hari, merupakan suspension feeder

beberapa sebagai filter feeder atau deposit feeder dan scavenger.

Makanan terdiri atas detritus, hewan kecil yang hidup maupun yang sudah

mati, dan crustacea kecil.

Kebanyakan jenis echinoidea herbivora, aktif pada malam hari,

dilengkapi lima gigi tajam dan kuat untuk mengunyah, sedikit tersembul

keluar disebut Lentera Aristoteles. Makanannya adalah ganggang, lamun,

hewan sessile, bangkai dan detritus. Jenis echinoid yang irregular

merupakan deposit feeder dengan memanfaatkan bahan organik yang

terdapat dalam lubang tempat tinggalnya (Gambar 11.4A)

Gambar 11.4. A. Echinoidea yang irregular dalam sedimen, B. Holothuroidea

mengeluarkan tentakel untuk makan, C. Holothuroidea yang deposit feeder (Barnes, 1994).

(B) (A)

(C)

Page 93: Benny Buku Ajar

93

Holothuroidea merayap lambat sekali, aktif di malam hari, berkeliaran

mencari makan. Makanannya berupa bahan organik yang terdapat dalam

sampah substrat atau plankton yang melekat pada lendir tentakel.

Mulut crinoidea terletak di tengah bagian oral dan dikelilingi oleh

tangan-tangan. Makanan berupa plankton dan detritus yang melekat pada

lender yang dihasilkan oleh kaki tabung bersilia pada lekuk ambulacra.

Butir-butir makanan dialirkan melalui lekuk ambulacra ke mulut, selanjutnya

ke saluran pencernaan.

E. Klasifikasi Filum Echinodermata

1. Kelas Asteroidea; pentamerous, bergerak bebas, tangan 5 buah atau

kelipatan 5 dan tampak jelas, 5 bangsa yaitu: Platysterida, Paxillosida,

Valvatida, Spinulosida, dan Forcipulatida (Gambar 11.5C)

2. Kelas Ophiuroidea; tubuh pipih, berenang bebas, tangan 5 buah,

panjang dan ramping, mulut dan madreporit di bagian oral, tidak

mempunyai anus, 3 bangsa yaitu: Oegophiurida, Phrynophiurida dan

ophiurida (Gambar 11.5D)

3. Kelas Echinoidea; biasa dikenal dengan sebutan bulu babi, rangka bulat

dan keras seperti tempurung atau bundar dan pipih seperti uang logam,

tidak mempunyai tangan, duri dapat digerakkan, kaki tabung langsing

dan mempunyai alat penghisap, mulut di bagian oral menghadap ke

bawah, anus dan madreporit di aboral, 8 bangsa yaitu: Cidaroida,

Echinothuroidea, Diadematoida, Salenioida, Arbacioida, Echinoida,

Clypeasteroida dan Spatangoida (Gambar 11.5E).

4. Kelas Holothuroida; dikenal dengan nama timun laut, tubuh bulat

panjang, dinding tubuh tipis sampai tebal, tidak mempunyai tangan,

duri-duri maupun pedicellaria, mulu anterior dikelilingi tentakel retraktil,

anus posterior, 6 bangsa yaitu: Dactylochirota, Aspidochirota,

Elasipoda, Dendrochirota, Molpadiida, dan Apodida (Gambar 11.5F)

5. Kelas Crinoidea; dikenal dengan nama lily laut, mulut dan anus di

bagian oral menghadap ke atas,tubuh terdiri atas calyx dikelilingi

tangan-tangan panjang, menempel dengan tangkai atau berenang

bebas (Gambar 11.5 A-B)

Page 94: Benny Buku Ajar

94

(C)

(D)

(E)

(F)

Gambar 11.5. A. Crinoidea menempel dengan tangkai, B. Crinoidea berenang

bebas, C.Asteroidea, D. Ophiuroidea, E. Echinoidea, F. Holothuroida (Barnes, 1994).

F. Peranan Hewan Filum Echinodermata

Semua jenis Echinodermata hidup di laut, mulai dari daerah litoral

sampai kedalaman 6.000 m. Beberapa jenis holothuroidea diperdagangkan

sebagai teripang kering. Dijadikan sebagai obat anti biotik dari jenis

asteroidea dan sebagai hiasan akuarium dari jenis crinoidea.

BAB III. Penutup

Echinodermata merupakan satu-satunya filum dalam kerajaan

Animalia yang anggotanya tidak ada yang hidup sebagai parasit. Beberapa

hidup komensal atau merupakan inang bagi hewan lain atau sebagai

tempat berlindung.

DAFTAR PUSTAKA Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders

College Publishing. USA.

Buchsbaum, R. 1948. Animal Without Backbones. Revised edition. The University

of Chicago Press. Chicago.

Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Penebar Swadaya. Jakarta

Page 95: Benny Buku Ajar

95

BAB 13 Bahan Pembelajaran 12

JUDUL : FILUM BRYOZOA, BRACHIOPODA DAN ENTOPROCTA

BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Tiga phyla ini dikelompokkan dalam satu kelompok pembahasan

karena memiliki persamaan yaitu menggunakan organ Lophophore dalam

proses mencari makan. Lophophore ialah lipatan dinding tubuh atau calyx

yang mengelilingi mulut, dan mengandung tentakel bercilia.

B. Ruang Lingkup Isi

1. Pengertian Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta

2. Morfologi Tubuh Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta

3. Sistem Reproduksi Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta

4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Bryozoa, Brachiopoda dan

Entoprocta

5. Klasifikasi Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta

6. Peranan Hewan Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta

C. Kaitan Modul

Modul ini adalah modul keduabelas dari modul avertebrata laut

D. Sasaran Pembelajaran Modul

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menjelaskan Pengertian Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta

2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Filum Bryozoa, Brachiopoda dan

Entoprocta

3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Filum Bryozoa, Brachiopoda dan

Entoprocta

4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Bryozoa,

Brachiopoda dan Entoprocta

5. Menjelaskan Klasifikasi Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta

6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Bryozoa, Brachiopoda dan

Entoprocta

Page 96: Benny Buku Ajar

96

BAB II. Pembahasan

A. Pengertian Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta

Bryozoa berasal dari bahasa Yunani, bryon berarti lumut dan zoon

berarti hewan. Dahulu disangka tumbuhan. Bryozoa merupakan koloni dari

hewan keci-kecil seperti hamparan lumut berbulu, menempel pada batu,

benda atau tumbuhan air di perairan dangkal yang subur dan jernih.

Brachiopoda berasal dari bahasa Yunani, brachium berarti lengan

dan poda berarti kaki. Sepintas lalu bentuk Brachiopoda seperti kerang

pelecypoda. Dikenal dengan nama lamp shells atau kerang lampu.

Entoprocta berasal dari bahasa Yunani, proktos berarti anus dan

ento berarti sisi dalam. Termasuk dalam seksi Pseudocoelomata.

Pseudocoel berisi parenkim seperti agar yang terdiri atas sel yang menetap

dan sel yang bergerak bebas.

B. Morfologi Tubuh Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta

Kecuali beberapa jenis, Bryozoa adalah hewan yang berkoloni dan

sessile. Beberapa jenis berbentuk seperti polip hydrozoa (Gambar 12.1).

Tiap individu terbungkus dalam zooecium, yaitu selubung benda mati dari

khitin

Gambar 12.1 A. Potongan Zooid Plumatella, B. Koloni Bryozoa (Barnes, 1994).

Brachiopoda dinamakan kerang lampu karena secara morfologi

memiliki 2 keping cangkang serta mempunyai tangkai. Sepintas lalu seperti

pelecypoda, namun cangkang Brachiopoda terdiri atas keping dorsal yang

lebih kecil daripada keping ventral (Gambar 12.2)

Page 97: Benny Buku Ajar

97

Gambar 12.2 Bentuk tubuh Brachiopoda; A. Laqueus kelas Articulata, B. Glottidia

kelas Inarticulata, C. Lingula (Inarticulata), D. Hemithyris (Articulata), E. Discinisca (Inarticulata) (Barnes, 1994)

Bentuk Entoprocta seperti polip Coelenterata, bertangkai dan

menempel pada benda atau pada organisme air di pantai laut dangkal.

Bentuk tubuh seperti mangkuk dan bagian tepinya dikelilingi tentakel

bercilia atau lophophore. Di dalam lingkaran tentakel terdapat mulut dan

anus.

C. Sistem Reproduksi Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta

Reproduksi Bryozoa secara seksual dan aseksual. Semua Bryozoa

air tawar dan kebanyakan Bryozoa air laut adalah hermaprodit. Telur dan

sperma dihasilkan secara bergantian, adakalanya protandri. Pada jenis

dioecious, zooid jantan dan betina terdapat dalam satu koloni. Gonoduct

tidak ada, telur dan sperma berhamburan dalam coelom atau dilepas di air.

Beberapa jenis laut mengerami telurnya (Suwignyo dkk, 2005).

Reproduksi Brachiopoda secara seksual, umumnya dioecious, gonad

berupa 4 buah kelompok gamet yang dihasilkan dalam peritoneum. Kecuali

yang dierami, gamet dilepas ke air melalui nephridia. Pembuahan di luar,

telur menetas menjadi larva yang berenang bebas (Suwignyo dkk, 2005).

Reproduksi Entoprocta secara aseksual dengan pertunasan

(budding), pada jenis soliter tumbuh dari calyx, dan pada jenis koloni dari

stolon. Kebanyakan Entoprocta hermaprodit, telur dibuahi dalam ovary dan

dierami pada rongga pengeraman di dalam calyx. Telur menetas menjadi

larva trochophore yang berenang bebas untuk beberapa saat, kemudian

Page 98: Benny Buku Ajar

98

turun dan menempel pada substrat, serta bermetamorfosa menjadi bentuk

seperti dewasa (Suwignyo dkk, 2005).

D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta

Kelompok filum ini dalam proses mencari makan menggunakan

organ berongga yang memiliki tentakel yang disebut “Lophophore”.

Sebagai filter feeder, memakan plankton kecil seperti diatom dan protozoa

serta partikel-partikel organik (Gambar 12.3).

Gambar 12.3 Pergerakan dan pencarian sumber makanan (Barnes, 1994)

E. Klasifikasi Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta (Suwignyo dkk, 2005) :

1. Bryozoa; dibagi menjadi 3 kelas yaitu : Phylactolaemata hanya satu

bangsa Plumatellina, Kelas Gymnolaemata dengan 2 bangsa;

Ctenostomata dan Cheilostomata, Kelas Stenolaemata dengan 4

bangsa; Cyclostomata (belum punah), Cystoporata, Stomatopora dan

Cryptostomata (telah punah).

2. Brachiopoda; dibagi menjadi dua kelas atas dasar pertautan kedua

keping cangkang, yaitu : Inarticulata dimana bentuk, ukuran kedua

keping cangkang hampir sama, tidak mempunyai engsel atau hinge,

kedua keping cangkang dihubungkan dengan otot, dan Articulata

Page 99: Benny Buku Ajar

99

dimana bentuk ukuran kedua cangkang tidak sama kedua keping

cangkang dihubungkan oleh otot dan engsel atau hinge pada bagian

posterior. Inarticulata terbagi atas 2 bangsa; Lingulida dan Acrotretida,

Articulata terbagi atas 3 bangsa; Rhynchonellida, Terebratulida, dan

Thecideidina.

3. Entoprocta; hanya satu kelas dan satu bangsa yang terbagi atas 3

keluarga; Loxosomatidae, Pedicellinidae dan Urnatellidae.

F. Peranan Hewan Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta

Beberapa jenis lophophorata merupakan makanan bagi turbelaria,

siput, oligochaeta dan ikan kecil. Akan tetapi banyak juga yang hidup epifit

dan oleh manusia dianggap sebagai penggangu, karena menempel pada

dinding kapal yang terendam air.

BAB III. Penutup

Banyak jenis mempunyai periode geologis yang pendek, namun

penyebaran geografisnya luas. Jenis tersebut berguna sebagai petunjuk

lapisan geologis untuk mempelajari batuan-batuan dalam uji pengeboran

untuk mencari minyak.

Quis : apa persamaan dari ketiga filum ini? DAFTAR PUSTAKA Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders

College Publishing. USA.

Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 100: Benny Buku Ajar

100

BAB 14 Bahan Pembelajaran 13

JUDUL : FILUM CHORDATA SUBFILUM UROCHORDATA BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Urochordata termasuk kelompok avertebrata karena tidak

mempunyai tulang belakang. Namun memiliki ciri khas Chordata pada satu

saat dalam daur hidupnya.

B. Ruang Lingkup Isi

1. Pengertian Subfilum Urochordata

2. Morfologi Tubuh Subfilum Urochordata

3. Sistem Reproduksi Subfilum Urochordata

4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Urochordata

5. Klasifikasi Subfilum Urochordata

6. Peranan Hewan Subfilum Urochordata

C. Kaitan Modul

Modul ini adalah modul kesebelas dari modul avertebrata laut

D. Sasaran Pembelajaran Modul

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Pengertian Subfilum Urochordata

2. Morfologi Tubuh Subfilum Urochordata

3. Sistem Reproduksi Subfilum Urochordata

4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Urochordata

5. Klasifikasi Subfilum Urochordata

6. Peranan Hewan Subfilum Urochordata

BAB II. Pembahasan

A. Pengertian Subfilum Urochordata

Urochordata merupakan vertebrata yang tidak memiiki tulang

belakang sehingga dikelompokkan dalam avertebrata.

Page 101: Benny Buku Ajar

101

B. Morfologi Tubuh Subfilum Urochordata

Kebanyakan Urochordata berbentuk seperti kantung kecil dan hidup

berkoloni. Individu yang satu dihubungkan dengan stolon. Namun adapula

yang berukuran besar dengan diameter sampai 30 mm dan hidup soliter.

(Gambar 13.1) Tubuh tertutup lapisan epitel. Di luar lapisan epitel masih

ada lagi pembungkus yang disebut mantel atau tunic. Tunic merupakan ciri

khas ascidian, sehingga dinamakan tunica.

(A)

(B)

Gambar 13.1 Urochordata; A. Soliter, B. Koloni (Barnes, 1994)

C. Sistem Reproduksi Subfilum Urochordata

Reproduksi aseksual terbentuk dengan jalan pertunasan (budding).

Tunas disebut blastozooid, terbentuk pada tempat yang berbeda-beda

tergantung jenisnya. Tunas pada Perophora terbentuk dari stolon, pada

Diazona tunas terbentuk pada daerah abdomen (Gambar 13.2 A-B).

Reproduksi seksual Urochordata umumnya hermaprodit, sedangkan

aseksual dengan melakukan pertunasan. Jenis soliter biasanya mempunyai

telur kecil dengan sedikit kuning telur, dikeluarkan melalui sifon bersama

air. Pembuahan di laut, perkembangan embrio terjadi di air. Sedangkan

jenis koloni biasanya mempunyai telur lebih banyak dan telut dierami dalam

atrium (Gambar 13.2 C-D). Telur menetas menjadi larva appendicularia

atau dikenal dengan sebutan tadpole larva karena bentuknya mirip berudu

katak (Gambar 13.3). Mulut yang nantinya menjadi sifon air masuk terletak

di dasar pada bagian anterior, tetapi belum terbuka. Ekor di posterior

berfungsi sebagai alat renang. Setelah beberapa menit sampai beberapa

hari hidup sebagai plankton, larva akan menempel di dasar pada bagian

anteriornya dengan papila perekat. Selanjutnya terjadi metamorfosa dan

ujung yang bebas terbentuk sifon air masuk dan sifon air keluar (Suwignyo

dkk, 2005).

Page 102: Benny Buku Ajar

102

Gambar 13.2. A-B Aseksual, C. Seksual (Koloni), D. Seksual (Soliter) (Barnes,

1994)

Gambar 13.3 Metamorfosa larva berudu Ascidian (Barnes, 1994)

D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Urochordata

Beberapa jenis yang hidup di substrat lembut merupakan deposit

feeder, mengambil bahan organik dari sedimen di sekitarnya. Beberapa

jenis laut dalam bersifat karnivora, memakan binatang kecil-kecil seperti

nematode dan crustacean yang hidup di dasar. Asbsorbsi terjadi di dalam

usus sekaligus sebagai tempat penyimpanan glikogen.

(C) (D)

Page 103: Benny Buku Ajar

103

E. Klasifikasi Subfilum Urochordata

Urochordata dibagi dalam 4 kelas berdasarkan sifat hidupnya, yaitu

(Barnes, 1994):

1. Kelas Ascidiacea; disebut juga seasquirt (penyemprot laut), hidup

sessile, benthos, soliter dan koloni, terbagi atas 13 keluarga yaitu;

Ascidia, Botryllus, Chelyosoma, Ciona, Clavelina, Corella, Diazona,

Diplosoma, Lissoclinum, Molgula, Psammascidia, Pyura, dan Styela

2. Kelas Thaliacea; merupakan tunika pelagis, soliter dan koloni, terbagi

atas 3 bangsa yaitu; Pyrosomida, Doliolida dan Salpida

3. Kelas Larvacea (Appendicularia); merupakan tunika plankton.

Dinamakan larvacea karena yang dewasa tetap mempunyai beberapa

ciri-ciri khas larva. Semua larvacea soliter. terbagi atas 3 keluarga yaitu;

Fritillaria, Oikopleura, dan Stegasoma.

4. Kelas Sorberacea; hidup sebagai benthos, di laut yang dalam (abyssal),

memiliki tali saraf dorsal pada tahap dewasa; karnivora, kantung

branchial berlubang menghilang. Satu keluarga Octacnemus.

F. Peranan Hewan Subfilum Urochordata

Beberapa jenis merupakan hama bagi hewan lain, namun banyak

juga sebagai sumber bahan obat-obatan.

BAB III. Penutup

Banyak jenis baru yang berguna bagi kehidupan manusia sehingga

perlu perhatian yang lebih serius.

DAFTAR PUSTAKA Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders

College Publishing. USA.

Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Penebar Swadaya. Jakarta

Page 104: Benny Buku Ajar

104

DAFTAR PUSTAKA

Abbot, R. T. and P. Dance. 1992. Compendium of Seashells. Crawford House

Press.Australia: 411pp. Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders

College Publishing. USA. Boxshall, G.A., and Lincoln, R.J. 1983. Tantulocarida, a new class of Crustacea

ectoparasitic on other Crustaceans. J. Crust. Biol. 3(1):1-16. Brusca. R.C. and G.J. Brusca., 1990. Invertebrates Sinauer Associates. Inc

Publisher, Sunderland. Massachm Setts. Hal 595-666. Buchsbaum, R. 1948. Animal Without Backbones. Revised edition. The University

of Chicago Press. Chicago. Dharma, B. 1992. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells II).

Wiesbaden,Hemmen. 135 pp. Fox, R. 2001. Invertebrata Zoolegs. Leboratry Exercise. Hhtp/www.Lander

edition/rsfor/310 porifera lab. Hegner. W.R. 1968. Invertebrates Zoology. Second Edition. Mac Millan Publishing.

C.o.Mc. hal 396-443. http://gurungeblog.wordpress.com Akses tanggal 19 November 2010

Http://1.bp.blogspot.com Akses tanggal 03 September 2010 Kaestner, A. 1970. Invertebrate Zoology. Vol 3. Crustacea. Wiley-Interscience,

New York. 523 pp. Koenemann, S., Iliffe, T.M. & van der Ham, J. 2003. Three new species of

remipede crustaceans (Speleonectidae) from Great Exuma, Bahamas Islands. Contributions to Zoology 72 (4): 227-252.

Mayunar, M. Eidman dan Sri Redjeki. 1997. Beberapa Aspek Biologi Mimi Bulan.

Tachypleus gigas (Muller) yang Tertangkap di Perairan Teluk Banten. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia (1997) vol :V(1): 23-31.

Pechnik, J.A. 1991. Biology of The Invertebrates. Second Edition. Win C. Brown

Publishers Dubuque. Hal 269-341. Sherman, I.W. dan V.G. Sherman. 1970. The Invertebrates: Function and Form. A

Laboratory Guide. The Macmillan Company. Gollier-Macmillan Ltd. London. Simpson, G. G. 1961. Principles of Animal Taxonomy. Columbia University Press,

New York.

Page 105: Benny Buku Ajar

105

Suripto, A. Bambang. 2007. Catatan Singkat Taksonomi Hewan Avertebrata. Lab. Taksonomi Hewan Fakultas Biologi UGM.

Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air

Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta. Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air

Jilid 2. Penebar Swadaya. Jakarta. Winston, J. E. 1999. Describing Species: Practical Taxonomic Procedure for

Biologists. Columbia University Press, New York. Yager, J. 1981. A new class of Crustacea from a marine cave in the Bahamas. J.

Crust. Biol. 1: 328-333.