Bahan PBL Blok 29

download Bahan PBL Blok 29

of 14

Transcript of Bahan PBL Blok 29

  • 8/10/2019 Bahan PBL Blok 29

    1/14

    Patofisiologi

    Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan menurunkan

    aliran darah balik ke jantung. Hal inlah yang menimbulkan penurunan curah jantung. Curah

    jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa

    organ:

    Mikrosirkulasi

    Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk meningkatkan

    tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi jaringan

    lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk

    pelaksanaan metabolisme di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak

    mampu menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan

    oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang

    melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean arterialpressure/ MAP) jatuh hingga < 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi sel

    di semua organ akan terganggu.

    Neuroendokrin

    Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptordan kemoreseptor tubuh.

    Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh yang mengatur perfusi serta substrak

    lain.

    Kardiovaskular

    Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel dan

    kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung,

    penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup dan frekuensi jantung.

    Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan

    volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki

    keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.

    Pulmonal

    Respons dari susunan vascular pulmonal (pulmonary vascular bed) terhadap shok berlawanan

    dengan susunan vascular sistemik (systemic vascular bed), dan peningkatan relative resistensivascular pulmonal, terutama pada shok sepsis, dapat melewati resistensi vascular sistemik

    (Systemic Vascular Resistance, SVR), yang dapat menyebabkan gagal jantung kanan. Takipnea

    diinduksi-shok mengurangi volume tidal dan menambah ruang rugi dan vetilasi menit. Hipoksia

    relatif yang diikuti oleh takipnea menginduksi alkalosis respiratorik. Shok dikenal dapat

    menyebabkan acute lung injury yang diikuti oleh acyte respiratory distress syndrome (ARDS).

    Kelainan ini ditandai dengan edema pulmonal nonkardiogenik yang dihasilkan dari kerusakan

  • 8/10/2019 Bahan PBL Blok 29

    2/14

    difus endotel kapiler pulmonal dan epitel alveolus, hipoksemia, dan infiltrasi pulmonal bilateral

    difus. Hipoksemia dihasilkan dari perfusi alveolus yang tak terventilasi. Hilangnya surfaktan dan

    volume paru dalam kombinasi dengan peningkatan edema alveolar dan interstisial mengurangi

    compliance paru. Usaha untuk bernafas dan kebutuhan akan oksigen otot respirasi bertambah.

    Gastrointestinal

    Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan absorpsi

    endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati di dalam usus. Hal ini memicu

    pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel

    dan menyebabkan depresi jantung.

    Ginjal

    Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi terjadinya sangatjarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak terjadi kini adalah nekrosis

    tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti

    aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi

    dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan

    arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan

    aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.

    Etiologi

    Syok hipovolemik terjadi akibat volume intravascular yang berkurang. Hal ini dapat

    terjadi akibat perdarahan massif atau kehilangan plasma darah. Contoh perdarahan yan dapat

    menyebabkan shok adalah hematoma subkapsular hati, pecah aneurisma aorta, perdarahan

    gastrointestinal, perlukaan berganda. Sedangkan pada kehilangan plasma, kejadian yang dapat

    menyebabkan shok antara lain luka bakar luas, pankreatitis, deskuamasi kulit yang luas. Plasma

    darah dapat hilang juga pada kejadian muntah, diare, terapi diuretic yang tak terkontrol, diabetes

    insipidus, dan insufisiensi adrenal.

    Epidemiologi

    Syok hipovolemik lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

    Dalam hal ini syok hipovolemik karena perdarahan yang lebih sering, mengingat aktivitas laki-

    laki lebih riskan dalam terjadinya kecelakaan, baik lalu lintas maupun dalam pekerjaan. Syok

    hipovolemik paling sering terjadi akibat penyakit dasar yang ada. Prevalensi bertambah pada

    musim penyakit yang cukup berat.

    Working Diagnosis

  • 8/10/2019 Bahan PBL Blok 29

    3/14

    Syok hipovolemik merujuk kepada suatu kondisi di mana terjadi kehilangan cairan yang

    mendadak hingga menyebabkan kegagalan beberapa organ karena kurang volume sirkulasi dan

    perfusi yang tidak mencukupi. Shok hipovolemik dapat didiagnosis ketika tanda dari instabilitas

    hemodinamik dan sumber dari hilangnya volume jelas. Diagnosis lebih sulit ditegakkan ketika

    sumber kehilangan darah tak terlihat, seperti perdarahan saluran pencernaan, atau ketika volume

    plasma sendiri berkurang. Meskipun terdapat perdarahan akut, nilai hemoglobin dan hematocrit

    tidak berubah sampai pergeseran cairan kompensasi terjadi atau pemberian cairan eksogen. Nilai

    hematocrit normal di awal pemeriksaan tak dapat membantah adanya kehilangan darah yang

    signifikan. Kehilangan plasma menyebabkan hemokonsentrasi, dan hilangnya cairan bebas

    menyebabkan hypernatremia. Penemuan ini dapat menjadi pertimbangan adanya hypovolemia..

    Manifestasi Klinis

    Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat perdarahan adalah sama meski

    ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok. Respons fisiologi yang normal adalah

    mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung sambil memperbaiki volume darah dalamsirkulasi dengan efektif.

    Disini akan terjadi peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps,

    pelepasan hormone stress serta ekspansi besar guna pengisian volume pembuluh darah dengan

    menggunakan cecair interstisial, intraselular dan mengurangkan produksi urin.5

    Hipovolemia ringan (

  • 8/10/2019 Bahan PBL Blok 29

    4/14

    Transisi dari syok hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi bertahap atau malah sangat cepat,

    terutama pada pasien usia lanjut dan yang memiliki penyakit berat di mana kematian

    mengancam. Dalam waktu yang sangat pendek dari terjadinya kerusakan akibat syok maka

    dengan resusitasi agresif dan cepat.5

    Penatalaksanaan

    Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki

    perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini

    tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat

    diberikan pengobatan kausal.

    Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi CAB. Defisitvolume peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif

    (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan

    intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung

    atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer. Jalan nafas (A = air way) harus

    bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B = breathing) harus

    terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Segera

    menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat, yang juga bisa

    merupakan penyebab syok

    A. Airway (Jalan napas)

    Ketika memeriksa jalan napas, dokter harus memastikan bahwa peralatan penyokong leher dan

    tulang belakang ada pada tempatnya jika terdapat kemungkinan adanya trauma dan menentukan

    apakah jalan napas paten, terlindungi dan berada pada posisi yang adekuat, Dokter harus:

    1. Mengamati tingkat kesadaran, adanya mengiler dan sekresi, benda asine luka bakar di

    wajah, karbon dalam sputum

    2. Mempalpasi adanya deformitas di wajah atau leher dan memeriksa adanya refleks

    muntah (gag reflex), dan

    3. Mendengarkan adanya suara serak atau stridor.

    Penanganan jalan napas pada survei primer dapat dilakukan hanya dengan memposisikan jalan

    napas dengan melakukan maneuver pengangkatan dagu atau pendorongan rahang (jaw thrust;

    dilakukan jika terdapat kekhawatiran akan instabilitas leher dan tulang belakang). Penanganan

    tersebut juga mencakup penempatan alat bantu jalan napas oral atau nasofaring dan pemberian

    oksigen tambahan. Pada kasus obstruksi, benda asing dapat dibebaskan dengan menggunakan

  • 8/10/2019 Bahan PBL Blok 29

    5/14

    manuver basic : life support atau secara manual dengan penghisapan {suctioning) atau forseps

    Magill. Intervensi jalan napas yang definitif, seperti inrubasi endotrakeal oral (dengan atau

    tanpa rapid sequence technique), intubasi nasotrakeal atau pembedahan jalan napas (misal

    krikotiroidotomi), mungkin diperlukan.

    B. Breathing (Pernapasan)

    Untuk menilai keadekuatan sistem pernapasan, dokter harus :

    1. Mengamati tanda-tanda deviasi trakea, pembesaran vena jugularis (jugular venous

    distension, JVD), tanda Kussmaul (peningkatan JVD saat inspirasi), kesulitan bernapas (seperti

    usaha untuk mengambil nafas/indrawing, usaha untuk membatasi gerak nafas karena adanya

    nyeri/splinting dan penggunaan otot pemapasan tambahan) serta trauma (konstusio,segmen

    gail/fail,luka terbuka).

    2. Mempalpasi adanya krepitasi tulang, udara subkutan atau nyeri tekan.

    3. Mengauskultasi untuk mengetahui adanya udara yang masuk, kesimetrisan,pernapasan

    tambahan(ronki,mengi,dan gesekan)

    4. Melakukan perkusi jika perlu,untuk mengetahui adanya hiperresonansi atau bunyi pekak

    pada kedua sisi.

    Intervensi yang mungkin dilakukan saat fase pernapasan survey primer adalah ventilasi dengan

    bag valve mask, pemberian nalokson untuk apnea yang dicetuskan narkotika, pemasangan jarum

    dan slang torakostomi dan penggunaan ventilasi bertekanan positif, baik dengan cara invasifmaupun non-invasif.

    C. Circulation (sirkulasi)

    Untuk menilai sirkulasi seorang dokter harus :

    1. Mempalpasi frekuensi, keteraturan irama, kontur dan kekuatan denyut nadi. Denyut nadi

    harus diperiksa dikeempat ekstremitas, dan jika tidak teraba, palpasi denyut nadi

    sentral(femoralis dan karotis). Dokter juga harus mempalpasi suhu tubuh dan kelembapan kulitserta waktu pengisian kapiler ekstremitas

    2. Mengamati tanda-tanda pendarahan yang nyata seperti eksanguinasi yang tampak,perut

    yang membengkak, panggul yang tidak stabil atau deformitas tulang panjang.

    3. Mengukur tekanan darah, jarak antara sistolik dan diastolik, dan jika perlu,

    membandingkan TD antar keempat ekstremitas.

  • 8/10/2019 Bahan PBL Blok 29

    6/14

    4. Mengauskultasi prekordium untuk lebih jelas mendengar bunyi jantung, mendengar

    bunyi tambahan, murmur, gesekan atau hammons cruch(pneumomediastinum).

    Intervensi saat fase sirkulasi pada survey primer mencakup pemasangan monitor oksimetri untuk

    denyut nadi dan jantung serta pemasangan infus ke pembuluh darah. Intervensi tersebut juga

    dapat mencakup pemberian cairan dan produk darah.

    D. Disability

    Disabilitas menggambarkan penilaian status neurologis pada survey primer. Jika memungkinkan,

    sebaiknya penilaian cepat dilakukan sebelum memberikan obat atau agen paralisis. Yang harus

    dilakukan dokter adalah :

    1. Menilai tingkat kesadaran menggunakan skala koma Glasgow (tabel 1.1)

    2. Mengamati ukuran dan kesimetrisan pupil serta reaksinya terhadap cahaya dan

    mengamati keempat ekstremitas untuk melihat pergerakan kasarnya

    3. Mempalpasi tonus rektum dengan colok dubur.

    Intervensi saat fase disabilitas pada survey primer sering kali terbatas pada jalan napas,

    pernapasan dan sirkulasi, karena semua hal tersebut mempengaruhi fungsi neurologis. Degitu

    semua hal tersebut dapat diketahui, perhatian dapat diarahkan pada upaya intervensi seperti CT

    kranial, pemberian manitol dan hiperventilasi untuk kasus kecurigaan herniasi otak.

    E. Exposure (pajanan)

    Meskipun sering digambarkan sebagai upaya menelanjangi,membalik, meraba dan mencium,pajanan tidak hanya berarti menelanjangi pasien, tetapi juga mencakup upaya pencarian petunjuk

    penting lainnya. Hal yang harus dilakukan dokter adalah :

    1. Memajankan seluruh area permukaan tubuh pasien

    2. Melakukan inspeki dan mempalpasi punggung utnuk melihat adanya kelainan

    menggunakan penyokong leher dan tulang belakang untuk memiringkan (roll) pasien jika

    terdapat krmungkinan adanya trauma. Dokter juga harus mengispeksi ruam , lesi nyata yang lain

    dan tanda-tanda trauma kulit.

    3. Perhatikan adanya bau tertentu pada tubuh pasien

    4. Mengukur suhu rektum.

    Intervensi terpenting saat fase pemajanan pada survei primer sering kali berupa pengukuran suhu

    rektum dan pemeliharaan suhu tubuh normal (eutermia). Hal ini dapat dilakukan dan hanya

    menempatkan selimut hangat pada pasien hingga prosedur penghangatan invasi/ untuk pasien

    hipotermia tak stabil. Pada beberapa resusitasi, hipotermia dapat dipertahankan atau ditimbulkan

  • 8/10/2019 Bahan PBL Blok 29

    7/14

    secara sengaja. Pasien dengan hipertermia dapat ditangani dari sekedar pemberian

    asetaminofen, atau. Pada kasus dengan peningkatan suhu tubuh yang ekstrem (>40C),

    memerlukan upaya pendinginan mekanis yang agresif. Pembalutan luka dengan bahan yang steril

    harus dilakukan pada pasien dengan luka bakar.

    Penanganan di UGD terdapat tiga objektif yang ingin dicapai di UGD pada pasien syokhipovolemik seperti berikut: (1) memaksimalkan pemberian oksigen-lengkap dengan

    memastikan pemberian ventilasi yang adekuat, meningkatkan saturasi oksigen ke dalam darah

    dan mengembalikan aliran darah, (2) mengontrol perdarahan lanjut, dan (3) pemberian resusitasi

    cairan. Selain itu, desposisi pasien haruslah ditentukan secara cepat dan tepat.2,4

    Pemantauan dilakukan terus menerus terhadap pernapasan, denyut nadi, tekanan darah, suhu

    badan dan kesadaran.

    Resusitasi awal memerlukan reekspansi cepat dari volume darah intravascular yang

    mengalir bersama dengan iintervensi untuk mengontrol kehilangan yang sedang terjadi. Menuruthokum Starling, Stroke Volume dan Cardiac Output meningkat dengan penambahan preload.

    Setelah resusitasi, compliance dari ventrikel dapat tetap berkurang disebabkan peningkatan

    cairan interstisial dalam miokardium. Oleh karena itu, peningkatan tekanan pengisian sering

    dibutuhkan untuk menjaga performa ventrikel yang adekuat.

    Resusitasi volume dimulai dengan infus cepat dari cairan isotonic (meskipun harus

    diperhatikan untuk menghindari asidosis hiperkloremik dari hilangnya kapasitas dapar

    bikarbonat dan penggantian dengan klorida berlebih) atau larutan garam seperti Ringer laktat

    (diperhatikan adanya peningkatan kadak kalium dan disfungsi ginjal yang potensial) melalui

    pembuluh darah vena yang besar. Tidak ada keuntungan berbeda dari penggunaan koloid untukpenatalkasanaan syok, dan pada pasien trauma hal ini berhubungana dengan tingkat kematian

    yang tinggi, terutama pada pasien dengan TBI (trauma brain injury). Infus 2-3 L larutan garam

    setelah 20-30 menit dapat memperbaiki parameter hemodinamik normal. Berlanjutnya

    instabilitas hemodinamik mengartikan bahwa syok belom dipulihkan dan/atau terdapat

    kehilangan darah atau volume lainnya signifikan yang masih berlangsung. Jika hypovolemia

    masih berlangsung, pemberian obat-obatan inotropic seperti norepinefrin, vasopressin, atau

    dopamine dapat menjaga performa ventrikel yang adekuat hanya jika volume darah telah

    kembali.peningkatan vasokonstriksi perifer denngan resusitasi inadekuat menghasilkan kematian

    jaringan dan kegagalan organ.

    Resusitasi yang berhasil juga membutuhkan bantuan dari fungsi respirasi. Pemberian tambahan

    oksigen harus selalu diadakan, intubasi endotrakeal dapat dibutuhkan untuk menjaga oksigenasi

    arterial.

    Terapi cairan intravena dapat terdiri dari infus kristaloid, koloid, atau keduanya. Larutan

    kristaloid merupakan larutan aqueous dari ion dengan atau tanpa glukosa, sedangkan larutan

    koloid juga mengandung substansi berat molekul tinggi seperti protein dan polimer glukosa

  • 8/10/2019 Bahan PBL Blok 29

    8/14

    besar. Larutan koloid membantu menjaga tekanan onkotik koloid plasma dan untuk sebagian

    besar menetap dalam intravascular, sedangkan kristaloid secara cepat terdistribusi ke ruang

    cairan ekstraseluler.

    Larutan kristaloid

    Kristaloid biasanya digunakan sebagai cairan resusitasi awal pada pasien dengan syok hemoragik

    dan sespsis, pada pasien luka bakar, dan pasien dengan luka kepala ( untuk menjaga tekanan

    perfusi otak), dan pada pasien dengan plasmaferesis dan reseksi hepar.

    Untuk kehilangan volume terutama kehilangan air, penggantian menggunakan larutan hipotonik,

    dinamakan larutan tipe-rumatan. Jika kehilangan berkaitan dengan cairan dan elektrolit,

    dinamakan larutan tipe-pengganti. Glukosa terdapat pada beberapa larutan untuk menjaga

    tonisitas, atau mencegah ketosis dan hipoglikemia karena puasa. Anak-anak lebih mudah

    mengalami hipoglikemia akibat puasa 4-8 jam.

    LArutan Koloid

    Aktivitas osmotic substansi berat molekul tinggi pada koloid dapat menjaga larutan ini pada

    intravascular. Meskipun waktu paruh intravascular larutan kristaloid 20-30 menit, hampir semua

    larutan koloid mempunyai waktu-paruh intravascular antara 3 dan 6 jam. Harga yang tinggi dan

    komplikasi berhubungan dengan koloid membatasi pemakainnya. Indikasi penggunaan cairan

    koloid antara lain (1) resusitasi cairan pada pasien dengan deficit cairan intravascular (syok

    hemorhagik) sebelum datangnya darah transfusi, dan (2) resusitasi cairan bila terdapat

    hipoalbuminemia parah atau kondisi yang berhubungan dengan kehilangan banyak protein

    seperti luka bakar.

    Banyak klinisi juga menggunakan larutan koloid bersamaan dengan kristaloid ketika penggantian

    cairan yang diperlukan melewati 3-4 L sebelum transfuse dilakukan. Harus diperhatikan bahwa

    cairan koloid tersedia dalam bentuk normal saline (Cl-145-154 mEq/L) dan dapat menyebabkan

    asidosis metabolic hiperkloremik.

    Koloid turunan-darah termasuk albumin (larutan 5% dan 25%) dan fraksi protein plasma (5%).

    Keduanya dipanaskan dengan suhu 60 selama 10 jam untuk meminimalisasi risiko dari hepatitis

    dan penyakit virus lainnya. Fraksi protein plasma mengandung - dan -globulin dan albumin.

    Koloid sintetik termasuk pati dekstrosa dan gelatin. Gelatin berhubungan dengan reaksi alergi

    dimediasi-histamin. Dextran tersedia dalam dextran 70 dan dextran 40, yang mempunyai berat

    molekul rata-rata 70.000 dan 40.000 masing-masing. Meskipun dekstran 70 merupakan

    pengekspansi volume yang lebih baikd ari dekstran 40, dextran 40 juga meningkatkan aliran

    darah melalui mikrosirkulasi, kemungkinan dengan mengurangi viskositas darah. Dekstran juga

    memiliki efek antiplatelet. Infus melebih 20 mL/kg per hari dapat mengganggu pemeriksaan

    darah, memperpanjang waktu perdarahan, dan berhubungan dengan gagal ginjal. Dekstran dapat

  • 8/10/2019 Bahan PBL Blok 29

    9/14

  • 8/10/2019 Bahan PBL Blok 29

    10/14

    Seperti halnya melakukan anamnesis dengan pasien, pertanyaan yang sama harus diajukan

    kepada anggota keluarga yang membawa pasien. Hal-hal yang penting ditanyakan saat

    anamnesis:

    Rincian peristiwa di sekitar hilangnya kesadaran

    (contoh : Riwayat perdarahan, muntah, diare atau trauma)

    Setiap masalah medis atau psikologis terakhir

    (contoh : riwayat infeksi,demam,psikologi)

    Riwayat pemakaian obat (baik yang tidak resmi maupun yang diresepkan)

    Alergi

    Setiap episode hilangnya kesadaran sebelumnya.

    Setiap riwayat penyakit terdahulu yang merupakan gejala gangguan jantung, pernapasan,

    neurologis, atau metabolik yang signifikan

    Setiap gejala medis terakhir seperti nyeri kepala, demam, atau depresi.

    Pemeriksaan Fisik

    Status kesadaran pasien dapat di nilai secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif,

    kesadaran dibagi menjadi :

    o Komposmentis (sadar)

    o Apatis (acuh tak acuh)

    o Somnolen (penderita di rangsang/dipanggil/disentuh baru bangun)

    o Sopor (dengan rangsang nyeri yang hebat baru penderitanya bangun)

    o Koma (segala rangsangan tidak berespon)

    Tingkat-tingkat kesadaran :

    Secara kuantitatif, dengan skala Glasgow coma scale dapat di nilai. Glasgow mencoba

    mengkaitkan antara kesadaran seseorang dengan reflek fisik. Jika fisiknya tidak bisa merespon

    stimulasi dengan baik, maka secara bertahap kesadaran orang tersebut dianggap menurun,

    sampai pada suatu batas terendahnya yaitu koma alias mati suri. Total nilai antara respon mata,

    verbal, dan motorik diberi angka 15. Jika seseorang memperoleh nilai akumulatif 15 berarti

  • 8/10/2019 Bahan PBL Blok 29

    11/14

    orang tersebut berada dalam kondisi 'sadar' alias 'terjaga' penuh. Jika di bawah angka 8, ia sudah

    dikategorikan sebagai koma.

    Derajat berat ringannya dapat diukur dengan Glasgow Coma Scale (GCS) dengan

    menjumlahkan: E + M + V = (score: 315 )

    Tabel 1.1 : Glasgow Coma Scale pada Orang Dewasa4

    Respons Jenis Respons Poin

    Eye Opening (E) Spontan mata berkedip 4

    Terbuka dengan perintah bicara/jeritan 3

    Terbuka pada rangsangan sakit 2

    Tidak ada respons dengan suara & rasa sakit 1

    Verbal (V) Percakapan terorientasi 5

    Bicara membingungkan, dapat menjawab pertanyaan 4

    Respons tidak jelas, kata-kata tidak cocok 3

    Kata-kata sembarangan 2

    Tidak ada respons terhadap pertanyaan 1

    Motorik (M) Melakukan gerakan yang diperintahkan 6

    Tahu lokasi rangsang sakit (rasa sakit lokal) 5

    Tidak merasakan sakit 4

    Fleksus tidak normal, decorticate posture (fleksi sendi 3Ekstensor abnormal (rigit), decerebrate posture 2

    Tidak ada respons nyeri 1

    Keterangan

    Ringan : 1315 poin

    Moderate : 9-12 poin

    Berat : 3-8 poin

    Koma : < 8 poin

    Periksa juga keadaan neurologis pasien:

  • 8/10/2019 Bahan PBL Blok 29

    12/14

    dilakukan inspeksi untuk mencari kelainan postur, gerak abnormal seperti mioklonus dan

    pengecilan otot.

    Tonus ekstermitas harus diperiksa, reflex genggam dicari, dan kekuatan ekstermitas

    dinilai bila perlu, sebagai respon terhadap rangsang nyeri

    Respon terhadap rangsang sensoris, seringkali nyeri, harus dinilai di ekstermitas dan

    sesuai dengan distribusi nervus trigeminus

    Perhatian harus diberikan mata gerakan mata atau deviasinya , ukuran, simetri, dan respon

    cahaya pada pupil. Pemeriksaan funduskopi yang teliti harus dilakukan dan adanya edema papil

    harus dicari. Adanya reflex muntah kornea harus dicari dan jika tidak ada pastikan jalan napas

    dan mata terlindungi. Khususnya periksa tanda-tanda syok.

    Denyut nadi : takikardi atau bahkan bradikardi

    Tekanan darah : menurun dengan perubahan posisi jika tidak hipotensif

    Warna kulit (pucat) dan suhu.

    Keluaran urin berkurang

    Adanya syok memerlukan terapi segera (berikan oksigen, pasang jalur vena dengan berdiameterbesar, berikan cairan intravena langsung sambil memantau ketat dan ambil darah untuk cross-

    match), serta tegakan diagnosis akurat. Periksa dengan teliti status hidrasi. Periksa dengan teliti

    status hidrasi :

    Periksa turgor kulit

    Periksa membrane mukosa (kering?)

    Periksa JVP: meningkat atau menurun? (mungkin memerlukan pemeriksaan CVP atau

    PCWP jika tidak yakin.)

    Periksa denyut nadi, TD (perubahan postural) dan pulsus paradoksus (penurunan tekanan

    sistolik saat inspiasi).

  • 8/10/2019 Bahan PBL Blok 29

    13/14

    Periksa tanda-tanda penyakit jantung atau pernapasan mayor (misalnya murmur misalnya VSD

    baru]), gesekan pleura, tanda Kussmaul (kenaikan JVP saat inspirasi menunjukan

    konstriksi/tamponade perikard), sianosis, atau peningkatan laju pernapasan.

    Periksa dengan teliti tanda-tanda atau sumber sepsis dan patologi abdomen (misalnya konsolidasi

    paru, meningismus, abses, ruam, nyeri tekan abdomen, nyeri lepas tahanan, dan ileus).

    Komplikasi

    Jika syok terus berlanjut, kerusakan organ akhir terjadi yang mencetuskan sindroma distres

    respirasi dewasa, gagal ginjal akut, koagulasi intravaskuler diseminata, dan gagal multiorgan

    yang menyebabkan kematian.7

    Hipovolemia dianggap menimbulkan cedera vaskular alveolus akibat anoksia sel. DIC terjadi

    akibat penggunaan PRC tanpa plasma dalam resusitasi selama syok perdarahan hipovolemik

    akibat koagulopati dilusional.

    - Kerusakan ginjal

    - Kerusakan otak

    - Gangren dari lengan atau kaki, kadang-kadang mengarah ke amputasi

    - Serangan jantung

    Komplikasi trauma tumpul abdomen meliputi cedera organ yang solid atau berongga, yang

    menyebabkan pendarahan terus-menerus, infeksi, gagal organ dan kematian.

    Prognosis

    Syok Hipovolemik selalu merupakan darurat medis. Namun, gejala-gejala dan hasil dapat

    bervariasi tergantung pada: 8

    - Jumlah volume darah yang hilang

    - Tingkat kehilangan darah

  • 8/10/2019 Bahan PBL Blok 29

    14/14

    - Cedera yang menyebabkan kehilangan

    - Mendasari pengobatan kondisi kronis, seperti diabetes dan jantung, paru-paru, dan

    penyakit ginjal

    Secara umum, pasien dengan derajat syok yang lebih ringan cenderung lebih baik dibandingkan

    dengan syok yang lebih berat. Dalam kasus-kasus syok hipovolemik berat, dapat menyebabkan

    kematian sehingga memerlukan perhatian medis segera. Orang tua yang mengalami syok lebih

    cenderung memiliki hasil yang buruk.

    Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:

    1. Darah lengkap

    Hb/Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan. Kerusakan SDM dan anemia terlihat

    dengan hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada sebagai akibat

    hipersplenisme

    2. Kenaikan kadar SGOT, SGPT

    3. Albumin serum menurun (Normal : 3,2-4,6 g/dL)

    4. Pemeriksaan kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3): hipokalemia

    5. Pemanjangan masa protrombin

    6. Glukosa serum: hipoglikemi

    7. Fibrinogen menurun

    8. BUN meningkat

    9. Kimia darah (termasuk tes fungsi hati, faal ginjal).