MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA...
Transcript of MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA...
MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI DIFFERENTIATED TEACHING
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh Denden P. Sidik
NIM: 104017000541
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1431 H./ 2010 M.
ABSTRAK
Denden P. Sidik (104017000541), “Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa Melalui Differentiated Teaching” Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, September 2010.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan solusi dalam meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa dalam suatu kelas yang memiliki kemampuan beragam, serta untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa dari berbagai tingkat kemampuan. Penelitian dilaksanakan bulan Oktober sampai dengan Desember 2009 di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta tahun pelajaran 2009/2010.
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian tindakan kelas (PTK) yang berlangsung selama dua siklus. Dalam pelaksanaan tindakan penelitian strategi instruksional Differentiated teaching yang digunakan adalah Cooperative learning, dimana subjek penelitian dikelompokan secara heterogen. Pengumpulan data aktivitas belajar matematika siswa menggunakan instrumen aktivitas belajar matematika siswa, catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa, dan wawancara terhadap subjek penelitian. Sedangkan pengukuran hasil belajar matematika siswa menggunakan instrumen tes formatif akhir siklus. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative learning dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa dan hasil belajar matematika siswa. Kata kunci: Differentiated teaching, aktivitas belajar matematika.
iii
iv
ABSTRACT
Denden P. Sidik (104017000541), “Improving Students’ Learning Mathematics Activities through Differentiated Teaching” a Paper of Mathematics Education Departement Faculty of Tarbiya and Teaching Science, ‘Syarif Hidayatullah’ State Islamic University Jakarta, September 2010.
The purpose of this research are to find a solution in increasing student mathematics learning activities in a diversity classroom, and to increase student mathematics learning outcome in various level. The research have been done October until December 2009 at Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta school year 2009/2010.
The methodology of this research was classroom action research (CAR) have been done for two cycles. Instructional strategy used in Differentiated teaching was Cooperative learning, where research subject grouped heterogeneously. The collecting student mathematics learning activities data used mathematics learning activities instrument, observation note of mathematics learning activities, and interview research subject. While measuring student mathematics learning outcome used formative test instrument.
The result research reveals that in Differentiated teaching model with Cooperative learning instruction strategy could improve student mathematics learning activities and student mathematics learning outcome. Key words: Differentiated teaching, mathematics learning activities.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap siswa merupakan individu unik yang mempunyai karakteristik yang
berbeda dengan individu lainnya. Ketika para siswa bersekolah dan ditempatkan
pada kelas yang sama, tidak dapat dipungkiri bahwa akan timbul berbagai
keragaman karakteristik yang terjadi diantara siswa, baik itu keragaman latar
belakang, minat, gaya belajar, ataupun keragaman kemampuan siswa dalam
menyerap informasi materi pelajaran.
Keragaman yang terjadi dalam suatu kelas merupakan kenyataan yang tidak
dapat dihindari bagi guru sebagai fasilitator pembelajaran, terlebih dalam
memutuskan strategi apa yang harus digunakan dalam pembelajaran bagi
siswanya. Seiring dengan berkembangnya zaman, guru masa kini dituntut untuk
kreatif dan inovatif dalam memilih dan mengembangkan metode pembelajaran.
Tujuannya adalah agar pembelajaran yang dihasilkan berlangsung efektif,
memenuhi kebutuhan belajar siswa, dan memaksimalkan potensi belajar siswa.
“Guru merupakan fasilitator pembelajaran yang membimbing penelusuran
siswa, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bisa memperluas pemahaman
mereka, dan mendorong siswa untuk menyampaikan pemikiran mereka itu.”1
Pernyataan tersebut mengisyaratkan sebuah tantangan yang harus dihadapi guru
dalam melaksanakan pembelajaran, terlebih subjek pembelajarannya adalah siswa
yang memiliki kemampuan beragam. Hanya mengandalkan kegiatan
pembelajaran yang seragam bukanlah merupakan pilihan yang tepat yang harus
dipilih guru dalam menghadapi siswanya yang memiliki kemampuan beragam.
“Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak
dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai
sumber dan tempat di dunia. Dengan demikian peserta didik perlu memiliki
kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Kemampuan ini
1Laurel Robertson, dkk, Pembelajaran Kooperatif Untuk Mendukung Cara Berfikir,
Bernalar dan Berkomunikasi Dalam Matematika, dalam Handbook of Cooperative Learning, (Yogyakarta: Imperium, 2009), h. 346.
2
membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan
bekerjasama yang efektif. Cara berfikir seperti ini dapat dikembangkan melalui
belajar matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang
kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan kita terampil berpikir
rasional.”2 Pernyataan tersebut merupakan salah satu alasan bahwa matematika
merupakan mata pelajaran wajib yang harus diikuti oleh setiap siswa sekolah
dasar maupun menengah.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam ujian
nasional (UN), sehingga turut berpengaruh dalam kelulusan siswa di satuan
pendidikannya. Ironisnya, matematika merupakan mata pelajaran yang kurang
diminati oleh sebagian siswa. Tidak sedikit siswa yang menyatakan bahwa
matematika merupakan mata pelajaran sulit dan susah untuk dipahami.
Terlontarnya pernyataan negatif siswa tentang matematika mencerminkan sikap
penolakan siswa terhadap matematika. Jika sikapnya saja menolak, maka dapat
kita prediksikan prestasi belajar matematikanya pun akan rendah. Hal ini
merupakan masalah bagi guru matematika dalam menyampaikan ilmu
matematika.
Rendahnya prestasi belajar matematika siswa disebabkan oleh banyak faktor
yang menentukan. Guru disinyalir menjadi salah satu faktor dari sebab tersebut.
Misalnya, guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika kurang
memberikan makna dalam kehidupan siswa, akibatnya siswa menganggap
matematika sebagai pelajaran abstrak yang sulit untuk dipahami, dan tidak ada
kaitan dengan kehidupannya. Guru dalam melaksanakan pembelajaran
matematika hanya berorientasi pada latihan/pembahasan soal bukan pada proses
pengembangan konsep matematika. Indikatornya jika ada siswa yang dapat
mengerjakan latihan soal maka dianggap pembelajaran yang dilakukannya telah
berhasil.
Faktor lain dari masalah tersebut adalah strategi pembelajaran matematika
yang digunakan guru membosankan bagi siswa. Guru kurang kreatif dalam
mengembangkan strategi pembelajaran, seringkali pembelajaran tradisional yang
menjadi pilihan guru dalam pembelajaran. “Pembelajaran tradisional
2...................., Standar Kompetensi, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2004), h. 215.
3
mengakibatkan siswa tumbuh dan berkembang menjadi kurang kreatif.”3 Guru
merupakan pengendali dari aktivitas siswa dalam belajarnya.
Senada dengan pendapatnya Subekti bahwa “... Proses pembelajaran saat ini
kebanyakan masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan, upaya guru
kearah peningkatan kualitas proses belajar mengajar belum optimal, metode, dan
pendekatan dan evaluasi yang dikuasai guru belum beranjak dari pola tradisional,
dan hal ini berdampak negatif terhadap daya serap siswa yang ternyata masih
tetap lemah.”4
“Pembelajaran matematika di Indonesia selama ini masih berpusat pada guru. Banyak guru dalam kegiatan mengajar belajar matematika di kelas kurang menekankan pada aspek kemampuan siswa dalam menemukan kembali konsep-konsep dan struktur-struktur matematika berdasar pengalaman siswa sendiri.” Pada bagian lain dalam Rochmad, Ratumanan berpendapat bahwa “... Pembelajaran matematika di Indonesia bersifat behavioristik dengan penekanan pada transfer pengetahuan dan hukum latihan. Guru mendominasi kelas dan menjadi sumber utama pengetahuan, kurang memperhatikan aktivitas aktif siswa, interaksi siswa, negosiasi makna, dan konstruksi pengetahuan. Dengan demikian, pembelajaran matematika beracuan behaviorisme berorientasi pada hasil dan latihan yang diberikan berbasis tujuan. Perancang pembelajaran matematika beracuan behaviorisme mendefinisikan pembelajaran dalam tujuan-tujuan yang berupa tingkah laku dan ukuran penampilan tingkah laku.”5
Keterlibatan siswa dalam aktivitas pembelajaran berpengaruh juga terhadap
prestasi belajarnya. Melibatkan siswa secara maksimal dalam aktivitas
pembelajaran dapat membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran.
Dengan aktivitas belajar pula, siswa dapat terkembangkan potensi belajarnya.
Guru yang baik semestinya memprioritaskan aspek keaktifan siswanya dalam
belajar. Guru dituntut untuk dapat memancing dan marangsang siswanya aktif
dalam pembelajaran. Jadi, selama pembelajaran aktivitas siswa tidak hanya
sebatas memperhatikan dan mendengarkan saja, tetapi juga mengemukakan
pendapat, menganalisis, menyimpulkan, dan manaruh minat yang tinggi terhadap
belajarnya.
3Kadir, Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Open Ended, dalam Algoritma
Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika vol.1 No.1, (Jakarta: CeMED, 2006), h. 3. 4Kadir, Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Open Ended, … , h. 3. 5Rochmad, Tinjauan Filsafat dan Psikologi Konstruktivisme: Pembelajaran matematika
yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif, http://www.rochmad-unnes.blogspot.com [19 Januari 2009].
4
Masalahnya adalah dalam setiap kali pembelajaran matematika, siswa datang
ke kelas dan siap menerima materi yang akan disampaikan oleh guru. Guru
kurang mengembangkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Akibatnya aktivitas
siswa terbatas hanya mendengarkan, mencatat, latihan soal, dan cenderung
menuruti doktrin dari gurunya. Siswa dianggap sebagai objek pasif yang tidak
memiliki dasar pengetahuan apa-apa atas materi yang disampaikan, sehinga
materi dirasa asing bagi siswa. Siswa kurang dilibatkan secara maksimal dalam
aktivitas pembelajaran, interaksi antara guru dan siswa cenderung pasif, akibatnya
pembelajaran yang terjadi adalah transfer pengetahuan dari guru kepada siswanya.
Berangkat dari masalah tersebut, penulis merasa perlu untuk mengatasi dan
memecahkan permasalahan tersebut. Masalah tentang siswa dengan kemampuan
beragamnya dan bagaimana meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa,
penulis menduga salah satu solusinyanya adalah dengan menggunakan
Differentiated teaching dalam pembelajaran matematika. Differentiated teaching
(mendiferensiasikan pengajaran) adalah praktik mengadaptasikan pengajaran
untuk memenuhi kebutuhan siswa-siswa tertentu. Berikut adalah ciri-ciri
Differentiated teaching:
• Perhatian yang cermat terhadap perbedaan-perbedaan siswa.
• Memodifikasi isi (content), proses, dan produk pembelajaran berdasarkan
kesiapan, minat, dan profil belajar siswa.
• Kegiatan-kegiatan yang dibedakan dan meragamkan tugas-tugas yang
disesuaikan dengan kemampuan dan minat siswa yang beragam.
• Kegiatan dan tugas-tugas pembelajaran dibuat bervariasi dalam segi tingkat
kesukaran untuk menantang siswa pada tingkat kesiapan yang berbeda.
• Tugas dan pekerjaan siswa didiferensiasikan agar pas dengan kebutuhan dan
kesiapan siswa-siswa tertentu.
• Banyak perhatian pada mengajari individu-individu secara sendiri-sendiri
atau dalam kelompok-kelompok belajar yang fleksibel (flexible grouping).
“Peserta didik adalah manusia identitas insaninya sebagai subjek berkesadaran perlu dibela dan ditegakkan lewat sistem dan model pendidikan yang bersifat bebas dan egaliter. Hal ini hanya dapat dicapai lewat proses pendidikan bebas dan metode pembelajaran aksi dialogal. Karena itu, peserta didik harus diperlakukan dengan amat hati-hati. Teori kognitif konstruktivistik menekankan bahwa belajar lebih banyak ditentukan karena
5
adanya karsa individu. Penataan kondisi bukan sebagai penyebab terjadinya belajar, tetapi sekedar memudahkan belajar. Keaktifan siswa menjadi unsur amat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas mandiri adalah jaminan untuk mencapai hasil yang sejati.”6
Siswa akan berkembang potensi belajarnya jika mereka larut dan menikmati
aktivitas belajarnya. Dengan demikian, melibatkan siswa dalam aktivitas
pembelajaran berdampak positif terhadap perkembangan potensi belajarnya.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk
memecahkan permasalahan tersebut, sehingga penulis memberi judul dalam
skripsi ini, yaitu:
“MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA
MELALUI DIFFERENTIATED TEACHING”
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka identifikasi
masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengajarkan matematika pada siswa yang memiliki
kemampuan beragam?
2. Rendahnya prestasi belajar siswa.
3. Potensi belajar siswa yang belum terkembangkan secara maksimal.
4. Keterlibatan siswa dalam aktivitas pembelajaran matematika sangat rendah.
5. Apakah Differentiated teaching dapat meningkatkan aktivitas belajar
matematika siswa? Dan seberapa besar peningkatannya?
Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas
belajar matematika siswa melalui Differentiated teaching.
C. Pembatasan Fokus Penelitian
Karena terlalu luasnya cakupan variabel Differentiated teaching dan aktivitas
belajar matematika, maka penulis membatasi variabel-variabel yang akan diteliti
agar tidak melebarnya permasalahan dan memberi arah yang jelas bagi penulis
dalam menguraikan pembahasan selanjutnya. Adapun batasan-batasan tersebut
adalah:
6C. Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 5.
6
1. Aktivitas belajar matematika adalah kegiatan pembelajaran matematika yang
dilakukan siswa selama dalam proses pembelajaran matematika berlangsung.
2. Differentiated teaching adalah mendiferensiasikan pengajaran dengan cara
memodifikasi proses pembelajaran berdasarkan kesiapan/kemampuan belajar
siswa. Strategi instruksional yang digunakan dalam Differentiated teaching
ini adalah Cooperative learning. Cooperative learning dibatasi hanya pada
konsep-konsep dasar Cooperative learning yaitu siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil sehingga antar anggota kelompok saling
berdiskusi, berargumentasi, dan saling membantu.
D. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah utama yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah apakah
Differentiated teaching dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa
dan seberapa besar peningkatannya, yang diuraikan dalam pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut:
1. Apakah Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative
learning dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa?
2. Apakah Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative
learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa?
E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk menemukan solusi dalam meningkatkan aktivitas belajar matematika
siswa dalam suatu kelas yang memiliki kemampuan beragam.
b. Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa dari berbagai tingkat
kemampuan.
c. Untuk mendapatkan jawaban secara empiris seberapa besar Differentiated
teaching dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.
7
d. Untuk mengembangkan Differentiated teaching dalam pembelajaran
matematika.
2. Manfaat Penelitian
a. Mengetahui implementasi Differentiated teaching dalam pembelajaran
matematika.
b. Membantu siswa dalam meningkatkan aktivitas belajar matematika.
c. Membantu siswa dalam memahami materi pelajaran matematika.
d. Membantu siswa dalam memenuhi kebutuhan belajar dan memaksimalkan
potensi belajarnya.
e. Sebagai alternatif solusi bagi guru dalam meningkatkan aktivitas
pembelajaran matematika siswa yang memiliki kemampuan beragam.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI
TINDAKAN
A. Kajian Teori
1. Pengertian Differentiated teaching
Dalam suatu kelas dimana siswa belajar disadari atau tidak setiap siswa
memiliki karakteristik yang pastinya berbeda dengan siswa lainnya, dan sangatlah
beragam. Dengan demikian latar belakang, minat, gaya belajar, inteligensi, dan
kemampuan siswa dalam menyerap materi pelajaran akan sangat beragam, mulai
dari siswa berkemampuan tinggi, sedang, atau pun rendah. Dengan melihat
kenyataan seperti itu, guru dituntut mendesain pembelajaran yang memperhatikan
keragaman-keragaman siswa, agar pembelajaran yang dihasilkan berhasil
memenuhi kebutuhan potensi belajar siswa. Karena mengajar pada hakikatnya
adalah mengajarkan bagaimana siswa belajar.
Salah satu strategi pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar
seluruh siswa yang memiliki kemampuan beragam adalah Differentiated teaching
atau mendiferensiasikan pengajaran. Istilah lain dari Differentiated teaching
adalah Differentiated instruction atau Differentiated learning yang dicetuskan
oleh Carol Ann Tomlinson.
Carol Ann Tomlinson mengartikan Diferensiasi (Differentiated) adalah
praktik mengadaptasikan pengajaran untuk memenuhi kebutuhan siswa-siswa
tertentu.1 Pada buku lain, Carol Ann Tomlinson juga mengartikan Differentiated
teaching adalah pengajaran atau kurikulum yang telah dimodifikasi untuk
memenuhi kebutuhan siswa-siswa tertentu.2
Tomlinson mengungkapkan:
“Ways to Differentiated instruction: Three element of the curriculum can be differentiated: the content, the
proses, and product.
1Richard I. Arends, Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi ke-7 buku dua,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 110. 2Richard I. Arends, Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi ke-7 buku satu,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 60.
8
9
1. Differentiating the Content The content refers to the knowledge and skill that students are to
learn. 2. Differentiating the Proses
The process is the performance task that enables students to practice and make sense of the content. Differentiating the process provides students with alternative paths to explore the concepts. Students may, for example, creat a graphic organizer to illustrate their comprehension of a particular concept. By modifying the complexity of the graphic organizer for certain students, the teacher can provide multiple levels of cognitive processing for those with varying abilities. 3. Differentiating the Product
The product is the outcome of the lesson-an assessment or project.”3
Penulis mengintisarikan dari pendapatnya Tomlinson tersebut bahwa:
Dalam Differentiated instruction terdapat tiga elemen yang dapat
didiferensiasikan yaitu isi (content), proses, dan produk.
1. Diferensiasi isi (content)
Isi (content) merujuk pada pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari
siswa.
2. Diferensiasi proses
Proses merupakan tugas yang dapat memungkinkan siswa untuk berlatih dan
memahami isi (content) materi. Dalam diferensiasi proses:
• Menyediakan berbagai alternatif cara dalam mengeksplorasi konsep materi.
• Mengilustrasikan konsep materi agar mudah dipahami.
• Memodifikasi kompleksitas pengilustrasian dari berbagai tingkatan kognitif
siswa.
3. Diferensiasi produk
Produk merupakan hasil dari suatu pelajaran, dapat berupa sebuah penilaian
atau proyek.
ASCD (Association of Supervision and Curriculum Development)
mengartikan Differentiated teaching sebagai suatu bentuk pengajaran yang
berusaha memaksimalkan pertumbuhan belajar siswa dengan berusaha mengerti
siswa itu sampai di tingkat mana kemampuan belajarnya, kemudian membantunya
untuk lebih berkembang dan lebih maju. Dalam praktiknya, Differentiated
3Basia Hall, Differentiated Instruction, http://www.pearsonschool.com/live/assets/200916/
MatMon092625HS2011Hall_20703_1.pdf [5 Oktober 2009]
10
teaching membedakan pengalaman-pengalaman belajar siswa sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhannya. Aktivitas belajar dan materi pembelajaran dibuat
bervariasi dalam segi kesukaran untuk menantang siswa pada tingkat kesiapan
yang berbeda.4 Siswa akan belajar dengan enjoy jika siswa diberikan
pengalaman/aktivitas belajar yang menantang dan tidak merasa tertekan.
Menurut Ametembun dalam mendiferensiasikan pengajaran/pembelajaran
menghendaki:
• Mempelajari diferensi-diferensi (perbedaan-perbedaan) perserta didik dalam
pemahaman, gaya-gaya pembelajaran, dan minat-minat.
• Merencanakan pembelajaran yang sesuai guna meningkatkan pembelajaran
yang berbeda-beda.
• Menstruktur tugas-tugas untuk menganekaragamkan kompleksitas.5
Di bagian lain, Ametembun memandang diferensiasi sebagai solusi atas
permasalahan guru-guru yang mengajar siswa-siswa di sebuah kelas yang “mixed-
ability” (kemampuan yang beragam) termasuk yang berbakat dan berabilitas.
Dalam praktik diferensiasi, guru seyogyanya harus memberikan suatu varietas
opsi-opsi pembelajaran. Guru dapat mendiferensiasikan kurikulum melalui
content, proses, dan produk.
Diferensiasi content artinya memberikan siswa-siswa bahan-bahan ajaran yang
berbeda untuk dipelajari. Diferensiasi proses adalah memadatkan kurikulum,
artinya membedah kurikulum ke dalam esensial-esensial, sehingga siswa-siswa
berbakat dapat bergerak lebih cepat ke bahan yang lebih sesuai bakat. Diferensiasi
produk terjadi bila guru memperbolehkan murid-murid mendemonstrasikan
pembelajarannya melalui format-format asesmen yang diferen (berbeda).
Dari pengertian-pengertian Differentiated teaching yang telah diuraikan di
atas, penulis menyimpulkan bahwa Differentiated teaching merupakan model
pembelajaran yang memperhatikan keragaman karakteristik siswa. Dalam
melaksanakan Differentiated teaching content (isi), proses, dan produk
pembelajaran dibuat bervariasi sesuai dengan karakteristik siswa. Siswa yang
4Martha Kaufeldt, Wahai Para Guru, Ubahlah Cara mengajarmu!, (Jakarta: PT. Indeks,
2008), h. 2. 5Ametembun, Memahami Diferensi-Diferensi dan Mendiferensiasikan Pembelajaran
Peserta Didik, (Bandung: SURI, 2006), h. 82 dan h. 95.
11
memiliki kemampuan tinggi (gifted dan talented) diberikan pengalaman/aktivitas
belajar yang menantang sesuai dengan kemampuannya, tujuannya adalah agar
proses pembelajaran tidak membosankannya. Sebaliknya, siswa yang memiliki
kemampuan sedang atau rendah (disabilitas) diberikan pengalaman/aktivitas
belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka, sehingga mereka dapat
belajar tanpa merasa tertekan. Dengan strategi pembelajaran Differentiated
teaching diharapkan siswa dapat belajar sesuai dengan potensinya, sehingga
potensi belajar siswa termaksimalkan dengan baik.
2. Latar belakang Differentiated teaching
Sebelum dilakukannya Differentiated teaching dalam pembelajaran, guru
semestinya memperhatikan latar belakang yang menyebabkan dilakukannya
Differentiated teaching dalam pembelajaran. Diantara latar belakang tersebut
adalah:
a. Kemampuan dan inteligensi siswa
Secara tidak langsung seorang guru mampu memahami perbedaan
kemampuan siswa dalam belajar di kelasnya. Tentunya terdapat siswa dengan
kemampuan belajar tinggi, sedang, atau pun rendah. Namun, secara ilmiah
terdapat instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam belajar. Salah
satu instrumen tersebut adalah dengan tes IQ (Intelligence Quotient). Hasil yang
diperoleh dari tes IQ adalah skor IQ yang menggambarkan perbandingan antara
umur mental terhadap umur kronologis siswa dikalikan 100. Semakin tinggi skor
IQ siswa semakin tinggi pula kemampuan belajarnya.
Selain IQ yang dikonsepkan oleh Woolfolk, Howard Gardner juga
mengidentifikasi adanya delapan inteligensi yang dimiliki oleh setiap individu
manusia, yakni: logical-mathematical, lingusitic, musical, spatial, bodily-
kinesthetic, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Setiap individu memiliki
kekuatan inteligensi yang berbeda dengan individu-individu lainnya. Dengan
memperhatikan keragaman siswa dalam kemampuan belajarnya, semestinya guru
melakukan pembelajaran yang mengakomodasi inteligensi siswa.
12
b. Perbedaan dalam gaya kognitif dan gaya belajar
Hal lain yang perlu diperhatikan guru adalah keragaman gaya kognitif dan
gaya belajar siswa. Gaya kognitif didasarkan pada perbedaan tiap individu dalam
mempersepsi dan memproses informasi. Sebagian siswa bersifat field dependent,
karakteristiknya adalah mempersepsi situasi secara keseluruhan dan bukan
sebagian-sebagian, people-oriented (hubungan sosial lebih penting bagi mereka,
dan dapat bekerja dengan baik dalam kelompok), lebih senang mengerjakan tugas-
tugas jangka panjang dan berbasis masalah. Sebagian siswa yang lain bersifat
field independent, karakteristiknya adalah mereka cenderung melihat bagian-
bagian terpisah dari keseluruhan dan bukan keseluruhan itu sendiri, memiliki
kemampuan analitik yang kuat dan lebih banyak memantau pemrosesan informasi
dari pada hubungan mereka dengan orang lain, senang bekerja sendirian.
Gaya belajar dibedakan atas gaya belajar in-context, artinya siswa
memperoleh keterampilan dan pengetahuan pada titik yang keterampilan dan
pengetahuan itu dibutuhkan dalam situasi kehidupan nyata. Misalnya siswa
belajar mengalikan bilangan bulat, manfaat dalam kehidupan nyatanya adalah
untuk menggandakan jumlah barang. Gaya belajar out-of-context, artinya bahwa
pembelajaran itu tidak ada hubungannya dengan kebutuhan nyata dan
segera/langsung. Misalnya ketika matematika dipecah menjadi algoritma-
algoritma yang diskrit, masing-masing diajarkan secara terpisah sebelum
diterapkan pada masalah-masalah nyata/riil.
c. Preferensi/pilihan belajar
Siswa berbeda dalam hal preferensi lingkungan dan modalitas belajar.
Preferensi lingkungan belajar meliputi suara, cahaya, pola pengaturan tempat
duduk, banyaknya dukungan emosional yang dibutuhkan, dan derajat struktur dan
interaksi sebaya. Siswa juga memiliki preferensi dalam hal modalitas belajar,
sebagian siswa dalam mendapatkan informasi lebih berorientasi visual, sebagian
lain cenderung audio.
d. Keluarbiasaan
Keluarbiasaan merupakan penyebab dominan yang melatarbelakangai
diberlakukannya Differentiated teaching. Keluarbiasaan terdiri dari disabilitas
atau berkebutuhan khusus dalam belajar, gifted (cerdas), dan talented (berbakat).
13
Siswa yang memiliki disabilitas memiliki karakteristik:
(a) Fungsi mental dan kemampuan kognitif yang secara signifikan berada di
bawah rata-rata.
(b) Disfungsi dalam memproses informasi, intelegensi rata-rata, mengalami
masalah dalam belajar membaca, menulis, dan berhitung.
(c) Kesulitan dibidang sosial, dan emosional; mengalami masalah dibidang
sosial.
Sedangkan siswa yang gifted dan talented memiliki karakteristik:
(d) Inteligensi umum di atas rata-rata, dapat menangkap konsep-konsep yang
kompleks abstrak secara mudah.
(e) Memiliki informasi dan keterampilan dalam subjek akademik tertentu yang
jauh lebih tinggi dibanding teman sebayanya.
(f) Memiliki pemikiran yang produktif dan kreatif.
(g) Memiliki kemampuan dalam memimpin.
3. Perbandingan antara pembelajaran di kelas tradisional/konvensional
dengan pembelajaran di kelas Differentiated teaching
Di kelas tradisional/konvensional guru mengajarkan materi pelajaran yang
sama dengan cara yang sama dan untuk semua siswa. Tetapi di kelas
Differentiated teaching guru memulai pembelajaran berdasarkan minat,
kebutuhan, dan kesiapan siswa (di mana posisi siswa). Kemudian guru
menggunakan banyak model mengajar dan penataan instruksional untuk
memastikan bahwa setiap siswa meraih potensinya.
Menurut Carol Ann Tomlinson dalam Richard I. Arends6 terdapat beberapa
perbandingan antara pembelajaran di kelas tradisional/konvensional dengan
pembelajaran di kelas Differentiated teaching. Berikut adalah tabel perbandingan
antara pembelajaran di kelas konvensional/tradisional dengan pembelajaran di
kelas Differentiated teaching.
6Richard I. Arends, Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi ke-7 buku dua, ..., h. 123.
14
Tabel 1 Perbandingan Antara Pembelajaran di Kelas Tradisional/Konvensional
Dengan Pembelajaran di Kelas Differentiated Teaching
No Kelas tradisional Kelas Differentiated teaching 1 Perbedaan siswa ditutupi. Perbedaan siswa dikaji sebagai dasar
untuk merencanakan. 2 Asesmen paling sering
dilaksanakan pada akhir episode pembelajaran.
Asesmen dilakukan terus menerus dan bersifat diagnostik.
3 Pengertian yang sempit tentang inteligensilah yang berlaku.
Fokus pada multiple inteligensi-lah yang tampak menonjol.
4 Ada definisi tunggal tentang keunggulan.
Keunggulan didefinisikan dalam ukuran luas berdasarkan pertumbuhan individu mulai dari sebuah titik awal.
5 Minat siswa jarang diperhatikan. Siswa didorong untuk membuat pilihan-pilihan belajar berbasis minat.
6 Pengajaran seluruh kelas mendominasi.
Digunakan banyak penataan instruksional.
7 Cakupan teks dan kurikulum memandu pengajaran.
Kesiapan, minat, dan profil belajar siswa menentukan bentuk pengajaran.
8 Norma yang berlaku adalah tugas-tugas dengan opsi tunggal.
Tugas-tugas multi-opsi (multitugas) sering digunakan.
9 Waktu relatif tidak fleksibel. Waktu digunakan secara fleksibel sesuai kebutuhan siswa.
10 Disebagian waktu, guru mengarahkan perilaku siswa.
Guru memfasilitasi keterampilan siswa agar dapat menjadi pelajar-pelajar yang otonom/mandiri.
11 Guru mengatasi sebagian besar masalah.
Siswa membantu guru dan siswa-siswa lain dalam mengatasi berbagai masalah.
12 Guru menyediakan standar pemberian nilai yang berlaku untuk seluruh kelas.
Siswa bekerja bersama dengan guru dalam menetapkan tujuan belajar seluruh kelas maupun individual.
13 Yang digunakan adalah sebuah bentuk asesmen tunggal.
Siswa diases/dinilai dengan banyak cara.
4. Melaksanakan Differentiated teaching
Guru profesional sebelum melaksanakan sebuah pengajarannya,
mempertimbangkan: Apa yang akan diajarkannya? Bagaimana cara
mengajarkannya? Siapa yang akan diajarinya? Pertanyan-pertanyaan tersebut
menjadi dasar dalam melaksanakan Differentiated teaching.
Melaksanakan Differentiated teaching guru memulainya dengan
memfokuskan pada hal-hal yang esensial ketika memutuskan apa yang akan
15
diajarkan (memfokuskan pada standar kompetensi dan tujuan pembelajaran),
selanjutnya guru memodifikasi apa yang akan diajarkan, dan menggunakan
berbagai model pembelajaran dan strategi instruksional sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuan para siswa.
Sebelum melaksanakan Differentiated teaching, guru harus memperhatikan
elemen-elemen penting yang terdapat dalam Differentiated teaching. Carol Ann
Tomlinson mengidentifikasi beberapa elemen penting dalam Differentiated
teaching. Elemen-elemen tersebut adalah:
a. Guru memfokuskan pada hal-hal yang esensial
Guru memfokuskan pada pemahaman dan keterampilan-keterampilan pokok,
daripada mencakup banyak materi tetapi hanya sekilas dan sambil lalu. Hal ini
bahwa pembelajaran harus sesuai dengan standar kompetensi dan tujuan
pembelajaran yang ditetapkan.
b. Guru memperhatikan perbedaan-perbedaan siswa
Siswa datang ke sekolah dengan kesiapan, minat, kebutuhan yang beragam. Guru
senantiasa menyadari keberagaman tersebut dan membantu setiap siswa untuk
belajar sesuai potensinya.
c. Guru melihat asesmen dan pengajaran sebagai hal yang tak dapat
dipisahkan, siswa dianalisis dengan banyak cara
Agar diferensiasi efektif, asesmen harus menjadi bagian integral dalam
pembelajaran. Asesmen memberikan informasi dari hari ke hari tentang apa yang
sudah dipelajari oleh siswa, dan kapan beralih ke materi dan ketarampilan baru.
d. Guru berusaha menemukan cara bagi seluruh siswa untuk berpartisipasi
dalam pekerjaan yang terhormat
Agar siswa dapat memenuhi tujuan-tujuan pembelajaran yang esensial, guru harus
mendiferensiasikan tugas dan pekerjaan siswa sesuai dengan kebutuhan dan
kesiapan siswa. Tujuannya adalah agar siswa merasa tertantang dalam
mengerjakan pekerjaannya.
e. Guru dan siswa berkolaborasi dalam pembelajaran
Differentiated teaching merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Oleh
karena itu, siswa harus dilibatkan secara maksimal dalam proses pembelajaran.
16
f. Guru menyeimbangkan antara norma-norma kelompok dan individual
g. Guru dan siswa bekerja bersama-sama secara fleksibel
h. Guru memodifikasi isi, proses, dan produk
Guru dapat memodifikasi isi, proses, dan produk berdasarkan kesiapan siswa
untuk belajar, minat, dan profil belajar siswa.
Isi (content) terdiri atas kemampuan dan keterampilan-keterampilan esensial yang
dinginkan oleh guru untuk dipelajari siswa.
Proses mendeskripsikan strategi dan kegiatan yang digunakan untuk menuntaskan
pembelajaran.
Produk merupakan asesmen atau artefak yang dihasilkan siswa untuk
mendemonstrasikan hasil pembelajarannya.
Kesiapan siswa untuk belajar terdiri atas tingkat pemahaman tentang content
materi dan kesiapan siswa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran. Minat
(interest) timbul dari rasa ingin tahu pada topik materi yang akan dipelajari. Profil
belajar mengacu pada multiple intelligences, maupun gaya belajar siswa.
Guru dapat memodifikasi pengajarannya pada salah satu atau lebih dari satu
elemen kurikulum (isi, proses, dan produk) atau karaktersitik siswa (kesiapan,
minat, dan profil belajar siswa).7
5. Strategi-strategi instruksional dalam melaksanakan Differentiated
teaching
Terdapat berbagai strategi-strategi instruksional dalam melaksanakan
Differentiated teaching, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Differentiated teaching yang didasarkan atas multiple-intelligences
Penerapan teori multiple-inteligences menjadi dasar dalam Differentiated
teaching. Hal ini dapat membantu dalam mengembangkan kemampuan siswa.
Juga membantu guru dalam mempersonalisasikan pendidikan dengan mengenali
berbagai macam perbedaan siswa. Menurut Richard I. Arends terdapat strategi
instruksional dalam pembelajaran Differentiated teaching atas dasar multiple-
7Richard I. Arends, Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi ke-7 buku dua, ...,
h. 124.
17
intelligences.8 Berikut adalah tabel strategi instruksional dalam pembelajaran
Differentiated teaching atas dasar multiple-intelligences.
Tabel 2 Strategi Instruksional Dalam Pembelajaran Differentiated Teaching
Atas Dasar Multiple-Intelligences
Intelligensi Strategi instruksional Logis-matematis • Memainkan permainan logika.
• Memilih situasi-situasi yang menginspirasi siswa untuk memikirkan tentang dan mengkonstruksikan pemahaman tentang angka-angka.
• Membawa siswa ke laboratorium komputer, museum sains, dan pameran elektronik.
• Mengerjakan kegiatan-kegiatan matematika bersama siswa.
Linguistik • Membacakan untuk siswa dan meminta siswa membacakan untuk anda.
• Mendiskusikan pengarang-pengarang buku dengan anak-anak.
• Mengajak siswa ke perpustakaan dan toko buku. • Meminta siswa untuk membuat catatan harian.
Musikal • Menyediakan tape recorder bagi siswa. • Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memainkan
alat musik. • Menciptakan peluang kepada siswa untuk menggubah
musik. • Mengajak siswa ke konser musik.
Spasial • Memiliki bahan-bahan kreatif untuk digunakan siswa. • Memerintahkan siswa untuk melacak maze dan membuat
grafik. • Mengajak siswa ke museum seni. • Memerintahkan siswa untuk memvisualisasikan tempat
mereka berada, menggambar peta berdasarkan pengalamannya.
Bodily-kinesthetic
• Memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan kegaitan fisik.
• Memberikan area tempat siswa dapat bermain. • Mengajak siswa ke even olahraga atau pertunjukkan balet. • Mendorong siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan
menari. Interpersonal • Mendorong siswa untuk bekerja berkelompok.
• Membantu siswa mengembangkan keterampilan komunikasi.
8Richard I. Arends, Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi ke-7 buku dua, ...,
h. 126.
18
• Menyediakan permainan-permainan kelompok untuk dimainkan siswa.
Intrapersonal • Mendorong siswa untuk memiliki hobi dan minat. • Mendorong siswa untuk menggunakan imajinasinya. • Menyimak perasaan siswa dan memberikan umpan balik
sensitif kepada siswa. • Memerintahkan siswa untuk membuat catatan hadiah dan
buku tempel untuk menyimpan berbagai ide dan pengalaman.
Naturalis • Mengajak siswa ke museum sains. • Membangun pusat belajar alam di kelas. • Melibatkan siswa dalam kegiatan alam outdoor. • Memerintahkan siswa untuk membuat koleksi flora dan
fauna.
b. Diferensiasi kurikulum
Differentiated teaching dapat berjalan efektif jika materi kurikulumnya
didiferensiasikan. Maksudnya, siswa dengan tingkat kemampuan, minat, dan
kesiapan belajar yang berbeda materi pelajarannyapun harus dimodifikasi sesuai
dengan kebutuhan mereka. Hal ini dapat berarti memadatkan materi kurikulum
bagi sebagian siswa dan memperluas materi kurikulum bagi sebagian siswa
lainnya.
c. Memadatkan kurikulum dan pengajaran
Guru dapat memadatkan kurikulum bagi siswa yang mempunyai tingkat
pemahaman yang baik tentang pengetahuan dan kemampuan terkait dengan
pelajaran tersebut. Hal ini berarti mereview isi pelajaran tersebut dengan cepat
kemudian memberikan kesempatan kepada sebagian siswa untuk melanjutkan ke
ide, konsep, dan kemampuan yang lebih tinggi dan lebih komplek lagi.
d. Tiered activities
Dalam melaksanakan Differentiated teaching, guru dapat menggunakan
Tiered activities (kegiatan yang dibuat bertingkat-tingkat), tujuannya agar seluruh
siswa dapat memfokuskan pada pemahaman dan kemampuan yang sama tetapi
dengan tingkat abstraksi dan kompleksitas yang berbeda-beda.
Dalam Tiered activities penting bagi guru untuk menaikkan tantangan bagi siswa
yang memiliki pengetahuan atau kemampuan khusus di bidang-bidang tertentu.
19
e. Problem-Based learning
Problem-Based learning menjadikan siswa berperan aktif dalam
menginvestigasi masalah yang membingungkan mereka, serta masalah-masalah
yang tidak jelas penyelesaiannya. Dengan menerapkan Problem-Based learning
dalam pembelajaran siswa dapat menyelidiki permasalahan tersebut dan
menentukan solusinya dengan banyak cara. Problem-Based learning
memungkinkan siswa kratif dalam memecahkan masalah dengan kemampuan dan
bakatnya masing-masing, mengidentifikasi berbagai masalah, maupun merancang
proyek yang dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
f. Cooperative learning
Cooperative learning merupakan salah satu strategi penting dalam
Differentiated teaching. Dalam Cooperative learning siswa dikelompokkan secara
heterogen kemudian guru menyediakan tugas-tugas terdiferensi di berbagai
kelompok. Kelompok yang tersusun dari berbagai tingkat kemampuan,
memungkinkan siswa saling bekerja sama, menggunakan kemampuan belajar
siswa yang bervariasi, dan saling memberikan kontribusi kepada kelompok lain
secara keseluruhan sesuai dengan tingkat kemampuannya masing-masing.
“Cooperative learning sangat diperlukan dalam kelas heterogen dengan berbagai
tingkat kemampuan.”9
Pembelajaran Cooperative learning menuntut siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil, sehingga antar anggota kelompok saling berdiskusi,
berargumentasi, dan saling membantu. Tujuannya adalah untuk mengasah
kemampuan yang telah dikuasai siswa dan meminimalisir kesenjangan
kemampuan diantara anggota kelompoknya.
6. Mengimplementasikan lingkungan belajar yang kondusif untuk
Differentiated teaching
Salah satu praktik untuk mendiferensiasikan pengajaran adalah penggunaan
flexible grouping (pengelompokkan fleksibel). Flexible grouping adalah praktik
menempatkan siswa di kelompok-kelompok yang lebih kecil untuk subjek-subjek
9Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media,
2008), h. 5.
20
tertentu tetapi tetap berada dalam kelas yang sama. Flexible grouping disusun
dari berbagai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, maupun rendah.
Di kelas Differentiated teaching guru menggunakan beragam strategi
instruksional dalam pembelajaran, menyesuaikan manajemen kelas, serta menilai
dan mengevaluasi pekerjaan siswa.
a. Manajemen kelas
Di kelas yang terdiferensiasi penting bagi guru dalam mengelola kelas,
tujuannya adalah untuk menjaga agar pembelajaran berlangsung efektif, dan untuk
menangani kegiatan yang tidak diharapkan selama pembelajaran dengan cepat dan
tepat.
Berikut ini diuraikan pengelolaan/manajemen kelas yang terdiferensiasi:
1. Mengelola lingkungan multitugas
Di kelas yang terdiferensiasi, tugas belajar multitugas akan berjalan secara
simultan. Beberapa kelompok siswa mungkin mengerjakannya di kelas, sementara
kelompok lain di perpustakaan, atau menggunakan internet. Siswa mungkin
bekerja sendiri, berpasangan, atau dalam kelompok kecil dengan tugas-tugas
belajar yang disesuaikan dengan minat, kemampuan, dan kebutuhan mereka.
Agar lingkungan multitugas bekerja, siswa harus diajari cara bekerja secara
mandiri dan bekerja bersama orang lain. Siswa harus paham bahwa mereka perlu
bertanggung jawab atas pembelajaran sendiri tanpa pengawasan dari guru, dan
guru selalu mengharapkan hasil kerja yang berkualitas dari mereka.
2. Menyesuaikan tingkat penyelesaian yang berbeda
Siswa yang mengerjakan berbagai kegiatan pembelajaran kemungkinan
besar akan selesai pada waktu yang berbeda. Sebagian siswa mungkin selesai
lebih awal, yang lain mungkin tertinggal dari teman-temannya. Aturan khusus
perlu dilakukan dalam menghadapi siswa yang selesai lebih awal dan memiliki
kelebihan waktu. Hal ini termasuk kegiatan-kegiatan seperti menyediakan bahan-
bahan belajar khusus, permainan edukatif yang dapat mereka kerjakan sendiri,
mengerjakan tugas/proyek yang lain, atau membantu teman-temannya yang
memiliki kesulitan.
Siswa yang selesai lebih lambat, guru dapat menyediakan waktu lebih
banyak, hal ini berakibat semakin banyaknya waktu bagi yang telah selesai lebih
21
awal. Sebagai alternatifnya, guru memberikan waktu tambahan saat pulang
sekolah atau diakhir pekan.
Kunci dari semua ini adalah bagaimana merancang tugas dan kegiatan belajar
yang dapat memberikan tantangan dengan tingkat yang sesuai masing-masing
siswa.
3. Memantau pekerjaan siswa dan mengelola sumber daya
Berbeda dengan metode pembelajaran lain yang semua siswanya
mengerjakan tugas yang sama diwaktu yang sama, di kelas Differentiated
teaching menghasilkan banyak tugas, banyak produk, dan seringkali waktu
penyelesaiannya beragam. Akibatnya, teknik-teknik yang efektif dibutuhkan
untuk memantau dan mengelola pekerjaan siswa. Tiga tugas manajerial penting
agar akuntabilitas siswa dapat terjaga dan guru dapat mempertahankan momentum
di semua proses pengajaran adalah: (1) persyaratan tugas untuk semua siswa harus
diterangkan dengan jelas, (2) pekerjaan siswa harus dipantau dan umpan balik
diberikan atas kemajuan pekerjaan, dan (3) catatan yang seksama harus dibuat.
Guru dapat mengelola ketiga tugas ini melalui penggunaan student project form,
task cards, dan filling system khusus yang dibuat oleh siswa sendiri.
b. Menilai dan mengevaluasi pekerjaan siswa
Penilaian dirancang untuk memberikan informasi diagnostik, hal ini penting
bagi guru dalam mengetahui kesiapan siswa dan informasi tentang cara
memodifikasi isi dan cara memilih model dan strategi instruksional tertentu.
Berbagai bentuk penilaian digunakan untuk memastikan bahwa seluruh aspek
belajar siswa dinilai. Dalam kelas Differentiated teaching, siswa diberi pekerjaan
dan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya,
dalam situasi ini guru tertarik dengan pertumbuhan siswa-siswa tertentu dan
bukan perbandingan-perbandingan normatif.
Berdasarkan teori-teori dan pembatasan masalah Differentiated teaching
maka peneliti menentukan langkah-langkah operasional dalam melaksanakan
penelitian ini, yakni:
a. Strategi instruksional yang digunakan dalam model pembelajaran
Differentiated teaching adalah Cooperative Learning yang dibatasi hanya
pada konsep-konsep dasar Cooperative Learning yaitu siswa bekerja dalam
22
kelompok-kelompok kecil sehingga antar anggota kelompok saling
berdiskusi, berargumentasi, dan saling membantu. Berdasarkan tinjauan ini
maka kegiatan operasional ini adalah peneliti mengelompokkan subjek
penelitian ke dalam beberapa kelompok heterogen.
b. Penelitian ini membatasi Differentiated teaching hanya pada diferensiasi
proses, yakni tugas yang dapat memungkinkan siswa untuk berlatih dalam
memahami isi (content) materi. Kegiatan operasional diferensiasi proses
adalah penyediaan berbagai alternatif cara dalam mengeksplorasi konsep
materi, pengilustrasian konsep materi agar mudah dipahami, modifikasi
kompleksitas pengilustrasian dari berbagai tingkatan kemampuan kognitif
siswa.
c. Kegiatan dan tugas-tugas pembelajaran dibuat bervariasi dalam segi tingkat
kesukaran untuk menantang siswa pada tingkatan kesiapan yang berbeda.
Bentuk operasional kegiatan ini adalah peneliti menyediakan lembar
tantangan untuk menantang siswa memecahkannya, dan hal-hal minimal
yang harus dikuasi siswa.
7. Aktivitas belajar
Ahamad Rohani mengungkapkan bahwa belajar yang berhasil mesti melalui
berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik
adalah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain
maupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat hanya pasif.
Peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya
bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran.10
Aktivitas belajar yang dimaksudkan dalam bahasan ini adalah segala kegiatan
siswa selama berada di dalam kelas dalam proses pembelajaran.
Diedrich menyimpulkan aktivitas peserta didik dalam pembelajaran adalah
sebagai berikut:
1. Visual activities, meliputi aktivitas: membaca, memperhatikan: gambar,
demonstrasi, percobaan.
10Ahamad Rohani HM, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 6.
23
2. Oral activities, meliputi aktivitas: menyatakan, merumuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interview, diskusi,
interupsi.
3. Listening activities, meliputi aktivitas: mendengarkan: uraian, percakapan,
diskusi, musik, pidato.
4. Writing activities, meliputi aktivitas: menulis: cerita, karangan, laporan, tes
angket, menyalin.
5. Drawing activities, meliputi aktivitas: menggambar, membuat grafik, peta,
diagram, pola.
6. Motor activities, meliputi aktivitas: melakukan percobaan, membuat
konstruksi, model, mereparasi, bermain.
7. Mental activities, meliputi aktivitas: menganggap, mengingat, memecahkan
masalah, menganalisis, mengambil keputusan.
8. Emotional activities, meliputi aktivitas: menaruh minat, merasa bosan,
gembira, berani, tenang, gugup.11
Belajar adalah suatu proses dimana siswa harus aktif dalam pembelajaran,
dengan demikian peran guru hanyalah sebagai fasilitator, merangsang keaktifan
siswa dalam belajar dengan cara menyajikan bahan pelajaran, sedangkan yang
mengolah dan mencerna adalah siswa itu sendiri sesuai dengan minat,
kemampuan, bakat, dan latar belakang masing-masing siswa.
Dalam membangkitkan keaktifan siswa dalam belajar, guru perlu:
1. Mengajukan pertanyaan dan membimbing diskusi siswa.
2. Memberikan tugas-tugas untuk memecahkan masalah-masalah,
menganalisis, mengambil keputusan.
3. Menyelenggarakan berbagai percobaan dalam menyimpulkan keterangan,
memberikan pendapat.
Indikator tercapainya aktivitas belajar siswa selama pembelajaran adalah:
1. Pada kegiatan awal pembelajaran, indikatornya adalah meningkatnya
respons siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan apersepsi yang
diajukan guru pada siswa diawal pembelajaran, terpusatnya perhatian siswa
11Ahamad Rohani HM, Pengelolaan Pengajaran,..., h. 9.
24
kepada pelajaran, siswa mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan
pembelajaran.
2. Pada kegiatan inti pembelajaran, indikatornya adalah meningkatnya
aktivitas siswa dalam menjawab, merespons, menanggapi pertanyaan-
pertanyaan guru, aktif mengerjakan tugas/latihan yang diberikan guru baik
dalam bentuk inquiry, problem solving, dan mengulang membaca pelajaran,
konsentrasi dan penuh perhatian dalam mengikuti penyampaian materi
pelajaran, rajin mencatat pelajaran yang diberikan guru.
3. Pada kegiatan akhir pembelajaran, indikatornya adalah siswa secara aktif
membuat rumusan/kesimpulan pelajaran bersama-sama dengan guru, dan
mencatatnya dengan bahasa sendiri.
Nurdin membedakan aktivitas belajar siswa berdasarkan atas
kemampuannya, yaitu siswa dengan kemampuan tinggi dan kemampuan rendah.
Indikator aktivitas belajar siswa dengan kemampuan tinggi ditandai dengan:
(1) Aktif dalam mencari bahan/materi pelajaran dari sumber lain yang relevan.
(2) Berkembangnya cara belajar self learning ke arah diskusi dan tanya jawab dan
pembahasan soal latihan/tugas. (3) Bebas dan tidak terikatnya siswa dalam
memilih cara belajar yang mereka sukai, misalnya siswa belajar sambil lesehan di
karpet. Sedangkan pada kelompok rendah, aktivitas belajar ditandai dengan
munculnya rasa senang dan gembira dalam belajar. Indikatornya adalah: (1)
Meningkatnya frekuensi keterlibatan siswa dalam merespons tanya jawab yang
dikembangkan guru karena sudah memiliki rasa percaya diri. (2) Keseriusan dan
kesungguhan dalam mengerjakan latihan/tugas yang diberikan. (3) Tidak
canggung lagi untuk ikut bergabung dengan kelompok siswa dengan kemampuan
tinggi dalam proses tanya jawab dan diskusi yang dikembangkan guru dalam
pembelajaran.12
Berdasarkan teori aktivitas belajar penulis menyimpulkan indikator aktivitas
belajar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah visual activities, oral
activities, listening activities, writing activities, drawing activities, mental
activities, dan emotional activities.
12Syafruddin Nurdin, Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), h. 182–186.
25
B. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Menurut penelitian Johnsen dengan judul “Adapting instruction with
heterogenous groups. Gifted Child today” tahun 2003 menyimpulkan
bahwa penggunaan teknik differentiated dalam pembelajaran dapat
merangsang minat siswa.13
2. Menurut penelitian McAdamis dengan judul “Teachers tailor their
instruction to meet a variety of student needs” tahun 2001 menyimpulkan
bahwa dengan differentiated instruction siswa lebih termotivasi dan lebih
antusias dalam belajar.14
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis
tindakan dalam penelitian ini adalah:
1. Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative learning
dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.
2. Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative learning
dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
13Pearl Subban, A Research Basis Supporting Differentiated Instruction,
http://www.aare.edu.au/06pap/sub06080.pdf [13 Oktober 2009]. 14Pearl Subban, A Research Basis Supporting Differentiated Instruction,
http://www.aare.edu.au/06pap/sub06080.pdf [13 Oktober 2009].
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bulan Oktober sampai dengan Desember 2009 di
Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta yang beralamat di Komplek dosen
UIN Jakarta Jl. Ibnu Taimia IV Ciputat Tangerang kelas XA tahun pelajaran
2009/2010.
B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar
berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah
kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan
dari guru yang dilakukan oleh siswa.1 PTK harus tertuju atau mengenai hal-hal
yang terjadi di dalam kelas. Istilah kelas dalam PTK mengandung makna
sekelompok peserta didik yang sedang belajar. Tujuan PTK adalah untuk
meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran, mengatasi masalah
pembelajaran, meningkatkan profesionalisme, dan menumbuhkan budaya
akademik.2
Prosedur pelaksanaan PTK terdiri dari rangkaian beberapa siklus yang
berulang. “Siklus adalah satu putaran kegiatan yang beruntun yang kembali ke
langkah semula.”3 Setiap siklus terdiri dari empat tahap kegiatan yaitu
perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan/observasi
(observation), dan refleksi (reflection). Setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan
perubahan yang ingin dicapai berdasarkan indikator keberhasilan kerja. Keempat
tahapan dari suatu siklus dalam sebuah PTK digambarkan dalam sebuah gambar
berikut:
1Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research – CAR),
dalam Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 3. 2Suhardjono, Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Kegiatan Pengembangan Profesi Guru,
dalam Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 61. 3Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, ..., h. 20.
26
27
Perencanaan
SIKLUS I Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS II Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
Siklus selanjutnya
Gambar 1: Siklus Dalam PTK
(Sumber: Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 16)
Pelaksanaan PTK dimulai dengan siklus I yang terdiri dari empat tahap
kegiatan. Berikut deskripsi dari empat tahap kegiatan tersebut:
a. Perencanaan (planning)
Setelah mengamati kondisi real pembelajaran yang terjadi di kelas, kemudian
peneliti mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang terjadi. Selanjutnya
peneliti merencanakan tindakan apa yang akan dikenakan terhadap subjek
penelitian. Pada tahap perencanaan, meliputi kegiatan:
1. Mengembangkan perangkat pembelajaran, merancang skenario pembelajaran,
merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
2. Merancang instrumen penelitian.
b. Pelaksanaan tindakan (action)
Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan penelitian
sesuai dengan skenario yang telah direncanakan dalam RPP.
28
c. Pengamatan/observasi (observation)
Pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pada tahap
ini peneliti bekerja sama dengan guru kolaborator. Guru kolaborator melakukan
pengamatan dan mendokumentasikan semua proses yang terjadi dalam tindakan
pembelajaran, baik kelemahan metode pembelajarannya, ketidaksesuaian antara
tindakan dengan skenario pembelajaran, maupun respon subjek penelitian yang
berbeda dengan yang diharapkan. Selain itu guru kolaborator memberikan
penilaian terhadap instrumen penelitian (aktivitas belajar matematika).
d. Refleksi (reflection)
Peneliti beserta guru kolaborator mengevaluasi tindakan penelitian yang telah
dilakukan, baik itu kelemahan metode pembelajaran, ketidaksesuaian antara
tindakan dengan skenario pembelajaran, maupun respon subjek penelitian yang
berbeda dengan yang diharapkan. Hasil yang diperoleh dalam siklus ini
dibandingkan dengan indikator keberhasilan kinerja, apakah sudah mencapai
keberhasilan kinerja yang diharapkan atau belum, jika belum hasil evaluasi ini
menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan hal apa saja yang perlu
diperbaiki dalam tindakan siklus selanjutnya.
C. Indikator keberhasilan kinerja
Terdapat dua indikator keberhasilan kinerja dalam penelitian tindakan ini,
yaitu: (1) Persentase aktivitas belajar matematika siswa selama satu siklus
mencapai 75%, yang diperoleh dari rata-rata skor aktivitas dalam instrumen
aktivitas belajar matematika siswa. Peneliti mengembangkan kategori-kategori
aktivitas belajar matematika siswa sebagai ukuran dalam menggambarkan
bagaimana aktivitas belajar matematika siswa yang dicapai. Kategori-kategori
tersebut tercantum dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3 Kategori Aktivitas Belajar Siswa
Kategori Deskripsi Kurang aktif Persentase aktivitas belajar siswa mencapai ≤ 60%. Cukup aktif Persentase aktivitas belajar siswa mencapai 60% – 74%. Aktif Persentase aktivitas belajar siswa mencapai 75% – 99%. Sangat aktif Persentase aktivitas belajar siswa mencapai 100%.
29
Indikator keberhasilan kinerja aktivitas belajar matematika siswa yang ditetapkan
yakni sebesar 75%. Hal ini jika dibandingkan dengan tabel kategori aktivitas
belajar maka berada pada rentang batas bawah kategori aktif.
Panduan penyelenggaraan pembelajaran tuntas (Mastery Learning) Depdiknas
menyatakan bahwa skor batas pencapaian ketuntasan belajar (Mastery Learning)
adalah 75%.4
(2) Hasil belajar matematika siswa berupa nilai tes formatif akhir siklus
menunjukkan 60% siswa mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan oleh MA Pembangunan UIN Jakarta
yakni 6,5.
Jika kedua indikator kinerja tersebut terpenuhi maka penelitian tindakan ini
berhasil dan tindakan penelitian dihentikan. Sebaliknya, jika salah satu atau kedua
indikator keberhasilan kinerja belum terpenuhi, maka tindakan penelitian ini harus
dilanjutkan ke siklus berikutnya, dan disertai dengan adanya perbaikan-perbaikan
yang menjadi kekurangan dari siklus sebelumnya.
D. Subjek/Partisipan yang terlibat dalam Penelitian
Partisipan dalam penelitian tindakan ini adalah siswa-siswi kelas XA
Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta tahun pelajaran 2009/2010, dengan
jumlah siswa putra 20 orang dan putri 15 orang sebagai subjek penelitian, dua
orang guru kolaborator, dan peneliti.
E. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian
Peran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai pelaksana tindakan
penelitian dan pewawancara terhadap subjek penelitian. Peneliti bekerja sama
dengan dua orang guru kolaborator, guru kolaborator pertama bertugas: (a)
Mengamati aktivitas belajar matematika siswa dan menulisnya dalam instrumen
catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa, serta memberikan skor pada
instrumen aktivitas belajar matematika siswa. (b) Mengamati pelaksanaan
tindakan penelitian dan menuangkannya dalam lembar catatan evaluasi tindakan
4Akhmad Sudrajat, Pembelajaran Tuntas (Mastery learning) dalam KTSP, http://akhmad
sudrajat.wordpress.com/2009/11/02/pembelajaran-tuntas-mastery-learning-dalam-ktsp/ [13 Oktober 2009].
30
penelitian. (c) Bersama peneliti mengevaluasi tindakan penelitian yang telah
dilakukan pada suatu siklus tertentu dalam tahap refleksi.
Sedangkan guru kolaborator kedua bertugas mendokumentasikan aktivitas
pembelajaran dalam bentuk foto-foto selama penelitian berlangsung.
F. Tahapan Intervensi Tindakan
Penelitian ini diawali dengan mengamati kondisi real pembelajaran yang
terjadi di kelas, mencari akar masalahnya, kemudian peneliti mengidentifikasi dan
merumuskan masalah yang terjadi. Setelah itu, peneliti merencanakan tindakan
apa yang akan dikenakan terhadap subjek penelitian tindakan. Hasil perencanaan
ini akan dilaksanakan dalam tahap pelaksanaan tindakan pada siklus I. Setelah
semua rangkaian tahapan siklus I dilalui, hasilnya dianalisis dan dibandingkan
dengan indikator keberhasilan kinerja. Jika hasil siklus I sudah memenuhi
indikator kinerja, maka untuk lebih meyakinkan lagi peneliti akan mengulangi
pelaksanaan tindakan siklus I dalam siklus II. Sebaliknya, jika hasil siklus I belum
memenuhi indikator kinerja, maka penelitian tindakan dilanjutkan dengan
siklus II. Jika hasil siklus II sudah memenuhi indikator kinerja, maka penelitian
tindakan ini dihentikan. Sebaliknya, jika hasil siklus II belum memenuhi indikator
kinerja, maka penelitian tindakan dilanjutkan dengan siklus III dan seterusnya
hingga memenuhi indikator keberhasilan kinerja.
G. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan
Hasil intervensi tindakan yang diharapkan dari penelitian ini adalah
meningkatnya aktivitas belajar matematika siswa dan hasil belajar matematika
siswa sesuai dengan indikator keberhasilan kinerja.
H. Data dan Sumber Data
Data yang dihasilkan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Data kuantitatif, data ini berbentuk:
a. Nilai tes formatif akhir siklus.
b. Persentase aktivitas belajar matematika siswa pada siklus tertentu.
2. Data kualitatif, data ini berbentuk:
a. Catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa.
31
b. Catatan evaluasi tindakan penelitian.
c. Catatan tindakan penelitian.
d. Hasil wawancara terhadap subjek penelitian.
e. Foto-foto dokumentasi aktivitas belajar matematika siswa yang diambil saat
pelaksanaan tindakan berlangsung.
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari seluruh siswa kelas XA
Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta tahun pelajaran 2009/2010 sebagai
subjek penelitian, guru kolaborator, dan peneliti.
I. Instrumen-instrumen Penelitian
Instrumen-instrumen dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Instrumen tes
Instrumen tes berbentuk tes formatif akhir siklus. Tes ini dilaksanakan pada setiap
akhir siklus. Tes formatif akhir siklus ini bertujuan untuk memperoleh data
pencapaian hasil belajar subjek penelitian pada siklus tersebut.
2. Instrumen non tes
Instrumen non tes terdiri dari:
a. Instrumen aktivitas belajar matematika siswa untuk mengukur aktivitas
belajar matematika siswa saat tindakan dikenakan terhadap subjek penelitian
tindakan.
Berikut adalah tabel kisi-kisi penskoran instrumen aktivitas belajar
matematika siswa dan kisi-kisi instrumen aktivitas belajar matematika siswa:
Tabel 4 Kisi-kisi Penskoran Instrumen Aktivitas Belajar Matematika Siswa
Alternatif pengamatan Skor
Tidak pernah 1 Kadang-kadang 2 Sering 3
32
Tabel 5 Kisi-kisi Instrumen Aktivitas Belajar Matematika Siswa
No Indikator aktivitas
belajar Butir-butir pernyataan Nomor
butir 1 Visual activities • Memperhatikan penjelasan teman/guru 1
• Menanyakan materi yang belum dipahami kepada teman/guru
3
• Menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan teman/guru
2
• Terlibat melakukan diskusi kelompok 4
2 Oral activities
• Merespon/ Menjawab pertanyaan teman/guru
5
• Mengerjakan tugas pembelajaran 8 3 Writing activities • Menyalin/mencatat materi
pembelajaran 6
4 Drawing activities • Menggambar grafik 7 • Menganalisis permasalahan/persoalan 9 5 Mental activities • Memecahkan/menjawab
permasalahan/persoalan 10
b. Instrumen catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa, berupa data
objektif yang tidak tercantum dalam lembar instrumen aktivitas belajar
matematika siswa.
c. Catatan evaluasi tindakan penelitian, bertujuan untuk mengevaluasi apakah
pelaksanaan tindakan penelitian telah sesuai dengan skenario pembelajaran
yang telah direncanakan, dan hal-hal lain yang terjadi selama pelaksanaan
tindakan penelitian berlangsung. Sehingga dapat memperbaiki tindakan
selanjutnya.
d. Pedoman wawancara, wawancara dilakukan terhadap subjek penelitian.
Tujuannya adalah untuk mengetahui aktivitas belajar matematika siswa pada
indikator listening activities dan emotional activities serta hal-hal lain
menyangkut Differentiated teaching.
Berikut adalah tabel kisi-kisi instrumen pedoman wawancara:
33
Tabel 6 Kisi-kisi Instrumen Pedoman Wawancara
Indikator aktivitas belajar
Butir-butir pertanyaan Nomor butir
Listening activities Apakah anda mendengarkan penjelasan yang disampaikan teman/guru?
1
Emotional activities Apakah anda antusias dalam mengikuti pembelajaran?
2
Differentited teaching Apakah anda merasa terbebani dengan kemampuan minimal yang harus dikuasai?
3
Apakah dengan adanya lembar tantangan membuat anda merasa lebih bersemangat dalam belajar?
4
Apakah anda merasa terbantu dengan teman anda ketika mengalami kesulitan?
5
Apakah anda selalu membantu teman yang mengalami kesulitan?
6
Apakah hand out yang disediakan oleh guru membantu memudahkan anda dalam belajar?
7
J. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian tindakan ini data-data yang dikumpulkan berupa informasi
tentang:
1. Data aktivitas belajar matematika siswa
Data aktivitas belajar matematika siswa diperoleh dari instrumen aktivitas belajar
matematika siswa, instrumen catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa
yang diisi oleh guru kolaborator, catatan tindakan penelitian yang diisi oleh
peneliti, hasil wawancara terhadap subjek penelitian, serta foto-foto aktivitas
pembelajaran saat tindakan berlangsung.
2. Data hasil belajar matematika siswa
Data hasil belajar matematika siswa diperoleh dari tes formatif akhir siklus.
K. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trusworthiness) Studi
Instrumen yang akan mengukur hasil belajar siswa adalah tes formatif akhir
siklus, untuk memvalidasi validitas instrumen tes formatif akhir siklus digunakan
face validity (validitas muka).
34
Instrumen yang akan mengukur aktivitas belajar matematika siswa adalah
instrumen aktivitas belajar matematika siswa, instrumen catatan observasi
aktivitas belajar matematika siswa dan pedoman wawancara terhadap subjek
penelitian. Teknik pemeriksaan kepercayaan yang digunakan terhadap data
aktivitas belajar matematika siswa ini adalah dengan menggunakan metode
triangulasi. Triangulasi merupakan proses memastikan sesuatu (getting a fix) dari
berbagai sudut pandang. Triangulasi berfungsi untuk meningkatkan ketajaman
hasil pengamatan melalui berbagai cara dalam pengumpulan data. Metode
triangulasi terhadap data aktivitas belajar matematika siswa diperoleh dari data
yang dihasilkan dari instrumen aktivitas belajar matematika siswa, instrumen
catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa, dan hasil wawancara
terhadap subjek penelitian. Sehingga hasil dari ketiga data tersebut semuanya
mengarah dan memperkuat data aktivitas belajar matematika siswa.
L. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis
Setelah data-data penelitian yang dihasilkan terkumpul, peneliti memeriksa
kembali kelengkapan dan keabsahan data-data tersebut. Tahap selanjutnya adalah
menganalisis data-data tersebut.
1. Data kuantitatif
Data kuantitatif berupa data skor aktivitas belajar matematika siswa dan nilai tes
formatif akhir siklus. Data-data tersebut penulis sajikan ke dalam bentuk tabel,
diagram batang (grafik), serta mengelompokkannya ke dalam tabel distribusi
frekuensi dengan menggunakan aturan sturgess. Kemudian data dianalisis dengan
menggunakan analisis statistik deskriptif berupa nilai persentase, rata-rata (ukuran
pemusatan data), nilai tertinggi, nilai terendah, dan standar deviasi (ukuran
penyebaran data). Statistik deskriptif merupakan statistik yang berkenaan dengan
pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, dan penyajian sebagian atau seluruh
data (pengamatan) tanpa pengambilan keputusan.5
5Kadir, Statistika Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Dilengkapi dengan Output Program
SPSS, (Jakarta: Rosemata Sempurna, 2010), h. 4.
35
Rumus persentase yang digunakan adalah6:
Keterangan:
p = Angka persentase.
f = Frekuensi yang akan dicari persentasenya.
N = Number of Cases (Jumlah frekuensi/banyaknya individu).
Menganalisis data dengan standar deviasi bertujuan untuk mengukur sejauh mana
variabilitas atau sebaran/penyebaran data-data tersebut. Jika semakin besar nilai
standar deviasi maka kualitas data semakin tidak baik. Sebaliknya semakin kecil
nilai standar deviasi maka kualitas data semakin baik pula.
Rumus standar deviasi yang digunakan adalah7:
Keterangan:
= Standar deviasi
xi = Data ke-i
f = Frekuensi
n = banyaknya individu
Setelah menganalisis data-data, selanjutnya adalah memberikan interpretasi
terhadap nilai persentase, rata-rata, dan standar deviasi sehingga diperoleh suatu
kesimpulan yang tepat.
2. Data kualitatif
Data kualitatif berupa data aktivitas belajar matematika siswa yang diperoleh dari
instrumen catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa, catatan evaluasi
tindakan penelitian, catatan tindakan penelitian, dan hasil wawancara peneliti
terhadap subjek penelitian. Dianalisis secara kualitatif dengan proses koding untuk
mengorganisasi data, selanjutnya membuat interpretasi data dan
6Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008),
h. 43. 7Kadir, Statistika..., ..., h. 43.
36
mendeskripsikannya secara jelas atas dasar data sehingga menjadi suatu
kesimpulan.
M. Tindak Lanjut atau Pengembangan Perencanaan Tindakan
Differentiated teaching merupakan model pembelajaran yang memperhatikan
keragaman siswa, dan memiliki banyak strategi instruksional dalam
melaksanakannya. Berdasarkan teori yang diuraikan bahwa Differentiated
teaching merupakan model pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar
setiap siswa dan membantu dalam mengembangkan potensi belajar semua siswa.
Zaman selalu berubah dan kompetitif berdasarkan perkembangan teknologi
informasi, untuk itu guru yang ideal harus merancang model pembelajaran bagi
siswanya demi kesuksesan siswa dalam menghadapi perkembangan zaman.
Sejalan dengan alasan tersebut penulis mengharapkan bahwa tindak lanjut
tindakan penelitian ini tidak berhenti sampai penelitian ini berakhir, tetapi juga
dikembangkan secara maksimal sesuai dengan teori Differentiated teaching.
Dalam Differentiated teaching terdapat banyak strategi instruksional dalam
melaksanakannya, diantaranya tiered activities, cooperative learning, dan
problem based learning. Penulis menawarkan kepada pihak lain untuk
meneliti/mengembangkan Differentiated teaching berdasarkan strategi
instruksional yang lainnya dalam aplikasi pembelajaran, demi terciptanya kualitas
pembelajaran yang maksimal dan memperhatikan kebutuhan belajar siswa.
Sebagai bahan referensi penulis menyediakan contoh format instrumen-instrumen
penilaian, rencana pelaksanaan pembelajaran, hand out pembelajaran yang dapat
diadopsi atau dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Pemeriksaan Keabsahan Data
Data-data yang diperoleh baik data aktivitas belajar matematika siswa
maupun data hasil belajar matematika siswa diperiksa kembali kelengkapan dan
keabsahannya dari berbagai instrumen yang dihasilkan. Untuk memperoleh
keabsahan data aktivitas belajar matematika siswa maka digunakan metode
triangulasi. Metode triangulasi merupakan metode yang dapat meningkatkan
tingkat keakuratan hasil penelitian yang diperoleh dari berbagai sudut
pandang/instrumen penelitian sehingga menghasilkan penelitian yang benar-benar
valid/absah. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga instrumen yang akan
menunjang keakuratan data hasil aktivitas belajar matematika siswa. Tiga
instrumen tersebut adalah instrumen aktivitas belajar matematika siswa, instrumen
catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa, dan hasil wawancara
terhadap subjek penelitian. Selanjutnya data-data tersebut diorganisir dan
diklasifikasikan berdasarkan urutan waktu tindakan penelitian, tujuannya adalah
untuk memudahkan dalam mendeskripsikan data sehingga diperoleh kesimpulan
yang tepat. Selain itu, untuk memperkuat data aktivitas belajar matematika siswa
penulis mengambil data lain berupa foto-foto dokumentasi tindakan penelitian,
catatan tindakan penelitian, data hasil isian hand out-hand out pembelajaran, hasil
isian lembar tantangan, dan data hasil isian tes formatif akhir siklus.
Data hasil belajar matematika siswa yang diperoleh dari tes formatif akhir
siklus selanjutnya dilakukan penskoran dalam skala 1 – 10. Sebelum dilakukan
penskoran penulis terlebih dahulu membuat pedoman penskoran agar hasil skor
(nilai) yang diperoleh siswa bersifat objektif. Untuk soal berbentuk pilihan ganda
pedoman penskorannya adalah jawaban benar bernilai satu dan jawaban salah
bernilai nol. Untuk soal berbentuk essay setiap nomor soal ditentukan terlebih
dahulu langkah-langkah kesistematisan jawaban dan skor maksimalnya, kemudian
dilakukan proses perhitungan berdasarkan nomor soal. Agar tidak keliru dan
untuk meyakinkan lagi penulis mengulang kembali proses penghitungannya.
37
38
B. Deskripsi Data Hasil Intervensi Tindakan
1. Karakteristik subjek penelitian
Subjek penelitian pada penelitian ini adalah siswa kelas XA Madrasah
Aliyah Pembangunan UIN Jakarta tahun pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 35
siswa, terdiri dari 20 siswa putra dan 15 putri. Alasan memilih kelas XA sebagai
subjek penelitian adalah karena kelas XA merupakan kelas yang memiliki rentang
kemampuan akademik antara siswa rendah dan tinggi yang terlalu senjang. Hal ini
dapat dibuktikan berdasarkan nilai standar deviasi hasil ulangan matematika
sebelum tindakan penelitian yang relatif tinggi (data dilampirkan). Alasan kedua
adalah jika membandingkan dengan kelas X lainnya maka kelas XA memiliki
jumlah siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi, sedang dan rendah
tidak terlalu jauh selisihnya yakni kemampuan akademik tinggi 12 orang, sedang
13 orang dan rendah 10 orang.
2. Siklus I
a. Tahap perencanaan
Pada tahap perencanaan peneliti menentukan standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang akan diukur dalam penelitian ini. Selanjutnya peneliti
menyusun indikator kemudian membuat rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP). Untuk menunjang pembelajaran peneliti membuat slide-slide power point,
dan hand out yang akan digunakan pada saat tindakan berlangsung. Selain itu,
peneliti juga menyusun berbagai instrumen penelitian.
Dengan guru kolaborator peneliti mendiskusikan RPP yang akan
dilaksanakan, mendiskusikan penentuan siswa berkemampuan akademik tinggi,
sedang, rendah, serta pembagian kelompok untuk pembelajaran siklus I.
b. Tahap pelaksanaan tindakan dan pengamatan/observasi
Tahap pelaksanaan tindakan bersamaan dengan tahap
pengamatan/observasi. Pengamatan/observasi dilakukan oleh guru kolaborator.
Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan RPP yang telah
direncanakan dalam pembelajaran. Siklus I terdiri dari enam kali intervensi
tindakan pembelajaran dan satu kali tes formatif akhir siklus I. Pelaksanaan
tindakan siklus I dimulai tanggal 21 Oktober sampai dengan 11 November 2009,
39
dengan alokasi waktu masing-masing tindakan dan tes adalah 2 x 45 menit
(2 jam pembelajaran).
Strategi instruksional yang digunakan pada model pembelajaran
Differentiated teaching dalam pelaksanaan tindakan siklus I adalah Cooperative
learning. Subjek penelitian/siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok
heterogen, masing-masing kelompok berjumlah tiga atau empat siswa yang
terdiri dari kombinasi siswa dengan kemampuan akademik tinggi, sedang dan
rendah, atau juga tinggi dan sedang. Tujuan dari dibentuknya kelompok heterogen
ini adalah agar siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dapat
membantu siswa lain yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep materi
matematika, sehingga terjadi tutor sebaya diantara siswa anggota kelompok. Pada
akhirnya semua anggota kelompok dapat memahami materi dengan baik.
Peran peneliti selama siswa mendiskusikan materi yang dipelajari adalah
memfasilitasi kelompok yang mengalami kesulitan dan mengarahkannya, serta
peneliti lebih banyak perhatian pada mengajari individu-individu secara sendiri-
sendiri atau dalam kelompok-kelompok belajar yang fleksibel (flexible grouping).
Selama pembelajaran disiklus I kelompok yang telah terbentuk tidak mengalami
perubahan.
Berikut adalah deskripsi data hasil intervensi tindakan siklus I pada setiap
pertemuan:
1. Pertemuan ke-1 (21 Oktober 2009)
Materi pembelajaran yang disampaikan pada pertemuan ke-1 adalah
menentukan akar-akar persamaan kuadrat dengan cara memfaktorkan dan
melengkapkan kuadrat sempurna. Terdapat 32 siswa yang mengikuti
pembelajaran yang tersebar dalam 11 kelompok, sedangkan 3 siswa lainnya tidak
hadir.
Setiap siswa diberikan hand out untuk memudahkan mereka dalam
memahami materi pembelajaran. Pembelajaran diawali dengan memberikan
stimulus berbentuk petanyaan kepada siswa mengenai cara memfaktorkan bentuk
kuadrat aljabar satu variabel yang telah diketahuinya di SMP/MTs, kemudian guru
memberikan informasi mengenai bentuk umum persamaan kuadrat dan metode
dalam menyelesaikan persamaan kuadrat. Secara berkelompok siswa
40
mendiskusikan dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan terkait materi
pembelajaran yang tersedia dalam hand out, mencermati contoh permasalahan
dalam menentukan akar-akar persamaan kuadrat, menyelesaikan permasalahan
berdasarkan contoh yang telah dipahaminya, menyelesaikan kemampuan minimal
yang harus dijawab dengan benar oleh siswa, dan menyelesaikan soal tantangan
terkait materi pembelajaran.
Berdasarkan data yang diperoleh dari instrumen catatan observasi aktivitas
belajar matematika siswa bahwa kelompok yang aktif melakukan diskusi adalah
kelompok 2, 5, 10, dan 11 mereka turut aktif mendiskusikan hasil jawaban dan
memecahkan permasalahan. Sedangkan tujuh kelompok lainnya kurang maksimal
dalam berdiskusi. Penyebab kurang aktifnya siswa dalam berdiskusi dikarenakan
masing-masing siswa cenderung dapat mengatasi permasalahan dalam hand out-
nya secara sendiri-sendiri, anggota kelompok yang lainnya tidak hadir, kurang
maksimalnya peran tutor sebaya, siswa yang mempunyai kemampuan akademik
tinggi tidak mau berbagi dalam menjelaskan kepada anggota yang lainnya
sehingga anggota yang lain lebih banyak bertanya kepada guru ketimbang
mendikusikannya.
Data yang diperoleh dari isian siswa dalam hand out pembelajaran penulis
deskripsikan berdasarkan kemampuan akademik siswa sebagai berikut:
• Siswa berkemampuan tinggi
Siswa berkemampuan tinggi sebagian besar dari mereka dapat mengerjakan
isian hand out dengan baik dan benar. Dalam menentukan akar-akar persamaan
kuadrat dengan cara memfaktorkan terdapat 11 siswa yang mengerjakan sesuai
dengan contoh yang diberikan, namun terdapat 1 siswa yang mengerjakan dengan
caranya sendiri dan berbeda dengan cara pada contoh.
41
Gambar 2
Pemfaktoran Akar-akar Persamaan Kuadrat Siswa Berkemampuan Tinggi
Soal tantangan berupa menentukan akar-akar persamaan kuadrat dengan
cara kuadrat sempurna terdapat 2 siswa yang mengerjakan dengan benar, 3 siswa
mengerjakan separuh langkah, dan sisanya tidak mengerjakan. Alasan kurang
maksimalnya dalam mengerjakan soal tantangan karena alokasi waktu kurang
memadai dan sebagian besar waktu pembelajaran dipakai pada saat menentukan
akar-akar persamaan kuadrat dengan cara memfaktorkan.
• Siswa berkemampuan sedang
Menentukan akar-akar persamaan kuadrat dengan cara memfaktorkan
terdapat 9 siswa dapat mengerjakan dengan baik dan benar dan terdapat 3 siswa
yang masih keliru dalam memfaktorkan bentuk persamaan kuadrat dengan
koefisien x2 bukan satu. Dalam menyelesaikan soal tantangan, sama halnya
dengan siswa berkemampuan tinggi terdapat 2 siswa dapat mengerjakan dengan
baik dan benar, 3 siswa mengerjakan separuh langkah, dan sisanya tidak
mengerjakan. Hal ini tidak terlepas dari hasil yang mereka diskusikan dengan
anggota kelompoknya yang berkemampuan tinggi.
• Siswa berkemampuan rendah
Siswa berkemampuan rendah dalam menentukan akar-akar persamaan
kuadrat dengan cara memfaktorkan sebagian ada yang benar dan sebagian lagi
masih keliru. Terdapat 3 siswa yang dapat menentukan akar-akar persamaan
kuadrat dengan baik dan benar, 1 siswa diantaranya sebelum memfaktorkan
terlebih dahulu membuat bagan yang dapat memudahkannya dalam
memfaktorkan.
42
Gambar 3
Pemfaktoran Akar-akar Persamaan Kuadrat Siswa Berkemampuan Rendah
Sementara siswa yang masih keliru, kekeliruannya dalam hal memfaktorkan
bentuk persamaan kuadrat dengan koefisen x2 bukan satu, serta persamaan kuadrat
dengan koefisien x dan konstantanya bilangan negatif. Dalam menyelesaikan soal
tantangan, sama halnya dengan siswa berkemampuan tinggi dan sedang terdapat 1
siswa dapat mengerjakan dengan benar, 2 siswa mengerjakan separuh langkah,
dan sisanya tidak mengerjakan.
Siswa yang mengerjakan dengan benar hal ini tidak terlepas dari peran tutor
sebaya yang mau mengajarkannya dan kegiatan diskusi yang berjalan dengan
baik, sementara siswa yang masih keliru dalam menjawab peran tutor sebaya dan
kegiatan diskusi yang kurang berjalan dengan baik.
2. Pertemuan ke-2 (26 Oktober 2009)
Pada pertemuan ke-2 materi yang dipelajari adalah penyelesaian persamaan
kuadrat dengan cara kuadrat sempurna, dan jenis-jenis akar persamaan kuadrat.
Jumlah siswa yang hadir mengikuti pembelajaran sebanyak 30 siswa, sedangkan 5
siswa lainnya tidak hadir.
Pembelajaran diawali dengan guru menyuruh siswa untuk mengkondisikan
tempat duduk kelompok yang telah terbentuk sebelumnya, sehingga siswa duduk
berdasarkan kelompoknya. Untuk memudahkan dalam pemahaman materi setiap
siswa diberikan hand out terkait materi pembelajaran. Guru memperkenalkan
rumus kuadratis kepada siswa, dimana rumus ini merupakan cara lain dalam
menentukan akar-akar persamaan kuadrat. Untuk menguji kemampuan siswa,
siswa diberikan tantangan untuk membuktikan rumus kuadratis pada lembar
tantangan. Setelah siswa mencoba membuktikan rumus kuadratis, siswa
mencermati dan mendiskusikan penggunaan rumus kuadratis dalam pemecahan
43
masalah dan selanjutnya siswa mencoba mengaplikasikan rumus kuadratis dalam
latihan soal yang diberikan. Setelah siswa menyelesaikan latihannya, guru
mensurvey siswa dengan mengajukan pertanyaan: dari ketiga cara dalam
menentukan akar-akar persamaan kuadrat yakni cara memfaktorkan,
melengkapkan kuadrat sempurna dan rumus kuadratis, cara mana yang menurut
kamu anggap lebih mudah?
Kegiatan pembelajaran selanjutnya adalah membedakan jenis-jenis akar
persamaan kuadrat. Guru memberikan stimulus terkait konsep jenis-jenis akar
persamaan kuadrat. Siswa merespon atas stimulus yang diberikan guru. Siswa
menyimpulkan hasil pemahamannya terkait jenis akar-akar persamaan kuadrat
dan menyalinnya dalam hand out. Selanjutnya siswa menyelesaikan soal latihan
dan soal tantangan yang diberikan terkait materi jenis-jenis akar persamaan
kuadrat.
Berdasarkan pengamatan guru kolaborator bahwa keaktifan siswa dalam
berdiskusi meningkat menjadi lebih aktif daripada pertemuan sebelumnya yang
dibuktikan dengan persentase keaktifan siswa dalam diskusi kelompok sebesar
71,1%, catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa yang menyatakan
bahwa aktivitas siswa dalam belajar matematika siswa sudah kelihatan tetapi
belum maksimal dan menurut pengamatan peneliti bahwa sebagian besar siswa
terlibat dalam aktivitas pembelajaran.
Gambar 4
Peran Tutor Sebaya
44
Penulis deskripsikan data yang diperoleh dari isian siswa dalam hand out
pembelajaran berdasarkan kemampuan akademik siswa sebagai berikut:
• Siswa berkemampuan tinggi
Semua siswa berkemampuan tinggi dapat menyelesaikan latihan soal yang
diberikan dengan baik dan benar, begitu juga dalam menyimpulkan konsep jenis-
jenis akar-akar persamaan kuadrat. Dalam membuktikan rumus kuadratis, hanya
satu orang yang berhasil membuktikannya sedangkan sisanya hanya mencapai
tahap 2, 3, 4, 5 dari 10 tahap. Dalam pengisian soal tantangan masih rendah
tingkat keberhasilan pengerjaanya dan hanya dua orang yang mencoba
mengerjakan yang hasilnya secara konsep benar, tetapi masih keliru dalam proses
perhitungannya.
• Siswa berkemampuan sedang
Siswa berkemampuan sedang sebagian besar dapat menyelesaikan semua
soal latihan dengan baik dan benar, tetapi ada yang mengerjakan beberapa nomor
saja. Dalam membuktikan rumus kuadratis, tidak ada satu orang pun yang
berhasil membuktikannya dan hanya sebagian saja yang mencoba
mengerjakannya, dan itu pun hanya mencapai tahap 2, 3, 4 dari 10 tahap. Seperti
halnya dengan siswa berkemampuan tinggi, hanya satu orang yang mencoba
mengerjakan yang hasilnya secara konsep benar, tetapi masih keliru dalam proses
perhitungannya.
• Siswa berkemampuan rendah
Siswa perempuan cenderung dapat mengerjakan soal latihan dengan baik
dan benar, tetapi untuk membuktikan rumus kuadratis dan menyelesaikan soal
tantangan masih rendah partisipasinya dan cenderung tidak diisi. Sedangkan untuk
siswa laki-lakinya cenderung menyalin ulang (mencontek) hasil pekerjaan
anggota kelompok yang lain.
Hasil survey guru menanyakan kepada siswa cara manakah yang dianggap
mudah dalam menentukan akar-akar persamaan kuadrat, 60% siswa menjawab
cara rumus kuadratis dengan alasan bahwa dalam menentukan akar-akar
persamaan kuadrat dengan cara rumus kuadratis mereka hanya tinggal menginput
konstanta ke dalam rumus kuadratis tersebut, sedangkan 40% lainnya dengan cara
memfaktorkan, dan tidak ada yang menjawab dengan cara melengkapkan kuadrat
45
sempurna. Hal ini dikarenakan pada waktu menyampaikan cara melengkapkan
kuadrat sempurna alokasi waktunya tidak memadai. Belum maksimalnya
partisipasi siswa dalam membuktikan rumus kuadratis dikarenakan sebagian siswa
belum memahami benar mengenai konsep melengkapkan kuadrat sempurna dari
bentuk persamaan kuadrat ax2 + bx + c = 0, adapun siswa yang hanya mencapai
separuh tahapan dikarenakan kurang pahamnya dalam mengoperasikan konstanta
a, b, dan c hingga menjadi bentuk sederhana, walaupun konsep melengkapkan
kuadrat sempurnanya sudah benar.
Gambar 5
Hasil Pengerjaan Siswa Dalam Membuktikan Rumus Kuadratis
3. Pertemuan ke-3 (28 Oktober 2009)
Pada pertemuan ke-3 materi yang disampaikan adalah rumus jumlah dan
hasil kali akar-akar persamaan kuadrat. Siswa yang hadir mengikuti pembelajaran
sebanyak 34 siswa sedangkan 1 siswa yang tidak hadir.
Diawal pembelajaran siswa diberikan quiz mengenai menentukan akar-akar
persamaan kuadrat dengan masing-masing siswa diberikan soal yang berbeda.
46
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, selanjutnya melalui slide-slide power
point siswa diberikan stimulus dalam menentukan rumus jumlah dan hasil kali
akar-akar persamaan kuadrat. Siswa diberikan persamaan kuadrat selanjutnya
siswa menentukan akar-akar persamaan kuadrat, menjumlahkan dan mengkalikan
akar-akar persamaan kuadrat tersebut. Guru meminta siswa untuk menentukan
rumus hasil jumlah dan kali akar-akar persamaan kuadrat berdasarkan soal yang
diberikan sebelumnya. Sebagai pembanding guru memberikan persamaan kuadrat
lain untuk mengecek kebenaran rumus yang diungkapkan siswa. Selanjutnya
siswa diberikan tantangan untuk membuktikan rumus hasil jumlah dan kali akar-
akar persamaan kuadrat pada lembar tantangan yang telah disediakan. Siswa
berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan soal-soal latihan mengenai
penggunaan rumus hasil jumlah dan kali akar-akar persamaan kuadrat pada buku
paket. Peneliti mengkategorikan soal-soal latihan menjadi soal yang harus dijawab
dengan benar, soal dengan tingkat kesulitan sedang, dan soal tantangan.
Menurut catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa bahwa secara
keseluruhan siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Aktivitas pembelajaran
sangat menarik karena ada stimulus yang bertujuan untuk merangsang siswa.
Siswa terlihat antusias pada saat guru memberikan tantangan untuk membuktikan
rumus serta mencari alternatif rumus. Bahkan, siswa yang minat belajarnya
rendah pun menjadi antusias. Dalam diskusi kelompok aktivitas tutorial teman
sebaya terlihat aktif, siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi
mengajarkan kepada temannya yang belum menguasai materi.
Gambar 6
Aktivitas Diskusi Kelompok
47
Hasil quiz menentukan akar-akar persamaan kuadrat diperoleh rata-rata
9,04, artinya siswa sudah dapat menentukan akar-akar persamaan kuadrat. Dalam
membuktikan rumus hasil jumlah dan kali akar-akar persamaan kuadrat separuh
siswa berkemampuan tinggi dapat membuktikan rumus tersebut, sisanya hanya
mampu mengisi separuh tahap dan terhenti dalam mengoperasikan bentuk
aljabarnya. Siswa berkemampuan sedang dan rendah ada yang dapat
membuktikannya, ada yang mengisi separuh tahap, dan ada juga yang tidak
mengisi.
Gambar 7
Hasil Pengerjaan Siswa Dalam Membuktikan Rumus Hasil Jumlah dan Kali Akar-akar Persamaan Kuadrat
4. Pertemuan ke-4 (2 November 2009)
Materi yang disampaikan pada pertemuan ke-4 adalah menyusun persamaan
kuadrat yang akar-akarnya diketahui dan menyusun persamaan kuadrat yang akar-
akarnya mempunyai hubungan dengan akar-akar persamaan kuadrat lainnya.
Semua siswa hadir dalam pertemuan ke-4 ini yakni sebanyak 35 siswa.
Pembelajaran diawali dengan pengkondisian siswa sehingga siswa duduk
berdasarkan kelompoknya. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, selanjutnya
melalui slide-slide power point siswa diberikan stimulus dalam menemukan
konsep menyusun persamaan kuadrat yang akar-akarnya diketahui. Guru meminta
siswa untuk menentukan akar-akar persamaan kuadrat yang diberikan dengan cara
48
memfaktorkan. Dengan cara terbalik, siswa diminta untuk menyusun persamaan
kuadrat atas akar-akar persamaan kuadrat yang telah diketahuinya. Siswa diminta
untuk menemukan cara lain dalam menyusun persamaan kuadrat melalui rumus
hasil jumlah dan kali akar-akar persamaan kuadrat yang telah diketahui
sebelumnya. Selanjutnya siswa menyimpulkan rumus-rumus dalam menyusun
persamaan kuadrat yang akar-akarnya diketahui. Siswa mencoba dan
mendiskusikan soal latihan yang diberikan. Dengan menggunakan rumus-rumus
dalam menyusun persamaan kuadrat yang diketahui sebelumnya, siswa mencoba
dan mendiskusikan dalam menyusun persamaan kuadrat yang akar-akarnya
mempunyai hubungan dengan akar-akar persamaan kuadrat lainnya melalui soal
latihan yang diberikan.
Menurut catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa bahwa
separuh kelompok aktif melaksanakan diskusi (aktif menjadi totur sebaya bagi
anggota yang lain, saling berbagi pemahaman masing-masing anggota kelompok).
Sebagian kelompok lagi anggotanya cenderung mengerjakan tugas-tugas
pembelajaran secara sendiri-sendiri dan ketika menghadapi kesulitan dalam
mengerjakan siswa tersebut lebih memilih bertanya kepada guru daripada
mendiskusikannya dengan anggota yang lain, sehingga peran guru cenderung
dominan dalam pembelajaran kali ini.
5. Pertemuan ke-5 (4 November 2009)
Menggambar grafik fungsi kuadrat adalah materi yang diajarkan pada
pertemuan ke-5. Pembelajaran dihadiri oleh 33 siswa sedangkan 2 siswa lainnya
tidak hadir. Setelah siswa duduk berdasarkan kelompoknya, guru menyampaikan
tujuan pembelajaran. Guru menyampaikan konsep grafik fungsi kuadrat melalui
slide-slide power point. Setelah siswa paham konsep grafik fungsi kuadrat, siswa
mencoba dan mendiskusikan dalam menggambar grafik fungsi kuadrat melalui
hand out yang diberikan. Kegiatan Diffrentited teaching yang dikembangkan pada
pertemuan ke-5 ini adalah menyediakan alternatif cara bagi siswa dalam
mengeksplorasi konsep materi. Bentuknya adalah guru memberikan alternatif cara
lain dalam menggambar grafik fungsi kuadrat. Jika cara yang pertama adalah
dengan menentukan terlebih dahulu koordinat titik potong dengan sumbu x dan
sumbu y, menentukan persamaan sumbu simetri, menentukan koordinat titik
49
puncak, baru kemudian menghubungkan titik-titik koordinat tersebut sehingga
terbentuk grafik fungsi kuadrat, maka cara alternatif lain yang ditawarkan dalam
menggambar grafik fungsi kuadrat adalah dengan cara pergeseran.
Menurut catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa bahwa secara
garis besar pembelajaran berjalan dengan baik, namun diskusi kelompok kurang
berjalan secara maksimal karena dari 11 kelompok hanya 4 kelompok (kelompok
1, 2, 7, 11) yang melaksanakan diskusi secara aktif dan kontinu.
Ketidakmaksimalan dalam berdiskusi dikarenakan masing-masing siswa
cenderung mengerjakan hand out secara sendiri-sendiri, siswa yang biasa menjadi
tutor sebaya tidak hadir, dan posisi tempat duduk siswa berkemampuan sedang
dan rendah kurang dapat menjangkau siswa berkemampuan tinggi.
Menggambar grafik fungsi kuadrat, hasil yang diperoleh bahwa 27 siswa
berhasil menggambar grafik dengan baik berserta langkah-langkahnya, sedangkan
6 siswa (2 berkemampuan sedang, 4 rendah) belum sepenuhnya benar dalam
menggambar grafik fungsi kuadrat.
6. Pertemuan ke-6 (9 November 2009)
Pertemuan ke-6 siswa mempelajari materi aplikasi persamaan kuadrat dalam
kehidupan sehari-hari. Semua siswa yang berjumlah 35 siswa hadir dalam
pertemuan ke-6 ini. Guru memberikan hand out pembelajaran yang menyajikan
permasalahan-permasalahan terkait aplikasi persamaan kuadrat. Siswa
mencermati sendiri contoh permasalahan yang diberikan beserta penyelesainnya.
Selanjutnya siswa mendiskusikan dengan anggota kelompok yang lain terkait
permasalahan aplikasi persamaan kuadrat dalam hand out. Sementara itu, guru
memfasilitasi kelompok yang mengalami kesulitan. Dalam diskusi kelompok
posisi tempat duduk siswa ditentukan sedemikian rupa sehingga siswa
berkemampuan tinggi harus duduk di tengah mengapit siswa berkemampuan
sedang dan rendah. Hal ini sebagai solusi dari salah satu penyebab dari
ketidakaktifan siswa dalam berdiskusi pada pertemuan sebelumnya. Dengan cara
posisi duduk yang ditentukan ini keaktifan diskusi kelompok lebih baik daripada
pertemuan sebelumnya, yakni 7 kelompok (kelompok 2, 3, 7, 8, 9, 10, 11) aktif
melakukan diskusi.
50
Data isian siswa dalam menyelesaikan permasalahan aplikasi persamaan
kuadrat yang terdiri dari 5 soal, total 12 siswa berkemampuan tinggi diantaranya 4
siswa dapat mengerjakan semua soal dengan sistematis dan benar, 6 siswa dapat
mengerjakan 4 soal dengan sistematis dan benar, 2 siswa dapat mengerjakan 2
soal dengan sistematis dan benar. Siswa berkemampuan sedang, 4 siswa
diantaranya dapat mengerjakan 4 soal dengan sistematis dan benar, 1 siswa dapat
mengerjakan semua soal dengan benar tetapi kurang sistematis, sisanya dapat
mengerjakan kurang dari 3 soal dengan benar tetapi kurang sistematis. Sedangkan
siswa berkemampuan rendah 2 siswa diantaranya dapat mengerjakan 4 soal
dengan benar tetapi kurang sistematis, dan sisanya dapat mengerjakan tidak lebih
dari 2 soal itupun dengan langkah yang kurang sistematis.
7. Pertemuan ke-7 (11 November 2009)
Pertemuan ke-7 dilaksanakan tes formatif akhir siklus I, tes ini diikuti oleh
35 siswa. Tes formatif akhir siklus I mengukur kemampuan siswa atas kompetensi
dasar dalam siklus I. Kisi-kisi soal dan instrumen tes formatif akhir siklus I
penulis lampirkan pada halaman lampiran. Hasil yang diperoleh dari tes formatif
akhir siklus I bahwa persentase siswa tuntas dan memenuhi kriteria ketuntasan
minimal (KKM) sebesar 37,14%.
Gambar 8
Tes Formatif Akhir Siklus I
Selain deskripsi data hasil intervensi tindakan siklus I yang telah diuraikan,
juga terdapat data aktivitas belajar matematika siklus I yang diperoleh dari
instrumen aktivitas belajar matematika siswa. Selama tindakan berlangsung guru
kolaborator mengamati aktivitas belajar matematika siswa dan mengisinya dalam
instrumen aktivitas belajar matematika siswa. Dalam mengisi instrumen aktivitas
51
belajar matematika siswa, guru kolaborator memberikan skor 1 – 3 terhadap
kolom aktivitas belajar matematika siswa. Setiap pernyataan aktivitas belajar
matematika siswa dihitung nilai persentasenya. Persentase setiap pernyataan
aktivitas belajar matematika siswa merupakan rasio total skor dan jumlah siswa
yang hadir dikalikan tiga. Persentase setiap pernyataan aktivitas belajar
matematika siswa dirata-ratakan sehingga menjadi rata-rata persentase aktivitas
belajar matematika siswa pada pertemuan tersebut. Penulis menghimpun data
persentase aktivitas belajar matematika siswa siklus I dan menyajikannya dalam
bentuk tabel. Berikut ini adalah data persentase aktivitas belajar matematika siswa
siklus I yang tersusun dalam tabel 7:
Tabel 7 Persentase Aktivitas Belajar Matematika Siswa Siklus I
No Aktivitas belajar matematika siswa Rata-rata (%)
1 Memperhatikan penjelasan teman/guru 80,04 2 Menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan teman/guru 41,60 3 Menanyakan materi yang belum dipahami kepada teman/guru 64,61 4 Terlibat dalam diskusi kelompok 62,44 5 Merespon/menjawab pertanyaan teman/guru 50,51 6 Menyalin/mencatat materi pembelajaran 84,17 7 Menggambar grafik 73,70 8 Mengerjakan tugas pembelajaran 87,40 9 Menganalisis permasalahan/ persoalan 63,82 10 Memecahkan/ menjawab permasalahan/persoalan 67,84 Rata-rata 67,61
Dari data tabel 7 tersebut diketahui bahwa persentase aktivitas belajar
matematika siswa siklus I sebesar 67,61%. Hasil pencapaian ini jika dibandingkan
dengan tabel kategori aktivitas belajar maka berada pada kategori kurang aktif.
Dalam siklus I keaktifan belajar siswa didominasi pada aktivitas memperhatikan
penjelasan teman/guru, menyalin/mencatat materi pembelajaran, dan mengerjakan
tugas pembelajaran. Sedangkan aktivitas selain itu masih kurang aktif.
Berdasarkan data pada tabel 7, catatan observasi aktivitas belajar
matematika siswa, catatan tindakan penelitian dan data hasil wawancara, penulis
52
mendeskripsikan masing-masing indikator aktivitas belajar matematika siswa
pada siklus I sebagai berikut:
1. Visual activities
Aktivitas belajar matematika siswa dalam visual activities adalah
memperhatikan penjelasan teman/guru. Pada siklus I sebagian besar siswa sering
memperhatikan saat teman/guru menjelaskan materi pembelajaran. Secara umum,
karakteristik subjek penelitian ini mudah diarahkan untuk senantiasa
memperhatikan penjelasan teman/guru, ketika ada siswa yang tidak
memperhatikan penjelasan teman/guru, maka teman/guru menegurnya dan pada
akhirnya siswa pun fokus kembali, sehingga dapat dikatakan bahwa siswa
mempunyai antusias yang tinggi untuk memperhatikan penjelasan teman/guru.
Gambar 9
Aktivitas Memperhatikan Materi Pembelajaran
Gambar 10 Aktivitas Memperhatikan Gambar Grafik Persamaan Kuadrat
53
2. Oral activities
Aktivitas-aktivitas belajar dalam oral activities adalah menanyakan materi
yang belum dipahami teman/guru, menjelaskan kembali materi yang telah
disampaikan teman/guru, terlibat melakukan diskusi kelompok, dan
merespon/menjawab pertanyaan teman/guru. Deskripsi masing-masing aktivitas
adalah sebagai berikut: (1) Menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan
teman/guru, merupakan aktivitas terendah dan tidak terlalu sering dilakukan
siswa. Hal ini dikarenakan ketika guru menyuruh siswa untuk menjelaskan
kembali atas materi yang telah disampaikan, siswa cenderung enggan
melakukannya dan saling menunjuk siswa yang lain, hanya beberapa siswa saja
yang mau menjelaskannya dan berani maju ke depan kelas. Berdasarkan data
wawancara pada salah satu subjek penelitian diperoleh keterangan bahwa alur
siswa dalam menjelaskan materi dimulai dari siswa berkemampuan tinggi
menjelaskan kepada siswa sedang, selanjutnya siswa sedang menjelaskan kepada
siswa rendah. Menurutnya dalam segi bahasa penyampaian penjelasan materi
yang disampaikan oleh siswa tinggi cenderung lebih mudah dipahami oleh siswa
sedang daripada oleh siswa rendah. Dalam keterangan lain bahwa siswa
berkemampaun sedang mau berusaha menjelaskan materi ke temannya yang
berkemampuan rendah. Tetapi jika hal yang ditanyakannya pada materi yang
belum dipahaminya, maka siswa tersebut bertanya kepada siswa berkemampuan
tinggi, setelah paham kemudian dijelaskan lagi ke siswa berkemampuan rendah.
Gambar 11
Aktivitas Menjelaskan Materi Pembelajaran
54
(2) Menanyakan materi yang belum dipahami kepada teman/guru cenderung lebih
sering dilakukan oleh siswa berkemampaun sedang dan tinggi. Mereka tidak
segan dalam bertanya kepada teman/guru ketika menemukan kesulitan dalam
memahami materi pembelajaran. Sedangkan siswa berkemampuan rendah
cenderung jarang bertanya kepada teman/guru. Sebagian dari mereka terlihat tidak
peduli atas kegiatan pembelajaran, mereka cenderung diam, mengganggu teman-
temannya, dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Dengan kata lain
mereka tidak punya inisiatif untuk aktif bertanya dalam pembelajaran, ketika guru
mengecek pemahaman mereka atas materi pembelajaran barulah mereka mau
bertanya atas apa yang belum mereka pahami. Hal ini banyak terjadi pada siswa
putra, sedangkan pada siswa putri mereka aktif dalam bertanya.
Gambar 12
Aktivitas Bertanya
Gambar 13 Siswa Berkemampuan Tinggi Aktif Bertanya
55
(3) Terlibat dalam diskusi kelompok, lebih dari separuh jumlah kelompok (6 dari
11 kelompok) benar-benar aktif dan kontinu dalam melakukan diskusi. Sementara
5 kelompok lainnya cenderung kurang aktif dalam berdiskusi. Berdasarkan
catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa menyatakan bahwa terdapat 6
kelompok yang benar-benar aktif dan secara kontinu aktif melakukan diskusi
yaitu kelompok 2, 5, 6, 7, 8, dan 11. Sebagian besar siswa menyatakan bahwa
belajar dalam suatu kelompok memudahkan dan membantu mereka dalam
memahami materi pembelajaran, dimana mereka dapat saling berbagi dan peduli
terhadap teman yang belum paham. Penulis mengamati bahwa faktor-faktor yang
dapat membuat siswa aktif dalam berdiskusi diantaranya: (a) Penentuan anggota
kelompok cocok bagi mereka, sehingga mereka saling membantu dan peduli
terhadap anggota kelompok yang lain. (b) Siswa berkemampuan tinggi sangat
peduli terhadap anggota yang lainnya, dan menjadi tutor sebaya bagi anggota
yang lain. (c) Posisi tempat duduk dalam berdiskusi, dimana siswa berkemampuan
tinggi duduk mengapit anggota lainnya, ketika menjelaskan siswa berkemampuan
tinggi dapat dengan mudah menjangkau anggota lainnya.
(4) Merespon/menjawab pertanyaan teman/guru merupakan implikasi dari
aktivitas bertanya sehingga sering dilakukan oleh siswa berkemampuan tinggi dan
sebagian siswa berkemampuan sedang. Dalam aktivitas diskusi kelompok ketika
siswa rendah atau sedang bertanya atas materi yang belum dipahaminya maka
siswa berkemampuan tinggi yang peduli merespon atas pertanyannya. Tetapi ada
juga siswa yang kurang responsif terhadap teman dalam satu kelompok, dia lebih
suka mengerjakan permasalahan secara sendiri dan berlomba-lomba menunjukkan
hasil yang terbaik atas temannya. Hal ini mengakibatkan siswa lain dalam satu
kelompok kurang begitu aktif dalam berdiskusi dan menanyakan hal yang belum
dipahaminya, akibatnya siswa ini lebih dominan bertanya pada guru atau
kelompok yang lainnya.
3. Wraiting activities
Pernyataan-pernyataan wraiting activities dalam aktivitas belajar
matematika adalah menyalin/mencatat materi pembelajaran, dan mengerjakan
tugas pembelajaran. Deskripsi masing-masing aktivitas tersebut adalah:
56
(1) Menyalin/mencatat materi pembelajaran. Sebagian besar siswa aktif dalam
menyalin/mencatat materi pembelajaran. Ketika guru tidak menyediakan hand out
pembelajaran, maka siswa mencatatnya. Pengamatan peneliti bahwa ada siswa
yang berkemampuan tinggi dalam menyalin/mencatat materi pembelajaran
cenderung mencatat dengan caranya sendiri dan tidak sama dengan yang ditulis
guru, mencatat materi pada apa yang dipahaminya dan hal-hal terpentingnya saja.
Sedangkan siswa lainnya mencatat persis sama dengan apa yang ditulis guru di
white board. (2) Mengerjakan tugas pembelajaran merupakan aktivitas tertinggi
dan merupakan aktivitas yang cukup sering dilakukan siswa. Hampir semua siswa
dapat mengerjakan setiap tugas yang diberikan, baik dikerjakan secara sendiri-
sendiri maupun mendiskusikannya dengan anggota kelompok yang lain. Faktor-
faktor yang menyebabkan aktivitas mengerjakan tugas pembelajaran sangat tinggi
diantaranya adalah siswa telah memahami materi yang telah disampaikan dengan
baik, arahan/petunjuk yang jelas atas apa yang harus dilakukan siswa (tugas dalam
menemukan konsep materi), peran tutor sebaya yang maksimal sehingga
membantu siswa lainnya dalam mengerjakan tugas pembelajaran.
Gambar 14
Aktivitas Mengerjakan Tugas Pembelajaran
4. Drawing activities
Aktivitas belajar matematika siswa dalam drawing activities adalah
menggambar grafik fungsi kuadrat. Peneliti menyediakan berbagai alternatif cara
dalam mengeksplorasi konsep materi menggambar grafik fungsi kuadrat yakni
menggambar grafik fungsi kuadrat dengan cara pergeseran. Cara pergeseran
hanya dilakukan oleh siswa berkemampuan akademik tinggi saja. Namun secara
57
umum sebagian besar siswa aktif dalam menggambar grafik fungsi kuadrat
dengan baik dan dengan langkah-langkah yang sistematis.
Gambar 15
Gambar Grafik Fungsi Kudrat Hasil Pengerjaan Siswa
5. Mental activities
Aktivitas-aktivitas belajar matematika siswa dalam mental activities adalah
menganalisis permasalahan/persoalan, dan memecahkan/menjawab
permasalahan/persoalan. Deskripsi masing-masing aktivitas tersebut adalah:
(1) Menganalisis permasalahan/persoalan. Ketika siswa diberikan
permasalahan/persoalan yang menyangkut materi pembelajaran, selanjutnya siswa
menganalisis permasalahan/persoalan tersebut. Aktivitas menganalisis
permasalahan/persoalan sering dilakukan oleh siswa berkemampuan tinggi dan
sebagian siswa berkemampuan sedang. Hal ini ditandai dengan mereka sering
bertanya atau hanya sekedar meluruskan hasil analisis mereka. Sedangkan siswa
berkemampuan rendah umumnya jarang terlihat melakukan aktivitas ini, mereka
cenderung melihat hasil pekerjaan teman sekelompoknya tanpa menganalisis
terlebih dahulu bagaimana menyelesaikannya. Hal ini merupakan implikasi
kebelum pahaman mereka atas materi pembelajaran.
58
(2) Memecahkan/menjawab permasalahan/persoalan. Aktivitas ini merupakan
tindak lanjut dari aktivitas menganalisis permasalahan/persoalan. Setelah mereka
menganalisi bagaimana menyelesaikannya dan menggunakan konsep apa, barulah
mereka memecahkan/menjawab permasalahan/persolaan tersebut. Sehingga skor
antara aktivitas memecahkan/menjawab permasalahan/persoalan tidak berbeda
jauh dengan aktivitas menganalisis permasalahan/persoalan dan dilakukan oleh
subjek yang sama.
Setelah enam kali tindakan penelitian berlangsung, diakhir siklus I diadakan
tes formatif akhir siklus I yang dilaksanakan pada pertemuan ke-7. Kriteria
ketuntasan minimal (KKM) siklus I adalah 6,5 artinya jika siswa memperoleh
nilai 6,5 maka siswa tersebut dinyatakan tuntas. Data nilai siswa pada tes
formatif akhir siklus I penulis lampirkan pada bagian lampiran. Dengan
menggunakan aturan sturgess, penulis menyajikan data nilai tes formatif akhir
siklus I dalam tabel distribusi frekuensi sebagai berikut:
Tabel 8 Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Tes Formatif Akhir Siklus I
Nilai frekuensi
1,7 – 3,0 8 35 100 3,1 – 4,4 8 27 77,1 4,5 – 5,8 4 19 54,28 5,9 – 7,2 7 15 42,85 7,3 – 8,6 1 8 22,85 8,7 – 10 7 7 20
Keterangan:
: Frekuensi kumulatif lebih dari
: Persentase frekuensi kumulatif lebih dari
Dari data nilai tes formatif akhir siklus I diketahui bahwa terdapat 12 siswa tuntas
(34,3%), sedangkan 23 siswa belum tuntas (65,7%).
c. Tahap refleksi
Data yang diperoleh dari siklus I bahwa persentase aktivitas belajar
matematika siswa sebesar 67,61% yang berada pada kategori kurang aktif, serta
data hasil belajar matematika siswa berupa tes formatif siklus I sebanyak 34,3%
59
siswa tuntas (memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan KKM). Data-data
tersebut jika dibandingkan dengan indikator keberhasilan kinerja baik aktivitas
belajar matematika siswa maupun hasil belajar matematika siswa, maka penelitian
tindakan siklus I belum berhasil memenuhi indikator keberhasilan kinerja.
Sehingga, penelitian tindakan ini harus dilanjutkan ke siklus II dan disertai dengan
adanya perbaikan-perbaikan tindakan dari siklus I.
Peneliti dan guru kolaborator mencermati serta mendiskusikan hal-hal yang
menyebabkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa di siklus I belum
memenuhi indikator keberhasilan kinerja, juga hal-hal yang menjadi keberhasilan
dan kekurangan tindakan di siklus I.
Keberhasilan tindakan di siklus I adalah penggunaan hand out pembelajaran dapat
memudahkan siswa dalam memahami materi pembelajaran dan memudahkan
dalam mengerjakan tugas serta membantu keaktifan mereka dalam belajar. Dalam
Differentiated teaching adanya soal tantangan membuat siswa lebih antusias dan
tertantang untuk menyelesaikan tantangan tersebut. Pengelompokkan pada siswa
putri sudah baik.
Kekurangan tindakan di siklus I diantaranya adalah aktivitas diskusi kelompok
yang belum berjalan dengan maksimal khususnya pada kelompok siswa putra, hal
tersebut disebabkan karena: (1) Penentuan anggota kelompok yang kurang cocok,
(2) Sebagian siswa berkemampuan tinggi belum bisa diandalkan menjadi tutor
sebaya sehingga diskusi kurang begitu berjalan dengan baik, (3) Pengaturan posisi
tempat duduk kelompok yang belum terkondisikan dengan baik.
Dari kekurangan-kekurangan tersebut maka perlu adanya perbaikan tindakan
untuk siklus II, diantaranya adalah: (1) Penulis bersama guru kolaborator
mengelompokkan kembali bagi siswa putra, hal ini dapat dilihat berdasarkan
kecenderungan siswa putra dalam memilih teman kelompoknya di siklus I,
(2) Mengantisipasi siswa berkemampuan tinggi yang belum bisa diandalkan
menjadi tutor sebaya, maka siswa berkemampuan tinggi tersebut dikelompokkan
bersama dengan siswa berkemampuan sedang yang dapat diandalkan menjadi
tutor teman sebaya, (3) Upaya meningkatkan hasil belajar siswa disetiap awal
pertemuan diadakan quiz atas materi pertemuan sebelumnya, nilai quiz ini dicatat
secara berkala menjadi sebuah poin kemajuan belajar matematika siswa,
60
(4) Penataan posisi tempat duduk siswa menjadi lebih kondusif untuk berdiskusi,
(5) Memberikan reward berupa souvenier bagi kelompok yang aktif dan
memperoleh rata-rata poin kemajuan tertinggi, serta reward bagi siswa yang aktif
menjadi tutor sebaya.
3. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada tahap perencanaan penulis menentukan standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator yang akan dicapai pada siklus II dan menyusunnya
menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Selain itu untuk menunjang
pembelajaran disusun pula hand out pembelajaran, dan instrumen tes siklus II.
Dengan guru kolaborator penulis mendiskusikan RPP, dan merencanakan
pelaksanaan yang menjadi perbaikan-perbaikan tindakan untuk siklus II
berdasarkan hasil refleksi siklus I.
b. Tahap pelaksanaan tindakan dan pengamatan/observasi
Strategi pembelajaran Differentiated teaching yang dikenakan terhadap
subjek penelitian/siswa pada pelaksanaan tindakan disiklus II adalah Cooperative
learning dengan perubahan anggota kelompok yang berbeda pada siswa putra.
Selain itu pada siklus II dilaksanakan perbaikan-perbaikan berdasarkan hasil
refleksi siklus I. Penentuan poin kemajuan belajar kelompok siswa, penulis
mengadopsi poin kemajuan Cooperative learning tipe STAD. Poin kemajuan
bertujuan untuk memotivasi semua anggota kelompok untuk belajar dan
memberikan poin maksimum bagi kelompoknya melalui nilai quiz. Untuk
menghindari siswa dalam menyontek hasil pekerjaan quiz dari anggota kelompok
yang lain, penulis membedakan soal untuk setiap anggota kelompok.
Siklus II ini terdiri dari 5 kali intervensi tindakan pembelajaran dan 1 kali
tes diakhir siklus II, pelaksanaan tindakan ini dimulai tanggal 16 November 2009
sampai dengan 2 Desember 2009, dengan alokasi waktu masing-masing tindakan
dan tes adalah 2 x 45 menit (2 jam pembelajaran).
Berikut adalah deskripsi data hasil intervensi tindakan siklus II pada setiap
pertemuan:
61
1. Pertemuan ke-8 (16 November 2009)
Pertemuan ke-8 yang merupakan pertemuan pertama di siklus II membahas
mengenai materi sistem persamaan linear dua varibel dan tiga variabel. Siswa
yang hadir dalam pertemuan ini adalah 32 siswa.
Pembelajaran diawali dengan materi sistem persamaan dua variabel,
materi ini merupakan materi yang telah dipelajari siswa di SMP/MTs sehingga
siswa sudah mengenal mengenai materi ini. Namun, siswa diingatkan kembali
mengenai metode-metode penyelesaian sistem persamaan dua varibel, salah satu
metode yang belum dikuasai siswa adalah metode grafik. Untuk itu guru
menjelaskan mengenai metode grafik dalam menyelesaikan persamaan linear dua
variabel. Siswa diberikan latihan soal menyangkut penyelesaian sistem persamaan
linear dua variabel. Hasilnya semua siswa dapat mengerjakan latihan ini dengan
baik. Selanjutnya adalah materi sistem persamaan linear tiga varibel, karena siswa
sudah memahami dengan baik materi sistem persamaan linear dua variabel, maka
untuk materi sistem persamaan linear tiga variabel siswa dapat memahaminya
dengan baik pula.
Pada pertemuan ini, siswa berkemampuan rendah menunjukkan keaktifan
dengan lebih sering memperhatikan dan mengerjakan tugas yang diberikan. Hal
ini dikarenakan posisi duduk mereka yang berada di depan kelas sehingga fokus
mereka terhadap pembelajaran lebih baik. Sebaliknya, satu kelompok yang berada
di paling belakang kelas cenderung kurang fokus. Walaupun demikian mereka
tetap mencatat dan mengerjakan tugas yang diberikan.
2. Pertemuan ke-9 (18 November 2009)
Pertemuan ke-9 membahas mengenai materi sistem persamaan linear
kuadrat dan sistem persamaan kuadrat dan kuadrat. Siswa yang hadir adalah 30
orang dan 5 siswa lainnya absen.
Pembelajaran diawali dengan quiz atas materi sistem persamaan linear tiga
variabel, diperoleh nilai quiz dengan rata-rata 6,48. Siswa diberikan hand out
untuk memudahkan mereka dalam memahami materi pembelajaran, guru
menjelaskan konsep terkait materi pembelajaran, selanjutnya adalah siswa
mendiskusikan dan menyelesaikan tugas dalam hand out terkait materi
pembelajaran beserta soal tantangannya.
62
Pembelajaran pada pertemuan ini berjalan efektif dan aktivitas siswa
dalam belajar sangat aktif. Hal ini dikarenakan adanya perubahan anggota
kelompok sehingga cocok dengan mereka, pembelajaran terletak pada jam
pertama, siswa telah mendapat dasar pengetahuan sebelumnya sehingga lebih
mudah dalam memahami materi, adanya quiz dan sistem skoring kelompok
sehingga memacu siswa lebih giat dalam belajar.
Gambar 16
Siswa Fokus Menyelesaikan Tugas Dalam Hand Out
Semua siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah dapat
menyelesaikan tugas dalam hand out dengan baik dan benar. Namun untuk soal
tantangan hanya 5 orang siswa berkemampuan tinggi, 2 orang siswa
berkemampuan sedang, dan 2 orang siswa berkemampuan rendah yang berhasil
menyelesaikannya dengan baik.
3. Pertemuan ke-10 (23 November 2009)
Pertemuan ke-10 membahas materi tentang aplikasi sistem persamaan
linear. Siswa yang hadir berjumlah 32 orang dan 3 siswa lainnya tidak hadir.
Diawal pembelajaran siswa diberikan quiz terkait materi pada
pembelajaran sebelumnya, hasil yang diperoleh bahwa nilai rata-rata quiz
mencapai 8,57. Siswa diberikan hand out pembelajaran, siswa memahami dua
contoh permasalahan berikut penyelesainnya. Selanjutnya adalah siswa diberikan
permasalahan mengenai aplikasi sistem persamaan linear beserta soal tantangan
dan mendiskusikannya dengan anggota kelompok yang lain.
Pada pembelajaran ini beberapa kelompok melaksanakan diskusi dengan
baik. Namun ada pula kelompok yang tidak memaksimalkan kegiatan diskusi,
63
mereka cenderung menyelesaikan soal terlebih dahulu dibandingkan
mendiskusikannya. Semua siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah dapat
menyelesaikan tugas dalam hand out dengan baik dan benar. Namun untuk soal
tantangan hanya 1 orang siswa berkemampuan tinggi saja yang berhasil
menyelesaikannya dengan baik.
4. Pertemuan ke-11 (25 November 2009)
Pertidaksamaan kuadrat adalah materi yang disampaikan pada pembelajaran
yang ke-11, pembelajaran ini dihadiri oleh 34 siswa dan 1 siswa absen. Sebelum
pembelajaran dimulai siswa diberikan quiz atas materi aplikasi sistem persamaan
linear, hasilnya adalah nilai rata-rata quiz mencapai 9,21 dan meningkat dari
pertemuan-pertemuan sebelumnya.
Pembelajaran dimulai dengan guru menjelaskan terlebih dahulu mengenai
konsep materi pertidaksamaan, kemudian siswa diberikan permasalahan
pertidaksamaan serta cara menyelesaikannya. Selanjutnya siswa diberikan
permasalahan mengenai pertidaksamaan kuadrat beserta soal tantangan, kemudian
menyelesaikannya dengan mendiskusikan bersama anggota kelompok yang lain.
Gambar 17
Siswa Fokus Memperhatikan Penjelasan
Siswa-siswa dalam pertemuan ini sangat fokus perhatiannya terhadap
pembelajaran. Namun pada aktivitas diskusi kelompok berjalan kurang maksimal
hal ini dikarenakan alokasi waktu untuk berdiskusi kurang memadai sehingga
siswa cenderung menyelesaikan soal-soal secara sendiri-sendiri.
64
5. Pertemuan ke-12 (30 November 2009)
Pertemuan ke-12 yang merupakan pertemuan terakhir di siklus II ini
membahas materi tentang pertidaksamaan bentuk pecahan. Siswa yang hadir pada
pertemuan ini adalah 32 orang.
Sebelum pembahasan materi tentang pertidaksamaan bentuk pecahan, siswa
diberikan quiz mengenai materi pertidaksamaan kuadrat dan diperoleh nilai rata-
rata quiz 9,09. Pembelajaran dilanjutkan dengan penjelasan mengenai konsep
pertidaksamaan bentuk pecahan. Setelah siswa memahami konsep materinya,
siswa bersama guru menyelesaikan soal yang berkaitan dengan pertidaksamaan
bentuk pecahan. Untuk mengasah kemampuan siswa atas materi ini, siswa
diberikan latihan soal dan soal tantangan yang harus diselesaikan dan didiskusikan
bersama anggota kelompoknya.
Aktivitas yang sangat menonjol pada pertemuan ini adalah aktivitas
mencatat materi pembelajaran, memperhatikan penjelasan, mengerjakan tugas
pembelajaran dan memecahkan permasalahan pembelajaran.
Gambar 18
Aktivitas Pembelajaran Pada Pertemuan Ke-12
6. Pertemuan ke-13 (2 Desember 2009)
Pertemuan ke-13 merupakan tes siklus II, tes ini dihadiri oleh 35 siswa. Tes
siklus II mengukur kemampuan siswa atas kompetensi dasar selama siklus II.
Kisi-kisi soal dan instrumen soal penulis lampirkan pada halaman lampiran.
Hasil yang diperoleh dari tes siklus II, bahwa siswa yang tuntas mencapai 63%
dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) 6,5. Untuk lebih detailnya mengenai
data tes siklus II penulis bahas dalam analisis data.
65
Selama tindakan penelitian berlangsung guru kolaborator mengamati
jalannya tindakan, dan mengamati aktivitas belajar matematika siswa pada
siklus II. Dengan menggunakan cara perhitungan yang sama dengan siklus I
dalam menentukan skor aktivitas belajar matematika siswa, diperoleh data
aktivitas belajar matematika siswa siklus II. Berikut data persentase aktivitas
belajar matematika siswa siklus II dalam tabel 9:
Tabel 9 Persentase Aktivitas Belajar Matematika Siswa Siklus II
No Aktivitas belajar matematika siswa Rata-rata (%)
1 Memperhatikan penjelasan teman/guru 93,40
2 Menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan teman/guru 59,00
3 Menanyakan materi yang belum dipahami kepada teman/guru 80,28
4 Terlibat dalam diskusi kelompok 74,11
5 Merespon/menjawab pertanyaan teman/guru 72,68
6 Menyalin/mencatat materi pembelajaran 80,50
7 Menggambar grafik 90,60
8 Mengerjakan tugas pembelajaran 84,26
9 Menganalisis permasalahan/ persoalan 87,56
10 Memecahkan/menjawab permasalahan/persoalan 88,70
Rata-rata 81,11
Dari data yang tercantum pada tabel 9 terlihat bahwa persentase aktivitas belajar
matematika siswa pada siklus II sebesar 81,11% yang berada pada kategori aktif.
Pada siklus II terjadi peningkatan persentase aktivitas belajar sebesar 13,5% dari
siklus I.
Berdasarkan data pada tabel 9 dan data catatan observasi aktivitas belajar
matematika siswa, penulis deskripsikan aktivitas belajar matematika siswa pada
siklus II berdasarkan indikator aktivitas belajar sebagai berikut:
1. Visual activities
Aktivitas belajar matematika siswa dalam indikator visual activities adalah
memperhatikan penjelasan teman/guru. Sama halnya dengan siklus I, aktivitas
66
memperhatikan penjelasan teman/guru merupakan aktivitas yang paling tinggi
jika dibandingkan dengan aktivitas lainnya. Semua siswa baik yang
berkemampuan akademik tinggi, sedang, maupun rendah cenderung sering dalam
memperhatikan penjelasan materi yang disampaikan teman/guru. Terdapat siswa
berkemampuan tinggi aktif memperhatikan penjelasan hanya ketika materi itu
baru baginya dan belum diketahui sebelumnya, tetapi jika materi itu sudah
diketahui sebelumnya maka dia tidak terlalu memperhatikan penjelasan tersebut.
Siswa berkemampuan sedang aktif memperhatikan ketika materi tersebut hal baru
baginya, sudah dipelajari sebelumnya, mudah untuk dipahami, dan enak dalam
penyampaiannya, tetapi jika materinya sukar untuk dipahami mereka merasa
pusing dan lebih senang mengalihkannya pada mengobrol. Siswa berkemampuan
rendah aktif memperhatikan penjelasan ketika mereka lagi fresh otaknya,
moodnya sedang on, dan materi tersebut mudah dicerna. Alasan mereka tidak
memperhatikan penjelasan karena tidak suka dengan pelajaran matematika.
Menurut instrumen catatan evaluasi tindakan penelitian salah satu faktor
yang menyebabkan siswa memperhatikan penjelasan teman/guru khususnya bagi
siswa yang berkemampuan akademik rendah adalah letak posisi duduk mereka
berada paling depan kelas sehingga mudah dikontrol, hal inilah yang menjadi
salah satu perbaikan pada siklus II.
2. Oral activities
Deskripsi masing-masing aktivitas belajar oral activities adalah sebagai
berikut: (1) Menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan teman/guru.
Sama halnya dengan siklus I aktivitas menjelaskan kembali materi yang telah
disampaikan teman/guru merupakan aktivitas terendah di siklus II. Namun pada
siklus II aktivitas ini sedikit lebih baik daripada siklus I, hal ini dikarenakan akibat
dari perubahan anggota kelompok yang lebih cocok dengan siswa, sehingga
diantara mereka lebih mudah dalam menjelaskan kembali materi yang telah
disampaikan. Mereka berusaha menjelaskan kembali jika temannya meminta
untuk diajarkan.
(2) Menanyakan materi yang belum dipahami kepada teman/guru. Pada siklus II
aktivitas ini lebih baik dari aktivitas sebelumnya sehingga siswa cenderung sering
bertanya atas materi yang belum dipahaminya, hal ini terkait dengan perubahan
67
anggota kelompok yang lebih cocok dengan siswa sehingga siswa lebih terbuka
dan tidak sungkan dalam bertanya kepada temannya.
Gambar 19
Aktivitas Bertanya Siklus II
(3) Terlibat dalam diskusi kelompok. Setiap kelompok melakukan diskusi
kelompok dengan baik untuk memahami materi materi pembelajaran. Menurut
catatan guru kolaborator bahwa faktor yang menyebabkan siswa kurang aktif
dalam diskusi adalah masih ada siswa yang berperan sebagai tutor tidak
membimbing anggota lainnya, untuk kelompok siswa laki-laki ketika menemukan
permasalahan pembelajaran yang sulit mereka cenderung menghindarinya
daripada mendiskusikannya hal ini berbeda dengan kelompok perempuan. Selain
itu mereka cenderung menyelesaikan permasalahan pembelajaran secara sendiri-
sendiri tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu.
(4) Merespon/menjawab pertanyaan teman/guru. Sebagian besar siswa cukup
sering dalam merespon/menjawab pertanyaan yang diajukan teman atau guru.
Mereka berusaha menjawab atas pertanyaan yang diajukan. Namun terdapat siswa
yang meninggalkan temannya sewaktu merespon pertanyaan dikarenakan
temannya tersebut tidak paham-paham pada apa yang telah dijelaskannya.
3. Writing activities
Writing activities dinyatakan dalam aktivitas-aktivitas belajar yaitu:
(1) Menyalin/mencatat materi pembelajaran. Siswa aktif dalam
menyalin/mencatat materi pembelajaran. Menurut instrumen catatan evaluasi
tindakan penelitian bahwa walaupun siswa tidak fokus dalam pembelajaran,
namun mereka tetap aktif dalam mencatat materi yang disampaikan.
68
Gambar 20
Menyalin/Mencatat Materi Pembelajaran
(2) Mengerjakan tugas pembelajaran. Siswa aktif dalam mengerjakan tugas
pembelajaran yang diberikan baik dengan cara mendiskusikannya ataupun
mengerjakannya secara sendiri-sendiri.
Gambar 21
Aktivitas Mengerjakan Tugas Pembelajaran
4. Drawing activities
Aktivitas belajar drawing activities dinyatakan dalam menggambar grafik
fungsi linier sebagai salah satu solusi dalam menentukan penyelesaian sistem
persamaan dua variabel. Semua siswa dapat melakukan aktivitas ini dengan baik.
69
Gambar 22
Hasil Aktivitas Menggambar Grafik Fungsi Linear Siswa
5. Mental activities
Aktivitas belajar pada indikator mental activities dinyatakan dalam:
(1) Menganalisis permasalahan/persoalan. Siswa secara mental aktif dalam
menganalisis permasalahan/persoalan yang diberikan, baik berupa soal-soal atau
pemecahan masalah lainnya dalam pembelajaran.
Gambar 23
Aktivitas Menganalisis Permasalahan/Persoalan
70
(2) Memecahkan/menjawab permasalahan/persoalan. Aktivitas ini merupakan
akibat dari aktivitas menganalisis permasalahan/persoalan, sehingga rata-rata
persentase keaktifannya tidak terlalu jauh. Sebagian besar siswa dapat
memecahkan/menjawab permasalahan/persoalan dengan baik.
Pada siklus II upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan
mengadakan quiz atas meteri sebelumnya disetiap awal pertemuan pembelajaran,
nilai quiz ini dicatat secara berkala menjadi sebuah poin kemajuan belajar
matematika siswa.
Diakhir siklus II (pertemuan ke-13) siswa diberikan tes formatif akhir
siklus II, kriteria ketuntasan minimal (KKM) siklus II adalah 6,5. Penulis
lampirkan hasil tes formatif akhir siklus II pada bagian lampiran. Dari tabel
distribusi frekuensi terlihat bahwa terdapat 22 siswa (63%) tuntas, sedangkan 13
siswa (37%) belum tuntas.
Dengan menggunakan aturan sturgess, penulis menyajikan data nilai tes formatif
akhir siklus II dalam tabel distribusi frekuensi sebagai berikut:
Tabel 10 Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Tes Formatif Akhir Siklus II
Nilai f
3,1 – 4 1 34 100
4,1 – 5 5 33 97,05
5,1 – 6 5 28 82,35
6,1 – 7 11 23 67,64
7,1 – 8 5 12 35,29
8,1 – 9 4 7 20,58
9,1 – 10 3 3 8,82
c. Tahap refleksi
Hasil tindakan penelitian siklus II diperoleh data persentase aktivitas belajar
matematika siswa sebesar 81,11% dengan kategori aktif dan ketuntasan tes
formatif akhir siklus II mencapai 63%. Hal ini jika dibandingkan dengan indikator
keberhasilan kinerja maka tindakan penelitian siklus II telah memenuhi indikator
keberhasilan kinerja, sehingga tindakan penelitian ini dihentikan.
71
Keberhasilan tindakan penelitian ini tidak terlepas dari perbaikan-perbaikan
yang diperoleh dari siklus I, yakni upaya dalam meningkatkan aktivitas belajar
matematika siswa peneliti bersama guru kolaborator mengelompokkan kembali
bagi siswa putra, hal ini dapat dilihat berdasarkan kecenderungan siswa putra
dalam memilih teman kelompoknya di siklus I, penataan posisi tempat duduk
siswa menjadi lebih kondusif untuk berdiskusi, dan memberikan reward bagi
kelompok yang aktif dan memperoleh rata-rata poin kemajuan tertinggi, serta
reward bagi siswa yang aktif menjadi tutor sebaya. Sedangkan upaya dalam
meningkatkan hasil belajar siswa disetiap awal pertemuan diadakan quiz atas
materi pertemuan sebelumnya, nilai quiz ini dicatat secara berkala menjadi sebuah
poin kemajuan belajar matematika siswa. Selain keberhasilan tindakan penelitian
yang telah dicapai, namun masih terdapat kekurangan dalam tindakan di siklus II
diantaranya adalah belum optimalnya aktivitas menjelaskan kembali materi yang
telah disampaikan teman/guru yang hingga siklus II hanya mencapai 59%. Hal ini
disebabkan karena subjek penelitian cenderung tidak berani dan tidak percaya diri
dalam menjelaskan kembali, hanya beberapa subjek saja yang memiliki tingkat
kepercayaan diri yang besar yang dapat melakukan aktivitas ini.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dan guru kolaborator kelompok yang aktif
dan konsisten keaktifannya dalam berdiskusi sehingga memperoleh reward adalah
kelompok 12, sedangkan siswa yang aktif menjadi tutor sebaya dan peduli
terhadap anggota kelompok lainnya adalah S35.
C. Analisis Data dan Hasil Temuan Penelitian
1. Analisis Data
a. Instrumen aktivitas belajar matematika siswa
Data mengenai aktivitas belajar matematika siswa salah satunya diperoleh
dari instrumen aktivitas belajar matematika siswa. Rata-rata persentase aktivitas
belajar matematika siswa siklus I dan siklus II, penulis sajikan pada tabel 11 di
bawah ini:
72
Tabel 11 Persentase Aktivitas Belajar Matematika Siswa
Siklus I dan Siklus II
Siklus Rata-rata (%) Peningkatan (%)
Siklus I 67,61
Siklus II 81,11 13,5
Data persentase aktivitas belajar matematika siswa siklus I dan siklus II, penulis
sajikan juga dalam bentuk diagram batang (grafik) di bawah ini:
60
65
70
75
80
85
Siklus I 67.61
Siklus II 81.11
Persentase%
Grafik 1 Persentase Aktivitas Belajar Matematika Siswa
Siklus I dan Siklus II
Berdasarkan tabel 11 tersebut diketahui bahwa persentase aktivitas belajar
matematika siswa siklus II mengalami peningkatan sebesar 13,5% dari siklus I,
hal ini menunjukkan bahwa tindakan perbaikan yang dilakukan pada siklus II
dapat memperbaiki dan meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.
b. Catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa
Data aktivitas belajar matematika siswa dari catatan observasi aktivitas
belajar matematika siswa pada siklus I lebih memfokuskan pada keaktifan siswa
dalam berdiskusi yang belum maksimal. Karena jika aktivitas diskusi dapat
berjalan dengan baik, maka aktivitas lainnya pun akan terpengaruhi dengan baik
pula. Faktor-faktor yang diuraikan oleh guru kolaborator mengenai ketidak aktifan
siswa dalam berdiskusi diantaranya adalah penempatan kelompok belum
maksimal, siswa kelihatan lelah dan kurang berkonsentasi karena pembelajaran
73
terletak pada jam ke-5 dan ke-6, dan siswa cenderung mengerjakan soal secara
sendiri-sendiri tanpa mendiskusikannya. Secara umum pada siklus I keaktifan
siswa dalam pembelajaran sudah kelihatan, tetapi belum maksimal dan perlu
diperbaiki lagi dalam siklus selanjutnya.
Pada siklus II keaktifan siswa dalam pembelajaran lebih baik dari pada
siklus sebelumnya, dimana siswa yang mengalami kesulitan belajar mengalami
kemajuan dengan sering memperhatikan dan mengerjakan tugas dengan baik,
pembelajaran sangat fokus, sebagian besar siswa aktif dalam memperhatikan
penjelasan dan mencatat materi pembelajaran, kegiatan diskusi sudah
menunjukkan perbaikan dari pada siklus I, namun pada pertemuan tertentu masih
saja terdapat kegiatan diskusi kurang maksimal dikarenakan waktu pembelajaran
yang kurang terkelola dengan baik.
c. Wawancara
Hasil wawancara yang dilakukan terhadap subjek penelitian bahwa pada
siklus I dalam aktivitas mendengarkan siswa cenderung mendengarkan penjelasan
yang disampaikan guru/teman dan sering meresponnya. Antusias mereka dalam
pembelajaran sangat antusias dan sering bersemangat dalam pembelajaran. Siswa
kadang-kadang merasa terbebani dengan kemampuan minimal yang harus mereka
kuasai karena sulit, sedangkan lembar tantangan membuat siswa tertantang dalam
pembelajaran walaupun tidak jarang mereka belum berhasil menyelesaikannya.
Peran tutor sebaya sangat membantu mereka dalam pembelajaran dan membantu
teman jika ada kesulitan dalam pembelajaran. Penggunaan hand out sangat
membantu mereka dalam pembelajaran, mereka dapat membaca berulang-ulang
dan tidak perlu mencatat kembali, karena dalam hand out menurut mereka lebih
memudahkan pemahaman, cara penyelesaian dan latihan soal sudah sistematis,
terdapat ringkasan-ringkasan materi yang pentingnya saja sehingga dapat dibaca
kembali pada waktu menjelang ulangan.
Pada siklus II hasil wawancara yang diperoleh bahwa aktivitas
mendengarkan pada siswa berkemampuan rendah rata-rata menjawab jarang
mendengarkan. Mereka mendengarkan ketika mereka lagi bagus mood nya dan
ketika materi yang diajarkan mudah untuk dipahami. Siswa berkemampuan tinggi
dan sedang rata-rata mereka menjawab sering mendengarkan penjelasan yang
74
disampaikan teman/guru. Antusiasme mereka dalam pembelajaran rata-rata
mereka sangat antusias dengan berbagai alasan diantaranya suka dengan
matematika, berencana masuk jurusan IPA, materi mudah untuk dipahami.
Sebagian besar siswa tidak merasa terbebani dengan kemampuan minimal yang
harus dikuasai karena materi yang diajarkan relatif mudah. Soal tantangan
membuat siswa tertantang dalam menyelesaikannya, mereka berusaha menjadi
orang pertama yang berhasil mengerjakannya. Peran tutor sebaya sangat
membantu mereka dalam memahami materi yang belum dipahaminya.
Penggunaan hand out sangat membantu siswa dalam pembelajaran, salah satu
alasannya adalah lebih memudahkan untuk memahami materi, dan terdapat
pembahasan soal dan latihannya yang tersusun secara sistematis.
d. Hasil belajar matematika siswa
Data hasil belajar matematika siswa diperoleh dari nilai tes formatif akhir
siklus. Data-data nilai tes formatif akhir siklus I dan II penulis analisis dengan
menggunakan analisis kualitatif dan analisis statistik deskriptif. Analisis kualitatif
penulis menganalisisnya berdasarkan data hasil jawaban tes formatif akhir siklus I
dan II.
Pada tes formatif akhir siklus I, siswa yang berkemampuan akademik tinggi
mendominasi daftar ketuntasan. Penulis menganalisis proses-proses dalam
menemukan jawaban, penemuan penulis bahwa terdapat siswa yang dapat
mengerjakan semua soal dengan tepat dan disertai langkah-langkah sistematis
yang sesuai dengan konsep materi. Ada pula siswa lainnya dalam pengisisan
jawaban secara konsep benar namun karena kurang teliti dalam hal operasi aljabar
mengakibatkan jawaban akhirnya kurang tepat. Sementara siswa lainnya dalam
menemukan jawaban menggunakan cara yang berbeda pada umumnya tetapi
menghasilkan jawaban yang benar. Berikut adalah gambar perbandingan ke-2
jawaban siswa:
(Soal: Tinggi suatu segitiga adalah 6 cm lebihnya dari alas. Jika luas segitiga tersebut adalah 108 cm2, maka panjang alas segitiga tersebut adalah....)
75
Subjek 2
Subjek 15
Gambar 24
Jawaban Siswa Berbeda Dalam Cara Pengerjaan
Pada siswa berkemampuan akademik sedang tidak begitu banyak yang
tuntas. Mereka hanya mampu menyelesaikan yang soal-soal dengan tingkat
kesukaran mudah dan beberapa yang sedang. Dalam mengisi jawaban mereka
dapat menggunakan konsep yang tepat. Namun kendalanya adalah mereka belum
bisa mengoperasikan konsep secara aljabar hingga menemukan jawabannya,
mereka hanya bisa sebatas menginput angka-angkanya saja.
Siswa berkemampuan rendah belum ada yang mencapai tuntas. Berdasarkan
isian jawaban mereka baru benar pada soal dengan tingkat kesukaran mudah. Pada
soal yang lain mereka berusaha untuk menjawabnya. Isian jawaban menunjukkan
bahwa mereka dapat menyebutkan konsep dengan benar namun kendala mereka
adalah belum tepat dalam menginput angka-angka ke dalam konsep tersebut dan
operasi aljabar yang masih keliru.
Pada tes formatif akhir siklus II siswa berkemampuan akademik tinggi
hampir semuanya tuntas. Mereka dapat mengerjakan soal-soal dengan baik dan
sistematis. Namun masih ada satu siswa yang belum tuntas, dikarenakan dalam
menjawab soal masih keliru dalam masalah perhitungan operasi aljabar walaupun
76
secara konsep sudah benar. 10 dari 13 siswa berkemampuan sedang tuntas dalam
tes formatif siklus II sebagian besar dapat mengerjakan soal dengan baik pada
soal-soal dengan tingkat kesukaran mudah dan sedang. Siswa berkemampuan
rendah hanya 1 siswa yang tuntas. Siswa yang lainnya belum mencapai nilai
ketuntasan, namun pada sisi lain terjadi peningkatan jumlah soal yang dijawab
dengan benar dari pada siklus I, akibatnya nilai yang diperoleh tidak terlalu
rendah.
Analisis statistik deskriptif pada data nilai tes formatif akhir siklus I dan II
meliputi nilai rata-rata, standar deviasi penulis sajikan dalam tabel 12:
Tabel 12 Statistik Deskrptif Nilai Tes Formatif Akhir Siklus I dan II
Statistik deskrptif Siklus I Siklus II
Rata-rata 5,39 6,76
Standar deviasi 2,57 1,50
Data hasil belajar matematika siswa di siklus I bahwa tingkat ketuntasan
siswa dalam tes formatif akhir siklus I masih rendah yaitu 34,3% dengan rata-rata
5,39 hal ini menunjukkan bahwa penguasaan materi di siklus I masih rendah.
Sedangkan standar deviasi data tes formatif akhir siklus I relatif besar yaitu
sebesar 2,57 hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa di siklus I
belum merata dan tersebar sepenuhnya diantara siswa berkemampuan rendah,
sedang dan tinggi. Hal ini diperkuat dengan jangkauan data yang sangat besar
yaitu 8,24 dimana nilai terbesar 10 dan nilai terkecilnya 1,76.
Perbaikan yang dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada
siklus II maka disetiap awal pertemuan diadakan quiz atas materi pertemuan
sebelumnya, nilai quiz ini dicatat secara berkala menjadi sebuah poin kemajuan
belajar matematika siswa, dan memberikan reward berupa souvenier bagi
kelompok yang aktif dan memperoleh rata-rata poin kemajuan tertinggi, serta
reward bagi siswa yang aktif menjadi tutor sebaya.
Data nilai tes formatif akhir siklus I dan II penulis sajikan dalam diagram batang
(grafik) sebagai berikut:
77
0
1
2
3
4
5
6
7
Siklus I 5.39 2.57
Siklus II 6.76 1.5
Grafik 2
Statistik Deskrptif Nilai Tes Formatif Akhir Siklus I dan II
Hasil yang diperoleh bahwa terdapat peningkatan hasil belajar matematika
siswa pada siklus II. Hal ini berdasarkan nilai rata-rata tes formatif akhir siklus II
mencapai 6,76 dan tingkat ketuntasan belajar siswa pada siklus II sebesar 63% hal
ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa menguasai materi-materi di siklus
II. Sedangkan standar deviasi data tes formatif akhir siklus II relatif kecil yakni
1,50 dan jangkauan datanya 5,9 (nilai terbesar 9,8 dan nilai terkecil 3,9) artinya
sebaran nilai tes formatif akhir siklus II hampir tersebar dan merata diantara siswa
berkemampuan akademik rendah, sedang, maupun tinggi.
2. Hasil Temuan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan deskripsi data-data hasil
penelitian, maka temuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan hand out dipembelajaran Differentiated teaching dengan
strategi instruksional Cooperative learning dapat membantu siswa dalam
memahami materi pembelajaran
Pernyataan ini berdasarkan pengamatan peneliti dan hasil wawancara yang
dilakukan terhadap subjek pembelajaran. Menurut hasil wawancara bahwa dengan
adanya hand out pembelajaran dapat membantu memudahkan siswa-siswa dalam
memahami materi pembelajaran. Dalam hand out terdapat ringkasan-ringkasan
materi, pembahasan soal dan latihannya yang tersusun secara sistematis, sehingga
mereka tidak perlu mencatat materi kembali, dan dapat membacanya berulang-
78
ulang. Penggunaan hand out dalam pembelajaran Differentiated teaching
membuat pembelajaran lebih efektif daripada penggunaan media lain seperti slide-
slide power point.
b. Peran tutor sebaya dalam Differentiated teaching dengan strategi
instruksional Cooperative learning dapat meningkatkan aktivitas belajar
matematika siswa
Pernyataan ini berdasarkan hasil pengamatan peneliti maupun guru
kolaborator yang dilakukan terhadap subjek penelitian. Tutor sebaya merupakan
motor keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dengan adanya peranan tutor
sebaya akan memunculkan interaksi sesama anggota kelompok dalam sebuah
kegiatan diskusi. Akibat dari kegiatan diskusi yang berjalan dengan baik, maka
keaktifan siswa dalam pembelajaran akan terpengaruh dengan baik pula.
c. Pemberian reward berupa souvenier dalam Differentiated teaching dengan
strategi instruksional Cooperative learning dapat memotivasi siswa untuk
belajar lebih aktif
Pernyataan ini berdasarkan hasil pengamatan peneliti di siklus II, dimana
pada siklus II diadakan reward berupa souvenier sebagai upaya untuk perbaikan
keaktifan siswa dalam pembelajaran. Reward ini diberikan kepada siswa yang
paling aktif menjadi tutor sebaya dan kelompok yang paling aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Dengan adanya reward ini siswa berusaha menjadi tutor sebaya
bagi kelompoknya dan juga masing-masing kelompok berusaha menunjukkan
keaktifannya dalam pembelajaran.
d. Penerapan metodologi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam penelitian
dapat memperkecil nilai standar deviasi tes formatif akhir siklus
Pernyataan ini berdasarkan data statistik deskriptif nilai tes formatif akhir
siklus I dan II pada halaman 74. Nilai standar deviasi tes formatif siklus II lebih
kecil dibanding siklus I, artinya pada siklus II sebaran data nilai tes formatif
menyebar dan merata diantara siswa berkemampuan akademik tinggi, sedang, dan
rendah. Hal ini tidak terlepas dari karakteristik kegiatan PTK yang berusaha dan
berupaya memperbaiki goal/tujuan akhir penelitian yang tercantum dalam
indikator keberhasilan kinerja.
79
Dari sisi lain, hal ini dapat diartikan juga bahwa kemampuan subjek
penelitian dalam menguasai materi sudak baik dari berbagai tingkatan akademik,
sehingga model pembelajaran Differerntiated Teaching dapat terbukti memenuhi
kebutuhan belajar siswa dan memaksimalkan potensi belajar siswa.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan deskripsi data yang telah diuraikan
sebelumnya, maka penulis menyimpulkan bahwa:
1. Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative learning
dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.
Aktivitas belajar matematika siswa yang berkembang adalah semua
indikator aktivitas belajar matematika siswa (visual activities, oral
activities, writing activities, drawing activities, dan mental activities),
kecuali pada oral activities pernyataan menjelaskan kembali materi yang
disampaikan teman/guru yang hingga akhir siklus II hanya mencapai 59%
(kriteria: kurang aktif). Hal ini disebabkan karena subjek penelitian
cenderung tidak berani dan tidak percaya diri dalam menjelaskan kembali,
hanya beberapa subjek saja yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang
besar yang dapat melakukan aktivitas ini. Sebagai solusi untuk
meningkatkan aktivitas ini adalah memberikan banyak kesempatan kepada
subjek penelitian dalam menjelaskan kembali, menghargai sekecil apapun
yang telah dilakukan subjek penelitian sehingga turut menumbuhkan sikap
rasa percaya diri siswa.
2. Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative learning
dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
Tingkat ketuntasan siswa dalam tes formatif akhir siklus I masih rendah
yaitu 34,3% dengan rata-rata 5,39. Sedangkan standar deviasinya relatif
besar yaitu sebesar 2,57 hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar
matematika siswa belum merata dan tersebar sepenuhnya diantara siswa
berkemampuan rendah, sedang dan tinggi.
Terdapat peningkatan hasil belajar matematika siswa pada siklus II. Nilai
rata-rata tes formatif akhir siklus II mencapai 6,76 dan tingkat ketuntasan
sebesar 63%. Sedangkan standar deviasinya relatif kecil yakni 1,50
mengindikasikan sebaran nilai tes formatif akhir siklus II hampir tersebar
80
81
dan merata diantara siswa berkemampuan akademik rendah, sedang,
maupun tinggi.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka saran-saran penulis adalah:
1. Bagi para guru yang ingin meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
matematika pada siswa yang beragam kemampuan akademiknya,
seyogyanya menerapkan model pembelajaran Differentiated teaching
dengan strategi instruksional Cooperative learning.
2. Bagi para pembaca yang berminat untuk meneliti agar dilakukan penelitian
lanjutan mengenai Differentiated teaching baik pada strategi instruksional,
variabel penelitian, maupun pada jenjang pendidikan yang lainnya.
Sehingga turut memperkuat pembuktian teori-teori Differentiated teaching
secara empiris.
DAFTAR PUSTAKA
.............. Standar Kompetensi. Jakarta: Departemen Agama RI, 2004. Ametembun. Memahami Diferensi-Diferensi dan Mendiferensiasikan
Pembelajaran Peserta Didik. Bandung: Suri, 2006. Arends, Richard I. Learning to Teach Edisi ke-7 Buku satu. Yogyakarta: Pustaka
pelajar, 2008. Arends, Richard I. Learning to Teach Edisi ke-7 Buku dua. Yogyakarta: Pustaka
pelajar, 2008. Arikunto, Suharsimi. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research –
CAR), dalam Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
Budiningsih, Asri. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2005. Basia, Hall. Differentiated Instruction, http://www.pearsonschool.com/live/assets/
200916/MatMon092625HS2011Hall_20703_1.pdf. [5 Oktober 2009]. Slavin, Robert E. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa
Media, 2008. Kadir. Pembelajaran matematika melalui pendekatan open ended, dalam
Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika vol.1 No.1. Jakarta: CeMED, 2006.
Kadir. Statistika Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Dilengkapi dengan Output
Program SPSS. Jakarta: Rosemata Sempurna, 2010. Kaufeldt, Martha. Wahai Para Guru, Ubahlah Cara Mengajarmu. Jakarta: PT
Indeks, 2008. Nurdin, Syafruddin. Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman
Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Ciputat: Quantum Teaching, 2005.
Robertson, Laurel. Pembelajaran Kooperatif Untuk Mendukung Cara Berfikir,
Bernalar dan Berkomunikasi Dalam Matematika, dalam Handbook of Cooperative Learning. Yogyakarta: Imperium, 2009.
Rochmad. Tinjauan Filsafat dan Psikologi Konstruktivisme: Pembelajaran
matematika yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif. http://www.rochmad-unnes.blogspot.com. [19 Januari 2009].
82
83
Rohani HM, Ahamad. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Subban, Pearl. A Research Basis Supporting Differentiated Instruction,
http://www.aare.edu.au/06pap/sub06080.pdf. [13 Oktober 2009] Sudjiono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2008). Sudrajat, Akhmad. Pembelajaran Tuntas (Mastery learning) dalam KTSP,
http://akhmad sudrajat.wordpress.com/2009/11/02/pembelajaran-tuntas-mastery-learning-dalam-ktsp/. [13 Oktober 2009]
Suhardjono. Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Kegiatan Pengembangan Profesi
Guru, dalam Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
Supardi. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) Beserta
Sistematika Proposal dan Laporannya, dalam Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.