BE & GG, Bonita, Hapzi Ali, the corporate culture infact and implications, universitas mercu buana,...

6
Nama Mahasiswa : Bonita Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA Forum BE & GG Minggu 4: Aktivitas bisnis tidak akan terlepas dari kondisi lingkungan yang melandasinya. Begitu pula halnya dengan penerapan good corporate governance yang sudah tentu akan dipengaruhi oleh berbagai komponen yang ada di sekelilingnya. Komponenkomponen dimaksud, seperti hukum, budaya dan sebagainya ada yang bersifat mendukung, namun ada juga yang akhirnya menjadi kendala dalam aplikasinya. Berikut ini akan saya sampaikan secara ringkas berbagai kendala yang dihadapi dalam penerapan good corporate governance di Indonesia. Kendala Hukum. Corporate governance haruslah menjamin perlakuan yang sama dan perlindungan atas hak-hak semua pemegang saham dari berbagai kemungkinan penyalahgunaan (abuses) oleh pihak-pihak tertentu. Di Indonesia, pemegang saham minoritas dan stakeholders lainnya hanya mempunyai sedikit celah untuk melindungi diri mereka terhadap tindakan penyalahgunaan yang dilakukan oleh pemegang saham mayoritas. Dalam sistem hukum kita mekanisme terhadap tindakan seperti itu memang ada diatur, tetapi karena masih lemahnya penegakan hukum dan praktik pengadilan (judiciary) maka efektivitasnya menjadi terbatas. Begitu juga halnya dengan sistem kepailitan dan pengadilan yang memiliki kelemahan telah membuat para kreditur hanya memiliki pengaruh yang kecil terhadap para debitur mereka. Kendala Budaya. Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa terdapat suatu pandangan bahwa praktik corporate governance itu hanyalah merupakan suatu bentuk kepatuhan (conformance) terhadap peraturan atau ketentuan dan bukannya sebagai suatu sistem diperlukan oleh perusahaan untuk meningkatkan kinerja. Hal ini mengakibatkan aplikasi good corporate governance tidak sepenuh hati dilaksanakan, sehingga efektivitasnya menjadi berkurang. Begitu juga halnya dengan adanya dan telah membudayanya anggapan bahwa tindakan penyelewengan (fraud) maupun transaksi dengan orang dalam (insider transactions) hanyalah merupakan hal yang biasa dan lumrah dilakukan dan bahkan tindakan korupsi pun dipandang sebagai sesuatu tindakan yang tidak salah. Anggapan yang seperti ini jelas bertentangan dengan jiwa corporate governance, sehingga akan mengganggu dan bahkan menghambat berjalannya aplikasi tersebut. Kondisi ini ditambah lagi dengan masih lemahnya praktik pengungkapan dan keterbukaan serta tidak efektifnya mekanisme pengungkapan dan kedisiplinan di pasar modal. Dalam beberapa kasus juga dijumpai fenomena bahwa para manajer dan direktur sangat kebal (immune) terhadap pertanggungjawaban kepada para stakeholder.

Transcript of BE & GG, Bonita, Hapzi Ali, the corporate culture infact and implications, universitas mercu buana,...

Page 1: BE & GG, Bonita, Hapzi Ali, the corporate culture infact and implications, universitas mercu buana, 2017.

Nama Mahasiswa : Bonita

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA

Forum BE & GG Minggu 4:

Aktivitas bisnis tidak akan terlepas dari kondisi lingkungan yang melandasinya. Begitu pula halnya

dengan penerapan good corporate governance yang sudah tentu akan dipengaruhi oleh berbagai

komponen yang ada di sekelilingnya. Komponenkomponen dimaksud, seperti hukum, budaya dan

sebagainya ada yang bersifat mendukung, namun ada juga yang akhirnya menjadi kendala dalam

aplikasinya. Berikut ini akan saya sampaikan secara ringkas berbagai kendala yang dihadapi dalam

penerapan good corporate governance di Indonesia.

Kendala Hukum. Corporate governance haruslah menjamin perlakuan yang sama dan

perlindungan atas hak-hak semua pemegang saham dari berbagai kemungkinan

penyalahgunaan (abuses) oleh pihak-pihak tertentu. Di Indonesia, pemegang saham

minoritas dan stakeholders lainnya hanya mempunyai sedikit celah untuk melindungi diri

mereka terhadap tindakan penyalahgunaan yang dilakukan oleh pemegang saham

mayoritas. Dalam sistem hukum kita mekanisme terhadap tindakan seperti itu memang ada

diatur, tetapi karena masih lemahnya penegakan hukum dan praktik pengadilan (judiciary)

maka efektivitasnya menjadi terbatas. Begitu juga halnya dengan sistem kepailitan dan

pengadilan yang memiliki kelemahan telah membuat para kreditur hanya memiliki

pengaruh yang kecil terhadap para debitur mereka.

Kendala Budaya. Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa terdapat suatu pandangan

bahwa praktik corporate governance itu hanyalah merupakan suatu bentuk kepatuhan

(conformance) terhadap peraturan atau ketentuan dan bukannya sebagai suatu sistem

diperlukan oleh perusahaan untuk meningkatkan kinerja. Hal ini mengakibatkan aplikasi

good corporate governance tidak sepenuh hati dilaksanakan, sehingga efektivitasnya

menjadi berkurang. Begitu juga halnya dengan adanya dan telah membudayanya anggapan

bahwa tindakan penyelewengan (fraud) maupun transaksi dengan orang dalam (insider

transactions) hanyalah merupakan hal yang biasa dan lumrah dilakukan dan bahkan

tindakan korupsi pun dipandang sebagai sesuatu tindakan yang tidak salah. Anggapan yang

seperti ini jelas bertentangan dengan jiwa corporate governance, sehingga akan

mengganggu dan bahkan menghambat berjalannya aplikasi tersebut. Kondisi ini ditambah

lagi dengan masih lemahnya praktik pengungkapan dan keterbukaan serta tidak efektifnya

mekanisme pengungkapan dan kedisiplinan di pasar modal. Dalam beberapa kasus juga

dijumpai fenomena bahwa para manajer dan direktur sangat kebal (immune) terhadap

pertanggungjawaban kepada para stakeholder.

Page 2: BE & GG, Bonita, Hapzi Ali, the corporate culture infact and implications, universitas mercu buana, 2017.

Kendala Politik. Kendala ini terutama terkait dengan perusahaan-perusahaan BUMN,

yaitu perusahaan yang dimiliki negara. Sebagaimana dikatakan di atas bahwa pengertian

negara selalu menjadi kabur, terkadang diartikan sebagai pemerintah, tetapi juga ada yang

mengartikannya sebagai lembaga negara yang lain. Hal ini ditambah lagi dengan

dikaburkannya pemisahan antara kepentingan bisnis dan kepentingan pemerintah maupun

lembaga negara yang lain. Akibatnya berbagai keputusan bisnis di BUMN sangat

diintervensi oleh pemerintah dan dalam kasus yang lain BUMN justru dieksploitasi oleh

para politisi (Prasetiantono dalam Nugroho dan Siahaan 2005). Dalam beberapa kasus, hal

ini juga terjadi pada perusahaan perusahaan swasta. Kondisi lain yang mungkin dapat

menjadi perhatian adalah bahwa peranan lembaga pasar modal (Bapepam begitu juga JSX)

sebagai lembaga pengatur masih belum cukup kuat dalam menutupi kelemahan yang ada

di pengadilan.

Kendala Lingkungan Bisnis. Sebagaimana kondisi yang umum berlaku di berbagai

negara Asia lainnya, bahwa perusahaan-perusahaan (meskipun berbentuk perseroan)

Indonesia terutama dimiliki oleh keluarga (family-owned). Dengan kondisi ini, maka

praktik corporate governance dapat saja melenceng dari praktik yang seharusnya karena

pertimbangan dan kepentingan keluarga, misalnya dalam penunjukan anggota komisaris

independen. Keadaan ini dalam berbagai kasus juga tetap berlaku meskipun perusahaan-

perusahaan tersebut sudah masuk dan memperdagangkan sahamnya di pasar modal

(publicly listed).

Kendala Lainnya. Bank-bank di Indonesia telah diakui keberadaannya sebagai salah satu

lembaga intermediary keuangan yang amat berperan dalam penyediaan (juga membantu

dalam menyediakan) dana yang dibutuhkan oleh para pelaku bisnis. Sebagai penyedia dana

(pinjaman) bank-bank tersebut semestinya berperan besar dalam memonitor aktivitas

perusahaan, termasuk aktivitas manajernya dalam penggunaan dana. Dalam berbagai kasus

terlihat bahwa fungsi monitoring ini tidak berjalan secara efektif, bahkan hal itu sudah

terjadi selama proses penilaian terhadap proposal pinjaman yang diajukan. Hal ini dapat

dilihat dari kasus-kasus disetujuinya proposal kredit yang tidak/kurang feasible sehingga

pada akhirnya menimbulkan masalah dalam pengembaliannya kemudian (kredit macet).

Terlepas dari semua itu, good corporate governance bukanlah suatu opsi melainkan suatu

keharusan bagi perusahaan-perusahaan publik di Indonesia, karena penerapan good corporate

governance di semua perusahaan publik ini akan bermanfaat baik negara dalam menurunkan

tingkat country risk dalam upaya memulihkan dan menstabilkan perekonomian nasional maupun

bagi perusahaan itu sendiri dalam meningkatkan value of the firm.

Penerapan good corporate governance bisa dilihat sebagai tantangan sebab membutuhkan semua

hal yang harus diperbaiki (legal, ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya) dalam waktu

bersamaan, yang bila dikaji dalam konteks kondisi Indonesia pasca krisis dan waktu yang sangat

mendesak tentu menimbulkan beban berat atau mungkin frustasi karena terlampau berat untuk

dilalui. Tetapi bila dilihat sebagai kesempatan, dimana pada saat ini good corporate governance

Page 3: BE & GG, Bonita, Hapzi Ali, the corporate culture infact and implications, universitas mercu buana, 2017.

bukan saja dirasakan sebagai pressure di Indonesia tetapi juga di semua belahan dunia, maka bila

perusahaan di Indonesia dapat lebih cepat dan tepat bertindak dari pesaingpesaing mereka (terlepas

masih banyaknya kekurangan-kekurangan secara makro) maka mereka dapat mempertahankan

keberadaan dan meningkatkan kinerja serta menjaga sustainability usaha yang berkualitas di

Indonesia.

Quiz BE & GG Minggu 4:

Dewan Komisaris dalam One Tier System (Anglo Saxon) dan dalam Two Tiers System

(Kontinental Eropa).

Berkenaan dengan bentuk Dewan dalam sebuah perusahaan, terdapat dua sistem yang berbeda

yang berasal dari dua sistem hukum yang berbeda, yaitu Anglo Saxon dan dari Kontinental Eropa.

Sistem Hukum Anglo Saxon mempunyai Sistem Satu Tingkat atau One Tier System. Di sini

perusahaan hanya mempunyai satu Dewan Direksi yangpada umumnya merupakan kombinasi

antara manajer atau pengurus senior (Direktur Eksekutif) dan Direktur Independen yang bekerja

dangan prinsip paruh waktu (Non Direktur Eksekutif). Pada dasarnya yang disebut belakangan ini

diangkat karena kebijakannya, pengalamannya dan relasinya. Negara-negara dengan One Tier

System misalnya Amerika Serikat dan Inggris.

Sistem Hukum Kontinental Eropa mempunyai Sistem Dua Tingkat atau Two Tiers System. Di sini

perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu Dewan Pengawas (Dewan Komisaris) dan

Dewan Manajemen (Dewan Direksi). Yang disebutkan terakhir, yaitu Dewan Direksi, mengelola

dan mewakili perusahaan di bawah pengarahan dan pengawasan Dewan Komisaris. Dalam sistem

ini, anggota Dewan Direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh badan pengawas (Dewan

Komisaris). Dewan Direksi juga harus memberikan informasi kepada Dewan Komisaris dan

menjawab hal-hal yang diajukan oleh Dewan Komisaris. Sehingga Dewan Komisaris terutama

bertanggungjawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen.

Dalam hal ini Dewan Komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan

tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksi-transaksi dengan pihak ketiga. Anggota Dewan

Komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Negara-negara

dengan Two Tiers System adalah Denmark, Jerman, Belanda, dan Jepang. Karena system hukum

Indonesia berasal dari sistem hukum Belanda, maka hokum perusahaan Indonesia menganut Two

Tiers System untuk struktur dewan dalam perusahaan

Meskipun demikian dalam sistem hukum dewasa ini terdapat pula perbedaan-perbedaan yang

cukup penting termasuk di dalamnya adalah hak dan kewajiban Dewan Komisaris dimana dalam

Page 4: BE & GG, Bonita, Hapzi Ali, the corporate culture infact and implications, universitas mercu buana, 2017.

keadaan yang umum tidak termasuk kewenangan Dewan Komisaris untuk menunjuk dan

memberhentikan direksi.

Peranan Dewan Komisaris dalam Suatu Perusahaan.

Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam

pelaksanaan Good Corporate Governance. Menurut Egon Zehnder, Dewan Komisaris merupakan

inti dari Corporate Governance - yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi

perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya

akuntabilitas. Pada intinya, Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan

mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Mengingat

manajemen yang bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan -

sedangkan Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen - maka Dewan

Komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan (Egon Zehnder International,

2000 hal.12-13)

Lebih lanjut tugas-tugas utama Dewan Komisaris meliputi:

1. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan

pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha; menetapkan sasaran kerja;

mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta memonitor penggunaan modal

perusahaan, investasi dan penjualan aset;

2. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian anggota

dewan direksi. Serta menjamin suatu proses pencalonan anggota dewan direksi yang

transparan dan adil.

3. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen,

anggota Dewan Direksi dan anggota Dewan Komisaris, termasuk penyalahgunaan aset

perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan;

4. Memonitor pelaksanaan Governance dan mengadakan perubahan

5. Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan.(OECD

Principles of Corporate Governance)

Persyaratan untuk Dewan Komisaris Menurut Undang-Undang yang Berlaku di Indonesia

Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), yaitu Pasal 97 UUPT,Komisaris bertugas

mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perusahaan serta memberikan nasihat

kepada Direksi. Lebih lanjut Pasal 98 UUPTmenegaskan, bahwa Komisaris wajib dengan itikad

baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan. Disamping itu

UUPTjuga menetapkan, bahwa orang yang dapat diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris

adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah

dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang

merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya sebagai

anggota Dewan Komisaris.

Page 5: BE & GG, Bonita, Hapzi Ali, the corporate culture infact and implications, universitas mercu buana, 2017.

Mengenai kepemilikan saham anggota Dewan Komisaris, UUPT menetapkan, bahwa anggota

Dewan Komisaris wajib melaporkan kepada perusahaan tentang kepemilikan sahamnya dan atau

anggota keluarganya pada perusahaan tersebut atau perusahaan lain.

Komisaris sebuah perusahaan diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Mereka

diangkat untuk suatu periode tertentu, dan apabila dimungkinkan, mereka bisa diangkat kembali.

Dalam Anggaran Dasar diatur tata cara pencalonan, pengangkatan dan pemberhentian anggota

Dewan Komisaris, tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan tersebut. Akhirnya,

UUPTmenetapkan, bahwa anggota Dewan Komisaris dapat diberhentikan atau diberhentikan

sementara oleh RUPS.

Dewan Komisaris dan Komite-komite

telah diketahui secara umum bahwa untuk dapat bekerja secara tepat guna dalam suatu lingkungan

usaha yang kompleks Dewan Komisaris harus mendelegasikan beberapa tugas mereka kepada

komite-komite. Adanya komite-komite ini merupakan suatu sistem yang bermanfaat untuk dapat

melaksanakan pekerjaan Dewan Komisaris secara lebih rinci dengan memusatkan perhatian

Dewan Komisaris kepada bidang khusus perusahaan atau cara pengelolaan yang baik

(Governance) oleh manajemen. Komite-komite yang pada umumnya dibentuk adalah Komite

Kompensasi/Remunerasi untuk badan eksekutif dalam perusahaan, Komite Nominasi, dan Komite

Audit. Berdasarkan praktek yang umum berlaku di dunia internasional disarankan bahwa anggota

komite-komite tersebut diisi oleh anggota Komisaris Independen.

Walaupun komite-komite tersebut belum merupakan hal yang umum terdapat di berbagai bagian

dunia, namun kecendurangan akan menyebar sejalan dengan perkembangan perusahaan, serta

masalah yang lebih kompleks dan yang lebih luas. Dewan Komisaris harus mempertimbangkan

untuk mengangkat seorang komisaris dan menetapkan suatu kebijakan tentang pergantian ketua

komite-komite tersebut. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap komisaris mendapat

kesempatan untuk ikut serta sesuai dengan caranya dan masing-masing untuk memperoleh

pandangan-pandangan baru.

REFERENSI

Dwiridotjahjono, Jojok. 2010. Penerapan Good Corporate Governance : Manfaat Dan Tantangan Serta

Kesempatan Bagi Perusahaan Publik Di Indonesia.

FCGI. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata

Kelola Perusahaan). SERI TATAKELOLAPERUSAHAAN (CORPORATE GOVERNANCE) Jilid II

Page 6: BE & GG, Bonita, Hapzi Ali, the corporate culture infact and implications, universitas mercu buana, 2017.