Bahan Data Efisiensi Dalam Ilmu Usahatani

download Bahan Data Efisiensi Dalam Ilmu Usahatani

If you can't read please download the document

description

Ilmu Usaha Tani 2012

Transcript of Bahan Data Efisiensi Dalam Ilmu Usahatani

KELEMBAGAAN LAHAN DAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI141125D. Biaya Produksi Usahatani Tanaman PanganBiaya produksi usahatani sebagai faktor penting yang berpengaruh terhadap pendapatan usahatani. Biaya produksi usahatani tanaman pangan para petani sesuai kelembagaan lahan rata-rata Rp1.611.000,- dan Rp1.422.000,- per ha per tahun oleh para petani penyewa lahan LKP secara berturut-turut yang dekat dan yang jauh dari kota. Secara relatif biaya produksi usahatani tanaman pangan per ha per tahun tersebut lebih besar dari biaya tersebut bagi para petani dalam kelembagaan lahan lainnya pada masing-masing wilayah tempat tinggal petani. Tabel 17. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Tanaman Pangan per ha Berdasarkan Kelembagaan Lahan dan Tenaga Kerja di Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2004 dalam Ribuan Rupiah Kel. Naker.Kelembagaan LahanMilik Sewa LKP Sewa LHB Pnj. LHut Rata-rata Relatif dekat dengan kota atau pasar, mudah mengakses perkerjaan luar usahatani (1)Upahan1.2151.86801.3341.272Royongan1.0511.4258665661.041Arisan/RTan9951.419814537977Sambatan749000749Sendiri7861.628718418877Rata-rata (1)1.0181.6117946841.029Relatif jauh dari kota atau pasar, sulit mengakses perkerjaan luar usahatani (2)Upahan89505750873Royongan90009200905Arisan/RTan80108810818Sambatan701000701Sendiri8321.4227080814Rata-rata (2)8361.4227740830Rata2 (1&2)9501.590780684951Sumber: Analisis Data PrimerKeterangan: LKP= lahan lungguh, Kas Desa, pengarem-arem, dan milik perseorang- an, LHB = lahan milik Hamengku Buwono, Pnj. LHut= pinjam lahan milik Kehutanan Biaya produksi usahatani lahan tanaman pangan para petani yang dekat kota, sesuai kelembagaan tenaga kerja rata-rata Rp1.272.000,- per ha per tahun oleh para petani yang menggunakan tenaga kerja upahan dalam usahataninya, relatif lebih besar dari biaya produksi usahatani tanaman pangan bagi para petani dalam kelembagaan tenaga kerja lainnya. Biaya produksi usahatani lahan tanaman pangan petani yang menggunakan tenaga kerja royongan, yang jauh dari kota, rata-rata Rp905.000,- per ha per tahun relatif lebih besar dari biaya produksi usahatani tanaman pangan bagi para petani dalam kelembagaan tenaga kerja lainnya. Pengaruh kelembagaan lahan, tenaga kerja dan faktor-faktor lainnya terhadap biaya produksi tanaman pangan disajikan data hasil analisis fungsi biaya pada Tabel 18. Model yang disusun untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi variasi biaya produksi tanaman pangan (model 3) mendapatkan F-Tabel nyata pada taraf kesalahan 5%, dan tidak terdapat multicollinearity. Nilai korelasi antar variabel bebas terbesar 0,534 yaitu antara tingkat upah tenaga kerja luar keluarga dengan luas lahan tanaman pangan. Variabel-variabel bebas pada model yang disusun mampu menjelaskan 48% dari variasi total biaya produksi tanaman pangan sebagaimana nilai adjusted R2. Namun model mengindikasikan adanya heteroscedasticity, hal tersebut ditunjukkan oleh hasil test heteroscedasticity nyata. Untuk mengatasi pelanggaran terhadap kaidah homoscedaticity tersebut dilakukan perbaikan dengan menggunakan regresi model heteroscedasticity yang hasilnya tersaji pada Lampiranl 5. Nilai Likelihood Ratio (LR) nyata pada taraf kesalahan 5%, dan model heteroscedasticity dengan varlin, stdlin, mult, dan depvar dapat memperbaiki model OLS. Model heteroscedasticity (varlin) mendapatkan 8 koefisien regresi nyata (lebih banyak) pada taraf kesalahan 5%, selanjutnya dipergunakan untuk menjelaskan model regresi.Tabel 18. Hasil Analisis Fungsi Biaya Produksi Usahatani Tanaman Pangan (Ln Ribu Rp/ha) di Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2004 ModelVariabelOLSHeteros. (Varlin)Koef. Reg.t-hit.Koef. Reg.t-hit.Ln upah naker. (ribuRp/HOK)Ln harga pupuk N (ribuRp/kg)Ln harga pupuk P (ribuRp/kg)Ln harga pupuk org (ribuRp/kg)Ln jum. kel. kerja (orang)Ln luas lahan pangan (m2)Ln produktvitas lhn (ribuRp/ha)Ln pendidikan KK(tahun)Ln Umur KK (tahun)Dummy Kel.lahan- Pemilik penggarap - Sewa LKP- Pinjam lahan KehutananDummy kel. Tenaga kerja- Upahan- Royongan- Arisan atau RTan- SambatanDummy pekerjaan luar UT- Pedagang dan jasa- Tukang & pengrajinDummy lingkungan UT- Relatif dekat ko ta0,0380,1140,018*0,400*-0,012-0,0280,305*0,0210,1120,0110,528*-0,1500,171*0,1020,0170,0020,0500,025 0,008 1,7930,5012,9435,347-0,253-0,7063,6761,9591,4710,2045,425-1,2072,2091,3530,2420,0201,0910,6120,1950,040*0,0100,021*0,460*-0,021-0,0460,309*0,0150,127*0,0180,513*-0,244*0,153*0,093-0,006-0,0170,0480,009 0,006 2,0950,0614,16110,37-0,508-1,3594,6741,7702,1120,4616,827-2,3452,2151,439-0,100-0,2001,2370,2770,190Konstantaadjusted R25,168*0,484F-hitung5,54912,06*5,435*0,484LR=101*7,323Sumber: Analisis Data Primer Keterangan: LKP = lahan lungguh, Kas Desa, pengarem-arem, dan milik perseorang- an, RT= rumah tangga, UT= usahatani, *)= nyata pada = 5%.Elastisitas biaya produksi usahatani tanaman pangan per ha atas tingkat upah tenaga kerja positif nyata yaitu 0,040. Berarti jika tingkat upah tenaga kerja per ha naik 10% maka biaya produksi usahatani per ha akan naik 0,4%. Pada umumnya para petani menggunakan tenaga kerja luar keluarga di samping memperhatikan tingkat upah, juga waktu pembayarannya. Seperti para petani yang menggunakan tenaga kerja royongan, di samping tingkat upah sama dengan upah tunai, juga membayar upahnya setelah panen, namun penggunaannya harus melalui kelompok kerja.Elastisitas biaya produksi usahatani tanaman pangan per ha atas harga pupuk phosfat positif yaitu 0,021. Berarti jika harga pupuk organik naik 10% maka biaya usahatani per ha akan naik 0,21%. Harga pupuk phosfat Rp1.600 per kg, harga pupuk tersebut dinilai mahal. Tidak banyak petani yang menggunakan pupuk phosfat, dalam hal ini dosis pupuk phosfat para petani rata-rata baru 8 kg/ha/tahun. Berbeda dengan dosis pemupukan nitrogen (urea) yang rata-rata 170 kg/ha/tahun. Penggunaan pupuk yang tidak berimbang tersebut perlu diteliti, jangan sampai karena pengaruh penggunaan pupuk phosfat yang tidak segera tampak sebagaimana pengaruh pupuk urea sehingga pupuk phosfat banyak ditinggalkan oleh petani. Harga pupuk nitrogen, urea Rp1.100 per kg belum berpengaruh nyata terhadap biaya produksi usahatani tanaman pangan. Hal tersebut dapat berkenaan dengan sifat-sifat pupuk nitrogen dan kebutuhan unsur hara tersebut pada tanaman pangan. Pupuk nitrogen bersifat mobile, mudah tercuci oleh air hujan atau menguap karena panas matahari, sehingga diperlukan cara pemupukan yang benar supaya terserap dengan baik oleh tanaman. Pada sisi lainnya pupuk nitrogen sangat diperlukan tanaman, karena ketersediaannya terbatas dan esensial bagi pertumbuhan tanaman. Elastisitas biaya produksi usahatani tanaman pangan per ha atas harga pupuk organik positif yaitu 0,460. Berarti jika harga pupuk organik naik 10% maka biaya usahatani per ha akan naik 4,60%. Hal tersebut menunjukkan walaupun harga pupuk organik murah, kurang lebih Rp70,-/kg, namun karena dipergunakan secara luas oleh para petani maka kenaikan harga pupuk tersebut meningkatkan biaya produksi secara nyata. Elastisitas biaya produksi terhadap jumlah tenaga kerja keluarga negatif, namun tidak nyata. Hal tersebut diduga berkaitan dengan kelembagaan tenaga kerja pada usahatani. Pada satu sisi tenaga kerja keluarga sebagai faktor produksi yang tidak dibayar, pada sisi lain dalam kelembagaan tenaga kerja (arisan atau RTan) terdapat pertukaran faktor produksi tersebut. Para petani yang berlahan sempitpun menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Demikian pula, elastisitas biaya produksi terhadap luas lahan tanaman pangan negatif, namun tidak nyata. Rata-rata luas penguasaan lahan tanaman pangan para petani rata-rata 0,42 ha (Tabel 3), dalam hal ini jika luas lahan tanaman pangan ditingkatkan diduga intensitas pemeliharaan tanaman oleh para petani belum menurun. Elastisitas biaya produksi tanaman pangan per ha terhadap produktivitas lahan positif yaitu 0,309. Berarti jika produktivitas lahan menghendaki meningkat 10% maka pembudidayaan tanaman harus lebih intensif, dengan biaya produksi per ha meningkat 3,09%. Dalam hal ini para petani sebenarnya telah berupaya membudidayakan tanaman dengan baik, walaupun diutarakan banyak petani mengenai ketidak-berdayaan petani dalam menanggulangi serangan hama dan penyakit, keterbatasan modal, dan pengaruh faktor alam seperti curah hujan. Elastisitas biaya produksi usahatani tanaman pangan terhadap tingkat pendidikan positif tetapi tidak nyata pada tingkat kesalahan 5%, dan nyata pada tingkat kesalahan 5% pada model perbaikan heteroscedasticity (depvar, Lampiran 5a). Dalam hal ini terdapat indikasi bahwa meningkatnya pendidikan petani meningkatkan biaya produksi usahatani tanaman pangan, seperti meningkatnya penggunaan tenaga kerja luar keluarga (Tabel 10). Di samping itu, dewasa ini sebagian petani yang berpendidikan SLTA banyak yang berusaha mendapatkan pekerjaan non usahatani. Demikian pula elastisitas biaya produksi terhadap tingkat umur petani positif dan nyata. Hasil penelitian sebelumnya, peningkatan umur petani meningkatkan penggunaan tenaga kerja luar keluarga (Tabel 10). Dalam hal ini dapat dipahami bahwa banyak pekerjaan usahatani yang memerlukan bantuan petani lainnya, seperti dalam persiapan tanam, mengangkut input produksi seperti pupuk kandang, dan hasil panen.Berdasarkan kelembagaan lahan, biaya produksi usahatani tanaman pangan per ha petani penyewa LKP sesuai perbedaan secara relatif pada Tabel 17, lebih besar dari biaya tersebut pada para petani lainnya. Hal tersebut karena biaya sewa lahan LKP cukup besar, dalam hal ini lebih besar dari biaya sewa lahan HB (Tabel 19). Tabel 19. Rata-rata Luas Lahan dan Nilai Sewa Lahan Tahun para Petani di Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2004LokasiKelembagaan LahanLahan LKPLahan HB (ha)Sewa ribuRpribuRp/ha (ha)Sewa ribuRpribuRp/ha)Dekat kota3,082.2407272,200292133Jauh kota1,649505798,040954119Jumlah4,723.19067610,2401.246122Sumber: Analisis Data PrimerKeterangan: LKP= lahan lungguh, Kas Desa, pengarem-arem dan milik perseorang- an, HB = Hamengku Buwono Biaya produksi usahatani tanaman pangan per ha petani peminjam lahan Kehutanan lebih rendah dari biaya tersebut pada petani dalam kelembagaan lahan lainnya. Dalam hal ini karena petani peminjam lahan Kehutanan tidak membayar sewa, dan pada sisi lain produktivitas lahan pinjaman kehutanan lebih rendah dari produktivitas lahan para petani lainnya (Tabel 16). Antara biaya produksi usahatani tanaman pangan per ha petani pemilik penggarap dengan biaya produksi usahatani tersebut pada petani lainnya tidak berbeda. Hal tersebut karena para petani pemilik penggarap tidak mengeluarkan biaya sewa lahan sebagaimana para petani penyewa LKP, dan penyewa lahan HB (Tabel 19). Pada sisi lain, petani pemilik penggarap memperoleh produktivitas lahan lebih besar dari produktivitas lahan para petani lainnya yang dapat berpengaruh pada biaya produksi (Tabel 16).Biaya produksi usahatani tanaman pangan per ha sesuai kelembagaan tenaga kerja pada usahatani diketahui bahwa biaya tersebut bagi petani yang menggunakan tenaga kerja upahan sesuai data pada Tabel 17 bagi para petani yang relatif dekat kota, lebih besar dari biaya produksi usahatani tanaman pangan per ha para petani dalam kelembagaan tenaga kerja lainnya. Dalam hal ini para petani yang menggunakan tenaga kerja upahan secara relatif juga lebih banyak menggunakan biya tenaga kerja borongan dari penggunaan biaya tenaga tersebut tersebut pada petani lainnya (Tabel 11). Biaya produksi usahatani per ha petani yang menggunakan tenaga kerja royongan, arisan atau RTan, dan sambatan, masing-masing tidak berbeda dengan biaya tersebut pada petani lainnya. Hal tersebut sebagai akumulasi dari semua biaya yang dikeluarkan para petani yang secara keseluruhan tidak berbeda. Dilihat dari pekerjaan luar usahatani, total biaya produksi usahatani per ha antara para petani sebagai pedagang dan penyedia jasa, tukang dan perajin dengan biaya tersebut pada para petani lainnya tidak berbeda. Demikian pula antara biaya produksi usahatani tanaman pangan per ha para petani yang dekat dengan kota atau pasar tidak berbeda dengan biaya usahatani tersebut bagi para petani yang jauh dari kota atau pasar Hal tersebut dapat mencerminkan akumulasi dari keseluruhan biaya produksi usahatani tanaman pangan per ha para petani tersebut secara keseluruhan tidak berbeda. E. Pendapatan Usahatani Tanaman PanganPendapatan bersih atau keuntungan usahatani tanaman pangan ditentukan oleh nilai produksi dan biaya produksi yang dikeluarkan oleh para petani. Sebagaimana data tersaji pada Tabel 20, pendapatan bersih usahatani tanaman pangan para petani yang dekat kota, sesuai kelembagaan lahan rata-rata Rp2.604.000,- per ha per tahun oleh para petani pemilik penggarap relatif lebih besar dari pendapatan bersih usahatani tanaman pangan bagi para petani dalam kelembagaan lahan lainnya. Tabel 20. Rata-rata Pendapatan Usahatani Tanaman Pangan per ha Berdasarkan Kelembagaan Lahan dan Tenaga Kerja di Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2004 dalam Ribuan Rupiah Kel. Naker.Kelembagaan LahanMilikSewa LKPSewa LHBPnj. LHutRata-rataRelatif dekat dengan kota atau pasar, mudah mengakses perkerjaan luar usahatani (1)Upahan2.5451.67201.0842.416Royongan2.3692.2292.2241.0862.301Arisan/RTan2.5021.3191.8161.1112.376Sambatan2.5870002.587Sendiri3.4922.7192.1841.8663.194Rata-rata (1)2.6042.1591.9801.2472.497Relatif jauh dari kota atau pasar, sulit mengakses perkerjaan luar usahatani (2)Upahan2.36202.42002.366Royongan1.72001.81101.743Arisan/RTan2.66502.19502.566Sambatan2.0130002.013Sendiri2.9353.1022.62702.854Rata-rata (2)2.5223.1022.38402.500Rata2 (1&2)2.5742.2642.2711.2472.498Sumber: Analisis Data PrimerKeterangan: LKP= lahan lungguh, Kas Desa, pengarem-arem, dan milik perseorang- an, LHB = lahan milik Hamengku Buwono, Pnj. LHut= pinjam lahan milik Kehutanan Demikian pula pendapatan bersih usahatani tanaman pangan per ha secara keseluruhan bagi para petani pemilik penggarap rata-rata Rp2.574.000,- per tahun secara relatif juga lebih tinggi dari pendapatan tersebut bagi para petani dalam kelembagaan lahan lainnya.Pendapatan bersih usahatani lahan tanaman pangan para petani yang dekat kota, sesuai kelembagaan tenaga kerja rata-rata Rp3.194.000,- per ha per tahun oleh para petani yang menggunakan tenaga kerja sendiri dalam usahataninya, relatif lebih besar dari pendapatan bersih usahatani tanaman pangan bagi para petani dalam kelembagaan tenaga kerja lainnya. Demikian pula pendapatan bersih usahatani tanaman pangan petani yang menggunakan tenaga kerja sendiri, yang jauh dari kota, rata-rata Rp2.854.000,- per ha per tahun relatif lebih besar dari pendapatan bersih usahatani tanaman pangan bagi para petani dalam kelembagaan tenaga kerja lainnya. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh kelembagaan lahan, tenaga kerja, dan faktor-faktor lainnya terhadap pendapatan usahatani tanaman pangan disajikan hasil analisis regresi pada Tabel 21. Model regresi yang disusun (model 4) secara bersama-sama dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi variasi pendapatan usahatani tanaman pangan, dalam hal ini F-tabel nyata pada taraf kesalahan 5%, dan model tidak terdapat multicollinearity. Nilai korelasi antar variabel bebas terbesar 0,534 yaitu antara tingkat upah tenaga kerja luar keluarga dengan luas lahan tanaman pangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa 92% variasi keuntungan usahatani dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas dalam model yang disusun sebagaimana nilai adjusted R2. Namun model mengindikasikan adanya heteroscedasticity, hal tersebut ditunjukkan oleh hasil test heteroscedasticity nyata. Untuk mengatasi pelanggaran terhadap kaidah homoscedaticity tersebut dilakukan perbaikan dengan menggunakan regresi model heteroscedasticity yang hasilnya tersaji pada Lampiranl 6. Nilai Likelihood Ratio (LR) nyata pada taraf kesalahan 5%, model heteroscedasticity varlin dan stdlin dapat memperbaiki model OLS. Model heteroscedasticity varlin, mendapatakan hasil terbaik dengan 9 koefisien regresi nyata, selanjutnya dipergunakan untuk menjelaskan model regresi. Tabel 21. Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Tanaman Pangan per ha (Ln Ribu Rp/ha) di Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2004 ModelVariabelOLSHeteros. (varlin)Koef. Reg.t-hit.Koef. Reg.t-hit.Ln upah naker. (ribuRp/HOK)Ln harga pupuk N (ribuRp/kg)Ln harga pupuk P (ribuRp/kg)Ln harga pupuk org (ribuRp/kg)Ln jum. kel. kerja (orang)Ln luas lahan pangan (m2)Ln produktvitas lhn (ribuRp/ha)Ln pendidikan KK(tahun)Ln Umur KK (tahun)Dummy Kel.lahan- Pemilik penggarap - Sewa LKP- Pinjam lahan KehutananDummy kel. Tenaga kerja- Upahan- Royongan- Arisan atau RTan- SambatanDummy pekerjaan luar UT- Pedagang dan jasa- Tukang & pengrajinDummy lingkungan UT- Relatif dekat kota-0,014-0,074-0,007*-0,125*0,0120,0201,279*-0,010*-0,071*-0,005-0,285*0,048-0,065*-0,0390,0060,007-0,029-0,003 -0,013-1,640-0,787-2,789-4,0360,6201,20937,41-2,204-2,251-0,254-7,0990,943-2,036-1,2530,2000,202-1,532-0,183-0,771-0,013*-0,047-0,008*-0,109*0,0030,2001,264*-0,008*-0,051*-0,007-0,290*0,066-0,070*-0,047*-0,003-0,004-0,0180,004 -0,017-2,212-0,655-3,647-8,8210,2081,57752,14-2,503-2,222-0,522-8,2381,459-2,893-2,016-0,178-0,165-1,3000,394-1,550Konstantaadjusted R2-1,3950,917F-hitung-1,891131,7*-1,584*0,917LR=1198*-2,734Sumber: Analisis Data PrimerKeterangan: LKP = lahan lungguh, Kas Desa, pengarem-arem, dan milik perseorang- an, RT= rumah tangga, UT= usahatani, *)= nyata pada = 5%.Hasil penelitian mendapatkan bahwa elastisitas pendapatan usahatani tanaman pangan per ha terhadap tingkat upah tenaga kerja luar keluarga negatif nyata, yaitu -0,013, berarti jika tingkat upah mengalami kenaikan 10% maka pendapatan usahatani per ha akan berkurang 0,13%. Dalam hal ini tingkat upah dan tata-cara memperoleh tenaga kerja luar keluarga yang berlaku di masyarakat dipengaruhi oleh jenis kelembagaan tenaga kerja. Elastisitas pendapatan usahatani tanaman pangan per ha terhadap harga pupuk nitrogen negatif tidak nyata. Harga pupuk nitrogen, urea Rp1.100 per kg belum berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani tanaman pangan per ha. Hal tersebut dapat berkenaan dengan sifat-sifat pupuk nitrogen dan kebutuhan unsur hara tersebut pada tanaman pangan. Pupuk nitrogen bersifat mobile, mudah tercuci oleh air hujan atau menguap karena panas matahari, sehingga diperlukan cara pemupukan yang benar supaya terserap dengan baik oleh tanaman. Pada sisi lainnya pupuk nitrogen sangat diperlukan tanaman, karena ketersediaannya terbatas dan esensial bagi pertumbuhan tanaman. Elastisitas pendapatan usahatani tanaman pangan per ha terhadap harga pupuk phosfat negatif nyata yaitu -0,008. Berarti kenaikan harga pupuk tersebut akan mengurangi pendapatan usahatani tanaman pangan. Di samping itu, di lapangan banyak petani yang belum menggunakan pupuk phosfat, serta penggunaan pupuk phosfat dan nitrogen diduga belum berimbang. Perlu dikaji dosis pemupukan yang tepat supaya penggunaan pupuk efisien. Elastisitas pendapatan usahatani tanaman pangan terhadap harga pupuk organik negatif nyata yaitu -0,109, berarti jika harga pupuk organik naik 10% maka pendapatan usahatani tanaman pangan akan turun 1,09%. Hal tersebut karena pupuk organik dipergunakan secara luas oleh para petani. Elastisitas pendapatan usahatani tanaman pangan per ha terhadap jumlah tenaga kerja positif tetapi tidak nyata, hal tersebut dapat berkaitan dengan kelembagaan tenaga kerja pada usahatani. Pada satu sisi tenaga kerja keluarga sebagai faktor produksi yang tidak dibayar, pada sisi lain dalam kelembagaan tenaga kerja (arisan atau RTan) terdapat pertukaran faktor produksi tersebut. Para petani yang berlahan sempitpun menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Demikian pula, elastisitas pendapatan usahatani tanaman pangan terhadap luas lahan tanaman pangan positif, namun tidak nyata. Rata-rata luas penguasaan lahan tanaman pangan para petani rata-rata 0,42 ha (Tabel 3), dalam hal ini jika luas lahan tanaman pangan ditingkatkan dapat terjadi peningkatan pendapatan usahatani tanaman pangan per ha walaupun tidak secara nyata. Elastisitas pendapatan usahatani tanaman pangan per ha terhadap terhadap produktivitas lahan positif nyata, yaitu 1,264. Berarti jika produktivitas lahan meningkat 10% maka pendapatan usahatani tanaman pangan per ha akan meningkat 12,64%. Ini menyiratkan bahwa upaya intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas lahan penting bagi para petani. Dalam hal ini diperlukan pemberdayaan petani seperti dalam mengatasi serangan hama dan penyakit tanaman, serta bantuan permodalan.Elastisitas pendapatan usahatani tanaman pangan per ha terhadap tingkat pendidikan formal petani negatif, nyata, hal tersebut dapat dimengerti karena meningkatnya tingkat pendidikan meningkatkan biaya produksi per ha, di antaranya meningkatkan penggunaan tenaga kerja luar keluarga (Tabel 10). Beberapa petani yang lulus SLTA dikethui berhasil memperoleh pekerjaan formal pada non usahatani. Demikian pula elastisitas pendapatan usahatani tanaman pangan per ha terhadap umur petani negatif, nyata, hal tersebut karena meningkatnya umur meningkatkan biaya produksi per ha (Tabel 18), di antaranya meningkatkan penggunaan tenaga kerja luar keluarga (Tabel 10). Dalam hal ini banyak pekerjaan usahatani yang memerlukan bantuan petani lainnya, seperti dalam persiapan tanam, mengangkut input produksi, dan hasil panen.Menurut kelembagaan lahan, pendapatan usahatani tanaman pangan per ha pemilik penggarap tidak berbeda dengan pendapatan usahatani tanaman pangan per ha pada kelembagaan lahan lainnya. Walaupun data pada Tabel 20 menunjukkan secara relatif pendapatan usahatani tanaman pangan per ha pemilik penggarap lebih besar dari pendapatan tersebut bagi para petani lainnya. Hal tersebut dapat disebabakan oleh besarnya variasi data tersebut pada pemilik penggarap Demikian pula pendapatan usahatani tanaman pangan per ha peminjam lahan Kehutanan tidak berbeda dengan pendapatan tersebut pada kelembagaan lahan lainnya.Hal tersebut sebagai akumulasi dari besarnya penerimaan dan biaya yang dikeluarkan para petani. Seperti pada petani peminjam lahan Kehutanan tidak membayar sewa, biaya produksi per ha lebih rendah dari biaya produksi petani lainnya (Tabel 18), namun produktivitas lahan pinjaman kehutanan lebih rendah dari produktivitas lahan petani lainnya (Tabel 16). Pendapatan usahatani tanaman pangan per ha petani penyewa LKP lebih rendah dari pendapatan usahatani tanaman pangan per ha petani pada kelembagaan lahan lainnya. Hal tersebut karena biaya produksi usahatani per ha penyewa lahan LKP lebih tinggi dari biaya tersebut pada petani lainnya (Tabel 18). Menurut kelembagaan tenaga kerja, diketahui bahwa pendapatan usahatani tanaman pangan per ha para petani yang menggunakan tenaga kerja upahan dan royongan lebih rendah dari pendapatan tersebut pada petani dalam kelembagaan tenaga kerja lainnya. Hal tersebut karena produktivitas lahan para petani yang menggunakan tenaga kerja upahan dan royongan lebih rendah dari produktivitas lahan para petani lainnya (Tabel 16). Di samping itu biaya produksi tanaman pangan per ha para petani yang menggunakan tenaga kerja upahan dan royongan lebih tinggi dari biaya produksi tersebut pada petani yang mengerjakan sendiri usahataninya (Tabel 18). Pendapatan usahatani tanaman pangan per ha para petani yang menggunakan tenaga kerja arisan atau RTan dan sambatan tidak berbeda dengan pendapatan tersebut pada petani dalam kelembagaan tenaga kerja lainnya. Hal tersebut sebagai akumulasi dari besarnya penerimaan dan biaya yang dikeluarkan para petani secara keseluruhan tidak berbeda. Dilihat dari pekerjaan luar usahatani, pendapatan usahatani tanaman pangan per ha para pedagang dan jasa, tukang dan perajin tidak berbeda nyata dengan pendapatan usahatani tanaman pangan per ha para petani lainnya. Hal tersebut sejalan dengan akumulasi penggunaan input-output, yaitu tidak berbeda dalam pencapaian produktivitas lahan (Tabel 16) dan tidak berbeda dalam biaya produski usahatani tanaman pangan per ha yang dipergunakan (Tabel 18). Demikian pula jika dilihat dari lokasi tempat tinggal petani, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan usahatani tanaman pangan per ha para petani yang dekat dengan kota atau pasar dengan pendapatan tersebut pada para petani yang jauh dari kota atau pasar. Hal tersebut sebagai akumulasi dari besarnya penerimaan dan biaya yang dikeluarkan para petani secara keseluruhan tidak berbeda.