Bahan Tesis Dan Seminar
Transcript of Bahan Tesis Dan Seminar
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PKN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL RESOURCE –BASED LEARNING (
SEETING COOPERATIF ) TERHADAP PENINGKATAN KOMPETENSI KEWARGANEGARAAN SMP TENTANG
KONSEP HAK ASASI MANUSIA
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Matakuliah Seminar Pendidikan Kewarganegaran dengan Dosen Prof. Dr. H. Endang Danial AR. M.Pd pada semester 3
(Tiga) Tahun pelajaran 2009/2010 Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI Bandung
Oleh :
RIFTO FACHRUDIN
NIM 0808113
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2009
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur dan ucapan Alhamdullilah kepada Allah
SWT, sesuai dengan kemampuan dan waktu yang telah direncanakan, akhirnya dapat
menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “ IMPLEMENTASI
PEMBELAJARAN PKN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
RESOURCE –BASED - LEARNING ( SEETING COOPERATIF ) TERHADAP
PENINGKATAN KOMPETENSI KEWARGANEGARAAN SMP TENTANG
KONSEP HAK ASASI MANUSIA”.
Penyusunan makalah ini dapat terwujud berkat dukungan dan bantuan serta
bimbingan dari semu pihak, untuk itu penulis mengucapkan rasa bangga dan terima kasih
kepada :
1. Yth. Bapak Dosen pengampu pada matakuliah Matakuliah Seminar Pendidikan
Kewarganegaran dengan Prof. DR. H.Endang Danial. A.R ,M.Pd beliau
dengan penuh kesabaran telah mendidik dan mengarahkan penulis selama
dibangku kuliah dalam menulis tugas ini.
2. Yth. Ketua Prodi PKn SPs UPI Bandung , DR. H. Dasim Budimansyah M.Si
yang selalu memberikan motivasi dan support kepada penulis hingga dapat
meyusun makalah ini.
3. Teman-teman mahasiswa-mahasiswi S2 Pascasarjana UPI Bandung angkatan
2008 yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu atas dukungannya pada
penulis hingga dapat menyelesaikan berbagai tugas dan makalah ini
Akhirnya untuk sempurnanya makalah ini dengan tangan terbuka penulis
menanti kritikan dan saran berharga serta mudah-mudahan makalah ini bermanfaat khusus
untuk pribadi penulis umumnya kepada yang berminat .
Bandung , Desember 2009
RF
i
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang berperan sebagai
pengelola dan pemelihara alam. Ia pun dianugerahi hak asasi, memiliki tanggung
jawab serta kewajiban untuk menjamin keberadaan, harkat dan martabat kemuliaan
kemanusiaan, serta menjaga keharmonisan kehidupan . ( Budimansyah, D , 2008 :
59) . Manusiapun dengan akal budi dan nurani memiliki kebebasan untuk
memutuskan sendiri prilaku atau perbuatannya, seraya manusia memiliki
kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.
Kebebasan dasar dari hak-hak dasar itulah yang disebut Hak Asasi Manusia
(HAM ) yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa. Hak ini tidak dapat diingkari, karena pengingkaran terhadap hak tersebut
berarti pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat
kemanusiaan. Oleh karena itu HAM harus selalu menjadi titik tolak tujuan
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kehidupan manusia sebagai mahluk sosial, tidak bisa dipisahkan dengan
permasalahan Hak Asasi Manusia , baik di muka bumi Indonesia ataupun pada
tataran alam jagat raya ini, masih saja menjadi hal utama dan menjadi
pembicaraan hangat yang tak pernah ada ujung pangkalnya, karena masalah Hak
asasi Manusia (HAM) merupakan isu yang paling menonjol dari seluruh aspek
kehidupan manusia yang akhir-akhir ini merupakan keprihatinan umum yang
1
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
dirasakan oleh masyarakat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Muladi
(2005:159), menyatakan bahwa : “ Didalam setiap kesempatan permasalahan Hak
asasi Manusia (HAM) selalu menjadi topic pembicaraan yang actual dan selalu
dibahas guna memperoleh solusinya..”. Pendapat ini mengungkapkan semakin
berkembangnya isu HAM dalam kehidupan bermasyarakat yang terangkat menjadi
salah satu yang muncul dan menjadi salahsatu debat publik yang tidak berkesudahan.
Beberapa permasalahan HAM yang sering berkembang adalah
salahsatunya merupakan dampak dari perubahan yang deras dan tidak terelakan,
adanya desakan gelombang globalisasi. Di era globalisasi umumnya orang
menyadari bahwa sekarang ini proses dan pengaruh globalisasi makin dirasakan
sebagai bagian dari kehidupan kita. Giddens (1990: 64) secara ringkas
menyebutnya bahwa :
Globalisasi adalah intensifikasi hubungan sosial sejagat yang menghubungkan tempat-tempat yang berjauhan sedemikian rupa, sehingga peristiwa lokal bisa terjadi disebabkan oleh kejadian ditempat lain yang sekian mil jauhnya dan sebaliknya.
Ohmae (1993:183-185; 2002: 171-175), mengemukakan bahwa secara politis
batas-batas antar negara semakin sirna (Ohmae, 1993:183-185; 2002: 171-175).
Karena itulah menurut Mazlish dan Buultjes (1993: 2) menyatakan bahwa starting
point for global history adalah menguatnya fenomena globalisasi itu sendiri yang
berdimensi luas membawa harapan dan kecemasan. Manusiapun dengan akal budi
dan nurani memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri prilaku atau
perbuatannya, seraya manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas
semua tindakan yang dilakukannya.
2
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
Indonesia sebagai Negara berkembang selalu berupaya memenuhi tuntutan
kualitas pelaksanaan HAM melalui program kegiatan dengan berpijak pada
supremasi hukum, diantaranya bercirikan elemen-elemen sebagai berikut : 1) asas
pengakuan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), 2) asas
legalitas, 3) asas pembagian kekuasaan, 4) asas Peradilan bebas dan tidak
memihak, 5) asas kedaulatan rakyat, ( Rasjidi dan Sidharta, 1989: 186). Keseriusan
serta perlunya penanganan mengurangi permasalahan tentang HAM sebagaimana
diungkapkan Al Muchtar (2001:374) , Pendidikan hak asasi manusia sebagai
alternatif mengetengahkan peran pendidikan dalam rangka menegakan Hak Asasi
Manusia merupakan salah satu bagian esensial yang harus dikembangkan dalam
PKn.
Terbitnya Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional yang terbaru
yang telah disahkan Presiden pada 8 Juli 2003 ( Nomor 20 Tahun 2003). Dibanding
dengan undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional sebelumnya ( Nomor 2
Tahun 1989), Undang-undang tentang sistem Pendidikan Nasional yang baru ini
sarat dengan tuntutan yang cukup mendasar karena “ harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi
manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan
perubahan kehidupan local, nasional, global “. Salahsatu upaya yang segera
dilakukan untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah “ pembaharuan pendidikan
secara terencana, terarah dan berkesinambungan “.Berbagai upaya dalam
pembaharuan pendidikan oleh para pakar dan praktisi pendidikan, Akademisi, Guru
baik pendidikan dasar maupun perguruan tinggi tentunya harus berpedoman serta
mengacu pada visi dan misi pembangunan pendidikan nasional secara makro dan
3
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
mikro . Visi makro pendidikan nasional adalah terwujudnya masyarakat madani
sebagai bangsa dan masyarakat Indonesia baru dengan tatanan kehidupan yang
sesuai amanat proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui proses
pendidikan. Masyarakat Indonesia tersebut memiliki sikap dan wawasan keimanan
dan akhlak tinggi, kemerdekaan dan demokrasi, toleransi dan menjunjung hak asasi
manusia, serta berpengertian dan berwawasan global. Sedangkan visi pendidikan
nasional secara mikro adalah terwujudnya individu manusia baru yang memiliki
sikap dan wawasan keimanan dan akhlak tinggi, kemerdekaan dan demokrasi,
toleransi dan menjunjung hak asasi manusia, saling pengertian dan wawasan global.
Visi makro dan mikro pendidikan nasional ini tentunya dijabarkan melalui misi
pendidikan nasional yang menjangkau rentang waktu jangka pendek, menengah dan
jangka panjang.
Visi secara mikro dan makro pendidikan nasional dalam mewujudkannya
warganegara yang didambakan hal ini searah apa yang dikemukakan Cogan
(1998:115) mengkonstruksi karakteritik yang harus dimiliki warganegara sebagai
berikut:
1. the ability to look at and approach problems as a member of a global society (kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global)
2. the ability to work with others in a cooperative way and to take responsibility for one’s roles/duties within society (kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat)
3. the ability to understand, accept, appreciate and tolerate cultural differences (kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya)
4. the capacity to think in a critical and systemic way (kemampuan berpikir kritis dan sistematis)
5. the willingness to resolve conflict and in a non-violent manner (kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan)
4
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
6. the willingness to change one’s lifestyle and consumption habits to protect the environment (kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungan)
7. the ability to be sensitive towards and to defend human rights (eg, rights of women, ethnic minorities, etc), and (memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb)
8. the willingness and ability to participate in politics at local, national and international levels (kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional).
Tuntutan pengembangan karakteristik warganegara di atas menurut Cogan
(1998:117) harus dikonstruksi dalam kebijakan pendidikan kewarganegaraan yang
multidimensional (multidimensional citizenship), yang ia gambarkan dalam empat
dimensi yang saling berinterelasi, yaitu the personal, social, spatial and temporal
dimension. Keempat dimensi ini akan melahirkan atribut kewarganegaraan yang
mungkin akan berbeda di tiap negara sesuai dengan sistem politik negara masing-
masing, yakni: (1) a sense of identity; (2) the enjoyment of certain rights; (3) the
fulfilment of corresponding obligations; (4) a degree of interest and involvement in
public affairs; and (5) an acceptance of basic societal values.
Masih banyaknya pelanggaran antara lain disebabkan sebagian masyarakat
ataupun siswa disekolah belum memahami hakekat Hak Asasi Manusia ,
pernyataan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Armiwulan , H, pada
Simposiun Nasional di UPI Bandung tahun 2009 : “ Masih tingginya angka
pelanggaran hak asasi manusia antara lain disebabkan karena sebagian masyarakat
belum memahami HAM secara benar. Beberapa fakta menunjukan bahwa
pemahaman Hak Asasi Manusia masih sebatas “ euphoria “. Beberapa peristiwa
besar pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi , selalu mendapat perhatian
tinggi dari Pemerintah dan masyarakat di Indonesia , Kasus Tanjung Priok (1994),
5
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
Kasus terbunuhnya Marsinah (1994), terbunuhnya seorang wartawan Udin dari
harian umum Bernas Yogyakarta (1996), Peristiwa penculikan para aktivis politik
(1998), Peristiwa Trisakti (1998), Kasus Ambon (1999), Kasus Poso , Kasus Sampit,
Kasus TKI di Malaysia ( 2002), Terbunuhnya Repoter RCTI Ersa Siregar dalam
konflik Aceh (2003). Budimasyah, D, (2008:54). Hal ini membuktikan gambaran
peristiwa dan pelanggaran yang perlu adanya penanganan dan perhatian secara serius
dari pemerintah dan lembaga di Negara kita, termasuk dalam memberikan
pendidikan kesadaran tentang HAM kepada siswa sebagai warganegara agar
kompeten atau optimal secara dini dan berkelanjutan sesuai dengan harapan dan
amanah dari pendidikan.
Membangun sebuah kesadaran setiap individu akan pentingnya pemahaman
tentang hak-haknya serta kewajibannya untuk senantiasa menghargai dan
menghormati hak orang lain dalam konteks sebagai individu, maupun dalam konteks
social baik sebagai anggota masyarakat dan juga sebagai warga Negara merupakan
salah satu upaya yang harus dilakukan untuk mewujudkan budaya Hak Asasi
Manusia . ( Armiwulan , H , 2008: 5 ) . Oleh karena pendidikan Hak Asasi
Manusia merupakan hal yang mutlak harus dilakukan , sebagaimana yang
ditegaskan dalam Mukadimah Universal Declaration of Human Rights bahwa “
agar setiap orang dan setiap badan didalam masyarakat senantiasa mengingat
deklarasi ini , akan berusaha dengan cara mengajarkan dan memberikan pendidikan
guna menggalakan penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan –kebebasan
tersebut …”
6
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
Sehubungan hal diatas perlu adanya peran dan komitmen pendidikan ,karena
komitmen dan peran pendidikan merupakan suatu hal mutlak dibutuhkan oleh setiap
individu untuk membangun hidupnya. Hal yang sangat mendasar mengingat
pendidikan dijadikan tolok ukur tingkat kesejahteraan manusia . Sehingga
berkualitasnya tidaknya tingkat kesejahteraan seseorang dipengaruhi oleh
sejauhmana tingkat pendidikan yang dia peroleh, derajat moralitas yang terbentuk
( Salamor, L ,2007: ).
Sebagai alternatif dalam mengupayakan adanya pemahaman Hak asasi
manusia secara benar dan mendasar diantaranya melalui adanya Pembelajaran
Pendidikan Kewaganegaraan (civic education) merupakan salah satu bidang kajian
yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia
melalui koridor “value basic education”. Konfigurasi PKn dibangun dalam tiga
kerangka sistemik, yakni PKn ditinjau secara kurikuler, teoritik, dan programatik
Konfigurasi atau kerangka sistemik PKn dibangun atas dasar paradigma sebagai
berikut: Pertama, PKn secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran
yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara
Indonesia yang berakhlaq mulia, cerdas, partisipatif dan bertanggung jawab. Kedua,
PKn secara teoritik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-
dimensi kognitif, afektif, dan psikomotor yang bersifat konvluen atau saling
berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep dan moral
Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Ketiga, PKn secara
pragmatik dirancang sebagai subjek pelajaran yang menekankan pada isi yang
mengusung nilai-nilai (content embeding values) dan pengalaman belajar (learning
7
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
experience) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntutan hidup bagi warga negara dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai penjabaran lebih
lanjut dari ide, nilai, konsep dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis,
dan bela negara. (Budimansyah,D ,Volume 1, Nomor 2 Acta Civicus , 2008: 179-
180 )
Sejalan dengan Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan ( Civic
Education ) tidak bisa diisolasikan dari kecenderungan globalisasi yang berdampak
pada kehidupan siswa ( Budimasyah, D dan Komalasari , Volume 2 ,Nomor1 Acta
Civicus, 2008: 77 ). Globalisasi menuntut Pendidikan Kewarganegaraan
mengembangkan civic competence yang meliputi pengetahuan kewarganegaraan
( civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan ( civic skills), dan watak karakter
kewarganegaraan ( civic diposition) yang multidimensional. Pendidikan
Kewarganegaraan pun mengemban misi Civic Education for Democration dan
Value- Based Education. Ditambahkan oleh Winataputra (2006:1), bahwa tugas
Pendidikan Kewarganegaraan dengan paradigma baru diarahkan pada
pengembangan pendidikan demokrasi yang mengemban tiga fungsi pokok, yakni (1)
mengembangkan kecerdasan warganegara ( civic intelligence ), (2) membina
tanggung jawab warganegara ( civic responsibility), (3) mendorong partisifasi
warganegara ( civic participation). Kecerdasan warganegara yang dikembangkan
untuk good citizenship, bukan hanya dalam dimensi rasional yang selama ini
terjebak dalam budaya verbalistik tetapi juga meliputi dimensi spiritual, emosional,
dan social, sehingga paradigma baru yang dikembangkan dalam Pendidikan
Kewarganegaraan akan bercirikan multidimensional.
8
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
Dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ( Civic
Education ) mutakhir, yakni partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dari
warga negara dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat local maupun
nasional, maka partisipasi semacam itu memerlukan penguasaan sejumlah
kompetensi kewarganegaraan. Winataputra dan Budimasyah, mengemukakan empat
kompetensi kewarganegaraan yang harus dipelajari dalam Pendidikan
Kewarganegaraan guna mencapai tujuan tersebut, yakni : Pertama penguasaan
terhadap pengetahuan dan politik kenegaraan ; kedua ,pengembangan kemampuan
intelektual dan partisipatoris ; ketiga, pengemabangan karakter dan sikap mental ;
keempat , komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip dasar demokrasi
konstitusional ( Winataputra dan Budimanyah , 2007 : 185-186 ).
Sedangkan Branson, mengemukakan tiga komponen utama yang perlu
dipelajari dalam PKn, yaitu civic knowledge, civic skills, dan civic dispositions
( Branson, 1998:5 ) Kompetensi yang diharapkan diatas senada dengan konteks
bahwa, arah baru Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat terealialisasikan
dalam kehidupan nyata di sekolah maupun di masyarakat yang terbentang ke seluruh
tanah air. Untuk itu diperlukan pemahaman bersama untuk disosialisasikan dalam
bentuk kerja nyata dalam pembentukan kepribadian siswa menjadi pribadi yang
utuh dan insan kamil yang menjadi tumpuan harapan kita bersama. Tidak mudah
memang, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan, semua sangat bergantung pada
niat, dan dorongan kita bersama untuk memberikan dukungan, sehingga apa
harapannya yang bersemangat berubah yang lebih penting adalah guru sebagai
pelaku langsung di lapangan. Berbagai harapan tentang proses pembelajaran
9
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
disekolah dalam meningkatkan kompetensi siswa khususnya warganegara yang
multidimensional bukan merupakan pekerjaan ringan bagaikan membalikan tangan,
hal ini tidak dipungkiri realitas dilapangan (sekolah) selalu dihadapkan dengan
berbagai kendala dan tantangan , hambatan , sehingga permasalahannya selalu
merupakan bahan kajian dan penelitian bagi para akademisi diantaranya guru
sebagai pelaku langsung . Oleh karena sebaiknya di upayakan adanya model
pembelajaran yang lebih kreatif,aktif-partisipastif, bermakna dan menyenangkan.
Guru adalah pendidik yang merupakan tenaga profesional
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian. Kewajibannya menciptakan suasana pendidikan yang
bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; mempunyai
komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; memberi
teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan
kepercayaan yang diberikan kepadanya. Perannya sebagai fasilitator, motivator,
pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik (UU RI nomor 20 tahun
2003). Namun tidak dipungkiri hasil temuan-temuan para peneliti dan hasil
diskusi , maupun pada pertemuan musyawarah guru mata pelajaran atau MGMP,
masih terdapat guru dalam memberikan pembelajarannya berpusat pada dirinya ,
bukan pada siswa.
Kenyataannya di Indonesia saat ini pembelajaran masih didominasi sistem
konvensional sehingga penerapan pembelajaran yang berorientasi pada konsep ‘
contextual multiple intelegence “ masih jauh dari harapan. Dimana sebagian besar
10
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
siswa “ tidak dapat menghubungkan apa yang telah mereka pelajari dengan cara
aplikasi pengetahuan tersebut didalam kehidupannya saat ini dan dikemudian hari “.
Artinya pembelajaran tidak memberikan makna bagi siswa dalam memecahkan
permasalahan kewarganegaraan yang terjadi dalam kehidupan (Budimasyah ,
Komalasari ; Volume 2 Nomor 1, Acta Civicus ,2008: 77 ) Hal lain ini terjadi
karena pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tidak mengaitkan materi dengan
realita kehidupan siswa, tidak kontekstual, lebih banyak memberikan kemampuan
untuk menghapal bukan untuk berpikir, kreatif,kritis dan analitis, bahkan
menimbulkan sikap apatis siswa dan menganggap enteng dan kurang menarik.
(Budimasyah , Komalasari ; Volume 2 Nomor 1, Acta Civicus ,2008: 77 )
Jurnal terkemuka manajemen pendidikan, Educational Leadership, edisi Maret
1993 menurunkan laporan utama tentang profesional. Menurut jurnal tersebut,
untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal, yaitu:
Pertama, guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Kedua, guru
menguasai secara mendalam bahan atau mata pelajaran yang diajarkannya serta cara
mengajarkannya kepada para sisiwa. Ketiga, guru bertanggung jawab memantau
hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam
perilaku siswa sampai tes hasil belajar. Keempat, guru mampu berpikir
sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya.
Kelima, guru seyogyanya merupakan bagian dari masyrakat belajar dalam
lingkungan profesinya.
11
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
Berdasarkan uraian di atas maka tantangan bagi guru dalam pembelajaran
adalah bagaimana menyajikan materi pembelajaran dalam mencapai kompetensi
secara komprehenship dengan tercapainya multiple inteligences. Di samping itu,
guru profesional juga harus dapat memiliki kemampuan dalam pengolahan bahan
ajar. Materi pembelajaran (instructional materials) dapat berupa pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang harus diajarkan oleh guru, dan dipelajari siswa.
Dari permasalahan- permasalah dan gambaran diatas penulis merasa tertarik
dan mencoba untuk melakukan penelitian tindakan kelas mengenai :
“ IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PKN DENGAN MENGGUNAKAN
MODEL RESOURCE – BASED LEARNING ( SEETING COOPERATIF )
TERHADAP PENINGKATAN KOMPETENSI WARGANEGARAAN SMP
TENTANG KONSEP HAK ASASI MANUSIA “
12
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
B. Rumusan Masalah.
Bertolak dari latar belakang masalah di atas diidentifikasi masalah
penelitian yaitu Bagaimana Implementasi pembelajaran PKn dengan menggunakan
model Resource based learning (seeting Cooperatif ) terhadap peningkatan
kompetensi kewarganegaraan SMP tentang konsep Hak Asasi Manusia ?
Berdasarkan masalah penelitian di atas, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Apa yang di maksud dengan model “ Resource based learning Setting
Cooperatif “ ?
2. Bagaimana proses yang dilakukan guru pendidikan kewarganegaraan
menggunakan model “ Resource based learning Setting Cooperatif “ dalam
meningkatkan kompetensi kewarganegaraan SMP tentang konsep Hak Asasi
Manusia ?
3. Bagaimana tingkat kompetensi kewarganegaraan SMP tentang konsep Hak
Asasi Manusia melalui model Resource based learning Setting Cooperatif ?
4. Bagaimana prospek dan hambatan mengimplementasikan pendidikan
kewarganegaraan menggunakan model Resource based learning Setting
Cooperatif terhadap peningkatan kompetensi kewarganegaraan SMP
tentang konsep Hak Asasi Manusia?
13
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
C. Tujuan Penulisan
Secara umum, penelitian ini bertujuan melakukan kajian tentang
Implementasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan
model Resource based learning ( Setting Cooperatif) terhadap peningkatan
Kompetensi Kewarganegaran SMP tentang Konsep Hak Asasi Manusia . Secara
khusus, penelitian ini bertujuan untuk menggali, mengkaji dan mengorganisasikan
informasi-argumentatif tentang :
1. Landasan-landasan diyakininya Pendidikan Kewarganegaraan menggunakan
Model Resource based learning ( Setting Cooperatif) ) terhadap peningkatan
Kompetensi Kewarganegaran SMP Negeri 10 Cimahi tentang Konsep Hak
Asasi Manusia
2. Proses berlangsungnya Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
menggunakan Model Resource based learning ( Setting Cooperatif) terhadap
peningkatan Kompetensi Kewarganegaran SMP 10 Cimahi tentang Konsep
Hak Asasi Manusia
3. Kompetensi yang ditunjukkan siswa terhadap pemahaman konsep HAM
melalui Pendidikan Kewarganegaraan melalui Model Resource based learning
( Setting Cooperatif) di SMP 10 Cimahi.
4. Prospek dan hambatan dalam mengimplementasikan Pendidikan
Kewarganegaraan menggunakan Model Resource based learning ( Setting
Cooperatif) terhadap peningkatan Kompetensi Kewarganegaran SMP 10
Cimahi tentang Konsep Hak Asasi Manusia
14
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
D. Sistematika Penulisan Makalah
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan penulisan
BAB II PEMBAHASAN
1. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
2. MODEL RESOURCE BASED LEARNING
3. HAK ASASI MANUSIA
4. RESOURCE – BASED LEARNING -SEETING COOPERATIF Dalam
Pembelajaran PKn
BAB III. PENUTUP
A.KESIMPULAN
B. REKOMENDASI
15
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Dalam Paradigma baru, Pendidikan (civic education) merupakan salah satu
bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa Indonesia melalui koridor “value basic education”. Konfigurasi atau
kerangka sistemik PKn dibangun atas dasar cooperatif sebagai berikut: Pertama,
PKn secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi individu agar menjadi warga Indonesia yang berakhlaq
mulia, cerdas, partisipatif dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara teoritik
dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif,
afektif, dan psikomotor yang bersifat konvluen atau saling berpenetrasi dan
terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep dan moral Pancasila,
kewarganegaraan yang demokratis, dan bela Negara . Ketiga, PKn secara kooperatif
dirancang sebagai subjek pelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung
nilai-nilai (content cooperati values) dan pengalaman belajar (learning experience)
dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari
dan merupakan tuntutan hidup bagi warga cooper dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep dan
moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara .
( Budimansyah, D , 2008: 179-180 ).
16
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
Sejalan dengan Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan ( Civic
Education ) tidak bisa diisolasikan dari kecenderungan globalisasi yang berdampak
pada kehidupan siswa ( Budimasyah, D dan Komalasari , Volume 2 ,Nomor1 Acta
Civicus, 2008: 77 ). Globalisasi menuntut Pendidikan Kewarganegaraan
mengembangkan civic competence yang meliputi pengetahuan kewarganegaraan
( civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan ( civic skills), dan watak karakter
kewarganegaraan ( civic diposition) yang multidimensional. Pendidikan
Kewarganegaraan pun mengemban misi Civic Education for Democration dan
Value- Based Education. Ditambahkan oleh Winataputra (2006:1), bahwa tugas
Pendidikan Kewarganegaraan dengan paradigma baru diarahkan pada
pengembangan pendidikan demokrasi yang mengemban tiga fungsi pokok, yakni (1)
mengembangkan kecerdasan warganegara ( civic intelligence ), (2) membina
tanggung jawab warganegara ( civic responsibility), (3) mendorong partisifasi
warganegara ( civic participation). Kecerdasan warganegara yang dikembangkan
untuk good citizenship, bukan hanya dalam dimensi rasional yang selama ini
terjebak dalam budaya verbalistik tetapi juga meliputi dimensi spiritual, emosional,
dan social, sehingga paradigma baru yang dikembangkan dalam Pendidikan
Kewarganegaraan akan bercirikan multidimensional.
Dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ( Civic
Education ) mutakhir, yakni partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dari
warga negara dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat local maupun
nasional, maka partisipasi semacam itu memerlukan penguasaan sejumlah
kompetensi kewarganegaraan. Winataputra dan Budimasyah, mengemukakan empat
17
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
kompetensi kewarganegaraan yang harus dipelajari dalam Pendidikan
Kewarganegaraan guna mencapai tujuan tersebut, yakni : Pertama penguasaan
terhadap pengetahuan dan politik kenegaraan ; kedua ,pengembangan kemampuan
intelektual dan partisipatoris ; ketiga, pengemabangan karakter dan sikap mental ;
keempat , komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip dasar demokrasi
konstitusional ( Winataputra dan Budimanyah , 2007 : 185-186 ).
Sedangkan Branson, mengemukakan tiga komponen utama yang perlu
dipelajari dalam PKn, yaitu civic knowledge, civic skills, dan civic dispositions
( Branson, 1998:5 ) Kompetensi yang diharapkan diatas senada dengan konteks
bahwa, arah baru Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat terealialisasikan
dalam kehidupan nyata di sekolah maupun di masyarakat yang terbentang ke seluruh
tanah air. Untuk itu diperlukan pemahaman bersama untuk disosialisasikan dalam
bentuk kerja nyata dalam pembentukan kepribadian siswa menjadi pribadi yang
utuh dan insan kamil yang menjadi tumpuan harapan kita bersama. Tidak mudah
memang, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan, semua sangat bergantung pada
niat, dan dorongan kita bersama untuk memberikan dukungan, sehingga apa
harapannya yang bersemangat berubah yang lebih penting adalah guru sebagai
pelaku langsung di lapangan.
Kompetensi kewarganegaraan adalah pengetahuan, nilai dan sikap, serta
keterampilan siswa yang mendukungnya menjadi warganegara yang partisifatif
dan bertanggungjawab dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara . Branson
(1999:8,9).
18
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
2. MODEL RESOURCE BASED LEARNING
a. Pengertian dan Ciri-ciri Resource-based learning
Resource-based learning atau Belajar berdasarkan sumber . adalah
segala bentuk belajar yang langsung menghadapi siswa pada suatu sumber belajar
atau sejumlah sumber belajar secara individu maupun kelompok dengan segala
kegiatan yang bertalian dengan permasalahan yang diperhadkan oleh guru kepada
siswa . Jadi dalam resource-based learning guru bukan merupakan sumber belajar
satu-satunya. Siswa dapat belajar dari kelas , dalam laboratorium, ruang
perpustakaan , dalam” ruang sumber belajar” yang khusus atau bahkan diluar
sekolah , bila ia mempelajari lingkungan berhubungan dengan masalah tertentu.
Resource-based learning atau Belajar berdasarkan sumber bukan
sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan sejumlah perubahan-
perubahan yang mempengaruhi pembinaan kurikulum.
Perubahan –perubahan itu :
1. Perbahan dalam pola ilmu pengetahuan manusia,
2. Perubahan dalam masyarakat dan tafsiran kita tentang tuntuannya .
3, Perubahan tentang pemahaman kita tentang anak dan cara belajarnya.
4, Perubahan dalammedia komunikasi.
Bentuk belajar ini dipengaruhi oleh filsafat progesifisme, yang
berpandangan bahwa belajar secara esensial merupakan penerimaan pengetahuan
sebagai suatu subtansi abstrak yang diisi oleh guru kedalam jiwa anak . Pengetahuan
menurut pandangan progesif merupakan alat untuk mengatur pengalaman, untuk
menangani situasi baru secara terus menerus, dimana perubahan hidup merupakan
tantangan dihadapan manusia . ( Saadulloh, 2007: 147)
Adapun cirri-ciri utama belajar berdasarkan sumber adalah sebagai
berikut
1. Memanfaatkan sepenuhnya sumber informasi sebagai sumber bagi
pelajaran termasuk alat-alat audio- visual dan memberi kesempatan untuk
merencanakan kegiatan belajar dengan mempertimbangkan berbagai
19
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
sumber-sumber yang tersedia. Ini tidak berarti bahwa pengajaran
berbentuk kuliah atau ceramah ditiadakan . dalam artian dapat
menggunakan berbagai metode guna mencapai tujuan tertentu.
2. Berusaha memberikan pengertian kepada peserta didik tentang luas dan aneka ragam sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar.
3. Berhasrat untuk mengganti pasivitas siswa dalam belajar tradisional dengan belajar aktif didorong oleh minat dan keterlibatan diri dalam pendidikan .
4. Berusaha untuk meningkatkan motivasi belajar dengan menyajikan berbagai kemungkinan tentang bahan pelajaran , metode kerja dan media komunikasi yang berbeda sekali dengan kelas yang konvensional yang mengharuskan siswa belajar yang sama dengan cara yang sama.
5. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja menurut kecepatan dan kesanggupan masing-masing dan tidak dipaksa bekerja menurut kecepatan yang sama dalam hubungan dikelas.
6. Lebih fleksibel dalam penggunaan waktu dan ruang belajar.
7. Berusaha mengembangkan kepercayaan akan diri sendiri dalam hal belajar yang memungkinkan untuk melanjutkan belajar sepanjang hidupnya ( Long Life education ). Siswa dibiasakan untuk menemukan sendiri, sehingga tidak tergantung pada orang lain.( Nasution, 2000:26)
b. Ruang lingkup Pembelajaran Kooperatif (SPK).
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalan SPK , yaitu :
1. Adanya peserta dalam kelompok
2. Adanya aturan dalam kelompok
3. Adanya upaya belajar setiap anggota kelompok
4. Adanya tujuan yang harus dicapai
20
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
Salahsatu strategi dari model pembelajaran kelompok adalah strategi pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran kelompok yang akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan untuk digunakan. Slavin (1995) mengemukakan dua alas an , pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pemebelajaran ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus meningkatkan kemampuan hubungan social, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri, kedua pembelajaran ini dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah , dan mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan.
3. Hak Asasi Manusia
Indonesia sebagai Negara berkembang selalu berupaya memenuhi tuntutan
kualitas pelaksanaan HAM melalui program kegiatan dengan berpijak pada
supremasi hukum, diantaranya bercirikan elemen-elemen sebagai berikut : 1) asas
pengakuan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), 2) asas
legalitas, 3) asas pembagian kekuasaan, 4) asas Peradilan bebas dan tidak
memihak, 5) asas kedaulatan rakyat, ( Rasjidi dan Sidharta, 1989: 186). Keseriusan
serta perlunya penanganan mengurangi permasalahan tentang HAM sebagaimana
diungkapkan Al Muchtar (2001:374) , Pendidikan hak asasi manusia sebagai
alternatif mengetengahkan peran pendidikan dalam rangka menegakan Hak Asasi
Manusia merupakan salah satu bagian esensial yang harus dikembangkan dalam
PKn.
Dalam kaitan dengan pembicaraan mengenai HAM, ia mengandung arti
bahwa HAM memiliki struktur social, yang menjadi modal social bangsa untuk
memasuki dunia HAM, menangkapnya dan menjalankannya , kalau tetap bahwa
HAM itu bersifat universal, maka perlu mengalami verifikasi sehingga menjadi “
HAM adalah universal dan memiliki struktur social “ ( Muladi, 2004:221)
4. RESOURCE – BASED LEARNING -SEETING COOPERATIF Dalam
Pembelajaran PKn .
Resource –Based Learning adalah cara belajar yang bermacam-macam
bentuk dan seginya. Metode ini dapat singkat atau panjang, berlangsung
selama satu jam pelajaran atau selam setengah semester dengan pertemuan
21
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
dua kali seminggu selama satu atau dua jam, dapat diarahkan guru atau
berpusat pada kegiatan murid .
Implementasi dalam penerapan model ini melalui pembelajaran PKn
sebagai berikut : Dalam penelitian ini diseting dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif model number heads together( kepala bernomor).
Pembelajaran ini dimulai dengan membagi kelas atau beberapa kelompok
yang diberi nomor agar mempermudah kinerja kelompok, mengubah posisi
kelompok, menyusun materi, mempresentasikan dan memperoleh tanggapan
dari kelompok lain.
22
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
BAB III.
PENUTUP.
A. KESIMPULAN
1. Model pembelajaran Resource-Based Learning(Belajar Berdasarkan Sumber) dengan seting kooperatif,memacu anak untuk dapat memecahkan permasalahan dengan cara bekerja secara kelompok,sehingga tidak melupakan hakikat dari pada siswa tersebut sebagai mahkluk social.
2. Hasil evaluasi dan pemberian pengahargaan merupakan bagian dari motivasi, yang memungkinkan peserta didik dapat memacu diri untuk dapat tumbuh dan berkembang serta dapat meningkatkan kreatifitas
3. Model Resource-Based Learning ( Belajar Berdasarkan Sumber) dengan seting koopertif mengajar mahasiswa PKn sebagai calon pendidik untuk lebih efektif dan kreatif dalam mempersiapkandiri untuk terjun ke dunia kerja.
B. REKOMENDASI
1. Model Resource-Based menjadi alternative untuk membangun kesadaran dan pemahaman peserta didik akan pentingnya untuk menjujung tinggi nilai-nilai keadilan,demokrasi,kemanusiaan dan pluralism dalam pergaulan bermasyarakat.
2. Agar tujuan pembelajaran ini dapat tercapai,maka diperlukan adanya peran serta dan dukungan dari guru, institusi pendidikan dan para pengambil kebijakan pendidikan lainnya. Guru perlu memahami konsep dan strategi pendidikan agar nilai-nilai utama yang terkandung dalam strategi dan konsep pendidikan tersebut seperti pemahaman dalam meningkatkan kualiatas dalam memahami HAM sebagai modal social manusia.
3. Dukungan dan Komitmen sekolah sebagai intitusi pendidikan dalam mewujudkan serta menerapkannya sesuai dengan grand desain pendidikan , visi dan misi yang akan diwujudkan.
23
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
DAFTAR PUSTAKA
A, Imron (1996). Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT. Dunia Pustakajaya.
Al Muchtar, S (2004) , Pendidikan dan Masalah Sosial Budaya, Bandung: Gelar
Pustaka Mandiri.
Armiwulan, H. (2008) Pendidikan Hak Asasi Manusia dalam perspektif Nasional
dan Global . ( Makalah ) pada symposium Nasional. Bandung : UPI .
Branson, MS (1998). The Role of Civic Education, A Forthcoming Education
Policy Task Force Position Paper From The Communitarian Network.
Budimansyah , D. 2008. Dimensi Sosiologi Dalam Pendidikan Kewarganegaraan .(Makalah) Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia
Budimansyah, D 2008. Pembelajaran Pendidikan Kesadaran Hak Asasi Manusia . Bandung : PT. Genesindo
Budimansyah. D. (2007), “ Pendidikan Demokrasi Sebagai Konteks Civic
Education Di Negara Berkembang “ Acta Civicus Vol.1 , No 1, Oktober
2007, pp 11-26.
Cogan, JJ dan Derricott, R. (1998). Citizenship for the 21 st Century : An
International Perspective on Education, London : Kopenhagen
Cresweel,JW (1994), Research Design Qualitative and Quantitative Approaches,
Sage Publications, International Education and Professional Publisher,
Thousand Oaks, London.
Departemen Pendidikan Nasional (2001), Standart Nasional Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn Baru) Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah,
Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional (2003), Kurikulum 2004, Standard Kompetensi
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pengetahuan Sosial SMP
dan MTs, Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang.
24
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
Departemen Pendidikan Nasional, (2002), Kumpulan Pedoman Kurikulum 2004,
Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang.
Departemen Pendidikan Nasional, (2002), Kurikulum Berbasis Kompetensi SLTP.
Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kemampuan Dasar Mata
Pelajaran Kewarganegaraan, Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Djunaidi (2007), “ Implikasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam
pembinaan Kesadaran Hak Asasi Manusia “ Acta Civicus Vol.1 , No 1,
Oktober 2007, pp 89-106 .
E, Mulyasa, (2004), Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan
Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.
E, Mulyasa, (2004), Implementasi Kurikulum 2004, Panduan Pembelajaran KBK,
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ibrahim Dkk, (2002), Kurikulum Pembelajaran, Bandung: Tim Pengembang
MKDK Kurikulum dan Pembelajaran, Jurusan Kurikulum UPI.
Komalasari ,K dan Budimansyah. D. (2008), “Pengaruh Pembelajaran
Kontekstual dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Kompetensi
Kewarganegaraan Siswa SMP “ Acta Civicus Vol.2, No 1, Oktober 2008,
pp 76-97.
L, Rasjidi dan A, Sidharta (1989), Filsafat Hukum, Mazhab dan Refleksinya.
Bandung: Remadja Karya.
Matthew B, M dan A Michael, H . (1984), Analisis Data Kualitatif, Alih Bahasa
TjeTjep Rohendi, Jakarta UI.
Moleong, L (1988), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Muladi ,(2005), Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat. Bandung: Refika Aditama.
O, Hamalik (2001), Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
25
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
S, Nasution (1998), Metode Penelitian Naturalistik Kualitaif, Bandung:
Tarsito.
S, Nasution, (1996), Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 2003 , Tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 39 1999 , Tentang Hak Asasi
Manusia
Winataputra, U.S. (2007), “Pendidikan Kewarganegaraan dalam perspektif
Internasional “ Acta CivicusVol.1 , No 1, Oktober 2007, pp 1-10.
Winataputra, U.S. dan Budimansyah, D . (2007) Civic Education: Konteks,
Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung : Program
Studi Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia
Winataputra, U.S (2001 ). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Ilmu:
Tantangan Epismologis, dan Implikasi Pedagogis (Makalah)
Bandung: Universitas Pendidikan Bandung
Winataputra, U.S dan Sapriya (2002), Studi Sosial, Konsep dan Model
Pembelajaran. Bandung : Buana Nusantara.
Winataputra, U.S dan Sapriya (2004), Pendidikan Kewarganegaraan, Model
Pengembangan Materi dan Pembela .Bandung: Rizki Ofset.
Sadulloh, U ( 2007). Pengantar Filsafat Pendidikan .
Bandung: AL VABETA.
26
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
KORELASI PENDIDIKAN DEMOKRASI DAN WAWASAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBALISASI
Oleh : Rifto Fachrudin
Mahasiswa S2 Program Studi PKn UPI Bandung
Abstract
Era globalisasi telah membawa dampak perubahan nilai-nilai dalam mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat baik secara positif dan negatif. Perubahan ini bersifat fundamental, mondial dan spektakuler juga menyangkut nilai-nilai dasar dalam kehidupan diantaranya tentang “ Wawasan kebangsaan “kini sudah mulai luntur dan kendur.
Pendidikan harus mampu membentuk manusia yang seutuhnya yang digambarkan sebagaimanusia yang memiliki karakteristik personal yang memahami dinamika psikososial dan lingkungan kulturalnya proses pendidikan harus mencakup pengembangan wawasan kebangsaan dan demokrasi.
Respon positif tentang perubahan ini peranan PKn sangat penting dan diperlukan keberadaannya, melalui pendidikan PKn, peserta didik akan diperkenalkan dan dipersiapkan memasuki kehidupan dalam masyarakat, termasuk penataan dalam proses pembelajaran didalam kelas maupun pembelajaran diluar kelas dalam mendorong terciptanya ruang dan pembelajarannya menarik, menyenangkan dan democratisasi .
Ketercapaian dan mewujudkan harapan diatas memerlukan suatu pendekatan dan persepsi
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
bersama termasuk adanya komitmen, sekalipun realitas dilapangan masih terdapat berbagai kendala dan tantangan yamg masih merupakan retorika .
Kata Kunci : Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Demokrasi, dan Wawasan kebangsaan
1.
PENGANTAR
Tertarik akan tugas seminar pendidikan PKn pada mata kuliah yang saya tekuni
pada semester 3 (tiga) dibangku kuliah dengan dosen pengampu Prof. DR. H.
Endang Danial AR, M.Pd , penyaji mencoba mengambil thema “KORELASI
PENDIDIKAN DEMOKRASI DAN WAWASAN KEBANGSAAN DI ERA
GLOBALISASI “ izinkanlah saya mengutif dari pidato pengukuhan Guru besar
Prof. Zamroni Ph.D. “ untuk menciptakan system politik yang baik di era modern ini
tidak bisa dilepaskan dari system politik demokrasi., Untuk menciptakan system
politik demokrasi pendidikan harus mampu melahirkan manusia-manusia “
demokratis “. Tanpa dengan manusia-manusia yang demokratis , warga bangsa
yang memegang teguh nilai-nilai demokrasi, masyarakat demokratis hanya akan
menjadi impian belaka”.
Kehidupan demokrasi adalah merupakan kehidupan yang didambakan
oleh semua orang , melalui kehidupan ini warganegara dapat mempraktekkan hak-
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
haknya dan menunaikan kewajiban-kewajiban sebagai anggota masyarakat yang
berdaulat. Dambaan dari kehidupan demokrasi tentunya tidak tercipta begitu saja
atau datang dengan sendirinya namun memerlukan suatu proses pembelajaran yang
terencana dan membutuhkan waktu sehingga semua warganegara dialam jagat raya
ini terdorong baik secara individu maupun kelompok untuk bersama-sama berperan
secara aktif mewujudkan harapan dan keinginannya. Sekalipun kenyataanya
bahwa pemenuhan kewajiban ataupun peroleh hak –hak warganegara saat ini
masih belum menjadi perhelatan dan perdebatan yang tidak pernah bosan dan lelah
disemua Negara. kehidupan demokratisasi yang diharapkan inipun
2
tentunya harus mendapat perhatian serius bagi para penguasa , termasuk didalam
para guru sebagai laskar pendidikan serta penguasa didalam kelas.
Menurut Budimansyah, D dan Suryadi K, ( 2007: 43 ) Komponen
essensial kedua Civic Education dalam masyarakat demokratis adalah kecakapan
kewarganegaraan (civic skill). Dalam masyarakat yang otonom, warga negara
adalah pembuat keputusan.
Pandangan terhadap arti penting pendidikan kewarganegaraan
menyatakan bahwa persoalan kehidupan warganegara dalam system nilai demokrasi
telah mengalami “ globalizing “ atau “globalized” John J. Patrick ( 2002:1 )
menyebutkan bahwa hentakan global dari ide demokrasi selama perempat terakhir
abad ke-20 telah membuka dunia luas dengan minat baru terhadap pendidikan
kewarganegaraan. Munculnya perhatian tentang pendidikan demokrasi melalui
pendidikan kewarganegaraan sebagai salahsatu sarana dalam mewujudkan
pembangunan demokrasi yang otentik yang berwawasan kebangsaan yang kuat dan
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
akan memperkuat dimensi kepribadian , social, spansial dan temporal dalam
mempersiapkan dan menjawab tantangan diera globalisasi sehingga mempunyai
pemikiran secara global dan bertindak secara local.
Dari Kutipan diatas nampak dan jelas perlu disadari dan sangat
berdasar bahwa pendidikan kewarganegaraan mempunyai andil yang tidak sedikit
dalam pergerakan proses demokratisasi dalam pembelajaran memerlukan adanya
komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, perlu ditingkatkan secara terus menerus untuk
memberikan pemahaman yang mendalam tentang
3.
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara historis, negara Indonesia telah
diciptakan sebagai Negara Kesatuan dengan bentuk Republik.
Berbicara tentang pendidikan tidak akan pernah selesai , karena kita
sedang membicarakan manusia yang memiliki karakter yang terus tumbuh dan
berkembang sejalan dengan kemajuan zaman ,sehingga bukti adanya akuntabilitas
dan respon positif dari komitmen dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan
menyenangkan harus terus kita pelihara agar dapat terpenuhinya kompetensi yang
sesuai dengan harapan dan amanah Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas.
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
Demokrasi dan Pendidikan demokrasi
Konsep demokrasi telah dikenal dan menyebar diseluruh jagat raya ini
berawal dari Negara Athena dalam bentuk demokrasi langsung, kemudian
berkembang menjadi demokrasi modern dengan system perwakilan sejak Revolusi
Perancis akhir abad ke- 18. Perwujudan demokrasi dalam memahami konsep,
prnisip dan nilai demokrasi secara kontekstual tentunya melibatkan individu dan
masyarakat dengan keseluruhan aspek yang ada dilingkungannya. Sebagai suatu
konsep demokrasi diterima sebagai “ seperangkat gagasan dan prinsip tentang
kebebasan , yang juga mencakup seperangkat praktek dan prosedur yang terbentuk
melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku “.( USIS , 1995: 5)
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
Namun menurut Torres (1998 :146-147) lebih condong demokrasi dalam
bentuk dua
aspek, yakni disatu pihak adalah “ formal democracy” dan dilain pihak “ substantive
democracy “ . “Formal democracy “ menunjuk pada demkrasi dalam arti system
pemerintahan, sedangkan “ substantive democracy “ menunjuk pada proses
demokrasi, yang diidentifikasi dalam empat bentuk.
Adapun berkenaan apa yang dimaksud dengan Pendidikan demokrasi
menurut
Winataputra dan Budimasyah , D . ( 2007 : 184) adalah upaya sistematis yang
dilakukan Negara dan masyarakat untuk menfasilitasi individu warganegara agar
memahami, menghayati , mengamalkan , dan mengahayati , mengamalkan dan
mengembangkan konsep, prinsip dan nilai demokrasi sesuai dengan status dan
perannya dalam masyarakat.
Mengutip dari buku yang berjudul: Creating Democratic
Claksuassroom “ The Struggle to Integrate Theory and Practice” oleh
Landon E. Beyer yang diterbitkan Teachers
College, Columbia University New York and London tahun 1996 cetakan
kedua definisi Pendidikan demokratis adalah “ Proses dinamis dan vital dalam
sebuah komunitas pembelajaran yang mengenali dan menvalidasi individualitas dan
tanggungjawab dari masing-masing partisipan “. Komunitas tersebut bekerja secara
kooperatif dan reflektif untuk terlibat dalam pengalaman yang ditentukan oleh tujuan
yang ditetapkan pada peristiwa lokal.
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
Pendidikan diintegrasikan dengan perkembangan sosial dan kesadaran sosial: sebuah
rasa dimana individu mendapatkan dampak reflektif dan dinamis terhadap
masyarakat disekitarnya dan bahwa individu membawa tanggungjawab untuk
mempengaruhi perubahan sosial dan politik yang penting.
Keseluruhan tujuan dari pendidikan demokratis adalah melibatkan individu
dalam sebuah proses yang akan membantu mereka mengembangkan skill dan sikap
yang penting untuk membuat orang-orang yang dapat dan akan mengkontribusikan
dalam membuat masyarakat yang vital, setara, dan manusiawi.
Proses perkembangan dinamika demokrasi bahwa pendidikan demokrasi
menuntut peran dan partisipasi warganegara aktif , sejalan dengan dinamika
perkembanga pemikiran manusia mengenai kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara dan bermasyarakat global. Hal ini secara khusus, bagaimana
perkembangan demokrasi dalam Negara kebangsaan di Indonesia dapat
dikembalikan pada dinamika kehidupan bernegara Indonesia sejak Proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai saat ini, dengan mengacu pada kontitusi
yang pernah ada dan berlaku , sekalipun proses demokrasi tidak selalu diukur dari
criteria demokrasi barat, tetapi seyogyanya dilihat secara kontekstual, karena
demokrasi sendiri tidak akan berkembang dalam situasi yang secara sosio-kultural
vakum.
PKn dalam membangun Pendidikan Demokrasi dan Gerakan
berwawasan Kebangsaan !
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
Pendidikan kewarganegaraan dalam pengertian sebagai citizenship
education
secara subtantif dan pedagogis didesain untuk mengembangkan warganegara yang
cerdas dan baik untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan . Sampai saat ini bidang
itu sudah menjadi bagian yang inheren dan instrumental serta praksis pendidikan
nasional Indonesia . Hal ini dipertegas oleh pasal 37 Undang-undang RI No 20
tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional (Sisdiknas), ayat 1 ; bahwa
pendidikan dasar dan menengah ,serta pendidikan tinggi wajib memuat diantaranya
adalah : Pendidikan Kewarganegaraan . Namun Sejak
diimplemtasikannya PKn , menurut Budimansyah, D,(2006 ), bahwa PKn pada
berbagai jenis dan jenjang menghadapi berbagai kendala dan keterbatasan . Kendala
yang dihadapi dalam pembelajaran PKn adalah kendala secara internal dan
eksternal. Peran dan profesionalisme guru sebagai lini terdepan dalam abad ke-21
ini dituntut untuk terus dalam meningkatkan kemampuannya dalam melakukan
proses pembelajaran agar bisa mewujudkan visi dan misi pendidikan demokrasi yang
diinginkan. Dalam Symposium “ Reposisi, Redefinisi dan Reaktualisasi
pendidikan Pancasila sebagai pendidikan Kebangsaan tanggal 11 Maret 2009 di UPI
Bandung, Darmono mengemukakan : “ Wawasan Kebangsaan Indonesia dan
Pancasila sebagai dasar Negara ternyata telah mengalami erosi, Syukurlah melalui
kegiatan ini masih ada kesadaran intelektual “
6
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
Sejalan dengan konteks diatas bagaimana peran pendidikan
kewarganegaraan
merespon dalam membangun pendidikan demokrasi yang berwawasan kebangsaan
ini agar berimplikasi pada prilaku siswa di sekolah ataupun di kehidupan sehari-
hari ialah dengan :
1. Guru PKn menjadi fasilitator dalam menciptakan
pembelajaran tentang pendidikan demokrasi yang
berwawasan kebangsaan
2. Dalam merencanakan perencanaan pembelajaran PKn
harus bersifat operasional agar kompetensi dasar bisa
tercapai sesuai dengan harapan
3. Guru perlu memberikan keleluasaan dalam pembelajaran
terhadap siswa secara demokratis, agar suasana kelas
hidup.
4. Perlu diciptakan suatu pola atau model pembelajaran
dalam pendidikan PKn kini yang sinergis secara dengan
lingkungan dan dapat mengurangi secara realistis segala
kendala dan keterbatasan nya .
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
7.
Daftar Pustaka.
Budimansyah, dan Syaifullah Syam (Eds). (2006) , Pendidikan Nilai- Moral dalam dimensi pendidikan Kewarganegaraan, Bandung : Lab PKn UPI
Winata putra, US, dan Budimansyah,D (2007) . Civic Education Konteks, Landasan, Bahan Ajar, dan Kultur Kelas, Bandung : Prodi PKN SPS UPI
Winataputra, US (2001), Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pendidikan Demokrasi. Disertasi Program Pascasarjana UPI : tidak diterbitkan
Darmono Bambang (2009), Analisis Kelemahan, Kekuatan dan Lingkungan Strategis Pendidikan Kebangsaan dewasa ini Bandung: Bahan Makalah Simposium di UPI
Budimasyah , D (2008) , Revitalisasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui belajar Kewarganegaraan (Project Citizen ), Bandung : Acta Civicus (2008), Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Prodi PKN SPS UPI
Wantoro Tri (2008) , Profil Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan Demokrasi, Bandung : Acta Civicus (2008), Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Prodi PKN SPS UPI
Samsuri ( 2007 ) , Pendidikan Kewarganegaraan Global ; Repleksi untuk konteks local Indonesia, Bandung Seminar Nasional Tahun 2007 Pendidikan IPS S.Ps UPI
Delors, Jacques, et.al. 1996, Learning the Treasure Within, Report to UNESCO of The International Commission on Education for The Twenty-first Century . Paris UNESCO
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113
8.
Permasalahan :
1. Bagaimana Peran PKn sebagai program kurikuler dilembaga pendidikan formal dan non formal dalam mengembangkan Pendidikan Demokrasi dan Gerakan Wawasan Kebangsaan di Era Globalisasi.
2. Bagaimana implikasi Pembelajaran PKn membangun Pendidikan Demokrasi dan Gerakan Wawasan Kebangsaan diera globalisasi secara sosio cultural pada konteks pendidikan formal di tingkat SMA Negeri Kota Cimahi !
3. Bagaimana Upaya Guru PKn membangun Pendidikan Demokrasi dan mendorong gerakan wawasan kebangsaan pada siswa di SMA Negeri Kota Cimahi. !
Makalah Seminar PKn 2009 , Riftio Fachrudin 0808113