Bag-9 FOLKLORE

21
BAB 9 KEBERADAAN FOLKLORE 9.1. Pengantar Tradisi lisan sebagai folklore lahir, tumbuh dan menyebar di masyarakat sebagai hasil kreativitas dari cara berfikir, berperasaan, dan bersikap yang dituangkan dalam bentuk lisan sebagai jiwa dan milik masyarakat bersangkutan dan menyebar dikalangan masyarakat pula, terutama yang memiliki latar belakang etnik sama. Dengan demikian, folklore diciptakan oleh masyarakat; hidup di masyarakat; dan menyebar di masyarakat, sehingga masyarakat sebagai dasar tempat tumbuh dan berkembangnya kehidupan batin dan rokhani dari folklore tersebut. Tradisi lisan termasuk ke dalam salah satu unsur kebudayaan yang disebut folklore, yang tersebar di seluruh Indonesia dan diwariskan secara turun temurun dari suatu kelompok masyarakat disertai contoh dan perbuatan yang terkandung di dalam isi tradisi lisan tersebut yang disampaikan secara lisan. Tradisi lisan seperti ini mencakup kesusastraan lisan, musik, dongeng atau cerita-cerita rakyat setempat (folktales) termasuk mite-mite. Kadangkala ke dalam tradisi lisan dimasukan tarian-tarian serta kepercayaan-kepercayaan rakyat (folk beliefs). Tradisi lisan berupa cerita atau hikayat pada mulanya diceritakan dari mulut ke mulut yang kadang-kadang sebagai pelipur lara, kemudian berkembang menjadi sandiwara radio, akhirnya menjadi cerita yang ditayangkan di televisi pemerintah maupun swasta. Tradisi lisan dalam perkembangannya mengalami perubahan tertentu, misalnya cerita rakyat yang isinya sama, tetapi disajikan oleh orang yang berbeda di tempat yang berbeda, maka dalam penyajiannya akan menunjukkan adanya variasi-variasi tertentu, seperti pertunjukan wayang golek di Jawa Barat yang menceritakan bagian cerita Mahabharata dimainkan oleh dua dalang yang berbeda, maka salah satunya akan membawakan dan menunjukkan variasi-variasi tertentu berupa bumbu-bumbu cerita atau cerita yang direkayasa dan tidak ada dalam cerita aslinya (Mahabharata) sebagai hasil kreativitas dalang yang memiliki ‘local genius’ khas. Di dalam tradisi lisan, di samping menceritakan hal-hal tertentu, juga dapat isinya dapat dipelajari mengenai beberapa segi nilai-nilai moral, pendidikan, dialek, nilai estetika, nilai religius, taraf kemampuan atau alam pikiran dan pandangan hidup masyarakat yang memilikinya. 1

Transcript of Bag-9 FOLKLORE

Page 1: Bag-9 FOLKLORE

BAB 9KEBERADAAN FOLKLORE

9.1. PengantarTradisi lisan sebagai folklore lahir, tumbuh dan menyebar di masyarakat

sebagai hasil kreativitas dari cara berfikir, berperasaan, dan bersikap yang dituangkan dalam bentuk lisan sebagai jiwa dan milik masyarakat bersangkutan dan menyebar dikalangan masyarakat pula, terutama yang memiliki latar belakang etnik sama. Dengan demikian, folklore diciptakan oleh masyarakat; hidup di masyarakat; dan menyebar di masyarakat, sehingga masyarakat sebagai dasar tempat tumbuh dan berkembangnya kehidupan batin dan rokhani dari folklore tersebut.

Tradisi lisan termasuk ke dalam salah satu unsur kebudayaan yang disebut folklore, yang tersebar di seluruh Indonesia dan diwariskan secara turun temurun dari suatu kelompok masyarakat disertai contoh dan perbuatan yang terkandung di dalam isi tradisi lisan tersebut yang disampaikan secara lisan. Tradisi lisan seperti ini mencakup kesusastraan lisan, musik, dongeng atau cerita-cerita rakyat setempat (folktales) termasuk mite-mite. Kadangkala ke dalam tradisi lisan dimasukan tarian-tarian serta kepercayaan-kepercayaan rakyat (folk beliefs). Tradisi lisan berupa cerita atau hikayat pada mulanya diceritakan dari mulut ke mulut yang kadang-kadang sebagai pelipur lara, kemudian berkembang menjadi sandiwara radio, akhirnya menjadi cerita yang ditayangkan di televisi pemerintah maupun swasta.

Tradisi lisan dalam perkembangannya mengalami perubahan tertentu, misalnya cerita rakyat yang isinya sama, tetapi disajikan oleh orang yang berbeda di tempat yang berbeda, maka dalam penyajiannya akan menunjukkan adanya variasi-variasi tertentu, seperti pertunjukan wayang golek di Jawa Barat yang menceritakan bagian cerita Mahabharata dimainkan oleh dua dalang yang berbeda, maka salah satunya akan membawakan dan menunjukkan variasi-variasi tertentu berupa bumbu-bumbu cerita atau cerita yang direkayasa dan tidak ada dalam cerita aslinya (Mahabharata) sebagai hasil kreativitas dalang yang memiliki ‘local genius’ khas. Di dalam tradisi lisan, di samping menceritakan hal-hal tertentu, juga dapat isinya dapat dipelajari mengenai beberapa segi nilai-nilai moral, pendidikan, dialek, nilai estetika, nilai religius, taraf kemampuan atau alam pikiran dan pandangan hidup masyarakat yang memilikinya.

Folklore telah ada semenjak manusia belum mengenal tulisan, maka bahasa lisan memegang peranan penting sebagai alat komunikasi dan alat untuk menceritakan pengalaman-pengalaman yang terjadi di masyarakat, kemudian berkembang menjadi cerita yang menarik untuk didengar seperti cerita kepahlawanan, cerita kejadian alam, dan cerita-cerita lainnya. Akhirnya folklore berkembang tidak hanya cerita tetapi puisi, nyanyian rakyat, tarian, musik dan alatnya, tarian tradisional, upacara tradisional, pakaian dan perhiasan tradisional, dan lain-lain.

Folklore tidak hanya tumbuh dan berkembang di daerah asalnya tetapi menyebar ke daerah lain di lingkungan masyarakat etnik yang berbeda, sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan penduduk. Penyebaran atau difusi folklore dibawa oleh masyarakat etnik tertentu yang berpindah tempat tinggal karena

1

Page 2: Bag-9 FOLKLORE

pekerjaan, berdagang, atau berusaha hidup jauh dari tempat kelahirannya, yang antara lain melalui trasmigrasi. Perpindahan penduduk antar wilayah termasuk perpindahan antar pulau seperti ini telah menyebarkan folklore dari Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali ke berbagai wilayah di Indonesia, begitupula folklore dari daerah lainpun terdapat di pulau Jawa. Bahkan folklore dari Pulau Jawa telah berkembang di negara lain di benua Amerika yaitu di Suriname yang banyak dihuni oleh masyarakat etnik Jawa yang pada mulanya diberangkatkan pada jaman kolonial Belanda sebagai kuli kontrak, sekarang ini masyarakat etnik Jawa memegang peranan penting dalam kehidupan di negara tersebut.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa folklore hanya sebagian dari kebudayaan, yang secara umum penyebarannya melalui tutur kata atau lisan; maka ada yang menyebutnya sebagai tradisi lisan. Sebenarnya istilah tradisi lisan tidak cocok untuk mengganti istilah folklore, karena istilah tradisi lisan mempunyai arti yang sempit, sedangkan folklore mempunyai arti yang luas. Tradisi lisan hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki, peribahasa, dan nyanyian rakyat, sedangkan folklore mencakup lebih dari itu seperti tarian dan arsitektur rakyat. Selanjutnya penyebutan tradisi lisan dalam bagian buku ini menjadi folklore saja.

9.2. Pengertian FolkloreKata folklore adalah kata majemuk yang berasal dari kata folk dan lore. Kata

folk sama artinya dengan kata masyarakat (rakyat atau kolektif), maka kata folk dengan jelas diartikan “sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dengan kelompok-kelompok lainnya”. Ciri-ciri pengenal tersebut dapat berwujud : warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama, bahasa yang sama, mata pencaharian yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan agama yang sama. Namun yang paling penting yaitu memiliki tradisi yang sama, diterima dan diwariskan secara turun temurun sedikitnya dua generasi, yang diakui sebagai milik bersama, dan mereka sadar akan identitas kelompoknya sendiri. Dengan demikian, kata Folk sinonim dengan kolektif atau masyarakat yang juga memiliki ciri pengenal fisik atau kebudayaan yang sama, dan kesadaran kepribadian sebagai kesatuan masyarakat. Sedangkan kata lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya yang diwariskan secara turun temurun secara lisan melalui gerak isyarat atau alat bantu pengingat. Sehingga secara keseluruhan, folklore artinya “sebagian kebudayaan suatu masyarakat (kolektif) yang tersebar dan diwariskan secara turun temurun di antara warga masyarakat yang bermacam-macam secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat bantu mengingat”.

9.3. Ciri dan Fungsi FolkloreFolklore secara umum memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat dibedakan dengan

hasil kebudayaan lainnya. Adapun ciri-ciri tersebut antara lain :1) Disebarkan secarta lisan, yaitu dari mulut ke mulut dari suatui generasike

generasi berikutnya. Pada umumnya antara orang yang ahli dalam bidang folklore mengajarkan atau menurunkannya tidak seperti pada pendidikan sekolah, melainkan mengajarkannya di rumah atau sambil melakukan pertunjukkan.

2

Page 3: Bag-9 FOLKLORE

2) Folklore bersifat tradisional yang disebarkan dalam bentuk standar di antara kelompok kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama, paling sedikit dua generasi.

3) Folklore selalu ada dalam versi yang berbeda-beda. Misalnya, ceritera lutung kasarung versi Banten, berbeda dengan ceritera lutung kasarung versi Priangan. Walaupun pada garis bersarnya ceritera tersebut sama. Terjadinya perbedaan seperti ini akibat penyebarannya dari mulut ke mulut yang kadangkala penerima lupa atau adanya penambahan-penambahan untuk memperkuat isi. Walaupun demikian, perbedaannya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan.

4) Nama pencipta cerita rakyat biasanya sudah tidak dikenal lagi (anonim), karena pencipta menyajikannya di masyarakat, kemudian diturunkan, disebarkan lagi dan diingat oleh masyarakat pendengar hanya jalan dan isi ceritanya saja.

5) Cerita rakyat biasanya mempunyai bentuk klise, artinya mempergunakan kata-kata klise, ungkapan tradisional di mana kalimat pembukaan dan kalimat penutup yang sama. Misalnya, untuk menggambarkan kecantikan seorang gadis dengan kalimat “indah bagaikan bulan empat belas hari”, atau untuk menggambarkan kemarahan seseorang dengan sebutan “seperti ular berbelit-belit”.

6) Folklore mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama secara kolektif (di masyarakat). Misalnya secara lisan, cerita rakyat mempunyai kegunaan sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan yang terpendam.

7) Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri seperti ini terutama berlaku bagi folklore lisan dan sebagian lisan.

8) Folklore menjadi milik bersama dari masyarakat tertentu (kolektif). Hal ini sebagai akibat dari penciptanya sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap warga masyarakat bersangkutan merasa memilikinya.

9) Folklore pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatan kasar dan spontan. Mengingat folklore merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur atau perwujudan sebagai suatu pernyataan perasaan atau pendapat yang paling jujur.

Folklore muncul dan berkembang dari tradisi lisan, dan akan tetap disebut folklore walaupun telah diterbitkan ke dalam bentuk cetakan atau rekaman. Hal ini dikarenakan bahwa folklore akan tetap memiliki identitas folklornya selama kita mengetahui bahwa ia berasal dari peredaran tradisi lisan.

Folklore tidak semata-mata disajikan kepada khalayak masyarakatnya, melainkan isinya terkandung beberapa fungsi. Fungsi folklore utama adalah yang lisan dan sebagian lisan, karena berisi petunjuk secara lisan tentang pendidikan dan kehidupan masyarakat untuk bertindak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Untuk lebih jelasnya secara umum fungsi folklore dibagi menjadi empat bagian, yaitu :1) Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan

masyarakat (kolektif),2) Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga

kebudayaan,

3

Page 4: Bag-9 FOLKLORE

3) Sebagai alat pendidikan anak,4) Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan

selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya.

Selain itu folklore juga sebagai alat protes sosial. Rakyat atau masyarakat melakukan protes sosial tidak langsung melalui folklore, tidak seperti sekarang ini langsung melakukan demonstrasi terhadap pemerintah ke gedung DPR/DPRD atau kepada lembaga dijadikan tempat protes. Folklore sebagai alat protes sosial dilakukan dengan nyanyian yang menyindir kebijakan pemerintah atau dengan perkataan lain seperti yang dilakukan mahasiswa untuk memprotes pemerintahan Presiden Soekarno yang saat itu mengeluarkan kebijakan indoktrinasi terhadap masayarakat, maka oleh mahasiswa diplesetkan bahwa “rakyat tidak butuh indoktrinasi tetapi butuh endok (telur), teri, dan nasi” karena saat itu terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan harga-harga naik dan sulit untuk dibeli.

Folklore juga memiliki fungsi sebagai penyalur pendapat rakyat, yang paling mudah untuk melihat keinginan rakyat yaitu melalui nyanyian-nyanyian atau melalui lelucon yang berisi kritikan-kritikan terhadap pemerintah, dari nyanyian seperti yang diungkapkan oleh Iwan Fals dan Franky Sahilatua. Isi kritikan mengenai pengangguran yang semakin bertambah sedangkan yang diterima bekerja adalah mereka yang bermain KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dengan judul “Krisis Pemuda” isinya bercerita tentang pemuda berpendidikan yang tidak dapat bekerja, lagu ini dinyanyikan Iwan Fals, dengan cuplikannya sebagai berikut,

Dimana kusumbangkan tenagaDemi laju bangun negaraTapi sempat ku berbicaraLowongan kerja tak kudapatkanSistim koneksi sistim kolusiMerajalela di setiap instansi

Selain itu, keritikan dalam bentuk obrolan yang diplesetkan menjadi lelucon yang mengkritik kebijakan pemerintah, yang disiarkan oleh salah satu stasiun swasta dalam acara ‘Republik BBM (Baru-Bisa Mimpi)’.

9.4. Keberadaan FolkloreFolklore di Indonesia secara garis besarnya dikategorikan ke dalam tiga

kelompok, yaitu :1) Folklore lisan (verbal folklore), terdiri dari :

a) Bahasa rakyat, seperti : dialek, logat bicara, julukan, sindiran, pangkat atau jabatan, gelar, bahasa simbolik, dan lain-lain.

b) Ungkapan tradisional, seperti : peribahasa, pepatah, dan lain-lain.c) Pertanyaan tradisional, seperti teka-teki rakyat.d) Puisi rakyat, seperti : pantun, syair, gurindam, bidal, pemeo, dan lain-lain.e) Cerita atau prosa rakyat, seperti : dongeng suci (mite), legenda, dan lain-lain.f) Nyanyian-nyanyian rakyat, seperti : tongtolang nangka, eundeuk-eundeukan,

cingcangkeling, dan lain-lain.

4

Page 5: Bag-9 FOLKLORE

2) Folklore setengah lisan (partly verbal folklore) :Foklor ini bentuknya merupakan campuran antara unsur lisan dan unsur

bukan lisan, antara lain :a) Permainan rakyat dan hiburan rakyat, seperti : reog, calung, beluk, dan lain-

lain.b) Drama rakyat, seperti : longser, wayang, banjet, lenong, ludruk, dan lain-lain.c) Tarian, seperti : tari serimpi, tari kuda lumping, tari topeng, dan lain-lain.d) Upacara-upacara dan pesta rakyat, seperti : upacara perkawinan, pesta

khitanan dengan naik kuda lumping atau gotong-singa, upacara galungan, pesta laut, upacara sekaten, dan lain-lain.

Kepercayaan rakyat termasuk juga ke dalam jenis folklore setengah lisan. Misalnya oleh orang modern disebutnya takhyul, yang terdiri dari pernyataan bersifat lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap memiliki makna gaib seperti benda-benda yang dianggap mem-bawa rezeki dalam bentuk tertentu yang digunakan pada saat tertentu, ditambah larangan yg harus dihindari oleh pemiliknya, apabila melanggar maka benda tersebut hilang khasiatnya.

3) Folklore bukan lisan (non-verbal folklore), terdiri dari :a) Arsitektur rakyat, seperti : bentuk rumah Baduy, rumah gadang dari

Minangkabau, rumah panjang dari Kalimantan, dan lain-lain.b) Seni kerajinan tangan, seperti : seni batik, seni ukir, seni pahat, seni lukis, seni

membuat keris, seni membuat wayang, seni membuat gerabah, seni keramik, dan lain-lain.

c) Pakaian dan perhiasan, seperti : pakaian dan perhiasan yang digunakan pada waktu tertentu, golongan tertentu yaitu pakaian tradisional sebagai pakaian adat, dan sebagainya.

d) Alat-alat musik, seperti : alat musik yang terbuat dari bambu antara lain untuk calung, angklung, celempung, seruling, dan sebagainya; alat musik yang yang terbuat dari kulit dan kayu, antara lain gendang, dogdog untuk reog, dogdog lojor, bedug; seperangkat alat musik gamelan yang terbuat dari logam; dan lain-lain.

e) Musik rakyat, seperti : Kolintang dari Minahasa Sulawesi Utara, Gendang Beleg dari Sasak Lombok, Arumba (alunan rumpun bambu) dari Sunda Jawa Barat, Tanjidor dari Betawi, Gambang Kromong dari Betawi, dan lain-lain.

Folklore ini bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklor bukan lisan terdiri dari yang tergolong material seperti yang sebagian dijelaskan di atas yaitu arsitektur, hasil kerajinan, pakaian dengan perhiasannya, alat-alat musik, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Sedangkan folklore yang bukan material antara lain : musik rakyat, gerak isyarat, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (bunyi kentongan yang dipukul berturut-turut dalam jangka waktu yang relatif cukup lama sebagai tanda bahaya di pulau Jawa).

9.5. Contoh Folklore Lisan (tradisi lisan)Berikut ini beberapa contoh folklore lisan dapat disebut sebagai tradisi lisan

yang terdapat di Indonesia, yaitu :

5

Page 6: Bag-9 FOLKLORE

1) Bahasa Rakyat. Bentuk-bentuk folklore lisan yang termasuk bahasa rakyat adalah dialek-dialek

seperti yang telah dijelaskan pada bagian 9 semerter 2 mengenai fungsiolek yaitu variasi bahasa berdasarkan fungsinya, antara lain :

a) Akrolekb) Basilekc) Vulgard) Slange) Shop talk (bahasa oedagang)f) Colloquial (kolokial)g) Jargonh) Argoti) Sirkumlokusi

Folklore lisan dapat dilihat juga pada bagian 10 semerter 2 mengenai sosiolek atau variasi tingkatan bahasa seperti yang digunakan pada masyarakat etnik Jawa dan Sunda. Selain itu terdapat pula bahasa rakyat yang disebut onomatopoetis (anomatopoetic) yaitu kata-kata yang dibentuk dengan mencontoh bunyi atau suara alamiah. Misalnya, kata gledek untuk menyebut halilintar karena suaranya yang demikian; kata greget untuk menyebut perasaan sengit yang seolah-olah ingin menggigit orang, kata ini sering digunakan sebagai variasi bahasa santai dan biasa digunakan oleh orang Betawi; di kalangan mahasiswa menyebut hekter (alat untuk menyatukan kertas) disebut drek atau dreuk; dan lain-lain.

Bentuk terakhir bahasa rakyat adalah onomastis (onomastics), yaitu nama tradisional jalan atau tempat-tempat tertentu yang mempunyai legenda atau sejarah terbentuknya. Misalnya, di Bandung Jawa Barat banyak terdapat tempat yang diberi nama keadaan tempat tersebut atau asal terbentuknya, seperti Babakan Ciamis berarti yang mendirikan perkampungan di tempat tersebut pada awalnya orang Ciamis; begitu juga halnya nama-nama tempat atau wilayah seperti Jakarta, Banyuwangi di Jawa Timur, Pandeglang di Banten, dan lain-lain.

Adapun fungsi bahasa rakyat adalah :a) Untuk memberi serta memperkokoh identitas kelompok masyarakat

(folknys) seperti, slang, bahasa bertingkat, argot, shop talk, colloquial, dll.),b) Untuk melindungi kelompok masyarakat (folk) pemilik folklore tersebut

dari ancaman masyarakat (kolektif) lain atau penguasa (slang, bahasa rahasia, dll.),

c) Untuk memperkokoh kelompok masyarakat (folksnya) pada jenjang pelapisan masyarajat (gelar dan bahasa bertingkat),

d) Untuk memperkokoh kepercayaan rakyat dari kelompok masyarakat (sirkumlokusi dan julukan atau alias yang diberikan kepada anak-anak yang kesehatanya buruk).

2) Ungkapan Tradisional Yaitu “kalimat pendek yang yang disarikan dari pengalaman panjang:, adapula

yang mengartikan “kebijaksanaan orang banyak yang merupakan kecerdasan seseorang” karena untuk dapat menggunakan dan menciptakan pribahasa adalah orang yang mampu mengolah kata-kata sehingga memiliki makna yang tidak langsung

6

Page 7: Bag-9 FOLKLORE

dan yang bersangkutan memiliki kecerdasam berbahasa. Ungkapan memiliki fungsi seperti fungsi folklore secara umum yang dijelaskan sebelumnya, juga sebagai alat pengendalian sosial melalui kritikan-kritikan secara tidak langsung tetapi mengena pada orang yang melanggar norma yang berlaku di masyarakat walaupun nama dan orangnya tidak ditunjukkan.

Ungkapan tradisional disebut juga peribahasa dan dapat dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu :

a) Peribahasa yang sesungguhnya, adalah ungkapan tradisional yang memiliki sifat-sifat : (1) Kalimatnya lengkap.(2) Bentuknya kurang mengalami perubahan,(3) Mengandung kebenaran dan kebijaksanaan.Peribahasa atau ungkapan pada kelompok ini merupakan kalimat sederhana seperti : Belajar ke yang pintar, berguru ke yang pandai artinya menuntut ilmu itu

adalah kepada orang yang berilmu pengetahuan dan berpengalaman. Berbuatlah yang pantas-pantas saja artinya bertingkah atau bertindak yang

wajar-wajar saja. Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalan artinya kasih

ibu atau orangtua kepada anaknya.tak akan habis, kekal dan abadi, tetapi kasih anak kepada ibunya tak sedalam itu.

Yang lahir menunjukkan yang batin artinya tingkah laku atau pembicaraan seseorang menunjukkan siapa orang itu yang sebenarnya (menunjukkan watak aslinya).

dan lain-lainb) Peribahasa yang tidak lengkap kalimatnya. Ungkapan atau

peribahasa seperti ini bemiliki sifat :(1) Kalimatnya tidak lengkap,(2) Bentuknya sering berubah,(3) Jarang mengungkapkan kebijaknaan,(4) Biasanya bersifat kiasan.Contoh peribahasa atau ungkapan pada kelompok ini tidak mempunyai subyek atau tidak mempunyai kata kerja, antara lain : Asal ada kecilpun pada artinya sedikitpun cukup daripada tidak sama

sekali. Menepis air di dulang artinya membuka aib sendiri. Tak jauh lenggang dari ketiak artinya tak jauh pokok persoalan; selalu

dekat; tak mungkin jauh. Kuning langsat Kepala batu Kutu buku Mati kutu Lupa diri Makan suap Musang berbulu ayam

7

Page 8: Bag-9 FOLKLORE

dan lain-lain

c) Perubahasa perumpamaan, adalah ungkapan tradisional, yang biasanya dimulai dengan kata-kata ‘bagai’, ‘seperti’, ‘ibarat’ dan lain-lain. Contohnya antara lain : Bagai duduk di atas bara artinya gelisah atau tidak betah Bagai air di daun keladi Seperti telur di ujung tanduk artinya suatu keadaan yang

gawat Seperti orang kena pekasih artinya seperti orang kena

pelet Seperti nangka jatuh artinya orang gemuk terjatuh karena

tak kuat pijakannya Otaknya seperti otak udang artinya bodoh Bagai punguk merindukan bulan artinya orang yang

merindukan sesuatu yang tak mungkin didapat atau diperolehnya. Bagai anak ayak kehilangan induk artinya kocar-kacir

karena kehilangan yang dijadikan tumpuan. dan lain-lain.

d) Ungkapan yang mirip peribahasa, adalah ungkapan yang digunakan untuk penghinaan, nyeletuk, atau suatu jawaban pendek, tajam, lucu, dan merupakan peringatan yang dapat menyakitkan hati. Misalnya : “kau ini lelaki bapak ayam” artinya banyak istri ‘”babi benar kau” cacian untuk merendahkan orang si muka badak julukan untuk orang yang tak tahu malu bujang lapuk artinya laki-laki yang sudah tua tapi belum beristri dan lain-lain

3) Pertanyaan TradisionalPertanyaan tradisional merupakan teka-teki yang hidup di masyarakat, memiliki

fungsi (a) untuk menguji kepandaian seseoarng, (b) untuk meramal, (c) bagian dari upacara perkawinan, (d) dilakukan pada waktu luang atau untuk mengisi waktu, (e) untuk dapat melebihi orang lain. Jawabannyapun untuk tetaki-teki yang diajukan biasanya bersifat tradisional pula. Teki-teki maupun jawabannya diambil dari benda atau keadaan yang terdapat di sekeliling kehidupan masyarakat.

Teka-teki sering dibuat pertanyaan berdasarkan sifat hal yang digambarkan di dalam pertanyaan atau berdasarkan persamaan dengan benda, tanaman, binatang, ataupun manusia, misalnya :

a. persamaan dengan mahluk hidup“Mahluk apa yang pada pagi hari mempunyai empat kaki, pada siang hari tiga dua kaki, dan pada malam hari tiga kaki ?” Jawabnya : “Manusia”

b. persamaan dengan binatang- “Ayam apa yang berbulu terbalik bermain di kebun ?” Jawabnya : “

Buah nanas”.

8

Page 9: Bag-9 FOLKLORE

- “Bungkuk-bungkuk bukan udang, bercapit bukan kepiting, apakah itu ?” Jawabnya : “Tukang pungut puntung rokok yang menggunakan alat jepit dari bambu”.

c. persamaan dengan beberapa binatang“Dua ekor kelinci putih keluar-masuk gua, apa itu ?” Jawabnya : Ingus di hidung seorang anak kecil yang sedang pilek”.

d. persamaan dengan manusia- “Nenek-nenek jatuh bersorak, apa itu ?” Jawabnya : “Daun kelapa

kering yang rontok, waktu jatuh ke bumi menimbulkan suara keras”.- “Anak kecil apa, yang waktu jatuh berguling-guling memungut kain ?”

Jawabnya : “Buah duren. Karena durinya akan menusuk daun-daun kering, sewaktu jatuh dari pohon”.

e. persamaan dengan beberapa orang- “Anaknya bersarung, induknya telanjang, apakah itu ?” Jawabnya :

“Rebung dan bambu”- “Mula-mula ia anggota Angkatan Laut, kemudian jadi anggota

Angkatan Udara, kemudian kawin dengan anggota Korps Wanita Angkatan Udara. Dari perkawinan itu lahirlah anak yang mengikuti jejak orangtuanya untuk menjadi anggota Angkatan Laut kemudian Angkatan Udara dst. Dinamakan apakah keluarga itu ?” Jawabnya : “Keluarga Nyamuk”.

f. persamaan dengan tanaman“Jagung makan jagung di Cipanas ?” Jawabnya “Jaksa Agung makan jagung di Cipanas”

g. persamaan dengan benda“Mas apa yang diekspor ke Sumatera ?” Jawabnya “Mas Jawa”

Terdapat pertanyaan dengan adanya pertambahan keterangan yang lebih jelas, seperti :

h. pertambahan keterangan perumpamaan“Bulat bagai simpai, dalam bagaikan cangkir, seluruh sapi jantan raja tidak dapat menarikna, apakah itu ?” jawabnya “Sebuah sumur”.

i. pertambahan keterangan pada bentuk dan fungsi“Tambal sini tambal sana, tetapi tidak ada bekas jahitannya, apakah itu ?” Jawabnya “Sayur kubis”

j. pertambahan keterangan pada warna“Dilempar ke atas hijau, jatuh ke bawah merah, apakah itu ?” Jawabnya “Buah semangka”.

k. pertambahan dalam tindakan“Buah apa yang dibuang luarnya, lalu dimasak dalamnya, dimakan luarnya, dan dibuang dalamnya ?” Jawabnya : “Jagung”

Banyak sekali teki-teki dengan berbagai bentuk yang hidup dan berkembang di masyarakat termasuk masyarakat etnik di Indonesia, seperti :

a. Pertanyaan bersifat teka-teki disebut juga pertanyaan cerdik, adalah teka-teki yang jawabnya tidak dapat diramalkan sebelumnya. Misalnya : - “Garam apa yang tidak asin ?” jawabnya “Garam Inggris”.

9

Page 10: Bag-9 FOLKLORE

- “Ada dua orang bersepakat untuk berjalan mundur sambil tertawa menuju Kota Bandung, seorang berangkat dari Ujung Berung, seorang lagi berjalan dari Cimahi, maka mereka akan bertemu di mana ?” jawabnya yang tidak disangka-sangka yaitu ; “di Jalan Riau 11 (sekarang Jl. Martadinata 11, lokasi Rumah Sakit Jiwa).

b. Pertanyaan bersifat permainan kata-kata, teka-teki yang terbentuk dari permainan kata-kata lucu. Misalnya :- “Apa yang dipegang terbang, diikat terbang, diinjang terbang, disimpan

dalam laci juga terbang ?” jawabnya : “Terbang” (terbang adalah sejenis rebana besar).

- “Anak kepiting kepalanya di mana ?” jawabnya : “di ketiak” (kepiting bukan ketam tapi singkatan dari dikepit dan dipiting (pithing) biasa ada dalam permainan gulat).

c. Pertanyaan yang bersifat permasalahan, biasanya memilik sifat untuk mengganggu orang lain, seperti :“Jika untuk membuat lubang sebesar empat sentimeter, seekor burung pelatuk memerlukan waktu memerlukan waktu sepuluh menit, maka berapa jam waktu yang diperlukan seekor belalang untuk memindahkan sebukit biji-bijian ?” jawabnya “tidak ada ! hitung saja sendiri”

d. Pertanyaan perangkap adalah teka-teki yang digunakan untuk membuat orang kurang waspada menjadi malu karena terpedaya. Misalnya :“Apa bedanya semut, gajah, dan nenek-nenek (kakek) bagi manusia?” jawabnya : “manusia suka kesemutan, tidak kegajahan paling penyakit kaki gajah” jawabannya tidak perlu diselesaikan, tentu ada yang bertanya (jika siswa laki-laki) “nenek-nenek buat apa ?” maka jawabannya “buat lu !”.

e. Pertanyaan bersifat lelucon, biasanya berupa plesetan atau keadaan. Misalnya :- “apakah kamu suka peuyeum (tape) ?” jawabnya “tidak ! aku lebih

suka peuyeumpuan” (maksudnya perempuan).- “Apa bedanya banci dengan baterei ABC ?” jawabnya “kalau banci

mana tahan, baterei ABC tahan lama”.

4) Sajak dan Puisi Rakyat.Merupakan kesusatraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya, biasanya

terjadi dari beberapa deret kalimat, ada yang berdasarkan mantra, ada yang berdasarkan panjang pendek suku kata, lemah tekanan suara, atau berdasarkan irama. Bangsa Indonesia yang tersebar sebagai masyarakat etnik memiliki bentuk-bentuk puisi rakyat yang biasanya dalam bentuk pantun atau dalam bahasa sunda disebut sisindiran, ataupun bentuk-bentuk lainnya yang bersifat nasihat, tuntunan, lelucon, ataupun celaan terhadap orang lain yang melanggar norma, bahkan keinginan untuk mendapatkan sesuatu.

Berikut ini puisi rakyat yang berasal dari etnik Sunda berfungsi sebagai paparikan atau susuwalan yang merupakan bagian dari sisindiran, yang berisi kerinduan terhadap pujaannya, seperti :

10

Page 11: Bag-9 FOLKLORE

Kukulu di buah mangguPisitan buah ramantenKuru lain teu nyatuMikiran nu hideung santen

Terjemahannya : Serangga di buah manggisBuah duku dan rambutanKurus bukan tidak makanKarena memikirkan si hitam manis

Catatan : buah pisitan bentuknya seperti duku tetapi rasanya asam

Adapula sisindiran yang berisi celaan terhadap seorang wanita muda yang hamil, seperti :Salawe jaman ayeunaEs lilin murag ka taneuhAwewe jaman ayeunaLeutik-leutik geus keureuneuh

Terjemahannya : Dua puluh lima jaman sekarangEs lilin jatuh ke tanahWanita jaman sekarangMasih kecil sudah hamil

Sisindiran atau Susuwalan yang isinya mencari kekasih dan bersifat jenaka, seperti :Ka mana jalan ka caiKana sempur sayang buutKa mana kabogoh kamiAnu hapur panjang buuk

Terjemahannya : Ke mana jalan ke airKe sempur sarang tupaiKe mana pacar sayaYang berpenyakit panu ram-but panjang

Catatan : Sempur adalah kayu yang membatuSajak anak-anak yang berkumpul dan akan menunjuk yang salah apabila

dalam kumpulan tersebut terdapat yang kentut, sajak ini hampir terdapat di mana, terutam di Betawi, Sunda, dan Sumatera Selatan, seperti,

Dang dang tut, akar aling-alingSiapa yang kentut ditembak raja maling

Kata dang dang tut, dalam bahasa Sunda seperti berikut ini,Dang dang dut, kalapa cinaSi ujang gendut teu dicalana

Puisi atau sajak rakyat yang biasa digunakan sambil bernyanyi, terutama untuk membahagiakan bayi atau anak kecil yang berasal dari Betawi, seperti :

Pok ame-ameBelalang kupu-kupuTepok biar rameMalam-malam minum susu

Puisi atau sajak rakyat dari Sunda sambil dinyanyikan, berfungsi untuk menidurkan bayi atau anak kecil (meninabobokan), seperti :Nelengnengkung nelengnengkungGeura gede geura jangkungGeura sakola di BandungGeura ngabagjakeun indung bapa

Terjemahannya : Nelengnenkung nelengnengkungCepat besar cepat jangkungCepat sekolah di BandungCepat membahagiakan ayah ibu

Terdapat sajak rakyat yang bersifat jenaka yang seolah-oleh sebagai mantra untuk mengambil madu tawon hutan, seperti :Aki nangkodan nini nangkodan Terjemahannya : Kakek dan nenek bergayut

11

Page 12: Bag-9 FOLKLORE

Silaing boga hutang ka aingHutang beas bayar anakHutang minyak bayar maduHutang jarum ulah dibayar

Kalian punya utang kepada sayaUtang beras bayar anakUtang minyak bayar maduUtang jarum jangan dibayar

Di berbagai daerah di Indonesia banyak sekali sajak dan puisi rakyat milik masyarakat etnik yang merupakan kekayaan budaya bangsa, hanya saja muncul dan hilangnya sesuai dengan perkembangan jaman, apalagi setiap saat apabila muncul yang baru dan tidak sempat dibukukan, maka akan cepat hilang, mengingat puisi dan sajak rakyat sebagai tradisi lisan.

5) Cerita Prosa RakyatCerita prosa rakyat di bagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu :

a) Mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh masyarakat. Tokoh-tokoh yang terdapat dalam mite adalah para dewa atau mahluk setengah dewa. Peristiwa yang terdapat dalam mite berada di dunia lain atau di dunia yang bukan seperti kita kenal sekarang ini, dan dianggap sebagai peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Mite di Indonesia sebagai cerita berasal Indonesia sendiri, merupakan hasil karya masyarakat di berbagai wilayah, dan mite yang berasal dari negara lain, terutama dari India, Persia (Iran), dan Arab. Dari luar negeri ini pada umumnya sudah terjadi perubahan yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat tempat berkembangnya mite tersebut sebagai bentu adaptasi, sehingga tidak terasa laigi berasal dari negara lain. Mite Indonesia pada umumnya menceritakan terjadinya alam semeste, terjadinya susunan para dewa, dunia dewata, terjadinya manusia pertama, terjadinya makanan pokok seperti beras yang berasal dari cerita Dewi Sri.Cerita prosa rakyat seperti cerita Dewi Sri atau Nyi Pohaci sebagai dewi padi, terdapat beberapa versi yang tergantung pada masyarakat etnik bersangkutan, terdapat di Jawa Timur, ataupun di Jawa Barat. Mite lainnya seperti terjadinya gerhana bulan ataupun gerhana matahari, ada hubungannya dengan ditelannya bulan atau matahari oleh raksasa yang disebut Kala, sehingga ada hubungannya dengan dibunyikannya kentongan atau benda-benda lain agar benda langit yang ditelan dikeluarkan kembali. Banyak lagi mite-mite yang lain terdapatdalamkehidupan masyarakat Indonesia.

b) Legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci. Tokoh-tokoh yang terdapat dalam legenda adalah manusia, adakalanya memiliki sifat yang luar biasa, dan seringkali dibantu oleh mahluk-mahluk gaib. Peristiwa yang terdapat di dalam mite yaitu di dunia yang seperti kita kenal sekarang ini, karena peristiwanya terjadi pada waktu yang relatif belum terlalu lama atau dianggap pada masa yang sama dengan kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa.Legenda berdasarkan isi dan kejadiannya dibedakan menjadi empat kelompok, yang terdiri dari :(1) Legenda keagamaan, isinya mengenai kehidupan dan perjuangan orang-orang

saleh dan dianggap suci seperti, kisah para wali di Pulau Jawa dalam meyebarkan dan menegakkan agama Islam. Cerita Lara Santang dan Walangsungsang yang pergi ke untuk mempelajari agama Islam kepada

12

Page 13: Bag-9 FOLKLORE

Sayyidina Ali, kemudian menyebarkannya di Jawa Barat, dan cerita-cerita keagamaan lainnya.

(2) Legenda alam gaib, biasanya legenda ini berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang. Fungsi legenda alam gaib yaitu untuk meneguhkan kebenaran takhyul atau kepercayaan rakyat, seperti adanya mahluk halus yang menempati tempat-tempat yang dianggap angker atau adanya mahluk halus penunggu rumah tua dan sering menampakkan diri. Bentuk mahluk halus tergantung pada imajinasi masyarakat, seperti genderuwo dengan badan besar dan berbulu hitam lebat yang berdiam di hutan atau di pohon besar dianggap ada oleh masyarakat di Jawa Tengah dan Jawa Timur sedangkan di Jawa Barat tidak ada imajinasi bentuk ini tetapi dalam bentuk yang lain, bahkan pada tahun 2003 dan 2004 di beberapa wilayah pemukiman penduduk Jakarta dan sekitarnya pernah mempercayai adanya gangguan mahluk gaib terhadap wanita yang disebut Si kolor Ijo katanya memiliki bentuk badan besar, muka seperti babi, telinga besar dan selalu memakai celana dalam (kolor) warna hijau. Bahkan keberadaan mahluk gaib seperti ini sering difilmkan dan ditayangkan oleh beberapa stasiun televisi sebagai cerita misteri.

(3) Legenda perseorangan, adalah cerita mengenai tokoh tertentu yang dianggap sebagai kebenaran oleh masyarakat di tempat cerita tersebut berasal dan berkembang. Misalnya cerita Panji dari Jawa Timur mengenai kisah Ande-ande Lumut, atau kisah Jayaprana dari Pulau Bali. Di Jakarta pernah terkenal legenda Si Pitung seorang perampok budiman (Robin Hood ala Betawi).

(4) Legenda setempat, berhubungan dengan terjadinya suatu tempat, nama daerah, atau nama yang berhubungan dengan terjadinya bentuk permukaan bumi seperti gunung, lembah, bukit dan lain-lain. Legenda setempat antara lain terjadinya kota Kuningan, Gunung Tangkuban Parahu, di Jawa Barat; terjadinya kota Banyuwangi, asal mula nama Tengger dan gunung Batok di Jawa Timur, dan banyak lagi legenda lainnya yang menceritakan terjadinya suatu tempat.

c) Dongeng. Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Dongeng sebagai cerita yang berfungsi sebagai hiburan, pelajaran moral, atau sindiran. Dongeng di Indonesia di bagi ke dalam empat kelompok besar, yaitu :(1) Dongeng binatang, adalah binatang yang menjadi tokoh utama dalam cerita,

baik binatang peliharaan maupun binatang liar seperti binatang menyusui, binatang melata, burung, ikan, dan serangga. Binatang-binatang tersebut diceritakan layaknya manusia dapat berbicara, berfikir atau berakal budi. Di Indonesia dikenal cerita mengenai kancil binatang yang cerdik banyak akalnya, atau Kura-Kura dengan Monyet. Adapula dongeng mengenai burung Gagak dan seekor Anjing, dan banyak lagi dongeng-dongeng lain yang menceritakan kehidupan binatang dengan segala tingkah lakunya. Di Inggris terdapat dongeng binatang yang sangat terkenal yaitu dongeng Serigala dan tiga ekor anak babi.

13

Page 14: Bag-9 FOLKLORE

(2) Dongeng biasa, adalah jenis dongeng yang menjadi tokohnya manusia, isinya secara ringkas menceritakan suka-duka kehidupan, seperti Dalem Boncel dari Jawa Barat yaitu :

menceritakan seorang anak petani yang ulet meminta doa restu kepada kedua orangtuanya untuk pergi ke daerah lain (kota) mencari kehidupan yang lebih baik. Setelah beberapa lama kemudian Boncel menjadi orang yang berhasil dan memiliki jabatan di pemerintahan sebagai Dalem. Orangtuanya yang sudah tua merindukan anaknya yang sudah lama tidak bertemu, dan mendengar bahwa anaknya telah menjadi orang yang terkemuka, maka berangkatlah mereka untuk menemuinya dengan membawa hasil pertanian dari kebunnya. Setibanya di tempat anaknya, Dalem Boncel sedang mengadakan rapat yang tiba-tiba didatangi oleh dua orang yang sudah tua dari kampung, karena merasa malu maka diusirnya kedua orangtuanya, dengan sakit hati mereka kembali ke kampungnya. Beberapa waktu kemudian Dalem Boncel menyesal telah berbuat durhaka, berangkatlah ke kampung halaman yang telah lama ditinggalkannya untuk meminta maaf kepada kedua orangtuanya, tetapi mereka telah meninggal dunia dan yang didapatkan hanya kuburun mereka. Penyesalan yang tiada terkira menyebabkan Dalem Boncel menjadi gila.

Cerita yang berisi pesan moral untuk berbakti kepada orangtua, jangan menjadi anak durhaka terdapat juga di Sumatera Barat yaitu cerita Si Malin Kundang yang menjadi batu karena durhaka kepada ibunya. Adapula dongeng mengenai kehidupan manusia yang berhubungan dengan Dewi dari Kahyangan seperti Joko Tarub dengan tujuh Bidadari dari Jawa Timur atau dongeng lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti dan sejenis dongeng dari Eropa yaitu Cinderella ataupun Putri Salju dengan tujuh Kurcaci (orang kerdil). Selain itu terdapat dongeng mengenai kehidupan masyarakat pedesaan yang penuh dengan keluguan dan kelucuan seperti dongeng Si Kabayan dari Jawa Barat.

(3) Lelucon atau anekdot, adalah cerita yang menimbulkan rasa menggelikan hati , sehingga menimbulkan ketawa bagi yang mendengar maupun yang menceritakannya. Perbedaan lelucon dengan anekdot adalah : jika anekdot menyangkut kisah fiktif mengenai pribadi atau kelompok lucu, yang dianggap benar-benar ada, sedangkan lelucon menyangkut kisah fiktif lucu mengenai anggota masyarakat tertentu, seperti masyarakat etnik, golongan, bangsa, ataupun ras. Anekdot dianggap sebagai bagian dari “Riwayat Hidup” fiktif pribadi tertentu, sedangkan lelucon dapat dianggap sebagai “sifat” atau “tabiat” fiktif anggota masyarakat tertentu yang disebabkan sentimen atau pengetahuan yang berdasarkan stereotip (anggapan atau prasangka yang kurang baik sebelum mengetahui, menyanksikan, atau penyelidiki sendiri).Lelucon berdasarkan sasarannya dibedakan menjadi lelucon dan humor, apabila lelucon ditujukan pada kolektif lain sedangkan humor sasarannya diri sendiri. Lelucon kadangkala dibenci oleh orang yang terkena sasarannya apabila lelucon tersebut bersifat stereotip terutama mengenai masyarakat etnik tertentu seperti dari Batak, Jawa, atau masyarakat etnik lainnya. Orang yang

14

Page 15: Bag-9 FOLKLORE

sering mengungkapkan cerita humor atau humoris tidak membuat lelucon mengenai masyarakat etnik atau golongan lain tetapi bercerita mengenai dirinya. Humoris orang Indonesia yang terkenal seperti Bing Slamet ataupun Ateng membuat orang tertawa tanpa menyinggung perasaan orang lain. Berikut ini sebagai contoh cerita lelucon yang berasal dari Jawa Barat, seperti Sopir dan kernet truk tidak boleh berasal dari masyarakat etnik yang berbeda apalagi sopir orang Sunda dan kernetnya orang Jawa yang tidak dapat berbahasa Sunda. Leluconnya adalah :

Pada suatu saat truk tua berjalan di daerah tanjakan yang tajam, karena kondisi truk tersebut sudah repot maka tidak kuat lagu untuk terus naik, sehingga perlu dibantu oleh ganjelan kayu. Sopir yang orang Sunda berteriak kepada kernetnya yang orang Jawa : “Nek ! Cokot ganjel”. Jawabnya : “Atos Pa !”. tetapi truk terus mundur sampai terhenti karena menabrak tebing. Maksud sopir kata “cokot” (ambil dalam bahasa Sunda) supaya ganjelnya digunakan untuk menghentikan kendaraan yang mundur karena tidak kuat di tanjakan. Sedangkan kata “cokot’ ditafsirkan kernet adalah ganjel kayu supaya digigit (kata cokot dalam bahasa Jawa artinya gigit). Begitu pula kata “atos” dalam bahasa sunda adalah kependekan dari “parantos” yang artinya “sudah”, sedangkan kata “atos” dalam bahasa Jawa artinya “sudah”.

Kisah selanjutnya akhir dari peristiwa mobil tua di tanjakkan, silahkan untuk ditafsirkan ! Dalam bahasa yang berbeda adakalanya terdapat kata yang diucapkan sama tetapi memiliki arti yang berbeda. Berikut ini lelucon mengenai suatu golongan atau kelompok tertentu yaitu :

Cerita kelompok orang sinting (gila) yang sedang menunggu giliran diperiksa oleh dokter atau psikiater yang belum datang di Rumah Sakit Jiwa. Tidak lama kemudian datang psikiater memasuki ruangan, didapatinya seorang pasien memegang sebatang bambu dan berlagak sedang memancing ikan. Si psikiater iseng bertanya, “Sudah dapat pak mancingnya ?”, si sinting sambil menggerutu menjawabnya, “Gila Lu ! mana bisa dapat ikan, orang mancing di ubin”.

Lelucon dan humor tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai cerita yang biasanya dilakukan pada waktu senggang atau sebagai obrolan penyegar untuk menghidupkan suasana. Contoh lainnya adalah anekdot yang berupa teka-teki, yaitu sese-orang bercerita memiliki sebuah benda yang dapat ditempatkan di manapun di dalam ru-mah seperti di dapur, kamar tidur, kamar mandi, di ruang tengah, dan yang paling sering di dapur, kemudian pembawa cerita akan bertanya pada pendengarnya “Benda apakah itu ?”, pendengar akan bingung bahkan tidak tahu jawabnya, maka pembawa cerita menja-wabnya “kompor”. Pendengar semakin bingung, maka akan bertanya kembali “mengapa kompor dapat ditempatkan di berbagai tempat ?”.

15

Page 16: Bag-9 FOLKLORE

di pembawa cerita mempertegas jawa-bannya “Itu kan kompor milik saya, mau ditempatkan di manapun juga tergantung saya”.

(5) Dongeng berumus, adalah dongeng yang berisi pengulangan-pengulangan, yang terdiri dari : (a) dongeng bertimbun banyak, dan (b) dongeng untuk mempermainkan orang. Dongeng bertimbun banyak, disebut dongeng berantai yaitu dongeng yang dibentuk dengan cara menambah keterangan lebih terperinci pada setiap pengulangan inti cerita, seperti berikut ini :

Pada jaman dahulu kala terdapat seorang raja memiliki tiga orang anak, yang sulung suatu saat akan menjadi menjadi raja. Akhirnya yang sulung menjadi seorang raja kemudian mempunyai tiga orang anak, yang sulung suatu saat akan menjadi menjadi raja. Akhirnya yang sulung menjadi seorang raja kemudian mempunyai tiga orang anak, ... .... .... dst.

Dongeng tersebut tidak akan pernah selesai, karena tujuannya supaya pendengar menjadi jengkel atau kecele.Dongeng untuk mempermainkan orang adalah cerita fiktif yang diceritakan khusus untuk memperdayai orang karena menyebabkan pendengarnya mengeluarkan pendapat yang bodoh. Bentuknya hampir sama dengan teka-teki untuk memperdayai orang tetapi didahului dengan cerita, kemudian pertanyaan diajukan oleh pendengarnya yang bingung. Misalnya : Seseorang menceritakan bahwa sewaktu mengadakan perjalan ke daerah yang masyarakatnya masih tradisional di Banten yaitu masyarakat Baduy. di suatu kampung Baduy-Luar tiba-tiba dikelilingi oleh orang-orang berpakaian hitam sambil membawa golok dipinggangnya. Sampai di sini ia menghentikan ceritanya, sehingga membuat pendengar tidak sabar dan bertanya, “Apa yang terjadi dan apa yang kau lakukan saat iru ?” si pembawa cerita menjawabnya di luar dugaan, “yang saya lakukan pada saat itu membeli koja (kantung yang terbuat dari kulit kayu teureup), selendang dan sarung sebagai hasil tenunan asli Baduy”. Jawaban ini membuat pendengar kecele, karena dikiranya si pebawa cerita akan mendapat masalah dengan kelompok orang Baduy. Orang Baduy-Luar pakaian khas yang dikenakannya berwarna hitam dan tidak lepas dari golok dipinggang sebagai alat untuk bekerja di lahan pertanian.

6) Nyanyian RakyatNyanyian rakyat salah satu bentuk folklore yang terdiri dari kata-kata dan lagu

yang beredar secara lisan di antara warga masyarakat tertentu, berbentuk tradisional, serta memiliki banyak macam dan jenisnya. Sering sekali nyanyian rakyat dipinjam oleh pengubah nyanyi profesional untuk diolah lebih lanjut menjadi lagu populer. Walaupun demikian, identitas folkloritasnya masih dapat dikenali karena masih kentara bentuk folklorenya yang beredar dalam peredaran secara lisan di masyarakat. Nyanyian rakyat sifatnya dapat mudah berubah baik bentuk maupun isinya dan beredar dalam suatu kehidupan masyarakat tertentu (kolektif) dengan umuy nyanyian yang leraltif lebih lama dibandingnya jenis nyanyian lainnya pop, dangdut, ataupun yang lainnya.

Nyanyian rakyat digolongkan berdasarkan jenis dan isinya terdiri atas :

16

Page 17: Bag-9 FOLKLORE

a) Nyanyian rakyat yang berfungsi, Yaitu, nyanyian rakyat yang kata-kata dan lagunya memegang p;eranan sama

pentinmg. Disebut berfungsi karena baik lirik maupun lagunya cocok dengan irama aktivitas khusus dalam kehidupan manusia. Jenis nyanyian rakyat ini terbagi menjadi beberap bagian, yaitu :(1) Nyanyian kelonan, yakni nyanyian yang mempunyai lagu dan irama yang halus

tenang, berulang-ulang, ditambah dengan kata-kata kasih sayang, sehingga dapat membangkitnya rasa santai, sejahtera, dan akhirnya rasa kantuk bagi anak-anak bagi anak yang mendengarnya. Contoh nyanyian semacam ini di Jakarta berjudul “Nina Bobok”; di Sumatera Timur yang banyak dihuni oleh masyarakat etnik melayu memiliki lagu “Timang-Timang Anakku Sayang”, dan menjadi lagu dengan irama populer ataupun irama keroncong adalah lagu “Tidurlah Intan”.

(2) Nyanyian kerja, yaitu nyanyian yang mempunyai irama dan kata-kata yang bersifat menggugah, sehingga dapat menimbulkan semangat dan gairah untuk bekerja. Contoh nyanyian jenis ini adalah “Rambate Rata” dari Bugis-Sulawesi Selatan.

(3) Nyanyian permainan, yaitu nyanyian yang mempunyai iarama gembira serta kata-kata lucu dan selalu dikaitkan dengan permainan atau pertandingan. Contohnya lagu “Injit-Injit Semut” dari Sumatera Timur; lagu “Anak Kambing Saya” dari Nusa Tenggara Timur; lagu “Potong Bebek” dari Maluku.

b) Nyanyian rakyat yang bersifat liris, yaitu nyanyian rakyat yang teksnya bersifat liris, merupakan pencetusan rasa haru pengarangnya yang anonim, tanpa menceritakan kisah yang bersambung. Nyanyian rakyat seperti ini terbagi menjadi :(1) Nyanyian rakyat liris yang sesungguhnya, yaitu nyanyian yang liriknya

mengungkapkan perasaan tanpa menceritakan kisah bersambung. Banyak di antarnya mengungkapkan perasaan sedih, putus asa karena patah hati, atau kerinduan yang terhadap kampung halaman. Contohnya, lagu “Kampung Nan Jauh Di Mato” dari Sumatera Barat; lagu “ Desaku yang Kucintai” dari Nusa Tenggara Timur.

(2) Nyanyian rakyat liris yang bukan sesunggunhnya, yaitu nyanyian rakyat yang menceritakan kisah bersambung, misalnya yang berhubungan dengan keagamaan, upacara pernikahan, mengenai pacaran dan pernikahan, serta nyanyian bayi dan anak-anak.

c) Nyanyian rakyat yang bersifat Kisah.Yaitu nyanyian rakyat yang menceritakan suatu kisah bersifat epos dan balada.

Tema cerita balada mengenai kisah sentimental dan romantik, sedangkan epos atau wiracarita mengenai kepahlawanan. Keduanya mempunyai lirik dalam bentuk bahasa yang bersajak. Contoh nyanyian rakyat yang bersifat epos di Jawa Barat dinyanyikan dalam bentuk pantun Sunda (bukan sisindiran) yang diiringi kecapi, antara lain sepert : “Tjarita Mundinglaya Dikusuma”, “Tjarita Nyi Sumur Bandung”, “Tjarita Demung Kalagan” dan lain-lain. Nyanyian rakyat dalam bentuk Cerita pantun Sunda biasanya dilakukan oleh seorang tukang bercerita selama semalam suntuk yang dimulai dari jam 21.00 dan berakhir menjelang Subuh jam 04.00.

17

Page 18: Bag-9 FOLKLORE

18