BAG AKHIR
-
Upload
ngurah-putu-puja-astawa -
Category
Documents
-
view
45 -
download
0
Transcript of BAG AKHIR
BAB I
PENDAHULUAN
Kasus penurunan pendengaran dan gangguan pendengaran banyak muncul
disekitar kita. Hasil penelitian membuktikan adanya banyak faktor yang
menyebabkan gangguan pendengaran mulai dari kebisingan hingga penyakit-
penyakit yang mendasari gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran
memiliki prevalensi sama pada laki-laki dan perempuan dan dari penelitian
menunjukan adanya peningkatan prevalensi gangguan pengedengaran dengan
bertambahnya umur.1
Secara umum, gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan total atau parsial
untuk mendengar suara di salah satu atau kedua telinga. Gangguan pendengaran
dibedakan menjadi gangguan pendengaran konduktif, gangguan pendengaran
sensorineural, dan gangguan pendengaran campuran. Ketulian dibidang konduksi
atau disebut tuli konduksi dimana kelainan terletak antara meatus akustikus
eksterna sampai dengana tulang pendengaran stapes. Tuli di bidang konduksi ini
biasanya dapat ditolong dengan memuaskan, baik dengan pengobatan atau dengan
suatu tindakan misalnya pembedahan. Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori
neural hearingloss) dimana letak kelainan mulai dari organ korti di koklea sampai
dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini biasanya sulit dalam
pengobatannya. Apabila tuli konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan, disebut
tuli campuran. Sedangkan Tuli mendadak (sudden deafness) ialah tuli yang terjadi
secara tiba-tiba, bersifat sensorineural dan penyebabnya tidak dapat langsung
diketahui juga seing ditemukan di masyarakat oleh karena berbagai macam faktor
dan penyebabnya yang akan dibahas dalam tulisan ini. 2
Untuk mengetahui jenis ketulian diperlukan pemeriksaan pendengaran maka saat
ini dapat dilakukan tes pendengaran yaitu tes yang paling sederhana ialah tes
suara bisik dan percakapan ("konversasi"), berikutnya tes dengan garpu tala/suara,
dan pada klinik yang maju dipergunakan alat elektro-akustik yaitu tes dengan
audiometer. Pada penurunan fungsi pendengaran, termasuk tuli mendadak, makin
1
cepat diberikan pengobatan makin besar kemungkinan untuk sembuh, bila lebih
dari dua minggu kemungkinan untuk sembuh menjadi lebih kecil.1
Secara keseluruhan dengan penulisan ilmiah ini dan pengertian penyakit
penurunan pendengaran yang baik secara umum. masyarakat nantinya dapat
mengetahui penyebab dan perjalan penyakit beserta penanganannya agar
dikemudian hari dapat melakukan fungsi hidup dengan organ indera vital yang
sehat, yakni pendengaran yang sehat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total
untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Pembagian
gangguan pendengaran berdasarkan tingkatan beratnya gangguan
pendengaran yaitu mulai dari gangguan pendengaran ringan (20-39 dB),
gangguan pendengaran sedang(40-69 dB), dan gangguan pendengaran berat
(70-89 dB).1
2.2. KLASIFIKASI
Gangguan pendengaran dibedakan menjadi gangguan pendengaran
konduktif, gangguan pendengaran sensorineural, dan gangguan pendengaran
campuran yang dijelaskan sebagai berikut;
a. Gangguan pendengaran konduktif : disebabkan oleh gangguan hantaran
suara akibat kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah.
terjadi karena masalah mekanis di telinga luar atau tengah. Penyebab
umum gangguan pendengaran konduktif adalah lintasan telinga terblokir
akibat sumbatan kotoran, gendang telinga berlubang, atau adanya cairan di
telinga. Tiga tulang kecil di telinga tidak dapat mentranportasi suara
dengan benar, atau mungkin gendang telinga tidak bergetar sebagai
respons terhadap suara. Cairan di telinga tengah dapat menyebabkan jenis
gangguan pendengaran konduktif ini.2,3
b. Gangguan pendengaran sensorineural disebabkan oleh kelainan pada
koklea, nervus VIII atau di pusat pendengaran. Hal ini paling sering terjadi
ketika sel-sel rambut kecil (ujung saraf) yang mengirimkan suara melalui
telinga menjadi terluka, sakit, atau tidak berfungsi dengan baik. Jenis
gangguan pendengaran kadang-kadang disebut "kerusakan saraf,"
meskipun hal ini tidak akurat Gangguan pendengaran sensorineural dibagi
3
menjadi gangguan pendengaran sensorineural koklea dan retrokoklea.
Gangguan pendengaran sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia
(kongenital), labirintitis (oleh bakteri atau virus), intoksikasi obat. Selain
itu juga dapat disebabkan oleh gangguan pendengaran mendadak (sudden
deafness), trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising. Sedangkan
gangguan pendengaran sensorineural retrokoklea disebabkan oleh
neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera
otak, perdarahan otak dan kelainan otak lainnya.2,3
c. Gangguan pendengaran campuran merupakan kombinasi gangguan
pendengaran konduktif dan gangguan pendengaran sensorineural.
Gangguan pendengaran campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya
radang telinga tengah yang berkomplikasi ke telinga dalam atau
merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII
disertai radang telinga tengah.1,2
2.3. ETIOLOGI
Etiologi Tuli Konduksi :
1. Pada meatus akustikus eksterna: cairan (sekret, air) dan benda asing,
polip telinga).
3. Kerusakan membrana timpani: perforasi, ruptura, sikatriks.
4. Dalam kavum timpani: kekurangan udara pada oklusio tuba, cairan
(darah atau hematotimpanum karena trauma kepala, sekret pada otitis
media baik yang akut maupun yang kronis), tumor.
5. Pada osikula: gerakannya terganggu oleh sikatriks, mengalami
destruksi karena otitis media, oleh ankilosis stapes pada otosklerosis,
adanya perlekatan-perlekatan dan luksasi karena trauma maupun
infeksi, atau bawaan karena tak terbentuk salah satu osikula.
Etiologi Tuli Persepsi :
1. Periode prenatal
Oleh faktor genetik atau Bukan oleh faktor genetik. Terutama penyakit-
penyakit yang diderita ibu pada kehamilan trimester pertama (minggu ke 6
4
s/d 12) yaitu padasaat pembentukan organ telinga pada fetus yakni rubela,
morbili, diabetes melitus, nefritis, toksemia dan penyakit-penyakit virus
yang lain. Serta obat-obat yang dipergunakan waktu ibu mengandung
seperti salisilat, kinin, talidomid, streptomisin dan obatobat untuk
menggugurkan kandungan.
2. Periode perinatal dan postnatal
Penyebab ketulian disini terjadi diwaktu ibu sedang melahirkan.Misalnya
trauma kelahiran dengan memakai forceps, vakum ekstraktor, letak-letak
bayi yang tak normal, partus lama. Jugapada ibu yang mengalami
toksemia gravidarum. Sebab yang lain ialah prematuritas, penyakit
hemolitik dan kern ikterus. Pada periode postnatal dapat berupa faktor
genetik atau keturunan, misalnya pada penyakit familiarperception
deafness.
3. Pada Anak-anak
Dapat berupa penyakit-penyakit infeksi pada otak misalnya meningitis dan
ensefalitis. Adapun infeksi umum : morbilli, varisela, parotitis (mumps),
influenza, deman skarlatina, demamtipoid, pneumonia, pertusis, difteri dan
demam yang tak diketahui sebabnya, serta pemakaian obat-obat ototoksik
pada anak-anak.
4. Pada orang dewasa
Gangguan pada pembuluh-pembuluh darah koklea, dalam bentuk
perdarahan, spasme (iskemia), emboli dan trombosis. Gangguan ini
terdapat pada hipertensi dan penyakit jantung.
Kolesterol yang tinggi: Oleh Kopetzky dibuktikan bahwapenderita-
penderita tuli persepsi rata-rata mempunyai kadarkolesterol yang
tinggi dalam darahnya.
Diabetes Melitus : Seringkali penderita diabetes melitus takmengeluh
adanya kekurangan pendengaran walaupun kalau diperiksa secara
audiometris sudah jelas adanya kekurang pendengaran. Sebab ketulian
5
disini diperkirakan sebagai berikut; Suatu neuropati N VIII, Suatu
mikroangiopati pada telinga dalam (inner ear, Obat-obat ototoksik.
Penderita diabetes sering terkena infeksi dan lalu sering menggunakan
antibiotika yang ototoksik
Penyakit-penyakit ginjal: Bergstrom menjumpai 91 kasus tuli persepsi
diantara 224 penderita penyakit ginjal. Diperkirakan penyebabnya
ialah obat ototoksik, sebab penderita penyakit ginjal mengalami
gangguan ekskresi obatobat yang dipakainya.
Influenza oleh virus. Oleh Lindsay dibuktikan bahwa sudden deafness
pada orang dewasa biasanya terjadi bersama-sama dengan infeksi
traktus respiratorius yang disebabkan olehvirus.
Obat-obat ototoksik: Diberitakan bahwa bermacam-macam obat
menyebabkan ketulian, misalnya : dihidrostreptomisin, salisilat, kinin,
neomisin, gentamisin, arsenik, antipirin, atropin, barbiturat, librium.
Defisiensi vitamin. Disebut dalam beberapa karangan, bahwa
defisiensi vitamin A, B1, B kompleks dan vitamin C dapat
menyebabkan ketulian.
Faktor alergi. Diduga terjadi suatu gangguan pembuluh darah pada
koklea.
Trauma akustik : letusan born, letusan senjata api, tuli karena suara
bising.
Infeksi kronis yang menyebabkan gangguan dan penurunan fungsi
saraf pendengaran.
Presbiakusis; tuli karena usia lanjut ataupun tumor : akustik
neurinoma.
Tidak diketahui sebabnya.Prosentasi bervariasi antara 20-40%
kejadian ketulian.
2.4. DERAJAT KETULIAN
Untuk mengetahui derajat ketulian dapat memakai suara bisik sebagai dasar
yaitu sebagai berikut:2,3
• Normal bila suara bisik antara 5 - 6 meter
6
• Tuli ringan bila suara bisik 4 meter
• Tuli sedang bila suara bisik antara 2 - 3 meter
• Tuli berat bila suara bisik antara 0 - 1 meter.
Apabila yang dipakai dasar audiogram nada murni, derajat ketulian
ditentukan oleh angka rata-rata intensitas pada frekuensifrekuensi 500, 1000
dan 2000 Hz yang juga disebut speech frequency. Konversasi biasa besarnya
kurang lebih 50 db. Derajat ketulian berdasar audiogram nada murni adalah
sebagai berikut:2
• Normal antara 0 s/d 20 db.
• Tull ringan antara 21 s/d 40 db.
• Tull sedang antara 41 s/d 60 db.
• Tull berat antara 61 s/d 80 db.
• Tull amat berat bila lebih dari 80 db.
2.5. PEMERIKSAAN PENDENGARAN
Dengan melakukan pemeriksaan pendengaran kita dapat mengetahui:
Apakah seseorang kurang pendengaran atau tidak, sifat ketuliannya (tuli
konduksi ataukah tub persepsi), derajat ketuliannya atau besar kekurang
pendengarannya, dan dengan diketahui sifat ketulian berarti diketahui pula
letakkelainan, sehingga dapat ditentukan apakah perlu tindakan operasi,
pemberian obat-obatan saja atau hanya dapatditolong oleh Alat Pembantu
Mendengar (APM) atau hearingaid.2,3.
Macamnya tes pendengaran yaitu tes yang paling sederhana ialah tes
suara bisik dan percakapan ("konversasi"), berikutnya tes dengan garpu
tala/suara, dan pada klinik yang maju dipergunakan alat elektro-akustik yaitu
tes dengan audiometer.
1. Tes Suara Bisik
Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita
dimana kata-kata itu mengandung huruf lunak danhuruf desis. Lalu
diukur berapa meter jarak penderita dengan pembisiknya sewaktu
penderita dapat mengulangi kata-kata yang dibisikan dengan benar.
7
Pada orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang
dibisikkan pada jarak 6 s/d 10 meter. Apabila kurang dari 5 - 6 meter
berarti ada kekurang pendengaran. Apabila penderita tak dapat
mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi.
Sebaliknya bila tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis
berarti tuli persepsi. Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat
mendengar dites dengan suara konversasi atau percakapan biasa. Orang
normal dapat mendengar suara konversasi pada jarak 200 meter.
3. Pemeriksaan Garputala
Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran konduktif atau
gangguan pendengaran sensorineural dapat dilakukan tes pendengaran
dengan mempergunakan tes garputala. Tes ini dilakukan untuk
mengetahui secara pasti apakah penderita gangguan pendengaran
konduktif atau sensorineural. Frekuensi garputala yang dipakai 512 Hz,
1024 Hz dan 2048 Hz. Jika hanya memakai 1 penala, digunakan 512
Hz. Ada tiga macam tes yang mempergunakan garputala, yakni: tes
Weber, tes Rinne dan tes Schwabach.Tes garpu tala mempunyai
sensitivitas 87,5%, spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100%,nilai
prediksi negatif 86,36%, dan akurasi 93,02%.
Tes Weber
Tes Weber dilakukan dengan cara menggetarkan penala dan tangkainya
diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di
tengah-tengah gigi seri atau di dagu). Bunyi penala terdengar lebih
keras pada salah satu telinga disebut weber lateralisasi ke telinga
tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi
terdengar lebih keras disebut weber tidak ada lateralisasi.Hasil tes
Weber tidak ada lateralisasi menandakan kedua telinga normal. Tes
Weber menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat
lebih dari satu. Sebagai contoh, pada hasil lateralisasi kanan terdapat
lima kemungkinan, yaitu (1) gangguanpendengaran konduksi kanan,
8
telinga kiri normal; (2)gangguan pendengaran konduksi kanan dan kiri,
tetapi telinga kanan lebih berat; (3)gangguan pendengaran sensorineural
kiri, telinga kanan normal; (4)gangguan pendengaran sensorineural
kanan dan kiri, tetapi telinga kiri lebih berat; dan (5) gangguan
pendengaran konduksi kanan dan sensorineural kiri.
Tes Rinne
Tes Rinne dilakukan dengan cara menggetarkan penala dan tangkainya
diletakkan di prosessus mastoid. Setelah tidak terdengar penala
dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar,
disebut rinne positif (+), bila tidak terdengar, disebut rinne negatif
(-).Hasil tes Rinne negative diinterpretasikan gangguan pendengaran
konduksi, sedangkan hasil tes Rinne pofitif dapat diinterpretasikan
telinga normal atau gangguan pendengaran sensorineural.
Tes Schwabah
Tes Schwabah dilakukan dengan cara menggetarkan penala dan
tangkainya diletakkan di prosessus mastoid sampai tidak terdengar
bunyi. Kemudia tangkai penala segera dipindahkan pada prosessus
mastoid telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila
pemeriksa masih mendengar disebut schwabah memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosessus mastoid pemeriksa
terlebih dahulu. Bila pasiem masih dapat mendengar bunyi disebut
schwabah memanjang, dan bila tidak mendengar maka disebut
schwabah sama dengan pemeriksa.Hasil tes Schwabah sama dengan
pemeriksa diinterpretasikan normal. Hasil tes Schwabah memendek
diinterpretasikan gangguan pendengaran sensorineural. Hasil tes
Schwabah memanjang diinterpretasikan gangguan pendengaran
konduksi.
9
4. Pemeriksaan Audiometri Nada Murni
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar
dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan
untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat
dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang
menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri nada murni adalah suatu sistem uji pendengaran dengan
menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada
murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan
dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan
disalurkan melalui telepon kepala (headset) dan vibrator tulang
ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk
mengukur ambang dengar melalui hantaran udara dan hantran tulang
pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkan kurva
atau Audiogram hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca
audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang
pendengaran seseorang.
Tabel 1. Notasi Audiogram.2
Ambang dengar ialah bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi
tertentu yang masih dapat di dengar oleh telinga seseorang. Terdapat
ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi
tulang (BC). Diambang dengar ini dihubungkan dengan garis baik AC
maupun BC maka akan didapat audiogram. Untuk pemeriksaan
10
audiogram dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh
(intensitas yg diperiksa 125 - 8000 Hz) dan grafik BC dibuat dengan
garis putus putus (intensitas yang diperiksa 250 - 8000Hz). Untuk
telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan untuk telinga kanan, warna
merah.
Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal atau
gangguan pendengaran. Jenis kegangguan pendengaranannya adalah
gangguan pendengaran konduktif, gangguan pendengaran sensorineural
atau tuli campur.
2.7. TULI MENDADAK (SUDDEN DEAFNESS)
Tuli mendadak (sudden deafness) adalah tuli yang terjadi secara tiba-tiba,
bersifat sensorineural dan penyebabnya tidak dapat langsung diketahui.
Beberapa ahli mendefinisikan tuli mendadak sebagai penurunan pendengaran
sensorineural 30 dB atau lebih paling sedikit pada tiga frekuensi berturut-
turut yang berlangsung dalam waktu kurang dari 3 hari. Tuli mendadak
bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari banyak penyakit. Tuli
mendadak sebagai tuli sensorineural yang berlangsung mendadak lebih dari
15 dB pada tiga frekuensi atau lebih dibandingkan dengan telinga yang sehat
atau pemeriksaan audiometri sebelumnya, disertai dengan atau tanpa gejala
tinitus dan vertigo.4,5
Etiologi
Penyebab terjadinya sudden deafness sangat bervariasi seperti halnya
penyebab gangguan pendengaran seperti yang sudah dijelaskan diatas.
Etiologi sudden deafness dapat berupa; idiopatik, virus(terjadi pada 60%
kasus, termasuk atrofi organ corti dan merupakan manifestasi paling banyak
dari patologi virus), Bakterial (seperti Cryptococcus) dan lain lainya.4
11
Gejala Klinis
Penderita mengeluh pendengarannya tiba-tiba berkurang pada satu atau
kedua telinga yang sebelumnya dianggap normal. Biasanya keadaan ini
disadari penderita ketika bangun tidur pagi hari ataupun setelah bekerja.
Umumnya penderita dapat mengatakan dengan pasti saat mulai timbulnya
ketulian. Ketulian dapat mengenai semua frekuensi pendengaran, tetapi yang
sering pada frekuensi tinggi. Tuli mendadak biasanya disertai dengan tinitus
(91,0%), vertigo (42,9 %), rasa penuh pada telinga yang sakit (40,7%),
otalgia (6,3%), parestesia (3,5%), tuli saraf sebelumnya(9,2%), tinitus
sebelumnya (4,2%) dan gangguan vestibuler sebelumnya (5,0%).4,6
Diagnosis
Diagnosis tuli mendadak ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan THT, audiologi, laboratorium serta pemeriksaan penunjang lain.
Anamnesis yang teliti mengenai proses terjadinya ketulian, gejala yang
menyertai serta faktor predisposisi penting untuk mengarahkan diagnosis.
Pemeriksaan fisik termasuk tekanan darah sangat diperlukan. Pada
pemeriksaan otoskopi tidak dijumpai kelainan pada telinga yang sakit. Tes
penala biasanya menunjukan: Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga
yang sehat, Schwabach memendek, dan kesan: tuli sensorineural. Sedangkan
pada test Audiometri nada murni, didapatkan tuli sensorineural derajat ringan
sampai sangat berat.4,5
Prognosis
Pada umumnya makin cepat diberikan pengobatan makin besar kemungkinan
untuk sembuh, bila lebih dari 2 minggu kemungkinan untuk sembuh menjadi
lebih kecil. Penyembuhan dapat sebagian atau lengkap tapi dapat juga tidak
sembuh, hal ini disebabkan faktor konstitusi pasien seperti pasien yang
pernah mendapatkan obat ototoksik dalam jangka lama, penderita diabetes
mellitus, pasien dengan viskositas darah tinggi, dan sebagainya walaupun
pengobatan diberikan pada stadium dini.5,6
12
2.8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan dan pengobatan pada gangguan pendengaran bervariasi
terhadap tingkat keparahaan dan jenis gangguan pendengaran yang dimiliki
oleh masing-masing individu.Hal pertama yang patut dipertimbangkan
adalah pengobatan terhadap penyakit dasar (underlying cause) yang
menyebabkan gangguan pendengaran. Adapun penatalaksanaan gangguan
pendengaran lainnya, yakni:4,5
Tindakan operasi rekonstruksi tymphanoplasty yang sesuai dengan
indikasi dan memenuhi persaratan. Indikasi operasi yakni adanya
kurang pendengaran tipe konduksi dan adanya syarat yakni fungsi
tuba eustachius baik. Adapun tambahan yang patut dipertimbangkan
yakni tidak adanya kelainan hidung yang menyebabkan sumbatan
hidung, kurang pendengaran tipe konduksi yang tidak terlalu berat,
dan Infeksi telinga yang sudah tenang (tidak adanya otoroe).
Habilitasi dan rehablitasi; yakni anank yang lahir atau menjadi tuna
rungu sebelum dapat berbicara, disalurkan ke sekolah luar biasa
bagian B. Apabila terjadi sesudah bisa bicara, rehabilitasi dengan
cara lip reading.
Menggunakan Alat Pembantu Mendengar (APM)
13
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama : IMK
Umur : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Suku : Bali
Agama : Hindu
Alamat : Br Tegal Darmasaba
Tanggal Pemeriksaan : 21 Februari 2013
3.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Kedua telinga tidak mendengar
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang diantar istrinya ke poli THT dengan keluhan kedua telinganya
tidak bisa mendengar dengan baik. Pasien mengalami penurunan
pendengaran pada kedua telinganya sejak kurang lebih satu bulan yang lalu.
Penurunan pendengaran ini dikatakan mendadak sejak ia mengalami panas
badan tinggi. Penurunan pendengaran pasien dikatakan disertai suara yang
berdenging. Pasien mengatakan ia hanya bisa mendengar suara teriakan
yang keras, namun sering kali ia tidak jelas mendengar meskipun istri pasien
meneriakkan kata—kata di hadapan pasien. Pusing atau rasa penuh di
telinga dikatakan tidak ada, namun pasien mengakui bahwa saat ia sakit,
telinganya terasa penuh dan ia sempoyongan. Keluhan pada leher dan
hidung disangkal oleh pasien.
14
Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien hanya pernah dirawat di RSUP Sanglah
bulan Oktober 2012 dengan diagnosa meningoencephalitis dimana semenjak
itu pasien mengalami penurunan fungsi pendengaran.
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga: Pasien mengaku tidak ada anggota
keluarganya yang mempunyai atau menderita penyakit yang sama dengan
pasien.
Riwayat Sosial dan Lingkungan: Keadaan sosial ekonomi pasien cukup,
saat ini pasien sering mengalami kesulitan dalam bergaul karena
penyakitnya ini, namun pasien masih berusaha untuk mengerti saat bercakap
dengan temannya. Riwayat merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat
disangkal oleh pasien.
3.3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Interna
a. Vital Sign
- Tensi : 110/70 mmHg
- Nadi : 82x/menit
- Respirasi : 18x/menit
- Temperatur axilla : 36,7oC
b. Status General
- Kepala : Normocephali
- Mata : Anemia -/-, Ikterus -/-, Reflek pupil +/+, Isokor
- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
- Thoraks
Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
- Abdomen : Distensi (-), Bising usus normal
- Ekstremitas : Edema (-) , Sianosis (-)
15
Status Lokalis THT
Telinga Kanan/Kiri
Daun Telinga : Normal / Normal
Liang Telinga : Lapang / Lapang
Discharge : Tidak Ada / Tidak Ada
Membran Timpani : Intak / Intak
Tumor : Tidak Ada / Tidak Ada
Mastoid : Normal / Normal
Test Pendengaran : Dilakukan
Suara Bisik : Tidak Terdengar / Tidak Terdengar (Tuli Berat)
Rinne : Positif / Positif
Weber : Lateralisasi (+) / Lateralisasi (+)
Schwabach : Memendek / Memendek
Audiometri : SensoriNeural Hearing Loss Derajat Sangat Berat
Hidung Kanan / Kiri
Hidung Luar : Normal / Normal
Kavum Nasi : Lapang / Lapang
Septum : Deviasi Tidak Ada
Discharge : Tidak Ada / Tidak Ada
Mukosa : Merah Muda / Merah Muda
Tumor : Tidak Ada / Tidak Ada
Konka : Dekongesti / Dekongesti
Sinus : Nyeri Tekan (-)
Koana : Normal / Normal
16
Tenggorok Kanan / Kiri
Dispneu : Tidak Ada / Tidak Ada
Sianosis : Tidak Ada / Tidak Ada
Mukosa : Normal / Normal
Dinding belakang : Post Nasal Drip (-)
Stridor : Tidak Ada / Tidak Ada
Suara : Normal / Normal
Tonsil : Normal / Normal
3.4. RESUME
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang diantar istrinya ke poli THT dengan keluhan kedua telinganya
tidak bisa mendengar dengan baik sejak kurang lebih satu bulan yang lalu
secara mendadak sejak ia mengalami panas badan tinggi dan
meningoencephalitis dan dirawat di rumah sakit bulan Oktober 2012.
Penurunan pendengaran disertai suara yang berdenging, hanya bisa
mendengar suara teriakan yang keras, rasa pusing atau rasa penuh di telinga
dikatakan tidak ada saat ini. Riwayat dalam keluarga (-) Keadaan sosial
ekonomi pasien cukup, saat ini pasien sering mengalami kesulitan dalam
bergaul karena penyakitnya ini.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan status present dan status general pasien
dalam batas normal. Status THT: pada telinga ditemukan penurunan fungsi
pendengaran dengan pengukuran; Suara Bisik Tidak Terdengar kiri dan
kanan (Tuli Berat), Weber Lateralisasi (+) kiri dan kanan, Rinne Positif (+)
kiri dan kanan, Schwabach Memendek kiri dan kanan, dan pemeriksaan
audiometri didapatkan SensoriNeural Hearing Loss Derajat Sangat Berat
pada kedua telinga.
17
3.5. Diagnosis
Sudden Hearing Loss (Sudden Deafness)
3.6. Rencana Terapi
- Flunarizin 1x10mg
- Metikobalt 2x500 microgram
- Evaluasi Audiometri 2 minggu lagi
- KIE
3.7. Prognosis
Ad Fungsionam : Dubius ad malam
Ad Vitam : Dubius ad Bonam
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan THT, audiologi, laboratorium serta pemeriksaan penunjang lain. Sudden
Deafness adalah tuli yang terjadi secara tiba-tiba, bersifat sensorineural dan
penyebabnya tidak dapat langsung diketahui. Tuli mendadak bukanlah suatu
penyakit tetapi merupakan gejala dari banyak penyakit dan mendadak sebagai
penurunan pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih paling sedikit pada tiga
frekuensi berturut-turut yang berlangsung dalam waktu kurang dari 3 hari
Beberapa ahli mendefinisikan tuli. Pada pasien penurunan fungsi pendengaran
terjadi sesaat setelah ia mengalami panas 1 bulan yang lalu dan dirawat sdi RSUP
Sangalah. Melalui definisi diatas pada audiometri ditemukan Air Conduction (AC)
100 dB dan Bone Conduction (BC) 80 dB sehingga diagnosa audiometri pasien
menjadi SensoriNeural Hearing Loss Derajat Sangat Berat.
Pada awal perjalan penyakit pasien mengalami demam dan mengingoencephalitis.
Penyebab terjadinya sudden deafness sangat bervariasi, meningoencephalitis yang
disebabkan oleh bakteri yang diderita pasien dapat menjadi suatu faktor penyebab
yang kuat pada pasien untuk mengalami penurunan gangguan pendengaran.
Melalui pemeriksaan gejala klinis pasien menyadari terjadi penurunan
pendengaran, pada pasien ditemukan pula gejala seperti tinitus (pada 91,0%
kasus), riwayat pusing vertigo (pada 42,9 % kasus), dan rasa penuh pada telinga
yang sakit (pada 40,7% kasus).
Pada umumnya makin cepat diberikan pengobatan makin besar kemungkinan
untuk sembuh, bila lebih dari 2 minggu kemungkinan untuk sembuh menjadi lebih
kecil. Namun pada pasien ini, ia baru kontrol berobat 1,5 bulan setelah ia
mengetahui memiliki penurunan pendengaran, oleh karena itu penyembuhan dapat
sebagian atau lengkap tapi dapat juga tidak sembuh, hal ini disebabkan faktor
konstitusi pasien seperti pasien yang pernah mendapatkan obat ototoksik, ataupun
penyakit menginoencephlitis yang dialami pasien sebelumnya.
19
20
DAFTAR PUSTAKA
1. O’Malley MR, Haynes DS. Sudden hearing loss. Otolaryngol Clin North AM
2008;41:633-649
2. Herman, PNW. Prevalensi Gangguan Pendengaran Pada Mahasiswa Program
Studi Pendidikan DokterUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullahjakarta
Tahun 2011. Fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan universitas islam Negri
syarif hidayatullah Jakarta. Website:http://repository.usu.ac.id/bitstream/12
3456789/33587/4/ Chapter%20II.pdf. [Diakses tanggal; 14 January 2013]
3. Wibowo, SW. 2010. Ketulian : Pemeriksaan dan Penyebabnya. Journal PLB-
FIP. Universitas Padjajaran Indonesia. Website:
http://file.upi.edu/Direktori/fip/jur
._pend._luar_biasa/196912052001121setyo_wahyu_wibowo/Ketulianx.pdf.
[Diakses tanggal: 13 January 2013]
4. Suardana, W. Oka, IB. Sudipta, M. Masna, PW, Puteri, AAS. Tjekeg, IM.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Hidung, Telinga dan Tenggorok
RSUP Danglah Denpasar. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 1992
[ Revised Book 2012]:01;13-15
5. Danesh AA, Andreassen WD. Sudden hearing loss : audiological diagnosis
and management. Colorado : American Academy of Audiology Convention
Denver; 2007. Website: http://bdgpwk.blogspot.com/2011/06/tuli-mendadak-
sudden-deafnes.html#ixzz2IHPOoewC. [Diakses tanggal:14 January 2013]
6. Soetirto I, Bashiruddin J. Tuli mendadak. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N,
penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher.
Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2010. Hal; 35-36
21