BABBBABAB IIIIII KAJIANKKAJIANAJIAN...
Transcript of BABBBABAB IIIIII KAJIANKKAJIANAJIAN...
6
BABBABBABBAB IIIIIIII
KAJIANKAJIANKAJIANKAJIAN PUSTAKAPUSTAKAPUSTAKAPUSTAKA
2.12.12.12.1 KajianKajianKajianKajian PustakaPustakaPustakaPustaka
2.1.12.1.12.1.12.1.1 ModelModelModelModel PembelajaranPembelajaranPembelajaranPembelajaran KooperatifKooperatifKooperatifKooperatif
Kooperatif mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan
bersama (Hamid Hasan, 1996). Dalam kegiatan Kooperatif, siswa secara individual
mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi, belajar
Kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan
siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya
dalam kelompok tersebut (Hamid Hasan, 1996). Sehubungan dengan pengertian tersebut,
Slavin (1994) mengatakan bahwa Kooperatifadalah suatu model pembelajaran dimana
siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat
heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung
pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara
kelompok (dalam Etin Solihatin, 2008:4).
Sanjaya,W (2006:242) mendefinisikan bahwa pembelajaran Kooperatif
merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan /tim kecil,
yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan
akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian
dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward),jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian,
setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan
semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap
kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu
akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok,
sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan
kontribusi demi keberhasilan kelompok.
7
a.a.a.a. Ciri-ciriCiri-ciriCiri-ciriCiri-ciri PembelajaranPembelajaranPembelajaranPembelajaran KooperatifKooperatifKooperatifKooperatif
Pembelajaran Kooperatif adalah suatu model pembelajaran kelompok dimana
siswa akan saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Lundgren (1994:5) unsur-unsur dasar pembelajaran Kooperatif antara lain
sebagai berikut.
a. Para siswa harus memiliki persepsi sama bahwa mereka”tenggelam”
atau ”berenang” bersama.
b. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam
kelompoknya, di samping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam mempelajari
materi yang dihadapi.
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan
yang sama.
d. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama
besarnya diantara para anggota kelompok.
e. Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh
keterampilan bekerjasama selama belajar.
g. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok Kooperatif.
PembelajaranKooperatif mempunyai ciri-ciri tertentu dibandingkan dengan
model lainnya. Arends (1997:111) menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan
pembelajaran Kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara Kooperatif untuk menuntaskan
materi belajar.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang,
dan rendah.
c. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,
jenis kelamin yang beragam.
d. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.
8
Perbedaan antara kelompok pembelajaran kooperatif dan kelompok
pembelajaran tradisional. Kelompok pembelajaran kooperatif sebagai berikut;
Kepemimpinan bersama, Ketergantungan yang positif, Keanggotaan yang heterogen,
Mempelajari keterampilan- keterampilan Kooperatif, Tanggung jawab terhadap hasil
belajar seluruh anggota kelompok, Menekankan pada tugas dan hubungan Kooperatif,
Ditunjang oleh guru, Satu hasil kelompok dan Evaluasi kelompok. Sedangkan kelompok
pembelajaran tradisional sebagai berikut; Satu pemimpin, Tidak ada saling
ketergantungan, Keanggotaan yang homogeny, Asumsi adanya keterampilan-keterampilan
sosial yang efektif, Tanggung jawab terhadap hasil belajar sendiri, Hanya menekankan
pada tugas, Diarahkan oleh guru, Beberapa hasil individual dan Evaluasi individual
(Mohammad Nur, 1996: 2)
b.b.b.b. TujuanTujuanTujuanTujuan PembelajaranPembelajaranPembelajaranPembelajaran KooperatifKooperatifKooperatifKooperatif
Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan
partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan
membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk
berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Dengan
bekerja secara kolaboratif maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan
dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah
(Trianto, 2007: 42).Menurut Trianto (2007: 44) para ahli telah menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik,
unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu
siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis. Pembelajaran kooperatif mempunyai efek
yang berarti terhadap penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama,
strata sosial, kemampuan dan ketidakmampuan.
c.c.c.c. KeterampilanKeterampilanKeterampilanKeterampilan dalamdalamdalamdalam PembelajaranPembelajaranPembelajaranPembelajaran KooperatifKooperatifKooperatifKooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi
siswa juga harus mempelajari keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif
(Muslich, 2007: 230). Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan
kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membagi tugas anggota
kelompok selama kegiatan. Keterampilan kooperatif tersebut diuraikan oleh Lundgren
9
dalam buku KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual oleh Masnur
Muslich (Muslich, 2007:230), yaitu antara lain:
a. Keterampilan Tingkat Awal, meliputi:
1) Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya.
2) Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman dan bersedia
mengemban tugas/tanggung jawab tertentu dalam kelompok.
3) Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua anggota kelompok
untuk memberikan konstribusi.
4) Menggunakan Kesepakatan, yaitu menyamakan pendapat/persepsi.
b. Keterampilan Tingkat Menengah, meliputi:
1) Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan verbal agar
pembicara mengetahui bahwa informasi diserap secara energik.
2) Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi lebih lanjut.
3) Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat yang berbeda.
4) Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan bahwa
jawaban tersebut benar.
c. Keterampilan Tingkat Mahir, meliputi:
1) Mengelaborasi
2) Memeriksa dengan cermat
3) Menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan
4) Berkompromi.
Keterampilan kooperatif tersebut di atas digunakan siswa dalam berinteraksi sehingga
dapat mempelancar tugas-tugas akademik yang harus diselesaikan yang nantinya akan
memperlancar pembelajaran yang diikuti oleh siswa. Siswa dalam pembelajaran kelompok
disamping belajar materi juga dilatihkan keterampilan kooperatif atau keterampilan
bekerjasama.
d.d.d.d. VariasiVariasiVariasiVariasi dalamdalamdalamdalam ModelModelModelModel PembelajaranPembelajaranPembelajaranPembelajaran KooperatifKooperatifKooperatifKooperatif
Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, namun
terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Menurut Slavin (1995: 5) terdapat empat
pendekatan yang merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan
10
model pembelajaran kooperatif. Yaitu Student Teams Achievement Division (STAD), Tim
Ahli (Jigsaw), Investigasi Kelompok (Teams Games Tournaments atau TGT), dan
Pendekatan Struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS), dan Numbered HeadTogether (NHT).
e.e.e.e. ModelModelModelModel PembelajaranPembelajaranPembelajaranPembelajaran KooperatifKooperatifKooperatifKooperatif TipeTipeTipeTipe STADSTADSTADSTAD
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams AchiementDivision)merupakan Strategi pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang
memiliki tingkat yang berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok , setiap anggota
saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Selama
bekerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang
disajikan oleh guru dan saling membantu teman dalam mencapai ketuntasan. Unsur–unsur
dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: siswa harus memiliki
konsepsi selalu bersama dan tanggung jawab terhadap terhadap siswa yang lain dalam
kelompok maupun terhadap dirinya sendiri dengan tujuan yang sama, tugas dan tanggung
jawab sama besar, evaluasi atau penghargaan ikut mempengaruhi terhadap evaluasi
seluruh anggota kelompok sehingga siswa memperoleh ketrampilan. Bekerja sama selama
belajar, siswa diminta mempertanggung jawabkan secara individu materi yang dikerjakan
dalam kelompok kooperatif, perlu diajarkan keterampilan–keterampilan kooperatif yang
meliputi (1) Keterampilan dalam tugas, (2) Keterampilan mengambil giliran dalam berbagi
tugas, (3) keterampilan berpartisipasi, (4) Keterampilan mendengarkan dengan aktif,
serta (5) keterampila bertanya (Linda,:7-10).
2.1.22.1.22.1.22.1.2 HakikatHakikatHakikatHakikat ModelModelModelModel PembelajaranPembelajaranPembelajaranPembelajaran KooperatifKooperatifKooperatifKooperatif
Menurut Kauchak dan Eggen (2001:9) pembelajaran kooperatif merupakan
strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam
mencapai tujuan.
Menurut Scot (2001:9) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
suatu proses penciptaan lingkungan pembelajaran kelas yang memungkinkan siswa-siswa
bekerjasama dalam kelompok kecil yang heterogen.
11
Menurut Bennet(2001:17) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
menyangkut tehnik pengelompokan yang didalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan
belajar bersama dalam kelompok kecil yang pada umumnya terdiri 4 atau 5 orang.
Sedangkan menurut Watson (2002:10) membatasi pembelajaran kooperatif
sebagai lingkungan belajar dimana siswa bekerjasama dalam suatu kelompok kecil yang
kemampuannya berbeda-beda untuk menyelesaikan tugas akademik.
Jadi, pembelajaran kooperatif dapat diartikan sebagai sebuah proses
pembelajaran dimana siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, lalu masing-masing
anggota kelompok bekerjasama dan saling membantu satu sama lain.
2.1.32.1.32.1.32.1.3 KelebihanKelebihanKelebihanKelebihan dandandandan kekurangankekurangankekurangankekurangan modelmodelmodelmodel pembelajaranpembelajaranpembelajaranpembelajaran kooperatifkooperatifkooperatifkooperatif tipetipetipetipe STADSTADSTADSTAD ((((StudentStudentStudentStudentTeamsAchiementDivision)TeamsAchiementDivision)TeamsAchiementDivision)TeamsAchiementDivision)
Kelebihan-kelebihan pembelajaran kooperatif STAD (Student TeamsAchiementDivision):a) Mengajarkan siswa lebih kreatif dan tanggap.
b) Siswa lebih kreatif untuk belajar.
c) Dapat menjalin kerjasama yang baik antara teman.
d) Memupuk sikap saling menghargai pendapat yang orang lain.
e) Hasil-hasil diskusi mudah dipahami dan dilaksanakan karena siswa ikut aktif dalam
pembahasan sampai kesuatu kesimpulan.
f) Dapat mempertinggi prestasi kepribadian individu seperti semangat toleransi, siswa
yang demokratis, kritis dalam berfikir, tekun dan sabar.
Kekurangan – kekurangan pembelajaran kooperatif STAD (Student TeamsAchiementDivision):1. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target
kurikulum.
2. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak
mau menggunakan pembelajaran kooperatif.
3. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan
pembelajaran kooperatif.
12
4. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.
2.1.42.1.42.1.42.1.4 LangkahLangkahLangkahLangkah –––– langkahlangkahlangkahlangkah modelmodelmodelmodel pembelajaranpembelajaranpembelajaranpembelajaran kooperatifkooperatifkooperatifkooperatif tipetipetipetipe STADSTADSTADSTAD (((( StudentStudentStudentStudent TeamsTeamsTeamsTeams
AchiementAchiementAchiementAchiement DivisionDivisionDivisionDivision
Langkah-langkah pembelajaran STAD ( Student Teams AchiementDivision )
yaitu tim siswa kelompok prestasi sebagai berikut:
a) Membentuk kelompok yang anggotanya secara heterogen (campuran menurut
prestasi, jenis kelamin, ras, dsb).
b) Guru menyajikan pelajaran.
c) Guru membagi tugas kelompok untuk dikerjakan anggota-anggota kelompok.
Anggotanya yang tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua
anggota dalam kelompok itu mengerti.
d) Guru memberi kuis atau pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada menjawab
kuis tidak boleh saling membantu.
e) kepada masing-masing tim akan diberikan point berdasarkan tigkat kemajuan
yang diraih siswa dibandingkan hasil yang mereka capai sebelumnya. Point ini
kemudian dijumlahkan untuk memperoleh skor tim
f) Tim yang berhasil memenuhi kriteria tertentu akan mendapatkan sertifikat/
penghargaan lainnya.
g) Penutup.Pembelajaran koopertif tipe STAD terbagi dalam 6 fase atau langkah
utama yang didasarkan pada langkah-langkah kooperatif. Fase-fase dalam
pembelajaran kooperatif tipe STAD tersajikan dalam Tabel 2.1 berikut ini.
13
Tabel 2.1Sintaks Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
FaseFaseFaseFase KegiatanKegiatanKegiatanKegiatan GuruGuruGuruGuruFaseFaseFaseFase 1111Menyampaikan tujuandan memotivasi siswa
Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingindicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasibelajar siswa
FaseFaseFaseFase 2222Menyajikan/menyampaikan informasi
Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalanmendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan
FaseFaseFaseFase 3333Mengorganisasikan siswadalam kelompok-kelompok belajar
Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranyamembentuk kelompok belajar dan membantu setiapkelompok agar melakukan transisi secara efisien
FaseFaseFaseFase 4444Membimbing kelompokbekerja dan belajar
Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saatmereka mengerjakan tugas mereka
FaseFaseFaseFase 5555Evaluasi
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telahdiajarkan atau masing-masing kelompokmempresentasikan hasil kerjanya
FaseFaseFaseFase 6666Memberikanpenghargaan
Mencari cara-cara untuk menghargai baik upayamaupun hasil belajar individu dan kelompok
(Sumber: Ibrahim, dkk dalam Trianto,2007:54)
14
. Adapun langkah-langkah yang peneliti gunakan dalam proses pembelajaran model
kooperatif type STAD adalah sebagai berikut:
No Tahap Tingkah Laku Guru
1Tahap
pendahuluan
Guru memberikan informasi kepada siswa tentang materi
yang akan dipelajari, tujuan pembelajaran dan memberikan
motivasi agar siswa tertarik pada materi.
Guru membentuk siswa kedalam kelompok yang sudah
direncanakan. Mensosialisasikan kepada siswa tentang
model pembelajaran yang digunakan dengan tujuan agar
siswa mengenal dan memahaminya.
Guru memberikan apersepsi yang berkaitan dengan materi
yang akan dibahas.
2Tahap
Pengembangan
Guru mendemonstrsikan konsep dengan berbagai contoh
soal.
Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai bahan
diskusi kepada masing –masing kelompok.
Siswa diberikan kesempatan untuk mendiskusikan LKS
bersama dengan anggota kelompoknya. Guru membantu
kerja dari tiap kelompok dan membimbing siswa yang
mengalami kesulitan
3 Tahap Penerapan
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengerjakan soal-soal yang ada dalam LKS dengan waktu
yang ditentukan, siswa diharapkan bekerja secara individu
tetapi tidak menutup kemungkinan mereka saling bertukar
pikiran dengan anggota yang lainnya.Setelah siswa selesai
mengerjakan soal lembar jawabannya kemudian
dikumpulkan untuk mecari skor
15
2.1.52.1.52.1.52.1.5 HasilHasilHasilHasil BelajarBelajarBelajarBelajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses
pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada
guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui
kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina
kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.
Menurut Ahmad Tafsir (2008: 34-35) dalam kutipan Yahya Asnawi, hasil
belajar adalah bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan itu merupakan suatu target
atau tujuan pembelajaran yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu: 1) tahu, mengetahui (knowing);
2) terampil melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu (doing); dan 3)
melaksanakan yang ia ketahui itu secara rutin dan konsekwen (being).
Dalam setiap usaha atau kejadian yang dilakukan, manusia selalu
mendambakan keberhasilan. Begitu juga dalam proses pembelajaran di sekolah seorang
siswa melakukan kegiatan pembelajaran selalu mendambakan keberhasilan belajar. Hasil
belajar merupakan wujud dari keberhasilan siswa dalam belajar untuk menumbuhkan
kecakapan penguassaan materi pelajaran yang menuntut keseluruhan dan sesungguhan
dalam belajar.
Menurut Makmun (2002:167), pengertian hasil belajar adalah perubahan
perilaku seseorang pada kawasan kognitif, efektif dan priskomotorik. Kawasan kognitif
terdiri dari pengamatan, pemahaman, aplikasi, analisis (menguraikan dan
mengklasifikasikan) dan sistesis (menghubungkan dan menyimpulkan). Kawasan afektif
meliputi penerimaan, sambutan, apresiasi (penghargaan), interalisasi (pendalaman) dan
karakterisasi (penghayatan). Sedangkan kawasan priskomotorik terdiri dari ketrampilan
bergerak dan ketrampilan ekspresi verbal maupaun non verbal.
Sedangkan menurut Sukmadinata (2003:102) hasil belajar merupakan
realisasi dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang.
Penguasaan hasil belajar seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam
bentuk penguasaan, pengetahuan, ketramppilan berfikir maupun kemampuan motorik.
Hampir sebagian besar dari perilaku yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar.
16
Di sekolah hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa akan pelajaran yang akan
ditempuhnya.
. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika
adalah pencerminan hasil belajar yang telah dicapai berupa seperangkat pengetahuan,
perubahan sikap, peningkatan ketrampilan setelah proses pembelajaran.
2.1.62.1.62.1.62.1.6 HakikatHakikatHakikatHakikat HasilHasilHasilHasil BelajarBelajarBelajarBelajar
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas V tahun pelajaran 2009/2010
telah menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Tahun 2006.
Pelaksanaan proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam adalah untuk mencapai tujuan
pembelajaran maupun tujuan belajar yaitu untuk mendapatkan hasil belajar.
Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran
di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara
sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan
proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil
belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar
tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi
guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati
dan Mudjiono, 2009: 3).
Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki
siswa setelah menerima pengalaman belajar. Selanjutnya Warsito (dalam Depdiknas,
2006: 125) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan adanya
perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar.
Sehubungan dengan pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk. (2010: 18) menjelaskan bahwa
sesorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan adanya
perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut di antaranya dari segi
kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek.
Jika dikaji lebih mendalam, maka hasil belajar dapat tertuang dalam
taksonomi Bloom, yakni dikelompokkan dalam tiga ranah (domain) yaitu domain kognitif
atau kemampuan berpikir, domain afektif atau sikap, dan domain psikomotor atau
keterampilan. Sehubungan dengan itu, Gagne (dalam Sudjana, 2010: 22)
17
mengembangkan kemampuan hasil belajar menjadi lima macam antara lain: (1) hasil
belajar intelektual merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingsikolastik; (2) strategi
kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berfikir seseorang dalam arti seluas-luasnya
termaksuk kemampuan memecahkan masalah; (3) sikap dan nilai, berhubungan dengan
arah intensitas emosional dimiliki seseorang sebagaimana disimpulkan dari
kecenderungan bertingkah laku terhadap orang dan kejadian; (4) informasi verbal,
pengetahuan dalam arti informasi dan fakta; dan (5) keterampilan motorik yaitu kecakapan
yang berfungsi untuk lingkungan hidup serta memprestasikan konsep dan lambang.
Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan
tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang
disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Menurut Wahidmurni, dkk. (2010: 28),
instrumen dibagi menjadi dua bagian besar, yakni tes dan non tes. Selanjutnya, menurut
Hamalik (2006: 155), memberikan gambaran bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat
diukur melalui kemajuan yang diperoleh siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh.
Hasil belajar tampak terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati
dan diukur melalui perubahan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan
terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan
sebelumnya.
Berdasarkan konsepsi di atas, pengertian hasil belajar dapat disimpulkan
sebagai perubahan perilaku secara positif serta kemampuan yang dimiliki siswa dari suatu
interaksi tindak belajar dan mengajar yang berupa hasil belajar intelektual, strategi kognitif,
sikap dan nilai, inovasi verbal, dan hasil belajar motorik. Perubahan tersebut dapat
diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan
sebelumnya.
2.1.72.1.72.1.72.1.7 HakikatHakikatHakikatHakikat IPAIPAIPAIPA
IPA tidak hanya merupakan kumpulan-kumpulan pengetahuan tentang benda
atau makhluk hidup, tetapi merupakan cara kerja, cara berfikir, dan cara memecahkan
masalah. Para ilmuan selalu menaruh perhatian terhadap peristiwa-peristiwa alam. Mereka
selalu ingin mengetahui apa, bagaimana, dan mengapa tentang peristiwa itu (Winatapura,
1993: 123)
18
Ada 3 unsur utama IPA, yaitu sikap manusia, proses atau metode ilmiah, dan
hasil yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Sikap manusia berupa rasa ingin tahu
akan lingkungan, kepercayaan-kepercayaannya, nilai-nilai dan opini-opininya. Dari rasa
ingin tahu itu muncul masalah-masalah, dan untuk pemecahannya digunakan proses atau
metode ilmiah. Metode ilmiah meliputi cara menyusun hipotesis, membuat desain
eksperimen dan evaluasi.
Jadi, dalam belajar IPA siswa tidak hanya mempelajari produk IPA yang
berupa teori atau konsep saja, tetapi melalui sikap, proses dan hasil. Cains dan Evans
(1993: 2) menjelaskan tentang hakikat sains. Dahulu sebelum tahun 1960 sains didekati
sebagai kumpulan ilmu pengetahuan atau fakta yang harus dihafal dan diulang-ulang pada
tes. Sains tidak hanya dipandang sebagai produk atau isi, melainkan juga dipandang
sebagai proses. Sains menjadi sesuatu yang lebih “hidup”. Pendidik sains mulai
menggunakan istilah Sciencing untuk memfokuskan pada perubahan ini.
Tahun 1980-an terlihat interest baru dalam sains di sekolah dasar dan
menengah, tema yang muncul waktu itu adalah sains untuk semua. Pengajaran sains
utamanya menekankan keterkaitan antara sains dengan kehidupan sehari-hari. Tugas
yang penting bagi guru IPA adalah mempersiapkan siswa untuk menjalani kehidupan pada
dunia teknologi yang terus meningkat yang mereka hadapi sekarang dan pada abad 21 ini.
Selanjutnya cukup penting untuk mempersiapkan pengajaran sains yang sesuai dengan
hakikat sains. What is science? What is science do I teach? These are questions that onemust ask in order to become aware of following components of science: (1) Content orproduct, (2) Process or methods, (3) Attitude, (4) Technology. Mengajarkan sains yang
benar harus mencakup keempat komponen tersebut. Adapun penjelasannya adalah
sebagai berikut (Cains dan Evans, 1993: 4).
1)1)1)1) IPAIPAIPAIPA sebagaisebagaisebagaisebagai produkprodukprodukproduk
IPA sebagai produk atau isi. Komponen ini mencakup fakta, konsep, prinsip,
hukum dan teori. Pada tingkat dasar IPA merupakan pengetahuan konseptual berdasarkan
materi yang dikembangkan sesuai dengan kurikulum yang ada. Contoh produk dalam
penelitian ini adalah organ-organ dalam sistem pernapasan.
19
2)2)2)2) IPAIPAIPAIPA sebagaisebagaisebagaisebagai prosesprosesprosesproses
IPA sebagai proses, tidak dipandang sebagai kata benda, kumpulan
pengetahuan atau fakta untuk dihafalkan melainkan sebagai kata kerja, bertindak
melakukan, meneliti, mengamati. IPA dipandang sebagai alat untuk mengamati. Dalam hal
ini siswa membutuhkan pengalaman langsung yang meliputi mengumpulkan data,
menganalisis dan evaluasi berkaitan dengan ketrampilan proses dalm pembelajaran IPA.
Contoh dalam proses pembelajaran adalah menjelaskan mekanisme proses pernapasan.
3)3)3)3) IPAIPAIPAIPA sebagaisebagaisebagaisebagai sikapsikapsikapsikap
Guru pada tingkat dasar harus memotivasi anak didiknya untuk
mengembangkan pentingnya mencari jawaban dan penjelasan rasional tentang fenomena
alam dan fisik. Sebagian guru hendaknya memanfaatkan keingintahuan anak dan
mengembangkan sikap tersebut untuk penemuan.
Memfokuskan pada pencarian jati diri anak mengapa dan bagaimana
fenoimena terjadi. Anak-anak sebaiknya jangan takut membuat kesalahan, karena dengan
melalui kesalahan-kesalahan akan dihasilkan pengetahuan ilmiah. IPA dapat bersifat
menyenangkan dan penuh stimulus. Anak-anak sebaiknya terlibat dalam aktivitas yang
dapat mengacaukan pengalamannya yang telah tersetruktur. Contohnya waspada
terhadap gangguan pernapasan, misal pencemaran udara, bahaya merokok, penyakit
yang menyerang organ pernapasan dan sebagainya.
4)4)4)4) IPAIPAIPAIPA sebagaisebagaisebagaisebagai teknologiteknologiteknologiteknologi
Perkembangan teknologi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari
menjadi bagian penting dari belajar IPA. Penerapan IPA dalam penyelesaian masalah
dunia nyata tercantum dalam kurikulum baru. Pada kurikulum tersebut siswa terlibat dalam
mengidentifikasi masalah dunia nyata dan merumuskan alternatif penyelesaiaanya dengan
menggunakan teknologi. Pengalaman ini membentuk suatu pemahaman penerapan IPA
yang berkaitan dengan masalah kehidupan sehari-hari dan juga dalam memahami dampak
IPA dan teknologi pada masyarakat. Contoh IPA sebagai teknologi adalah penggunaan
tabung oksigen pada penderita gangguan pernapasan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa IPA dapat dideskripsikan
sebagai isi, proses, sikap dan teknologi. Tiga komponen pertama yaitu isi atau produk,
proses dan sikap ilmiah merupakan komponen yang harus mendapat perhatian guru untuk
20
menentukan apa yang harus dipelajari siswa dalam IPA. Komponen keempat, yaitu IPA
sebagai teknologi menekankan pada perlunya memerankan siswa dalam pembelajaran
IPA realistis. Anak harus diberikan kesempatan untuk mengidentifikasikan dan
menyelesaikan masalah duniua nyata dengan menggunakan teknologi.
2.1.82.1.82.1.82.1.8 TujuanTujuanTujuanTujuan dandandandan ruangruangruangruang lingkuplingkuplingkuplingkup PembelajaranPembelajaranPembelajaranPembelajaran IPAIPAIPAIPA didididi SekolahSekolahSekolahSekolah DasarDasarDasarDasar
Pembelajaran IPA merupakan program pembelajaran yang memberikan
fasilitas kepada siswa untuk belajar IPA. Pembelajaran IPA dimaksudkan untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan dalam bidang IPA (Sutardhi, 1995: 56).
IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) tidak hanya sekedar kumpulan fakta dan ide
yang harus dihafalkan saja, tetapi merupakan cara berpikir, khususnya mengenai gejala-
gejala alam. Kecuali itu, IPA juga merupakan cara pengumpulan data secara kritis, cara
penyajian dan menguji hipotesis, dan cara pengambilan keputusan untuk mendapatkan
kesimpulan mengenai data yang telah dikumpulkan (Philips, 1994: 6). IPA merupakan cara
berpikir untuk memecahkan masalah-masalah IPA dengan metode ilmiah. Cara itu meliputi
perumusan masalah, penyusunan dan pengujian hipotesis, menganalisis data dan menarik
kesimpulan terhadap masalah yang dihadapi. Dengan demikian fungsi pembelajaran IPA
tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan tentang IPA kepada siswa saja, tetapi juga
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, kemampuan bertindak, dan
mengembangkan sikap-sikap tertentu mengenai gejala-gejala alam.
IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. IPA
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Pembelajaran IPA di sekolah dasar diharapkan dapat menjadi sarana bagi siswa untuk
belajar memecahkan masalah yang berkaitan dengan gejala-gejala alam di sekitarnya
termasuk dirinya sendiri.
Dalam pelaksanaan pembelajaran IPA menekankan pada pemberian
pengalaman secara langsung kepada siswa. Karena itu siswa perlu dibantu untuk
mengembangkan ketampilan-ketrampilan proses agar mereka mampu memecahkan
masalah-masalah mengenai alam sekitar. Keterampilan-ketrampilan proses tersebut
meliputi keterampilan mengamati, ketramilan menggunakan dan bahan secara benar,
21
keterampilan mengajukan pertanyaan, keterampilan mengklasifikasikan, keterampilan
menafsirkan data dan keterampilan mengkomunikasikan hasil temuan-temuannya.
2.1.92.1.92.1.92.1.9 PembelajaranPembelajaranPembelajaranPembelajaran IPAIPAIPAIPA SDSDSDSD
a.a.a.a. PerkembanganPerkembanganPerkembanganPerkembangan KognitifKognitifKognitifKognitif PiagetPiagetPiagetPiaget
Berdasarkan tujuan pembelajaran IPA diatas, perlu dikembangkan model-
model pembelajaran yang berlandaskan pada teori psikologi kognitif dalam
pembelajaran. Relevansi dari teori psikologi kognitif dijabarkan melalui teori kontruktivis.
Teori kontruktivis menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-
aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa
agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus
bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha
dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky,
teori-teori pemprosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain seperti teori
Bruner (Slavin, 1994:225).
Guru tidak hanya memberikan konsep saja tetapi memberi kesempatan
kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri dalam proses pembelajaran.
Guru berperan sebagai fasilitator untuk membimbing siswa mencapai tujuan pembelajaran.
Teori pembelajaran kognitif diantaranya adalah teori Piaget. Menurut Piaget,
seorang anak dapat memahami suatu konsep melalui pengalaman kongkrit .
Perkembangan kognitif anak atau masa Concrete Operational (usia 6 - 12 tahun), pada
tahap ini anak sudah dapat mengaitkan beberapa aspek masalah pada saat bersamaan.
Anak sudah berpikir abstrak dan berpikir logis dalam memahami dan memecahkan
persoalan, serta mengenal simbol-simbol. Namun mereka masih memerlukan obyek
konkrit untuk belajar. Selain itu anak sudah dapat mengaitkan apa yang terjadi sekarang
dengan masa lalu (reversibility). Pemahaman yang baik yang terbentuk pada saat ini
sangat menentukan kemampuan anak dalam berpikir abstrak pada tahap berikutnya.
Berdasarkan uraian di atas, teori Piaget sesuai dengan salah satu prinsip-
prinsip pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yaitu berpusat pada potensi,
perkembangan kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Anak usia
22
SD masih memerlukan obyek konkrit untuk belajar. Oleh karena itu, teori Piaget dapat
dijadikan landasan pengembangan dalam proses pembelajaran IPA.
b.b.b.b. PenerapanPenerapanPenerapanPenerapan PerkembanganPerkembanganPerkembanganPerkembangan KognitifKognitifKognitifKognitif PiagetPiagetPiagetPiaget dalamdalamdalamdalam PembelajaranPembelajaranPembelajaranPembelajaran IPAIPAIPAIPA didididi SDSDSDSD
Teori Piaget dapat dipakai dalam penentuan proses pembelajaran SD
terutama pembelajaran IPA. Implikasinya adalah Piaget beranggapan anak bukan
merupakan botol kosong yang siap diisi, melainkan anak secara aktif akan membangun
pengetahuan dunianya. Teori Piaget mengajarkan bahwa seluruh anak mengikuti pola
perkembangan yang sama tanpa mempertimbangkan kebudayaan dan kemampuan anak
secara umum. Menurut Piaget, tidak ada belajar tanpa perbuatan, hal ini disebabkan
perkembangan intelektual anak dan emosionalnya dipengaruhi langsung oleh
keterlibatannya secara fisik dan mental dengan lingkungan. Oleh karena itu sebagai
seorang guru hendaknya mengupayakan pengajaran IPA melalui aktivitas konkret
(menggunakan alat peraga) untuk semua tingkat di SD.
Penerapan selanjutnya adalah guru harus selalu ingat bahwa anak
menangkap dan menerjemahkan sesuatu secara berbeda sehingga walaupun anak
mempunyai umur yang sama tetapi ada kemungkinan mereka mempunyai pengertian yang
berbeda terhadap suatu benda atau kejadian yang sama. Jadi sebagai seorang guru
sebaiknya dapat menyajikan berbagai variasi kegiatan dengan maksud agar dapat diikuti
dengan baik oleh anak dari berbagai tahap perkembangan.
Implikasi lainnya, apabila hanya kegiatan fisik yang diterima anak, tidak cukup
untuk menjamin perkembangan intelektual anak yang bersangkutan. Ide-ide anak harus
selalu dipakai. Piaget memberikan contoh sementara beliau menerima seluruh ide anak,
beliau juga mempersiapkan pilihan-pilihan yang dapat dipertimbangkan oleh anak
sehingga apabila ada seorang anak yang mengatakan bahwa air yang ada diluar gelas
berisi es berasal dari lubang-lubang kecil pada gelas maka guru harus menjawab
pertanyaan itu dengan `bagus`. Tetapi setelah beberapa saat guru harus mengarahkan
sesuai dengan apa yang seharusnya bahwa sebenarnya benda yang ringan itu
mengapung di atas air sedangkan benda yang memiliki air yang ada dipermukaan luar
gelas bukan berasal dari lubang-lubang kecil pada gelas, melainkan berasal dari uap air di
udara yang mengembun pada permukaan gelas yang dingin. Jadi guru harus selalu
23
secara tidak langsung memberikan idenya tetapi tidak memaksakan kehendaknya.
Demikian anak akan menyadari bagaimana anak tersebut bisa mendapatkan idenya.
Guru hendaknya memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengemukakan idenya akan memberikan kesempatan pada mereka untuk menilai proses
pemecahan masalah. Hal ini juga perlu dilakukan di dalam kelas. Sebagai contoh, apabila
kelas telah menyelesaikan suatu masalah, sebaiknya guru menanyakan kembali kepada
siswa tentang cara mendapatkan jawaban tersebut dan membantu kelas untuk mengulas
kembali tahapan-tahapan yang dilalui hingga menemukan jawaban atau kesimpulan itu.
Maka, guru akan membantu anak dalam proses perkembangan intelektualnya.
Kesimpulannya menurut Piaget, proses pembelajaran di kelas harus
menekankan anak sebagai faktor yang utama. Anak harus diberi kebebasan untuk
melakukan kegiatan-kegiatn konkrit dan mempresentasikan ide-ide mereka. Peran guru
sebagai seseorang yang mempersiapkan lingkungan yang memungkinkan siswa dapat
memperoleh berbagai pengalaman belajar yang luas.
2.22.22.22.2 PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian yangyangyangyang relevanrelevanrelevanrelevan
a. Penelitian yang dilakukan olehIndah Sri Wulansaridengan judul penelitian “Pengaruh
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD terhadap Hasil Belajar dan
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 7 Malang pada
Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Tahun Ajaran 2009/2010”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: (1) keterlaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas
eksperimen secara keseluruhan dapat berlangsung dengan baik, hai ini terbukti dari
persentase keterlaksanaan pada setiap pertemuan (pertemuan (1 dan 2) 92%, pertemuan
ke-3 100%, pertemuan ke-4 100%); (2) terdapat perbedaan hasil belajar kognitif siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol, dan berdasarkan uji lebih lanjut menunjukkan bahwa
hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih baik dari hasil belajar siswa kelas kontrol; (3)
hasil belajar ranah afektif dan ranah psikomotor siswa kelas eksperimen lebih baik dari
kelas kontrol. Hal ini dibuktikan dari persentase penilaian psikomotor siswa kelas
eksperimen yang masuk kategori sangat baik lebih banyak dari kelas kontrol, yaitu 54,69%.
Sedangkan kelas kontrol 12,5%. Begitu juga hasil belajar ranah afektif menunjukkan
bahwa persentase siswa yang masuk kategori sangat baik pada kelas eksperimen
24
mencapai 34,37%, sedangkan kelas kontrol 2,08%; (4) kemampuan berpikir tingkat tinggi
siswa kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Hal ini dapat diketahui dari
persentase kemampuan siswa dalam menjawab dengan benar pada tingkatan soal C4
dan C5 kelas eksperimen (80%) lebih tinggi daripada kelas kontrol (61%).
http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/kimia/article/view/7500
b. Penelitian yang dilakukan oleh Drs.Pamujo, M.Mdengan judul “Peningkatan Motivasi
Belajar SiswaPada Pelajaran Sejarah Melalui PembelajaranKooperatif Tipe STAD (Student
Teams AchievementDivision) Di Madrasah Tsanawiyah (MTS)Muhammadiyah
Purwokerto.”Hasil penelitian juga menunjukkan pembelajaran dengan menerapkan
pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi
belajaryaitu: ((((a). Motivasi dalam hal bertanya pada diskusi kelompok atau diskusi kelas
dari 19,74 % meningkat menjadi 67,11% pada akhir siklus III, (b). Motivasi dalam
menyampaikan pendapat pada proses pembelajaran meningkat, dari 06,58% menjadi
50,00% pada akhir sikuls III, (c). Motivasi dalam hal keberanian memberikan sanggahan
pada diskusi kelompok maupun diskusi kelas dari 00,00% menjadi 26,32% pada akhir
siklus III. Pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu meningkatkan partisipasi belajar
siswa pada mata pelajaran sejarah, yaitu: (a). Partisipasi kontributif bertanya meningkat
dari 19,74% meningkat menjadi 67,11% pada akhir siklus III, (b). Partisipasi kontributif
berpendapat meningkat dari 6,58% meningkat menjadi 50,00% pada akhir siklus III (Jurnal
Ilmiah Kependidikan, 2009Vol. I, No. 2, 177-184.http://educare.e-
fkipunla.net/index.php?option=com_ content&task =view&id=68.
c. Penelitian yang dilakukan olehIndriyah, Lestari (2008) dalam penelitian yang berjudul
Peningkatan Prestasi Belajar IPA melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD pada
siswa kelas IV SD Negeri Panca Karya Semarang, menunjukkan siklus I ketuntasan
belajar klasikal sebesar 22% setelah dilakukan siklus I meningkat menjadi 48%, siklus II
dilakukan presentasi ketuntasan belajar mengalami peningkatan 48% menjadi 70%, siklus
III mengaalmi ketuntasan belajar mencapai 91%.
2.32.32.32.3 KERANGKAKERANGKAKERANGKAKERANGKA BERPIKIRBERPIKIRBERPIKIRBERPIKIR
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian tersebut diatas,
di dapat satu kerangka berfikir yaitu proses pembelajaran dengan menggunakan model
25
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat menciptakan kondisi siswa bersosialisasi baik
dengan kelompoknya maupun dengan kelompok lain, siswa berfikir kreatif, memanfaatkan
lingkungan sebagai sumber belajar, adanya proses antara bermain dan belajar,
mengamati, menganalisa, bahkan berlatih membuat suatu kesimpulan atau hipotesis yang
akan menjadi konsep dan pengalaman baru dalam kehidupannya, sehingga kondisi ini
akan membantu menanamkan konsep ilmiah yang akan mempengaruhi pola pikir siswa
juga meningkatklan rasa ingin tahu terhadap pembelajaran.
GambarGambarGambarGambar 2.12.12.12.1
SkemaSkemaSkemaSkema kerangkakerangkakerangkakerangka berpikirberpikirberpikirberpikir ::::
SIKLUSSIKLUSSIKLUSSIKLUS IIIIMenerapkan model
pembelajaran kooperatiftipe STADpada matapelajaran IPA pokok
bahasan Alat pernapasanManusia
SIKLUSSIKLUSSIKLUSSIKLUS IIIIIIIIMenerapkan modelpembelajaran kooperatiftipe STADpada matapelajaran IPA pokokbahasan Alat pernapasanManusia
Guru Belummenggunakan model
pembelajaran kooperatiftipe STAD dalampembelajaran IPA
Menerapkan modelpembelajaran kooperatif
tipe STAD dalampembelajaran IPA
GuruGuruGuruGuru
Hasil belajar IPArendah
Diduga denganmenggunakanpendekatankooperatif tipe STADdapatMeningkatkan Hasilbelajar IPA
SiswaSiswaSiswaSiswa
KONDISIKONDISIKONDISIKONDISIAWALAWALAWALAWAL
TINDAKANTINDAKANTINDAKANTINDAKAN
KONDISIKONDISIKONDISIKONDISIAKHIRAKHIRAKHIRAKHIR
26
2.42.42.42.4 HipotesisHipotesisHipotesisHipotesis TindakanTindakanTindakanTindakan
Berdasarkan uraian pada kajian pustaka dan kerangka berfikir di atas, maka
hipotesis tindakan penelitian ini adalah dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPAdi
kelas VSD Negeri Pesaren 02 Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang Semester 1
Tahun Pelajaran 20013 / 2014.
27