Buku Ajar Abortus

30
1. Definisi dan Istilah Berakhirnya kehamilan baik secara spontan maupun induksi (buatan), sebelum fetus dapat berkembang dan bertahan hidup. Dengan kata lain, abortus biasanya didefinisikan sebagai pengakhiran kehamilan menjelang kehamilan 20 minggu atau berat badan kurang 500 gram. Abortus spontan, secara luas dipakai istilah miscarriage yaitu abortus terjadi tanpa intervensi medis atau mekanik untuk mengosongkan uterus. Menurut Green-top Guideline No. 25, Oktober 2006 oleh Royal College of Obstet-ricians and Gynaecologists (RCOG) terdapat beberapa istilah yang direkomendasikan untuk dipakai sekarang ini, (tabel 1.1.) Tabel 1.1. Istilah-istilah yang direkomendasikan Dahulu Rekomendasi Sehari-hari (Indonesia) Spontaneous abortion Miscarriage Threatened Abortus spontan Abortus iminens 1

description

abortus

Transcript of Buku Ajar Abortus

Page 1: Buku Ajar Abortus

1. Definisi dan Istilah

Berakhirnya kehamilan baik secara spontan maupun induksi

(buatan), sebelum fetus dapat berkembang dan bertahan hidup.

Dengan kata lain, abortus biasanya didefinisikan sebagai

pengakhiran kehamilan menjelang kehamilan 20 minggu atau berat

badan kurang 500 gram.

Abortus spontan, secara luas dipakai istilah miscarriage yaitu

abortus terjadi tanpa intervensi medis atau mekanik untuk

mengosongkan uterus.

Menurut Green-top Guideline No. 25, Oktober 2006 oleh Royal

College of Obstet-ricians and Gynaecologists (RCOG) terdapat

beberapa istilah yang direkomendasikan untuk dipakai sekarang ini,

(tabel 1.1.)

Tabel 1.1. Istilah-istilah yang direkomendasikan

Dahulu RekomendasiSehari-hari (Indonesia)

Spontaneous abortionThreatened abortionInevitable abortionIncomplete abortionComplete abortionMissed abortion

MiscarriageThreatened miscarriageInevitable miscarriageIncomplete miscarriage

Abortus spontanAbortus iminensAbortus insipienAbortus inkomplitAbortus komplitAbortus tertahanAbortus sepsis

1

Page 2: Buku Ajar Abortus

Septic abortionRecurrent abortion

Complete miscarriageMissed miscarriageSeptic miscarriageRecurrent miscarriage

Abortus berulang

2. Patologi

Perdarahan kedalam desidua basalis diikuti dengan nekrosis

jaringan yang berdekatan dengan perdarahan biasanya menyertai

abortus. Bila terjadi secara dini, ovum yang terlepas merangsang

kontraksi uterus sehingga terjadi ekspulsi (pengeluaran) ovum

tersebut. Bila sudah terbentuk kantong kehamilan, cairan sering

terlihat disekitar fetus yang berukuran kecil dan telah mengalami

maserasi, atau alternatif lain tidak tampak fetus yang hidup, dikenal

dengan blighted ovum.

Pada abortus dengan usia kehamilan yang lebih tua, terjadi

beberapa luaran. Fetus yang tertahan mengalami maserasi, tulang

tengkorak kolaps, abdomen mengalami distensi dengan cairan yang

mengandung darah dan organ interna mengalami degenerasi. Kulit

melunak dan mengelupas in utero (dalam rahim) atau bila disentuh.

Selanjutnya, bila cairan amnion diserap, fetus mengalami kompresi

2

Page 3: Buku Ajar Abortus

dan desikasi membentuk suatu fetus compressus. Kadang-kadang,

fetus menjadi sangat kering dan tertekan (kompresi) membentuk

fetus papyraceous.

3. Etiologi

Lebih dari 80% abortus terjadi dalam usia kehamilan 12 minggu

pertama dan pa-ling kurang setengahnya disebabkan karena

kelainan kromosom (53%), (gambar 3.1). Data yang diambil dari

penelitian Shiota K, dkk dari 3040 fetus yang mengalami abortus

spontan, 60% disebabkan karena kelainan kromosom, menurun

sampai 7% pada akhir usia kehamilan 24 minggu. Angka kelainan

genetik lebih tinggi pada anembryonic miscarriages (tidak ada

embrio). Trisomi autosomal merupakan kelainan genetik yang

paling banyak (51,9%).

3

Page 4: Buku Ajar Abortus

Grafik 3.1. Frekuensi kelaianan kromosom pada abortus dan lahir mati pada tiap-tiap trimester dibandingkan dengan frekuensi

kelainan kromosom pada bayi lahir hidup.

A.Faktor Ibu

Beberapa gangguan medis, keadaan lingkungan, dan

perkembangan abnormal dapat merupakan penyebab terjadinya

abortus.

a.Infeksi

Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists

(ACOG), tahun 2001,beberapa infeksi merupakan penyebab abortus

yang luar biasa pada manusia. Menurut Sauerwein dkk tahun 1993,

Brucella abortus dan Campylobacter fetus menyebabkan abortus

kronik pada ternak (cattle), tetapi tidak bermakna pada manusia.

Pada beberapa penelitian, Feist dkk tahun 1999, Osser dan Persson

tahun 1996, Paukku dkk tahun 1999 menemukan tidak terdapat

bukti Listeria monocytogenes atau Chlamydia trachomatis

menyebabkan abortus pada manusia. Bukti bahwa Toxoplasma

gondii menyebabkan abortus pada manusia tetap tidak

meyakinkan. Menurut The Cochrane Colaboration yang baru-baru

ini dipublikasikan dalam The Cochrane Database of Systematic

Reviews 2009 issue 2 tidak ditemukan uji kontrol random

4

Page 5: Buku Ajar Abortus

(randomised controlled trials/RCT) dalam pengobatan untuk

toksoplasmosis dalam kehamilanTetapi pada kenyataannya dalam

praktik sehari-hari, baik dokter umum, dokter spesialis kebidanan

dan kandungan maupun pasien sendiri mempunyai anggapan yang

sangat besar terhadap toksoplasma sebagai penyebab abortus,

sehingga pemeriksaan untuk kasus toksoplasma meningkat.

Oakesshott pada tahun 2002 melaporkan adanya hubungan antara

abortus spontan trimester kedua bukan trimester pertama dengan

vaginosis bakterial.

b.Penyakit kronis

Dalam kehamilan dini, fetus jarang mengalami keguguran

sekunder akibat penya-kit kronis seperti tuberkulosis atau

karsinomatosis. Pada penelitian Sher dkk tahun 1994, Celiac Sprue,

suatu sindrom malabsorpsi dilaporkan menyebabkan infertilitas

pada wanita dan laki-laki serta abortus berulang.

c. Kelainan endokrin

c.1. Hipotiroid

Pada kebanyakan pasien, hipotiroid sulit untuk didiagnosa secara

klinis, paling banyak ditegakkan secara laboratoris. Hipotiroid klinis

atau overt hypothyroidism didiagnosa bila kadar thyrotropin serum

5

Page 6: Buku Ajar Abortus

tinggi secara abnormal diikuti dengan kadar thyroxine (T4) yang

rendah secara abnormal.

Pada penelitian Castaneda dkk tahun 2002, defisiensi iodium

dihubungkan dengan kejadian abortus spontan yang terlalu banyak.

Thyroid autoantibodies sebagai penyebab abortus masih

merupakan kontroversi. Pada penelitian Dayan dan Daniels tahun

1996, Stagnaro-Green dkk tahun 1990, thyroid autoantibodies

dihubungkan dengan peningkatan insiden abortus. Tetapi

sebaliknya penelitian Esplin dkk tahun 1998, Pratt dkk tahun 1994

pada wanita dengan abortus berulang tidak ditemukan insiden yang

lebih besar dari thyroid autoantibodies dibandingkan kontrol yang

normal. Tambahan lagi, penelitian yang dilakukan Rushworth dkk

tahun 2000 pada kelompok 870 wanita yang mengalami abortus

berulang menemukan bahwa wanita yang tidak diobati dengan

antithyroid antibodies cenderung melahirkan bayi hidup sama

halnya dengan wanita tanpa antibodies.

c.2. Diabetes mellitus

Pada penelitian Greene tahun 1999, angka abortus spontan dan

malformasi kongenital mayor meningkat pada wanita dengan

insulin-dependent diabetes. Risiko tampaknya berhubungan dengan

derajat kontrol metabolik dalam trimester pertama. Dalam suatu

6

Page 7: Buku Ajar Abortus

penelitian prospektif yang dilakukan oleh Mills dkk tahun 1988

melaporkan bahwa kontrol glukosa yang baik sekali dalam 21 hari

konsepsi menghasilkan angka abortus spontan sama dengan

kontrol yang bukan pendrita diabetes. Kontrol glukosa yang jelek

menyebabkan angka peningkatan yang nyata dalam angka

keguguran. Craig dkk tahun 2002 telah melaporkan insiden yang

lebih tinggi pada wanita dengan resistensi insulin yang mengalami

abortus berulang. Makin dini pemeriksaan glukosa darah pada

seorang wanita yang menginginkan kehamilan, maka angka

keguguran makin menurun, begitu pula halnya pada wanita yang

mengalami abortus berulang, pemeriksaan hormon insulin sangat

bermanfaat untuk mencari ada atau tidak resistensi insulin.

c.3. Defisiensi progesteron

Istilah defek fase luteal, sekresi progesteron yang kurang adekuat

oleh korpus luteum atau plasenta telah diusulkan sebagai suatu

penyebab abortus. Namun menurut Salem dkk tahun 1984,

produksi progesteron yang kurang merupakan konsekuensi bukan

penyebab keguguran dini. Sedangkan menurut (RCOG) dalam

penanganan keguguran dini, progesteron serum dapat berguna

sebagai penunjang dalam menentukan kehamilan bila pemeriksaan

ultrasonografi (USG) tidak dapat menentukan lokasi kehamilan. USG

7

Page 8: Buku Ajar Abortus

transvaginal, kadar serial human chorionic gonadotropin (hCG) dan

progesteron serum, semua itu diperlukan untuk menetapkan

diagnosa pasti, dengan derajat rekomendasi B. Kehamilan yang

bisa bertahan dilaporkan dengan kadar progesteron awal kurang

dari 5 ng/ml. Kadar progesteron diatas 7.86 ng/ml lebih

menunjukkan dan diatas 18.87 ng/ml dihubungkan kuat dengan

kehamilan dan setelah itu kehamilan memperlihatkan normal. Pada

penelitian Jacoeb TZ, tahun 2001 mendapat nilai potong (cut-off

point) 18.9 ng/ml. Jadi salah satu keuntungan pemeriksaan

progesteron ini dapat mengurangi tindakan evakuasi uterus yang

terburu-buru.

d.Nutrisi

Defisiensi diet dari setiap satu nutrien atau defisiensi sedang dari

semua nutrien tampaknya tidak penting dalam menyebabkan

keguguran. Sama halnya dengan nausea dan muntah yang sering

terjadi selama kehamilan dini dan penurunan berat badan akibat

diatas jarang diikuti dengan abortus spontan.

e.Pemakaian obat-obatan dan faktor lingkungan.

Beberapa zat yang berbeda telah dilaporkan berhubungan

dengan insiden abortus yang meningkat.

8

Page 9: Buku Ajar Abortus

e.1. Tembakau

Menurut Harlap dan Shiono, tahun 1980, merokok erat

hubungannya dengan peningkatan risiko untuk abortus euploid.

Bagi wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risikonya

kira-kira 2 kali lipat lebih besar dibandingkan kontrol (Kline dkk,

tahun 1980).

e.2. Alkohol

Menurut penelitian Floyd dkk tahun 1999, pemakaian alkohol

yang sering selama kehamilan 8 minggu pertama, dapat

menyebabkan abortus spontan dan kelainan janin. Menurut Klien

dkk tahun 1980, bahwa angka keguguran dua kali lipat pada wanita

yang minum alkohol 2 kali seminggu dan tiga kali lipat pada wanita

yang mengkon-sumsi alkohol setap hari dibandingkan yang tidak

minum alkohol.

e.3. Kafein

Armstrong dkk tahun 1992 melaporkan bahwa wanita yang

mengkonsumsi paling sedikit 5 cangkir kopi per hari menunjukkan

peningkatan sedikit risiko abortus, dan untuk yang minum diatas 5

cangkir per hari, risikonya berkorelasi dengan jumlah cangkir yang

dikonsumsi setiap hari.

9

Page 10: Buku Ajar Abortus

e.4. Radiasi

Dalam dosis yang cukup, radiasi dapat menimbulkan keguguran,

tetapi pada manusia dosis yang menimbulkan efek abortus tidak

pasti diketahui.

e.5. Kontrasepsi

Pemakaian kontrasepsi oral atau obat-obat spermatisid dalam

bentuk krim atau jeli tidak ada hubungannya dengan insiden

abortus yang meningkat.Bila alat kontrasepsi dalam rahim

(IUD/intrauterine devices) gagal untuk mencegah kehamilan, maka

dalam kenyataannya risiko abortus dan khususnya abortus sepsis

meningkat.

e.6. Toksin yang berhubungan dengan lingkungan

Menurut penelitian Barlow dan Sullivan tahun 1982, toksin berupa

arsenik, lead, formaldehid, benzen, etilen oksida merupakan zat

yang dapat menyebabkan abortus. Menurut penelitan Schnorr dkk

tahun 1991, stasiun pertunjukan video dan paparan

elektromaknetik tidak memberikan pengaruh merugikan terhadap

angka abortus. Sama halnya dengan penelitian Taskinen dkk tahun

1990, tidak ditemukan efek dengan paparan USG yang

berhubungan dengan pekerjaan. Rowland dkk tahun 1995

10

Page 11: Buku Ajar Abortus

melaporkan risiko abortus spontan meningkat pada asisten dokter

gigi yang terpapar > 3 jam nitros oksida setiap hari di klinik tanpa

gas-scavenging equipment, teapi risiko tidak meningkat pada yang

memakai gas-scavenging equipment.

f. Faktor imunologi

Kehamilan dikenal sebagai benda asing (bapak meletakkan

antigen HLA pada plasenta yang berbeda dari si ibu). Bila ini terjadi

si ibu akan membuat suatu antibodi yang disebut dengan antibodi

penghambat yang menempelkan plasenta dan si ibu beranggapan

bahwa benda asing itu merupakan bagian dari dirinya sehingga

tidak membunuh tetapi melindungi bayi dan membuat sel-sel

plasenta cepat tumbuh. (Lihat gambar 3.1)

11

Page 12: Buku Ajar Abortus

Gambar 3.2. Peranan HLA-G pada kehamilan normal

Pada abortus berulang dimana terjadi disfungsi imun, HLA-G ini

tidak terbentuk, malah sebaliknya terbentuk antibodi terhadap HLA-

G. Jenis pertama dari disfungsi imun yang berperanan dalam

abortus berulang adalah generasi auto-antibodies. Antibodi

bertindak melawan antigennya sendiri. Pada prinsipnya tubuh

menyerang dirinya sendiri. Sejumlah data yang besar menunjukkan

bahwa anti-fosfolipid meru-pakan pusat dari proses ini. Sindrom

antibodi antifosfolipid mempunyai gambaran klinis dan laboratories

seperti tabel 3.1 dibawah ini.

12

Page 13: Buku Ajar Abortus

Tabel 3.1. Kriteria diagnosis dari sindroma antibodi antifosfolipid

yang dianjurkan.

Suggested clinical and laboratory criteria for the diagnosis of antiphospholipid antibody syndrome

Clinical Features Laboratory Features

Pregnancy Loss Lupus anticoagulant

    Fetal death

    Recurrent Pregnancy Loss

Thrombosis IgG anticardiolipin antibodies(< 20 GPL)

    Venous

    Arterial, Stroke

Autoimmune thrombocytopenia

Other IgM anticardiolipin antibodies (<20 MPL)

    Coombs' positive hemolytic anemia

    Levido reticularis

Pasien dengan sindroma antibody antifosfolipid harus

mempunyai minimal 1 temuan klinis dan 1 laboratoris. Uji

labortaorium positif pada 2 pemeriksaan dengan interval >

8 minggu.

Sindroma disebut dengan primer bila tidak ada penyakit yang

mendasarinya dan sekunder bila ditemukan sistemik lupus

13

Page 14: Buku Ajar Abortus

eritematosus (SLE). Kira-kira 15% pasien dengan sindroma antibodi

antifosfolipid mengalami abortus berulang. Pilihan pengo-batan

meliputi steroid untuk menekan sistem imun, aspirin 81 mg per hari

dan heparin 5000 unit subkutan 2 kali sehari untuk menurunkan

pembekuan dan gamma globulin intravena. Terapi ini dimulai bila

kehamilan telah didiagnosa dan dilanjutkan sampai persalinan atau

lahir. Angka lahir hidup secara umum melebihi 70% dengan

regimen ini

g. Defek uterus

Kira-kira 10-15% dari wanita yang mengalami abortus berulang

mempunyai kelainan pada uterus. Kelainan uterus meliputi kelainan

mulerian (uterus septus, bikornus, unikornu) lihat vgambar 3,

leiomioma uteri (fibroid) dan sindroma Asherman (sinekia/parut

intra uterin) lihat gambar 3. Kondisi diatas dapat didiagnosa dengan

pemeriksaan USG transvaginal dengan memasukkan cairan NaCl

fisiologis/salin intraservikal (Salin intraservikal sonografi/SIS),

histerosalpingogram (HSG) tau histeroskopi yang dilakukan di klinik.

Wanita dengan kelainan uterus kongenital atau didapat

merupakan predisposisi untuk abortus berulang karena

vaskularisasi yang tidak adekuat untuk perkembangan embrio dan

plasenta atau volume intrauterin yang menurun. Uterus septus

14

Page 15: Buku Ajar Abortus

kelainan uterus kongenital yang paling sering yang dihubungkan

dengan abortus berulang.

Gambar 3.3. Defek pada uterus

Reseksi septum uterus dengan histeroskopi (metroplasti)

menyebabkan peningkatan luaran reproduksi yang bermakna.

Pengobatan bedah dilaksanakan untuk uterus bikornus atau

unikornu. Asherman sindrom merupakan kondisi yang didapat

dimana terdapat perlengketan intrauterin paska trauma akibat

tindakan dilatasi dan kuretase dengan infeksi paska operasi.

Perlengketan ini dapat sebagian atau komplit dari obliterasi kavum

uteri. Endometrium kurang respon terhadap hormon steroid dalam

area yang dikenai oleh perlengketan. Pemisahan perlengketan

15

Page 16: Buku Ajar Abortus

secara bedah dengan sukses tanpa fibrosis ekstensif dapat

memperbaiki respon endometrium. Namun, fibrosis yang tebal

dihubungkan dengan suatu prognosis yang jelek. Leiomioma uteri

(fibroid) juga dapat mempengaruhi implantasi embrio. Terdapat 3

kategori dari fibroid uteri: submukosa (distorsi dari kavum uteri),

intramural (dalam lapisan otot dari uterus) dan subserosa (dalam

lapisan yang paling luar dari uterus) lihat gambar 4. Sejumlah

penelitian retrospektif dan kohor menunjukkan bahwa terdapat

bukti yang bagus untuk mengangkat submukosa fibroid dalam

menurunkan abortus dan terdapat beberapa bukti pengangkatan

intramural fibroid juga menurunkan abortus.

. Gambar 3.4. Jenis fibromioma uteri

B.Faktor Bapak

Hanya sedikit yang diketahui tentang faktor bapak dalam

terjadinya abortus spontan. Menurut Carrell dkk tahun 2003,

kelainan kromosom dalam sperma dihu-bungkan dengan abortus.

16

Subserosa fibroid

Subserosa fibroid

Subserosa fibroid

Intramural fibroid

Page 17: Buku Ajar Abortus

4. Kategori dari abortus spontan

Aspek klinis dari abortus spontan dibagi atas 5 subgrup: abortus

mengancam, abortus insipien, abortus komplit atau inkomplit,

missed abortion, dan abortus berulang.

Tabel 4.1. Manifestasi klinis dari abortus spontan

Manifestasi klinis

Diagnosa

A.iminens A.insipien A.inkomplit

A.komplit

Missed abortion

Perdarahan pervaginam

sedikit Banyak Sedikit atau banyak

Tidak ada sedikit

Nyeri kram perut

+ ++ - - -

Tinggi fundus uteri

Sesuai usia kehamilan

Sesuai usia kehamilan

Kecil dari usia kehamilan

Kecil dari usia kehamilan

Kecil dari usia kehamilan

Ostium uteri internum

tertutup terbuka terbuka tertutup tertutup

Penanganan USG transvaginal, atau serial hCG dan kadar progesteron

Evakuasi segera

evakuasi Tidak ada Dilatasi dan kuretase

Gambar

5. Evakuasi uterus

17

Page 18: Buku Ajar Abortus

Evakuasi uterus terdiri dari 3 yaitu manajemen ekspektatif,

manajemen medis (obat-obatan), manajemen bedah (kuretase).

A.Manajemen ekspektatif

Dalam tahun-tahun terakhir memperlihatkan bahwa manajemen

ekspektatif menghasilkan angka abortus komplit 50-60%,

mengurangi kebutuhan kuretase dan komplikasinya. Di Netherland,

kuretase baru direncanakan 1 minggu setelah diag-nosis early

pregnancy failure ditegakkan. Menurut RCOG, manajemen

ekspektatif merupakan metode efektif yang lain dipakai dalam

kasus terseleksi dari abortus spontan trimester pertama, dengan

derajat rekomendasi A. Pada uji observasi dan uji kontrol

manajemen ekspektatif , bedah maupun medis juga

memperlihatkan variasi yang besar dalam laporan efikasinya (25-

100%). Beberapa uji randomisasi telah membandingkan

manajemen ekspektatif, medis maupun bedah. Dalam uji dengan

122 wanita, angka efektifnya 47% pada manajemen ekspektatif,

dan 95% pada manajemen bedah. Setelah 7 hari, 37% dari wanita

yang ditangani dengan ekspektatif mengalami abortus komplit.

Suatu meta analisis dari 13 uji membandingkan manajemen

ekspektatif dengan manajemen medis, ditemukan 28% mengalami

abortus komplit pada manajemen ekspektatif untuk kasus missed

18

Page 19: Buku Ajar Abortus

miscarriage, dan 81% pada manajemen medis, untuk kasus abortus

inkomplit, 94% dan 99%.

B.Manajemen medis (obat-obatan)

Pada pengobatan medis saat ini obat yang sering dipakai untuk

evakuasi uterus adalah misoprostol. Misoporstol harganya murah,

merupakan analog prostaglandin yang tinggi efektifitasnya, aktif

secara oral dan pervaginam (dari 1 uji trandomisasi terkontrol

mengusulkan bahwa pemberian pervaginam lebih efektif

sedangkan 2 uji randomisasi terkontrol lain mengusulkan bahwa

pemberian oral, sublingual maupun pervaginam efektifitasnya

sama), serta dapat diberikan di praktik klinik dan terdiri dari 4

tablet (1 tablet dosis 200 µg) diletakkan di forniks posterior dengan

memakai suatu spekulum. Efek pengobatan ini dievaluasi 24 jam

setelah dosis misoprostol pertama dengan memakai USG

transvaginal. Pengobatan dikatakan berhasil bila tidak ada

ditemukan tanda tertinggalnya hasil konsepsi seperti massa

intrauterin hiperekoik fokal dengan diameter anterior-posterior

tidak melebihi 15 mm. Bila masih ditemukan sisa hasil konsepsi,

dosis kedua 800µg misoprostol diberikan melalui vagina dan

dievaluasi setelah 24 jam kemudian. Pengobatan dianggap gagal

bila terdapat perdarahan abnormal dan tanda-tanda sisa hasil

19

Page 20: Buku Ajar Abortus

konsepsi seperti massa intrauterin hiperekoik fokal dengan

diameter anterior-poste`rior melebihi 15 mm pada saat USG. Dalam

kondisi ini, tidak adanya evakuasi komplit setelah > 3 hari setelah

pemberian awal, maka kuretase dilakukan. Menurut Hinshaw dkk

tahun 1993, Creinin dkk tahun 1997, Herabutya dan Prasertsawat

tahun 1997, Zalanyi tahun 1998, Chung dkk tahun 1999,

Demetroulis dkk tahun 2001, Ngai dkk tahun 2001, Sahin dkk tahun

2001, Kovavisarach dan Sathapanachai, 2002, Muffley tahun 2002,

menemukan bahwa pengobatan dengan misoprostol merupakan

suatu alternatif kuret, dapat menimbulkan ekspulsi dalam 50-99%

wanita dengan early pregnancy failure lebih dari usia kehamilan 14

minggu.Dari penelitian uji randomisasi yang dilakukan oleh Graziosi

dkk pada 3 rumah sakit pendidikan di Netherlands antara

November 2001 sampai Juni 2003 pada wanita usia 18-45 tahun

dengan diagnosis early pregnancy failure antara usia kehamilan 6-

14 minggu yang telah dimanajemen ekspektatif selama 1 minggu,

dibagi atas 2 kelompok. Kelompok pertama sebanyak 75 wanita

untuk tindakan kuretase, 79 wanita untuk pengobatan dengan

misoprostol. Dari kesimpulan penelitian ini didapatkan kuretase

secara bermakna lebih superior dalam keberhasilan evakuasi

dibandingkan misoprostol, namun misoprostol dapat dipakai di

klinik karena dapat menurunkan kebutuhan kuretase setengahnya

20

Page 21: Buku Ajar Abortus

dan mempunyai angka komplikasi yang lebih rendah seperti angka

perforasi uterus, kerusakan serviks, perdarahan banyak dan risiko

yang dihubungkan dengan anestesi. Pada penelitian ini misoprostol

tidak diberikan pada keadaan hemodinamik yang tidak stabil,

riwayat seksio sesarea, diketahuinya terdapat anomali uterus,

kehamilan kembar, kecurigaan kehamilan diluar rahim, koagulopati,

adanya infeksi, penyakit paru yang berat, penyakit jantung

kongenital atau yang didapat, penyakit hati, glaucoma, sickle cell

disease, pemakaian kortikosteroid jangka lama atau insufisiensi

kelenjar adrenal. Efek samping dari pemberian pervaginam pada

misoprostol dilaporkan adanya efek pada taktus digestivus berupa

nausea dan diare tetapi tidak berat.

C.Manajemen bedah (kuretase)

Evakuasi uterus melalui bedah untuk kasus abortus harus

dilakukan dengan memakai suction curettage (aspirasi vakum),

dengan derajat rekomensasi A (menurut RCOG). Pada review oleh

Cochrane menyimpulkan bahwa aspirasi vakum lebih baik

dibandingkan kuret yang tajam pada kasus abortus inkomplit,

dengan keuntungan yang bermakna secara statistik yaitu

berkurangnya kehilangan darah, waktu prosedur yang lebih

21

Page 22: Buku Ajar Abortus

pendek.Pemakaian rutin kuret logam setelah aspirasi vakum tidak

diperlukan.

Keuntungan dan kerugian evakuasi uterus secara medis dan

bedah dipaparkan dalam tabel 5.1

Tabel 5.1. Karakteristik evakuasi uterus secara medis dan

kuretase

Evakuasi secara medis (obat-obatan)

Evakuasi dengan kuretase

Dilakukan pada usia kehamilan 9 mingguAngka keberhasilan tinggi (95-99%)Paling tidak memerlukan 2 kali visitMenghindari pemakaian alat-alat pada uterusProses abortus terjadi dalam 24 jamBeberapa proses terjadi di rumahDipakai obat anti nyeri oralPerlu penambahan beberapa obat dirumahObat-obatan merangsang kram dan perdarahan, dan pengeluaran jaringan

Dilakukan pada usia kehamilan 14 mingguAngka keberhasilan (99%)Dapat dilakukan dalam 1 visitMemerlukan pemakaian alat-alat pada uterusMemerlukan waktu prosedur 5-10 menitProsedur dilakukan di klink/RSObat-obat sedasi oral atau intravena Prosedur dilakukan di klinik/RSMinimal nyeri dan perdarahan setelah prosedur dilakukan

Rujukan

22

Page 23: Buku Ajar Abortus

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Abortion. In Williams

Obstetrics, twenty-second edition, McGRAW-HILL, New

York,2005,p 231-51.

2. Porter TF, Branch DW, Scott. Early Pregnancy Loss. In Danforth’s

Obstetrics and Gynecology, tenth edition, Gibbs RS et al (editors),

Walters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins,2008,p 60-70.

3. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists, The

Management of Early Pregnancy Loss. Green-top Guideline No.25,

Oktober 2006,p 1-18.

4. Graziosi GCM, Mol BWJ, Reuwer PJH, et al, Misoprostol versus

curettage in women with early pregnancy failure after initial

expectant management: a randomized trial. Human Reproduction

Vol19, No8,2004,p1894-99.

5. Jacoeb TZ, Nasib kehamilan triwuan pertama: Manfaat penentuan

progesterone dan antibody antikardiolipin serum.

23

Page 24: Buku Ajar Abortus

\

24