Bagian ini akan membahas hasil pengolahan data yang...
Transcript of Bagian ini akan membahas hasil pengolahan data yang...
BAB V
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Bagian ini akan membahas hasil pengolahan data yang dikete
ngahkan pada BAB IV. Bahasan ini merupakan penafsiran peneliti tentang
hasil pengolahan data tersebut untuk memperoleh gambaran yang lebih
mendalam tentang kaitan antara temuan penelit ian dengan variabel-
variabel lain. Pembahasan ini juga d imaksudkan untuk mengkaji faktor-
faktor yang mungkin kontributif terhadap temuan penelit ian ini.
A. SBB Pembelajar Bahasa Indonesia sebagai BA
Pertanyaan pertama yang menjadi kepedul ian dari penelit ian ini
adalah "Strategi belajar apa yang digunakan mahasiswa yang belajar
bahasa Indonesia sebagai BA?" Data menunjukkan bahwa dari keenam
deskriptor SBB yang diliput dalam SILL, intensitas penggunaan deskriptor
SBB yang paling tinggi yaitu dalam penggunaan strategi kompensasi ,
sedangkan intensitas penggunaan deskriptor SBB yang terendah ialah
dalam strategi mengingat.
Esensi pokok dari strategi kompensasi yang dicakup dalam
instrumen penelit ian ini meliputi penerkaan makna dari konteks, antisipasi
yang akan diutarakan orang lain, penggunaan isyarat dengan gerak tubuh
atau pengalihan ke bahasa ibu, dan penggunaan berbagai cara sepert i
penggunaan sinonim untuk mengutarakan gagasan. Strategi ini
cenderung bersifat universal dan mudah digunakan oleh pembelajar
bahasa dari berbagai t ingkatan. Oleh karena itu, pantaslah apabila
451
strategi ini merupakan strategi yang paling tinggi f rekuensi penggu
naannya.
Hasil wawancara menunjukkan minat yang tinggi da lam
penggunaan strategi-strategi tersebut di antara pembelajar bahasa
Indonesia sebagai BA. Misalnya, Yohanes, salah seorang responden yang
diwawancarai yang TKB-nya termasuk tingkat LANJUTAN, menggunakan
strategi kompensasi sepert i mengerutkan kening tatkala t idak mengert i .
Dia berkali-kali melakukan hal seperti itu tatkala diwawancarai . Anastasia,
responden yang termasuk kelompok tingkat PEMULA menggunakan
isyarat dengan menggunakan intonasi dalam mengajukan pertanyaan.
Strategi kompensasi lainnya yang digunakan Yohanes yaitu beralih ke
bahasa ibu tatakala sedang berbicara dalam bahasa target. Ketika
diwawancarai oleh peneliti, dia menggunakan kata dari bahasa Inggris.
Karena t idak mengetahui kata to describe dalam bahasa Indonesia, dia
menggunakan kata dari bahasanya sendiri dengan mengatakan " . . lebih
banyak kata yah untuk describe." Wal len, pembelajar yang termasuk
kategori t ingkat M E N E N G A H sering sekali beralih ke bahasa Inggris
ketika berbicara. Anastasia, salah seorang responden dari kelompok
tingkat PEMULA, juga sering menggunakan strategi ini. Misalnya tatkala
dia menyatakan pendapatnya tentang harapannya agar guru senant iasa
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar da lam
mengajar, dia mengatakan "Walaupun kadang-kadang tidak mengerti
kalau guru berbahasa Indonesia tetapi belakang (maksudnya setelah itu)
akan mengerti."
Strategi penerkaan oleh Oxford (1990) d imasukkan ke da lam
strategi kompensasi , yang dalam beberapa studi yang di laporkannya,
4S2
yaitu studi yang di lakukan Grandage (1986), Papalia dan Zampogna
(1977), dan Mc Donough dan McNemey (1986), strategi ini d igunakan
dalam menyimak pemahaman, membaca pemahaman, dan pembelajaran
kosa-kata. Dalam hal penggunaan strategi penerkaan gagasan pokok dari
konteks, temuan mereka sejalan dengan temuan penelitian ini.
Persentase intensitas penggunaan strategi ini t inggi sekali. Lebih dari 8 5 %
responden yang di jadikan sampel dalam penelit ian ini sering sekait a tau
bahkan selalu menggunakan strategi ini. Oleh Canale (dalam Richards
dan Schmidt 1983) strategi ini dikategorisasikan sebagai BAgian dari
strategic competence yang berfungsi untuk menghindari ketidak-lancaran
dalam berkomunikasi karena keterbatasan pengetahuan dalam bahasa
target dan untuk menciptakan keefektifan komunikasi itu sendiri.
Deskriptor SBB yang intensitas penggunaannya paling rendah
yaitu strategi mengingat. Esensi pokok dari strategi ini yang diliput dalam
instrumen penelit ian ini yaitu menghubungkan materi baru dengan mater i
yang telah dikuasai, menggunakan kata dalam kalimat, menghubungkan
bunyi kata baru dengan bunyi kata yang telah diketahuinya, menyena-
raikan kata-kata yang telah diketahui untuk dihubungkan dengan kata
baru, menggunakan flashcards, dan memperagakan kata baru.
Strategi mengingat memang termasuk strategi yang kurang diminati
oleh pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA. Pertama yaitu karena
strategi ini memang akan dirasakan kurang bermakna apabila t idak
didukung oleh pendekatan pengajaran bahasa mutakhir seperti
pendekatan komunikat i f yang lebih menonjolkan penggunaan bahasa
daripada penghafalan kaidah-kaidah atau ungkapan-ungkapan bahasa.
Dalam hal pembelajaran bahasa Indonesia, strategi menghubungkan
453
bunyi kata yang telah diketahui dengan bunyi kata baru t idak sepent ing
dalam pembelajaran bahasa Inggris karena bahasa Indonesia merupakan
bahasa fonetis yang ujarannya hampir keseluruhannya d i lambangkan
dengan huruf secara konsisten. Kira-kira 76,92% responden menyatakan
secara eksplisit bahwa mempelajari pengucapan bahasa Indonesia t idak
sulit karena ejaan dengan pelafalannya sama.
Penggunaan flashcards, yaitu salah satu indikator strategi
mengingat, intensitasnya sangat rendah. Ronny, salah seorang responden
yang termasuk kategori tingkat PEMULA menyatakan bahwa dia t idak
pernah menggunakan kartu kosa-kata untuk mengingat kata baru akan
tetapi dia mencoba menyenaraikan kata-kata baru tersebut secara
alfabetis. Pada waktu diwawancarai bahkan dia memperl ihatkan daftar
kata yang dibuatnya itu. Akan tetapi, dia berpendapat bahwa cara tersebut
tidak menunjangnya dalam mengingat kata baru. Bahkan sebaliknya,
setelah kata-kata yang ditulisnya itu dipelajarinya, tatkala akan
digunakannya, kata-kata tersebut malah t idak ada dalam ingatannya. Jadi,
menurut pendapatnya, dalam mengingat kata baru, yang paling efekti f
yaitu dengan jalan menggunakannya dalam kalimat, apakah dalam
wacana lisan maupun tertulis. Rendahnya intensitas penggunaan
flashcards mungkin karena strategi ini dipandang mengambi l wak tu yang / /
banyak dalam penyiapan dan penggunaannya.
Pemeragaan kata baru atau acting out the new word juga
intensitasnya rendah. Rendahnya intensitas penggunaan strategi ini
tampaknya lebih cenderung karena pembelajar bahasa Indonesia sebagai
BA yang dijadikan sampel dalam penelit ian ini kesemuanya orang dewasa
sehingga acting-out seolah-olah dirasakan kurang cocok di laksanakan di
454
kelas maupun di luar kelas. Beberapa orang yang diwawancarai
berpendapat bahwa yang terpenting dalam belajar bahasa ialah unsur
kebermaknaan. Oleh karena itu, strategi acting-out ini tidak begitu disukai
karena dipandang hanya bisa di lakukan untuk kata-kata yang elementer
dan hanya untuk kata-kata yang memungkinkan untuk d iperagakan.
Untuk kata-kata yang abstrak, misalnya, strategi ini sangat sulit d i lakukan.
Mungkin indikator strategi ini hanya cocok untuk pembelajar bahasa
tingkat pemula. Akan tetapi ini sangat tergantung pada bagaimana
seseorang dapat memanfaatkannya. Strategi ini sebenarnya dapat
bermakna apabila siswa dapat menggunakannya secara tepat. Misalnya
j ika strategi ini d i lakukan dengan menggunakan metode total physical
response. Dalam hal inilah diperlukannya pengarahan dari guru agar
siswa dapat memanfaatkan strategi ini semaksimal mungkin. Dengan
demikian, rendahnya penggunaan strategi ini mungkin karena siswa t idak
begitu memahami pemanfaatan dari strategi ini.
Dari empat puluh butir indikator SBB yang diliput dalam SILL,
intensitas penggunaan setiap indikatornya beraneka. Pada bagian ini
akan diketengahkan butir indikator SBB yang intensitas penggunaannya
paling tinggi dan butir indikator yang intensitas penggunaannya paling
rendah. Indikator SBB yang dinyatakan intensitasnya tinggi yaitu yang
digunakan secara rata-rata oleh responden di atas 80%, sedangkan yang
dipandang termasuk rendah yaitu yang intensitas penggunaannya di
bawah 50%.
Dengan demikian, indikator SBB yang diliput dalam SILL, yang
intensitas penggunaannya di atas 8 0 % secara berurutan mulai dari yang
tertinggi intensitasnya yaitu butir 16, 39, 2 1 , 17, 18, 1 1 , 36, dan 24.
455
Indikator SBB butir 16 yang berbunyi 7 use reference matenals such as
gfossaries or dictionaries to help me use the new language" merupakan
indikator SBB yang intensitas penggunaannya paling t inggi. Sewaktu
peneliti melakukan observasi langsung ke kelas-kelas yang di jadikan
sampel penelit ian, di setiap kelas yang diobservasi, strategi ini terl ihat
sekali penggunaannya. Hampir semua mahasiswa pembelajar bahasa
Indonesia membawa kamus ke kelas dan setiap waktu terlihat para
mahasiswa menggunakannya tatkala mereka menemukan kata yang tidak
dipahaminya, baik sewaktu membaca buku pelajaran maupun sewaktu
menyimak gurunya yang sedang menerangkan pelajaran dengan
menggunakan bahasa Indonesia.
Kemudian, strategi yang juga termasuk tinggi intensitas penggu
naannya adalah strategi butir 39 yaitu yang berbunyi 7 try to leam about
the culture of the place where the new language is spoken." Penggunaan
strategi ini cukup tinggi karena memang dalam program pengajaran di La
Trobe dan Deakin University ada program ekstra kurikuler tentang
pengenalan budaya Indonesia. Misalnya, di La Trobe University sebulan
sekali guru mengadakan kegiatan yang disebut Indonesian Night. Dalam
acara tersebut para siswa dibawa ke restoran Indonesia untuk mengenal
makanan-makanan Indonesia sambi l mempelajari budaya Indonesia
sedangkan di Deakin University ada program yang disebut in country
training. Program tersebut merupakan kerjasama antara Deakin University
dengan IKIP Bandung dan IKIP Yogyakarta. Dalam program tersebut,
mahasiswa diberi kesempatan untuk mendapat pengalaman belajar di
Indonesia selama satu bulan dengan sedikit mendapat subsaidi dari
universitasnya.
456
Selanjutnya, butir yang intensitas penggunaannya t inggi yaitu
intensitas penggunaan butir 21 yang berbunyi "When i don't understand a
word I read or hear, I guess the general meaning by using any clue I can
find for example clues from the context or situation." Teknik ini merupakan
teknik yang cukup efisien, dalam artian tidak terlalu mengambi l banyak
waktu dan tidak terlalu merepotkan seperti halnya membuka kamus.
Responden yang diwawancarai dari mulai t ingkat PEMULA hingga t ingkat
LANJUTAN kesemuanya sering atau bahkan selalu menggunakan strategi
ini, baik da lam mencoba memahami wacana lisan maupun wacana
tertulis.
Butir berikutnya adalan butir 17 yang berbunyi 7 take notes in the
class in the new language." Penggunaan strategi ini memang t idak
setinggi penggunaan strategi butir 21 yaitu menerka makna dari konteks
akan tetapi intensitasnya masih termasuk cukup tinggi. Sebanyak 80 ,3%
dari keseluruhan jumlah sampel menyatakan bahwa mereka sering atau
bahkan selalu mencatat dalam bahasa target. Tampaknya, kegiatan ini
merupakan kegiatan yang dapat dimanfaatkan siswa untuk melatih dir inya
dalam mentranfer informasi yang disimaknya dalam bahasa target
sekaligus mengapl ikasikannya untuk melatih dirinya dalam menul is
dengan menggunakan bahasa target. Disamping itu, mencatat pelajaran
dengan menggunakan bahasa target cebderung lebih mudah karena
siswa t idak perlu berpikir lagi untuk mengalihkannya ke dalam bahasa
sendiri.
Indikator yang kelima yang sering digunakan yaitu indikator SBB
butir 18 yang berbunyi 7 find the meaning of a word by dividing the words
into parts which I understand." Beberapa orang yang diwawancarai
457
menyatakan bahwa untuk memahami bahasa Indonesia, mereka lebih
cepat memahami kata dasarnya daripada kata yang ber imbuhan.
Kassandra, yaitu responden yang TKB-nya termasuk kategori t ingkat
M E N E N G A H menyatakan bahwa baginya lebih mudah memahami
wacana lisan daripada wacana tulis karena dalam bercakap-cakap, orang
keseringannya menggunakan kata dasar.
Butir 11 berbuny i " / read a story or dialogue several times until I can
understand it." Responden pembelajar bahasa Indonesia pada umumnya
ju jur terhadap dirinya. Mereka pada umumnya tidak pernah berpura-pura
mengerti tatkala mereka tidak mengerti. Misalnya, dalam wawancara,
semua responden yang diwawancarai apabila tidak memahami kata yang
digunakan penelit i, mereka akan langsung menanyakan arti kata tersebut.
Dengan demikian, dalam memahami wacana tulis tentu saja mereka akan
mencoba memahami wacana tersebut hingga benar-benar memahaminya.
Butir 36 berbunyi "lf I do not understand I ask the speaker to slow
down, repeat, or clarify what was said." Data menunjukkan bahwa strategi
ini d igunakan oleh semua responden yang diwawancarai . Responden
pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA memang hidup da lam
l ingkungan yang budaya keterus-terangan di tanamkan sejak keci l .
Pengaruh budaya ini terlihat jelas dalam penggunaan strategi ini.
Keterjadian penggunaan strategi ini ditemukan baik dalam wawancara
maupun dalam observasi . Dalam wawancara dengan penelit i dan juga
tatkala menyimak gurunya di kelas, mereka tidak segan-segan meminta
guru atau peneliti untuk berbicara agak lambat atau mengulangi
pernyatannya, atau meminta penjelasan tentang hal-hal yang dikatakan
guru atau peneliti tersebut apabila hal tersebut belum jelas bagi mereka.
45S
Bahkan kadang-kadang mahasiswa tidak segan-segan menentang
pendapat gurunya secara argumentatif.
Butir yang terakhir dari kelompok yang intensitas penggunaannya
t inggi yaitu butir 24 yang berbunyi "When I cannot think of the correct
expression to say or write, I find a different way to express the idea."
Strategi ini banyak digunakan oleh responden yang diwawancarai mulai
dari responden tingkat PEMULA hingga t ingkat LANJUTAN. Diana,
responden yang termasuk kelompok tingkat PEMULA, menggunakan
sebuah kata bahasa Inggris tatkala dia tidak mengetahui kata ago dalam
bahasa Indonesia. Tatkala dia akan mengatakan bahwa dia pernah
belajar bahasa Indonesia tiga puluh tahun lalu dia mengatakan "Ehm, ....
tiga puluh tahu ago, saya belajar bahasa Indonesia di Universitet
Melbourne." Lorina menggunakan kata out loud tatkala dia t idak tahu kata
membaca nyaring. Dia mengatakan bahwa untuk berlatih pelafalan, dia
menyatakan bahwa dia berlatih membaca nyaring di rumah dengan
mengatakan "Ada di rumah saya, saya membaca out loud." Natalia,
responden yang skor TBIBA-nya paling tinggi, mencoba mencari kata
yang bunyinya berdekatan dengan kata yang ingin diutarakannya itu tetapi
pemil ihan katanya tidak j i tu. Dia menggunakan kata pelacur langit untuk
kata pencakar langit. Dia berkata bahwa "Aneh sekali karena masih
kampung tapi tidak ada langit pelacur" {maksudnya pencakar langit.
Natalia juga sering menyel ipkan kata-kata bahasa Inggris tatkala
diwawancarai .
Jadi, strategi yang cenderung paling sering digunakan oleh
pembefajar bahasa Indonesia sebagai BA ialah:
1. menggunakan buku rujukan seperti kamus;
459
2. mempelajari budaya bahasa target;
3. menerka gagasan pokok dari konteks;
4. mencatat pelajaran da lam bahasa target;
5. memenggal kata ke dalam suku kata yang dipahami;
6. membaca ceri tera/percakapan secara berulang-ulang hingga
memahaminya;
7. meminta lawan bicara untuk berbicara agak lambat atau untuk
mengulangi perkataannya; dan
8. menggunakan cara atau ungkapan lain untuk menyatakan gagasan.
Indikator SBB yang intensitas penggunaannya paling rendah ialah
intensitas penggunaan yang di bawah 50%. Jadi, indikator SBB yang
termasuk da lam kategori ini dari yang terendah secara berurutan sebagai
berikut: butir 35, 06, 04, 05, 14, dan 25. Butir 35 yang merupakan
indikator SBB dalam SILL yang intensitas penggunaannya paling rendah
berbunyi 7 keep a private diary orjoumal where I write my feelings about
language leaming." Sebagaimana diketengahkan pada bab sebelumnya,
dari 56 orang responden yang dil ibatkan dalam penelitian ini, hanya satu
orang yang menyatakan bahwa dia selalu melakukan kegiatan ini dan
tidak seorang pun yang menyatakan bahwa dia sering mencatat
perasaannya di buku harian. Bahkan 50 orang responden atau 89,29%,
menyatakan bahwa mereka t idak pernah melakukan kegiatan tersebut.
Butir ini termasuk strategi afektif. Secara keseluruhan strategi ini
merupakan strategi yang intensitas penggunaannya rendah juga setelah
strategi mengingat. A d a berbagai kemungkinan yang menyebabkan
intensitas penggunaan strategi ini rendah. Salah satunya, mungkin karena
diary biasanya d ipandang sebagai tempat untuk mencatatkan kegiatan
460
tentang segala kejadian yang terjadi sehari-hari yang biasanya berkaitan
dengan segala aspek kehidupan dan bukan untuk hal-haf akademis.
Kalaupun ada guru yang mencoba mendorong siswanya untuk melakukan
kegiatan ini, biasanya hanya menyentuh siswa-siswa yang serius. Jadi,
pantaslah j ika penggunaan strategi ini rendah.
Kemudian, butir 06 yang berbunyi 7 physica/ly act out the new
word" juga termasuk indikator SBB yang intensitas penggunaannya
rendah. Pada bagian sebelumnya telah d ikemukakan beberapa
kemungkinan mengapa strategi ini intensitas penggunaannya rendah.
Selanjutnya, butir yang intensitas penggunaannya rendah juga yaitu
butir 04 yang berbunyi 7 list all the other words I know that are related to
the new words and draw lines to show retationships." Kegiatan ini hampir
serupa dengan penggunaan strategi butir 05 yang intensitas penggu
naannya juga rendah yaitu yang berbunyi 7 use flashcards with the new
word on one saide and the definition or other information on the other."
Alasan rendahnya intensitas penggunaan butir ini telah dibahas pada
bagian sebelumnya. Pada dasarnya, kebanyakan responden menyatakan
bahwa menul iskan kata-kata baru di luar konteks dan t idak bermakna
kurang efisien karena j ika kata baru itu dipelajari tanpa digunakan secara
bermakna, kata-kata tersebut akan mudah di lupakan.
Indikator selanjutnya yang juga intensitas penggunaannya rendah
yaitu butir 14 yang berbunyi 7 read for pleasure 'm the new language."
Hanya dua orang responden yang mengaku selalu melakukan kegiatan
ini. Devy, responden dari keompok yang TKB-nya termasuk kriteria
SEDANG, senang membaca ceritera pendek terutama di hari-hari libur.
Akan tetapi t idak banyak respponden yang mengaku suka membaca
461
novel yang berbahasa Indonesia. Salah satu penyebabnya kemungk inan
adalah kurangnya buku-buku yang ditulis dalam bahasa target yang bisa
di jadikan rujukan atau acuan dalam pengembangan keterampi lan
berbahasa. Misalnya, buku-buku novel Indonesia tidak mudah didapat
kecuali yang ada di perpustakaan mereka. Kalaupun ada di toko buku ,
harganya memang mahal. Lagipula, toko yang menjual buku-buku yang
berbahasa Indonesia t idak banyak. Akibatnya, kesempatan untuk
memperoleh pajanan terhadap bahasa target t idak memadai karenanya.
Kemungkinan lainnya yaitu karena tingkat kemahiran berbahasa mereka
masih rendah. Pembelajar bahasa Indonesia di kedua universitas ini t idak
khusus belajar bahasa Indonesia akan tetapi merupakan keterampi lan
tambahan. Dalam istilah mereka yaitu double degree.
Butir 25 berbunyi 7 preview the language lesson to get a general
idea of what rt is about. how tt /s organized, and how it relates to what I
already know." Intensitas penggunaan strategi ini t idak terlalu rendah.
Sallyna, responden yang termasuk kelompok t ingkat M E N E N G A H
menyatakan bahwa dia t idak suka melakukan hal ini di luar kelas. Dia
selalu berusaha untuk belajar sebisanya di kelas dan tidak belajar lagi di
luar kelas. Dia tidak belajar lagi di luar kelas mungkin karena ju rusan
utama dia adalah bussiness sehingga dia mampunya! banyak tugas lain
yang harus dikerjakannya selain bahasa Indonesia. Sebenarnya, Sal lyna
merupakan responden yang cukup potensial. Kalaulah dia mampunya i
cukup waktu untuk belajar di luar kelas, mungkin kemahi ran
berbahasanya akan lebih baik daripada yang didapatnya sekarang.
Jadi strategi-strategi yang paling jarang digunakan oleh pembelajar
bahasa Indonesia sebagai BA dalam sampel penelit ian ini ialah:
462
1. mencatat perasaan sendiri tentang belajar bahasa;
2. memperagakan kata baru;
3. menyenaraikan kata yang telah diketahui untuk dihubungkan dengan
kata baru;
4. menggunakan f lashcards untuk mengingat kata baru;
5. membaca buku yang berbahasa target sebagai hobi; dan
6. mengkaji-ulang pelajaran untuk melihat organisasi bahan, memperoleh
gagasan pokok dan menemukan kaitannya dengan pelajaran
sebelumnya.
B. SBB Pembelajar Bahasa Inggris sebagai BA
Pertanyaan yang kedua dari penelitian ini yaitu "Strategi belajar
apa yang digunakan mahasiswa pembelajar bahasa Inggris sebagai
BA?" Secara kuantitatif, data menunjukkan bahwa dari keenam
deskriptor SBB yang diliput dalam ISBB, deskriptor yang intensitas
penggunaannya paling tinggi dan yang paling rendah keadaannya sama
dengan intensitas penggunaan SBB oleh pembelajar bahasa Indonesia
sebagai BA. Intensitas yang tertinggi yang digunakan pembelajar bahasa
Inggris sebagai BA juga dalam penggunaan strategi kompensasi dan
yang terendah ialah dalam penggunaan strategi mengingat. Temuan ini
sejalan dengan temuan penelit ian yang di lakukan Lo Castro (1994) yaitu
yang mengungkapkan bahwa strategi-strategi yang sama sekali t idak
digunakan oleh respondennya yaitu strategi-strategi yang berkaitan
dengan strategi mengingat.
Esensi pokok dari starategi kompensasi yang diliput dalam ISBB
yaitu menerka makna dari konteks, menggunakan isyarat dengan
463
menggerakkan anggota badan, menciptakan kata baru dalam bahasa
target, membaca wacana yang berbahasa terget tanpa melihat setiap
makna kata dalam kamus, mencoba menerka hal yang akan dikatakan
lawan bicara, dan menggunakan kata atau frase lain yang kira-kira
maknanya sama. Tampaknya memang strategi-strategi ini bersifat
universal karena mudah di lakukan oleh pembelajar bahasa dari segala
t ingkatan, dari t ingkat pemula hingga tingkat lanjutan. Data menunjukkan
bahwa strategi kompensasi ini merupakan strategi yang intensitas
penggunaannya paling tinggi di antara keenam deskriptor SBB yang
digunakan oleh pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dan bahasa
Ingris sebagai BA.
Dalam wawancara, strategi ini terlihat sekali intensitas
penggunaannya. Responden-responden yang diwawancarai sering sekali
menggunakan strategi ini. Misalnya, Wahyu , responden yang termasuk
kelompok t ingkat MENENGAH beberapa kali menggunakan kata lain
untuk mengungkapkan gagasannya. Tatkala peneliti bertanya apakah dia
suka menggunakan kata dalam kalimat untuk mengingat kata baru, dia
menjawab "lt is sometimes I make eh.... inovation..." (maksudnya
membuat kalimat dengan menggunakan kata baru). Nugraha, yang juga
dari kelompok t ingkat MENENGAH mengaku bahwa j ika dia ingin
mengutarakan sesuatu dalam bahasa target, akan tetapi dia lupa kata
yang akan digunakannya itu maka dia menggunakan isyarat, begitu juga
Wahyu. Hani, reponden dari kelompok t ingkat ini, sering menggambar
sesuatu untuk mengutarakan gagasannya tatkala dia berbicara dengan
orang asing yang dijumpainya di Pangandaran. Tak ada seorang pun dari
responden pembelajar bahasa Inggris sebagai BA yang tidak pernah
464
menggunakan bahasa isyarat atau t idak menggunakan kata atau f rase
lain untuk mengemukakan gagasan.
Intensitas yang paling jarang digunakan oleh pembelajar bahasa
Inggris sebagai BA yaitu dalam penggunaan strategi mengingat. Esensi
pokok dari strategi mengingat yang diliput dalam ISBB yaitu
menghubungkan materi baru dengan materi sebelumnya, menggunakan
kata baru dalam kalimat, membayangkan bentuk atau gambar dari kata
baru, membayangkan kata dalam sebuah situasi, mengasosiasikan bunyi
kata baru dengan kata lain dalam bahasa sendiri, menggunakan
flashcards, memperagakan kata, mempelajari kembali pelajaran baru, dan
mengingat kata baru dengan mengingat lokasi kata tersebut dalam buku
atau pada tanda-tanda jalan.
Hal yang paling menonjol dari intensitas penggunaan sembi lan butir
indikator strategi mengingat ini oleh pembelajar bahasa Inggris sebagai
BA yaitu bahwa kebanyakan responden yang diwawancarai mengakui
bahwa mereka jarang mengutang pelajaran baru yang diberikan guru di
kelas. Mereka mengakui bahwa mereka hanya belajar j ika akan
menghadapi tes, terutama sebelum ujian tengah semester (UTS) atau
ujian akhir semester (UAS). Keadaan ini perlu mendapat pemikiran yang
serius karena kebiasaan seperti ini t idak menunjang peningkatan
kemampuan siswa dalam belajar apapun. Dari sisi guru, guru hendaknya
mengintrospeksi diri dalam cara mengajarnya. Apakah guru telah
berupaya menciptakan kegiatan yang kondusif akan keterjadian strategi
ini dalam proses mengajarnya? Berdasarkan informasi yang didapat dari
kelas-kelas yang diobservasi , dan juga berdasarkan pengakuan reponden
dalam wawancara, kebanyakan responden menyatakan bahwa
465
kebanyakan dosen tidak memberi tugas. Kalaupun ada dosen yang
memberi tugas, keseringannya tugas tersebut t idak diperiksa atau diberi
umpan balik. Salah seorang dosen menyatakan bahwa dia bukan t idak
mengetahui bahwa salah satu cara untuk mendorong siswa agar belajar di
luar kelas yaitu dengan memberi tugas. Akan tetapi, pemberian umpan
balik secara individual memang sulit d i laksanakan karena jumlah
mahasiswanya terlalu banyak. Jumlah siswa dalam satu kelas antara 30
sampai 70 orang. Misalnya, dalam pelajaran writing yang paling ideal,
mahasiswa mendapat tugas untuk membuat karya tulis pendek setiap
minggu. Akan tetapi bagaimana seorang guru dapat mengoreksi karya
tulis mahasiswa setiap minggu serta membahasnya secara individual
apabila jumlah mahasiswanya terlalu banyak. Disamping itu, dia juga tidak
hanya mengajar mata kuliah tersebut tetapi juga mata kuliah lainnya.
Setiap dosen di IKIP Bandung mampunyai kewaj iban mengajar s e d i k i t - /
dikitnya 12 SKS dalam satu semester.
Untuk mengatasi pemasalahan ini, tampaknya perlu penataan
tersendiri yang melibatkan pembuat keputusan di t ingkat institusi.
Pembenahan din tentu saja bukan hanya dituntut dari guru akan tetapi
juga harus ada kerja sama yang harmonis antara guru dengan siswa.
Siswa juga perlu membenahi diri dan menyadari bahwa guru t idak akan
dapat menyulap siswanya untuk mahir berbahasa target tanpa ada upaya
untuk belajar secara rutin. Belajar di akhir program saja tidak akan
membuat siswa untuk dapat menyimpan informasi secara baik di dalam
struktur kognitifnya.
Dalam penggunaan flashcards atau dalam menyenaraikan kata
baru untuk dipelajari, intensitasnya juga rendah sekal i . Ditinjau dari faktor
466
sosial-ekonomi, bagi pembelajar bahasa Inggris sebagai BA, kata
flashcards konotasinya barang mewah dan mahal. Padahal sebenarnya
jika kreatif, kartu kosa-kata dapat dibuat dari karton-karton bekas,
misalnya bekas kartu undangan. Hampir semua responden mengatakan
bahwa mereka tidak pernah menggunakan flashcards atau
menyenaraikan kata baru untuk mengingat kata. Untuk mengingat kata
baru, kebanyakann responden menuliskan arti kata tersebut di dalam
buku yang dibacanya. Cara inipun baik untuk menggant ikan strategi
penggunaan flashcards dan penyenaraian kata. Dengan cara ini, s iswa
bahkan tidak kehi langan konteks di tempat kata tersebut d igunakan.
Beberapa orang responden malah mengakui bahwa menyenaraikan kata
baru atau menul iskan kata baru beserta artinya di flashcard memerlukan
waktu yang banyak dan setelah dibuatnya mereka cenderung t idak
membacanya sehingga pekerjaan tersebut dipandang sia-sia saja. Hani,
responden yang termasuk kelompok tingkat MENENGAH mengakui
bahwa dia t idak suka menul iskan kata-kata baru atau membuat kalimat
dengan menggunakan kata baru karena j ika dia menul iskannya, dia
biasanya lupa akan kata-kata tersebut. Dia lebih senang
menggunakannya dalam berbicara karena dengan jalan itu dia akan dapat
mengingatnya lebih lama.
1SBB, instrumen pengumpul data SBB pembelajar bahasa Inggris
sebagai BA, diliput dengan 50 butir indikator SBB. Pada bagian ini akan
diketengahkan indikator SBB yang intensitas penggunaannya paling t inggi
dan indikator yang intensitas penggunaannya paling rendah. Indikator
SBB yang dinyatakan intensitasnya t inggi dalam penelitian ini yaitu yang
digunakan secara rata-rata oleh responden di atas 80%, sedangkan yang
467
dipandang termasuk rendah yaitu yang intensitas penggunaannya di
bawah 50%.
Indikator SBB yang intensitas penggunaannya di atas 8 0 % hanya
ada empat butir. Butir-butir tersebut mulai dari yang intensitasnya paling
tinggi yaitu butir 32, 45, 15, dan butir 22. Butir 32 berbunyi "Saya
memperhatikan orang yang berbicara bahasa Inggris dengan sebaik-
baiknya." Data menunjukkan bahwa indikator SBB yang intensitas
penggunaannya paling tinggi ialah intensitas penggunaan indikator SBB
butir 32 yang berbunyi "Saya memperhatikan orang yang berbicara
bahasa Inggris." Banyaknya saluran televisi swasta yang menayangkan
film-film yang berbahasa inggris merupakan keuntungan bagi pembelajar
bahasa Inggris yang ingin memanfaatkan pajanan seperti ini. Data
menunjukkan bahwa t idak seorangpun dari 114 orang responden yang
skornya memperl ihatkan bahwa mereka t idak pernah menggunakan
strategi ini. Lebih dari setengahnya yaitu 51,75% atau sebanyak 59 orang
responden skornya menunjukkan bahwa mereka sering atau sering sekali
menggunakan strategi ini dan sebanyak 47 orang atau 41 ,23% skornya
memperl ihatkan bahwa mereka hampir selalu atau selalu menggunakan
strategi ini.
Yang selanjutnya, yaitu butir 45 yang berbunyi "Jika saya tidak
mengerti apa yang dikatakan lawan berbicara, saya memintanya untuk
berbicara agak lambat atau mengulangi apa yang dikatakannya." Strategi
ini sangat umum dan banyak digunakan oleh hampir setiap mahasiswa
karena tampaknya strategi ini merupakan strategi yang mudah di lakukan
oleh pembelajar bahasa asing dari t ingkat rendah hingga tingkat lanjutan.
468
Butir 15 berbunyi "Saya menonton film yang berbahasa Inggris."
Sama halnya dengan butir 32, banyaknya saluran televisi member i
kesempatan yang banyak kepada pembelajar bahasa inggris di Indonesia
untuk manyak berlatih menyimak wacana yang berbahasa Indobesia yang
disuguhkan lewat layar kaca ini. Walaupun demikian, perubahan
kebijakan yang menayangkan film-film yang berbahasa Inggris dengan
didabing bahasa Indonesia menyebabkan kesempatan untuk berlatih
menyimak menjadi hi lang. Hal ini amatlah disayangkan.
Yang terakhir yang intensitas penggunaanya tinggi yaitu butir 22
yang berbunyi "Untuk memahami wacana yang berbahasa Inggris, saya
tidak menerjemahkannya kata demi kata." Mahasiswa kebanyakannya
mengakui bahwa mereka selalu mencoba untuk memahami kal imat a tau
wacana dari konteksnya sehingga mereka t idak perlu memahami sat iap
kata dari wacana tersebut. Strategi ini digunakannya sewaktu membaca
wacana yang berbahasa Inggris dan juga sewaktu memahami bahasa
l isan.
Jadi, strategi yang cenderung paling sering d igunakan o leh
pembelajar bahasa Inggris sebagai BA meliputi:
1. memperhat ikan orang yang berbicara bahasa target;
2. meminta lawan berbicara untuk berbicara agak lambat;
3. menonton film yang berbahasa target; dan
4. tidak menerjemahkan kata demi kata.
Dari 50 butir indikator SBB yang intensitas penggunaannya paling
rendah yaitu yang intensitas penggunaannya di bawah 5 0 % yaitu butir 48,
06, 46, 43, 07, dan 34.
469
Butir 48 yang berbunyi "Meminta bantuan penutur asli dalam
belajar bahasa Inggris." Secara kuantitatif, data menunjukkan bahwa dari
114 orang responden hanya 1,75% atau dua orang responden yang
menyatakan bahwa mereka selalu atau hampir selalu menggunakan
strategi ini dan 75 orang atau 65 ,8% hampir tidak pernah a tau mungk in
tidak pernah melakukan strategi ini. Kenyataan ini belum dapat ditafsirkan
bahwa responden menganggap strategi ini t idak penting akan tetapi
tampaknya strategi ini t idak begitu mudah di lakukan karena faktor internal
maupun faktor eksternal.
Situasi pembelajaran di kelas maupun di luar kelas kurang kondusif
terhadap pelaksanaan strategi ini. Beberapa orang responden yang
diwawancarai menyatakan bahwa sulit sekali di Bandung ini untuk dapat
berkomunikasi dengan penutur asli , baik di kampus maupun di luar
kampus karena IKIP Bandung memang tidak memiliki tenaga pengajar
yang penutur asli.
Di luar kampus, kalaupun ada penutur asli, sulit sekali bagi
mahasiswa jurusan bahasa Inggris untuk dapat mengadakan pendekatan
kepada mereka. Jangankan untuk meminta bantuan dalam hubungannya
dengan belajar bahasa Inggris, untuk mengobrol saja dengan mereka,
mahasiswa sulit mendapat kesempatan seperti itu. Dipandang dari sisi
budaya, kebanyakan orang asing yang tinggal di Indonesia tampaknya
tidak mau seolah-olah dimanfaatkan oleh orang-orang Indonesia untuk
berlatih berbahasa Inggris. Ini tentu saja dapat dipahami karena mereka
juga ingin berlatih berbahasa Indonesia. Kesempatan ini sesekal i bisa
juga terjadi akan tetapi sangat jarang. Misalnya, beberapa orang yang
diwawancarai menyatakan bahwa mereka pernah bercakap-cakap dengan
470
orang asing akan tetapi i tupun bukan penutur asli bahasa Inggris. Mereka
adalah orang-orang Eropa atau orang kulit putih lainnya yang bukan
penutur asli bahasa Inggris. Kesempatan itu didapatnya tatkala mereka
bepergian naik kereta api atau di tempat rekreasi akan tetapi tidak semua
orang mendapat kesempatan seperti ini. Dari 114 orang responden,
hanya dua orang yang menyatakan bahwa mereka selalu menggunakan
strategi ini karena mereka kebetulan mengajar di sebuah institusi yang
memiliki tenaga pengajar yang pentutur asli bahasa Inggris.
Butir 06, yaitu yang berbunyi "Saya menggunakan flashcards (kartu
kosa-kata) untuk mengingat kata baru." Karena butir ini termasuk strategi
mengingat, kemungkinan penyebab rendahnya intensitas penggunaan
strategi ini telah dibahas pada bagian sebelumnya, yaitu pada wak tu
membahas setiap indikator dalam strategi mengingat.
Butir selanjutnya yang juga intensitas penggunaannya rendah yaitu
butir 46 yang berbunyi "Saya meminta penutur asli untuk mengoreksi dan
membetulkan bahasa Inggris saya dalam menggunakan bahasa Inggris."
Butir ini pun telah dibahas pada waktu membahas butir 48 karena esensi
dari butir ini sama dengan butir tersebut.
Selanjutnya yaitu indikator SBB butir 07 yang berbunyi "Untuk
mengingat kata baru saya memperagakan kata baru tersebut dengan
menggerakkan anggota badan "Da r i keseluruhan jumlah responden yang
dil ibatkan dalam penelit ian ini, hanya dua orang responden yang
menyatakan bahwa mereka selalu menggunakan strategi ini. Sebanyak 95
orang responden, atau kira-kira 88,33% responden menyatakan bahwa
mereka jarang, jarang sekait, hampir tidak pernah, dan bahkan t idak
pernah melakukan kegiatan seperti ini.
471
A d a beberapa kemungkinan mengapa strategi ini intensitas
penggunaannya rendah. Pertama, responden belum mengetahui benar
penggunaan dan pemanfaatan strategi ini. Yang kedua, responden
memandang bahwa kegiatan ini kurang cocok untuk t ingkat mereka.
Sebenarnya, apabila strategi ini di lakukan dalam konteks, penggunaan
strategi ini sangat menarik dan akan membantu penguatan siswa dalam
mengingat kata, frase, maupun konsep-konsep baru dalam bahasa
target. Agar strategi ini dapat dimanfaatkan semaksimal mungk in ,
diperlukan guru yang kreatif untuk menciptakan dan menggunakan
metode yang kondusi f terhadap penggunaan strategi ini oleh siswa, baik
di kelas maupun di luar kelas. Pemanfaatan strategi ini dapat d i lakukan
dalam bentuk simulation gaming.
Butir yang terakhir dari kelompok indikator SBB yang intensitas
penggunaannya rendah yaitu butir 34 yang berbunyi "Saya membuat
jadwal belajar sehingga mampunyai cukup banyak waktu untuk belajar
bahasa Inggris." Sebagaimana telah ditampilkan di Bab IV, hanya dua
orang responden atau 1,8% yang menyatakan bahwa mereka hampir
selalu atau selalu menggunakan strategi ini. Pembuatan jadwal
merupakan petanda keteraturan dalam melakukan sesuatu. Pada
umumnya, siswa-siswa Indonesia belum biasa belajar dengan teratur.
Mereka belajar apabila ada waktu atau apabila sedang ingin belajar.
Dalam wawancara, Karyan, responden yang termasuk t ingkat PASCA
LANJUTAN, mengaku bahwa dia t idak mampunyai jadwal belajar yang
pasti. Dia baru akan belajar j ika dia sedang menginginkannya. Akan tetapi
Chicha, yaitu responden yang juga termasuk tingkat PASCA LANJUTAN,
selalu menjadualkan kegiatan belajarnya yang harus di lakukannya set iap
472
minggu. Dia tidak peduli apakah kegiatan-kegiatan yang telah
di jadwalkannya itu terpenuhi atau t idak, dia tetap akan menjadwalkannya.
Chicha mendapat skor 603 dalam tes T O E F L dan skor ini merupakan skor
yang tertinggi di antara responden yang dijadikan sampel sedangkan skor
Karyan 553. Sungguh disayangkan, orang yang seperti Chicha itu t idak
banyak. Tampaknya, jadwal belajar memang diperlukan agar siswa dapat
memaksakan diri untuk belajar secara teratur. Biasanya, dalam kegiatan
apapun, apabila seseorang mampunyai jadwal yang pasti kegitannya itu
akan terorganisasikan secara baik dan banyak yang bisa di lakukan.
Sebaliknya, j ika seseorang t idak mampunyai jadwal yang pasti, sesedikit
apapun kegiatan, makin banyak yang tidak terkerjakan.
Perilaku belajar s iswa yang t idak terorganisasikan secara baik
perlu penataan yang komprehensif. Kebiasaan mampunyai jadwal belajar
perlu diinternalisasikan sejak t ingkat sekolah dasar. Hal ini perlu dimulai
dari guru sendiri yaitu dengan mendorong siswa untuk mampunyai buku
catatan jadwal kegiatan. Misalnya, dimulai dengan menyuruh siswa untuk
mampunyai buku catatan khusus untuk tugas-tugas yang harus dikerjakan
siswa di rumah.
Disiplin waktu perlu d i tanamkan bukan hanya di t ingkat SD, SLTP,
dan SLTA tetapi di t ingkat perguruan tinggi pun hendaknya di tanamkan
secara konsekuen. Dosen seyogyanya t idak ter lambat masuk ke kelas
untuk mengajar. Disiplin waktu bukan hanya berlaku untuk memulai dan
mengakhiri pertemuan perkul iahan, akan tetapi juga untuk kegiatan
akademik lainnya. Misalnya dosen sebaiknya t idak terlalu permisif
terhadap mahasiswa yang mampunyai kebiasaan ter lambat menyerahkan
tugas. Batas waktu penyerahan tugas-tugas sepert i makalah atau laporan
473
buku harus pasti. Apabila keterlambatan itu terjadi perlu ada sangsi yang
sifatnya akademis. Sebaliknya, dosen juga perlu mentaati kedisiplinan
dalam melaksanakan tugas-tugasnya, misalnya kedisiplinan dalam
mengembal ikan tugas mahasiswa dan nilai UTS maupun UAS sehingga
siswa segera akan mendapat umpan balik untuk membenahi dirinya.
Akhirnya, perlu dipikirkan sampai sejauh mana toleransi itu dapat ditolerir.
Jadi, strategi-strategi yang cenderung paling jarang d igunakan oleh
pembelajar bahasa Inggris sebagai BA yaitu:
1. meminta bantuan penutur asli dalam belajar bahasa Inggris;
2. menggunakan flashcards untuk mengingat kata/frase baru;
3. meminta bantuan penutur asli untuk mengoreksi dan membetulkan
bahasa Inggris; dan
4. membuat jadwal belajar.
C. Perbedaan Penggunaan SBB Pembelajar Bahasa Indonesia dan
Bahasa Inggris sebagai BA
Pertanyaan berikutnya yang menjadi kepedulian penelit ian ini yaitu
pertanyaan penelitian nomor 03 yang berbunyi "Apa perbedaan
penggunaan SBB pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dengan
penggunaan SBB pembelajar bahasa Inggris sebagai BA?" Untuk
menjawab pertanyaan penelitian ini diformulasikan sebuah hipotesis, yaitu
hipotesis nomor 03 yang berbunyi "Terdapat perbedaan yang signifikan
antara intensitas penggunaan SBB oleh pembelajar bahasa Indonesia
sebagai BA dengan intensitas penggunaan SBB oleh pembelajar bahasa
Inggris sebagai BA."
474
Perhitungan analisis varians menunjukkan bahwa dari keenam
deskriptor SBB yang diliput dalam SILL dan ISBB ada lima deskriptor yang
intensitas penggunaanya berbeda secara signifikan. Secara kuantiitatif, uji
analisis varians menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signif ikan
dalam intensitas penggunaan strategi mengingat, strategi kognitif, strategi
kompensasi , strategi afektif, dan strategi sosialisasi. Akan tetapi, t idak
terdapat perbedaan yang signifikan dalam intensitas penggunaan strategi
metakognit i f antara pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dengan
pembelajar bahasa Inggris sebagai BA.
1. Perbedaan intensitas Penggunaan Strategi Mengingat
Intensitas penggunaan strategi mengingat oleh pembelajar bahasa
Inggris sebagai BA lebih tinggi daripada intensitas penggunaan strategi
tersebut oleh pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA. Perbedaannya
sangat signifikan dengan t ingkat signifikansi 0,0013. Hasil wawancara
menunjukkan bahwa beberapa orang pembelajar bahasa Indonesia
sebagai BA, baik di La Trobe University maupun di Deakin University,
menyatakan secara eksplisit bahwa mengingat kata baru dengan cara
menyenaraikan kata-kata sulit dan kemudian menghafalkannya dirasakan
kurang efektif. Mereka menyatakan bahwa kata baru harus diingat da lam
konteks yang bermakna. Art inya, mereka memberi penekanan pada unsur
kebermaknaan dalam belajar bahasa daripada pada unsur hafalan yang
lepas dari konteks.
Beberapa orang yang termasuk kategori tingkat pemula dalam
TKB-nya secara eksplisit menyatakan bahwa mereka sering
menggunakan strategi mengingat da lam belajarnya. Akan tetapi mereka
475
mengakui bahwa setelah dihafal, kata-kata tersebut cepat hilang dari
ingatannya sehingga sulit untuk digunakannya pada wak tu kata-kata
tersebut diperlukan. Penggunaan strategi oleh pembelajar bahasa Inggris
sebagai BA lebih tinggi daripada oleh pembelajar bahasa Indonesia
sebagai BA. Ini merupakan akibat dari sistem belajar hafalan atau yang
dikenal dengan rote leaming yang sudah sangat melekat dalam diri
mahasiswa pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di Indonesia.
Tingginya intensitas penggunaan strategi mengingat oleh
pembelajar bahasa Inggris sebagai BA merupakan bukti bahwa sistem
pengajaran bahasa Inggris di Indonesia pada umunya masih menekankan
pada unsur struktural. Selain itu, sistem pengajaran di Indonesia secara
umum masih terlalu menekankan pada pengenalan konsep-konsep
daripada pada pemecahan masalah atau problem solving. Banyak krit ikan
terhadap sistem evaluasi di Indonesia yang menggunakan model pil ihan
ganda. Walaupun sebenarnya, pilihan ganda dapat d i rancang untuk
menggali kemampuan siswa secara lebih komprehensif dar ipada esei dan
juga dapat sekaligus dirancang untuk menggali kemampuan siswa dalam
pemecahan permasalahan dengan memenuhi persyaratan keabsyahan,
kepraktisan, serta keterandalan sebuah tes. Baik t idaknya model pil ihan
ganda sangat tergantung pada kepandaian guru dalam menyusunnya.
2. Perbedaan intensitas Penggunaan Strategi Kognitif
Dalam intensitas penggunaan strategi kognitif, pembelajar bahasa
Indonesia sebagai BA secara signif ikan lebih t inggi daripada pembelajar
bahasa Inggris sebagai BA dengan tingkat signif ikansi perbedaannya
sebesar 0,0160. Secara kuantitatif dapat ditafsirkan bahwa pembelajar
476
bahasa Indonesia sebagai BA lebih mengutamakan unsur kognitif
daripada pembelajar bahasa Inggris sebagai BA. Jika dikaitkan dengan
penggunaan strategi mengingat oleh kedua kelompok sampel ini,
pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA lebih mendahulukan unsur
kognitif daripada unsur hafalan sedangkan pembelajar bahasa Inggris
sebagai BA lebih mengutamakan unsur mengingat daripada unsur
kognitif. Mungkin ini merupakan dampak daripada kenyataan proses
belajar mengajar di Indonesia yang secara umum, mulai dari t ingkat
sekolah dasar hingga t ingkat perguruan tinggi masih manganut paham
behavioristik yang memberi penekanan pada rote leaming.
Di Austral ia, sejak tingkat sekolah dasar, baik dari setting kelas
hingga ke proses belajar mengajar sudah menerapkan sistem pendekatan
komunikatif yang menekankan pada unsur kebermaknaan. Prinsip
Communicative Language Teaching (CLT) di Austral ia sudah di terapkan
sejak tingkat prep school. Hal ini terlihat dalam penataan kelas mulai dari
t ingkat prep school ditata untuk memudahkan penerapan pendekatan CLT
dalam proses belajar mengajar yang di antaranya belajar kelompok.
Di Indonesia, pada tahun 1970-an penataan kelas sepert i ini
pernah dicobakan di sekolah percobaan yang disebut dengan Lab School
yang kemudian namanya diganti dengan sekolah pembangunan sebagai
Proyek Perintis Sekolah Pembangunan. Penataan kelas sepert i itu
dicobakan untuk menerapkan pembelajaran dengan sistem modul. A k a n
tetapi, realisasinya hingga kini belum ada. Penataan kelas mulai t ingkat
SD hingga t ingkat perguruan tinggi masih tetap model tradisional sehingga
sulit bagi guru-guru bahasa Inggris untuk menerapkan pengajaran bahasa
Inggris dengan menggunakan pedektan komunikatif sebagaimana
477
disarankan dalam kurikulum 1994 yang menekankan pada unsur
kebermaknaan. Wa laupun akhir-akhir ini telah ada sekolah-sekolah yang
sudah mulai menata kelasnya yang memungkinkan penerapan
pendekatan komunikati f akan tetapi jumlahnya masih sedikit.
3. Perbedaan Intensitas Penggunaan Strategi Kompensasi
Dalam penggunaan strategi kompensasi, pembelajar bahasa
Indonesia sebagai BA jauh lebih t inggi intensitas penggunaannya daripada
pembelajar bahasa Inggris sebagai BA. Perbedaannya ini sangat
signifikan dengan t ingkat signif ikansi perbedaan sebesar 0,0000.
Sebagaimana d ikemukakan Oxford (1990) bahwa strategi kompensasi
merupakan strategi yang d igunakan siswa untuk mengatasi keterbatasan
pengetahuan dalam bahasa target agar komunikasinya dalam bahasa
terget lancar. Strategi ini dapat di lakukan oleh siswa yang motivasinya
tinggi dan kreatif. Dengan demikian, data menunjukkan bahwa pembelajar
bahasa Indonesia sebagai BA secara rata-rata intensitas penggunaan
SBB-nya lebih tinggi dar ipada pembelajar bahasa Inggris sebagai BA.
Dari kenyataan ini dapat di lakukan beberapa penafsiran. Pertama,
ini merupakan petanda bahwa mahasiswa pembelajar bahasa Indonesia
sebagai BA lebih kreat i f da lam hal memanfaatkan keterbatasan
pengetahuannya untuk dapat berkomunikasi dalam bahasa target.
Kemungkinan lainnya, pembelajar bahasa Inggris sebagai BA t idak
memerlukan strategi tersebut karena TKB-nya lebih tinggi daripada
pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA. Selain itu, penggunaan strategi
kompensasi merupakan patanda penekanan pada fungsi komunikasi pada
478
bahasa. Art inya, mahasiswa Austral ia lebih menekankan pada fungsi
komunikasi dari bahasa.
4. Perbedaan Intensitas Penggunaan Strategi Metakognitif
Intensitas penggunaan strategi metakognit i f o leh pembelajar
bahasa Indonesia sebagai BA lebih tinggi daripada pembelajar bahasa
Indonesia sebagai BA akan tetapi perbedaannya t idak signif ikan. Jadi
boleh dikatakan tidak terdapat perbedaan yang signif ikan antara
pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dengan pembelajar bahasa
Inggris sebagai BA dalam penggunaan strategi metakognit i f karena
tingkat signifikansi perbedaannya 0,1032.
Strategi kognitif diliput dalam SILL oleh bitur 25 sampai dengan
butir 32 sedangkan dalam ISBB, strategi ini diliput oleh butir 30 sampai
dengan butir 33. SILL butir 26 dalam ISBB diliput dalam butir 32. Esensi
dari kedua indikator tersebut sama, yaitu memperhat ikan orang yang
berbicara bahasa target dengan sebaik-baiknya.
Dalam intensitas penggunaan kedua indikator SBB ini, pembelajar
bahasa Inggris sebagai BA lebih tinggi intensitas penggunaannya
daripada pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA. Perbedaan ini
d isebabkan oleh perbedaan banyaknya pajanan terhadap bahasa target.
Mahasiswa pembelajar bahasa Inggris sebagai BA pajanannya terhadap
bahasa target jauh lebih banyak daripada mahasiswa pembelajar bahasa
Indonesia sebagai BA di Australia. Film-film yang berbahasa Inggris di
program televisi, baik televisi swasta maupun televisi pemerintah banyak
sekali menayangkan film-film yang berbahasa Inggris sedangkan di
Auatralia t idak ada acara televisi yang berbahasa Indonesia.
479
Strategi metakognit i f lainnya, yaitu SILL butir 27 dan ISBB butir 34,
esensinya adalah membuat jadwal belajar. Skor rata-rata responden
pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dalam Intensitas penggunaan
strategi ini jauh lebih tinggi daripada skor rata-rata yang dicapai
pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di Indonesia. Dari perbedaan ini
terlihat bahwa mahasiswa Australia lebih menekankan pada kegiatan
yang terencana dan pasti dalam menentukan hal-hal yang akan
di lakukannya.
Ini tentu banyak dipengaruhi oleh budaya Austral ia yang pada
umumnya senantiasa ingin memegang ketepatan waktu sedangkan
mahasiswa Indonesia sangat dipengaruhi oleh budaya yang pada
umumnya tidak terencana secara pasti dan terlalu toleransi pada ketidak
tepatan waktu. Jika orang Australia yang menginduk pada budaya barat
mampunyai moto time /s money, mahasiswa Indonesia pada umumnya
masih dipengaruhi oleh budaya yang disebut dengan jam karet.
Indikator strategi metakognit i f yang terkandung dalam SILL butir 28
dan juga diliput dalam ISBB butir 37, esensinya yaitu mampunyai sasaran
yang jelas dalam melakukan setiap kegiatan belajar. Dalam strategi ini,
mahasiswa Australia juga lebih tinggi dalam intensitas penggunaannya.
Hal ini je las sekali adanya peran budaya yang pada umumnya menempa
mereka untuk hidup dengan lugas dan pasti. Segala sesuatu yang
di lakukannya cenderung t idak take for granted. Dalam budaya mereka
segala yang di lakukan pada umumnya harus jelas sasaran dan tujuannya
sehingga segala sesuatu tidak mubadzir.
Indikator metakognitif selanjutnya yaitu indikator strategi dalam
SILL butir 30 yang juga diliput dalam ISBB butir 30. Esensi dari butir ini
480
yaitu mencari berbagai cara dan kesempatan untuk menggunakan bahasa
target. Dalam intensitas penggunaan butir ini, pembelajar bahasa Inggris
intensitasnya lebih tinggi daripada pembelajar bahasa Indonesia. Tuntutan
untuk menggunakan bahasa target yang dalam hal ini bahasa Inggris, di
Indonesia lebih tinggi daripada tuntutan penggunaan bahasa Indonesia di
Austral ia sehingga intensitas penggunaan strategi ini lebih t inggi di
Indonesia daripada di Australia.
SILL butir 31 esensinya sama dengan ISBB butir 31 yaitu
mengidentif ikasi kesalahan untuk meningkatkan kemahiran berbahasa.
Dalam intensitas penggunaan butir ini, pembelajar bahasa Indonesia lebih
tinggi daripada pembelajar bahasa Inggris. Di dalam sistem pendidikan di
Austral ia, tampaknya kemampuan analistis d i tanamkan lebih intensif
daripada di Indonesia. Kemampuan mengidentif ikasi kesalahan
memerlukan keterampilan dalam kemampuan analitis.
Dalam intensitas penggunaan SBB dalam SILL butir 32 yang
esensinya sama dengan ISBB butir 38, yaitu memperhat ikan kemajuan
sendiri dalam belajar bahasa target, pembelajar bahasa Inggris
intensitasnya lebih tinggi daripada pembelajar bahasa Indonesia. Salah
satu kemungkinannya yaitu karena bahasa Indonesia di Deakin dan di La
Trobe University bukan merupakan bidang studi utama atau major.
Dengan demikian, mahasiswa tidak secara khusus belajar bahasa
Indonesia sebagai bidang studi utama akan tetapi sebagai bidang studi
ganda atau double degree. Sedangkan, bagi pembelajar bahasa Inggris
sebagai BA, bahasa Inggris merupakan bidang studi utama yang
dipelajarinya di perguruan tinggi sehingga perhatiannya terhadap
kemajuannya dalam bahasa target lebih tinggi.
481
5. Perbedaan Intensitas Penggunaan Strategi Afektif
Terdapat perbedaan yang signifikan dalam intensitas penggunaan
strategi afektif antara pembelajar bahasa Indonesia dengan pembelajar
bahasa Inggris. Tingkat signifikansi perbedaannya sebesar 0,0000.
Pembelajar bahasa Inggris lebih t inggi intensitas penggunaan strategi
afektifnya dar ipada pembelajar bahasa Indonesia.
Strategi afekti f dalam S1LL diliput oleh indikator butir 33 sampai
dengan butir 35 sedangkan dalam ISBB strategi ini diliput oleh butir 39
sampai dengan 44. SILL butir 33 esensinya sama dengan ISBB butir 39
dan 42 yaitu mencoba mengatasi ketegangan emosi tatkala menggunakan
bahasa target. Dalam strategi ini, pembelajar bahasa Inggris intensitas
penggunaannya lebih t inggi daripada pembelajar bahasa Indonesia.
Salah satu kemungkinan penafsirannya yaitu bahwa pembelajar
bahasa Inggris ini lebih mampu mengatasi emosinya daripada pembelajar
bahasa Indonesia. Ini mungkin karena jumlah jam perkul iahan di IKIP
Bandung jauh lebih banyak daripada di program bahasa Indonesia di
Deakin dan di La Trobe University. Dengan demikian, mahasiswa
Indonesia mampunyai lebih banyak kesempatan untuk menggunakan
bahasa Inggris dar ipada mahasiswa Australia dalam menggunakan
bahasa Indonesia.
SilLL butir 34 esensinya sama dengan ISBB butir 40. Esensi dari
kedua strategi ini yaitu mendorong diri untuk berbahasa target wa laupun
mungkin akan membuat kesalahan. Dalam penggunaan strategi ini
pembelajar bahasa Indonesia intensitas penggunaannya lebih t inggi
daripada pembelajar bahasa Inggris. Perbedaan ini mungkin d isebabkan
482
oleh pengaruh budaya barat yang keberaniannya da lam mengemukakan
pendapat telah di tanamkan sejak kecil.
SILL butir 35 dalam ISBB diliput oleh butir 43 dan 44 yang
esensinya yaitu mencatat perasaan tentang belajar bahasa target dalam
buku harian. Baik di Australia maupun di Indonesia strategi ini intensitas
penggunaannya rendah tetapi apabila d ibandingkan skor rata-ratanya,
pembelajar bahasa Inggris lebih t inggi intensitas penggunaannya daripada
pembelajar bahasa Indonesia.
6. Perbedaan Intensitas Penggunaan Strategi Sosialisasi
Intensitas penggunaan strategi sosial isasi oleh pembelajar bahasa
Indonesia lebih tinggi daripada intensitas penggunaan strategi ini oleh
pembelajar bahasa Inggris. Perbedaannya sangat signif ikan dengan
tingkat signifikansi perbedaannya sebesar 0,0000.
Temuan penelitian ini cukup mengejutkan karena intensitas
penggunaan strategi sosialisasi di Austral ia malah lebih tinggi daripada di
Indonesia, padahal Indonesia menganut prinsip gotong royong. Art inya,
prinsip-prinsip atau falsafah yang terkandung dalam butir-butir Pancasila
kurang begitu tercermin dalam sistem pendidikan di Indonesia. Misalnya,
sila persatuan Indonesia yang secara eksplisit mensyaratkan prinsip
kegotong-royongan seharusnya tercermin dalam perilaku belajar mengajar
sehingga situasi belajar mengajar tidak searah akan tetapi mampu
menciptakan kerjasama yang serasi antara guru dengan siswa dan juga
antara siswa dengan siswa lainnya. Dalam kelas seharusnya terpupuk
rasa keberanian bagi siswa untuk membuat siswa berani mengajukan
pertanyaan kepada guru.
483
Salah satu butir indikator strategi sosialisasi berbunyi "Dalam
mengajukan pertanyaan tentang bahasa Inggris, baik kepada guru
maupun kepada teman, saya menggunakan bahasa Inggris. Skor rata-
rata dalam intensitas penggunaan strategi ini 2.34. Skor ini termasuk
kriteria RENDAH yang menunjukkan bahwa responden J A R A N G atau
J A R A N G SEKALI menggunakan strategi ini dalam proses beajamya.
Kebanyakan dari responden yang diwawancarai menyatakan bahwa
mereka hampir t idak pemah bertanya kepada guru di kelas baik
menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Lismanda, salah
seorang responden yang diwawancarai yang skor TOEFL-nya termasuk
kategori t ingkat PASCA LANJUTAN, secara eksplisit menyatakan bahwa
dia t idak pernah bertanya kepada guru maupun kepada temannya. Dia
lebih suka belajar sendiri daripada belajar dengan teman. Dia t idak suka
bertanya kepada siapapun tentang masalahnya dalam belajar. Begitu pula
halnya dengan Andr ian, responden yang juga termasuk kategori t ingkat
PASCA LANJUTAN, mengaku bahwa dia larang sekal i mengajukan
pertanyaan baik kepada guru maupun kepada temannya karena malu.
Jika dia mampunyai masalah, lebih baik dia mencoba memecahkannya
sendiri dari buku-buku yang dibacanya. Memang pada umumnya
nahasiswa Indonesia malu bertanya terutama kepada guru dikelas.
Tampaknya ini banyak sekali pengaruh budaya yang pada umumnya
mengakibatkan anak didik menjadi malu bahkan kadang-kadang merasa
takut untuk mengajukan pendapat.
Strategi sosial isasi diliput dalam SILL butir 36 sampai dengan 40
dan da lam ISBB butir 45 sampai dengan butir 50. Indikator strategi
sosialisasi yang pertama diliput dalam SILL butir 36 yang esensinya sama
484
dengan ISBB butir 45 yaitu meminta lawan bicara untuk berbicara agak
lambat atau mengulangi pernyataannya apabila pernyataannya itu belum
bisa dipahami. Dalam intensitas penggunaan strategi ini, pembelajar
bahasa Indonesia secara rata-rata skornya lebih tinggi daripada
pembelajar bahasa Inggris. Keberanian mengemukakan pendapat da lam
budaya mereka pada umumnya telah di tanamkan sejak kecil sehingga
siswa-siswa Auatral ia t idak segan-segan untuk mengajukan pertanyaan,
mengemukakan pendapat, bahkan menentang pendapat guru pun mereka
berani selama mereka mampunyai argumentasi yang cukup kuat.
Secara rata-rata intensitas setiap indikator strategi sosialisasi oleh
pembelajar bahasa Indonesia skor rata-ratanya lebih tinggi daripada
pembelajar bahasa Inggris. Yang menarik adalah, mahasiswa Austral ia
yang hidup dalam budaya yang individu merupakan unsur utama,
intensitasnya dalam penggunaan strategi ini lebih tinggi daripada
mahasiswa pembelajar bahasa inggris. Data menunjukkan bahwa
mahasiswa Austral ia mau belajar bersama dengan teman. Mahasiswa
Indonesia da lam hal belajar masih boleh dikatakan individualistis.
Dalam hal mengajukan pertanyaan, mahasiswa Indonesia kurang
terbiasa ekspresif baik kepada guru maupun kepada teman. Ini juga
tampaknya ada pengaruh dari latar belakang budaya. Dulu orang tua pada
umumnya melarang anak-anaknya untuk mengemukakan pendapat
karena keseringannya dianggap membantah kepada orang yang lebih tua
walaupun yang d ikemukakannya itu benar. Kritik membangun di dalam
interaksi kelas-kelas di Indonesia agak jarang terjadi karena
keseringannya mahasiswa enggan untuk mengajukan pertanyaan kepada
guru. Beberapa mahasiswa pembelajar bahasa Inggris yang diwawancarai
485
menyatakan bahwa ada beberapa dosen yang apabila ada mahasiswa
yang bertanya kepada gurunya dan kebetulan pertanyaan tersebut ta jam,
dosen tersebut seperti t idak seriang dan menuduh mahasiswa tersebut
bukan bertanya melainkan menguji kebolehannya. Kesalahpahaman
seperti ini mungkin saja disebabkan oleh cara mahasiswa tersebut da lam ¡
mengajukan pertanyaan yang memperl ihatkan sikap yang pongah.
Butir-butir dalam strategi sosialisasi ini pada dasarnya
mensyaratkan kerja sama antar siswa, baik di kelas maupun di luar kelas.
Tidak heran apabila dalam intensitas penggunaan strategi ini ternyata
pembelajar bahasa Indonesia lebih tinggi daripada pembelajar bahasa
Inggris. Hal ini berkaitan dengan pengelolaan kelas di sekolah-sekolah di
Indonesia yang kebanyakannya masih tradisional dan tidak dirancang
agar kondusif untuk terjadinya kerja kelompok.
Pembangunan sekolah-sekolah, kelas-kelas dan laboratorium di
Indonesia memang kurang kondusif untuk menerapkan pendekatan
komunikatif. Misalnya kelas bahasa yang dibentuk dalam bentuk pentagon
dengan trap-trap seperti untuk menonton konser ini agak menyul i tkan
guru untuk dapat menerapkan pendekatan komunikatif. Dalam kelas yang
bentuknya demikian itu guru berada di tengah yang menjadi pusat
perhatian siswa, sementara siswa hanya bisa terpaku dan hanya dapat
berkomunikasi dengan teman di kiri kanannya saja. Kondisi seperti ini
secara tidak langsung menghendaki ketidak-terjadian pendekatan
komunikatif di kelas.
Dengan perkataan lain, penataan bangunan untuk kelas-kelas di
indonesia pada umumnya secara eksplisit sudah 4 menyarankan
keterjadian interaksi kelas yang teacher-centered. Hal sepert i ini sangat
486
bertolak belakang dengan Kurikulum Bahasa inggris 1994 yang
menyarankan penggunaan prisnsip-prinsip pendekatan komunikati f da lam
proses belajar mengajar. Penerapan prinsip pendekatan komunikat i f
dengan penekanan pada unsur kebermaknaan masih belum tercermin
dalam interaksi kelas-kelas bahasa Inggris di Indonesia.
Strategi sosialisasi di Indonesia tampaknya belum diterapkan sejak
dini. Alasan untuk tidak mampu menerapkan strategi ini dalam proses
belajar mengajar d idukung oleh kenyataan misalnya penataan kelas yang
kurang memudahkan guru untuk menerapkan pendekatan tersebut.
Jumlah siswanya di dalam setiap kelas juga terlalu banyak sehingga
komunikasi guru-siswa keseringannya hanya terjadi komunikasi satu arah.
Kerja kelompok di perguruan tinggi boleh dikatakan hampir jarang ada.
Kalaupun ada, kerja kelompok keseringannya hanya dikerjakan oleh satu
orang saja. Ini mungkin sebagai dampak dari ketidak-biasaan s iswa untuk
kerja kelompok dan kurangnya arahan serta supervisi dari dosen.
Supervisi kurang intensif karena mahasiswa yang harus dibimbingnya
terlalu banyak. Dalam kelas-kelas speaking dan whting yang mensyarat
kan supervisi yang intensif, misalnya, idealnya jumlah mahasiswa dalam
satu kelas t idak lebih dari 20 mahasiswa. Akan tetapi kenyataannya di
IKIP Bandung jumlah mahasiswa di kelas tidak kurang dari 30 orang.
D. TKB Pembelajar Bahasa Indonesia sebagai BA
Bagian ini merupakan pembahasan tentang temuan penelit ian yang
berkenaan dengan TKB Pembelajar Bahasa Indonesia untuk menjawab
pertanyaan penelitian yang berbunyi "Pada tingkat apa kemahiran
berbahasa Indonesia mahasiswa pembelajar bahasa Indonesia sebagai
487
BA?" dan hasil uji hipotesis yang berbunyi "Terdapat perbedaan yang
signifikan dalam TKB Indonesia sebagai BA antara pembelajar bahasa
Indonesia sebagai BA semester 4 dengan semester 6."
1. TKB Pembelajar Bahasa Indonesia dalam TBIBA
Hasil penelit ian yang diketengahkan pada Bab IV menunjukkan
bahwa berdasarkan skor rata-rata TBIBA, TKB pembelajar bahasa
Indonesia sebagai BA yang di jadikan sampel dalam penelit ian ini secara
rata-rata termasuk kriteria SEDANG. Kriteria ini menunjukkan bahwa T K B
responden pembelajar bahasa Indonesia di La Trobe dan Deakin
University d ikelompokkan ke dalam kategori t ingkat MENENGAH.
Responden yang di l ibatkan dalam penelitian ini terdiri atas 8 orang
responden semester 6 kelas pemula, yaitu yang sama sekali belum
pernah mengikuti pelajaran bahasa Indonesia di t ingkat SD, SLTP,
maupun SLTA. Kelompok ini disebut kelas IIIA di Deakin University.
Kelompok kedua yaitu 12 orang mahasiswa semester 6 kelas lanjutan,
yaitu yang pernah mengikut i pelajaran bahasa Indonesia di t ingkat SD,
SLTP, atau SLTA. Kelompok ini disebut kelas IIIC di Deakin University.
Kelompok ketiga yaitu sebanyak 15 orang mahasiswa semester 4 t ingkat
lanjutan yang pernah mengikut i kelas bahasa Indonesia di SD, atau SLTP,
atau SLTA. Kelompok ini yaitu kelas IIC di Deakin University. Kelompok
keempat yaitu 13 orang mahasiswa di La Trobe University yang terdiri
atas mahasiswa campuran antara mahasiswa semester 4 kelas lanjutan
yaitu yang disebut dengan kelas IIA dan mahasiswa semester 6 t ingkat
pemula yaitu yang disebut kelas HIB. Kelompok terakhir ialah kelompok
mahasiswa semester 6 t ingkat lanjutan yang terdiri atas 8 orang
488
mahasiswa. Kelas ini di La Trobe University disebut kelas IIIA. Sebutan
kelas pemula dengan kelas lanjutan sebutannya berbeda di Deakin
dengan di La Trobe University. Sebagaimana diketengahkan pada Bab III,
di Deakin kelas pemula disebut kelas A dan kelas lanjutan disebut kelas C
sedangkan di La Trobe, kelas A yaitu sebutan untuk kelas lanjutan
sedangkan kelas B yaitu sebutan untuk kelas pemula.
Perhitungan statistik dengan menggunakan analisis var ians
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
mahasiswa pembelajar bahasa Indonesia semester 4 dengan semester 6
di kedua universitas ini dengan tingkat signifikansi perbedaan sebesar
0,0423. Skor rata-rata TBIBA mahasiswa semester 6 tingkat lanjutan atau
kelas III C di Deakin University merupakan skor yang paling t inggi di
antara kel ima kelompok responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai
BA. Urutan kedua ialah skor rata-rata TBIBA mahasiswa semester 6 kelas
pemula di Deakin University yaitu mahasiswa kelas IIIA. Urutan ket iga
ialah skor yang diperoleh oleh mahasiswa semester 6 kelas lanjutan di La
Trobe University yaitu kelas IIIA. Urutan berikutnya yaitu skor yang
diperoleh oleh mahasiswa Deakin University kelas IIC. yaitu kelompok
mahasiswa semester 4 t ingkat lanjutan. Urutan terakhir yaitu skor TB IBA
mahasiswa kelas campuran semester 4 kelas lanjutan (IIA) dengan
semester 6 kelas lanjutan yaitu kelas IIIA di La Trobe University.
Temuan penelit ian ini memperl ihatkan bahwa kelas IIIA di Deakin
University secara rata-rata skornya dalam TBIBA lebih baik dar ipada
kelas IIC. Dari temuan ini dapat dipelajari bahwa pengalaman belajar di
jenjang sebelumnya t idak terlihat mampunyai dampak terhadap
pencapaian belajar di perguruan tinggi. Selain itu, temuan ini j uga
489
memperl ihatkan bahwa proses belajar mengaiar di tingkat peguruan t inggi
Jebih baik daripada di jenjang-jenjang sebelumnya. Kemungkinan lainnya
yaitu adanya kejenuhan dari mahasiswa dalam belajar bahasa Indonesia
atau yang dikenal dengan Plato Effect sehingga terjadi fosilisasi da lam
upaya peningkatan kemampuannya.
Kelompok semester 6 kelas pemula di Deakin University juga skor
rata-rata TBIBA-nya lebih tinggi daripada skor rata-rata mahasiswa
semester 6 kelas lanjutan di La Trobe University. Padahal, sebagaimana
telah diketengahkan sebelumnya, kelas yang di La Trobe ini yaitu kelas
yang terdiri atas mahasiswa yang telah mendapat pelajaran bahasa
Indonesia di jenjang-jenjang sebelumnya. Salah satu kemungkinannya
yaitu materi yang digunakan di La Trobe kurang sesuai dengan kebutuhan
atau keinginan mahasiswanya.
Beberapa orang responden yang diwawancarai, misalnya
Kassandra dan Devy menyatakan bahwa materi yang diberikan di La
Trobe t idak menarik. Devy mengemukakan bahwa materi yang diberikan
di universitas ini t idak cocok baginya sebagai mahasiswa calon guru
bahasa Indonesia di sekolah dasar. Disamping itu, dia memandang bahwa
materi seperti pengenalan sistem pemerintahan di Indonesia atau
mengenal menteri-menteri Indonesia dan juga undang-undang yang
berlaku di Indonesia t idak menarik dan t idak penting baginya. Kassandra
juga tidak puas dengan materi yang digunakan di universitasnya ini. Dia
memandang bahwa mempelajari UUD 45 baginya tidak penting. Apabi la
materi kurang menarik, upaya siswa untuk belajar pun biasanya menurun.
Kemungkinan lainnya yaitu sistem pengelompokan mahasiswa yang
490
homogin sepert i di kelas-kelas di Deakin University lebih efektif dar ipada
kelas campuran sepert i di La Trobe University.
Faktor lainnya yang terungkap dari wawancara, di atas 8 0 % dari
responden yang diwawancarai tidak menyukai salah seorang dosennya
karena dosen tersebut terlalu banyak menggunakan bahasa Inggris
sebagai bahasa pengantar di kelas. Hanya ada dua orang dosen yang
mengajar bahasa Indonesia si universitas ini. Kedua-duanya penutur asli
bahasa Indonesia. Dengan nada yang sangat jengkel Kassandra
menyatakan bahwa sudah berkali-kali mahasiswa memintanya untuk
berbahasa Indonesia tetapi dosen tersebut tidak mau mengubah
kebiasaannya. Ketidak-puasan mahasiswa terhadap dosen ini terl ihat di
wajah para mahasiswa sewaktu peneliti mengadakan observasi di ke las-
kelas di universitas ini.
Di Deakin ada juga keluhan terhadap dosen yang terlalu banyak
menggunakan bahasa Inggris, yaitu terhadap seorang dosen yang juga
penutur asli bahasa Indonesia tetapi terlalu banyak menggunakan bahasa
Inggris sebagai bahasa pengantar. Keadaan ini sangat t idak d iharapkan
oleh pembelajar bahasa Indonesia di kedua universitas ini. Mahasiswa
Deakin bangga sekali terhadap dosennya yang orang Austral ia karena
lebih banyak menggunakan bahasa target dalam mengajar. Kemampuan
dosen tersebut da lam bahasa Indonesia memang mendekat i penutur asli
bahasa Indonesia, Selama observasi , dia selalu mengajar dengan
menggunakan lebih banyak bahasa Indonesia daripada bahasa Inggris.
Menurut mahasiswanya, memang dalam kesehariannya beliau lebih
banyak menggunakan bahasa Indonesia sewaktu mengajar di kelas.
495
TKB bahasa Indonesia di Deakin University sebagaimana d iukur
dengan TBI BA berbeda secara signifikan antara kelompok semester 4
dengan semester 6 da n perbedaannya signif ikan dengan t ingkat
signif ikansi perbedaan sebesar 0,0473. Di La Trobe University hasil
analisis varians menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan dalam TKB-nya dengan tingkat signifikansi perbedaan sebesar
0,3471. Keadaan ini memperl ihatkan bahwa proses belajar mengajar di
Deakin University lebih efekti f dar ipada di La Trobe University.
2. TKB Pembelajar Bahasa Indonesia dalam MENYIMAK
TKB pembelajar bahasa Indonesia dalam aspek menyimak secara
rata-rata termasuk kriteria SEDANG. Dengan skor rata-rata 8,02,
berdasarkan Tabel 3.20 TKB responden ini termasuk kategori t ingkat
MENENGAH atau Intermediate." Dalam aspek ini, yang skor rata-ratanya
paling tinggi ialah kelas HIC di Deakin University, yaitu ke lompok semester
6 kelas lanjutan. Urutan kedua yaitu skor mahasiswa kelas IIIA di La
Trobe University, yaitu mahasiswa semester 6 kelas lanjutan juga. Urutan
ketiga yaitu skor rata-rata yang diproleh oleh kelas IIIA dan urutan
selanjutnya yaitu skor mahasiswa La trobe University kelas campuran
semester 4 kelas lanjutan dengan semester 6 kelas pemula. Berdasarkan
skor rata-ratanya, kemampuan menyimak mahasiswa kelas IIIA di Deakin
University lebih baik daripada kemampuan menyimak mahasiswa kelas
campuran semester 4 kelas lanjutan dengan mahasiswa semester 6
kelas pemula di La Trobe University. Perbedaan ini tampaknya
disebabkan oleh pengelompokan siswa campuran memang kurang efekti f
dalam proses belajar mengajar menyimak. Secara statistik terdapat
492
perbedaan yang signifikan dalam kemampuan menyimak antara kel ima
kelompok pembelajar bahasa Indonesia dengan t ingkat signif ikansi
perbedaan sebesar 0,0329. Ini menandakan adanya pengaruh dari proses
belajar mengajar terhadap aspek menyimak di kedua universitas yang
dijadikan sampel penelitian ini.
Terdapat perbedaan perolehan skor rata-rata dalam aspek
menyimak di antara kelompok-kelompok yang dipisahkan berdasarkan
lama belajar di pergurun tinggi dan berdasarkan pengalaman belajar di
t ingkat sebelum masuk ke perguruan tinggi. Di Deakin University, terdapat
perbedaan yang signifikan antara ketiga kelompok pembelajar bahasa
Indonesia dalam aspek ini. Tingkat signifikansi perbedaannya yaitu
sebesar 0,0244. Di La Trobe University, hasil uji statistik dengan
menggunakan analisis vahans t idak memperl ihatkan perbedaan yang
sgnifikan dalam kemampuan menyimak karena t ingkat signifikansi
perbedaannya sebesar 0,1356. Dari temuan ini terlihat bahwa tampaknya
proses belajar mengajar lebih mempunyai dampak di Deakin University
daripada di La Trobe University. Untuk melihat kemungkinan penyebab 'j
J/ dari kondisi ini perlu di lakukan penelaahan lebih lanjut. '
3. TKB Pembelajar Bahasa Indonesia dalam ASPEK STRUKTUR
Skor rata-rata pembelajar bahasa Indonesia dalam aspek struktur
yaitu 9. Menurut Tabel 3 .21 , skor ini termasuk kriteria SEDANG yang
menunjukkan bahwa TKB pembelajar bahasa Indonesia da lam aspek ini
termasuk kategori t ingkat MENENGAH. Jika dilihat dari pengalaman
belajarnya, uji statistik dengan menggunakan analisis varians
memperl ihatkan bahwa t idak terdapat perbedaan yang signifikan dalam
493
aspek struktur di antara kelima kelompok pembelajar bahasa Indonesia
ini. Art inya proses pengajaran dan pembelajaran bahasa Indonesia di
Deakin dan di La Trobe University kurang mampunyai dampak terhadap
TKB siswa dalam aspek ini karena skor tingkat signif ikansi perbedaannya
lebih besar dari 0,05, yaitu sebesar 0,1577.
Baik di Deakin University maupun di La Trobe University, hasil
analisis varians menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara mahasiswa semester 4 dengan 6 dan juga antara
mahasiswa kelas pemula dengan kelas lanjutan. Kenyataan ini
memperl ihatkan bahwa tampaknya proses belajar mengajar baik di
Deakin University maupun di La Trobe University boleh dikatakan t idak
mampunyai dampak yang bermakna dalam meningkatkan kemampuan
siswa dalam aspek ini.
J ika dikaji dari proses belajar mengajarnya, pelajaran bahasa
Indonesia di Deakin dan La Trobe University diajarkan secara terintegrasi
dan tidak secara diskrit atau secara serpihan. Proses belajar mengajar
di tekankan pada unsur kebermaknaan dan memberi penekanan yang
lebih banyak pada kemampuan komunikatif. Aspek struktural tampaknya
tidak menjadi kepedul ian utama sehingga aspek ini t idak menjadi fokus
dalam proses belajar mengajar. Beberapa orang yang diwawancarai
menyatakan bahwa dalam belajar bahasa yang trpenting yaitu dapat
menggunakan bahasa secara lisan tanpa harus terlalu mer isaukan
kesalahan dalam gramatika. Akan tetapi, untuk mengetahui faktor-faktor
penyebab mengapa kemampuan mahasiswa semeter 4 dan 6 atau t ingkat
pemula dan lanjutan dalam aspek struktur ini t idak berbeda secara
signifikan diperlukan penelit ian lebih lanjut.
494
4. TKB Pembelajar Bahasa Indonesia dalam ASPEK MEMBACA
Berdasarkan skor rata-rata yang diperoleh pembelajar bahasa
Indonesia dalam aspek MEMBACA, TKB-nya dalam aspek ini termasuk
kriteria SEDANG. Kriteria ini menunjukkan bahwa TKB pembelajar
bahasa Indonesia sebagai BA dalam aspek ini termasuk kategori t ingkat
MENENGAH. Secara statistik, hasil perhitungan analisis varians tentang
perbedaan kemampuan responden berdasarkan pengalaman belajarnya
tidak memperl ihatkan perbedaan yang signifikan antara mahasiswa
semester 4 dan semester 6 maupun antara mahasiswa yang mampunyai
pengalaman di jenjang sebelum perguruan tinggi dengan yang tidak
mampunyai pengalaman tersebut. Art inya, proses belajar mengajar, baik
di tingkat SD, SLTP, SLTA, maupun di perguruan tinggi tidak mampu
membedakan kemampuan membaca responden secara signif ikan.
Jika dikaji secara terpisah, baik di Deakin Universify maupun di La
Trobe Universify, hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signif ikan dalam kemampuan membaca antara kelompok
mahasiswa semester 4 dengan semester 6 dan juga antara kelompok
kelas pemula dengan kelompok kelas lanjutan. Dengan demikian,
penafsiran sementara menunjukkan bahwa proses belajar mengajar
bahasa Indonesia baik di t ingkat sekolah dasar, menengah, maupun
perguruan tinggi belum mampu membedakan kemampuan siswa dalam
aspek ini.
495
E. TKB Pembelajar Bahasa Inggris sebagai BA
Bagian ini merupakan pembahasan hasil penelit ian mengenai TKB
pembelajar bahasa Inggris untuk menjawab pertanyaan penelit ian yang
berbunyi "Pada tingkat apa TKB Inggris pembelajar bahasa inggris
sebagai BA?" dan hipotesis yang berbunyi "Terdapat perbedaan yang
signifikan dalam TKB pembelajar bahasa Inggris sebagai BA antara
mahasiswa semester 5 dengan semester 7."
1. TKB Pembelajar Bahasa Inggris dalam TOEFL
Hasil penelitian yang diketengahkan pada Bab IV menunjukkan
bahwa skor rata-rata mahasiswa pembelajar bahasa Inggris dalam
TOEFL sebesar 488,90. Berdasarkan kriteria pengukuran T K B
sebagaimana dikemukakan pada Tabel 3.23, skor ini termasuk kriteria
SEDANG. Dengan demikian TKB pembelajar bahasa Inggris ini termasuk
kategori t ingkat MENENGAH. Mengingat t ingkat kesulitan dalam T O E F L
ini cukup tinggi dan juga responden pembelajar bahasa Inggris ini adalah
mahasiswa semester 5 dan 7, maka kemampuan ini dinilai cukup baik.
Apabi la dipisahkan antara kelompok responden semester 5 dengan
semester 7, skor rata-rata dalam TOEFL antara keduanya berbeda. Skor
rata-rata mahasiswa semester 7 ialah 493,47. Dengan demikian
kemampuan mahasiswa semester 7 ini termasuk kriteria BAIK yang
dikategporisasikan ke dalam kategori t ingkat LANJUTAN. Skor rata-rata
mahasiswa semester 5 dalam TOEFL yaitu 481,64. Skor ini termasuk
kriteria SEDANG dan dikategorisasikan ke dalam tingkat M E N E N G A H .
Dari uraian di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan kemampuan
dalam T O E F L berdasarkan lama belajar di perguruan tinggi. Akan tetapi
496
apakah perbedaan ini berbeda secara signifikan? Hasil uji statistik dengan
menggunakan analisis varians ternyata menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang signif ikan antara mahasiswa semester 5 dengan
semester 7 dalam kemampuan TOEFL-nya dengan tingkat signif ikansi
perbedaan sebesar 0,1474. Keadaan ini memperl ihatkan kurangnya
dampak proses belajar mengajar untuk dapat membedakan kemampuan
mahasiswa jurusan bahasa Inggris di IKIP Bandung dalam kemahiran
berbahasa inggrisnya. Akan tetapi, apabila digunakan kriteria penafsiran
dengan mengambi l 0,20 sebagai batas tingkat signifikansi perbedaannya,
perbedaan ini masih dipandang signifikan. Artinya, proses belajar
mengajar di IKIP Bandung mampunyai dampak terhadap kemampuan
mahasiswa dalam TOEFL.
2. TKB Pembelajar Bahasa Inggris dalam ASPEK MENYIMAK
Skor rata-rata responden pembelajar bahasa Inggris dalam T O E F L
bagian pertama yaitu Listening Comprehension yaitu 26,26. Berdasarkan
kriteria pengukuran T K B dalam menyimak sebagaimana dapat diamati
pada Tabel 3.24, skor ini termasuk kriteria SEDANG dengan kategori
tingkat MENENGAH. Skor rata-rata mahasiswa semester 5 dalam aspek
ini yaitu 26,24 sedangkan skor rata-rata mahasiswa semester 7 yaitu
sebesar 26,34. Hasil perhitungan analisis varians memperl ihatkan bahwa
perbedaan ini sangat tidak signifikan dengan tingkat signif ikansi 0,90.
Dengan demikian, dalam aspek inipun dapat dimaknai bahwa proses
belajar mengajar t idak mampunyai dampak untuk membedakan
kemampuan siswa dalam aspek ini. A~dakah hal yang salah dalam proses
belajar mengajar? Keadaan ini memerlukan penelitian lebih lanjut.
497
3. TKB Pembelajar Bahasa Inggris dalam ASPEK STRUKTUR
Kemampuan mahasiswa pembelajar bahasa Ingris dalam aspek
struktur ditunjukkan dengan skor rata-rata yang diperoleh siswa dalam
aspek ini yaitu sebesar 25,47 dari kemungkinan skor tertinggi sebesar 40.
Artinya, secara rata-rata responden ini mampu menjawab soal secara
benar sebesar 63,68%. Berdasarkan Tabel 3.25, skor ini termasuk kriteria
BAIK dengan kategori t ingkat LANJUTAN. Skor rata-rata mahasiswa
semester 5 dalam aspek ini yaitu 24,21 sedangkan skor rata-rata
mahasiswa semester 7 yaitu sebesar 26,27. Hasil uji statistik yang
menggunakan analisis varians memperl ihatkan bahwa perbedaan ini
signifikan pada tingkat signif ikansi perbedaan sebesar 0,0463.
Bukti ini menunjukkan bahwa dalam aspek ini, proses belajar
mengajar mampunyai dampak dalam membedakan kemampuan siswa.
Keadaan ini merupakan salah satu ciri bahwa proses belajar mengajar di
jurusan bahasa Inggris IKIP Bandung ini memberi penekanan yang
istimewa terhadap aspek Struktur. Temuan ini juga memperl ihatkan
keberhasilan dosen mata kul iah structure dalam meningkatkan
kemampuan siswa dalam aspek ini.
4. TKB Pembelajar Bahasa Inggris dalam ASPEK MEMBACA
Skor rata-rata mahasiswa pembelajar bahasa Inggris dalam aspek
ini yaitu sebesar 36,75 dari kemungkinan skor tertinggi sebesar 60.
Art inya, secara rata-rata responden ini mampu menjawab soal 61,25%.
Berdasarkan Tabel 3.26, skor ini termasuk kriteria SEDANG dengan
kategori t ingkat MENENGAH. Skor rata-rata mahasiswa semester 5
498
dalam aspek ini yaitu 35,73 sedangkan skor rata-rata mahasiswa
semester 7 yaitu sebesar 37 r 40. Hasil uji statistik yang menggunakan
analisis varians menunjukkan bahwa perbedaan ini t idak signif ikan
dengan t ingkat signif ikansi perbedaan sebesar 0,2015.
Bukti ini menunjukkan bahwa dalam aspek ini proses belajar
mengajar t idak mampunyai dampak dalam membedakan kemampuan
siswa dalam membaca. Keadaan ini menunjukkan bahwa proses belajar
mengajar membaca di jurusan bahasa Inggris IKIP Bandung t idak
mampunyai dampak untuk mampu membedakan kemampuan responden
dalam aspek ini.
F. Kontribusi SBB terhadap TKB
Setelah mengkaji SBB dan T K B dari kedua kelompok responden
yang di jadikan sampel penelit ian ini, yaitu responden pembelajar bahasa
Indonesia sebagai BA di Australia dan pembelajar bahasa Inggris sebagai
BA di Indonesia, muncul keingintahuan tentang bagaimana kontribusi SBB
yang d igunakan kedua kelompok responden ini terhadap TKB-nya da lam
masing-masing bahasa target.
Bagian ini akan membahas kontribusi SBB terhadap T K B
pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dan bahasa Inggris sebagai BA
untuk menjawab pertanyaan penelit ian yang berbunyi "Berapa besar
kontribusi SBB terhadap TKB mahasiswa pembelajar bahasa Indonesia
sebagai BA?" Untuk menjawab pertanyaan ini telah d i rumuskan hipotesis
yang berbunyi "Terdapat kontribusi yang signifikan terhadap TKB bahasa
Indonesia sebagai BA." Pertanyaan penelit ian lainnya berbunyi "Berapa
besar kontribusi SBB terhadap TKB mahasiswa pembelajar bahasa
499
Inggris sebagai BA?" Untuk menjawab pertanyaan ini telah d i rumuskan
hipotesis yang berbunyi "Terdapat kontribusi yang signifikan terhadap TKB
bahasa Inggris sebagai BA."
1. Kontribusi SBB terhadap TKB Pembelajar Bahasa Indonesia
Adakah kontribusi dari SBB yang digunakan pembelajar bahasa
Indonesia sebagai BA terhadap TKB-nya? Hasil uji statistik dengan
menggunakan regresi jamak menunjukkan bahwa tidak terdapat kontribusi
yang signifikan dari SBB terhadap TKB bahasa Indonesia sebagai BA.
Dari keenam deskriptor SBB yang diliput dalam SILL, hanya ada satu
deskriptor SBB yang kontribusinya signifikan yaitu strategi afektif.
Jika dilihat dari skor korelasinya, ada dua butir indikator strategi
afektif yang korelasinya dengan TKB signifikan pada t ingkat signif ikansi
perbedaan antara 0,00 sampai 0,20. Butir-butir tersebut yaitu butir 33
dengan skor korelasi sebesar 0,2274 pada tingkat signifikansi 0,092 dan
34 dengan skor korelasi 0,2299 dengan tingkat signifikansi 0,088. Butir 33
berbunyi / try to relax whenever I feel anxious about using the language.
Dengan demikian, data menunjukkan bahwa pembelajar yang
berupaya untuk bersikap lebih santai dalam memakai bahasa sasaran
cenderung lebih baik dalam TKB-nya. Upaya untuk bersikap santai itu
memang cenderung akan membantu proses pemerolehan bahasa karena
sikap santai itu merupakan cara yang alami dalam pemerolehan bahasa.
Butir lainnya yang korelasinya juga signifikan yaitu butir 34 yang
berbunyi / actively encourage myself to take wise risk 'm language
leaming, such as guessing meaning or trying to speak, even though f
might make some mistakes. Sikap yang terus mendorong diri sendiri untuk
500
berani mengambi l resiko da lam belajar bahasa merupakan faktor yang j
kontributif terhadap keberhasi lan dalam kemahiran berbahasa, j
Pengambilan resiko ini bisa berbentuk pendugaan makna atau upaya
untuk berbicara dalam bahasa target dengan tidak merasa takut akan
berbuat salah. Memang, proses pembelajaran yang alami itu selalu
mengikuti prinsip triai and error. Dalam analisis pemerolehan bahasa yang
menggunakan prinsip analisis kesalahan, salah satu pandangan yang
pokok ialah bahwa kesalahan itu merupakan hal yang alami dan
kemahiran siswa sebelum menjangkau tahap mendekat i kemampuan
penutur asli merupakan tahapan yang juga alami. Para kognitivis sendir i
bahkan berpendapat bahwa "...making mistakes is an important pari of the
leaming process, . . " {Nunan, 1991:233).
Temuan ini, yaitu tentang pentingnya strategi afektif dalam belajar
bahasa, sejalan dengan teori tentang faktor afektif dalam leaming cycle
dari Hutchinson dan Wal ter (1987). Mereka menyatakan bahwa dorongan
keinginan s iswa untuk belajar merupakan titik tolak dari keterjadian
belajar. Apabi la ada keinginan untuk belajar maka niscaya siswa akan
menggunakan kemampuan kognit i fnya untuk memperoleh pengetahuan.
Jika proses belajar tersebut terjadi maka siswa akan memperoleh
keberhasilan dalam belajar yang akan menjadikan siswa menjadi
kempeten dalam hal yang dipelajarinya itu. Bila kompetensi itu te lah
berkembang dalam diri siswa maka kompetensi siswa tersebut akan
menjadikan proses belajar menjadi lebih mudah. Apabi la siswa telah
merasa nyaman dalam belajar karena ternyata belajar itu mudah maka
belajar akan merupakan hal yang menyenangkan yang pada gil irannya
akan menyebabkan siswa termotivasi untuk terus belajar. Teori ini
501
memperl ihatkan pentingnya faktor afektif dalam belajar yaitu siswa harus
mampunya! niat yang kokoh untuk mendorong dirinya agar belajar.
Dalam kemampuan menyimak, dari keenam deskriptor SBB yang
diliput dalam SILL, deskriptor strategi yang kontr ibusinya paling t inggi
ialah deskriptor strategi afektif. Dengan t ingkat signifikansi kontribusi
sebesar 0,1745, nilai beta yang diperoleh yaitu sebesar 0,2469. Indikator
strategi afekti f yang korelasinya signifikan terhadap aspek menyimak
yaitu butir 33 pada t ingkat signifikansi 0,127. Dalam menyimak, memang
diperlukan konsentrasi yang penuh sehingga sikap santai daiam
menyimak bahasa sasaran merupakan faktor yang sangat penting.
Dari keenam deskriptor SBB, deskriptor strategi yang kontribusinya
paling t inggi terhadap TKB siswa dalam struktur yaitu strategi afekti f
dengan nilai beta sebesar 0,2407 pada t ingkat signifikansi kontribusi
sebesar 0,0458. Dalam kemampuan struktur pun, strategi afektif
berkontribusi secara signif ikan. Indikator strategi afektif yang berkorelasi
secara signif ikan terhadap aspek ini yaitu butir 33 dan 34. Dengan
demikian, s ikap santai dan sikap yang selalu mendorong diri untuk belajar
dengan jalan menerka makna, mencoba untuk berbicara dalam bahasa
target dengan tidak takut untuk berbuat salah merupakan hal-hal yang
diperlukan untuk meningkatkan kemampuan struktur da lam bahasa target.
Tatkala keenam strategi ini diregresikan terhadap aspek
membaca, t idak ada satu pun dari keenam deskriptor SBB yang
kontributif terhadap aspek ini. Dari 40 indikator SBB, terdapat 14 butir
indikator SBB yang berkorelasi secara signif ikan terhadap aspek
membaca, yaitu butir 6, 10, 12, 13, 14, 15, 17, 20, 27, 29, 33, 38, dan 40.
Butir-butir yang t ingkat signifikansi korelasinya 0,05 atau kurang, yaitu
502
butir 10 dan butir 38. Butir 10 t ingkat signifikansinya 0,011 dengan
korelasi sebesar 0,3364. Butir ini berbunyi / immitate the way native
speakers talk. Butir 38 berbunyi In conversation with others in the new
language, I ask questions in order to be as involved as possible and to
show I'm interested. Kedua strategi ini pada dasarnya esensinya sama
yaitu berupaya untuk terlibat secara aktif dalam berbicara dan menyimak
bahasa target. Tampaknya, upaya untuk berbicara dalam bahasa target
membutuhkan pengetahuan untuk dapat berkomunikasi dengan lancar.
Jadi, mungkin saja orang yang kemampuan membacanya baik, dia
mempunyai bekal yang cukup untuk dapat mengemukakan gagasannya.
Dengan demikian, dorongan untuk berbicaranya pun tinggi. Butir lainnya
yang korelasinya signif ikan dan berkaitan dengan kemampuan berbicara
dan menyimak bahasa target, yaitu butir 12 dan 13 akan tetapi t ingkat
signif ikansinya antara 0,10 sampai 0,16. Jadi, apabila penafsiran ini
berdasar pada t ingkat signif ikansi 0,20, maka kedua indikator strategi ini
korelasinya dipandang signif ikan. Butir 12 berbunyi / innitiate conversation
in the new language dan butir 13 berbunyi / watch TV shows or movies or
listen to the radio in the new language. Tampaknya dengan menonton
televisi, menonton fi lm-fi lm yang berbahasa target, dan mendengarkan
radio yang berbahasa target, s iswa dapat memperoleh pengetahuan dan
juga memper luas kosa-katanya yang diperlukan dalam memahami
bacaan. Jadi, kegiatan-kegiatan yang terkandung dalam strategi-strategi
ini bukan hanya bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan produktif,
yang dalam hal ini kemampuan berbicara, tetapi strategi ini juga
bermanfaat untuk meningkatkan kamapuan reseptif, yang dalam hal ini
kemampuan membaca.
503
Indikator SBB butir 06, yaitu yang berbunyi / physically act out the
new word, korelasinya dengan aspek membaca yaitu sebesar 0,2009
dengan tingkat signifikansi 0,138. Strategi ini dapat membantu siswa
dalam mengingat kosa-kata baru. Pengetahuan kosa-kata yang luas
sudah barang tentu akan membantu s iswa dalam memahami wacana.
Indikator SBB butir 14, yaitu tentang / read forpleasure /n the new
language korelasinya signifikan pada t ingkat signifikansi 0,114. Strategi
yang terkandung dalam butir ini akan membantu siswa dalam kemampuan
membaca, Dengan seringnya membaca, kecepatan dan pemahaman
dalam membaca akan baik. Dengan demikian, tentu saja strategi ini akan
kontributif terhadap kemampuan membaca.
Butir lainnya, yang juga korelasinya signifikan yaitu butir 15 dan 16.
Butir 15 t ingkat signif ikansinya 0,120 sedangkan butir 16 t ingkat
signifikansinya 0,127. Kedua strategi ini esensinya yaitu mencatat segala
hal, baik kegiatan akademis maupun non-akademis dalam bahasa target.
Kemampuan menulis memerlukan pengetahuan siswa yang cukup
sehingga dengan sering membaca, seseorang dapat memperoleh
pengetahuan yang luas. Kedua keterampilan ini sebenarnya sal ing
melengkapi.
Indikator SBB yang terkandung dalam butir 20, yaitu yang berbunyi
/ develop my own understanding of how the language works, even if
sometimes I have to revise my understanding based on new information.
Pemahaman terhadap sebuah wacana bukan hanya tergantung pada
banyaknya kosa-kata, akan tetapi juga pada kaidah gramat ikanya.
Dengan demikian, pemahaman terhadap kaidah bahasa sangat
diperlukan dalam pemahaman sebuah wacana.
504
Butir 27, yaitu indikator strategi yang berbunyi / arrange my
schedule to study and practice the new language consistently, not just
when there is the pressure of a test korelasinya cukup signif ikan dengan
tingkat signifikansi sebesar 0 .061. Strategi ini berkorelasi secara signif ikan
tidak hanya dengan aspek membaca akan tetapi juga dengan TBIBA,
struktur, dan menyimak. Art inya, belajar secara teratur dan terencana
diperlukan da lam setiap aspek keterampilan berbahasa.
2. Kontribusi SBB terhadap TKB Pembelajar bahasa Inggris
Hasil uji statistik dengan menggunakan analisis regresi jamak
menunjukkan bahwa dari enam deskriptor SBB yang diliput dalam ISBB
hanya ada satu deskriptor SBB yang berkontribusi secara signif ikan
terhadap TKB bahasa Inggris pada tingkat signifikansi 0,1996, yaitu
strategi kognitif. Indikator strategi kognitif yang korelasinya signif ikan yaitu
butir 11 , 12,13, 16, 17, dan 22.
Esensi dari butir 11 dan 12 pada dasarnya sama yaitu berlat ih
mengucapkan kata-kata dalam bahasa target seperti penutur asli. Butir-
butir ini berkorelasi secara signifikan dengan kemampuan responden
dalam menyimak, membaca, dan TOEFL. Tingkat signif ikansinya
dengan TOEFL yaitu sebesar 0,138, dengan menyimak pada t ingkat
signifikansi 0,045, dan dengan membaca pada t ingkat signif ikansi 0,056.
Tampaknya, dengan mencoba berlatih berbicara dan meniru
penutur asli, siswa akan mampu memahami wacana lisan secara lebih
baik. Kemampuan lisan yang baik memperl ihatkan kemampuan s iswa baik
dalam keluasan kosa-kata, kemampuan menggunakan kaidah gramat ika,
dan juga pemahaman isi wacana. Dengan demikian, strategi ini juga dapat
505
membantu s iswa dalam memahami wacana tulis sehingga kemampuan
responden dalam membaca juga baik.
Strategi yang terkandung dalam butir 13, yaitu menggunakan kata
dalam konteks, berkorelasi secara signif ikan dengan TOEFL, menyimak,
struktur, dan membaca. Strategi ini berkorelasi dengan TOEFL pada
tingkat signif ikansi 0,025, dengan menyimak pada t ingkat signif ikansi
0 ,021, dengan struktur pada t ingkat signifikansi 0,096, dan dengan
membaca pada t ingkat signif ikansi 0,070.
Data menunjukkan bahwa strategi ini dapat membantu siswa dalam
meningkatkan kemampuannya dalam keempat aspek tersebut. Dengan
selalu menggunakan kata dalam konteks, siswa akan memahami kata
tersebut bukan hanya makna dari kata tersebut tetapi juga tentang cara
kata tersebut digunakan sehingga bermakna. Cara ini membantu siswa
dalam mengingat kata sehingga kata tersebut akan hidup da lam
ingatannya.
Indikator strategi kognitif lainnya yang berkorelasi secara signif ikan
yaitu butir 15 yang berbunyi Saya menonton film yang berbahasa Inggris.
Strategi ini brekorelasi secara signifikan dengan menyimak dan
membaca. T ingkat signif ikansi korelasinya dengan menyimak yaitu pada
tingkat kepercayaan 0,035 sedangkan dengan membaca yaitu pada
tingkat kepercayaan 0,152.
Dengan menonton film yang berbahasa Inggris siswa akan terlatih
mendengarkan cara penutur asli berbicara sehingga kemampuan
menyimaknya akan baik. Dari menonton film yang berbahasa Inggris,
apabila yang ditontonnya banyak ilmu yang dapat dimanfaatkan untuk
memperluas cakrawala berpikirnya, strategi ini juga akan mampu
506
membantu s iswa dalam meningkatkan kemampuannya dalam membaca
wacana yang berbahasa Inggris.
Indikator strategi butir 16, yaitu yang esensinya membaca buku-
buku berbahasa Inggris, berkorelasi secara signif ikan dengan
kemampuan s iswa dalam TOEFL, menyimak, struktur, dan membaca.
Dengan melihat kenyataan ini, sangat disarankan kepada pembelajar
bahasa Inggris sebagai BA untuk selalu menggunakan strategi ini da lam
upaya meningkatkan TKB-nya.
Indikator strategi butir 17, yaitu yang esensinya mencatat segala
hal dalam bahasa Inggris, berkorelasi dengan TOEFL, menyimak, dan
membaca. Berlatih menggunakan bahasa Inggris yaitu dengan cara
mencatat segala hal dalam bahasa terget dapat membantu s iswa
memperkokoh informasi yang diperolehnya dengan cara langsung
menggunakannya dalam konteks. Strategi ini berkaitan dengan strategi
butir 13 yang berkorelasi dengan semua aspek TKB yang di jadikan
ukuran da lam penelit ian ini yaitu dengan aspek TOEFL, menyimak,
struktur, dan membaca.
3. Kontribusi SBB Langsung dengan SBB Tidak Langsung terhadap
TKB
Pertanyaan berikutnya yang menjadi kepedulian penelit ian ini ialah
Apakah dengan melalui SL, STL berkontribusi lebih besar terhadap TKB
pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA? Pertanyaan lainnya yaitu yang
berbunyi Apakah dengan melalui SL, STL berkontribusi lebih besar
terhadap TKB pembelajar bahasa inggris sebagai BA? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut dirumuskan hipotesis-hipotesis.
507
a. Kasus Bahasa Indonesia sebagai BA
Sebagaimana d iketengahkan pada bagian lain dari disertasi ini,
bahasan ini d imaksudkan untuk menguji ketepatan teori Oxford (1990)
yang menyatakan bahwa STL berkontribusi secara kuat terhadap
keterjadian belajar melalui SL. Terjadi t idaknya proses belajar dapat
diukur dengan hasil belajar yang dalam penelitian ini diukur dengan T K B
responden.
Untuk menguj i teori ini telah dibuat model analisis jalur untuk teori
Oxford ini sebagaimana diketengahkan pada Bab III. Uji statistik dengan
menggunakan perhi tungan regresi dan korelasi antar variabel-variabel
bebas dengan variabel terikat yang menggunakan data pembelajar
bahasa Indonesia sebagai BA untuk mencari nilai-nilai koefisien ja lur dan
juga nilai korelasi telah diketengahkan pada Tabel 4.62 di Bab IV.
Dalam kasus pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA, model
analisis jalur untuk teori Oxford yang diketengahkan pada Bagan 3 . 1 ,
tatakala d igunakan data yang menggunakan pembelajar bahasa
Indonesia sebagai BA, model tersebut harus direkonstruksi sebagaimana
terlihat pada Bagan 4 . 1 . Pada Bagan 3.1 terlihat tidak ada kontribusi
langsung dari STL terhadap TKB. Data menunjukkan adanya kontribusi
langsung dari ketiga STL yaitu strategi metakognitif, afektif, dan
sosialisasi terhadap TKB. Strategi metakognit i f dan afektif yang oleh
Oxford dikategorisasikan sebagai STL ternyata mampunyai kontr ibusi
yang signifikan terhadap TKB. Hal ini menunjukkan adanya interrelasi
yang jamak dari set iap SBB itu sendir i . Istilah strategi t idak langsung
hendaknya diart ikan hanya da lam kaitan dengan penggunaan bahasa
508
sasaran saja sebagaimana ditunjukkan dalam definisi Oxford sendir i .
Dengan kata fain, STL tidak untuk ditafsirkan dalam kaitan dengan
ketiadaan kontribusi langsung terhadap TKB. Sedangkan STL yang
ketiga, yaitu strategi sosialisasi, berkontribusi negatif terhadap TKB
pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA. Salah satu kemungkinan
penafsiran terhadap kenyataan data ini ialah adanya kontribusi yang
terbalik yaitu kemungkinan diperlukannya kemampuan TKB dalam
penggunaan strategi sosialisasi.
Strategi sosialisasi juga berkontribusi negatif terhadap strategi
mengingat. Tampaknya, bagi pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA,
sebelum mereka bisa memanfaatkan strategi ini, terlebih dahulu
diperlukan kemampuannya dalam menggunakan strategi mengingat.
Salah satu indikator strategi sosialisasi yang memerlukan kemampuan
siswa dalam bahasa target yaitu mengajukan pertanyaan tatkala
mengobrol dalam bahasa target. Untuk dapat menggunakan strategi ini,
s iswa harus sudah mampu mengemukakan gagasan dalam bahasa
target. Kemampuan ini dapat dicapai melalui strategi-strategi yang
terkandung dalam strategi mengingat.
Strategi lainnya yang juga berkontribusi negatif yaitu strategi
mengingat terhadap TKB pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA. Jadi ,
bagi pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA, agar mereka dapat
menggunakan strategi ini secara baik diperlukan TKB yang memadai
untuk dapat memanfaatkan strategi tersebut. Strategi afektif juga
berkontribusi negatif tehadap strategi mengingat. Salah satu kemungkinan
penafsiran dari kenyataan ini yaitu untuk dapat menggunakan strategi
509
afektif diperlukan kemampuan yang cukup dalam menggunakan strategi
mengingat.
Bagan 4.1 memperl ihatkan tidak adanya kontribusi dari salah satu
SL yaitu strategi kompensasi . Garis kontribusinya harus dihi langkan
karena nilai koefisien jalurnya di bawah 0,05 yang menunjukkan t idak
adanya sumbangan efektif langsung dari strategi kompensasi terhadap
TKB. Dengan demikian, model analisis jalur ini harus direkonstruksi lagi
sebagaimana terlihat pada Bagan 4.2. Bagi pembelajar yang TKB-nya
masih belum memadai , penggunaan strategi kompensasi akan cenderung
melahirkan kesalahan-kesalahan berbahasa. Dengan kata lain, efektivitas
dari strategi kompensasi itu dalam kaitannya dengan TKB hanya akan
terjadi apabila pembelajar berada pada tingkat kemampuan berbahasa
yang cukup untuk dapat memanfaatkan strategi tersebut.
Dari gambaran kenyataan data pembelajar bahasa Indonesia
sebagai BA, dapat disimpulkan bahwa setiap deskriptor strategi akan
berfungsi secara efektif apabila digunakan secara bersama-sama dan
saling membantu antara strategi yang satu dengan yang lainnya. Hasil uji
statistik menunjukkan bahwa STL tidak bisa diartikan hanya berkontr ibusi
melalui SL. Semua strategi tampaknya berkontribusi secara realtif
terhadap TKB pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA. Dalam kasus
pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA, misalnya, strategi afekti f
mampunyai kontribusi atau sumbangan efektif langsung yang signif ikan
terhadap TKB-nya.
510
b. Kasus Bahasa Inggris sebagai BA
Untuk menguji ketepatan teori Oxford (1990) ini juga di lakukan uji
regresi dan korelasi dengan menggunakan data pembelajar bahasa
Inggris sebagai BA. Hasil perhitungan statistik yang mengetengahkan nilai
koefisien ja lur dan koefisien korelasi untuk pembelajar bahasa Inggris
dapat dilihat pada Tabel 4.63. Dengan menggunakan nilai-nilai koefisien
jalur dan koefisien korelasi yang diketengahkan pada Tabel 4.63, model
analisis jalur yang menggunakan data pembelajar bahasa Inggris dapat
diamati pada Bagan 4.3.
Pada Bagan 4.3 terlihat adanya kontribusi yang nilai koefisien
jalurnya di bawah 0,05, yaitu kontribusi dari strategi sosialisasi terhadap
TKB dan kontribusi dari strategi sosialisasi terhadap strategi mengingat.
Karena nilai koefisien jalur dari strategi sosialisasi ini terhadap TKB dan
juga terhadap strategi mengingat kurang dari 0,05, maka hubungan
tersebut dihi langkan. Ini menunjukkan bahwa tidak terdapat kontribusi
atau sumbangan efektif langsung dari strategi sosialisasi terhadap T K B
dan terhadap strategi mengingat. Rekonstruksi Bagan 4.3 dapat diamati
pada Bagan 4.4.
Bagan 4.4 memperl ihatkan bahwa terdapat kontribusi langsung
atau sumbangan efektif yang langsung dari dua buah strategi STL yaitu
strategi afektif dan strategi metakognit i f terhadap TKB. Akan tetapi tidak
terdapat kontribusi atau sumbangan efektif langsung dari strategi
sosialisasi terhadap TKB dan juga terhadap strategi mengingat.
Strategi metakognit i f berkontr ibusi negatif terhadap T K B
pembelajar bahasa Inggris. Bagi pembelajar bahasa Inggris, sebelum
511
dapat menggunakan strategi metakognitif, tampaknya diperlukan TKB
yang lebih baik. Misalnya, salah satu dari indikator strategi metakognit i f
yang mungkin memerlukan TKB yang baik yaitu butir 31 yang berbunyi
Saya mengidentifikasi kesalahan-kesalahan saya dalam berbahasa
Inggris dan saya gunakan informasi itu untuk meningkatkan kemampuan
berbahasa Inggris saya dengan menghindari kesalahan-kesalahan
tersebut. Dari butir ini jelas sekali bahwa untuk dapat mengidentif ikasi
apalagi menganalisis kesalahan sendiri dalam berbahasa target
diperlukan t ingkat kemampuan berbahasa yang cukup tinggi. Dengan
demikian, agar strategi ini dapat dimanfaatkan secara maksimal sehingga
mampunyai dampak terhadap TKB siswa, diperiukan kemampuan
berbahasa siswa yang lebih t inggi. Kemungkinan lain, indikator-indikator
strategi yang terkandung dalam strategi metakognit i f kurang dapat
dipahami penggunaannya oleh pembelajar bahasa Inggris. Dengan
demikian, mungkin diperlukan semacam perlatihan sebelum
menggunakan strategi ini.
G. SBB Pembelajar Bahasa yang TKB-nya Baik
SBB yang diungkapkan pada bagian ini merupakan strategi-strategi
yang sering atau selalu digunakan pembelajar bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris sebagai BA yang kategori kemampuan bahasa targetnya
baik sebagaimana ditunjukkan oleh hasil TBIBA dan TOEFL-nya. Strategi-
strategi belajar bahasa yang diidentifikasi merupakan gambaran dari
pengalaman belajarnya sebagaimana diakuinya dalam SILL dan juga
dalam wawancara. Identifikasi strategi dari kedua kelompok pembelajar
bahasa ini d iharapkan bermanfaat dalam upaya perbaikan proses
S12
pembelajaran bahasa asing para pembelajar bahasa da lam konteks
kebahasaan yang serupa.
1. SBB Pembelajar Bahasa Indonesia sebagai BA
Bagian ini akan memaparkan strategi-strategi yang diidentif ikasi
dari pembelajar bahasa Indonesia, baik yang dikemukakannya dalam SILL
maupun dalam wawancara. Strategi-strategi ini disenaraikan dalam
bentuk senarai strategi yang dapat dijadikan rambu-rambu oleh
pembelajar lainnya, baik yang TKB-nya masih rendah atau yang masih
kurang untuk meningkatkan kemampuannya dalam belajar bahasa
Indoensia. O'Malley (1985) menyatakan bahwa apabila strategi belajar
bahasa yang biasa digunakan oleh pembelajar bahasa yang baik telah
teridentifikasi dan kemudian diajarkan dan digunakan oleh siswa-siswa
yang kurang baik, proses belajar tersebut akan membantu pembelajar
yang kurang baik itu untuk meningkatkan kemampuannya dalam bahasa
target.
a. SBB Pembelajar Bahasa Indonesia dalam SfLL
TKB pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA di kedua universitas
yang dijadikan sampel penelit ian ini secara rata-rata sedang. Terdapat 3
orang responden yang TKB-nya baik. Dari ketiga orang inilah dicoba
diangkat strategi-strategi yang akan disenaraikan untuk di jadikan rambu-
rambu strategi yang dapat dimanfaatkan oleh pembelajar bahasa lainnya.
Strategi-strategi yang diliput dalam SILL yang akan disenaraikan ini yaitu
strategi-strategi yang sering atau selalu digunakan oleh pembelajar yang
TKB-nya baik ini, yaitu yang skor pil ihannya 4 dan 5 saja. Indikator
513
strategi dalam SILL yang sering dan juga selalu d igunakan oleh ketiga
pembelajar yang TKB-nya baik ini meliputi strategi-strategi berikut ini.
Strategi mengingat
- I use flashcards with the new word on one side and the definition or
other information on the other.
-1 review often
-1 go back to refresh my memory of things I learned much earlier.
Strategi kognitif
-1 immitate the way native speakers talk.
- I read a story or dialogue several times until I can understand it."
-1 initiate conversation in the new language.
-1 watch TV shows or movies or listen to the radio in the new language.
-1 read for pleasure in the new language.
- I write personal notes, messages, letters or reports in the new
language.
-1 take notes in the class in the new language.
- I use reference materials such as glossaries or dictionaries to help me
use the language.
- I find the meaning of a word by dividing the word into parts which I
understand.
- I try to understand what I have heard or read without translating it word
for word into my own language.
- I develop my own understanding of how the language works, even if
sometimes I have to revise my understanding based on new information.
514
Strategi kompensasi
- When t don't understand a word I read or hear, I guess the general
meaning by using any clue I can find, for example, clues from the
context or situation.
- In a conversation, I anticipate what a person is going to say based on
what has been said so far.
-If I'm speaking and cannot think the right expression, I use gestures or
switch back to my own language momentarily.
- When I cannot think of the correct expression to say or write, I find a
different way to express idea; for example, I use a synonym or describe
the idea.
Strategi metakognitif
- / arrange my schedule to study and practice the new language
consistently, not just when there is pressure of a test.
-1 plan my goal for language learning, for instance, how proficient I want
to become or how I might want to use the language in the long run.
- / clearly identify the purpose of the language activity; for instance, in the
listening task I might need to listen for the general idea or for specific
facts.
-1 actively look for people with whom I can speak the new language.
-1 learn from my mistakes in using the new language.
-1 evaluate the general progress I have made in learning the language.
515
Strategi afektif
-I try to relax whenever I feel anxious about using the new language.
-1 actively encourage myself to take wise risk in language learning, such
as guessing meaning or trying to speak, even though I might make some
mistakes.
Strategi sosialisasi
- If I don't undertand I ask the speaker to slow down, repeat, or clarify
what was said.
- In conversations with others in the new language, ask questions in order
to be as involved as possible and to show I'm interested.
-1 try to learn about the culture of the place where the new language is
spoken.
- / pay close attention to the thoughts and feelings of other people with
whom I interact in the new language.
Dari 40 butir SBB yang diiiput dalam SILL ini ternyata ada
sembilan butir yang tidak sering atau tidak selalu digunakan oleh ket iga
responden ini. Art inya, sebanyak 31 butir atau 77,5% dari butir-butir
indikator SBB yang sering atau selalu digunakan oleh ketiga pembelajar
bahasa Indonesia sebagai BA ini yang TKB-nya paling baik di antara
responden yang dijadikan sampel penelitian ini.
b. SBB Pembelajar Bahasa Indonesia dalam Wawancara
Bagian ini akan mengetengahkan strategi belajar bahasa yang
biasa digunakan oleh pembelajar bahasa Indonesia sebagaimana
dikemukakannya dalam wawancara. Dari sejumlah strategi yang diperoleh
516
dari wawancara ini yang biasa digunakan oleh ketiga pembelajar bahasa
Indonesia yang baik dalam hasil TBIBA-nya meliputi strategi-strategi
berikut ini.
Strategi Mengingat
- Menggunakan kartu atau flashcards untuk mempelajari kosa kata;
- Menghafalkan seluruh kalimat daiam wacana yang akan digunakan
untuk kepent ingan bermain peran; dan
- Membuat sendiri daftar kosa kata baru serta mereviunya secara
berulang-ulang.
Strategi Kognitif
- Merujuk ke kamus untuk mengetahui makna kata baru pada bahan
bacaan dan membaca ulang bahan yang ada kata baru tersebut;
- Mencatat apa yang dikatakan guru dan mereviu agar bisa mengingat
terus apa yang dikatakan tersebut;
- Berupaya membuat catatan atau persiapan sebelum melakukan fungsi
bahasa tertentu seperti menelepon dan berbicara di depan kelas;
- Meniru secara berulang-ulang cara penutur asli mengucapkan kata-kata
atau ungkapan-ungkapan;
- Memperhat ikan struktur kalimat yang dapat digunakan untuk berbicara
atau menulis dalam konteks lain dengan menggunakan bahasa sasaran;
- Menyimak secara komprehensif untuk memperoleh makna keseluruhan
dan menduga makna kata atau ungkapan yang belum diketahui
berdasarkan konteksnya;
517
- Membaca nyaring dan meniru ucapan penutur asli untuk memperbaik i
cara pengucapan;
- Menggunakan terus kata atau ungkapan yang baru diperoleh dalam
berbagai konteks;
- Berlatih secara terus menerus mengucapkan kata atau ungkapan yang
di dalamnya ada bunyi yang dipandang sukar diucapkan karena t idak
sama dengan bunyi dalam bahasa ibu;
- Mengerjakan tugas-tugas secara rutin setiap minggu yang diberikan
oleh setiap guru;
- Membuat catatan kecil sebelum melakukan tindak tutur tertentu.
Strategi Metakognitif
- Memonitor kesalahan sendiri secara konsisten;
- Berupaya terus untuk menggunakan bahasa sasaran, kendat ipun
sesekali harus didukung gerak tubuh {gestures).
Strategi Sosialisasi
- Memanfaatkan kesempatan belajar di l ingkungan tempat bahasa target
digunakan;
- Bertanya langsung kepada penutur tatkala dalam bercakap-cakap ada
kata atau ungkapan yang tidak dipahami.
c. SBB Pembelajar Bahasa Indonesia yang TKB-nya baik
Bagian ini akan mengemukakan strategi-strategi yang sering atau
selalu d igunakan oleh ketiga pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA
yang diidentif ikasi dari SILL dan juga dari wawancara. Senarai strategi ini
518
dapat digunakan sebagai rambu-rambu oleh pembelajar bahasa Indonesia
sebagai BA lainnya untuk meningkatkan kemampuannya dalam belajar
bahasa asing.
Strategi mengingat
(1) Penggunaan medium belajar yang mudah diakses di lakukan setiap
saat misalnya penggunaan kartu kosa kata. Mereka menyatakan:
7 use flashcards with the new word on one side and the definition or
other information on the other."
(2) Prinsip pengulangan dalam belajar dimanfaatkan untuk memperkokoh
dan memperbaiki hasil belajarnya, misalnya mereka berkata:
7 review often"
"i go back to refresh my memory of things I learned much earlier."
(3) Penghafalan kalimat-kalimat sebelaum bermain peran di lakukan untuk
berlatih menggunakan bahasa target. Dalam hal ini mereka
mengatakan:
7 try to memorize ell sentences I'm going to use in the role play."
(4) Penyenaraian kata-kata baru digunakan untuk mengingat kata baru
dalam bahasa sasaran. Dalam strategi ini mereka melakukan kegiatan
seperti:
7 make a list of new words and try to review them consistently."
Strategi kognitif
(1) Proses peniruan terhadap tuturan penutur asli d imanfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Dalam hal ini mereka mengakui bahwa mereka:
7 immitate the way native speakers talk."
519
7 read aloud and try to immitate native speakers pronunciation to
improve my pronunciation."
(2) Pengulangan bahan bacaan atau sirnakan di lakukan untuk
memperoleh pemahaman yang baik, mereka mengatakan bahwa:
7 read a story or dialogue several times until I can understand it. "
(3) Penggunaan bahasa sasaran misalnya dalam bentuk percakapan
sering di lakukan. Mereka menyatakan:
7 initiate conversation in the new language."
(4) Media teknologi informasi dimanfaatkannya untuk meningkatkan
kemampuannya dalam berbahasa target. Mereka berkata:
7 watch TV shows or movies or listen to the radio in the new
language."
(5) Pemanfaatan produk-produk media cetak yang berbahasa target
di jadikannya sebagai hobi dalam membaca. Mereka menyatakan:
7 read for pleasure in the new language."
(6) Penggunaan bahasa sasaran secara tertulis d iupayakan dalam
berbagai kepent ingan dan bentuknya, misalnya strategi yang
digunakannya yaitu:
"I write personal notes, messages, letters or reports in the new
language"
1 take notes in the class in the new \anguage."
7 take notes everything the teacher said in the class and review them
so that I can remember them."
7 wnte down everything I'm going to say before using the language
functions, for instance, before making a call or talking in front of the
class."
520
7 always jot down things before speaking in the new language."
(7) Pemanfaatan bahan refenrensi di lakukan untuk membantu dalam
menggunakan bahasa target. Mereka menyatakan:
7 use reference matehals such as glossaries or dictionaries to help me
use the language."
7 look up the meaning of the words I find in the reading text in the
dictionary and read the text containing those new words several
times."
(8) Pemenggalan kata di lakukan untuk mempermudah pemahaman kata
baru. Strategi yang digunakannya misalnya:
7 find the meaning of a word by dividing the word into parts which I
understand."
(9) Penerjemahan kata demi kata ke dalam bahasa ibu senantiasa
dihindari dalam memahami apa yang didengar atau dibaca. Misalnya,
7 try to understand what I have heard or read without translating it
word for word into my own language."
(10) Pemahaman tentang kaidah bahasa sasaran dikembangkan bahkan
dengan kemungkinan merevisi kaidah yang telah diketahuinya.
Mereka menggunakan strategi seperti :
7 develop my own understanding of how the language works, even if
sometimes I have to revise my understanding based on new
information."
7 pay atention to the structrure of sentences which I can use for
speaking or writing in other contexts in the new language."
(11) Memfokuskan perhatian pada gagasan utama dan penerkaan makna
kata atau ungkapan dari konteksnya di lakukan untuk mengetahui
521
makna kata yang t idak diketahuinya lewat konteksnya. Dalam hal ini
mereka berkata bahwa:
"I try to pay attention to get the general idea or to guess the meaning
of a word or phrase that I don't know from the context. "
(12) Berlatih menggunakan bahasa target dalam berbagai konteks.
Secara eksplisit mereka berkata:
7 try to use the new words or expressions in many context "
"I practice regularly the words which are difficult to pronouce. "
"I dilligently do the assignments given by the teacher. "
Strategi kompensasi
(1) Makna secara umum diperoleh dengan melakukan dugaan melalui
penanda-penanda yang didapat dari konteks atau situasi. Strategi
yang digunakannya yaitu
"When I don't understand a word I read or hear, I guess the general
meaning by using any clue I can find, for example, clues from the
context or situation"
"In a conversation, I anticipate what a person is going to say based on
what has been said so far. "
(2) Penggunaan ungkapan lain atau gerakan tubuh dan sesekali beral ih
ke bahasa target ke bahasa ibu di lakukan tatkala sukar menemukan
kata atau ungkapan yang tepat dalam bahasa sasaran. Strategi yang
digunakan mereka itu misalnya,
"If I 'm speaking and cannot think the right expression, I use gestures
or switch back to my own language momentarily"
522
(3) Penggunaan sinonim atau ungkapan lain untuk menyatakan gagasan
di lakukan untuk menjelaskan sesuatu. Dalam hal ini mereka berkata.
"When I cannot think of the correct expression to say or write, I find a
different way to express idea; for example, I use a synonym or describe
the idea."
Strategi metakognitif
(1) Jadwal belajar dirancang untuk belajar dan berlatih bahasa sasaran
setiap waktu bukan hanya apabila akan menghadapi tes. Secara
eksplisit mereka berkata: 7 arrange my schedule to study and practice
the new language consistently, not just when there is pressure of a
test."
(2) Tujuan belajar dirumuskan dan ditentukan terlebih dahulu agar
memahami benar setiap kegiatan belajar yang di lakukannya, misalnya,
7 plan my goal for language learning, for instance, how proficient I
want to become or how I might want to use the language in the long
run"
7 dearly identify the purpose of the language activity; for instance, in
the listening task I might need to listen for the general idea or for
specific facts."
(3) Teman bertutur dalam bahasa sasaran senantiasa diupayakan.
Mereka menyatakan:
7 actively look for people with whom I can speak the new language."
(4) Kesalahan dalam pemakaian bahasa digunakannya sebagai bahan
untuk memperbaiki kemampuannya dalam bahasa sasaran. Misalnya:
7 ieam from my mistakes in using the new language."
523
(5) Kemajuan dalam belajar bahasa sasaran senantiasa dievaluasi dan
dipantaunya sendiri. Dalam hal ini mereka menyatakan:
7 evaluate the general progress I have made in learning the
language."
Strategi afektif
(1) Upaya untuk bersikap tenang atau tidak gugup di lakukan dalam
menggunakan bahasa sasaran. Mereka menyatakan:
7 try to relax whenever I feel anxious about using the new language. "
(2) Sikap untuk berani membuat kesalahan dalam berbahasa target
d ikembangkannya dengan menggunakan pengetahuan kebahasaan
yang dimilikinya. Strategi yang digunakannya itu yaitu
7 actively encourage myself to take wise risk in language learning,
such as guessing meaning or trying to speak, even though I might
make some mistakes. "
Strategi sosialisasi
(1) Meminta penutur lain untuk berbicara lambat atau mengulang
tuturannya di lakukan untuk dapat memahami lawan bicara secara
baik. Strategi yang digunakannya itu yaitu
7f / don't undertand I ask the speaker to stow down, repeat, or clarify
what was said."
(2) Pertanyaan diajukan kepada penutur lain untuk membuat dir inya
terlibat secara akti f dalam percakapan. Strategi tersebut yaitu
"In conversations with others in the new language, ask questions in
order to be as involved as possible and to show I'm interested. "
524
(3) Budaya bahasa sasaran dipelajarinya untuk memperkokoh
pemahaman dan ketepatan penggunaan bahasa sasaran. Mereka
menggunakan strategi:
7 try to learn about the culture of the place where the new language is
spoken. "
(4) Pemikiran dan perasaan lawan bicara diperhatikan dengan baik agar
interaksi berjalan sebagaimana mestinya. Mereka menggunakan
strategi:
7 pay close attention to the thoughts and feelings of other people with
whom I interact in the new language. "
(5) Kesempatan belajar di tempat yang bahasa sasaran d igunakan
sebagai bahasa sehari-hari dimanfaatkan untuk meningkatkan
kemahiran berbahasa. Mereka menyatakan.
"I use any opportunities to study in the place where the target
language is used. "
b. SBB Pembelajar Bahasa Inggris sebagai BA
Bagian ini akan memaparkan strategi-strategi yang diidentif ikasi
dari pembelajar bahasa Inggris sebagai BA, baik yang d ikemukakannya
dalam ISBB maupun dalam wawancara untuk disenaraiklan menjadi
senarai strategi belajar yang dapat dijadikan rambu-rambu tau petunjuk
oleh pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di l ingkungan Indonesia.
Perangkat strategi ini diharapkan akan dapat digunakan oleh pembelajar
bahasa Inggris lainnya yang TKB-nya masih belum baik untuk
meningkatkan kemampuannya dalam belajar bahasa Inggris sebagai BA.
S25
a. SBB Pembelajar Bahasa Inggris dalam ISBB
TKB pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di IKIP Bandung,
sebagaimana ditunjukkan oleh skor TOEFL-nya, secara rata-rata skornya
termasuk kriteria SEDANG dengan kategori t ingkat M E N E N G A H .
Terdapat 7 orang responden yang skor TOEFL-nya termasuk kriteria baik
sekali dengan kategori t ingkat pasca lanjutan. Dari ketujuh orang inilah
dicoba diangkat strategi-strategi yang akan dijadikan dasar penyusunan
model alternatif ini. Strategi-strategi yang diliput dalam ISBB yang akan
dijadikan dasar penyusunan model ini yaitu strategi-strategi yang sering
atau selalu di lakukan oleh pembelajar yang TKB-nya baik ini, yaitu yang
skor pil ihannya 3 dan 4. Indikator strategi dalam ISBB yang sering dan
juga selalu d igunakan oleh responden-responden yang TKB-nya baik
sekali meliputi strategi-strategi berikut ini.
Strategi mengingat
- Saya mencoba menghubungkan apa yang sudah saya ketahui dengan
ha-hal yang baru yang saya pelajari.
- Saya menggunakan kata-kata baru bahasa Inggris dalam kalimat agar j]
saya bisa mengingat kata-kata baru tersebut.
- Untuk mengingat sebuah kata, saya menghubungkan bunyi kata baru itu I
dengan bayangan benda atau gambar kata tersebut.
- Untuk mengingat kata baru, saya mengingat bunyi kata-kata tersebut
dengan mengasosiasikan bunyi kata tersebut dengan kata da lam
bahasa sendiri yang bunyinya mirip dengan kata baru tersebut.
- Untuk mengingat kata baru, saya memperagakan kata-kata baru J'
tersebut.
526
- Saya mempelajar i kembal i pelajaran yang sudah diajarkan di kelas di
luar jam sekolah.
- Saya mengingat kata-kata dan frase-frase baru yang absrak dengan
mengingat lokasi kata-kata dan frase-frase baru tersebut dalam buku, di
papan tulis, atau pada tanda-tanda jalan
Strategi kognitif
- Dalam mempelajar i kata-kata baru, saya mengucapkan atau menul iskan
kata-kata baru itu beberapa kali. i ,
- Saya berupaya beriatih berbicara seperti penutur asli bahasa Inggris, j '
- Saya berlatih mengucapkan bunyi-bunyi bahasa Inggris.
- Saya menggunakan kata-kata bahasa Inggris dalam berbagai konteks.
- Saya berinisiatif untuk memulai percakapan dengan menggunakan '
bahasa Inggris.
- Saya menonton film berbahasa Inggris, ji
- Saya membaca buku-buku berbahasa Inggris. •/
- Saya membuat catatan, pesan, surat-surat, atau laporan dalam bahasa
Inggris.
- Pada waktu membaca buku-buku bahasa Inggris, terlebih dahulu saya
membacanya untuk mencari esensi dari bacaan tersebut, kemudian
membacanya lagi dengan saksama
- Saya mencari kata-kata dalam bahasa saya sendiri yang serupa dengan
kata-kata baru dalam bahasa Inggris.
- Saya mencoba untuk mengetahui pola kalimat bahasa Inggris.
- Saya mencari makna kata bahasa Inggris dengan memenggal kata
tersebut ke dalam kata-kata yang saya ketahui.
527
- Untuk memahami wacana bahasa Inggris, saya tidak mener jemahkan
kata demi kata.
- Saya membuat r ingkasan dari apa yang saya dengar atau saya baca
yang berbahasa Inggris.
Strategi kompensasi
- Untuk memahami kata-kata bahasa Inggris yang tidak saya ketahui,
saya mencoba menerka makna kata tersebut.
- Jika saya lupa sebuah kata sewaktu bercakap-cakap dalam bahasa
Inggris, saya menggunakan isyarat dengan menggunakan anggota
badan.
- Saya menciptakan sendiri kata baru dalam bahasa target yang kira-kira
maknanya mendekat i apa yang saya maksud untuk menyampaikan
sesuatu. Misalnya saya menggunakan kata paperhoider untuk kata note
book. Kata tersebut t idak ada dalam bahasa Inggris.
- Saya membaca bahasa Inggris tanpa melihat makna setiap kata di
dalam kamus.
- Saya mencoba untuk menerka apa yang akan dikatakan lawan bicara
tatkala sedang bercaka-cakap dalam bahasa Inggris.
- Jika saya lupa sebuah kata bahasa Inggris, saya menggunakan kata
atau frase lain yang kira-kira maknanya sama.
Strategi metakognitif
- Saya mencari berbagai cara dan kesempatan untuk menggunakan
bahasa Inggris.
528
- Saya mengidenti f ikasi kesalahan-kesalahan dalam berbahasa Inggris
dan saya gunakan informasi tersebut untuk meningkatkan kemampuan
bahasa Inggris saya dengan menghindari kesalahan-kesalahan tersebut.
- Saya memperhat ikan orang yang berbahasa Inggris dengan sebaik-
baiknya.
- Saya mencari informasi tentang cara agar menjadi pembelajar bahasa
Inggris yang baik.
- Saya mencari teman untuk berlatih berbicara dalam bahasa Inggris.
- Saya mencari kesempatan sebanyak mungkin untuk membaca apapun
yang berbahasa Inggris.
- Setiap kegiatan yang saya lakukan dalam belajar yang d imaksudkan
untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris, saya mempunyai
sasaran yang jelas.
- Saya memperhat ikan kemajuan saya dalam belajar bahasa Inggris.
Strategi afektif
- Saya berupaya untuk t idak tegang atau gugup tatkala akan atau sedang
menggunakan bahasa Inggris.
- Saya mendorong diri saya sendiri untuk berbicara dalam bahasa Inggris / ' r
walaupun saya mungkin akan membuat kesalahan.
- Saya memberi pujian kepada diri saya sendiri j ika saya mendapat nilai /;
baik dalam pelajaran bahasa Inggris.
- Saya mengatasi emosi atau perasaan saya sehingga t idak merasa
tegang atau gugup dengan mendengarkan musik atau melakukan
kegiatan (ain yang menyenangkan.
529
- Saya mencatat perasaan saya tentang belajar bahasa Inggris da lam
buku harian.
- Saya mengungkapkan perasaan saya tentang belajar bahasa Inggris
kepada orang lain, misalnya kepada teman saya sendir i .
Strategi sosialisasi
- Jika saya tidak mengerti apa yang dikatakan lawan bicara, saya
meminta dia untuk melambatkan ucapannya atau mengulangi apa yang
dikatakannya.
- Saya meminta penutur asli untuk mengoreksi dan membetulkan bahasa
Inggris saya dalam menggunakan bahasa Inggris.
- Saya berlatih berbicara bahasa Inggris dengan siswa lainnya. /
- Dalam mengajukan pertanyaan tentang bahasa Inggris, baik kepada
guru di kelas maupun kepada teman di luar kelas, saya menggunakan
bahasa Inggris.
- Saya mencoba mempelajari budaya penutur asli bahasa Inggris, apakah
dengan menonton fi lm tentang penutur asli bahasa Inggris atau dengan
membaca buku-buku yang menggambarkan budaya mereka.
Dari 50 indikator SBB yang diliput dalam ISBB, hanya dua butir
yang sama sekali t idak dipilih sebagai strategi yang sering atau selalu
digunakan oleh ketujuh pembelajar ini. Kedua indikator ini yaitu butir 6
yang berbunyi "Saya menggunakan ftashcards untuk mengingat kata-kata
baru," dan butir 34 yang berbunyi "Saya membuat jadwal belajar sehingga
saya mempunyai banyak waktu untuk belajar bahasa Inggris. Art inya, 9 6 %
dari jumlah indikator yang diliput dalam ISBB sering atau bahkan selalu
530
K a m p u s ,
- Berlatih menyimak dengan sangat sering melalui kaset di laboratorium
dan berlatih dengan menggunakan hasil rekam ulang di rumah pada
berbagai kesempatan, misalnya sewaktu memasak;
- Membaca koran berbahasa Inggris dan berlangganan majalah ber
bahasa Inggris;
- Meringkas hasil bacaan terutama yang berkaitan dengan masalah
pengajaran bahasa;
- Membaca berbagai bahan bacaan dalam bidang yang berbeda-beda,
termasuk novel untuk kesenangan;
- Segera merujuk ke kamus manakala berjumpa dengan kata baru
terutama bila tidak bisa diduga dari konteks dan kata tersebut
menentukan gagasan pokok tul isan yang sedang dibaca;
- Menggunakan dengan berulang-ulang kata atau tuturan yang baru
didengar atau dibaca pada kesempatan lain sesegera mungkin;
- Menonton hampir setiap hari program-program tertentu yang
menggunakan bahasa Inggris di TV, seperti Cosby Show;
- Membaca sumber-sumber bacaan yang relevan sebelum melakukan
presentasi di kelas;
- Mempelajari gramatika bahasa Inggris untuk digunakan dalam
berbahasa Inggris;
- Membaca kembali buku bahasa Inggris SLTP/SMU sebelum membaca
bahan yang sama pada buku pegangan di IKIP.
Strategi Metakognitif
- Mulai belajar bahasa Inggris pada usia dini, yaitu tatkala di sekolah
dasar;
- Menggunakan fasilitas perpustakaan secara teratur; j
- Membuat jadwal kegiatan belajar seminggu sebelum kegiatan itu akan
di lakukan.
532
Strategi Afektif
- Berusaha memahami tuturan penutur asli dengan memanfaatkan
konteks tuturan;
- Berusaha berteman dengan penutur asli bahasa sasaran dan berbicara
sesering mungkin dalam bahasa sasaran dengan penutur asli tersebut.
- Menulis di buku harian dalam bahasa Inggris meskipun membuat banyak
kesalahan.
Strategi Sosialisasi
- Meminta guru untuk sering menggunakan bahasa Inggris pada waktu
mengajar;
- Berupaya mengajarkan bahasa Inggris kepada orang lain untuk
mendorong diri sendiri dalam meningkatkan kemampuan berbahasa
Inggris.
c. SBB Pembelajar Bahasa Inggris yang TKB-nya Baik
Bagian ini akan mengetengahkan strategi-strategi yang sering atau
selalu d igunakan oleh ketujuh pembelajar bahasa Inggris yang skor
TOEFL-nya di atas 550 ini, yaitu strategi-strategi yang diidentif ikasi dari
ISBB dan juga dari wawancara. Strategi-strategi tersebut meliputi hal-hal
berikut ini.
533
Strategi mengingat
(1) Advanced organizer digunakan dalam mempelajari hal yang baru agar
hal yang baru itu dapat diingat secara lebih baik. Strategi ini tercermin
pada pengakuan mereka yang mengatakan:
"Saya mencoba menghubungkan apa yang sudah saya ketahui
dengan ha-hal yang baru yang saya pelajah."
(2) Penggunaan kata yang baru dipelajari di dalam konteks di lakukan agar
kata-kata yang baru itu bisa diingat dengan baik. Mereka berkata:
"Saya menggunakan kata-kata baru bahasa Inggris dalam kalimat agar
saya bisa mengingat kata-kata baru tersebut."
(3) Kaitan antara kata yang baru dipelajari dengan bayangan benda atau
hal yang dirujuknya dan juga kaitan antara kata yang baru itu dengan
kata yang serupa dalam bahasa ibu dimanfaatkan untuk mengingat
dan mempelajari kata yang baru tersebut. "Untuk mengingat sebuah
kata, saya menghubungkan bunyi kata bani itu dengan bayangan
benda atau gambar kata tersebut"
"Untuk mengingat kata baru, saya mengingat bunyi kata-kata tersebut
dengan mengasosiasikan bunyi kata tersebut dengan kata dalam
bahasa sendiri yang bunyinya mirip dengan kata baru tersebut."
"Saya mengingat kata-kata dan frase-frase baru yang absrak dengan
mengingat lokasi kata-kata dan frase-frase baru tersebut dalam buku,
di papan tulis, atau pada tanda-tanda jalan."
(A) Unsur kinesik khususnya gerak tubuh dimanfaatkan untuk mengingat
kata baru. Mereka menyatakan bahwa:
"Untuk mengingat kata baru, saya memperagakan kata-kata baru
tersebut."
534
(5) Prinsip pengulangan dalam belajar dimanfaatkan untuk memperkokoh
dan memperbaik i hasil belajarnya, misalnya mereka berkata:
"Saya mempelajari kembal/ pelajaran yang sudah diajarkan di kelas di
luar jam sekolah."
(6) Proses peniruan terhadap tuturan penutur asli d imanfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Dalam hal ini mereka berkata:
"Saya meniru pengucapan penutur asli yang saya dengar tatkala saya
menonton televisi."
Strategi kognitif
1) Belajar dengan melalui proses pengulangan baik dalam latihan
pelafalan maupun cara penulisan di lakukan untuk mengingat kata
baru. Dalam hal ini, mereka berkata:
"Dalam mempelajari kata-kata baru, saya mengucapkan atau
menuliskan kata-kata baru itu beberapa kati."
"Saya berlatih mengucapkan bunyi-bunyi bahasa Inggris."
(2) Proses peniruan terhadap tuturan penutur asli d imanfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Dalam hal ini mereka mengakui bahwa mereka:
"Saya berupaya berlatih berbicara seperti penutur asli bahasa Inggris."
(3) Berlatih menggunakan bahasa target dalam berbagai konteks. Secara
eksplisit mereka berkata:
"Saya menggunakan kata-kata bahasa Inggris dalam berbagai
konteks."
(4) Media teknologi informasi dimanfaatkannya untuk meningkatkan J;
kemampuannya dalam berbahasa ta rge t Mereka berkata: •(/
"Saya menonton film berbahasa Inggris."
535
(5) Pemanfaatan produk-produk media cetak yang berbahasa target
digunakan dalam proses belajar bahasa target. Mereka menyatakan:
"Saya membaca buku-buku berbahasa Inggris."
(6) Penggunaan bahasa sasaran secara tertulis diupayakan dalam
berbagai kepent ingan dan bentuknya, misalnya strategi yang
digunakannya yaitu:
"Saya membuat catatan, pesan, surat-surat, atau laporan dalam
bahasa Inggris."
"Saya membuat ringkasan dari apa yang saya dengar atau saya baca
yang berbahasa Inggris."
(7) Penggunaan bahasa sasaran misalnya dalam bentuk percakapan
sering di lakukan. Mereka menyatakan:
"Saya berinisiatif untuk memulai percakapan dengan menggunakan
bahasa Inggris."
'Saya berbicara sendiri atau memikirkan sesuatu dalam bahasa Inggris
jika tidak mampunyai teman untuk berlatih berbicara."
"Saya menggunakan bahasa Inggris secara konsisten dengan teman
di kampus."
"Saya membaca sumber-sumber bacaan yang relevan sebelum
melakukan presentasi di kelas."
"Saya mempelajari tata bahasa bahasa Inggris untuk digunakan dalam
bercakap-cakap dalam bahasa Inggris."
(8) Teknik membaca sepert i skimming dan scanning d imanfaatkan untuk
memahami bahasa target. Dalam hal ini mereka berkata:
536
"Pada waktu membaca buku-buku bahasa Inggris, terlebih dahulu saya
membacanya untuk mencari esensi dari bacaan tersebut, kemudian
membacanya lagi dengan saksama."
(9) Pengetahuan dalam bahasa ibu dimanfaatkan untuk mengingat kata
atau ungkapan baru dalam bahasa target. Dengan demikian mereka
berkata:
"Saya mencari kata-kata dalam bahasa saya sendiri yang serupa
dengan kata-kata baru dalam bahasa Inggris."
(10) Pemahaman tentang kaidah bahasa sasaran d ikembangkan dalam
mempelajari bahasa target. Mereka menggunakan strategi seperti :
"Saya mencoba untuk mengetahui pola kalimat bahasa Inggris."
(11) Pemenggalan kata di lakukan untuk mempermudah pemahaman kata
baru. Strategi yang digunakannya misalnya:
"Saya mencari makna kata bahasa Inggris dengan memenggal kata
tersebut ke dalam kata-kata yang saya ketahui."
(12) Penerjemahan kata demi kata ke dalam bahasa ibu senant iasa
dihindari dalam memahami apa yang didengar atau dibaca. Misalnya,
"Untuk memahami wacana bahasa Inggris, saya tidak
menerjemahkan kata demi kata."
"Saya menonton film benoahasa Inggris dengan berupaya tanpa
membaca teks terjemahannya."
(13) Pengulangan bahan bacaan atau sirnakan di lakukan untuk berlatih
bahasa target. Mereka mengatakan bahwa:
"Saya berlatih menyimak dengan sangat sering melalui kaset di
laboratorium dan berlatih dengan menggunakan hasil rekam ulang di
rumah pada berbagai kesempatan, misalnya sedang memasak."
537
"Saya menggunakan kata atau tuturan yang baru didengar atau
dibaca berulang-ulang pada kesempatan lain sesegera mungkin."
(14) Pemanfaatan bahan referensi seperti kamus dan buku-buku
pelajaran di lakukan untuk membantu dalam menggunakan bahasa
target. Mereka menyatakan:
"Saya membaca kembali buku pelajaran bahasa Inggris sekolah
menengah, yaitu buku-buku SLTP/SMU sebelum membaca bahan
yang sama pada buku pegangan di perguruan tinggi."
"Saya segera merujuk ke kamus manakala berjumpa dengan kata
baru terutama bila tidak bisa diduga dari konteks dan kata tersebut
menentukan gagasan pokok tulisan yang sedang dibaca."
Strategi kompensasi
(1) Makna secara umum diperoleh dengan melakukan dugaan melalui
penanda-penanda yang didapat dari konteks atau situasi. Mereka
menyatakan:
"Untuk memahami kata-kata bahasa Inggris yang tidak saya ketahui, 'i
saya mencoba menerka makna kata tersebut."
"Saya membaca bahasa Inggris tanpa melihat makna setiap kata di
dalam kamus."
(2) Penggunaan ungkapan lain atau gerakan tubuh dan sesekal i beralih
ke bahasa target ke bahasa ibu dilakukan tatkala sukar menemukan
kata atau ungkapan yang tepat dalam bahasa sasaran. Strategi yang
digunakan mereka itu misalnya,
538
'Jika saya lupa sebuah kata sewaktu bercakap-cakap dalam bahasa
Inggris, saya menggunakan isyarat dengan menggunakan anggota
badan."
"Jika saya lupa sebuah kata bahasa Inggris, saya menggunakan kata
atau frase lain yang kira-kira maknanya sama."
(3) Penggunaan potensi diri dalam menciptakan kaidah bahasa target
yang dalam hal ini mereka berkata:
"Saya menciptakan sendiri kata baru dalam bahasa target yang kira-
kira maknanya mendekati apa yang saya maksud untuk menyam
paikan sesuatu. Misalnya saya menggunakan kata paper holder untuk
kata note book. Kata tersebut tidak ada dalam bahasa Inggris. "
Strategi metakognitif
(1) Jadwal belajar dirancang untuk belajar dan berlatih bahasa sasaran
setiap waktu bukan hanya apabila akan menghadapi tes. Secara
eksplisit mereka berkata:
"Saya membuat jadwal kegiatan belajar seminggu sebelum kegiatan itu
akan dilakukan."
(2) Tujuan belajar dirumuskan dan ditentukan terlebih dahulu agar
memahami benar setiap kegiatan belajar yang di lakukannya, misalnya,
"Setiap kegiatan yang saya lakukan dalam belajar yang dimaksudkan
untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris, saya mempunyai
sasaran yang jelas."
(3) Penggunaan bahasa target untuk meningkatkan kemampuan
berbahasa tersebut sangat diupayakan. Mereka menyatakan bahwa:
539
"Saya mencari berbagai cara dan kesempatan untuk menggunakan
bahasa Inggris."
"Saya mencari teman untuk berlatih berbicara dalam bahasa Inggns."
(4) Kesalahan dalam pemakaian bahasa sasaran digunakannya sebagai
bahan untuk memperbaiki kemampuannya dalam bahasa sasaran.
Misalnya,
"Saya mengidentifikasi kesalahan-kesalahan dalam berbahasa Inggris
dan saya gunakan informasi tersebut untuk meningkatkan kemampuan
bahasa Inggris saya dengan menghindari kesalahan-kesalahan
tersebut."
(5) Kemajuan dalam belajar bahasa sasaran senant iasa dievaluasi dan
dipantaunya sendiri. Dalam hal ini mereka menyatakan:
"Saya memperhatikan kemajuan saya dalam belajar bahasa Inggris."
(6) Pemat ian yang saksama diberikan kepada lawan bicara untuk
memperoleh pemahaman dan kemampuan dalam penggunaan bahasa
sasaran. Mereka menyatakan bahwa
"Saya memperhatikan orang yang berbahasa Inggris dengan sebaik-
baiknya. "
(7) Informasi tentang cara belajar agar bisa menjadi pembelajar yang baik
ditelusuri untuk dimanfaatkan dalam proses belajar bahasa sasaran.
Mereka menunjukkan bahwa:
"Saya mencari informasi tentang bagaimana caranya agar menjadi
pembelajar bahasa Inggris yang baik."
(8) Berbagai kesempatan untuk dapat meresepsi bahan-bahan yang
berbahasa sasaran dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Dalam hal
ini mereka menyatakan:
540
"Saya mencari kesempatan sebanyak mungkin untuk membaca
apapun yang berbahasa inggris."
(9) Pemanfaatan sarana belajar secara teratur. Secara ekspl isi t mereka
menyatakan:
"Saya menggunakan fasilitas perpustakaan secara teratur."
Strategi afektif
(1) Upaya untuk bersikap tenang atau t idak gugup di lakukan dalam
menggunakan bahasa sasaran. Mereka menyatakan:
'Saya berupaya untuk tidak tegang atau gugup tatkala akan atau
sedang menggunakan bahasa Inggris."
"Saya mengatasi emosi atau perasaan saya sehingga tidak merasa
tegang atau gugup dengan mendengarkan musik atau melakukan
kegiatan lain yang menyenangkan."
(2) Sikap untuk berani membuat kesalahan dalam berbahasa target
d ikembangkannya dengan menggunakan pengetahuan kebahasaan
yang dimil ikinya. Strategi yang d igunakannya itu yai tu
"Saya mendorong diri saya sendiri untuk berbicara dalam bahasa
Inggris walaupun saya mungkin akan membuat kesalahan."
"Saya memberi pujian kepada diri saya sendiri jika saya mendapat
nilai baik dalam pelajaran bahasa Inggris."
(3) Pengekspresian perasaan sendir i dengan menggunakan bahasa
sasaran untuk meningkatkan kemampuan dalam bahasa tersebut.
Strategi yang digunakannya yai tu:
"Saya mencatat perasaan saya tentang belajar bahasa Inggris dalam
buku harian."
541
'Saya mengungkapkan perasaan saya tentang belajar bahasa Inggris
kepada orang la/n, m/salnya kepada teman saya sendiri."
(4) Pemanfaatan konteks untuk memahami penutur asti d imanfaatkan
sehingga t ingkat pemahaman akan lebih baik lagi.
'Saya berusaha memahami tuturan penutur asli dengan
memanfaatkan konteks tuturan."
(5) Jal inan persahabatan dengan penutur asli bahasa sasaran
diupayakan untuk berlat ih bahasa sasaran.
"Saya berusaha berteman dengan penutur asli bahasa sasaran dan
berbicara sesering mungkin dalam bahasa sasaran dengan penutur
asli tersebut."
Strategi sosialisasi
(1) Meminta penutur lain untuk berbicara lambat a tau mengu lang
tuturannya di lakukan untuk dapat memahami lawan bicara secara
baik. Strategi yang d igunakannya itu yai tu
"Jika saya tidak mengerti apa yang dikatakan lawan bicara, saya
meminta dia untuk melambatkan ucapannya atau mengulangi apa
yang dikatakannya."
(2) Pertanyaan diajukan kepada penutur lain da lam bahasa sasaran
untuk membuat dir inya terl ibat secara aktif da lam percakapan.
Strategi tersebut yaitu
"Dalam mengajukan pertanyaan tentang bahasa Inggris, baik kepada
guru di kelas maupun kepada teman di luar kelas, saya menggunakan
bahasa Inggris. "
542
(3) Budaya bahasa sasaran dipelajarinya untuk memperkokoh
pemahaman dan ketepatan penggunaan bahasa sasaran. Mereka
menggunakan strategi.
"Saya mencoba mempelajari budaya penutur asli bahasa Inggris,
apakah dengan menonton film tentang penutur asli bahasa Inggris
atau dengan membaca buku-buku yang menggambarkan budaya
mereka."
(4) Pemanfaatan penutur asli di t ingkatkan untuk membetu lkan
penggunaan bahasa sasaran. Mereka menyatakan:
"Saya meminta penutur asli untuk mengoreksi dan membetulkan
bahasa Inggris saya dalam menggunakan bahasa Inggris."
(5) Teman-teman, baik teman di sekolah maupun di luar sekolah
dimanfaatkan untuk berlatih berbahasa sasaran.
"Saya bedatih berbicara bahasa Inggris dengan siswa lainnya."
(6) Belajar sambil melakukan persiapan mengajar d imanfaatkan untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa target.
"Saya mengajarkan bahasa Inggris kepada orang iain untuk
mendorong diri sendiri dalam meningkatkan kemampuan bahasa
Inggris saya."
543