bblr
Click here to load reader
-
Upload
vickey-navas-de-fabregas -
Category
Documents
-
view
309 -
download
6
description
Transcript of bblr
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingginya angka kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian bayi (AKB)
menjadi masalah besar di negara berkembang termasuk Indonesia. Terlebih AKI
di Indonesia saat ini menjadi isu yang sangat serius dan masih tertinggi, menurut
laporan Survey demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menyebutkan,
Angka kematian Ibu (AKI) saat melahirkan adalah 248 per 100.000 kelahiran
hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) 34 per 1000 kelahiran hidup. Sedangakan
Angka kematian Bayi (AKB) di indonesia menutut The World Health Report tahun
2005 adalah 20 per 1000 kelahiran hidup. Berarti setiap tahun ada 87.770 bayi
baru lahir (BBL) meninggal. Setiap hari ada 246 bayi meninggal dan setiap jam
ada 10 BBL meninggal (Harapan, 2008).
Penyebab langsung kematian ibu dan bayi yaitu komplikasi kehamilan,
persalinan, dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu. AKI
16.000-17.000/tahun. Sepertiga kematian disebabkan oleh abortus terjadi 45-
55/hari atau setiap 25-30 menit; sepertiga lainnya atau 6.000-7.000 sebagai
akibat gugur kandung yang tidak aman dan tidak bersih. AKB 29.000/tahun atau
2.417/bulan atau 80/hari tau setiap 18 menit. Penyebab utama kematian
perinatal adalah penyebab langsung: persalinan premature, persalinan oleh
dukun, kelainan konginetal dan penyebab tidak langsung: anemia dan gizi
rendah, factor infeksi, hamil tua, grandemultipara (Miyata, 2010).
Penyebab kematian bayi di Indonesia adalah prematuritas Bayi Berat
Lahir Rendah (BBLR) 38,85%, hipoksia intra uterus dan asfiksia 27,97%,
1
2
gangguan saluran nafas lainnya yang berhubungan dengan masa perinatal
10,97%, penyakit infeksi dan parasit konginetal 7,69%, janin dan BBL yang
dipengaruhi oleh penyulit kehamilan, persalinan dan kelahiran 6,87%, infeksi
khusus lainnya pada masa perinatal 2,06%, tetanus neonatorum 0,81%, cidera
lahir 0,76%, penyakit hemolitik pada janin dan BBL 0,39% dan kondisi lain yang
bermula pada masa perinatal 3,8% (Depkes RI, 2005). Angka kejadian BBLR di
Indonesia berkisar 9-30% bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain
(Sherly, 2009).
Program kesehatan Indonesia difokuskan pada penurunan angka
kematian bayi dan anak yang masih tiinggi. Angka kematian bayi dan anak tidak
hanya penting untuk mengevaluasi program kesehatan, tetapi memonitor situasi
kesehatan dan sebagai input dalam perhitungan proyeksi penduduk. Selain itu,
Angka Kematian Bayi dan Anak dapat juga dipakai untuk mengidentifikasi
kelompok penduduk yang mempunyai resiko kematian tinggi (Amri, 2008).
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) termasuk faktor utama dalam
peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta
memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya di masa depan
(Akhyar, 2008).
Bayi Berat lahir rendah merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
utama di Amerika Serikat dan memberikan kontribusi substansial terhadap
kematian bayi dan cacat anak. Faktor penentu utama bayi berat lahir rendah di
Amerika Serikat adalah kelahiran prematur, sebuah fenomena etiologi yang
belum diketahui. Kelahiran prematur lebih sering terjadi di Amerika Serikat
daripada negara-negara industri lain, dan merupakan faktor yang paling
bertanggung jawab atas angka kematian bayi yang relatif tinggi di Amerika
3
Serikat. Di Amerika Serikat, populasi Asia mempunyai angka kelahiran terendah
prematur, sementara populasi Amerika Hispanik dan penduduk asli mempunyai
tingkat kelahiran prematur yang lebih tinggi daripada populasi kulit putih (Paneth,
1995).
Sementara itu, hampir 1/3 dari bayi yang baru lahir di selatan wilayah
Asia Timur adalah bayi dengan berat lahir rendah. Banyak faktor risiko yang
berkontribusi terhadap BBLR, yaitu: berat badan ibu yang rendah, hemoglobin
ibu rendah, tinggi ibu rendah, primi-paritas, ibu remaja dan gizi ibu miskin atau
tidak memadai selama kehamilan (Singh, 2010)
Angka kematian bayi di DIY dari tahun 2000 sampai dengan 2025
berdasarkan hasil parameter proyeksi penduduk sebagai berikut: Hasil proyeksi
menunjukan bahwa pada kurun waktu 2000 sampai 2005 (5 tahun) penurunan
AKB rata-rata pertahun adalah 3,9%. Sedangkan untuk periode tahun 2005
sampai 2010 penurunan AKB rata-rata pertahun adalah 2,5% dan periode 2010
sampai 2015 adalah 1,7%. Periode tahun 2015 sampai 2020 diperkirakan tidak
terjadi penurunan karena tingkat kematian yang sangat kecil yang dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang sangat sulit untuk dikendalikan antaranya faktor genetik
(Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025, BPS Ptovinsi DIY). Penyebab
kematain bayi di DIY adalah yang terbesar karena BBLR sebesar 98 kasus
(40,6%), asfiksia sebesar 63 kasus (26,1%), sepsis sebesar 9 kasus (3,7%),
kelainan konginetal sebesar 20 kasus (8,2%) dan penyebab lain sebesar 51
kasus (21,1%) (Profil Kesehatan DIY, 2011).
Pada tahun 2011 kejadian BBLR per provinsi adalah yang tertinggi di
kabupaten Bantul sebesar 31 kasus (31,6%), kemudian Kabupaten Gunung Kidul
sebesar 28 kasus (28,5%) Kabupaten kota yogyakarta sebesar 16 kasus
4
(16,3%), Kabipaten kulon progo sebanyak 14 kasus (14,2%), kabupaten Sleman
sebanyak 9 kasus (9,1%)( Profil Kesehatan DIY, 2012).
Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Bantul pada tahun 2011
mencapai 8,5/1000 kelahiran hidup, mengalami penurunan dibandingkan tahun
2010 9,8/1000 kelahiran hidup. Dari sepuluh besar penyakit rawat inap yang
dilaporkan oleh RSUD Panembahan Senopati, BBLR menduduki peringkat
pertama (Dinkes bantul, 2012).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada
tanggal 20 Oktober 2012 di RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan studi
dokumentasi regristrasi di ruang Rekam Medis dan ruang Bersalin didapatkan
jumlah persalinan pada tahun 2010 sebanyak 1518 ibu bersalin, 348 bayi
mengalami BBLR dan mengalami penurunan pada tahun 2011 dari 2431 ibu
bersalin, 292 bayi mengalami BBLR.
Bayi Berat Lahir Rendah adalah bayi premature maupun cukup bulan
yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram (Dinkes Kota Yogyakarta,
2008). Bayi dengan berat lahir rendah berdampak serius terhadap kualitas
generasi mendatang karena dapat menyebabkan keterlambatan dalam
pertumbuhan dan perkembangan mental anak, serta penurunan kecerdasan
(IQ) 10-13 poin (Amiruddin, 2007). Anak-anak dan orang dewasa, yang pada
saat lahir merupakan BBLR lebih sering mengalami masalah utama, seperti
cerebral palsy, retardasi mental, ketidakmampuan sensori dan kognitif serta
penurunan kemampuan untuk secara berhasil mengembangkan adaptasi sosial,
psikologis, dan fisik terhadap lingkungan yang semakin kompleks (Bobak, dkk.
2004).
5
Faktor-faktor yang menyebabkan dan merupakan predisposisi terjadinya
bayi dengan berat lahir rendah yaitu umur, paritas, penyakit ibu, faktor uterus,
dan factor janin (Wiknjosastro, 2006). Sedangkan menurut Manuaba (2002) bisa
disebabkan karena preeklamsia.
Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh
ibu-ibu dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, hal ini
dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Kasim, dkk (2011) bahwa
kejadian BBLR pada ibu kelompok risiko umur <20 tahun lebih tinggi
dibandingkan kelompok umur 20-34. Secara statistik tidak didapatkan hubungan
antara umur ibu <20 tahun dengan kejadian BBLR (p=0,110). Sedangkan angka
kejadian BBLR pada kelompok risiko umur ibu ≥35 tahun lebih tinggi
dibandingkan kelompok umur 20-34 tahun (OR=5). Secara statistik didapatkan
hubungan antara umur ibu ≥35 tahun dengan kejadian BBLR (p= 0,001). Hasil ini
seusai dengan teori yang menyatakan bahwa pada usia di atas 35 tahun, risiko
kelahiran BBLR meningkat disebabkan jaringan alat reproduksi dan fungsi
fisiologis jalan lahirnya telah mengalami proses kemunduran sehingga dapat
menimbulkan kelahiran bayi BBLR (Martaadisoebrata, dalam Kasim, dkk, 2011).
Lebih lanjut pengaruh usia ibu terhadap kejadian BBLR juga dibuktikan
melalui penelitian yang dilakukan oleh Budiman, dkk (2010) bahwa umur <20
tahun dan >35 tahun merupakan usia yang diangggap resiko dalam kehamilan.
Kehamilan ada usia <20 tahun panggul dan rahim masih kecil dan alat
reproduksi yang belum matang. Kehamilan pada usia >35 tahun kematangan
organ reproduksi mengalami penurunan dibandingkan pada usia 20-35 tahun.
Hal ini dapat mengakibatkan timbulnya masalah kesehatan pada saat persalinan
dan beresioko terjadinya cacat bawaan janin serta BBLR (Manuaba, 2009).
6
Selain itu menurut penelitian Indriani dan Kumala (2010) usia Ibu lebih dari 35
tahun dalam tubuh telah terjadi perubahan-perubahan akibat penuaan organ-
organ. Dengan begitu, kemungkinan untuk mendapat penyakit-penyakit dalam
masa kehamilan yang berhubungan dengan usia akan meningkat, seperti
penyakit darah tinggi atau hipertensi, keracunan kehamilan atau preeklampsia,
diabetes, penyakit jantung dan pembuluh darah. Disebut risiko tinggi karena
kemungkinan terjadinya hasil kehamilan yang buruk/ komplikasi pada ibu usia ini
akan meningkat.
Angka kematian ibu pada tahun 2011 di Kabupaten Bantul mengalami
peningkatan dibanding pada tahun 2010 yaitu 82,07/100.000 Kelahiran Hidup
pada tahun 2010 menjadi 111,2/100.000 Kelahiran Hidup pada tahun 2011.
Target AKI tahun 2011 adalah 100/100.000 Kelahiran Hidup. Hasil Audit Maternal
Perinatal (AMP) menyimpulkan bahwa penyebab kematian ibu pada tahun 2011
adalah pre-eklamsia berat (PEB) sebanyak 26,7%, perdarahan sebesar 20%,
dan 13,3% akibat emboli air ketuban, sedangkan sisanya disebabkan karena
peyebab tidak langsung seperti DM, gangguan jiwa, stroke, kelainan jantung
(Dinkes Yogyakarta, 2012).
Pre-eklampsia adalah salah satu penyebab utama kematian dan
kecacatan pada ibu dan bayi. Lebih dari empat juta wanita di seluruh dunia akan
mengembangkan gangguan setiap tahun. Pre-eklampsia mempersulit 2 - 3% dari
kehamilan primigravida dan 5 - 7% dari wanita nulipara (Lyall, 2007). Di Amerika
Latin dan Karibia, gangguan hipertensi bertanggung jawab untuk hampir 26%
dari kematian ibu, sedangkan di Afrika dan Asia berkontribusi 9% dari kematian
ibu. Meskipun angka kematian ibu jauh lebih rendah di negara maju dari pada di
7
negara-negara berkembang, 16% dari kematian ibu dapat ditugaskan untuk
hipertensi disorders (Steegers, 2010).
Pre-eklamsia adalah sindrom yang sering didahului oleh proteinuria dan
oedema, terjadi setelah usia gestasi 20-40 minggu, kecuali jika terdapat penyakit
troplobastik. Wibisono juga menambahkan hipertensi akibat kehamilan dengan
proteinuria, oedema, setelah usia 20 minggu dan bukan karena kelainan
neurologic. Namun pre-eklamsia juga dapat terjadi pada saat persalinan sampai
dengan 10 hari post partum (Sarwono, 2008). Pre-eklamsia yang terjadi pada
umur kehamilan kurang dari 32 minggu akan meningkatkan resiko kematian ibu
sebesar 20 kali lipat (Steegers, 2010). Pre-eklamsia akan mempengaruhi arteri
yang membawa darah menuju plasenta sehingga plasenta tidak mendapat cukup
darah, maka janin akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga
pertumbuhan janin melambat atau lahir dengan berat badan kurang. (Rahmi,
2009).
Pengaruh preeklamsi terhadap kejadian BBLR dibuktikan melalui
penelitian yang dilakukan oleh Jammeh, et al (2011) yang menyatakan bahwa
Preeklamspia menyebabkan perubahan anatomi-patologik yang terjadi pada
plasenta dan uterus yaitu cairan darah ke uterus menurun dan menyebabkan
gangguan pada plasenta sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin karena
kekurangan oksigen dan dapat terjadi pula gawat janin dan menyebabkan
kejadian BBLR. Preeklamsi berat didefinisikan sebagai tekanan darah lebih
besar dari 160 mm Hg (sistolik) atau 110 mm Hg (diastolik) terkait dengan
proteinuria lebih besar dari atau sama dengan 5 gram per hari. Selanjutnya, PE
dianggap parah dengan adanya keterlibatan multiorgan termasuk
trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.000 / uL), edema paru, atau
8
oliguria (kurang dari 500 mL per hari). Sebaliknya, PE ringan ditandai dengan
tekanan darah tinggi kurang dari 160 mm Hg (sistolik) atau 120 mm Hg (diastolik)
dengan proteinuria lebih besar dari 300 mg, tapi kurang dari 5 g, per hari.
Perdebatan tentang cara optimal untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan
penyakit pada preeklamsia mungkin karena pengetahuan yang tidak lengkap
tentang patofisiologi yang mendasari gangguan, dengan manifestasi klinis dan
laboratorium preeklamsia mewakili titik akhir untuk berbagai kondisi penyakit ibu
selama kehamilan (Backes, et al, 2011). Hal ini dipertegas oleh penelitian yang
dilakukan oleh Shidu (2009) penyebab BBLR terbesar karena preeklamsia
sebesar 32.5%, kunjungan ANC yang kurang sebesar 17,5%, anemia sebesar
12,5%, hamil preterm 15%, KPD sebesar 7,5%, malpresentasi sebesar 5%, fetal
distress sebesar 5%, dan penyebab lain sebesar 27,5%.
Berdasarkan data register kasus obstetri dan kematian perinatal di RSUD
Panembahan Senopati Bantul didapatkan jumlah persalinan pada tahun 2010
sebanyak 1518 ibu bersalin, 123 ibu mengalami pre-eklamsia dan mengalami
penurunan pada tahun 2011 dari 2431 ibu bersalin, 111 ibu mengalami pre-
eklamsia.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “hubungan antara umur dan kejadian preeklamsia dengan
kejadian BBLR di RSUD Panembahan Senopati tahun 2011”
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas bahwa angka kejadian preeklamsi
pada ibu hamil yang masih tinggi dan angka kejadian BBLR yang juga tinggi
maka dapat dirumuskan bahwa “Apakah ada hubungan antara umur dan
9
preeklamsia dengan kejadian BBLR di RSUD Panembahan Senopati tahun
2011?”
C.Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan antara umur dan kejadian preeklamsia dengan
kejadian BBLR di RSUD Panembahan Senopati tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya ibu hamil yang berusia < 20 tahun dan > 35 tahun di
RSUD Panembahan Senopati tahun 2011.
b. Diketahuinya ibu hamil yang bersusia 20 tahun sampai 35 tahun
di RSUD Panembahan Senopati tahun 2011.
c. Diketahuinya kejadian BBLR dan tidak BBLR pada ibu hamil yang
mengalami Kurang Energi Kronis di RSUD Panembahan Senopati
tahun 2011.
d. Diketahuinya kejadian BBLR dan tidak BBLR pada ibu hamil yang
tidak mengalami Kurang Energi Kronis di RSUD Panembahan
Senopati tahun 2011.
e. Diketahuinya kejadian BBLR dan tidak BBLR pada ibu hamil yang
tidak mengalami preeklamsia di RSUD Panembahan Senopati
tahun 2011.
f. Diketahuinya kejadian BBLR dan tidak BBLR pada ibu hamil yang
mengalami preeklamsia di RSUD Panembahan Senopati tahun
2011.
10
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Direktur RSUD Panembahan Senopati
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan
untuk pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan dalam
pencegahan dan penatalaksanaan BBLR di RSUD Panembahan
Senopati.
b. Bagi bidan pelaksana di Ruang Bersalin RSUD Panembahan
Senopati:
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengambil langkah untuk
kejadian BBLR.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan
masukan sehingga dapat digunakan sebagai referensi guna penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membuktikan teori secara
empiris bahwa anemia dan kurang energi kronis pada ibu hamil merupakan
faktor predisposisi untuk terjadinya bayi lahir dengan BBLR.
E.Keaslian Penelitian
11
Penelitian serupa tentang Bayi Berat lahir rendah pernah diulakukan oleh
beberapa peneliti, yaitu pelelitian oleh Yuni Antarini (2008).
Tabel 1.1 Perbedaan Penelitian sekarang dengan Penelitian Sebelumnya
NoAspek
Penelitian Anntarini
(2008) Penelitian ini Perbedaan
1. Judul Karakteristik ibu
yang melahirkan
BBLR di RSUD
Wates Kabupaten
Kulon Progo tahun
2008
Hubungan antara
umur dan
preeklamsia dengan
BBLR di RSUD
Panembahan
Senopati tahun 2011
Berbeda
2. Jenis
Penelitian
Diskritif Analitik Berbeda
3. Desain
Penelitian
Cross Sectional Case Control Berbeda
4. Variabel
Penelitian
Variabel :
ibu yang melahirkan
BBLR
Variabel independen:
umur dan
preeklamsia.
Variabel dependen:
kejadian Bayi Berat
Lahir Rendah
Berbeda
5. Teknik
Sampling
Purposive sampling Purposive sampling Sama
6. Analisis
data
tabel Univariat dan bivariat
(chi square)
Berbeda