PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI USAHATANI PADI...

6
12 Edisi 1, Vol 1, November 2013 LITKAJIBANGRAP BULETIN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SISTEM RATUN DI LAHAN PASANG SURUT Susilawati Ratun, atau singgang atau turiang Berbagai inovasi dalam mengatasi adalah anakan padi yang tumbuh kembali setelah dipanen. Teknologi pemanfaatan tanaman ratun telah banyak diaplikasikan di lahan pasang surut, dengan tujuan meningkatkan produktivitas padi per musim tanam. Keuntungan dari penerapan budidaya ratun adalah : biaya produksi lebih murah, karena tidak ada biaya pengolahan tanah dan tanam, pupuk yang diperlukan lebih sedikit, umur lebih pendek sehingga lebih effisien. Perbaikan teknologi yang dilakukan meliputi pemupukan pada tanaman utama dan ratun, pengaturan air setelah panen tanaman utama dan pengaturan tinggi pemotongan panen. Beberapa varietas unggul yang telah diuji dapat menghasilkan ratun antara 40%-60% dari tanaman utama, sehingga teknologi ini layak dilakukan Kata kunci : ratun, produktivitas, nilai tambah PENDAHULUAN Untuk mendukung ketahanan pangan pemerintah telah menetapkan target produksi beras nasional sebesar 10 juta ton pada tahun 2014. Hal ini menjadi pemicu dalam penciptaan inovasi pertanian, sekaligus sebagai langkah nyata dalam upaya pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan. Pemanfaatan lahan-lahan sub optimal seperti lahan rawa pasang surut untuk tujuan meningkatkan produksi dan swasembada pangan serta menjadikan lahan rawa sebagai lumbung pangan nasional, terus diupayakan dengan berbagai cara, baik melalui penciptaan inovasi maupun penggalian dan pengembangan kearifan lokal. kendala-kendala di lahan pasang surut telah dihasilkan, seperti perbaikan sistem tata air, pemberian ameliorasi, dan pengaturan pola tanam (Suriadikarta, 2005). Demikian juga penataan lahan dengan sistem Surjan, terbukti meningkatkan keragaman komoditas yang diusahakan di lahan pasang surut (Irwandi et al., 2011). Inovasi lain adalah dihasilkannya mekanisasi pertanian yang dapat membantu petani dalam memperluas garapan dan intensitas tanam (Alihamsyah 1991), dan dihasilkannya varietas-varietas unggul padi spesifik lahan pasang surut. Tercatat lebih dari 10 varietas unggul padi telah direkomendasikan untuk lahan pasang surut, dan beberapa varietas padi unggul lainnya baik hibrida maupun inbrida termasuk padi tipe baru (PTB), yang direkomendasikan untuk lahan irigasi, juga adaptif di lahan pasang surut (Suprihatno et al., 2007). Penggalian kearifan lokal juga terus dilakukan di lahan pasang surut, seperti pengembangan pola Sawit-Dupa atau sekali mewiwit dua kali panen. Teknologi ini cukup berkembang di masyarakat dan dapat mempercepat proses pertanaman padi lokal di lahan pasang surut. Saat ini inovasi teknologi usahatani padi sistem Ratun atau singgang atau turiang yang juga berbasis kearifan lokal dalam meningkatkan produktivitas padi di lahan pasang surut terus dikaji dan beberapa hasil penelitian dan kajian banyak dilaporkan. Tulisan ini merupakan tinjauan terhadap inovasi teknologi padi sistem ratun dalam meningkatkan produksi padi, dan efisiensi dari usahatani padi sistem

Transcript of PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI USAHATANI PADI...

12 Edisi 1, Vol 1, November 2013

LITKAJIBANGRAP BULETIN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SISTEM RATUN

DI LAHAN PASANG SURUT

Susilawati

Ratun, atau singgang atau turiang

Berbagai inovasi dalam mengatasi adalah anakan padi yang tumbuh kembali setelah dipanen. Teknologi pemanfaatan tanaman ratun telah banyak diaplikasikan di lahan pasang surut, dengan tujuan meningkatkan produktivitas padi per musim tanam. Keuntungan dari penerapan budidaya ratun adalah : biaya produksi lebih murah, karena tidak ada biaya pengolahan tanah dan tanam, pupuk yang diperlukan lebih sedikit, umur lebih pendek sehingga lebih effisien. Perbaikan teknologi yang dilakukan meliputi pemupukan pada tanaman utama dan ratun, pengaturan air setelah panen tanaman utama dan pengaturan tinggi pemotongan panen. Beberapa varietas unggul yang telah diuji dapat menghasilkan ratun antara 40%-60% dari tanaman utama, sehingga teknologi ini layak dilakukan

Kata kunci : ratun, produktivitas, nilai tambah

PENDAHULUAN

Untuk mendukung ketahanan pangan pemerintah telah menetapkan target produksi beras nasional sebesar 10 juta ton pada tahun 2014. Hal ini menjadi pemicu dalam penciptaan inovasi pertanian, sekaligus sebagai langkah nyata dalam upaya pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan. Pemanfaatan lahan-lahan sub optimal seperti lahan rawa pasang surut untuk tujuan meningkatkan produksi dan swasembada pangan serta menjadikan lahan rawa sebagai lumbung pangan nasional, terus diupayakan dengan berbagai cara, baik melalui penciptaan inovasi maupun penggalian dan pengembangan kearifan lokal.

kendala-kendala di lahan pasang surut telah dihasilkan, seperti perbaikan sistem tata air, pemberian ameliorasi, dan pengaturan pola tanam (Suriadikarta, 2005). Demikian juga penataan lahan dengan sistem Surjan, terbukti meningkatkan keragaman komoditas yang diusahakan di lahan pasang surut (Irwandi et al., 2011). Inovasi lain adalah dihasilkannya mekanisasi pertanian yang dapat membantu petani dalam memperluas garapan dan intensitas tanam (Alihamsyah 1991), dan dihasilkannya varietas-varietas unggul padi spesifik lahan pasang surut. Tercatat lebih dari 10 varietas unggul padi telah direkomendasikan untuk lahan pasang surut, dan beberapa varietas padi unggul lainnya baik hibrida maupun inbrida termasuk padi tipe baru (PTB), yang direkomendasikan untuk lahan irigasi, juga adaptif di lahan pasang surut (Suprihatno et al., 2007).

Penggalian kearifan lokal juga terus dilakukan di lahan pasang surut, seperti pengembangan pola Sawit-Dupa atau sekali mewiwit dua kali panen. Teknologi ini cukup berkembang di masyarakat dan dapat mempercepat proses pertanaman padi lokal di lahan pasang surut. Saat ini inovasi teknologi usahatani padi sistem Ratun atau singgang atau turiang yang juga berbasis kearifan lokal dalam meningkatkan produktivitas padi di lahan pasang surut terus dikaji dan beberapa hasil penelitian dan kajian banyak dilaporkan.

Tulisan ini merupakan tinjauan terhadap inovasi teknologi padi sistem ratun dalam meningkatkan produksi padi, dan efisiensi dari usahatani padi sistem

13 Edisi 1, Vol 1, November 2013

LITKAJIBANGRAP BULETIN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN

ratun di lahan pasang surut, untuk mendukung ketahanan pangan nasional.

METODOLOGI

Metode yang digunakan dari penulisan ini adalah peninjauan atau review dari hasil- hasil penelitian yang dilakukan terhadap perkembangan inovasi dalam upaya peningkatan produktivitas padi di lahan pasang surut, khususnya inovasi teknologi sistem ratun.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemanpuan Tanaman Padi Menghasilkan Ratun

Secara genetik dilaporkan padi-padi lokal yang memiliki kekerabatan dengan spesies padi liar memiliki sifat ratun dan anakan sekunder. Ratun atau dalam bahasa daerah sering disebut sebagai singgang atau turiang adalah anakan padi yang tumbuh kembali setelah dipanen. Spesies padi liar Oryza perennis Moench adalah nenek moyang dari Oryza sativa L. yang banyak ditemukan di Asia terutama di habitat lahan rawa. Spesies ini memiliki tipe perennial dengan potensi ratun yang tinggi dan mampu menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang banyak (Oka 1974). Demikian juga dengan Oryza minuta, yang jumlah anakan produktifnya dapat mencapai > 50 anakan setelah terbentuk anakan sekunder, sedangkan Oryza nivara dan Oryza glumaepatula mencapai > 20 anakan. Padi jenis ini, pada pertanaman awal jumlah anakannya sedikit, biasanya kurang dari sepuluh, disusul oleh anakan sekunder, sehingga jumlah anakan menjadi banyak (Suhartini et al. 2003).

Pengujian kemampuan beberapa varietas padi berdaya hasil tinggi dalam menghasilkan ratun, telah dilaporkan

Susilawati et al., (2010) terutama terhadap padi-padi unggul nasional, baik dari kelompok hibrida, inbrida maupun padi tipe baru dan semi tipe baru. Dari 30 genotipe padi yang diuji potensi ratunnya di rumah kaca, terdapat 17 genotipe yang mampu menghasilkan ratun tinggi, delapan genotipe menghasilkan ratun sedang dan sisanya menghasilkan ratun rendah (Tabel 1). Kriteria yang digunakan dalam menetukan tingkat potensi ratun adalah kriteria tinggi apabila produksi ratun lebih dari 50% dari produksi tanaman utama, kriteria sedang adalah jika produksi ratun berkisar antara 30%-49% dari produksi tanaman tama dan kriteria rendah adalah produksi ratun 10%-29% dari produksi tanaman utama

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemamputan tanaman utama menghasilkan ratun antara lain vigoritas tunggul setelah panen tanaman utama, tinggi pemotongan saat panen, pemupukan dan penggenangan air. Hasil penelitian Susilawati et al., (2011), menyebutkan bahwa galur-galur padi tipe baru (PTB) dan hibrida memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik dan menghasilkan ratun lebih tinggi dibandingkan padi inbrida, dengan produksi ratun 52,8% - 54,7% dari tanaman utama. Tinggi pemotongan 20 cm nyata meningkatkan hasil ratun varietas Rokan hingga 3,0 t/ha atau 57,2% dari hasil tanaman utama. Pemupukan N baik yang dikombinasikan dengan P maupun K, memberikan nilai karakter pertumbuhan yang sama baiknya, dan lebih baik jika dibandingkan ratun yang dipupuk tanpa N. Ini mengindikasikan bahwa pupuk N mutlak diperlukan pada budidaya ratun. Penggenangan air 2 cm dapat memacu pertumbuhan tunas dan jumlah anakan ratun semua genotipe.

14 Edisi 1, Vol 1, November 2013

LITKAJIBANGRAP BULETIN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN

Tabel 1. Potensi Ratun Beberapa Genotipe Padi Pada Pengujian Rumah Kaca

Kelompok genotipe Genotipe Kriteria Hasil

Hibrida Rokan Tinggi Maro Tinggi Hipa-3 Sedang Hipa-4 Tinggi Hipa-5 Ceva Tinggi Hipa-6 Jete Sedang

Unggul Mekongga Sedang Margasari Sedang

Tipe baru/semi Fatmawati Tinggi

Gilirang Rendah

Cimelati Tinggi

Galur IPB IPB106-F-7-1 Tinggi IPB106-F-8-1 Tinggi

IPB106-7-Dj-47-1 IPB106-F-10-1 Tinggi

IPB106-F-12-1 Sedang Calon PTB padi rawa BP205D-KN-78-1-8 Sedang

B9833C-KA-14 Sedang Sumber : Susilawati et al. (2010)

Budidaya Padi Sistem Ratun Di Lahan Pasang Surut

Budidaya padi sistem ratun yang dilakukan di lahan pasang surut desa Dadahup A-2 kabupaten Kapuas, perlakuan terhadap tanaman utama sama dengan perlakuan usahatani padi unggul umumnya, yaitu : bibit berumur 15-21 hari, dipindah ke lahan atau petakan yang telah diolah dan dikapur dengan dosis 1 t/ha yang diberikan seminggu sebelum tanam. Bibit ditanam dengan jarak tanam 25 x 25 cm, ditanam dua bibit/lubang.

Pupuk anorganik : diberikan dengan dosis 200 kg/ha urea, 150 kg/ha SP36 dan

100 kg/ha KCl (sesuai rekomendasi setempat). Pupuk diberikan dua kali : saat awal tanam (1/2 urea dan semua dosis SP- 36 dan KCl). Sisanya (1/2 dosis urea diberikan pada saat 4 mst). Untuk ratun panen dilakukan saat matang fisiologis dengan tinggi pemotongan 20 cm dari permukaan tanah (Gambar 1).

Pada hari kedua setelah panen, sisa tanaman digenangi air dengan ketinggian 2-5 cm dari permukaan tanah. Pupuk diberikan pada hari kelima setelah panen tanaman utama, dengan dosis ½ dari dosis pupuk N pada tanaman utama.

15 Edisi 1, Vol 1, November 2013

LITKAJIBANGRAP BULETIN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN

Gambar 1. Pertumbuhan tanaman ratun setelah dilakukan pemotongan

Tingkat produktivitas yang dihasilkan berbeda-beda, yaitu berkisar antara 40%- 60% dari tanaman utama. Hasil kajian ini menyatakan bahwa produktivitas ratun padi hibrida lebih tinggi dibandingkan inbrida. Hal ini erat hubungannya dengan vigoritas padi hibrida yang lebih tinggi dibandingkan inbrida, dan secara genetik sifat hibrida melebihi tetuanya (Satoto et al. 2009). Selain itu karakteristik varietas hibrida adalah mampu mempertahankan tanamannya tetap hijau setelah panen tanaman utama (McCauley et al. 2006). Ini mengindikasikan bahwa peluang pe-

ngembangan varietas hibrida dengan sistem ratun tidak hanya mampu me- ningkatkan produksi dengan sekali tanam dan dua kali panen, tetapi mampu menekan kebutuhan benih untuk dua kali panen. (Gambar 2). Saat ini rata-rata produktivitas padi unggul di lahan pasang surut tidak setinggi di lahan irigasi yaitu hanya berkisar 3,5-4,2 t/ha, tetapi dengan tambahan produksi ratun, maka produksi padi dapat mencapai 5,0-6,3 t/ha atau setara dengan produktivitas padi di lahan optimal atau lahan irigasi (Susilawati, 2012)

Gambar 2. Perkembangan Ratun Varietas Hibrida di Lahan Pasang Surut

Keuntungan dan Rekomendasi Usahatani Padi-Ratun

Keuntungan dari penerapan budidaya padi sistem ratun adalah : 1) biaya produksi lebih murah, 2) karena tidak ada biaya pengolahan tanah dan

tanam, pupuk yang diperlukan lebih sedikit dibandingkan tanaman utama, yaitu hanya setengah dari dosis tanaman utama dan dapat diberikan hanya urea saja, 3) umur lebih pendek yaitu berkisar antara 40-45 hari setelah panen tanaman utama, 4) hasil dapat mencapai 40%-60% dari tanaman

16 Edisi 1, Vol 1, November 2013

LITKAJIBANGRAP BULETIN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN

utama atau produksi yang bervariasi antara 0,7-5,6 t/ha, 5) meningkatkan produktivitas padi per musim tanam, 6) meningkatkan indeks panen per musim tanam dari sekali menjadi dua kali panen per musim.

Rekomendasi teknologi pada usahatani padi sistem ratun di lahan pasang surut adalah : 1) pengaturan waktu panen tanaman utama, yaitu ketika masak fisiologis, 2) tinggi pemotongan 20 cm dari permukaan tanah, 3) pemberian air 2-5 cm dari permukaan tanah dan 4) pemupukan dengan dosis 50% urea dari rekomendasi tanaman utama (Susilawati et al., 2012).

KESIMPULAN DAN SARAN Tingkat produktivitas padi yang

rendah di lahan pasang surut dapat ditingkatkan melalui budidaya padi sistem ratun, yaitu anakan padi yang tumbuh kembali setelah dipanen. Produktivitas ratun berkisar antara 40%-60% dari tanaman yang utama diperoleh dengan waktu pemeliharaan ratun selama 40-45 hari setelah panen tanaman utama.

Rekomendasi teknologi usahatani padi sistem ratun di lahan pasang surut adalah: 1) pengaturan waktu panen tanaman utama, yaitu ketika masak fisiologis, 2) tinggi pemotongan 20 cm dari permukaan tanah, 3) pemberian air 2-5 cm dari permukaan tanah dan 4) pemupukan dengan dosis 50% urea dari rekomendasi tanaman utama.

DAFTAR PUSTAKA

Alihamsyah, T. 1991. Analisis Biaya dan Penggunaan Alat dan Mesin Pertanian dalam Suatu Usahatani. Dalam Kumpulan Materi Latihan Peningkatan Keterampilan Pelaksanaan Penelitian Pengembangan Sistem Usahatani. Proyek Penelitian Pertanian Lahan Dan Rawa (SWAMP-II) P.108-17.

D. Irwandi., Masganti, Susilawati. 2011. Pengkajian Sistem Usahatani Padi- Jeruk Di Lahan Pasang Surut Dadahup A-2. J.Pengkajian dan

Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol : 14 (2).

McCauley N, Turner FT, Way MO, Vawter LJ. 2006. Hybrid Ratoon management. RiceTech.

Oka HI. 1974. Experimental studies on the origin of cultivated rice. Di dalam : Symposium on Origin of Cultivated Plants: XIII International Congress of Genetics. http://www.genetics.org. hlm 475-486 [Diunduh : 7 September 2013].

Satoto, Sutaryo B, Suprihatno B. 2009. Prospek pengembangan varietas padi hibrida. BB Padi Online [Diunduh 2 September 2013].

Suhartini T, Somantri IH, Abdullah B. 2003. Rejuvenasi dan karakterisasi plasma nutfah spesies padi liar. Buletin Plasma Nutfah 9(1): 16–25.

Suriadikarta DA. 2005. Pengelolaan lahan sulfat masam untuk usaha pertanian. J Litbang Pertanian, 24(1): 36-45.

Susilawati., B.S. Purwoko, H. Aswidinnoor dan E. Santosa. 2010. Penampilan Varietas dan Galur Padi Tipe Baru Indonesia dalam Sistem Ratun. J. Agron. Indonesia (Indonesian Journal Of Agronomy). Vol : 38(3).

Susilawati. 2011. Teknologi Dua Kali Panen Semusim dengan Sistem Ratun – Padi di Lahan Pasang Surut. Prosiding Seminar Nasional PPRN- BBSDLP

Susilawati., B.S. Purwoko. 2011. Pengujian Varietas dan Dosis Pupuk Setelah Panen Untuk Meningkatkan Potensi Ratun-Padi Di Sawah Pasang Surut J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol : 12(1).

17 Edisi 1, Vol 1, November 2013

LITKAJIBANGRAP BULETIN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN

Susilawati., B.S. Purwoko, H. Aswidinnoor dan E. Santosa. 2012. Tingkat Produksi Ratun berdasarkan Tinggi Pemotongan Batang Padi Sawah Saat Panen. J. Agron. Indonesia (Indonesian Journal Of Agronomy). Vol : 40(1).

Susilawati., B.S. Purwoko, H. Aswidinnoor dan E. Santosa. 2012. Peran Hara N, P dan K pada

Pertumbuhan dan Perkembangan Ratun Lima Genotipe Padi. J. Agron. Indonesia (Indonesian Journal Of Agronomy). Vol : 40(3).

Suprihatno B, et al. 2007. Deskripsi Varietas Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Padi. Sukamandi.

TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI PTT PADI DAN PENDAMPINGAN SL-PTT

DI KALIMANTAN TENGAH

Suriansyah dan Susilawati

ABSTRAK Kalimantan Tengah berpotensi

besar menjadi salah satu pemasok beras nasional karena mempunyai potensi lahan yang luas untuk budidaya padi. Strategi pemanfaatan potensi sumberdaya lahan di Kalimantan Tengah untuk pe- ngembangan padi secara lebih operasional adalah melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Salah satu bentuk pengawalan adalah berupa display varietas dan demfarm padi varietas unggul. Pada lahan rawa pasang surut/rawa lebak melalui pengawalan ini telah diadopsi beberapa varietas unggul baru, yaitu: Inpara 1, 2, 3, 4, 5 Inpari 1, 2, 3, 4, 7, 9, 11, 13, Situbagendit dan Limboto. Hasil panen demfarm di sawah rawa pasang surut di desa Kumai Seberang Kabupaten Kotawaringin Barat, varietas Inpara 2 menghasilkan 6,2 t/ha dan Inpara 3 menghasilkan 5,0 t/ha GKG. Varietas Limboto di Balanti Siam Kabupaten Kapuas menghasilkan 6,7 ton/ha. Demfarm pada sawah irigasi di Desa Garunggung Kabupaten Barito Timur varietas Inpari 10 menghasilkan 5,5 t/ha dan Inpari 13 menghasilkan 5,3 t/ha GKG. Kata kunci: teknologi, padi, SL-PTT, Kalimantan Tengah

PENDAHULUAN

Padi merupakan komoditas strategis karena sebagian besar penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan utama dan sebagian lainnya memanfaatkannya sebagai bahan olahan. Keberhasilan meningkatkan produksi padi secara nasional akan memberikan arti penting bagi ketahanan pangan nasional. Diharapkan keberhasilan tersebut juga akan meningkatkan kesejahteraan petani.

Kalimantan Tengah berpotensi besar menjadi salah satu pemasok beras nasional karena mempunyai potensi lahan yang luas untuk budidaya padi. Potensi lahan pertanian di Kalimantan Tengah seluas 4.857.471 ha yang terdiri dari lahan rawa pasang surut/lebak, lahan sawah irigasi dan lahan kering, yang eksis saat ini lahan sawah baru 130.000 – 200.000 ha, lahan kering/ladang 75.000 – 150.000 ha dan lahan hortikultura 55.000 – 125.000 ha.

Permasalahan yang dapat mengganggu pencapaian peningkatan produksi beras nasional di kalimantan Tengah seperti laju alih fungsi lahan pertanian potensial, pelandaian produksi padi, rendahnya minat taruna tani dan gangguan produksi padi akibat pengaruh