BAHAN DISASTER NURSING.docx

12
Membangun Sistem Informasi & Komunikasi dalam Penanganan Bencana Sejumlah pemerintah daerah di Indonesia dinilai belum siap menghadapi benc karena belum memiliki lembaga yang dapat menangani bencana.Kalau ada bencana saa yang sibuk adalah pemerintah pusat dan TNI. “(Kompas, 9 September !!9"#. $alam penanganan bencanadan membangun kesiapan masyarakat menghadapi bencana, menurut %adan Nasional &enanggulangan %encana (%N&%", ada beberapa parameter yang harus dilihat, yaitu pembuatan undang'undang dan peraturan, pemb kelembagaandi pusatdan daerah, pendidikan dan pelatihan masyarakat, penyiapan in rastruktur dan sarana tanggap darurat, serta rehabilitasi dan rekonstruksi. “ *ktober !!9"#. Sejak tsunami +ceh, $esember !!-, perhatian semua orang lebih besar pa upaya peringatan dini pada munculnya ancaman gelombang pasang yang menyertai gem besar itu. $engan demikian, kemudian dibangun jejaring peringatan dini dilengkapi sarana pemantau dan penyampai in ormasi ancamannya. &emerintah dan masyarakat Kota &adang termasuk yang siap menghadapi datang tsunami, dengan membuat peta e akuasi, menetapkan lokasi shelter, hingg simulasi bencana. Namun, kenyataannya, ketika gempa besar itu benar'benar datang, me berlangsung beberapa menit, sudah menelan banyak korban ji/a. 0asyarakat Kota & yang telah melakukan persiapan dan simulasi menghadapi bencana menanggung dampak yang demikianbesar, bagaimana dengan daerah yang sama sekali tak melakukan kesiapsiagaan. 1aktor kekuatan struktur dan bahan bangunan tampaknya kurang mendapat perhatian hanya ditemui di &adang, tetapi hampir di setiap daerah yang dilanda gempa tekto &adahal di daerah'daerah yang ra/an gempa besar, terbentang dari +ceh hingga &ap bertumbuh ka/asan permukiman hingga menjadi perkotaan. 2empa &adang hen menjadi momentum bagi daerah lain untuk segera membangun kesadarandan kesiapsiagaannya menghadapi bencana. “(Kompas, ) *ktober !!9".#

Transcript of BAHAN DISASTER NURSING.docx

Membangun Sistem Informasi & Komunikasi dalam Penanganan BencanaSejumlah pemerintah daerah di Indonesia dinilai belum siap menghadapi bencana karena belum memiliki lembaga yang dapat menangani bencana.Kalau ada bencana saat ini yang sibuk adalah pemerintah pusat dan TNI. (Kompas, 9 September 2009).Dalam penanganan bencana dan membangun kesiapan masyarakat menghadapi bencana, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada beberapa parameter yang harus dilihat, yaitu pembuatan undang-undang dan peraturan, pembentukan kelembagaan di pusat dan daerah, pendidikan dan pelatihan masyarakat, penyiapan infrastruktur dan sarana tanggap darurat, serta rehabilitasi dan rekonstruksi. (Kompas, 3 Oktober 2009).Sejak tsunami Aceh, 26 Desember 2004, perhatian semua orang lebih besar pada upaya peringatan dini pada munculnya ancaman gelombang pasang yang menyertai gempa besar itu. Dengan demikian, kemudian dibangun jejaring peringatan dini tsunami yang dilengkapi sarana pemantau dan penyampai informasi ancamannya.Pemerintah dan masyarakat Kota Padang termasuk yang siap menghadapi datangnya tsunami, dengan membuat peta evakuasi, menetapkan lokasi shelter, hingga melakukan simulasi bencana.Namun, kenyataannya, ketika gempa besar itu benar-benar datang, meski hanya berlangsung beberapa menit, sudah menelan banyak korban jiwa. Masyarakat Kota Padang yang telah melakukan persiapan dan simulasi menghadapi bencana menanggung dampak yang demikian besar, bagaimana dengan daerah yang sama sekali tak melakukan kesiapsiagaan.Faktor kekuatan struktur dan bahan bangunan tampaknya kurang mendapat perhatian tidak hanya ditemui di Padang, tetapi hampir di setiap daerah yang dilanda gempa tektonik.Padahal di daerah-daerah yang rawan gempa besar, terbentang dari Aceh hingga Papua, bertumbuh kawasan permukiman hingga menjadi perkotaan. Gempa Padang hendaknya menjadi momentum bagi daerah lain untuk segera membangun kesadaran dan kesiapsiagaannya menghadapi bencana. (Kompas, 3 Oktober 2009).Melalui workshop ini diharapkan peserta dapat memahami bagaimana seharusnya Pemerintah Pusat atau Daerah membangun manajemen bencana khususnya sistem informasi dan komunikasinya baik dari sisi people, process & technologyhttp://www.sharingvision.biz/2009/10/26/membangun-sistem-informasi-komunikasi-dalam-penanganan-bencana/

Pentingnya Manajemen Komunikasi Bencana

Tak pelak lagi, komunikasi bencana telah menjadi kebutuhan strategis saat ini. Di negeri yang sangat luas dengan jumlah penduduk yang luar biasa ini, informasi dan komunikasi yang berkaitan dengan informasi kebencanaan menjadi krusial. Lihatlah apa yang terjadi ketika seseorang dari lingkaran pemerintahan menyampaikan adanya potensi gempa 8,7 akan melanda Jakarta, seperti yang terjadi beberapa hari ini. Maka gelombang komunikasinya jadi bergulir liar bahkan disebarkan dalam benrtuk kekhawatiran terjadinya gempa besar itu terjadi saat ini.Komunikasi modern dengan penggunaan SMS dan pesan BBM menjadikan komunikasi info bencana ini menjadi tersebar tanpa kendali. Sulit membedakan mana HOAX dan mana pesan sebenarnya. Lembaga yang berkompetenpun dicari sebagai rujukan. Sampai dua hari pasca pesan potensi gempa 8,7 SR ini dinyatakan oleh staf khusus Presiden, komunikasi di jejaring sosial masih berbicara sepuitar kekhawatiran adanya gempa. Bahkan setelah banyak klarifikasi, masyarakat lewat jejaring sosial bahkan menyatakan ketakutannya dengan tidak berani tidur di dalam rumah karena khawatir keruntuhan bangunan akibat gempa, sampai kabar seorang yang mengungsi ke Bandung karena takut Jakarta dilanda gempa besar. Bahkan pesan BBM didapat dari jamaah Umroh di Saudi Arabia yang mengkhawatirkan gempa menimpa keluarganya di Jakarta ketika sedang beribadah Umrah.

Manajement Komunikasi Bencana mutlak menjadi penting bukan saja sebagai bahan kajian bagaimana menyampaikan sebuah informasi bencana, namun bagaimana mengatur media massa dalam keterpaduan penanggulangan bencana. Media massa harus dapat membantu penanggulangan bencana, bahkan menjadi bagan penting untuk banyak hal dalam penanggulangan bencana. Manajemen Komunikasi Bencana dapat memberikan gambaran bagaimana peran media dalam ikut serta mengurangi resiko bencana dan membantu program respon bencana. Alih-alih ikut serta dalam membantu korban bencana, saat ini banyak hal yang terjadi akibat peran media massa yang kurang tepat. Ini terjadi karena pemberitaan bencana yang tak akurat, penyampaian berita bencana yang salah, hingga peran penggalangan dana publik media yang bertabrakan dengan kerja lembaga kemanusiaan di lapangan.

Hal-hal lain yang harus dilakukan adalah bagaimana menyediakan alat komunkasi ketika bencana seperti radio tanggap bencana, dan penyediaan satelit komunikasi, program tanggap bencana melalui media massa dll. Manajemen Komunikasi Bencana juga diperlukan untuk mendesain koordinasi komunikasi antar kelompok dan pegiat kemanusiaan dan lembaga penanggulanagn bencana yang bekerja pada saat bencana.

Harus ada diantara pegiat bencana yang mengkhususkan diri dalam mengembangkan Manajemen Komunikasi Bencana. Hal ini sangat penting mengingat tidak optimalnya koordinasi dan banyaknya kerugian serta pemborosan yang timbuk akibat manajemen komunikasi bencana yang tidak baik.http://purwakananta.blogspot.com/2011/05/manajemen-komunikasi-bencana.html

Komunikasi BencanaSetiap tanggal 26 Desember, bangsa ini akan kembali terbawa pada memori di tahun 2004, saat gempa dan tsunami meluluhlantakkan Aceh dan Nias, dengan korban jiwa mencapai 250 ribu orang lebih.Peristiwa tahun 2004 itu menjadi tonggak revolusi bagi Indonesia dalam mennangani bencana. Meski bukan baru tahun 2004 saja bencana menimpa Indonesia. Namun pasca gempa dan tsunami tahun 2004, pola penanggulangan bencana di tanah air menjadi lebih terencana. Salah satunya dengan lahirnya UU no 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan lahirnya Badan Nasional Penanggunangan Bencana atau BNPB.Bencana dan PermasalahannyaIndonesia adalah negeri yang akrab dengan bencana alam. Sejarah mencatat, sejak berdiri bangsa ini telah mengalami semua jenis bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, tanah longsor, angin puting beliung hingga kekeringan. Selain bencana alam, bencana kecelakaan juga akrab di negeri ini. Pesawat jatuh, kapal tenggelam, tabrakan kereta api, kecelakaan lalulintas hingga kebakaran menjadi bagian yang kerap menemani masyarakat Indonesia melalui hari-harinya.Negara sebenarnya sudah cukup tanggap dalam penanganan bencana. Saat ini ada UU no 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dalam UU itu dijelaskan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Selain itu, dijelaskan pula bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.Kemudian, bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.Ada juga bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.Peristiwa bencana umumnya tak dapat diramalkan. Di samping itu informasi awal tak jelas. Ditambah lagi jumlah korban banyak dan dalam keadaan gawat darurat. Jumlah penolong juga terbatas untuk bencana. Lokasi jauh, bantuan minim dan terlambat memperburuk situasi dalam sebuah bencana.Khusus di Indonesia, masalah utama dalam penanganan bencana antara lain intensitas bencana yang sering terjadi dan kapasitas bencana yang besar dengan efek korban yang dahsyat. Keterbatasan potensi dalam menanggulangi bencana. Lemahnya koordinasi antar instansi terkait, keterbatasan dana on call, sistem birokrasi yang panjang dan rumit, keterbatasan SDM khusus bidang penanganan bencana. Selain itu juga menyangkut mental masyarakat korban bencana yang ikut mempersulit penanganan bencana.Bencana KomunikasiBencana selalu menimbulkan dampak. Bisa korban jiwa atau kerusakan fisik. Namun ada satu hal yang sering dilupakan pada saat bencana melanda. Yaitu terjadinya bencana komunikasi. Pada saat keadaan darurat bencana, dimana korban jiwa berjatuhan dalam jumlah yang besar sementara infrastruktur dan sarana sosial rusak parah, sebenarnya saat itu juga bencana komunikasi melanda. Begitu juga saat bencana kecelakaan terjadi.Bencana komunikasi ditandai dengan minimnya sumber-sumber komunikasi yang dapat memberikan informasi mengenai situasi terkini di lokasi bencana. Di samping itu bencana komunikasi juga terjadi karena terputusnya saluran saluran komunikasi masyarakat akibat kerusakan infrastruktur dan sarana komunikasi karena dihantam bencana. Bencana komunikasi dalam situasi bencana alam menyebabkan tidak adanya informasi yang memadai apalagi akurat tentang situasi darurat bencana.Melihat pengalaman peristiwa Gempa dan Tsunami Aceh dan Nias tahun 2004, bencana komunikasi terjadi sangat parah. Hingga sepekan pasca bencana, tidak ada informasi yang memadai tentang wilayah wilayah terparah yang hancur, korban jiwa yang jatuh, korban selamat, lokasi pengungsian dan tempat-tempat yang masih aman. Minimnya informasi tersebut menimbulkan krisis komunikasi yang sangat berat.Krisis ini menimbulkan situasi tidak pasti dan serba tidak menentu. Akibatnya, selain korban bencana yang tidak tertangani dengan baik, masyarakat di luar yang ingin menolong, keluarga yang mencemaskan keselamatan anggota keluarganya serta termasuk pihak-pihak berkepentingan seperti Badan Penanggunalan bencana mengalami ketidakpastian yang mengkhawatirkan.Bencana komunikasi bisa menjadi lebih parah karena kondisi lain misalnyaPertamaFasilitaskomunikasi yang ada belum memadai , dan belum merata (pulau terpencil tanpa fasilitas (pulau terpencil tanpa fasilitas telepon, telepon satelit mahal) ,KeduaFasilitas komunikasi umum tidak terjamin dari terjadinya bebas gangguan(kerusakan (kerusakan telepon/ gangguan teknis) telepon/ gangguan teknis) danKetigaManajemen komunikasi bencana yang tidak disiapkanKeadaan serupa juga sebenarnya terjadi saat gempa dan tsunami di Jepang. Namun situasi di Jepang bedanya lebih cepat teratasi. Pemerintah yang tanggap didukung oleh kemajuan teknologi menyebabkan bencana komunikasi tidak berlangsung lama. Hanya dalam waktu beberapa jam saja, semua sumber-sumber komunikasi di Jepang telah berhasil memberikan informasi yang cukup berarti untuk mengurangi ketidak pastian. Media massa pun mengambil peran penting.Belajar dari peristiwa di atas, maka Indonesia juga harus nya mempersiapkan penanganan bencana komunikasi selain utamanya menangani darurat bencana.Selama ini, istilah komunikasi bencana memang belum banyak dipakai dalam manajemen penanganan bencana. Namun belakangan ini semakin banyak digagas tentang komunikasi bencana, sebagai upaya meningkatkan kualitas penanganan bencana.Faktanya, dalam setiap penanganan bencana, komunikasi memang sangat diperlukan. UU No 24 Tahun 2007 menjelaskan tiga tahapan dalam penanganan bencana yaitu Pra bencana terdiri dari dua kondisi yaitudalam situasi tidak terjadi bencana; dansituasi terdapat potensi terjadinya bencana meliputi aspek kesiapsiagaan; peringatan dini; dan mitigasi bencana.Kemudian tahap tanggap darurat. Dalam tahap ini dilakukan berberapa langkah terdiri dari;pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,kerusakan, dan sumber daya;penentuan status keadaan darurat bencana;penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;pemenuhan kebutuhan dasar;perlindungan terhadap kelompok rentan; danpemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.Tahap berikutnya adalah Pasca bencana. Pada tahap ini dilakukan rehabilitasi terhadap masyarakat korban bencana dan rekonstruksi dengan melakukan pembangunan kembali pada fasilitas dan infrastruktur yang rusak akibat bencana.PenutupKetiga tahap itu memerlukan komunikasi dalam fungsi sosialiasi dan edukasi, fungsi koordinasi, fungsi manajemen, fungsi konseling juga fungsi hiburan. Fungsi sosialisasi dan edukasi dibutuhkan pada masa pra bencana. Sedangkan fungsi koordinasi dan manajemen sangat dibutuhkan dalam penanganan tanggap darurat seperti koordinasi tim penolong, manajemen distribusi bantuan, koordinasi antar instansi dan manajemen penanganan pengungsi. Fungsi konseling dan hiburan diperlukan saat melakukan rehabilitasi pada korban yang mengalami trauma akibat bencana dan upaya untuk mengembalikan kondisi sosial dan psikologis seperti sediakala.Maka menjadi penting bagi ilmuan dan praktisi komunikasi untuk mengambil peran pada trend penanggulangan bencana yang selama ini seperti berjalan tanpa dukungan praktek komunikasi. Sementara pihak yang selama ini konsen pada penangangan bencana mesti menyadari komunikasi sangat penting untuk menunjang keberhasilan penanggulangan bencana.osbud.kompasiana.com/2012/01/04/komunikasi-bencana-427972.html

Sistem Informasi Bencana

Oleh: Onno W. Purbo YC0MLCSebuah kenyataan yang harus diterima bahwa Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang padat bencana. Paling tidak kota seperti Jakarta, banjir sudah menjadi langganan setiap tahun. Belum lagi bencana alam lainnya, seperti, longsor, gempa yang banyak menelan korban.Dalam bencana apapun, kebutuhan akan informasi menjadi sangat kritis. Pada saat Bencana Alam di Padang kemarin,e-maildanSMSberisikan pertanyaan mengenai kondisi wilayah, kondisi korban, mencari sanak saudara, mencari bantuan, mencari pertolongan. Di sisi lain, para relawan yang berusaha membantu juga tidak kalah pusingnya mencari lokasi yang membutuhkan pertolongan, mencari alamat tempat pengiriman bantuan, pengiman makanan, obat-obatam, mencari lokasi longsong, menemukan penampungan pengungsi semua serba simpang siur tidak ada sumber informasi yang terpusat, tidak ada komunikasi yang reliable.

Untuk itu kita akan membutuhkan sebuah sistem informasi yang memungkin korban, sanak saudara maupun relawan, pemerintah, timSARsaling berinteraksi dan berkoordinasi satu sama lain. Masukan ke sistem dapat berupa laporan dari timSAR, relawanORARI, bahkan masyarakat melaluiHPmaupun telepon.Akses ke sistem akan lebih mudah jika dapat dilakukan melaluiInternet. Akan lebih baik lagi jika informasi yang diberikan dapat berupa peta sehingga memudahkan bagi pengguna untuk mengira-ngira lokasi mana yang tertimpa bencana yang parah, dimana lokasi korban, dimana lokasi kerusakan dan masih banyak lagi.Oleh karena itu softwareDisaster Management Systemyang diperlukan harus mampu untuk memenuhi kebutuhan berikut, Menolong umat yang sedang kesulitan dan menolong menyelamatkan jiwa secara effisien dengan menggunakanIT. Membantu kerjasama antara berbagai aktor dilapangan, seperti, pemerintah, SATKORLAK,LSM, internationalNGO, relawan dan juga korban agar dapat secara efektif me-responds saat bencana. Memberdayakan korban agar dapat membantu diri sendiri secara mandiri. Memproteksi data korban untuk menekan kemungkinan penggunaan data secara tidak baik. Memberikan solusi yang bebas / free danopen sourcekepada semua orang.

Aplikasi manajemen bencana yang terbaik saat ini, yang memenuhi kriteria di atas, adalahSAHANA.SAHANAadalahDisaster Management Systemopen source yang di kembangkan oleh Sri Lanka saat terjadi Tsunami di tahun 2004 yang lalu. SAHANA pertama kali di operasikan oleh pemerintah Sri Lanka Center of National Operations (CNO), yang termasuk di dalamnya Center of Humanitarian Agencies (CHA). Pendanaan selanjutnya dilakukan olehSwedish International Development Agency(SIDA).Softwaretersebut telah digunakan di berbagai bencana alam, seperti, gempa di Pakistan 2005, banjir lumpur di Filipina (2006), gempa di Jogja 2006.Source code & dokumentasi SAHANA dapat di ambil secara bebas di alamat http://www.sahana.lk.Beberapa detail cara instalasi-nya dapat di baca http://opensource.telkomspeedy.com/wiki/index.php/Instalasi_Sahana.Sistem Informasi bencana telah di operasikan di situs, http://opensource.telkomspeedy.com/sisfo-bencana/- (SISFO-BENCANA) http://dm.saksigempa.org/Beberapa fitur / modul utama SAHANA adalah, Missing Person Registry Organization Registry Request/Pledge Management System Shelter Registry Inventory Management Catalogue Situation Awareness and Volunteer coordination.Yang cantik dan membuatSAHANAmenjadi sangat menarik untuk digunakan adalah, Database SAHANA dapat saling di pertukarkan / di sinkronkan pada instalasi SAHANA di banyak server. Artinya SAHANA di rancang untuk tidak terpusat di satu server, tapi dapat di operasikan di banyak server dan database-nya saling sinkron satu sama lain. Ini menjadi sangat menarik untuk implementasi skala luas. Salah satu modul yang banyak menarik banyak orang adalah Situation Awareness and Volunteer Coordination. Di modul ini terdapat peta yang memperlihatkan kondisi / situasi wilayah. Pada situshttp://opensource.telkomspeedy.com/sisfo-bencanadi bagian Pemetaan Situasi kita dapat melihat peta Indonesia dan berbagai tag yang melaporkan kondisi setempat.

Hal lain yang menarik adalah daftar organisasi dan relawan yang dapat membantu / turun saat bencana. Daftar organisasi dan kontak-nya dapat di akses jika anda sudah terdapat sebagai relawan di SISFO-BENCANA. Menu daftar / lihat daftar organisasi dapat di akses melalui menu Pendaftaran Organisasi Lihat dan Edit. Kita akan diberikan daftar organisasi yang ada berdasarkan abjad. Informasi yang ada Nama, Tipe Organisasi, Layanan, Lokasi, Alamat dan Kontak. Saat ini terdapat ratusan organisasi terutama LSM yang terdaftar pada SISFO-BENCANA. Hal ini menjadikan SISFO-BENCANA menjadi sangat handal untuk digunakan sebagai media interaksi antar organisasi.Dari semua proses di atas, proses pelaporan kejadian dan kebutuhan bantuan menjadi sangat penting agar informasi yang ada di sistem informasi bencana tetap akurat.Beberapa informasi kontak yang penting yang berkaitan dengan SISFO-BENCANA di Indonesia adalah:Email: [email protected]: [email protected]: [email protected]: +62 274 418929 Khusus bagi rekan-rekan yang berkecimpung dalam dunia Amatir Radio / ORARI, kita sedang mengembangkan sistem pelaporan untuk bencana yang di kenal sebagai CORE (Communication and Rescue). Salah satu mode pelaporan yang digunakan adalah mode DIGITAL. Frekuensi operasi CORE ORARI yang akan aktif digunakan adalah, 3.600 MHz (nasional) 7.110 MHz (nasional) 14.300 MHz (internasional) 21.360 MHz (internasional)147.000 MHz (lokal)Mode yang digunakan tidak di batasi. Khususnya bagi anggota ORARI yang bekerja menggunakan mode digital disarankan untuk menggunakan, 3.600 MHz mode MFSK-8, MFSK-16, BPSK-31 7.110 MHz mode MFSK-8, MFSK-16, BPSK-31 14.300 MHz mode BPSK-31 21.360 MHz mode BPSK-31147.000 MHz mode BPSK-250Software & rangkaian yang digunakan dapat di ambil secara bebas / gratis di, FLDIGI & FLARQ -http://www.w1hkj.com/Fldigi.html Rangkaian PTT

Berbagai detail teknik komunikasi amatir digital dapat di baca diKomunikasi Digital AmatirSemoga dapat memberikan manfaat bagi kita semua pada saat terjadi bencana alam.73 de YC0MLChttp://opensource.telkomspeedy.com/wiki/index.php/Sistem_Informasi_Bencana