Bahan Presus GA

22
PRESENTASI KASUS General Anestesi Pada Operasi Laparotomi Pada Ileus Obstruktif Disusun Untuk Sebagai Syarat Dalam Mengikuti Ujian Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Anestesiologi dan Reanimasi Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen Diajukan Kepada: dr. Rahmad Gunawan, Sp. An Disusun Oleh: Dewi Lestari Ningsih (06711133) FAKULTAS KEDOKTERAN

description

ddd

Transcript of Bahan Presus GA

Page 1: Bahan Presus GA

PRESENTASI KASUS

General Anestesi Pada Operasi Laparotomi Pada Ileus Obstruktif

Disusun Untuk Sebagai Syarat Dalam Mengikuti Ujian Profesi

Kedokteran Bagian Ilmu Anestesiologi dan Reanimasi Rumah Sakit

Umum Daerah Kebumen

Diajukan Kepada:

dr. Rahmad Gunawan, Sp. An

Disusun Oleh:

Dewi Lestari Ningsih (06711133)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

2011

Page 2: Bahan Presus GA

PRESENTASI KASUS

General Anestesi Pada Operasi Laparotomi Pada Ileus Obstruktif

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Ny. M

Umur : 70 tahun

Berat/ tinggi badan : 33 kg/ 145 cm

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Alamat : Kelapa Sawit 05/1 Bulus Pesantern

No. CM : 825985

Tanggal Masuk RS : 17 Maret 2011 pukul 11.45 WIB

Tanggal Operasi : 21 Maret 2011

II. KEADAAN UMUM

Kesadaran : Compos Mentis, tampak kesakitan

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 85 x/ menit

Suhu : 380 C

Respirasi : 20 x/ menit

III. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Nyeri Perut, tidak bisa BAB

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan mengeluhkan nyeri perut dan tidak bisa BAB 5

hari SMRS. Awalnya ketika pasien akan buang air besar yang keluar hanya

lendir disertai dengan adanya darah. Pasien merasakan sangat sakit pada

perutnya apalagi bila ditekan. Pasien hanya mengobatinya dengan

mengompres perut dengan botol yang diisi dengan air hangat. Pasien juga

Page 3: Bahan Presus GA

tidak dapat kentut. 1 hari SMRS, pasien mengalami diare. Pusing (-),

Demam (-), mual (+), muntah (+), penurunan kesadaran (-), buang air kecil

tidak ada perubahan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat operasi disangkal

Riwayat mondok di rumah sakit disangkal

Riwayat batuk lama disangkal

Riwayat asma atau sesak nafas disangkal

Riwayat alergi obat disangkal

Riwayat Hipertensi disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus disangkal

Pasien tidak sedang dalam pengobatan suatu penyakit tertentu dan

tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat anggota keluarga yang menderita keluhan serupa disangkal

Riwayat penyakit diabetes melitus atau kencing manis disangkal

Riwayat penyakit hipertensi atau darah tinggi disangkal

Anamnesis Sistem

Sistem Cerebrospinal : Demam (-), Nyeri kepala (-), pingsan (-),

diplopia (-), photophobia (-), epifora (-)

Sistem Cardiovascular : Nyeri dada (-), berdebar-debar (-), keringat

dingin (-), sesak (-)

Sistem Respiratorius : Sesak nafas (-), batuk (-)

Sistem Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun

(-), diare (+)

Sistem Urogenital : BAK lancar, nyeri (-), panas (-), hematuria

(-), BAK tidak puas (-), nokturia (-)

Sistem Integumentum : Akral hangat (+), sianotik (-), eritema (-),

gatal (-), tangan basah dingin (-).

Sistem Muskoloskeletal : Nyeri tulang (-), gangguan gerak (-),

penurunan tonus otot (-), pruritus (-).

Page 4: Bahan Presus GA

Kebiasaan/Lingkungan :

Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal.

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Kepala

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks

cahaya (+/+), pupil isokor Ø 3 mm, alis mata simetris (+/+), bulu mata rontok

(-/-), pertumbuhan bulu mata normal (+/+), entropion (-/-), ekstropion (-/-),

ptosis (-/-), kelopak mata bengkak (-/-), sekret (-/-).

Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga : Bentuk daun telinga normal, pendengaran normal, sekret

(-/-)

Mulut : Bibir kering (+), pucat (-), pecah-pecah (-).

Leher : Deformitas (-), tanda inflamasi (-), pembesaran kelenjar

getah bening (-)

Thorak : Inspeksi : dinding dada simetris (+), sikatrik (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus normal kanan kiri,

krepitasi (-)

Auskutasi : vesikuler +/+, ronki basah halus -/-, ronki

basah kasar -/-, suara jantung S1 dan S2 normal.

Perkusi : sonor, batas jantung normal

Abdomen : Inspeksi : distensi abdomen (+), Darm contour (-),

Darm steifung (-)

Auskultasi : peristaltik (+), metalis sound (+),

Borborygmi (-)

Palpasi : Nyeri Tekan (+)

Perkusi : Hipertimpani

Page 5: Bahan Presus GA

Ekstremitas :

Status Lokalis : deformitas -/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

HB : 11,5 %

AT : 217 ribu

AL : 15,2 ribu/ mmk

BT : 2’ menit

CT : 3’ menit

Gol. Darah : O

GDS : 87

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Rontgen Abdomen 3 posisi : Kesan : tampak adanya obstruksi letak tinggi

VI. KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik serta laboratorium, maka:

Diagnosa pre-operatif : Ileus Obstruktif

Status operatif : ASA 2

VII. TINDAKAN ANESTESI

Keadaan pre-operarif : Pasien sudah terpasang NGT sejak tanggal 17

Maret 2011. Keadaan pasien tampak kesakitan,

kooperatif, tensi 100/ 70 mmHg, nadi 85 x/ menit

Jenis Anestesi : anestesi umum, semi closed, general endotracheal

anestesi dengan ET oral no: 6,5 respirasi kontrol.

Premedikasi yang diberikan : ± 5 menit sebelum dilakukan induksi anestesi,

diberikan premedikasi berupa Sulfas Atropine

0,25mg.

Anestesi yang diberikan :

Induksi anestesi ( jam 12.20)

Page 6: Bahan Presus GA

Untuk induksi digunakan ketamin 100 mg. Setelah itu pasien diberi O2

murni selama ± 1 menit, disusul pemberian tramus setelah terjadi

relaksasi kemudian dilakukan intubasi melalui oral dengan ET no. 6,5.

Setelah di cek pengembangan paru dan suara nafas paru kanan dan kiri

sama, ET di fiksasi dan dihubungkan dengan sistem apparatus anestesi.

Pernafasan pasien dibantu sampai terjadi nafas spontan.

Maintenance

Untuk mempertahankan status anestesi digunakan kombinasi O2 3 L/

menit, N2O 3 L/ menit, Halothane 30 cc. Selain itu juga diberikan

dexamethasone 10 mg, asam tranexamat 500 mg dan ondansetron 4 mg.

Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan nadi senantiasa

di kotrol setiap 5 menit. Tekanan darah sistolik berkisar antara 94-120

mmHg, dan 47-80 mmHg untuk diastolik, nadi berkisar antara 80-95 x/

menit. Infus RL dan widahes diberikan pada penderita sebagai cairan

rumatan.

Keadaan post operasi

Operasi selesai dalam waktu 75 menit, tetapi pemberian agent anestesi

masih dipertahankan dengan tujuan agar tindakan ekstubasi dalam

dilakukan pada keadaan tidak sadar penuh sehingga tidak menimbulkan

batuk dan mencegah kejang otot yang dapat menyebabkan gangguan nafas,

hipoksia dan sianosis.

Ruang Rumatan

Pasien dipindah ke ruang pemulihan dan diobsevasi mengenai pernafasan,

tekanan darah, nadi. Bila pasien tenang dan Aldrette Score ≥ 8 tanpa nilai

nol, dapat dipindah ke bangsal. Namun, pada kasus ini, pasien langsung

dipindahkan ke ruang ICU untuk mendapatkan pengawasan yang lebih

intensif.

Program post operasi

Pasien dikirim ke bangsal dengan catatan:

Page 7: Bahan Presus GA

Setelah pasien sadar, pasien harus tiduran dengan kepala yang

ditinggikan dengan bantal selama 24 jam, pasien belum boleh duduk dan

berdiri.

Kontrol tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 30 menit.

Bila pasien kesakitan beri ketorolac 30 mg IV, boleh diulang tiap 8 jam.

Bila pasien mual-muntah diberi ondansetron 4 mg IV.

Bila pasien menggigil beri petidin 12,5 mg IV.

Cairan infuse NaCl, beri O2 lewat nasal.

Jika paien sadar penuh dan peristaltik (+), coba makan dan minum

Page 8: Bahan Presus GA

PEMBAHASAN

Tindakan anestesi dilakukan dengan menghilangkan nyeri secara sentral

disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Tindakan

anesthesia yang memadai, meliputi 3 komponen:

1. Hipnotik

2. Analgesik

3. Relaksasi

Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah sebelumnya adalah dilakukan

premedikasi yaitu tindakan awaln anesthesia dengan memberikan obat-obat

pendahuluan yang terdiri dari obat-obat golongan antikholinergik, sedatif, dan

analgetik. Tujuan dari pemberian obat-obatan premedikasi adalah:

1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, yang meliputi bebas dari rasa

takut, tegang, dan khawatir: bebas nyeri dan mencegah mual muntah.

2. Mengurangi sekresi kelenjar dan menekan refleks vagus.

3. Memudahkan/memperlancar induksi.

4. Mengurangi dosis obat anesthesia.

5. Mengurangi rasa sakit dan kegelisahan pasca bedah.

A. Premedikasi

Sulfas Atropin 0,25 mg sebagai Antikolinergik

Obat golongan antikholinergik adalah obat-obatan yang berkhasiat

menekan/menghambat aktivitas kholinergik atau parasimpatis.

Tujuan utama pemberian obat golongan antikholinergik untuk premedikasi

adalah:

a. Mengurangi sekresi kelenjar: saliva, saluran cerna dan saluran nafas.

b. Mencegah spasme laring dan bronkus.

c. Mencegah bradikardi.

d. Mencegah motilitas usus.

e. Melawan efek depresi narkotik terhadap pusat nafas.

Page 9: Bahan Presus GA

Mekanisme kerja

Menghambat mekanisme kerja asetilkholin pada organ yang diinervasi oleh

serabut saraf otonom parasimpatis atau serabut saraf yang mempunyai

neurotransmitter asetilkholin.

Sulfas Atropin merupakan obat golongan alkaloid belladonna. Obat ini

menghambat muskarinik secara kompetitif yang ditimbulkan oleh

asetilkholin pada sel efektor organ terutama pada kelenjar eksokrin, otot

polos dan otot jantung. Sulfas Atropin lebih dominan pada otot jantung,

usus, dan bronkus.

Efek terhadap susunan saraf pusat

Sulfas Atropin tidak menimbulkan depresi susunan saraf pusat .

Efek terhadap respirasi

Menghambat sekresi kelenjar pada hidung,mulut, faring, trakea, dan

bronkus, menyebabkan mukosa jalan nafas kekeringan, menyebabkan

relaksasi otot polos bronkus dan bronkiolus.

Efek terhadap kardiovaskular

Menghambat aktivitas vagus pada jantung, sehingga denyut jantung

meningkatm tetapi tidak berpengaruh langsung pada tekanan darah. Pada

hipotensi karena refleks vagal, pemberian obat ini meningkatkan tekanan

darah.

Efek terhadap saluran cerna

Menghambat sekresi kelenjar liur sehingga mulut terasa kering dan sulit

menelan, mengurangi sekresi getah lambung sehingga keasamanlambung

bisa dikurangi. Mengurangi tonus otot polos sehingga motilitas usus

menurun.

Efek terhadap kelenjar keringat

Menghambat sekresi kelenjar keringat, sehingga menyebabkankulit kering

dan badan terasa panas akibat pelepasan panas tubuhterhalang melalui

proses evaporasi.

Page 10: Bahan Presus GA

Cara pemberian dan dosis

1. Intamuskular, dosis 0,01 mg/kgBB, diberikan 30-45 menit sebelum

induksi.

2. Intravena, dengan dosis 0,005 mg/kgBB, diberikan 5-10 menit sebelum

induksi.

Kontra Indikasi:

Demam, takikardi, glaucoma, tirotoksikasis.

Kemasan dan sifat fisik

Dikemas dalam bentuk ampul 1 ml mengandung 0,25 dan 0,50 mg. Tidak

berwarna dan larut dalam air.

B. Induksi

Tramus (Atracurium)

Tramus merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi. Pelumpuh otot non

depolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan dengan reseptor

nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, hanya

menghalangi asetilkolin menempatinya sehingga asetilkolin tidak dapat

bekerja. Mula kerja dan lamanya tergantung pada dosis yang diberikan.

Pada dosis untuk intubai endotrakea, mula kerjanya 2-3 menit setelah

suntikan tunggal intravena, sedangkan lama kerjanya berkisar 15-35menit.

Atrakurium mengalami metabolism didalam darah atau plasma melalui

reaksi kimia yang unik yang disebut dengan reksi Hoffman yang tidak

tergantung pada fungsi hati atau ginjal, sehingga penggunaannya pada

penyakit ginjal atau hati tidak memerlukan perhatian khusus. Tidak

mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang, sehingga masa

kerjanya singkat. Tidak mempengaruhi fungsi kardiovaskular, sehingga

merupakan pilihan pada pasien yang menderita kelainan fungsi

kardiovaskular.

Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan sesudah masa

kerjanya berakhir, atau apabila diperlukan dapat diberikan obat

antikholinesterase.

Page 11: Bahan Presus GA

Dosis dan cara pemberiannya:

1. Untuk intubasi endotrakea, dosisnya 0,5 – 0,6 mg/kgBB, diberikan

secara intravena.

2. Untuk relaksasi otot pada saat pembedahan, dosisnya 0,5 – 0,6

mg/kgBB,diberikan secara intravena.

3. Pada keadaan tertentu, dapat diberikan secara infus tetes kontinyu.

Ketamin 100 mg

Terhadap susunan saraf pusat

Mempunyai efek analgesia sangat kuat, akan tetapi efek hipnotiknya kurang

dan disertai dengan efek disosiasi, artinya pasien mengalami perubahan

persepsi terhadap rangsang dan lingkungannya. Pada dosis lebih besar, efek

hipnotiknya lebih sempurna.

Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan

mengalami perunbahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada

mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu

kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari, seperti gerakan

menguyah, menelan, tremor, dan kejang. Apabila diberikan secara

intramuscular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit. Aliran darah ke otak

meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial.

Terhadap mata

Menimbulkan lakrimasi, nistagmus, dan kelopak mata terbuka secara

spontan. Terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran

darah pada fleksus koroidalis.

Terhadap system kardiovaskular

Ketamin adalah obat anesthesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga

bisa meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung.

Peningkatan tekanan darah disebabkan oleh karena efek inotropik positif

dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.

Terhadap system respirasi

Page 12: Bahan Presus GA

Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap system respirasi.

Bisa menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya,

sehingga merupakan obat pilihan pada pasien asma.

Terhadap metabolisme

Ketamin merangsang sekresi hormone-hormon katabolic seperti

katekolamin, kortisol, glucagon, tiroksin dan lain-lainnya, sehingga laju

katabolisme tubuh meningkat.

Dosis dan cara pemberian

1. Untuk induksi

Diberikan intravena dalam bentuk larutan 1% dengan dosis lazim

1-2/kgBB pelan-pelan.

2. Untuk pemeliharaan

Diberikan intravena intermitten atau tetes kontinyu. Pemberian secara

intermitten diulang setipa 10-15 menit dengan dosis setengah dari dosis

awal sampai operasi selesai.

Kontra indikasi:

Tekanan inta cranial meningkat, misalnya pada tumor kepala, trauma

kepala dan operasi intracranial.

Tekanan intra ocular meningkat seperti pada glaucoma.

Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat-

obat simpatomimetik.

C. Maintanance

a. N2O (Nitrous Oksida)

Kemasan dan sifat fisik

N2O diperoleh dengan memanaskan amonium nitrat sampai 250C (NH4

NO3→2H2O + N2O). N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau

manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara.

Absorpsi, distribusi dan eliminasi

Berdasarkan saturasinya di dalam darah, absorpsi N2O dalam darah

bertahap; Pada 5 menit pertama absorpsinya mencapai saturasi 100%

dicapai stelah 5 jam. Pada tingkat saturasi 100% tidak ada lagi absorpsi dari

Page 13: Bahan Presus GA

alveoli dan dalam darah. Pada keadaan ini konsentrasi N2O dalam darah

sebanyak 47 ml N2O dalam 100 ml darah.

Di dalam darah, N2O tidak terikat dengan hemoglobin tetapilarut dalam

plasma dengan kelarutan 15 kali lebih besar dari kelarutan oksigen. N2O

mampu berdifusi ke dalam semua rongga-rongga dalam tubuh, sehingga

bisa menimbulkan hipoksia-difusi apabila diberikan tanpa kombinasi

dengan oksigen, oleh karena itu setiap mempergunakan N2O harus selalu

dikombinasikan dengan oksigen.

Terhadap sistem saraf pusat

Berkhasiat analgesia dan tidak mempunyai efek hipnotik. Khasiat

analgesianya relatif lemah akibat kombinasinya dengan oksigen. Efeknya

terhadap tekanan intracranial sangat kecil bila dibandingkan dengan obat

anesthesia yang lain. Terhadap susunan saraf otonom, N2O merangsang

reseptor alfa saraf simpatis, tetapi tahanan perifer pembuluh darah tidak

mengalami perubahan.

Terhadap sistem organ yang lain

Pada pemakaian yang lazim dalam praktek anesthesia, N2O tidak

mempunyai pengaruh negatif terhadap sistem kardiovaskular, hanya sedikit

menimbulkan dilatasi pada jantung. Terhadap system respirasi, ginjal,

system reproduksi, endokrin dan metabolism serta system otot rangka tidak

mengalami perubahan, tonus otot tetap tidak berubah sehingga dalam

penggunaannya mutlak memerlukan obat pelumpuh otot.

Efek Samping

N2O akan meningkatkan efek depresi nafas dari obat tiopenton

terutama setelah diberikan premedikasi narkotik.

Kehilangan pendengaran pasca anesthesia, hal ini disebabkan oleh

karena adanya perbedaan solubilitas antara N2O dan N2 sehingga

terjadi perubahan tekanan pada rongga telinga kanan.

Pemanjangan proses pemulihan anastesia akibat difusinya ke tubuh

seperti misalnya pneumothoraks.

Page 14: Bahan Presus GA

Pemakaian jangka panjang menimbulkan depresi sumsum tulang

sehingga bisa menyebabkan anemia aplastik.

Mempunyai efek teratogenik pada embrio terutama pada umur

embrio 8 hari – 6 minggu, yang dianggap periode kritis.

Hipoksia difusi pasca anesthesia.Hal ini terjadi sebagai akibat dari

sifat difusinya yang luas sehingga proses evaluasinya terlambat.

Oleh karena itu pada akhir anesthesia, oksigenasi harus diperhatikan.

Penggunaan Klinik

Dalam praktik anastesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesi

umum yang selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan

perbandingan antara N2O dan O2 = 70 : 30 (untuk pasien normal), 60 :

40 (untuk pasien yang memerlukan tunjungan oksigen lebih banyak)

atau 50 : 50 (untuk pasien yang beresiko tinggi). Dosis untuk

mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20%:80%,

untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%.

b. Halothane (Fluothane)

Halothane adalah obat anestesi inhalasi dalam bentuk cairan bening tak

berwarna yang mudah menguap dan berbau harum. Pemberian halothane

sebaiknya bersama dengan oksigen atau nitrous oksidase 70% - oksigen dan

sebaiknya menggunakan vaporizer yang khusus dikalibrasi untuk halothane

agar konsentrasi uap dihasilkan itu akurat dan mudah dikendalikan. Pada

nafas spontan rumatanane stesi 1-2 vol% dan pada nafas kendali sekitar 0,5-

1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien. Kelebihan

dosis menyebabkan depresi pernafasan, menurunya tonus simpatis, terjadi

hipotensi, bradikardia, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi

miokard dan inhibisi refleks baroreseptor. Paska pemberian halothane sering

menyebabkan pasien menggigil.

Page 15: Bahan Presus GA

D. Intubasi Endotracheal

Tujuan dilakukan tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk

membersihkan saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar

tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan

oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakheal:

a. Mempermudah pemberian anestesia.

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan

kelancaran pernafasan.

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak

sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut.

g. Obat.