Bedah Buku "Tergantung Guru" Karya I Nyoman Tingkat

20
Catatan atas buku Tergantung Guru karya I Nyoman Tingkat Oleh I Made Sujaya

Transcript of Bedah Buku "Tergantung Guru" Karya I Nyoman Tingkat

Catatan atas buku Tergantung Guru

karya I Nyoman Tingkat

Oleh I Made Sujaya

Identitas Buku

Judul Buku: Tergantung GuruPenulis: I Nyoman Tingkat Penerbit: Arti Foundation Tahun: 2009 Tebal: viii + 207 halaman

PengantarTergantung Guru (TG) mengingatkan kepada

buku Tergantung Pada Kata karya A Teeuw (1980).

TG merupakan buku kedua. Buku pertama, Berguru dalam Jejak Sastra.

Kumpulan tulisan/esai: 50 tulisanSebagian pernah dimuat di Bali Post (2002-

2008), sebagian masih berupa tulisan tercecer yang belum dipublikasikan.

PengantarRisiko buku kumpulan tulisan: tulisan tidak

utuh dan benang merah antartulisan sulit diuraikan; rentang waktu penulisan yang lama; latar belakang penulisan yang berbeda.

Tiga tema bahasan: 1. Pendidikan (20 tulisan)2. Budaya (16 tulisan)3. Sastra (14 tulisan)

Ketiga tema tidak terpisahkan, saling mengisi, saling melengkapi.

Komposisi isi buku TG

Guru Agen PerubahanGuru faktor penting pembangunan bangsaDengan guru yang cukup secara kuantitas

dan kualitas, berbagai bidang bisa digarap secara maksimal

Masa depan bangsa berada di tangan guru (W.D. Duarsa)

Kaisar Jepang pada kesempatan pertama memerhatikan guru ketika kalah dalam Perang Dunia II karena guru adalah kunci dalam pembangunan bangsa

GURU Agen PerubahanSayangnya tak semua guru menyadari

posisinya sebagai agen perubahanGuru bukan sekadar profesi tetapi panggilan

hati: bukan hanya ketajaman intelektual dan olah pikir tetapi juga kebeningan hati, keheningan jawa, olah rasa, olah batin

Tradisi Bali (Hindu): guru = berat (guru laghu dalam kekawin)

Catur Guru: Guru Rupaka, Guru Pengajian, Guru Wisesa, Guru Swadhyaya

Ibu Alam juga guru. Segalanya adalah guru

Guru yang tak putus berguruIlmu berasal dari masyarakat dan

dikembalikan kepada masyarakatTiada kata henti untuk berguru, untuk belajarMenjadi guru tak hanya di ruang kelas

terbatas, tetapi juga di luar ruang kelas yang tak terbatas

Beguru kapan saja, di mana saja

Guru yang terangsang

Guru menulisDengan menulis, guru tak hanya menjadi

guru di ruang kelas terbatas, tetapi juga di luar ruang kelas yang tanpa batas= guru loka, guru masyarakat

Dengan menulis, guru telah membangun monumen diri dan berumah dalam sejarah. Pemikirannya akan terus dibaca dan disimak orang sehingga dia menjadi guru yang melampaui batas waktu, malampaui masa.

Guru menulisDescartes: Cagito ergo sum (Aku berpikir,

karena itu aku ada).Scholes: Scribo ergo sum (Aku menulis,

karena itu aku ada)Menulis bagi guru tak hanya untuk sertifikasi

atau naik pangkat.Menulis bagi guru merupakan tanggung

jawab profesional,intelektual dan moral.

Budaya Menulis di Kalangan Guru

Menulis adalah proses

Guru menulisMenulis juga untuk mengukur daya kritis guru.Daya kritis prasyarat mewujudkan gagasan

guru sebagai agen perubahan.Dalam TG, daya kritis Nyoman Tingkat cukup

tinggi. Tak hanya terhadap bidang pendidikan, tetapi juga sosial dan budaya.

Tulisan-tulisannya yang kritis menunjukkan Nyoman Tingkat bukanlah guru yang tergantung.

Dia memiliki kemandirian dan merayakan kebebasan dalam memaknai apa yang tersaji dalam hidup dan kehidupan.

Kritis-Etis Nyoman TingkatNamun, dengan UAN yang tetap

diberlakukan hak-hak guru sebagai penilai diambil alih. Hak-hak guru dan siswa dengan kearifan dan keunikan yang melingkupinya dimatikan sehingga yang tersisa kegelisahan demi kegelisahan yang membuat luka kian menganga di jagat pendidikan kita. Dalam konteks inilah puisi Chairil Anwar berjudul “Selamat Tinggal” pantas direnungkan.”Aku berkaca/ Bukan buat ke pesta/ Ini muka penuh luka/ Siapa punya?/” (halaman 54)

Kritis-etis nyoman tingkatSemoga PKB menjadi pesta rakyat, bukan

sekadar pesta pejabat. Jikalau pernyataan ini sebuah kritik, maka saya harus berguru pada almarhum Hamid Jabbar dalam sebuah pantun. “Bukan titik sembarang titik/ Titik Puspa nama penyanyinya/ Bukan kritik sembarang kritik/ Kritik tercipta karena cinta” (hal.129).

 

Pesan dalam TGGuru tak boleh berhenti berguru, kapan saja, di

mana saja, kepada apa saja.Guru jangan tergantung, tetapi mesti mandiri

dan memiliki sikap dalam menjalani pilihannya sebagai guru.

Tak tergantung:- Menulis tak tergantung sertifikasi/naik pangkat- Mengajar-mendidik tak tergantung ruang kelas, tetapi justru harus menyelami ruang kelas terbatas dan ruang kelas tak terbatas (masyarakat)- Tumbuhkan daya kritis agar tak selalu tergantung kepada pemikiran orang sehingga punya kemandirian secara intelektual.

Catatan KelemahanBuku kumpulan tulisan cenderung tidak utuh

dan sering tidak berkaitan.Penting disarankan menulis secara utuh dan

tuntas. Misalnya, menulis tentang GURU MENULIS.

Kesalahan penulisan tanda baca: tanda koma (,) yang banyak terjadi.

rekomendasiBuku TG layak dibaca guru, pelajar,

pemerhati pendidikan dan lainnya.Pengambil kebijakan perlu membaca buku ini

karena pemikiran Nyoman Tingkat cukup relevan dengan kondisi dunia pendidikan saat ini.

Guru-guru lain mestinya jengah dan mulai menulis, menulis dan menulis.

Terima KasihSemoga Bermanfaat

Mohon Maaf bila Ada Kekeliruan Semoga Kita Bisa Berjumpa lagi