BAG AKHIR

31
BAB I PENDAHULUAN Kasus penurunan pendengaran dan gangguan pendengaran banyak muncul disekitar kita. Hasil penelitian membuktikan adanya banyak faktor yang menyebabkan gangguan pendengaran mulai dari kebisingan hingga penyakit-penyakit yang mendasari gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran memiliki prevalensi sama pada laki-laki dan perempuan dan dari penelitian menunjukan adanya peningkatan prevalensi gangguan pengedengaran dengan bertambahnya umur. 1 Secara umum, gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan total atau parsial untuk mendengar suara di salah satu atau kedua telinga. Gangguan pendengaran dibedakan menjadi gangguan pendengaran konduktif, gangguan pendengaran sensorineural, dan gangguan pendengaran campuran. Ketulian dibidang konduksi atau disebut tuli konduksi dimana kelainan terletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengana tulang pendengaran stapes. Tuli di bidang konduksi ini biasanya dapat ditolong dengan memuaskan, baik dengan pengobatan atau dengan suatu tindakan misalnya pembedahan. Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori neural hearingloss) dimana letak kelainan mulai dari organ korti di koklea sampai dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini 1

Transcript of BAG AKHIR

Page 1: BAG AKHIR

BAB I

PENDAHULUAN

Kasus penurunan pendengaran dan gangguan pendengaran banyak muncul

disekitar kita. Hasil penelitian membuktikan adanya banyak faktor yang

menyebabkan gangguan pendengaran mulai dari kebisingan hingga penyakit-

penyakit yang mendasari gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran

memiliki prevalensi sama pada laki-laki dan perempuan dan dari penelitian

menunjukan adanya peningkatan prevalensi gangguan pengedengaran dengan

bertambahnya umur.1

Secara umum, gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan total atau parsial

untuk mendengar suara di salah satu atau kedua telinga. Gangguan pendengaran

dibedakan menjadi gangguan pendengaran konduktif, gangguan pendengaran

sensorineural, dan gangguan pendengaran campuran. Ketulian dibidang konduksi

atau disebut tuli konduksi dimana kelainan terletak antara meatus akustikus

eksterna sampai dengana tulang pendengaran stapes. Tuli di bidang konduksi ini

biasanya dapat ditolong dengan memuaskan, baik dengan pengobatan atau dengan

suatu tindakan misalnya pembedahan. Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori

neural hearingloss) dimana letak kelainan mulai dari organ korti di koklea sampai

dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini biasanya sulit dalam

pengobatannya. Apabila tuli konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan, disebut

tuli campuran. Sedangkan Tuli mendadak (sudden deafness) ialah tuli yang terjadi

secara tiba-tiba, bersifat sensorineural dan penyebabnya tidak dapat langsung

diketahui juga seing ditemukan di masyarakat oleh karena berbagai macam faktor

dan penyebabnya yang akan dibahas dalam tulisan ini. 2

Untuk mengetahui jenis ketulian diperlukan pemeriksaan pendengaran maka saat

ini dapat dilakukan tes pendengaran yaitu tes yang paling sederhana ialah tes

suara bisik dan percakapan ("konversasi"), berikutnya tes dengan garpu tala/suara,

dan pada klinik yang maju dipergunakan alat elektro-akustik yaitu tes dengan

audiometer. Pada penurunan fungsi pendengaran, termasuk tuli mendadak, makin

1

Page 2: BAG AKHIR

cepat diberikan pengobatan makin besar kemungkinan untuk sembuh, bila lebih

dari dua minggu kemungkinan untuk sembuh menjadi lebih kecil.1

Secara keseluruhan dengan penulisan ilmiah ini dan pengertian penyakit

penurunan pendengaran yang baik secara umum. masyarakat nantinya dapat

mengetahui penyebab dan perjalan penyakit beserta penanganannya agar

dikemudian hari dapat melakukan fungsi hidup dengan organ indera vital yang

sehat, yakni pendengaran yang sehat.

2

Page 3: BAG AKHIR

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total

untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Pembagian

gangguan pendengaran berdasarkan tingkatan beratnya gangguan

pendengaran yaitu mulai dari gangguan pendengaran ringan (20-39 dB),

gangguan pendengaran sedang(40-69 dB), dan gangguan pendengaran berat

(70-89 dB).1

2.2. KLASIFIKASI

Gangguan pendengaran dibedakan menjadi gangguan pendengaran

konduktif, gangguan pendengaran sensorineural, dan gangguan pendengaran

campuran yang dijelaskan sebagai berikut;

a. Gangguan pendengaran konduktif : disebabkan oleh gangguan hantaran

suara akibat kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah.

terjadi karena masalah mekanis di telinga luar atau tengah. Penyebab

umum gangguan pendengaran konduktif adalah lintasan telinga terblokir

akibat sumbatan kotoran, gendang telinga berlubang, atau adanya cairan di

telinga. Tiga tulang kecil di telinga tidak dapat mentranportasi suara

dengan benar, atau mungkin gendang telinga tidak bergetar sebagai

respons terhadap suara. Cairan di telinga tengah dapat menyebabkan jenis

gangguan pendengaran konduktif ini.2,3

b. Gangguan pendengaran sensorineural disebabkan oleh kelainan pada

koklea, nervus VIII atau di pusat pendengaran. Hal ini paling sering terjadi

ketika sel-sel rambut kecil (ujung saraf) yang mengirimkan suara melalui

telinga menjadi terluka, sakit, atau tidak berfungsi dengan baik. Jenis

gangguan pendengaran kadang-kadang disebut "kerusakan saraf,"

meskipun hal ini tidak akurat Gangguan pendengaran sensorineural dibagi

3

Page 4: BAG AKHIR

menjadi gangguan pendengaran sensorineural koklea dan retrokoklea.

Gangguan pendengaran sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia

(kongenital), labirintitis (oleh bakteri atau virus), intoksikasi obat. Selain

itu juga dapat disebabkan oleh gangguan pendengaran mendadak (sudden

deafness), trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising. Sedangkan

gangguan pendengaran sensorineural retrokoklea disebabkan oleh

neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera

otak, perdarahan otak dan kelainan otak lainnya.2,3

c. Gangguan pendengaran campuran merupakan kombinasi gangguan

pendengaran konduktif dan gangguan pendengaran sensorineural.

Gangguan pendengaran campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya

radang telinga tengah yang berkomplikasi ke telinga dalam atau

merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII

disertai radang telinga tengah.1,2

2.3. ETIOLOGI

Etiologi Tuli Konduksi :

1. Pada meatus akustikus eksterna: cairan (sekret, air) dan benda asing,

polip telinga).

3. Kerusakan membrana timpani: perforasi, ruptura, sikatriks.

4. Dalam kavum timpani: kekurangan udara pada oklusio tuba, cairan

(darah atau hematotimpanum karena trauma kepala, sekret pada otitis

media baik yang akut maupun yang kronis), tumor.

5. Pada osikula: gerakannya terganggu oleh sikatriks, mengalami

destruksi karena otitis media, oleh ankilosis stapes pada otosklerosis,

adanya perlekatan-perlekatan dan luksasi karena trauma maupun

infeksi, atau bawaan karena tak terbentuk salah satu osikula.

Etiologi Tuli Persepsi :

1. Periode prenatal

Oleh faktor genetik atau Bukan oleh faktor genetik. Terutama penyakit-

penyakit yang diderita ibu pada kehamilan trimester pertama (minggu ke 6

4

Page 5: BAG AKHIR

s/d 12) yaitu padasaat pembentukan organ telinga pada fetus yakni rubela,

morbili, diabetes melitus, nefritis, toksemia dan penyakit-penyakit virus

yang lain. Serta obat-obat yang dipergunakan waktu ibu mengandung

seperti salisilat, kinin, talidomid, streptomisin dan obatobat untuk

menggugurkan kandungan.

2. Periode perinatal dan postnatal

Penyebab ketulian disini terjadi diwaktu ibu sedang melahirkan.Misalnya

trauma kelahiran dengan memakai forceps, vakum ekstraktor, letak-letak

bayi yang tak normal, partus lama. Jugapada ibu yang mengalami

toksemia gravidarum. Sebab yang lain ialah prematuritas, penyakit

hemolitik dan kern ikterus. Pada periode postnatal dapat berupa faktor

genetik atau keturunan, misalnya pada penyakit familiarperception

deafness.

3. Pada Anak-anak

Dapat berupa penyakit-penyakit infeksi pada otak misalnya meningitis dan

ensefalitis. Adapun infeksi umum : morbilli, varisela, parotitis (mumps),

influenza, deman skarlatina, demamtipoid, pneumonia, pertusis, difteri dan

demam yang tak diketahui sebabnya, serta pemakaian obat-obat ototoksik

pada anak-anak.

4. Pada orang dewasa

Gangguan pada pembuluh-pembuluh darah koklea, dalam bentuk

perdarahan, spasme (iskemia), emboli dan trombosis. Gangguan ini

terdapat pada hipertensi dan penyakit jantung.

Kolesterol yang tinggi: Oleh Kopetzky dibuktikan bahwapenderita-

penderita tuli persepsi rata-rata mempunyai kadarkolesterol yang

tinggi dalam darahnya.

Diabetes Melitus : Seringkali penderita diabetes melitus takmengeluh

adanya kekurangan pendengaran walaupun kalau diperiksa secara

audiometris sudah jelas adanya kekurang pendengaran. Sebab ketulian

5

Page 6: BAG AKHIR

disini diperkirakan sebagai berikut; Suatu neuropati N VIII, Suatu

mikroangiopati pada telinga dalam (inner ear, Obat-obat ototoksik.

Penderita diabetes sering terkena infeksi dan lalu sering menggunakan

antibiotika yang ototoksik

Penyakit-penyakit ginjal: Bergstrom menjumpai 91 kasus tuli persepsi

diantara 224 penderita penyakit ginjal. Diperkirakan penyebabnya

ialah obat ototoksik, sebab penderita penyakit ginjal mengalami

gangguan ekskresi obatobat yang dipakainya.

Influenza oleh virus. Oleh Lindsay dibuktikan bahwa sudden deafness

pada orang dewasa biasanya terjadi bersama-sama dengan infeksi

traktus respiratorius yang disebabkan olehvirus.

Obat-obat ototoksik: Diberitakan bahwa bermacam-macam obat

menyebabkan ketulian, misalnya : dihidrostreptomisin, salisilat, kinin,

neomisin, gentamisin, arsenik, antipirin, atropin, barbiturat, librium.

Defisiensi vitamin. Disebut dalam beberapa karangan, bahwa

defisiensi vitamin A, B1, B kompleks dan vitamin C dapat

menyebabkan ketulian.

Faktor alergi. Diduga terjadi suatu gangguan pembuluh darah pada

koklea.

Trauma akustik : letusan born, letusan senjata api, tuli karena suara

bising.

Infeksi kronis yang menyebabkan gangguan dan penurunan fungsi

saraf pendengaran.

Presbiakusis; tuli karena usia lanjut ataupun tumor : akustik

neurinoma.

Tidak diketahui sebabnya.Prosentasi bervariasi antara 20-40%

kejadian ketulian.

2.4. DERAJAT KETULIAN

Untuk mengetahui derajat ketulian dapat memakai suara bisik sebagai dasar

yaitu sebagai berikut:2,3

• Normal bila suara bisik antara 5 - 6 meter

6

Page 7: BAG AKHIR

• Tuli ringan bila suara bisik 4 meter

• Tuli sedang bila suara bisik antara 2 - 3 meter

• Tuli berat bila suara bisik antara 0 - 1 meter.

Apabila yang dipakai dasar audiogram nada murni, derajat ketulian

ditentukan oleh angka rata-rata intensitas pada frekuensifrekuensi 500, 1000

dan 2000 Hz yang juga disebut speech frequency. Konversasi biasa besarnya

kurang lebih 50 db. Derajat ketulian berdasar audiogram nada murni adalah

sebagai berikut:2

• Normal antara 0 s/d 20 db.

• Tull ringan antara 21 s/d 40 db.

• Tull sedang antara 41 s/d 60 db.

• Tull berat antara 61 s/d 80 db.

• Tull amat berat bila lebih dari 80 db.

2.5. PEMERIKSAAN PENDENGARAN

Dengan melakukan pemeriksaan pendengaran kita dapat mengetahui:

Apakah seseorang kurang pendengaran atau tidak, sifat ketuliannya (tuli

konduksi ataukah tub persepsi), derajat ketuliannya atau besar kekurang

pendengarannya, dan dengan diketahui sifat ketulian berarti diketahui pula

letakkelainan, sehingga dapat ditentukan apakah perlu tindakan operasi,

pemberian obat-obatan saja atau hanya dapatditolong oleh Alat Pembantu

Mendengar (APM) atau hearingaid.2,3.

Macamnya tes pendengaran yaitu tes yang paling sederhana ialah tes

suara bisik dan percakapan ("konversasi"), berikutnya tes dengan garpu

tala/suara, dan pada klinik yang maju dipergunakan alat elektro-akustik yaitu

tes dengan audiometer.

1. Tes Suara Bisik

Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita

dimana kata-kata itu mengandung huruf lunak danhuruf desis. Lalu

diukur berapa meter jarak penderita dengan pembisiknya sewaktu

penderita dapat mengulangi kata-kata yang dibisikan dengan benar.

7

Page 8: BAG AKHIR

Pada orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang

dibisikkan pada jarak 6 s/d 10 meter. Apabila kurang dari 5 - 6 meter

berarti ada kekurang pendengaran. Apabila penderita tak dapat

mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi.

Sebaliknya bila tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis

berarti tuli persepsi. Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat

mendengar dites dengan suara konversasi atau percakapan biasa. Orang

normal dapat mendengar suara konversasi pada jarak 200 meter.

3. Pemeriksaan Garputala

Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran konduktif atau

gangguan pendengaran sensorineural dapat dilakukan tes pendengaran

dengan mempergunakan tes garputala. Tes ini dilakukan untuk

mengetahui secara pasti apakah penderita gangguan pendengaran

konduktif atau sensorineural. Frekuensi garputala yang dipakai 512 Hz,

1024 Hz dan 2048 Hz. Jika hanya memakai 1 penala, digunakan 512

Hz. Ada tiga macam tes yang mempergunakan garputala, yakni: tes

Weber, tes Rinne dan tes Schwabach.Tes garpu tala mempunyai

sensitivitas 87,5%, spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100%,nilai

prediksi negatif 86,36%, dan akurasi 93,02%.

Tes Weber

Tes Weber dilakukan dengan cara menggetarkan penala dan tangkainya

diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di

tengah-tengah gigi seri atau di dagu). Bunyi penala terdengar lebih

keras pada salah satu telinga disebut weber lateralisasi ke telinga

tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi

terdengar lebih keras disebut weber tidak ada lateralisasi.Hasil tes

Weber tidak ada lateralisasi menandakan kedua telinga normal. Tes

Weber menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat

lebih dari satu. Sebagai contoh, pada hasil lateralisasi kanan terdapat

lima kemungkinan, yaitu (1) gangguanpendengaran konduksi kanan,

8

Page 9: BAG AKHIR

telinga kiri normal; (2)gangguan pendengaran konduksi kanan dan kiri,

tetapi telinga kanan lebih berat; (3)gangguan pendengaran sensorineural

kiri, telinga kanan normal; (4)gangguan pendengaran sensorineural

kanan dan kiri, tetapi telinga kiri lebih berat; dan (5) gangguan

pendengaran konduksi kanan dan sensorineural kiri.

Tes Rinne

Tes Rinne dilakukan dengan cara menggetarkan penala dan tangkainya

diletakkan di prosessus mastoid. Setelah tidak terdengar penala

dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar,

disebut rinne positif (+), bila tidak terdengar, disebut rinne negatif

(-).Hasil tes Rinne negative diinterpretasikan gangguan pendengaran

konduksi, sedangkan hasil tes Rinne pofitif dapat diinterpretasikan

telinga normal atau gangguan pendengaran sensorineural.

Tes Schwabah

Tes Schwabah dilakukan dengan cara menggetarkan penala dan

tangkainya diletakkan di prosessus mastoid sampai tidak terdengar

bunyi. Kemudia tangkai penala segera dipindahkan pada prosessus

mastoid telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila

pemeriksa masih mendengar disebut schwabah memendek, bila

pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara

sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosessus mastoid pemeriksa

terlebih dahulu. Bila pasiem masih dapat mendengar bunyi disebut

schwabah memanjang, dan bila tidak mendengar maka disebut

schwabah sama dengan pemeriksa.Hasil tes Schwabah sama dengan

pemeriksa diinterpretasikan normal. Hasil tes Schwabah memendek

diinterpretasikan gangguan pendengaran sensorineural. Hasil tes

Schwabah memanjang diinterpretasikan gangguan pendengaran

konduksi.

9

Page 10: BAG AKHIR

4. Pemeriksaan Audiometri Nada Murni

Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar

dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan

untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat

dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang

menimbulkan gangguan pendengaran.

Audiometri nada murni adalah suatu sistem uji pendengaran dengan

menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada

murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan

dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan

disalurkan melalui telepon kepala (headset) dan vibrator tulang

ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk

mengukur ambang dengar melalui hantaran udara dan hantran tulang

pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkan kurva

atau Audiogram hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca

audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang

pendengaran seseorang.

Tabel 1. Notasi Audiogram.2

Ambang dengar ialah bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi

tertentu yang masih dapat di dengar oleh telinga seseorang. Terdapat

ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi

tulang (BC). Diambang dengar ini dihubungkan dengan garis baik AC

maupun BC maka akan didapat audiogram. Untuk pemeriksaan

10

Page 11: BAG AKHIR

audiogram dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh

(intensitas yg diperiksa 125 - 8000 Hz) dan grafik BC dibuat dengan

garis putus putus (intensitas yang diperiksa 250 - 8000Hz). Untuk

telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan untuk telinga kanan, warna

merah.

Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal atau

gangguan pendengaran. Jenis kegangguan pendengaranannya adalah

gangguan pendengaran konduktif, gangguan pendengaran sensorineural

atau tuli campur.

2.7. TULI MENDADAK (SUDDEN DEAFNESS)

Tuli mendadak (sudden deafness) adalah tuli yang terjadi secara tiba-tiba,

bersifat sensorineural dan penyebabnya tidak dapat langsung diketahui.

Beberapa ahli mendefinisikan tuli mendadak sebagai penurunan pendengaran

sensorineural 30 dB atau lebih paling sedikit pada tiga frekuensi berturut-

turut yang berlangsung dalam waktu kurang dari 3 hari. Tuli mendadak

bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari banyak penyakit. Tuli

mendadak sebagai tuli sensorineural yang berlangsung mendadak lebih dari

15 dB pada tiga frekuensi atau lebih dibandingkan dengan telinga yang sehat

atau pemeriksaan audiometri sebelumnya, disertai dengan atau tanpa gejala

tinitus dan vertigo.4,5

Etiologi

Penyebab terjadinya sudden deafness sangat bervariasi seperti halnya

penyebab gangguan pendengaran seperti yang sudah dijelaskan diatas.

Etiologi sudden deafness dapat berupa; idiopatik, virus(terjadi pada 60%

kasus, termasuk atrofi organ corti dan merupakan manifestasi paling banyak

dari patologi virus), Bakterial (seperti Cryptococcus) dan lain lainya.4

11

Page 12: BAG AKHIR

Gejala Klinis

Penderita mengeluh pendengarannya tiba-tiba berkurang pada satu atau

kedua telinga yang sebelumnya dianggap normal. Biasanya keadaan ini

disadari penderita ketika bangun tidur pagi hari ataupun setelah bekerja.

Umumnya penderita dapat mengatakan dengan pasti saat mulai timbulnya

ketulian. Ketulian dapat mengenai semua frekuensi pendengaran, tetapi yang

sering pada frekuensi tinggi. Tuli mendadak biasanya disertai dengan tinitus

(91,0%), vertigo (42,9 %), rasa penuh pada telinga yang sakit (40,7%),

otalgia (6,3%), parestesia (3,5%), tuli saraf sebelumnya(9,2%), tinitus

sebelumnya (4,2%) dan gangguan vestibuler sebelumnya (5,0%).4,6

Diagnosis

Diagnosis tuli mendadak ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan THT, audiologi, laboratorium serta pemeriksaan penunjang lain.

Anamnesis yang teliti mengenai proses terjadinya ketulian, gejala yang

menyertai serta faktor predisposisi penting untuk mengarahkan diagnosis.

Pemeriksaan fisik termasuk tekanan darah sangat diperlukan. Pada

pemeriksaan otoskopi tidak dijumpai kelainan pada telinga yang sakit. Tes

penala biasanya menunjukan: Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga

yang sehat, Schwabach memendek, dan kesan: tuli sensorineural. Sedangkan

pada test Audiometri nada murni, didapatkan tuli sensorineural derajat ringan

sampai sangat berat.4,5

Prognosis

Pada umumnya makin cepat diberikan pengobatan makin besar kemungkinan

untuk sembuh, bila lebih dari 2 minggu kemungkinan untuk sembuh menjadi

lebih kecil. Penyembuhan dapat sebagian atau lengkap tapi dapat juga tidak

sembuh, hal ini disebabkan faktor konstitusi pasien seperti pasien yang

pernah mendapatkan obat ototoksik dalam jangka lama, penderita diabetes

mellitus, pasien dengan viskositas darah tinggi, dan sebagainya walaupun

pengobatan diberikan pada stadium dini.5,6

12

Page 13: BAG AKHIR

2.8. PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan dan pengobatan pada gangguan pendengaran bervariasi

terhadap tingkat keparahaan dan jenis gangguan pendengaran yang dimiliki

oleh masing-masing individu.Hal pertama yang patut dipertimbangkan

adalah pengobatan terhadap penyakit dasar (underlying cause) yang

menyebabkan gangguan pendengaran. Adapun penatalaksanaan gangguan

pendengaran lainnya, yakni:4,5

Tindakan operasi rekonstruksi tymphanoplasty yang sesuai dengan

indikasi dan memenuhi persaratan. Indikasi operasi yakni adanya

kurang pendengaran tipe konduksi dan adanya syarat yakni fungsi

tuba eustachius baik. Adapun tambahan yang patut dipertimbangkan

yakni tidak adanya kelainan hidung yang menyebabkan sumbatan

hidung, kurang pendengaran tipe konduksi yang tidak terlalu berat,

dan Infeksi telinga yang sudah tenang (tidak adanya otoroe).

Habilitasi dan rehablitasi; yakni anank yang lahir atau menjadi tuna

rungu sebelum dapat berbicara, disalurkan ke sekolah luar biasa

bagian B. Apabila terjadi sesudah bisa bicara, rehabilitasi dengan

cara lip reading.

Menggunakan Alat Pembantu Mendengar (APM)

13

Page 14: BAG AKHIR

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : IMK

Umur : 40 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Suku : Bali

Agama : Hindu

Alamat : Br Tegal Darmasaba

Tanggal Pemeriksaan : 21 Februari 2013

3.2. ANAMNESIS

Keluhan Utama: Kedua telinga tidak mendengar

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang diantar istrinya ke poli THT dengan keluhan kedua telinganya

tidak bisa mendengar dengan baik. Pasien mengalami penurunan

pendengaran pada kedua telinganya sejak kurang lebih satu bulan yang lalu.

Penurunan pendengaran ini dikatakan mendadak sejak ia mengalami panas

badan tinggi. Penurunan pendengaran pasien dikatakan disertai suara yang

berdenging. Pasien mengatakan ia hanya bisa mendengar suara teriakan

yang keras, namun sering kali ia tidak jelas mendengar meskipun istri pasien

meneriakkan kata—kata di hadapan pasien. Pusing atau rasa penuh di

telinga dikatakan tidak ada, namun pasien mengakui bahwa saat ia sakit,

telinganya terasa penuh dan ia sempoyongan. Keluhan pada leher dan

hidung disangkal oleh pasien.

14

Page 15: BAG AKHIR

Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien hanya pernah dirawat di RSUP Sanglah

bulan Oktober 2012 dengan diagnosa meningoencephalitis dimana semenjak

itu pasien mengalami penurunan fungsi pendengaran.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga: Pasien mengaku tidak ada anggota

keluarganya yang mempunyai atau menderita penyakit yang sama dengan

pasien.

Riwayat Sosial dan Lingkungan: Keadaan sosial ekonomi pasien cukup,

saat ini pasien sering mengalami kesulitan dalam bergaul karena

penyakitnya ini, namun pasien masih berusaha untuk mengerti saat bercakap

dengan temannya. Riwayat merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat

disangkal oleh pasien.

3.3. PEMERIKSAAN FISIK

Status Interna

a. Vital Sign

- Tensi : 110/70 mmHg

- Nadi : 82x/menit

- Respirasi : 18x/menit

- Temperatur axilla : 36,7oC

b. Status General

- Kepala : Normocephali

- Mata : Anemia -/-, Ikterus -/-, Reflek pupil +/+, Isokor

- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

- Thoraks

Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

- Abdomen : Distensi (-), Bising usus normal

- Ekstremitas : Edema (-) , Sianosis (-)

15

Page 16: BAG AKHIR

Status Lokalis THT

Telinga Kanan/Kiri

Daun Telinga : Normal / Normal

Liang Telinga : Lapang / Lapang

Discharge : Tidak Ada / Tidak Ada

Membran Timpani : Intak / Intak

Tumor : Tidak Ada / Tidak Ada

Mastoid : Normal / Normal

Test Pendengaran : Dilakukan

Suara Bisik : Tidak Terdengar / Tidak Terdengar (Tuli Berat)

Rinne : Positif / Positif

Weber : Lateralisasi (+) / Lateralisasi (+)

Schwabach : Memendek / Memendek

Audiometri : SensoriNeural Hearing Loss Derajat Sangat Berat

Hidung Kanan / Kiri

Hidung Luar : Normal / Normal

Kavum Nasi : Lapang / Lapang

Septum : Deviasi Tidak Ada

Discharge : Tidak Ada / Tidak Ada

Mukosa : Merah Muda / Merah Muda

Tumor : Tidak Ada / Tidak Ada

Konka : Dekongesti / Dekongesti

Sinus : Nyeri Tekan (-)

Koana : Normal / Normal

16

Page 17: BAG AKHIR

Tenggorok Kanan / Kiri

Dispneu : Tidak Ada / Tidak Ada

Sianosis : Tidak Ada / Tidak Ada

Mukosa : Normal / Normal

Dinding belakang : Post Nasal Drip (-)

Stridor : Tidak Ada / Tidak Ada

Suara : Normal / Normal

Tonsil : Normal / Normal

3.4. RESUME

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang diantar istrinya ke poli THT dengan keluhan kedua telinganya

tidak bisa mendengar dengan baik sejak kurang lebih satu bulan yang lalu

secara mendadak sejak ia mengalami panas badan tinggi dan

meningoencephalitis dan dirawat di rumah sakit bulan Oktober 2012.

Penurunan pendengaran disertai suara yang berdenging, hanya bisa

mendengar suara teriakan yang keras, rasa pusing atau rasa penuh di telinga

dikatakan tidak ada saat ini. Riwayat dalam keluarga (-) Keadaan sosial

ekonomi pasien cukup, saat ini pasien sering mengalami kesulitan dalam

bergaul karena penyakitnya ini.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan status present dan status general pasien

dalam batas normal. Status THT: pada telinga ditemukan penurunan fungsi

pendengaran dengan pengukuran; Suara Bisik Tidak Terdengar kiri dan

kanan (Tuli Berat), Weber Lateralisasi (+) kiri dan kanan, Rinne Positif (+)

kiri dan kanan, Schwabach Memendek kiri dan kanan, dan pemeriksaan

audiometri didapatkan SensoriNeural Hearing Loss Derajat Sangat Berat

pada kedua telinga.

17

Page 18: BAG AKHIR

3.5. Diagnosis

Sudden Hearing Loss (Sudden Deafness)

3.6. Rencana Terapi

- Flunarizin 1x10mg

- Metikobalt 2x500 microgram

- Evaluasi Audiometri 2 minggu lagi

- KIE

3.7. Prognosis

Ad Fungsionam : Dubius ad malam

Ad Vitam : Dubius ad Bonam

18

Page 19: BAG AKHIR

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan THT, audiologi, laboratorium serta pemeriksaan penunjang lain. Sudden

Deafness adalah tuli yang terjadi secara tiba-tiba, bersifat sensorineural dan

penyebabnya tidak dapat langsung diketahui. Tuli mendadak bukanlah suatu

penyakit tetapi merupakan gejala dari banyak penyakit dan mendadak sebagai

penurunan pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih paling sedikit pada tiga

frekuensi berturut-turut yang berlangsung dalam waktu kurang dari 3 hari

Beberapa ahli mendefinisikan tuli. Pada pasien penurunan fungsi pendengaran

terjadi sesaat setelah ia mengalami panas 1 bulan yang lalu dan dirawat sdi RSUP

Sangalah. Melalui definisi diatas pada audiometri ditemukan Air Conduction (AC)

100 dB dan Bone Conduction (BC) 80 dB sehingga diagnosa audiometri pasien

menjadi SensoriNeural Hearing Loss Derajat Sangat Berat.

Pada awal perjalan penyakit pasien mengalami demam dan mengingoencephalitis.

Penyebab terjadinya sudden deafness sangat bervariasi, meningoencephalitis yang

disebabkan oleh bakteri yang diderita pasien dapat menjadi suatu faktor penyebab

yang kuat pada pasien untuk mengalami penurunan gangguan pendengaran.

Melalui pemeriksaan gejala klinis pasien menyadari terjadi penurunan

pendengaran, pada pasien ditemukan pula gejala seperti tinitus (pada 91,0%

kasus), riwayat pusing vertigo (pada 42,9 % kasus), dan rasa penuh pada telinga

yang sakit (pada 40,7% kasus).

Pada umumnya makin cepat diberikan pengobatan makin besar kemungkinan

untuk sembuh, bila lebih dari 2 minggu kemungkinan untuk sembuh menjadi lebih

kecil. Namun pada pasien ini, ia baru kontrol berobat 1,5 bulan setelah ia

mengetahui memiliki penurunan pendengaran, oleh karena itu penyembuhan dapat

sebagian atau lengkap tapi dapat juga tidak sembuh, hal ini disebabkan faktor

konstitusi pasien seperti pasien yang pernah mendapatkan obat ototoksik, ataupun

penyakit menginoencephlitis yang dialami pasien sebelumnya.

19

Page 20: BAG AKHIR

20

Page 21: BAG AKHIR

DAFTAR PUSTAKA

1. O’Malley MR, Haynes DS. Sudden hearing loss. Otolaryngol Clin North AM

2008;41:633-649

2. Herman, PNW. Prevalensi Gangguan Pendengaran Pada Mahasiswa Program

Studi Pendidikan DokterUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullahjakarta

Tahun 2011. Fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan universitas islam Negri

syarif hidayatullah Jakarta. Website:http://repository.usu.ac.id/bitstream/12

3456789/33587/4/ Chapter%20II.pdf. [Diakses tanggal; 14 January 2013]

3. Wibowo, SW. 2010. Ketulian : Pemeriksaan dan Penyebabnya. Journal PLB-

FIP. Universitas Padjajaran Indonesia. Website:

http://file.upi.edu/Direktori/fip/jur

._pend._luar_biasa/196912052001121setyo_wahyu_wibowo/Ketulianx.pdf.

[Diakses tanggal: 13 January 2013]

4. Suardana, W. Oka, IB. Sudipta, M. Masna, PW, Puteri, AAS. Tjekeg, IM.

Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Hidung, Telinga dan Tenggorok

RSUP Danglah Denpasar. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 1992

[ Revised Book 2012]:01;13-15

5. Danesh AA, Andreassen WD. Sudden hearing loss : audiological diagnosis

and management. Colorado : American Academy of Audiology Convention

Denver; 2007. Website: http://bdgpwk.blogspot.com/2011/06/tuli-mendadak-

sudden-deafnes.html#ixzz2IHPOoewC. [Diakses tanggal:14 January 2013]

6. Soetirto I, Bashiruddin J. Tuli mendadak. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N,

penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher.

Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2010. Hal; 35-36

21