BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN IPS

10
IMPLEMENTASI BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN IPS DI INDONESIA Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Perkuliahan Teori Pembelajaran IPS Dosen: Dr. Mukminan Oleh Nadziroh 08705251001 Sapto Purnomo 08705251005 Sudrajat 08705251006 Agus Riswanto 08705251009 Rahmawati 08705251007 Adzan 08705251008 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008

Transcript of BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN IPS

Page 1: BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN  IPS

IMPLEMENTASI BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN

IPS DI INDONESIA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas

Perkuliahan Teori Pembelajaran IPS

Dosen: Dr. Mukminan

Oleh

Nadziroh 08705251001

Sapto Purnomo 08705251005

Sudrajat 08705251006

Agus Riswanto 08705251009

Rahmawati 08705251007

Adzan 08705251008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2008

Page 2: BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN  IPS

Paradigm of Behaviorism on Social Studies Learning 1

IMPLEMENTASI BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN

IPS DI INDONESIA

A. Pengantar

Dalam proses pendidikan di sekolah belajar merupakan kegiatan yang

paling pokok. Dengan belajar maka pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan,

nilai, sikap, tingkah laku dan semua perbuatan manusia terbentuk,

disesuaikan dan dikembangkan. Pada prinsipnya belajar merupakan proses

perubahan tingkah laku antara siswa dengan sumber belajar, baik sumber

yang didesain maupun yang dimanfaatkan (Mukminan, dkk., 1998: 1).

Dalam American Heritage Dictionary (dalam Bower & Hilgard, 1981: 1)

dijelaskan arti pertama dari kata belajar adalah untuk mendapatkan

pengetahuan, pemahaman atau penguasaan melalui pengalaman atau belajar

(to learn: to gain knowledge, comprehension, or mastery through experience or study).

Sementara itu istilah pembelajaran merupakan padanan dari kata instruction

yang berarti proses membuat orang belajar. Tujuannya adalah membantu

orang belajar, atau memanipulasi lingkungan sehingga memberi kemudahan

bagi orang yang belajar (Mukminan, dkk., 1998: 5). Dalam belajar dikenal

adanya dua pendekatan yaitu pendekatan behavioristik dan pendekatan

fenomenologik yang melahirkan teori konstruktivistik. Dalam tulisan ini kami

akan mengelaborasi secara ringkas pendekatan behavioristik dalam proses

belajar.

B. Pendekatan Behaviorism

Teori belajar behaviorisme dibangun oleh ahli psikologi seperti

Thorndike, Pavlov, Skinner, dan lain-lain. Teori ini mempunyai pengaruh

yang amat kuat dalam praktek pendidikan. Teori ini menitikberatkan

Page 3: BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN  IPS

Paradigm of Behaviorism on Social Studies Learning 2

perubahan dalam tingkah laku sebagai tujuan utama dari proses belajar

(Muijs & Reynolds, 2005: 13). Lebih lanjut Muijs & Reynolds (2005: 14)

menjelaskan bahwa learning is something people do in response to external stimuli.

Secara umum ciri-ciri teori behaviorism dapat dikemukakan sebagai berikut:

(1) mementingkan peranan faktor lingkungan, (2) mementingkan bagian-

bagian, (3) mementingkan peranan reaksi, (4) mementingkan mekanisme

terbentuknya hasil belajar, (5) mementingkan pembentukan kebiasaan, (6)

adanya pola trial and error dalam pemecahan masalah (Mukminan, dkk., 1998:

8).

Diantara beberapa pakar yang menganut behaviorism, Edward Lee

Thorndike dan Ivan Petrovich Pavlov mempunyai pengaruh yang amat

signifkan dalam dunia pendidikan. Uraian berikut akan menjelaskan teori

belajar mereka yang dibangun dari eksperimen yang telah dilakukannya

selama bertahun-tahun.

C. Teori Koneksionisme Thorndike

Edward Lee Thorndike (1874-1949) merupakan salah satu tokoh aliran

behaviorisme yang cukup berpengaruh dalam dunia pendidikan. Menurut

Thorndike yang menjadi dasar belajar adalah asosiasi antara kesan panca

indera dengan dorongan untuk bertindak. Asosiasi ini dinamakan bond atau

connection, sehingga teori Thorndike dikenal dengan nama teori

koneksionisme (Mukminan, dkk., 1998: 8)

Eksperimen yang dilakukan oleh Thorndike secara ringkas dapat

dijelaskan sebagai berikut: kucing yang sudah dilaparkan dimasukkan ke

dalam sangkar (puzzle box) sedangkan di luar sangkar diletakkan daging.

Melihat di luar sangkar ada makanan (daging) kucing tersebut membuat

gerakan sporadis dimana suatu ketika ia menginjak tombol yang

menyebabkan pintu sangkar terbuka. Setelah percobaan dilakukan berkali-

Page 4: BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN  IPS

Paradigm of Behaviorism on Social Studies Learning 3

kali, kelihatan bahwa ternyata gerakan kucing untuk membuka pintu sangkar

menjadi semakin efektif (Bower & Hilgard, 1981: 22).

Berdasarkan hasil eksperimen tersebut, Thorndike mengemukakan

hukum-hukum belajar sebagai berikut:

a) The Law of Effect

Hukum ini menyatakan bahwa stimulus-respons diperkuat apabila

akibatnya memuaskan dan diperlemah apabila akibatnya tidak

memuaskan. Dengan kata lain, suatu perbuatan yang diikuti oleh

akibat yang menyenangkan cenderung untuk diulang, namun apabila

akibatnya tidak menyenangkan cenderung untuk dihentikan. Hal ini

dikaitkan dengan prinsip reward and punishment dalam pembelajaran

dimana tingkah laku yang menghasilkan reward cenderung untuk

diulang sedangan tingkah laku yang menghasilkan punishment

cenderung untuk dihentikan.

b) The Law of Exercise

Hukum ini mengandung dua konsep yaitu: (1) the law of use yaitu

hubungan stimulus-respons akan menjadi bertambah kuat kalau ada

latihan yang berulang-ulang, (2) the law of disuse menyatakan bahwa

hubungan stimulus-respons akan melemah kalau latihan dihentikan.

Dari hukum ini dapat dijelaskan bahwa prinsip utama dalam belajar

adalah pengulangan. Semakin sering pelajaran itu diulangi, maka

pelajaran tersebut semakin dikuasai.

c) The Law of Readiness

Dalam hukum ini peserta didik cenderung mendapat kepuasan atau

ketidakpuasan dipengaruhi oleh tiga keadaaan: (1) jika seseorang siap

melakukan suatu tingkah laku dan tingkah laku itu benar terjadi, maka

hal ini akan memberikan kepuasan, (2) jika seseorang siap melakukan

Page 5: BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN  IPS

Paradigm of Behaviorism on Social Studies Learning 4

tingkah laku, namun tingkah laku tidak terjadi maka akan terjadi

ketidakpuasan, (3) jika seseorang tidak siap untuk melakukan tingkah

laku namun dipaksa untuk melakukan tingkah laku maka akan terjadi

ketidakpuasan.

Di samping menyampaikan tiga hukum tersebut, Thorndike juga

menyampaikan lima hukum tambahan antara lain: (1) law of multiple

response atau reaksi yang bervariasi dimana seseorang akan melakukan

trial and error sebelum memperoleh respons yang tepat dalam

memecahkan masalah, (2) law of attitude atau sikap dimana situasi dalam

diri individu menentukan apakah sesuatu menyenangkan atau tidak, (3)

law of partial activity atau prepotency of element dimana individu akan

selektif terhadap kemungkinan yang ada dalam situasi tersebut, (4) law of

response by analogy yang menyatakan individu dapat berekasi dalam situasi

baru yang belum dialami karena dihubungkan dengan situasi lama yang

pernah dialaminya, (5) associative shifting yang menyatakan bahwa proses

transfer suatu situasi yang telah dikenal ke dalam situasi yang belum

dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara ditambahkan sedikit demi

sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama yang

menyebabkan respon berpindah dari suatu situasi ke situasi lain (Sri

Rumini, dkk., 1993: 70).

D. Koneksionisme Setelah 1930-an

Thorndike melakukan eksperimen berulang-ulang sehingga setelah

tahun 1930 ia melakukan beberapa revisi atas teori yang dikemukakannya.

Law of Readiness tidak berubah sama sekali

Law of Exercise mengalami perubahan karena ditemukan bahwa

pengulangan saja tidak cukup memperkuat stimulus-respons.

Page 6: BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN  IPS

Paradigm of Behaviorism on Social Studies Learning 5

Demikian juga sebaliknya, tanpa ulangan belum tentu memperlemah

hubungan stimulus-respons. Ulangan hanya akan membawa hasil

kalau ada faktor lain yang bekerja yang menyebabkan ulangan itu

efektif atau berhasil. Ulangan akan membawa hasil kalau diikuti oleh

reward atau punishment.

Law of Effect mengalami perubahan karena ditemukan bahwa pengaruh

hadiah dan hukuman tidak selalu bertentangan lurus. Hadiah

cenderung untuk menguatkan ulangan yang membawa hadiah,

sedangkan hukuman sedikit sekali melemahkan konesion yang

membawa hukuman. Dalam kaitan dengan hal ini Thorndike

menyarankan untuk tidak menggunakan punishment dalam belajar.

Belongingness menyatakan bahwa syarat utama terjadinya hubungan

stimulus-respons bukan kedekatan tetapi adanya kesesuaian antara

kedua hal tersebut. Dengan demikian situasi belajar akan memberikan

pengaruh terhadap hasil belajar.

Spread of effect yang artinya suatu perbuatan dapat menular.

E. Teori Classical Conditioning Pavlov

Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) merupakan seorang psikolog

Rusia yang dikenal dengan teori classical conditioning. Istilah lain dari

classical conditioning adalah Pavlovianisme, untuk mengabadikan namanya

sebagai penemu teori yang bersejarah dalam bidang psikologi. Teori ini

juga sering disebut contemporary behaviorist atau S-R psychologist yang

berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran

(reward) atau penguatan (reinforcement) dan lingkungan. Penemuan Pavlov

telah mengantarkannya sebagai pemenang hadiah Nobel pada tahun 1904

(Bower & Hilgard, 1981: 49)

Page 7: BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN  IPS

Paradigm of Behaviorism on Social Studies Learning 6

Secara ringkas eksperimen yang dilakukan oleh Pavlov dapat

dijelaskan sebagai berikut: anjing yang telah dioperasi kelenjar ludahnya

(untuk keperluan pengukuran) dibiarkan lapar. Setelah itu lampu

dinyalakan selama 30 menit yang diikuti dengan pemberian makanan.

Tindakan ini menyebabkan anjing mengeluarkan air liur. Percobaan ini

dilakukan berkali-kali (32 kali) dengan selang 15 menit dan menghasilkan

temuan bahwa ternyata sinar lampu saja dapat menyebabkan keluarnya

air liur (Bower & Hilgard, 1981: 49).

Beberapa pengertian dasar untuk memahami eksperimen Pavlov

antara lain:

a) Perangsang alami (unconditioned stimulus: US) yaitu perangsang yang

memang secara alami dapat menimbulkan respons dari organisme.

Perangsang alami akan menghasilkan respons tak bersyarat

(unconditioned response: UR). Contoh US: makanan yang dapat

menyebabkan keluarnya air liur.

b) Perangsang bersyarat (conditioned stimulus: CS) yaitu perangsang yang

secara alami tidak menimbulkan respons. Perangsang bersyarat akan

menghasilkan respons bersyarat (conditioned response: CR). Contoh CS:

bunyi bel, sinar lampu.

F. Prinsip Belajar Menurut Pavlov

Berdasarkan hasil eksperimennya, Pavlov mengemukakan prinsip-

prinsip belajar sebagai berikut: (1) belajar merupakan pembentukan

kebiasaan dengan cara menghubungkan perangsang atau stimulus, (2)

proses belajar terjadi bila ada interaksi antara organisme dengan

lingkungan, (3) belajar adalah membuat perubahan pada tingkah laku (Sri

Rumini, dkk., 1993: 74).

Page 8: BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN  IPS

Paradigm of Behaviorism on Social Studies Learning 7

Karya Pavloc mengenai pengkondisian telah menyediakan

kerangka untuk memahami bagaimana organisme mengantisipasi

kejadian di masa depan karena CS mendahului kejadian yang signifikan

secara biologis atas UR, mereka menjadi signal untuk kejadian yang

memungkinkan organisme itu mempersiapkan diri dan menjalankan

perilaku yang tepat.

Pavlov menyebut stimuli yang memberi signal kejadian yang

penting secara biologis (CS) sebagai first signal system. Namun selain itu

manusia juga menggunakan bahasa yang terdiri dari simbol-simbol

realitas. Jadi seeorang merespon kata ”bahaya” sebagaimana seseorang

akan merespon ”situasi aktual yang berbahaya”. Pavlov menyebut kata

yang melambangkan realitas sebagai signal dari signal atau second signal

system. Signal yang muncul bisa diorganisasikan dalam sistem kompleks

yang memandu banyak manusia.

G. Pembelajaran IPS dalam Pandangan Behavioristik

Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan terjemahan dari Social

Studies yang dikenal dalam dunia pendidikan dasar dan lanjutan di Amerika

Serikat. Tujuan terpenting dari pembelajaran IPS adalah terbentuknya warga

negara yang baik dengan beberapa indikator antara lain: peserta didik dapat

berkomunikasi dengan baik, beradaptasi dengan baik, dapat menjalin

kerjasama dengan baik atau bersinergi dengan koleganya, memiliki sifat dan

kebiasaan transparan, dan berfikir positif. Dengan demikian, maka siswa

dituntut tidak hanya menguasai segi pengetahuannya saja, melainkan mampu

mengimplementasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan riil sehari-hari

(Mukminan, dkk., 2002: 151)

Page 9: BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN  IPS

Paradigm of Behaviorism on Social Studies Learning 8

Dengan indikator-indikator tersebut, maka jelas sifat pembelajaran

intelektualistik sebagaimana dikembangkan selama ini tidak sesuai lagi. Hal

ini dapat dilihat bahwa ternyata peserta didik tidak dapat beradaptasi dengan

arus perubahan yang sedemikian cepat. Mereka juga kerapkali tidak dapat

memecahkan permasalahan-permasalahan sosial di sekitar mereka.

Oleh karenanya perlu dikembangkan kemampuan sosial siswa dalam

proses pembelajaran. Muijs & Reynolds (2005: 133) menjelaskan bagaimana

social skill diajarkan di sekolah sebagai berikut: It is important that social skills

instruction should not just consist of a description of the skill and why it is important,

but also explain and demonstrate how to implement the skill and when and why to

implement it. Menurut William and Asher dalam Muijs & Reynolds (2005: 133-

134) empat konsep dasar seharusnya diajarkan dalam membimbing

keterampilan sosial antara lain: (1) cooperation, (2) participation, (3)

communication, (4) validation (misalnya memberi perhatian kepada yang lain).

Akhirnya, kami menyerahkan sepenuhnya metode maupun strategi

pembelajaran yang terbaik yang mungkin sesuai dengan karakteristik peserta

didik, guru maupun lingkungannya. Untuk diperhatikan bahwa dalam

pembelajaran IPS perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Belajar adalah hasil dari lingkungan sosial yang bersangkutan melalui

wawasan dan penyesuaian, tuntutan masyarakat dan budaya yang

melahirkan tuntutan untuk belajar terus-menerus.

2) Proses belajar dalam masyarakat diperankan oleh berbagai lembaga baik

keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

3) Dalam mempelajari IPS perlu diarahkan kepada: kebutuhan praktis

disamping kebutuhan ideal dan konseptual, kebutuhan yang

multidimensional, penguasaan permasalahan, pendekatan, metode

Page 10: BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN  IPS

Paradigm of Behaviorism on Social Studies Learning 9

penelaahannya agar kelak dapat diterapkan untuk menghadapi hal yang

sama.

DAFTAR PUSTAKA

Bower, Gordon H., & Hilgard, Ernest R., (1981). Theory of Learning, Englewood

Cliffs, New Jersey: Prentice Hall Inc.

Muijs, Daniel & Reynolds, David, (2005), Effective Teaching: Evidence and

Practice, London: Sage Publication Ltd.

Mukminan, dkk., (1998), Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: IKIP

Yogyakarta.

Mukminan, dkk., (2002), Diktat Dasar-dasar IPS, Yogyakarta: Universitas

Negeri Yogyakarta.

Sri Rumini, dkk., (1993), Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta

Press.