Bahan seminar

23

Click here to load reader

Transcript of Bahan seminar

Page 1: Bahan seminar

JURUSAN KEHUTANANFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG

BAHAN SEMINA R HASIL PENELITIAN

Judul : Analisis Pendapatan Masyarakat Pengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm) Di Gunung. Tanggamus

Nama : Diah Ayu LestariNPM : 0614081024Jurusan : KehutananPembimbing : 1. Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P.

2. Hari Kaskoyo, S.Hut., M.P.Pembahas : Rommy Qurniati, S.P., M.Si.Hari/Tanggal :Waktu :Tempat : Ruang Seminar Fakultas Pertanian

ABSTRACT

Income Analysis of Community Forest Management Society (HKm)Register 30 At Tanggamus Mount

ByDiah Ayu Lestari 1, Christine Wulandari 2, Hari Kaskoyo 2

Community Forest (HKm) is a state forest with forest management system that aims to empower local communities without disturbing the basic functions. Communities around the forest use HKm as some of principal livelihood to meet their needs.  So with the HKm expected by society to obtain permission farm land utilization to meet the needs of daily living, improved well-being and incomes of farmers.

This study aimed to identify farmers' household income among new HKm’s farmer and old HKm’s farmer, and to compare the household median income of the new HKm’s farmer and old HKm’s farmer to total income.  The study was conducted in Pekon Teratas and Pekon Payung Sub-District Kota Agung District Tanggamus from November to December 2010. Data taken with the quetinnaire interview technique with simple random sampling method to selected the responden.

From the research result shows that HKm give positive impact upon the addition of 155% on average household income of HKm farmer.  Farmer’s income in Pekon Teratas (new HKm) have higher incomes than farmer’s income in Pekon Payung (old HKm).  This relates to a further distance and accessibility in Pekon Payung’s HKm are more difficult compared with Pekon Teratas’s HKm, so the transportation cost is greater.

Keywords: HKm, household income, farmers HKm

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengelolaan sumberdaya hutan yang berbasis masyarakat menjadi sangat penting artinya dan harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dalam pengambilan keputusan ke depan. Munculnya kebijakan Hutan Kemasyarakatan (HKm) melalui SK

Page 2: Bahan seminar

Menteri Kehutanan No. 622/Kpts-II/1996, lalu dirubah lagi dengan SK Menteri Kehutanan No.677/Kpts-II/1998 tentang Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan, dan kemudian di revisi lagi melalui SK Menteri Kehutanan no.865/Kpts-II/1999 dan nomor 31/Kpts-II/2001 tentang penyelenggaraan HKm pasca kebijakan perhutanan sosial dan hutan rakyat menjadi tonggak penting akan adanya political will pemerintah dalam pembangunan kehutanan yang bervisi kerakyatan dan ekosistem. Dengan adanya HKm melalui SK Menteri Kehutanan No. 622/Kpts-II/1996, lalu dirubah lagi dengan SK Menteri Kehutanan No.677/Kpts-II/1998 tentang Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan, dan kemudian di revisi lagi melalui SK Menteri Kehutanan no.865/Kpts-II/1999 dan nomor 31/Kpts-II/2001 tentang penyelenggaraan HKm diharapkan tekanan-tekanan masyarakat terhadap kelestarian hutan bisa diperhatikan secara lebih serius. Hal ini dimungkinkan bagi tercapainya fungsi hutan yang lestari, bermanfaat, berkeadilan dan berkelanjutan.

Kegiatan HKm di Tanggamus telah berlangsung sejak tahun 1998. Sebagian kelompok memang terbangun atas kegiatan HKm dan sebagian lagi terbentuk karena adanya kebijakan GN-RHL. Program-program GN-RHL juga ada yang diimplementasikan pada kelompok-kelompok HKm yang telah terbentuk sebelumnya. Melalui HKm, sebagian kelompok tani telah mendapatkan izin HKm definitif (35 tahun), sebagian lagi berstatus izin sementara (5 tahun), dan kelompok lainnya masih dalam proses persiapan mendapatkan izin untuk mengelola lahan HKm.

Pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan harga tawar kelompok masyarakat yang tidak mempunyai kekuasaan agar mereka dapat mengambil bagian dalam proses-proses pengambilan keputusan dalam pemanfaatan sumberdaya hutan secara lestari untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan mereka serta mempengaruhi pendapatan mereka baik dari HKm maupun Non-HKm. Hutan kemasyarakatan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup.

Pekon Payung, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu daerah yang hutannya dikelola dengan HKm. Sedangkan untuk Pekon Teratas, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu daerah yang hutannya baru dikelola dengan HKm. Sebagian besar mata pencaharian penduduk Pekon Payung dan Pekon Teratas adalah petani dan lainnya adalah pegawai dan profesi lainnya. Penduduk di Pekon Payung mengelola lahannya dengan Hkm sebagai sumber mata pencarian sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, baik dari tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Selain itu, hutan tersebut juga dimanfaatkan oleh penduduk sebagai sumber pengambilan kayu bakar untuk kebutuhan rumah tangga dan juga sebagai pengatur tata air baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk mengairi sawah-sawah yang ada di bawahnya. Hutan tidak lagi dapat bermanfaat dan berfungsi secara optimal, dan juga dapat menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan. Hal ini dikarenakan sudah terjadi degradasi hutan dan deforestasi hutan. Upaya untuk mengatasi permasalahan dan tekanan tersebut, pemerintah kini mengeluarkan kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya hutan yang disebut HKm. Sehingga hal ini merupakan alternatif solusi yang diharapkan mampu menjawab persoalan dan permasalahan tersebut yang terus berlanjut khususnya di Propinsi Lampung. Kebijakan ini merupakan bentuk upaya menuju masyarakat sejahtera dan hutan yang lestari.

Sesuai dengan kebijakan pemerintah melalui PP. No. 6 tahun 2007 dan PP. No. 3 tahun 2008 serta Permenhut nomor 37 tahun 2007 jo Permenhut RI NOMOR : P. 13/Menhut-II/2010, untuk dapat mengelola hutan lindung dengan mekanisme HKm maka masyarakat yang tergabung dalam kelompok petani hutan di Pekon Payung berupaya

2

Page 3: Bahan seminar

mendapatkan izin pengusahaan hutan seluas 500 ha dari pemerintah melalui program HKm. Dengan menjadi peserta program HKm maka diharapkan masyarakat akan mendapatkan lahan usaha tani untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan petani di sekitar kawasan hutan. Sekaligus masyarakat ingin berperan serta secara aktif dalam mempertahankan, pengembalian fungsi secara terencana dan terarah sesuai dengan teknis yang dianjurkan oleh Dinas/instansi terkait. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui pendapatan rumah tangga petani HKm baru di Pekon Teratas dan petani HKm lama di Pekon Payung, serta perbandingan pendapatan petani HKm baru dan petani HKm lama.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pendapatan rumah tangga petani HKm baru di Pekon Teratas dan petani HKm lama di Pekon Payung, serta perbandingan pendapatan petani HKm baru di Pekon Teratas dan petani HKm lama di Pekon Payung, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Tanggamus.

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :a. Untuk mengetahui pendapatan rumah tangga petani HKm baru dan petani HKm

lama.b. Untuk mengetahui perbandingan pendapatan rata-rata rumah tangga petani HKm

baru dan petani HKm yang lama terhadap pendapatan total.

D. Batasan Penelitian

Beberapa batasan penelitian ini diantaranya adalah :1. Pendapatan total rumah tangga anggota kelompok tani yang dimaksudkan adalah

pendapatan yang diterima oleh anggota kelompok tani Sumber Rejeki di Pekon Payung dan petani Pekon Teratas yang diperoleh yaitu hasil dari mata pencaharian pokok dan sampingan.

2. HKm baru adalah petani HKm yang baru dapat mendapat izin HKm.3. HKm lama adalah petani HKm yang sudah mendapat izin HKm atau yang sedang

berjalan izin HKmnya.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :1. Memberikan informasi tentang pendapatan anggota kelompok tani dalam memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan lainnya dan kaitannya dengan kelestarian hutan petani HKm baru dan petani HKm lama.

2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang berminat tentang motivasi petani HKm dan tentang distribusi pendapatan petani HKm di Tanggamus.

3. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dan instansi terkait untuk mengambil kebijakan dalam mengelola HKm supaya dapat memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat bahwa HKm mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan petani dan kelestarian hutan.

F. Kerangka Pemikiran

3

Page 4: Bahan seminar

Peningkatan eksploitasi dan pembukaan lahan hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup baik sandang, pangan, perumahan dan energi mengakibatkan menurunnya kualitas dan fungsi hutan. Hutan tidak lagi dapat bermanfaat dan berfungsi secara optimal, dan juga dapat menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan. Hal ini dikarenakan sudah terjadi degradasi hutan dan deforestasi hutan. Upaya untuk mengatasi permasalahan dan tekanan tersebut, pemerintah kini mengeluarkan kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya hutan yang disebut HKm. Sehingga hal ini merupakan alternatif solusi yang diharapkan mampu menjawab persoalan dan permasalahan tersebut yang terus berlanjut khususnya di Propinsi Lampung. Kebijakan ini merupakan bentuk upaya menuju masyarakat sejahtera dan hutan yang lestari. Surat keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 31/Kpts-II/2001 tentang HKm telah diperbaharui kembali sebagai Permenhut No. 37/ Kpts-II/ 2007 jo Permenhut RI NOMOR : P. 13/Menhut-II/2010. Pembaharuan peraturan tersebut karena peraturan yang baru akan dapat memperkuat peraturan yang lama.

Pekon Payung pada tanggal 4 Maret 2008 telah mendapatkan izin yang mendapatkan izin dari pemerintah untuk mengelola HKm dalam jangka waktu yang lama yaitu 35 tahun. Hal ini merupakan suatu fakta yang membanggakan bagi petani HKm di Pekon Payung, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Tanggamus, karena sebelum mendapatkan izin definitif masyarakat Pekon Payung telah mendapatkan izin semenatara selama 5 tahun. Dengan demikian ini cukup membuktikan kesungguhan masyarakat petani HKm untuk mengelola hutan secara lestari dengan tidak merusak fungsi hutan namun dapat sekaligus meningkatkan pendapatan anggota kelompok tani. Sedangkan Pekon Teratas pada tanggal 11 Desember 2009 dengan surat keputusan Nomor : B.259/39/12/2009 telah mendapatkan izin sementara selama 5 tahun, sebelum mendapatkan izin masyarakat Pekon Teratas masih tergabung dalam beberapa kelompok tani yang memanfaatkan hutan secara sembunyi-sembunyi.

Penelitian untuk mengetahui pendapatan rumah tangga petani baru mendapatkan sertifikat HKm di Pekon Teratas dan yang telah mendapat sertifikat HKm di Pekon Payung yang perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan yang dibahas lebih ditekankan pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari baik kebutuhan primer maupun sekunder. Kemudian penelitian ini juga dikaitkan dengan perbandingan pendapatan petani non-HKm di Pekon Teratas dan petani HKm di Pekon Payung Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus. Kedua hal tersebut perlu dikaitkan karena untuk melihat apakah dengan adanya HKm pendapatan yang diterima anggota kelompok tani selaras dengan kelestarian dan sistem pengelolaan hutan yang ada di lokasi penelitian.

Kerangka Pemikiran dengan diagram alir :

4

Mencegah dan MengurangiKerusakan hutan

Page 5: Bahan seminar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Dari kerangka pemikiran diatas, untuk dapat mencegah dan mengurangi kerusakan hutan yang sering terjadi selama ini perlu adanya upaya dari pemerintah. Upaya-upaya untuk mengurangi kerusakan hutan ini dapat mempengaruhi peningkatan kesejahteraan dan kelestarian masyarakat yang ada di sekitar hutan tersebut. Agar dapat meningkatkan kesejahteraan dan kelestarian masyarakat pengelola HKm, sebaiknya masyarakat memiliki izin HKm yang dapat berupa izin sementara selama 5 tahun dan izin tetap selama 35 tahun. Selain itu, izin pengelolaan HKm ini dapat mempengaruhi pendapatan masyarakat di sekitar hutan baik yang baru mendapat izin HKm maupun yang telah mendapat izin HKm. Tujuan dari pemberian izin HKm in adalah agar tetap dapat menjaga kelestarian hutan yang akan berpengaruh pada potensi hutan tersebut untuk menjaga kondisi hutan yang baik.

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di Pekon Payung dan Pekon Teratas, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Tanggamus, Propinsi Lampung. Penelitian dilaksanakan selama 3 (dua) bulan yaitu pada bulan November sampai bulan Desember 2010.

B. Alat dan Objek Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera, komputer, kalkulator, dan daftar pertanyaan berupa kuisioner. Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah masyarakat Pekon Payung anggota kelompok tani Sumber Rejeki dan petani Pekon Teratas.

C. Jenis Data yang Dikumpulkan

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

5

Peningkatan kesejahteraan dan kelestarian

Pendapatan

Izin HKm

KondisiHutan yang

baik

Pengelolaan HKm

- Meningkat- Tetap- Menurun

KelestarianHutan

- Sementara (5 tahun)- 35 tahun

Page 6: Bahan seminar

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber-sumber data yaitu dari anggota kelompok tani. Data primer meliputi data umum responden yaitu nama, umur, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan, pendidikan terakhir, jumlah anggota keluarga, luas kepemilikan lahan, jumlah pendapatan yang didapat dari pengelolaan HKm dan non-HKm.

2. Data sekunder merupakan data yang menyangkut keadaan lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial ekonomi masyarakat dan data-data lain yang berhubungan dengan obyek penelitian yang tersedia baik di tingkat desa, kecamatan maupun instansi-instansi terkait lainnya. Data sekunder meliputi keadaan umum lokasi penelitian antara lain : letak, keadaan fisik lingkungan, keadaan sosial ekonomi masyarakat, serta keadaan lahan.

D. Metode Pengambilan Data

Dalam penelitian ini metode pengambilan data yang dilakukan, yaitu :1. Data primer

Pengambilan data primer dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan kuisioner yang ditujukan kepada anggota kelompok tani.

2. Data sekunderPengambilan data sekunder dilakukan dengan mendapatkan informasi dari instansi-instansi terkait baik ditingkat desa maupun kecamatan berupa keadaan umum lokasi penelitian dan keadaan penduduk.

E. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota kelompok tani yang ada di Pekon Payung dan Pekon Teratas, sedangkan yang dijadikan sampel adalah perwakilan kelompok yang dipilih berdasarkan teknik sampling. Diketahui dari data sekunder pada tahun 2008 bahwa jumlah kelompok tani di Pekon Payung sebanyak 9 kelompok tani dengan jumlah anggota kelompok tani di Pekon Payung adalah 364 orang kk, sedangkan jumlah kelompok tani di Pekon Teratas sebanyak 11 kelompok tani dengan jumlah anggota kelompok tani adalah 556 orang kk. Sampel diambil menggunakan metode simple random sampling.

Pada penelitian ini, jumlah sampel yang digunakan berjumlah 36 kk pada Pekon Payung, sedangkan pada Pekon Teratas jumlah sampel yang digunakan berjumlah 56 kk dengan penentuan jumlah sampel yang diambil menggunakan rumus Arikunto. Menurut Arikunto (2002), jika jumlah populasi ≥ 100 orang, maka sampel yang diambil 10-25% dari total populasi agar hasilnya lebih baik dan akurat. Rumus tersebut dijabarkan sebagai berikut :

Keterangan : sampel = Ukuran sampeln = Jumlah populasi masyarakat Pekon PayungN% (10%) = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran

ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi).

Perhitungan jumlah sampel pada Pekon Payung adalah sebagai berikut :

n = 36,4 36 kk

Perhitungan jumlah sampel pada Pekon Teratas adalah sebagai berikut :

6

Page 7: Bahan seminar

n = 55,6 56 kk

F. Metode Pengolahan dan Analisis Data

1. Pendapatan rumah tangga petani HKm baru dan petani HKm lama..a. Data yang diperoleh dari kuisioner dianalisis secara deskriptif, untuk

menggambarkan dengan jelas pendapatan rumah tangga petani sebelum mendapat sertifikat HKm dan sesudah mendapat sertifikat HKm, terhadap kayu dan non kayu.

b. Peranan HKm terhadap pendapatan rumah tangga petani.Data yang telah diperoleh akan diolah dalam bentuk tabulasi dan gambar/grafik kemudian dari data tersebut dianalisis secara kuantitatif untuk mendapatkan informasi dan gambaran meliputi besarnya pendapatan yang diperoleh rumah tangga sampel dari tiap bidang usaha yaitu HKm, sawah padi, sawah tegalan, ternak, dan usaha lain, proporsi pendapatan rata-rata per tahun dari berbagai sumber maupun persentase pendapatan dari HKm terhadap pendapatan total rumah tangga petani HKm, pengeluaran dan konsumsi rumah tangga petani.

Sedangkan persamaan-persamaan yang digunakan dalam pengolahan data-data yang diperoleh (Koswara, 2006) meliputi sebagai berikut :1. Pendapatan dari Hutan Kemasyarakatan (HKm) dengan persamaan :

Keterangan :IHKm = pendapatan dari HKmRHKm = penerimaan dari produk HKm ke-hrCHK = pengeluaran untuk pengelolaan HKm

2. Pendapatan dari non-HKm dihitung dengan rumus :

Keterangan : InHKm = pendapatan total dari non HKmRnHKm = pendapatan masing-masing dari non HKmCnHKm = pengeluaran dari usaha non HKm

3. Pendapatan perkapita dihitung dengan menggunakan rumus persamaan sebagai berikut :

Keterangan :IPk = pendapatan per kapita per tahunItrt = pendapatan total rumah tanggaJ = jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tangga petani

4. Persentase pendapatan dari suatu bidang usaha terhadap pendapatan rumah tangga diperoleh dengan persamaan :

Keterangan :IHKm% = persentase pendapatan dari HKmIHKm = pendapatan dari HKmItrt = pendapatan total rumah tangga petani

7

Page 8: Bahan seminar

Data pendatan per kapita rumah tangga petani yang diperoleh tersebut dibandingkan dengan batas garis kemiskinan Sajogyo (2002), untuk mengetahui tingkat kesejahteraan dengan harga beras yang berlaku di daerah tersebut pada waktu penelitian, yaitu Bulan Mei Tahun 2010.

1. Perbandingan pendapatan petani HKm baru dan petani HKm lama.a. Data yang diperoleh dari kuisioner dianalisis secara deskriptif, untuk

menggambarkan dengan jelas perbandingan pandapatan petani non-HKM dan petani HKm.

b. Peranan HKm terhadap pendapatan rumah tangga petani.Data yang telah diperoleh akan diolah dalam bentuk tabulasi dan gambar/grafik kemudian dari data tersebut dianalisis secara kuantitatif untuk mendapatkan informasi dan gambaran meliputi besarnya pendapatan yang diperoleh rumah tangga sampel dari tiap bidang usaha yaitu HKm, sawah padi, sawah tegalan, ternak, dan usaha lain, proporsi pendapatan rata-rata per tahun dari berbagai sumber maupun persentase pendapatan dari HKm terhadap pendapatan total rumah tangga petani HKm, pengeluaran dan konsumsi rumah tangga petani.

Sedangkan persamaan-persamaan yang digunakan dalam pengolahan data-data yang diperoleh (Koswara, 2006) meliputi sebagai berikut :1) Pendapatan dari Hutan Kemasyarakatan (HKm) dengan persamaan :

Keterangan :IHKm = pendapatan dari HKmRHKm = penerimaan dari produk HKm ke-hrCHKm = pengeluaran untuk pengelolaan HKm

2) Pendapatan dari non-HKm dihitung dengan rumus :

Keterangan : InHKm = pendapatan total dari non HKmRnHKm = pendapatan masing-masing dari non HKmCnHKm = pengeluaran dari usaha non HKm

3) Pendapatan perkapita dihitung dengan menggunakan rumus persamaan sebagai berikut :

Keterangan :IPk = pendapatan per kapita per tahunItrt = pendapatan total rumah tanggaJ = jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tangga petani

4) Persentase pendapatan dari suatu bidang usaha terhadap pendapatan rumah tangga diperoleh dengan persamaan :

Keterangan :IHKm% = persentase pendapatan dari HKmIHKm = pendapatan dari HKmItrt = pendapatan total rumah tangga petani

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Page 9: Bahan seminar

A. Karakteristik Responden

Karakteristik sosial ekonomi responden yang menjadi anggota kelompok tani Sumber Rejeki di Pekon Payung dan kelompok tani Bakti Makmur di Pekon Teratas dalam pengelolaan HKm meliputi : 1) umur, 2) tingkat pendidikan responden, 3) jumlah anggota keluarga, 4) pekerjaan responden, 5) luas lahan kelola HKm, 6) pendapatan responden.

1. Umur Responden

Masyarakat pengelola HKm di Pekon Payung dan Pekon Teratas memiliki umur 25 – 50 tahun (91,30% responden). Umur pada kisaran ini merupakan umur produktif kerja bagi masyarakat di daerah tersebut yang umunya sudah berkeluarga (Aziza, 2008). Umur yang produktif tersebut didominasi dengan pekerjaan sebagai petani. Adapun distribusi umur responden secara terperinci dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Distribusi umur responden

NoUmur Responden Jumlah Persentase

(Tahun) (Jiwa) (%)

1 < 25 3 3,26%2 25 - 50 84 91,30%

3 > 50 5 5,43%

Total 92 100%

Umur dapat mempengaruhi kondisi sosial ekonomi suatu keluarga. Hal ini dikarenakan jika kepala keluarga masih berumur produktif maka akan mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Pekerjaan dibidang pertanian cenderung membutuhkan porsi tenaga yang lebih besar dalam melakukan aktivitasnya. Oleh karena itu usia sangat berpengaruh dalam usaha untuk meningkatkan taraf hidup para petani HKm (Aziza, 2008). Adapun sebanyak 5,43% responden berumur lebih dari 50 tahun. Pada usia ini kemampuan para petani sudah mulai berkurang untuk melakukan aktivitas usaha pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya.

2. Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan yang diperoleh oleh responden adalah SD, SLTP, dan SLTA/sederajat. Distribusi tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Distribusi tingkat pendidikan responden

NoTingkat

PendidikanJumlah Responden Persentase

(orang) (%)

1 SD 42 45,65%2 SLTP 27 29,35%

3 SMA / sederajat 23 25,00%

9

Page 10: Bahan seminar

Total 92 100%

Dari tabel 12 diperoleh hasil untuk bidang pendidikan sebagian besar masyarakat berpendidikan Sekolah Dasar (SD). Dari tingkat pendidikan yaitu SD, SLTP, dan SLTA/sederajat tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) termasuk dalam kategori tingkat pendidikan yang rendah. Tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi pola pikir dan pengetahuan responden dalam mengelola HKm. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kemampuan ekonomi masyarakat kurang, minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan, dan terbatasnya fasilitas pendidkan (Masdiana,2000).

3. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden

Anggota keluarga responden terdiri dari istri, anak dan anggota keluarga lain yang tinggal dan menetap serta makan bersama dalam satu rumah. Jumlah tanggungan keluarga responden terbesar (60,87%) berkisar antara 1 – 3 orang untuk setiap kepala keluarga. Jumlah tanggungan kelarga ini juga menentukan kesejahteraan rumah tangga dikarenakan akan menentukan tingkat pengeluaran dari suatu rumah tangga (Soeratno,1996). Distibusi jumlah tanggungan keluarga responden dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Distribusi jumlah tanggungan keluarga

NoJumlah Tanggungan Jumlah Responden Persentase

keluarga (orang) (orang) (%)

1 1 – 3 28 30,43%2 4 – 7 56 60,87%

3 8 – 10 8 8,70%

Total 92 100%

4. Pekerjaan Responden

Pekerjaan responden adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh responden untuk memenuhi kebutuhan hidupnya lebih baik itu pekerjaan pokok maupun sampingan. Seluruh responden (92 orang) memiliki jenis mata pencaharian pokok sebagai petani. Namun selain itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya petani juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai tambahan. Masyarakat yang memiliki pekerjaan sampingan yaitu sebanyak 92 orang responden (100 % responden). Pekerjaan sampingan yang dominan adalah sebagai pedagangan, sedangkan pekerjaan sampingan lainnya adalah buruh, berternak, supir, dan ojek. Distribusi responden yang memiliki pekerjaan sampingan dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14. Distribusi responden yang memiliki pekerjaan sampingan

No Pekerjaan SampinganJumlah Responden Persentasi

(orang) (%)

1 Pedagang 29 31,52%2 Berternak 18 19,57%

3 Upahan/buruh kerja 10 10,87%

4 Supir 10 10,87%

10

Page 11: Bahan seminar

5 Ojek 25 27,17%

Total 92 100%

5. Luas Lahan Kelola HKm

Indikasi kuat yang menyatakan tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan terlihat dari luas lahan kelola masyarakat di kawasan hutan. Responden yang memiliki luas lahan kelola HKm 0,25 - 0,5 Ha sebanyak 31 orang (33,70%). Dari 92 responden yang memiliki lahan kelola HKm sebanyak 52 orang memiliki lahan pribadi/marga. Sehingga dari data tersebut dapat dikatakan bahwa sebagian besar masyarakat yang menjadi responden masih sangat bergantung pada lahan di kawasan hutan. Oleh karena itu HKm merupakan mata pencaharian bagi masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk lebih jelasnya, distribusi luas lahan kelola HKm dapat dilihat dalam tabel 15.

Tabel 15. Distribusi luas lahan kelola HKm responden

NoLuas Lahan HKm Jumlah Persentase

yang dikelola (Ha) (orang) (%)

1 0,25 - 0,5 20 21,74%2 0,6 - 1 31 33,70%

3 1,1 - 1,5 22 23,91%

4 1,6 - 2 19 20,65%

Total 92 100%

6. Pendapatan Responden

Pendapatan atau keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya. Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga, sedangkan biaya merupakan hasil perkalian antara jumlah faktor produksi dengan harga faktor produksi tersebut (Soekartawi, 2002). Pendapatan responden untuk sementara ini hanya dapat diperoleh dari hasil tanaman pertanian seperti kopi, lada, cengkeh dan coklat, karena dari tanaman kehutanan seperti MPTS (Multi Purpose Tree Species) baru berumur 3 – 8 tahun, yang ditanam oleh petani di Pekon Teratas setelah izin pemanfaatan HKm dikeluarkan yaitu pada tahun 2007 dan tanaman MPTS ditanam oleh petani di Pekon Teratas setelah izin pemanfaatan HKm dikeluarkan yaitu pada tahun 2002 belum dapat dipanen.

Sebagian besar responden (47,83%) memiliki pendapatan antara Rp 2.000.000 – Rp 3.999.999/thn. Beragamnya mata pencaharian petani responden secara langsung berpengaruh kepada jumlah pendapatan petani (Aziza, 2008). Di Pekon Teratas dan Pekon Payung petani HKm yang memiliki pekerjaan sampingan rata-rata mempunyai pendapatan sebesar Rp. 2.952.000/th. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan responden yang hanya bekerja sebagai petani. Distribusi pendapatan petani dapat dilihat pada tabel 16.

Tabel 16. Distribusi pendapatan petani

NoPendapatan Jumlah Responden Persentase

(Rp/tahun) (orang) (%)

1 1.500.000 - 1.999.999 24 26,09%

11

Page 12: Bahan seminar

2 2.000.000 - 3.999.999 44 47,83%

3 3.000.000 - 3.999.999 17 18,48%

4 4.000.000 - 4.999.999 7 8%

Total 92 100%

Tabel 17. Persentase pendapatan petani yang berasal dari HKm dan Non-HKm

NoPersentase pendapatan Pendapatan yang berasal

total HKm Non-Hkm

1 10 % - 30 % 0 292 31 % - 60 % 37 60

3 61 % - 100 % 55 3

Total 92 92

B. Kontribusi Pelaksanaan HKm Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Responden

1. Sumber Pendapatan Responden dan Kontribusi Pendapatan dari HKm Terhadap Pendapatan Rumah Tangga

Kegiatan HKm merupakan salah satu usaha untuk memberdayakan masyarakat di sekitar hutan tanpa harus merubah fungsi pokok hutan. HKm ditujukan atau bisa dimanfaatkan oleh masyarakat petani di sekitar kawasan hutan, yang memiliki ketergantungan pada kawasan hutan tersebut (Cahyaningsih,dkk. 2006). Seperti yang kita ketahui bersama sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar hutan bermata pencaharian di bidang pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 100 % responden memiliki pekerjaan pokok sebagai petani. Sehingga para petani yang tinggal di sekitar hutan memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap hutan.

HKm di Pekon Teratas dan Pekon Payung ternyata memberikan dampak yang positif terhadap pendapatan petani untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya. Menurut 92 responden, adanya HKm memberikan dampak posiif terhadap pendapatan rumah tangga petani yaitu terjadi peningkatan pendapatan rata-rata 155%, sehingga mereka bisa mengelola lahan kawasan dengan baik dan menambah luas garapan petani rat-rata 1ha dari lahan HKm. Pendapatan yang meningkat tersebut diperoleh dari hasil hutan non kayu yaitu kopi, lada, cengkeh dan coklat dengan hasil yang dominan adalah kopi. Jumlah 92 responden dengan kenaikan 155% diperoleh dari pendapatan sebelum HKm yaitu pendapatan yang berasal dari marga rata-rata Rp 661.033/tahun dan pendapatan sampingan rata-rata Rp 396.674/tahun. Pendapatan total seluruh responden setelah HKm yaitu sebesar Rp 241.680.000/tahun, dengan rata-rata pendapatan total setelah HKm yaitu Rp 2.626.957/tahun. Dengan demikian rata-rata peningkatan pendapatan petani yaitu sebesar 1.569.250/tahun atau persentase peningkatan rata-rata 155%.

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa terdapat 3 responden yang persentase peningkatan pendapatannya tinggi dari hasil HKm sebesar 336%, 352%, dan 361%. Peningkatan tersebut dikarenakan pendapatan petani yang diperoleh dari non-HKm yaitu dari pekerjaan sampingan sebagai buruh kerja dan berdagang sangat rendah jika dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh dari HKm, sehingga terlihat jelas besarnya peningkatan persentase terhadap pendapatan. Responden yang mempunyai pendapatan tertinggi adalah responden yang selain menggarap HKm juga mempunyai lahan garapan milik pribadi (tanah marga) dan mempunyai pekerjaan sampingan. Pendapatan total yang diperoleh sebesar Rp 4.428.000/tahun,

12

Page 13: Bahan seminar

sedangkan responden yang mempunyai pendapatan terendah adalah responden yang hanya mengandalkan lahan HKm dan pekerjaan sampingan dengan pendapatan total yang diperoleh hanya sebesar Rp 1.572.000/tahun.

Meningkatnya pendapatan setelah mengelola HKm membuktikan bahwa petani di Pekon Teratas dan Pekon Payung sangat menggantungkan hidupnya di lahan kelola HKm. Sehingga lahan HKm bisa dikatakan sebagai sumber penghasilan utama masyarakat Pekon Teratas dan Pekon Payung, karena sebagian besar penduduknya memperoleh penghasilan atau pendapatan dari bidang usaha pengelolaan lahan HKm tersebut. Pemanfaatan lahan hutan sebagai mata pencaharian utama dan menunjang perolehan pendapatan rumah tangga dari seluruh responden seharusnya tetap menjadi perhatian serius untuk mempertahankan izin pengelolaan HKm yang telah didapat.

2. Pengeluaran Rumah Tangga dan Tingkat Kesejahteraan Petani

Secara umum pengeluaran rumah tangga dapat dikelompokkan berdasarkan pengeluarannya baik harian, mingguan, bulanan maupun tahunan. Pengeluaran rumah tangga yang terbesar pada masyarakat Pekon Teratas dan Pekon Pahmungan digunakan untuk pengeluaran harian terutama untuk keperluan konsumsi, yaitu untuk beras dan non beras (rokok, minyak, lauk pauk dan lain-lain).

Pengeluaran konsumsi beras, pendidikan, iuran, pajak dan listrik setiap responden beragam, pengeluaran terbesar yaitu sebesar Rp 3,886,000/bln sedangkan pengeluaran terbesar yaitu sebesar Rp 588,000/bln. masyarakat Pekon Teratas dan Pekon Payung tidak terlalu merasakan besarnya pengeluaran untuk konsumsi sehari-hari, hal ini karena mereka tidak mengeluarkan uang sekaligus tetapi bertahap secara kontinu. Akan tetapi apabila dikeluarkan sekaligus dalam satu bulan maka jumlahnya akan terasa besar. Hal ini hampir dirasakan oleh seluruh responden karena dari 92 responden hanya 25 orang responden yang mengatur dan mengeluarkan uang untuk keperluan konsumsi dalam satu waktu yaitu di awal bulan.

untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat Pekon Teratas dan Pekon Payung digunakan criteria garis kemiskinan Sajogyo (2002). Seseorang dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan perkapita pertahun kurang dari harga 320 kg beras. Harga beras di Pekon Teratas dan Pekon Payung saat dilakukan penelitian ini adalah Rp 6.000/kg sampai Rp 6.300/kg. untuk penghitungan garis kemiskinan maka diambil rata-rata, yaitu Rp 6.200/kg, sehingga untuk dikatakan berada di atas garis kemiskinan apabila pendapatannya mencapai Rp 165.000/kapita.

Rata-rata pendapatan per kapita dari seluruh responden adalah Rp 2.181.956 atau 346,34 kg beras. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat Pekon Teratas dan Pekon Payung berada di atas garis kemiskinan. Hal ini akan berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat yang memiliki pekerjaan pokok sebagai petani, maka semakin tinggi pendapatan petani maka semakin sejahtera kehidupannya.

C. Perbandingan Pendapatan Petani HKm Baru dan Pendapatan Petani HKm Lama

Pendapatan petani dari HKm di Pekon Payung dan Pekon Teratas bervariasi tergantung dari luas lahan dan jumlah komoditas yang dihasilkannya. Luas lahan petani antara 0,5 ha – 2 ha dengan komoditas utama berupa kopi dan buah-buahan. Pekon Teratas dan Pekon Payung menerima izin definitif untuk mengelola HKm pada tahun 2007, akan tetapi Pekon Payung sebelum mendapat izin definitif pernah mendapatkan izin sementara selama 5 tahun. Sehingga hal ini berpengaruh pada besarnya pendapatan yang diterima petani.

13

Page 14: Bahan seminar

HKm di Pekon Teratas dan Pekon Payung ternyata memberikan dampak yang positif terhadap pendapatan petani untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya. Pendapatan petani yang mengelola HKm untuk sementara ini hanya dihasilkan dari tanaman pertanian yaitu kopi, lada, cengkeh dan coklat. Sedangkan tanaman MPTS seperti buah-buahan belum ada yang menghasilkan karena tanaman MPTS tersebut baru berumur 3 – 8 tahun. Tanaman MPTS ditanam oleh petani di Pekon Teratas setelah izin pemanfaatan HKm dikeluarkan yaitu pada tahun 2007 dan tanaman MPTS ditanam oleh petani di Pekon Teratas setelah izin pemanfaatan HKm dikeluarkan yaitu pada tahun 2002. Sehingga tanaman MPTS membutuhkan waktu yang cukup lama untuk tumbuh besar dan berbuah.

Petani HKm di Pekon Teratas memiliki pendapatan rata-rata sebesar Rp 2.881.714/tahun, sedangkan petani HKm di Pekon Payung memiliki pendapatan rata-rata sebesar Rp 2.244.000/tahun. Jika dilihat pendapatan petani HKm di Pekon Teratas lebih tinggi jika dibandingkan dengan pendapatan petani HKm di Pekon Payung. Hal ini berkaitan dengan jarak tempuh yang lebih jauh dan aksesbilitas yang lebih sulit lahan kelola HKm petani Pekon Payung yang memiliki dibandingkan dengan Pekon Teratas. Sehingga biaya transportasi yang lebih besar.

Menurut Saifudin (2007) yang melakukan penelitian di kawasan hutan Taman Hutan Raya Wan Abdur Rahman (TAHURA) Hutan Kemasyarakatan (HKm) hampir sebagian memberikan pengaruh yang positif pada pendapatan petani, karena setelah adanya HKm pendapatan yang diperoleh petani meningkat. Menurut Aziza (2008) yang melakukan penelitian di Pekon Tribudi Syukur Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Lampung Barat, hasil penelitian diketahui bahwa HKm memberikan dampak positif terhadap penambahan rata-rata 204% pendapatan rumah tangga petani HKm, sehingga dengan adanya izin pemanfaatan HKm kerusakan hutan dapat diminimumkan sehingga kondisi hutan menjadi baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut :1. Dampak pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Pekon Teratas dan

di Pekon Payung terhadap pendapatan total rumah tangga petani memiliki rata-rata peningkatan pendapatan petani yaitu sebesar 1.569.250/tahun atau persentase peningkatan rata-rata 155%.

2. Petani HKm di Pekon Teratas memiliki pendapatan total rata-rata sebesar Rp 2.881.714/tahun lebih tinggi jika dibandingkan dengan pendapatan petani HKm di Pekon Payung yang memiliki pendapatan total rata-rata sebesar Rp 2.244.000/tahun, hal ini berkaitan dengan jarak tempuh yang lebih jauh dan aksesbilitas yang lebih sulit lahan kelola HKm petani Pekon Payung yang memiliki dibandingkan dengan Pekon Teratas. Sehingga biaya transportasi yang lebih besar.

B. Saran

1. Penyuluhan tentang pengelolaan HKm perlu ditingkatkan dalam rangka pengoptimalan pengelolaan HKm sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya para petani HKm.

2. Perlu adanya perhatian serius dari pemerintah untuk mengeluarkan peraturan yang menekankan adanya penanaman tanaman MPTS yang lebih luas atau lebih

14

Page 15: Bahan seminar

banyak jenisnya daripada tanaman kayu guna menghindari terjadinya penebangan yang berdampak pada kelestarian hutan.

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai motivasi petani HKm dan tentang distribusi pendapatan petani HKm di Tanggamus.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Peraturan Pemerintah RI. No. 6 Tahun 2007 Tentang HutanKemasyarakatan. Salinan Biro Hukum dan Organisasi. Dephutbun. Jakarta.

Anonim. 2007. Peraturan Pemerintah RI. No. 3 Tahun 2007 Tentang HutanKemasyarakatan. Salinan Biro Hukum dan Organisasi. Dephutbun. Jakarta.

Anonim. 2005. Rencana Strategi Departemen Kehutanan 2005-2009. DepartemenKehutanan.

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.Jakarta.

Aziza, Elvira. 2008. ”Dampak Pelaksanaan Hutan Kemasyarakatan (HKm)Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Anggota Kelompok Pengelola danPelestari Hutan (KPPH)”. Skripsi. Jurusan Kehutanan Fakultas PertanianUnila. Bandar Lampung.

Biro Pusat Statistik Lampung. 2005. Data dan Informasi Kemiskinan. BPS Press.Lampung.

Cahyaningsih, N. 2006. Hutan Kemasyarakatan Kabupaten Lampung Barat. DinasKehutanan dan PSDA Kabupaten Lampung Barat.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia.Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2001. Surat Keputusan Menhut Nomor 31/Kpts-II/2001Tentang Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan. Salinan Biro HukumDan Organisasi. Dephut. Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2001. Surat Keputusan Menhut Nomor 37/Kpts-II/2007Tentang Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan. Salinan Biro Hukum DanOrganisasi. Dephut. Jakarta.

Dirjen PHKA. 1999. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.Departemen Kehutanan. Jakarta.

Koswara, Engkos. 2006. ”Peranan Dan Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap PendapatanRumah Tangga Petani (Studi Kasus Pekon Pahmungan Kecamatan PesisirTengah Kabupaten Lampung Barat)”. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Sajogyo, P. 2002. Sosiologi pedesaan 1 dan 2. Prisma. LP3ES. Jakarta.Saifudin. 2007. ”Kajian Komposisi Tanaman Hutan Kemasyarakatan dan Kontribusinya

terhadap Pendapatan Petani di Kawasan Tahura Wan Abdur Rakhman (StudiKasus di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling Bandar Lampung)”.Skripsi. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Unila. Bandar Lampung.

Soekartawi. 2002. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

15