BBDM kelompok 1
-
Upload
seia-mahanani -
Category
Documents
-
view
260 -
download
1
Transcript of BBDM kelompok 1
LAPORAN KASUS BBDM
SEORANG WANITA 60 TAHUN DENGAN KURANG
PENDENGARAN TELINGA KANAN
Disusun oleh:
KELOMPOK 1
Dewi Ayu Kusuma 22010113210101 Danang Prasetyo
W
22010114210085
Laurentia Laksmi
A.H
22010113210103 M. Hasbi
Asshiddiqi
22010114210078
Adityas Rahmalia 22010113210106 Nungki
Rusydiana P.
22010114210111
Ratya Kirana Sadono 22010113210108 Nur Kholisa M.A 22010114210112
Samuel Raditya
Wibawa
22010113210134 Astari Indriyastuti 22010113210113
KEPANITERAAN SENIOR ILMU KESEHATAN TELINGA
HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Nama Mahasiswa : Kelompok 1
Dewi Ayu Kusuma 22010113210101
Laurentia Laksmi A.H 22010113210103
Adityas Rahmalia 22010113210106
Ratya Kirana Sadono 22010113210108
Samuel Raditya Wibawa 22010113210134
Danang Prasetyo W 22010114210085
M. Hasbi Asshiddiqi 22010114210078
Nungki Rusydiana P. 22010114210111
Nur Kholisa M.A 22010114210112
Astari Indriyastuti 22010113210113
Bagian : Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
Leher
Judul Kasus : Seorang Wanita 60 Tahun dengan Kurang Pendengaran
Telinga Kanan
Pembimbing : dr. Dwi Marliyawati, Sp. THT-KL
Semarang, 30 Maret 2015
Pembimbing
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Tempat, tanggal lahir : Demak, 4 Desember 1955
Usia : 60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Warga negara : Indonesia
Suku : Jawa
Alamat lengkap : Tanubayan - Demak
Pekerjaan : Pedagang makanan
Pendidikan tertinggi : Tamat SD
No. RM Irna : C525209
II. DATA DASAR
A. SUBYEKTIF
Berdasarkan Autoanamnesis tanggal 20 November 2013 pukul 11.15 WIB
di Poliklinik THT Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang
Keluhan Utama : kurang pendengaran telinga kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
± 2 bulan yang lalu, pasien mengeluhkan telinga kanan kurang dengar,
gembrebeg (+/-), keluar cairan dari telinga (-/-), nyeri telinga (+/-), demam (-),
pusing berputar (-), muntah (-), perot (-). Kurang pendengaran dirasakan
mendadak, tidak memberat dan mengganggu aktivitas pasien sehari – hari. Pasien
kemudian berobat ke RSUD Demak dan kemudian dirujuk ke RSDK.
Riwayat penyakit lain / sebelumnya:
Riwayat sakit gula, danalergi disangkal
Riiwayat hipertensi (+)
Riwayat sakit jantung (+)
Riwayat pengobatan jangka waktu lama disangkal
Riwayat penyakit keluarga:
• Riwayat hipertensi, kencing manis, dan alergi pada keluarga disangkal
Riwayat sosial ekonomi:
Pekerjaan pasien sebagai pedagang makanan, suami pasien sebagai wiraswasta
Penghasilan per bulan kurang lebih Rp 1.000.000
Tanggungan 2 anak belum mandiri
Biaya pengobatan dengan BPJS non PBI
Kesan sosial ekonomi: kurang
B. OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan pada hari Jumat, 20 Maret 2015 pukul 11.25 di Poliklinik THT
Rumah Sakit Umum Kariadi didapatkan :
Status Generalis
Kesadaran = composmentis
Aktivitas = baik
Kooperatif = baik
Status Gizi = cukup
Kulit = turgor kulit cukup
Konjungtiva = konjungtiva palpebra pucat (+/+)
Nadi = 88x/menit
Tensi = 120/80 mmHg
RR = 24x/menit
Suhu = 36,8oC aksiller
Status Lokalis (THT)
1. Telinga
KANAN KIRI
Mastoid Nyeri ketok (-), nyeri tekan (-), bengkak (-)
Nyeri ketok (-), nyeri tekan (-), bengkak (-)
Preaurikula
Nyeri tekan tragus (-), fistel (-), abses (-)
Nyeri tekan tragus (-), fistel (-), abses (-)
Retroaurikula
Fistel (-), abses (-), nyeri tekan (-)
Fistel (-), abses (-), nyeri tekan (-)
Aurikula Nyeri tarik (-), hiperemis (-)
Nyeri tarik (-), hiperemis (-)
Kanalis eksternus
Edema (-), hiperemis (-)
Edema (-), hiperemis (-)
Discaj (-) (-)
Lain-lain Serumen (+) Serumen (+)
Membaran timpani
• Warna Putih mengkilat Putih mengkilat
• Refleks cahaya
(+) (+)
• Perforasi (-) (-)
• Lain-lain - -
2. Hidung dan sinus paranasal
Pemeriksaan luar :
• Hidung : simetris, deformitas (-), discaj (-)
• Sinus : nyeri tekan & nyeri ketok psngksl hidung (-), dahi (-)
• Rinoskopi anterior
Rhinoskopi
Anterior
Kanan Kiri
Discaj (-) (-)
Mukosa pucat (-), oedema (-) pucat (-), oedema (-)
Konka oedem (-), hipertrofi
(-)
oedem (-), hipertrofi(-)
Tumor Tidak tampak massa Tidak tampak massa
Septum
Palatal phenomen
Deviasi (-)
(-)
• Diafanoskopi : tidak dilakukan
3. Tenggorok
KANAN KIRI
Palatum Massa (-), simetris
Arkus faring Simetris, uvula ditengah
Mukosa Hiperemis (-)
Tonsil T1-1, hiperemis (-), permukaan rata, kripte melebar
(-/-), detritus (-/-)
Peritonsil Abses (-) Abses (-)
Lain-lain -
4. Kepala dan Lehe r
Kepala : mesosefal
Wajah : simetris, deformitas (-)
Leher anterior : pembesaran tiroid (-), pembesaran nnll. (-)
Leher lateral : pembesaran nnll (-)
5. Gigi dan Mulut
• Gigi geligi : karies (-), gigi goyang (-)
• Lidah : deviasi (-), lidah kotor, gerak bebas
• Palatum : simetris, bombans (-)
• Pipi : simetris, benjolan (-)
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Tes Pendengaran
Tes bisik:
Kanan = 2/6 (kurang pendengaran berat)
Kiri = 5/6 (kurang pendengaran sangat berat)
Tes garpu tala :
1. Rinne:
Kanan = (+) AC>BC
Kiri = (+) AC>BC
2. Schwabach:
Kanan = memendek
Kiri = normal
3. Weber: lateralisasi ke kiri
Audimetri
Kesan:
Kanan : SNHL berat (PTA=77,5)
Kiri : dbn
Timpanometri
Kesan:
Kanan : tipe B
Kiri : tipe A
RESUME
Seorang Wanita, 50Tahun
± 2 bulan yang lalu, pasien mengeluhkan telinga kanan kurang dengar, gembrebeg
(+/-), keluar cairan dari telinga (-/-), otalgia (+/-), demam (-), vertigo(-), muntah
(-), perot (-). Kurang pendengaran dirasakan mendadak, tidak memberat dan
mengganggu aktivitas pasien sehari – hari. Pasien kemudian berobat ke RSUD
Demak dan kemudian dirujuk ke RSDK.
Hidung : dbn
Telinga :
Tes bisik = (Kurang dengar berat / Normal)
Tes garpu tala = (SNHL / normal)
DIAGNOSIS
SNHL berat telinga kanan curiga OME
RENCANA PENGELOLAAN
1. Pemeriksaan diagnostik :
Initial Plan dx:
S = (-)
O = (-)
2. Terapi :
Pemasangan Alat Bantu Dengar
3. Pemantauan :
keadaan umum, tanda vital, keluhan yang dirasakan pasien
progresivitas penyakit
4. Penyuluhan :
Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit, rencana pemeriksaan, terapi
dan efek samping terapi.
PROGNOSIS
• Quo ad vitam : ad bonam
• Quo ad sanam : dubia ad bonam
• Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB 2
SASARAN BELAJAR
1. Faktor Resiko Otitis Media Efusi
1. Usia
Penelitian pada beberapa anak sekolah di Saudi Arabia didapatkan usia
merupakan faktor risiko otitis media efusi. Anak dengan usia kurang dari 8
tahun memiliki risiko yang lebih tinggi menderita otitis media efusi. Hal
ini dapat dikarenakan struktur anatomi dari telinga yang mulai membesar
seiring dengan perkembangan anak dan sistem imun yang semakin kuat.1
2. Riwayat otitis media akut sebelumnya
Penelitian pada beberapa anak sekolah di Saudi Arabia didapatkan risiko
otitis media efusi meningkat pada anak yang memiliki riwayat otitis media
akut yang rekuren.1
3. Jumlah anggota keluarga
Risiko terjadinya otitis media efusi meningkat pada anak yang memiliki
anggota keluarga lebih dari 4 yang tinggal dalam satu rumah.2
4. Bayi yang minum susu botol
Bayi yang minum susu botol memiliki risiko yang lebih tinggi menderita
otitis media efusi dibandingkan bayi yang minum ASI. Penelitian pada
anak TK di Cina didapatkan bahwa ASI merupakan faktor protektif
terhadap OME.2
5. Pendidikan ibu rendah
Penelitian di Saudi Arabia terhadap beberapa anak sekolah didapatkan
kejadian otitis media akut meningkat pada anak yang ibunya memiliki
pendidikan rendah (lebih rendah dari pendidikan tingkat 2).1
6. Terdapat obstruksi nasal
Penelitian terhadap anak TK di Cina didapatkan bahwa anak yang
memiliki obstruksi pada nasal merupakan faktor risiko terjadinya otitis
media efusi.2
7. Paparan asap rokok
Penelitian terhadap anak sekolah di Turki didapatkan risiko OME
persisten meningkat pada anak di Istanbul, Turki yang terpapar asap
rokok.3
8. Alergi
Kejadian OME pada penelitian di Turki didapatkan meningkat pada anak
dengan riwayat alergi. Alergi dapat menyebabkan inflamasi pada jalan
nafas dan kemudian berkontribusi terjadinya infeksi telinga. Alergi juga
berhubungan dengan kejadian asma dan sinusitis.3
2. Patofisiologi SNHL
Tuli sensorineural adalah berkurangnya pendengaran atau gangguan
pendengaran yang terjadi akibat kerusakan pada telinga bagian dalam, saraf
yang berjalan dari telinga ke otak (saraf pendengaran), atau otak.
Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (congenital, labirinitis
(oleh bakteri/virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin,
neomisin, kina, asetosal atau alkohol. Selain itu, tuli sensorineural juga dapat
disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma
akustik, dan pajanan bising.
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor
sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan
sebagainya.
PATOFISIOLOGI
Perjalanan penyakit dari tuli sensorineural disebabkan oleh beberapa hal
sesuai dengan etiologi yang sudah disebutkan diatas. Pada tuli sensorineural
(perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di
pusat pendengaran. Sel rambut dapat dirusak oleh tekanan udara akibat
terpapar oleh suara yang terlalu keras untuk jangka waktu yang lama dan
iskemia. Kandungan glikogen yang tinggi membuat sel rambut dapat bertahan
terhadap iskemia melalui glikolisis anaerob.
Sel rambut juga dapat dirusak oleh obat-obatan, seperti antibiotik
aminoglikosida dan agen kemoterapeutik cisplatin, yang melalui stria
vaskularis akan terakumulasi di endolimfe. Hal ini yang menyebabkan tuli
telinga dalam yang nantinya mempengaruhi konduksi udara dan tulang.
Ambang pendengaran dan perpindahan komponen aktif membran basilar akan
terpengaruh sehingga kemampuan untuk membedakan berbagai nada
frekuensi yang tinggi menjadi terganggu. Akhirnya, depolarisasi sel rambut
dalam tidak adekuat dapat menghasilkan sensasi suara yang tidak biasa dan
mengganggu (tinnitus subyektif). Hal ini bias juga disebabkan oleh eksitasi
neuron yang tidak adekuat pada jaras pendengaran atau korteks auditorik.
Kekakuan membran basilar mengganggu mikromekanik yang akan
berperan dalam ketulian pada usia lanjut. Tuli telinga dalam juga disebabkan
oleh sekresi endolimfe yang abnormal. Jadi, loop diuretics pada dosisi tinggi
tidak hanya menghambat kotranspor Na+ -K+ -2Cl- ginjal, tetapi juga di
pendengaran. Kelainan genetik pada kanak K+ di lumen juga diketahui
menyebabkan hal tersebut. Kanal K+ terdiri atas dua subunit (IsK/KvLQT1) yang
juga diekspresikan pada organ lain, berperan dalam proses repolarisasi. Defek
KvLQT1 atau IsK tidak hanya mengakibatkan ketulian, tetapi juga perlambatan
repolarisasi miokardium.
Ganggguan penyerapan endolimfe juga dapat menyebabkan tuli di mana
ruang endolimfe menjadi menonjol keluar sehingga mengganggu hubungan
antara sel rambut dan membran tektorial (edema endolimfe). Akhirnya,
peningkatan permeabilitas antara ruang endolimfe dan perilimfe yang
berperan dalam penyakit Meniere yang ditandai dengan serangan tuli dan
vertigo
3. Patofisiologi Otitis Media Efusi
Otitis Media Efusi adalah radang mukoperiostium rongga telinga tengah
dengan sekret non-purulen, sedangkan keadaan membrana tympani tetap utuh.
Patofisiologi
Penyebab OME :
Obstruksi tuba kronis
Alergi
Barotrauma
Otitis Media Efusi terbagi menjadi :
1. Otitis Media Serosa dapat terjadi akibat adanya transudat atau plasma yang
mengalir dari pembuluh darah ke telinga tengah akibat adanya perbedaan
tekanan hidrostatik.
2. Otitis Media Mukoid terjadi akibat sekresi aktif dari kelenjar dan kista yang
terdapat dalam mukosa telinga tengah. Otitis media mukoid dapat pula terjadi
karena lanjutan dari OMA dimana sekret purulen diresorbsi yang menyebabkan
sekret menjadi kental.
Faktor utama yang berpengaruh dalam keadaan ini adalah teganggunya fungsi
Tuba Eustachius (obstruksi). Akibat obstruksi ini kadar O2 di dalam cavum
timpani akan berkurang diiringi dengan peningkatan kadar CO2. Sementara
keadaan di pembuluh kapiler, pO2 menurun namun pCO2 tetap. Akibatnya kadar
pCO2 lebih tinggi daripada pO2 yang menyebabkan permeabilitas kapiler naik,
sehingga darah atau transudat atau plasma merembes ke telinga tengah, namun
membrana timpani tetap utuh. Sumbatan pada tuba biasanya ternjadi akibat infeksi
virus.
4. Deferensial Diagnosis dan Diagnosis Sementara
A. Deferensial Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan pada pasien ini maka diagnosa bandingnya adalah tuli campuran,
dengan diagnosa banding tuli sensorineural dan tuli konduktifnya adalah:
a. Tuli sensorineural
Tuli sensorineural adalah gangguan pendengaran yang disebabkan oleh
adanya abnormalitas koklea, saraf auditorik, dan struktur lain yang mengolah
impuls neural ke korteks auditorik di otak.4
Sudden sensorineural hearing loss (SSNHL)
Didefinisikan sebagai bentuk sensasi subjektif kehilangan pendengaran
sensorineural pada satu atau kedua telinga yang berlangsung secara cepat
dalam periode 72 jam, dengan kriteria audiometri berupa penurunan
pendengaran ≥30 dB sekurang-kurangnya pada 3 frekuensi berturut-turut,
yang menunjukkan adanya abnormalitas pada koklea, saraf auditorik, atau
pusat persepsi dan pengolahan impuls pada korteks auditorik di otak.
Beberapa kemungkinan penyebab tuli mendadak, yaitu idiopatik (71%),
penyakit infeksi (12,8%), penyakit telinga (4,7%), trauma (4,2%), vaskular
dan hematologik (2,8%), neoplasma (2,3%), serta penyebab lainnya (2,2%).
Pada pasien ini, kurang pendengaran terjadi mendadak akan tetapi pasien
baru datang berobat setelah 2 bulan sejak keluhan muncul. Pemeriksaan
audiometri nada murni pada pasien ini menunjukkan adanya SNHL pada
telinga kanan dengan penurunan pendengaran lebih dari 30 dB pada semua
frekuensi. Selain itu, pasien ini memiliki faktor resiko berupa penyakit
hipertensi dan jantung yang merupakan 2,8% penyebab dari tuli mendadak.4
Fistula perilimfa
Merupakan kondisi adanya hubungan abnormal antara ruang perilimfa
telinga dalam dengan telinga tengah atau mastoid. Fistula perilimfa dapat
menyebabkan timbulnya kurang pendengaran pada satu atau kedua telinga,
tinitus, aura, vertigo, disekuilibrium atau kombinasi dari gejala-gejala
tersebut. Fistula perilimfa dapat terjadi akibat trauma.
Pada pasien ini kurang pendengaran (+), tinitus (+), aura (-), vertigo (-),
disekuilibrium (-), riwayat trauma (-).5.6
Presbikusis
Presbikusis adalah tuli sensorineural dengan penyebab multifaktorial,
biasanya muncul usia ≥50 tahun dengan karakteristik gangguan pendengaran
pada frekuensi tinggi. Presbikusis merupakan akibat dari proses penuaan,
terutama berhubungan dengan suplai mikrovaskular sel rambut, yang
menyebabkan iskemia, hipoksia, dan stres oksidatif.
Pasien berusia 60 tahun, dimana proses penuaan biasanya telah terjadi.
Selain itu, penyakit hipertensi dan jantung yang diderita dapat mempercepat
proses tersebut dan memperberat kondisi yang diakibatkan. Akan tetapi, pada
pasien ini, keluhan kurang pendengaran tidak dikeluhkan pada kedua telinga,
melainkan hanya pada telinga kanan. Selain itu, audiometri telinga kiri
menunjukkan bahwa telinga kiri dalam batas normal.5.6
b. Tuli konduktif
Otitis Media Efusi Akut
Merupakan keadaan terdapatnya sekret yang nonpurulen di telinga tengah,
sedangkan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Gejala yang
menonjol adalah kurang pendengaran. Rasa sedikit nyeri dalam telinga dapat
terjadi pada saat awal tuba terganggu, yang menyebabkan timbul tekanan
negatif pada telinga tengah, tetapi setelah sekret terbentuk tekanan negatif ini
pelan-pelan hilang. Tinitus, vertigo, atau pusing kadang ada tetapi ringan.
Pada pasien ini ditemukan gejala kurang pendengaran, nyeri telinga dan
tinitus. Pemeriksaan fisik tidak menemukan kelainan pada telinga luar, tetapi
pemeriksaan timpanometri telinga kanan menunjukkan tipe B yang
menandakan adanya cairan dalam cavum timpani.7
Otitis Media Supuratif Akut
Otitis media akut merupakan peradangan akibat infeksi pada telinga
tengah, dengan penyebab utama adalah sumbatan pada tuba Eustachius.
Gejala yang ditimbulkan biasanya nyeri telinga, kurang pendengaran, keluar
cairan dari telinga atau rasa penuh di telinga. Biasanya ada demam dan
didahului dengan infeksi saluran napas atas. Otitis media supuratif akut dapat
menyebabkan perforasi membran timpani.
Pasien mengeluhkan kurang pendengaran disertai dengan nyeri telinga,
keluar cairan dari telinga (-), rasa penuh di telinga (-). Pasien tidak demam
dan tidak mengalami infeksi saluran napas atas sebelum keluhan muncul.
Pada pemeriksaan fisik membran timpani tampak intak.8
B. Diagnosis SementaraBerdasarkan diagnosa banding yang telah disusun terhadap pasien ini, maka
diagnosa sementaranya adalah tuli campuran telinga kanan karena sudden
sensorineural hearing loss dan otitis media efusi.
5. Terapi dan Edukasi
TERAPI SNHL
1. Alat Bantu Dengar (ABD)
Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran
dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid ). Memasang
suatu alat bantudengar merupakan suatu proses yang rumit yang tidak hanya
melibatkan derajat dan tipe ketulian, namun juga perbedaan antar telinga,
kecakapan diskriinasi dan psikoakustik lainnya.
2. Implan Koklea
Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang memepunyai
kemampuan menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan
mendengar dan berkomunikasi pada pasien tuli sensorineural berat dan total
bilateral.
Indikasi pemasangan implan koklea adalah :
- Tuli sensorineural berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun
dewasa) yang tidak / sedikit mendapat manfaat dari ABD.
- Usia 12 bulan– 17 tahun
- Tidak ada kontra indikasi medis
- Calon pengguna mempunyai perkembangan kognitif yang baik
Kontra Indikasi pemasangan implan koklea antara lain :
- Tuli akibat kelainan pada jalur pusat (tuli sentral)
- Proses penulangan koklea
- Koklea tidak berkembang
Adapun cara kerja Implan koklea adalah, impuls suara ditangkap oleh
mikrofon dan diteruskan menuju speech processor melalui kabel penghubung.
speech processor akan melakukan seleksi informasi suara yang sesuai dan
mengubahnya menjadi kode suara yang akan disampaikan ke transmiter.
Kode suara akan dipancarkan menembus kulit menuju stimulator. Pada
bagian ini kode suara akan dirubah menjadi sinyal listrik dan akan dikirim
menuju elektrode-elektrode yang sesuai di dalam kokleasehingga
menimbulkan stimulasi serabut-serabut saraf. Pada speech processor terdapat
sirkuit khusus yang berfungsi untuk meredam bising lingkungan.
Keberhasilan implan koklea ditentukan denga menilai kemampuan
mendengar, pertambahan kosa kata dan pemahaman bahasa. Dewasa ini,
dilaporkan beberapa penemuan baru tentang regenerasi selrambut antara lain,
proses pengkodean faktor transkripsi Math1 oleh vektor adenovirus yang
ditanam pada telinga kelinci percobaan yang tuli berhasil di mana ditemukan
perbaikan ambang pendengaran kelinci tersebut. Ini karena transkripsi faktor
Math1 ini penting bagi regenerasi sel rambut. Selain itu, sedang dijalankan
penelitian 'stem cell' dimana diharapkan sel-sel ini dapat berdiferensiasi ke
sel-selrambut dan neuron akustik dan selanjutnya dipakai untuk
menggantikan sel-sel rambut maupun neuron koklea yang sudah mengalami
degenerasi atau rusak.
3. Medikamentosa: vitamin B1, 1x100mg (neurotropik)
EDUKASI SNHL
Edukasi tuli sensorineural disesuaikan dengan penyebab ketulian. Tuli
karena pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik, diatasi dengan penghentian
obat. Jika diakibatkan oleh bising, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari
lingkungan bising. Bila tidak memungkinkan dapat menggunakan alat pelindung
telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug ), tutup teling (iear muff)
dan pelindung kepala (helmet ). Apabila gangguan pendengaran sudah
mengakibatkan kesulitan berkomunikasi bisa menggunakan alat bantu dengar.
TERAPI OME
I. TATALAKSANA
NON BEDAH
Tatalaksana otitis media efusi secara medikamentosa dapat dikatakan
kontroversial, dan penerapannya tergantung dari setiap negara. Terapi
medikamentosa dapat berupa decongestan, anti histamin, antibiotik, perasat
valsava (bila tidak ada tanda-tanda infeksi jalan napas atas), dan
hiposensitisasi alergi.
Dekongestan dapat diberikan melalui tetes hidung, atau kombinasi
anti histamin dengan dekongestan oral. Namun kepustakaan lain menuliskan
bahwa antihistamin maupun dekongestan tidak berguna bila tidak ada
kongesti nasofaring .
Dasar dari pemberian antibiotik adalah berdasarkan penelitian dari
hasil kultur bakteri cairan otitis media efusi. Cairan serosa dan mukoid yang
dikumpulkan pada miringotomi untuk diteliti, hasilnya ditemukan biakan
kultur positif pada 40% spesimen. Hasil biakan kultur tersebut mengandung
organisme yang identik dengan organisme yang didapat dari
timpanosentesis otitis media akut. Maka, pemilihan antibiotik pada otitis
media serosa dan mukoid serupa dengan otitis media akut. Hasil penelitian
terkini, membuktikan bahwa penggunaan antibiotik terbukti efektif hanya
pada sejumlah kecil pasien, dan efeknya cenderung bersifat jangka pendek.
Oleh karena itu, penggunaannya tidak selalu mutlak, mengingat efek
sampingnya (seperti gastroenteritis, reaksi atopik, risiko resistensi) tidak
sebanding dengan keefektifannya.
Hiposensitisasi alergi hanya dilakukan pada kasus-kasus yang jelas
memperlihatkan alergi dengan tes kulit. Bila terbukti alergi makanan, maka
diet perlu dibatasi.
Tatalaksana lain yang masih kontroversial keefektifannya antara
lain: penggunaan steroid, dan mucolytik. Penggunaan kedua golongan ini
kontroversial karena hasil studi banding dengan placebo, tidak menunjukan
perbedaan atau hanya sedikit perbaikan.
BEDAH
Beberapa pilihan untuk tatalaksana bedah antara lain: miringitomi,
pemasangan tuba timpanostomi, adenoidektomi.
Pemasangan tuba timpanostomi untuk sebagai ventilasi, yang
memungkinkan udara masuk ke dalam telinga tengah, dengan demikian
menghilangkan keadaan vakum. Tuba timpanostomi terdapat dua macam:
short term (contoh: grommets), long term (contoh: T-tubes). Tuba jangka
pendek dapat bertahan hingga 12 bulan, sedangkan tuba jangka panjang
dapat digunakan hingga bertahun-tahun. Tuba ventilasi dibiarkan pada
tempatnya sampai terlepas sendiri dalam jangka waktu 6-12bulan.
Sayangnya karena cairan seringkali berulang, beberapa anak memerlukan
tuba yang dirancang khusus sehingga dapat bertahan lebih dari 12 bulan.
Keburukan tuba yang tahan lama ini adalah menetapnya perforasi setelah
tuba terlepas. Namun, Pemasangan tuba ventilasi dapat memulihkan
pendengaran dan membenarkan membran timpani yang mengalami
retraksi berat terutama bila ada tekanan negatif yang menetap.
Tindakan miringitomi dan aspirasi efusi tanpa pemasangan tuba
timpanostomi dibuktikan hanya berguna untuk efek jangka pendek.
Berdasarkan studi oleh Gates, tindakan miringitomi diikuti pemasangan
tuba timpanostomi, dapat mempercepat perbaikan pendengaran,
mempersingkat durasi penyakit, mengurangi angka rekurens. Luka insisi
setelah miringitomi biasanya sembuh dalam 1minggu, namun, biasanya
disfungsi tuba eustachius membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh
(biasanya 6minggu). Oleh karena ini, tindakan miringitomi saja, akan
meningkatkan angka rekurens.
Manfaat adenoidektomi pada otitis media serosa kronik masih
diperdebatkan. Tentunya tindakan ini cukup berarti pada individu dengan
adenoid yang besar, dimana tindakan adenoidektomi dapat menghilangkan
obstruksi hidung – nasofaring, memperbaiki fungsi tuba eustachius, dan
mengeliminasi sumber reservoir bakteri. Namun sebagian besar anak tidak
memenuhi kategori tersebut. Penelitian mutakhir (Gates) melaporkan
bahwa adenoidektomi terbukti menguntungkan sekalipun jaringan adenoid
tersebut tidak menyebabkan obstruksi. Namun, mengingat risiko post
operasi (seperti perdarahan), adenoidektomi biasanya baru
dipertimbangkan ketika penggunaan tuba timpanostomi gagal untuk
menangani otitis media efusi.
PILIHAN TERAPI LAIN
Kebanyakan pasien dengan otitis media efusi, tidak membutuhkan
terapi, terutama jika gangguan pendengarannya ringan, oleh karena
resolusi spontan sering terjadi. Dalam 3 bulan pertama setelah onset atau
setelah diagnosis, disarankan untuk diobservasi atau dapat diberikan
tatalaksana non bedah terlebih dahulu (3). Dalam jangka waktu tersebut,
menurut studi, cairan dapat menghilang hingga 90 persen. Cairan yang
tetap bertahan setelah 3 bulan, merupakan indikasi bedah.
Keputusan untuk melakukan intervensi bedah tidak hanya
berdasarkan lamanya penyakit. Derajat gangguan dan frekuensi parahnya
gangguan pendahulu juga perlu dipertimbangkan. Intervensi lebih awal
dan agresif disarankan perlu dilakukan pada pasien dengan:
keterlambatan berbicara dan tumbuh kembang
otitis media unilateral
gangguan pendengaran bermakna (> 40 db: indikasi 22elative, 21-
40 db: indikasi 22elative)
pasien dengan sindrom (contoh: Down Syndrome), atau dengan
palatoschizis
Sumber lain membagi pilihan terapi berdasarkan onset akut atau
kronis. Pada otitis media efusi akut, pengobatan medikal diberikan
vasokonstriktor lokal (tetes hidung), anti histamin, perasat valsava bila
tidak ada tanda infeksi jalan napas atas. Setelah satu atau dua minggu, bila
gejala masih menetap, dilakukan miringitomi, dan bila masih belum
sembuh maka dilakukan miringotomi serta pemasangan pipa ventilasi
(Grommet). Pada otitis media efusi kronis, pengobatan harus dilakukan
miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi Grommet.
EDUKASI Otitis Media Efusi
- Menjelaskan kepada pasien tentak penyakit dan tata laksanan
- Menjelaskan kepada psien tentang komplikasi penyakit yang dapat terjadi
6. Pencegahan SNHL dan Otitis Media Efusi
Pencegahan SNHL
Pencegahan SNHL pada anak-anak seharusnya terfokus pada
menurunkan insidensi terjadinya genetik SNHL melalui program edukasi
sedangkan pencegahan pada acquired SNHL dapat dilakukan melalui
program vaksinasi.
Pencegahan genetik SNHL
Kebanyakan populasi manusia, pernikahan tidak dilakukan secara acak.
Agama, ekonomi, tradisi budaya, geografi, dan keluarga tekanan merupakan
faktor yang menentukan dan mempengaruhi pemilihan pasangan. Faktor-
faktor ini juga meningkatkan pertalian darah dan menyebabkan endogami.
Homogenitas genetik yang dihasilkan meningkatkan kejadian penyakit resesif
autosomal yang jarang, hubungan pertama kali dijelaskan oleh Garrod lebih
dari 100 tahun yang lalu dan digunakan saat ini untuk melokalisasi banyak
gen yang terlibat dalam autosomal resesif SNHL non-sindromik. Prevalensi
kekerabatan bervariasi oleh budaya dan tertinggi di negara-negara Arab,
diikuti oleh India, Jepang, Brazil, dan Israel. Negara yang paling umum
terjadi pernikahan antara sepupu. Pasangan ini cenderung berasal dari
kelompok-kelompok dengan pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah,
agama tradisional, dan menikah dini. Keturunan perkawinan seperti mewarisi
untai komplementer identik DNA melalui nenek moyang Parentally bersama
di 6-25% dari semua lokus, refleksi dari koefisien tinggi perkawinan sedarah.
Konseling genetik yang terarah dan edukasi kesehatan dapat membantu untuk
menurunkan kejadian autosomal resesif SNHL nonsyndromic.
Pencegahan acquired SNHL
Di negara-negara berkembang tanpa program vaksinasi rubella, congenital
rubella syndrome tetap menjadi penyebab paling penting dari acquired
congenital SNHL. Beban mortalitas dan morbiditas jatuh paling banyak pada
orang-orang yang hidup dalam kemiskinan dan di pusat-pusat perkotaan yang
padat, dan program vaksinasi yang dikelola dengan baik akan menjadi cara
sederhana untuk meningkatkan harapan hidup mereka. Beban penyakit adalah
isu sentral dalam pelaksanaan program vaksinasi apapun, dan data pada beban
penyakit yang diperlukan untuk advokasi pasien, pengembangan kebijakan
kesehatan masyarakat, dan pengembangan vaksin. Program global WHO
untuk Vaksin dan Imunisasi telah memberikan rekomendasi untuk mencegah
sindrom rubella bawaan, dan studi pendahuluan juga mendukung masuknya
vaksin terhadap H influenzae dan S pneumoniae. Di negara-negara maju, di
mana congenital cytomegalovirus telah menggantikan congenital rubella
syndrome sebagai penyebab paling umum acquired congenital SNHL pada
anak-anak, pengembangan vaksin yang efektif tetap menjadi prioritas utama.
Pencegahan OME
Modifikasi berikut dapat membantu mengurangi frekuensi otitis media
dengan efusi (OME):
· Hindari iritan seperti asap rokok, yang dapat mengganggu fungsi tuba
eustakius.
· Identifikasi dan menghindari allergen yang dapat menyebabkan Ome anak
Anda.
· Cuci tangan dan mainan
· Gunakan filter udara dan mendapatkan udara segar untuk
membantumenurunkan paparan terhadap kuman udara.
· Jangan gunakan terlalu banyak antibiotik. Terlalu sering
menggunakanantibiotik keturunan bakteri semakin resisten.
· Menyusui akan membuat anak kurang rentan terhadap infeksi
telinga selama bertahun-tahun.
· Vaksin pneumokokus dapat mencegah infeksi dari penyebab yang
paling umum dari infeksi telinga akut (yang dapat
menyebabkan Ome). Vaksin flu juga dapat membantu.
7. Komplikasi SNHL dan OME
Komplikasi SNHL
Komplikasi yang dapat timbul yaitu terjadinya kehilangan pendengaran
secara permanen. Hal ini dapat diakibatkan secara langsung dari keadaan
penyakit yang mendasarinya yang memang sudah berat maupun secara tidak
langsung dari terlambatnya dilakukan terapi atau pengobatan. Jika sudah
terjadi kehilangan pendengaran yang permanen atau irreversible maka yang
harus dilakukan adalah pemberian informasi serta edukasi kepada keluarga
pasien mengenai keadaannya, pemikiran untuk penggunaan alat bantu dengar,
latihan pendengaran (auditory training) agar dapat menggunakan sisa
pendengaran yang ada dengan membaca ucapan bibir (lip reading), serta
psikoterapi agar pasien dapat menerima keadaannya.
Komplikasi OME
Membran timpani : Retraksi , atrofi , kolestoma
Kholestoma adalah suatu Krista epiterial yang berisi deskuamasi epitel.
Dimana deskuamasi terbentuk terus meenerus lalu menumpuk sehingga
kolesoma bertambah besar .
Klasifikasi :
- Kolestoma kongenital yang terbentuk pada massa embrionik dan
ditemukan pada telinga dengan membrane timpani utuh tanpa tanda
infeksi
- Kolestoma akusit yang terbentuk setelah lahir
Kolestoma akusita primer : terbentuk tanpa didahului oleh perforasi
membrane timpani
Kolestoma akusit sekunder :terbentuk setelah ada perforasi membrane
timpani.
Cavum timpani : OMK, kholestoma
Telinga dalam : SNHL
Timpanosklerosis
Merupakan suatu terminologi untuk mendeskripsikan penebalan sedikit
dari jaringan membrane timpani.
Perforasi
Infeksi telinga ada kemungkinan kecil nanah dapat terbentuk dari telinga
tengah. Nanah dapat menekan telinga yang menyebabkan terbentuknya
lubang (perforasi) yang berkembang ke membrane timpani. Membran
timpani yang perforasi dapat menyebabkan ketulian.Namun, pada banyak
kasus, membrane timpani dapat sembuh sendiri dalam enam sampai
delapan minggu.Pada kasus yang metap, perforasi membrane timpani
dapat ditangain dengan pembedahan minor (miringoplasi) dimana jaringan
digunakan untuk menutup lubang membrane timpani.
8. Cara Menghitung PTA
CARA PEMBACAAN AUDIOGRAM
1. Prinsip Pemeriksaan
Ambang dengar (hearing threshold) adalah intensitas terendah yang masih
dapat didengar, dinyatakan dalam dB. Audiometri merupakan pemberian
rangsangan bunyi pada telinga melalui hantaran udara pada frekwensi tertentu
dengan intensitas paling rendah yang masih dapat didengar, hasilnya adalah
grafik audiogram. Kepekaan terhadap nada murni diukur pada frekwensi 500,
1000, 2000, 3000, 4000, 6000 dan 8000 Hz. Kisaran normal ambang dengar
antara 0 – 25 dB.
2. Persiapan pemeriksaan.
Sebelum pemeriksaan probondus harus terbebas dari paparan bising minimal
selama 16 jam untuk menghindari adanya temporary threshold shift (TTS).
3. Tahapan pemeriksaan audiometri.
- Berikan instruksi yang jelas dan tepat. Probandus perlu mengetahui apa yang
harus didengar dan respon apa yang harus diberikan jika mendengar nada. Oleh
karena itu lakukan pengenalan nada pada probondus, kemudian probondus
diinstruksikan untuk menekan tombol bila mendengar nada
- Pasang headphone dengan posisi warna merah untuk telinga kanan dan warna
biru untuk telinga kiri
- Pemeriksaan dimulai pada telinga kanan dimulai pd frekuensi 1000 Hz dengan
intensitas 40 – 50 dB, bila orang yang diperiksa mendengar maka ia akan
menekan tombol sinyal dan petunjuk lampu akan menyala.
- Turunkan secara bertahap intensitas suara sebesar 10 dB sampai tidak
mendengar, naikkan lagi intensitas suara dengan setiap kenaikan sebesar 5 dB
sampai orang yang diperiksan mendengar lagi. Berikan rangsangan sampai 3
kali bila respon hanya 1 kali dari 3 kali test maka naikan lagi 5 dB dan berikan
rangsangan 3 kali. Bila telah didapat respon yang tetap maka perpaduan antara
penurunan dan penambahan merupakan Batas Ambang Dengar.
- Catat hasil dalam lembar data pemeriksaan dan pada audiogram.
- Untuk pemeriksaan frekuensi berikutnya, mulailah pada tingkat 15 dB lebih
rendah dari ambang dengar pada frekuensi 1000 Hz ( misalnya bila pada
frekuensi 1000 Hz dimulai intensitas 50 dB, maka pada frekuensi 2000 Hz
dimulai dengan intensitas 30-35 dB )
- Lakukan pemeriksaan untuk frekuensi diatas 1000 Hz dengan cara yang sama,
dan terakhir pemeriksaan pada frekuensi 500 Hz.
Perlu di ingat :
- Gunakan tinta merah untuk telinga kanan dan tinta biru untuk telinga kiri.
- Hantaran udara (Air Conduction = AC)
Kanan = O
Kiri = X
- Hantaran tulang (Bone Conduction = BC)
Kanan = >
Kiri = <
- Hantaran udara (AC) dihubungkkan dengan garis lurus ( ____ ) dengan
menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri.
- Hantaran tulang (BC) dihubungkan dengan putus-putus ( - - - -) dengan
menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri.
Contoh audiogram pendengaran normal (telinga kanan):
Normal : AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB
AC dan BC tidak berimpit, tidak ada air-bone gap
Contoh audiogram tuli sensorineural (telinga kanan):
Tuli sensorineural : AC dan BC lebih dari 25 dB
AC dan BC berimpit, tidak ada ai-bone gap
Contoh audiogram tuli konduktif (telinga kanan):
Tuli konduktif : BC normal atau kurang dari 25 dB
AC lebih dari 25 dB
Contoh audiogram tuli campuran (telinga kanan):
Tuli campuran (Mix Hearing Loss) : BC lebih dari 25 dB, AC lebih dari 25 dB.
Antara AC dan BC terdapat air-bone gap
Catatan:
- Disebut terdapat air-bone gap apabila antara AC dan BC terdapat
perbedaan lebih atau sama dengan 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang
berdekatan.
- Untuk menghitung ambang dengar (dB), akumulasikan dB pada frekuensi
500 Hz, 1000 Hz dan 2000 Hz (merupakan ambang dengar percakapan
sehari-hari), kemudian dirata-ratakan.
- contoh:
didapatkan derajat ketulian pada telinga dengan audiogram 35 dB pada
frekuensi 500 Hz, 45 dB pada frekuensi 1000 Hz dan 55 dB pada frekuensi
2000 Hz.
Jawab : 35 + 45 + 55 = 45 dB (tuli sedang) 3
Derajat ketulian (menurut buku FKUI)
- Normal : 0 – 25 dB
- Tuli ringan : 26 – 40 dB
- Tuli sedang : 41 – 60 dB
- Tuli berat : 61 – 90 dB
- Tuli sangat berat : > 90 dB
DAFTAR PUSTAKA
1. Humaid, Al Humaid, Ashraf AS, Masood KA. Prevalence and risk factors of
Otitis Media with effusion in school children in Qassim Region of Saudi
Arabia. Int J Health Sci (Qassim). 2014 Oct; 8(4): 325–334.
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4350887/)
2. P Chen, ZN Wang, ZQ Xu. Risk factors for otitis media with effusion in
children. Zhonghua Er Bi Yan Hou Tou Jing Wai Ke Za Zhi. 2008
Dec;43(12):903-5. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19141240)
3. Gultekin E, Develioglu ON, Yener M. Prevalence and risk factors for
persistent Otitis Media with effusion in primary schoo; children in Istanbul,
Turkey. Received: October 21, 2008; Accepted: May 12, 2009;
(http://www.aurisnasuslarynx.com/article/S0385-8146%2809%2900127-8/
abstract)
4. Novita, Stevani, Natalia Yuwono. Diagnosis dan Tatalaksana Tuli Mendadak.
CDK-210. 2013; 40 (11); 820-6.
5. Kutz, Joe Walter. Perilymphatic Fistula [cited 2015 28 March]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/856806-overview
6. Isaacson, Jon E., Neil M. Vora. Differential Diagnosis and Treatment of
Hearing Loss. American Family Physician. 2003; 68 (6); 1125-32.
7. Zahnert, Thomas. The Differential Diagnosis of Hearing Loss. Deutsches
Ärzteblatt International. 2011; 108 (25); 433-44.
8. Soepardi, Efiaty Arsyad, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Tekinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher Ed 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007.