BAB3 asli

48
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN ( P K L ) MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2010/2011 OLEH: 1. Jamaluddin 100210302021 2. Marfiana chairunnisa 100210302006 3. Zainul Mila Afifah 100210302095 4. Firna Niahara 100210302011 5. Firdhausi Marsheila 100210302025 6. Dyah Rahmawati 100210302026

Transcript of BAB3 asli

Page 1: BAB3 asli

LAPORAN

PRAKTIK KERJA LAPANGAN ( P K L )

MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAHSEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2010/2011

OLEH:1. Jamaluddin 100210302021

2. Marfiana chairunnisa 100210302006

3. Zainul Mila Afifah 100210302095

4. Firna Niahara 100210302011

5. Firdhausi Marsheila 100210302025

6. Dyah Rahmawati 100210302026

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JEMBERFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

APRIL, 2011

Page 2: BAB3 asli

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 DASAR PEMIKIRAN

Salah satu kekayaan indonesia yang masih di lestarikan sampai saat ini adalah

Kraton Yogyakarta, kraton ini masih terus melestarikan tradisi-tradisi yang di wariskan dari

masa lampau oleh nenek moyang kraton yogyakarta, hal ini dapat kita lihat dari pelaksanaan

upacara-upacara yang masih terus berlangsung hingga saat ini.

Sejarah lahirnya keraton yogyakarta sendiri barawal dari terjadinya perjanjian

giyanti, perjanjian ini dilakukan oleh pihak Belanda dan Kerajaan Mataram Islam pada tahun

1755. Hasil dari perjanjian ini salah satunya adalah menyepakati bahwa kerajaan mataram

islam di pecah menjadi dua bagian, yaitu pertama: keraton yogyakarta yang di pimpin oleh

Hamengkubuwono I dan yang kedua: keraton surakarta yang di pimpin Susuhunan

Pakubuwono II (Sunan PB II) pada tahun 1744.

Pada praktek lapangan ini kelompok kami bertugas untuk mengobservasi daerah

Isltimewa Kratin Yogyakarta, maka laporan ini lebih khusus membahas masalah sejarah dan

perkembangan Kraton Yogyakarta.

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT

Observasi ini bertujuan untuk memberikan pelajaran yang utuh kepada mahasiswa

FKIP sejarah yang otputnya di harapkan akan menjadi guru sejarah, selain hal itu tujuan

laporan ini sebagai pertanggungjawaban kepada dosen pembimbing atas praktek kerja

lapangan yang sudah kami laksanakan.

1.3 PESERTA

Peserta dari kelompok kami yang observasi di Kraton Yogyakarta adalah:

7. Jamaluddin 100210302021

8. Marfiana chairunnisa 100210302006

9. Zainul Mila Afifah 100210302095

10. Firna Niahara 100210302011

11. Firdhausi Marsheila 100210302025

12. Dyah Rahmawati 100210302026

Page 3: BAB3 asli

BAB II

PELAKSANAAN KEGIATAN

2.1. WAKTU

Waktu pelaksanaan PKL pada tanggal 10-14 April 2011. Pemberangkatan

peserta observasi pukul 22.00 WIB sampai di Yogyakarta pukul 07.00 WIB. Sedangkan

waktu observasi Keraton Yogyakarta pada tanggal 13 April pukul 08.00-10.00 WIB.

Tiba di Jember pukul 02.00 WIB dini hari pada tanggal 14 April 2011.

2.2. OBJEK

Objek Observasi adalah Keraton Kesultanan Ngayogjakarta Hadiningrat.

2.3. METODE DAN TEHNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam pembuatan laporan untuk Tugas Akhir SNI 2, penulis memerlukan banyak

materi sebagai bahan acuan dalam pembuatan sistem yang akan dibuat. Sebagai landasan

untuk perancangan dan untuk memperkuat hasil dari Tugas akhir maka sangat dibutuhkan

materi pendukung. Dalam Tugas Akhir ini yang merupakan bagian objek adalah Kraton

Yogyakarta. Adapun dalam pencarian materi yang diperlukan penulis menggunakan beberapa

metode yaitu :

a. Metode Observasi (Pengamatan)

Metode observasi adalah pengamatan secara langsung yang meliputi kegiatan

pemusatan perhatian terhadap suatu dengan menggunakan seluruh alat indera. Materi dan

pengetahuan dari hasil pengamatan, penulis kumpulkan kemudian penulis olah dan penulis

gunakan sebagai salah satu acuan dalam pembuatan laporan yang penulis gunakan untuk

Tugas Akhir.

b. Metode Interview (Wawancara)

Metode interview merupakan metode pencarian data melalui wawancara / tanya

jawab dengan orang yang lebih mengetahui tentang sejarah berdirinya Keraton Yogyakarta,

Raja pertama di Kesulatanan Yogyakarta, dll. Metode interview atau wawancara digunakan

penulis untuk mendapatkan data dengan cara mengajukan pertanyaan. Data yang didapat dari

hasil wawancara yang behubungan dengan penulisan laporan, penulis catat dan dijadikan

sebuah acuan untuk pembuatan laporan.

Page 4: BAB3 asli

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 LETAK GEOGRAFIS

Kompleks Kraton Yogyakarta terletak di tengah-tengah, tetapi daerah Kraton

membentang antara Sungai Code dan Sungai Wianga, dari arah Utara ke Selatan, dari tugu ke

karapyak. Nama kampung-kampung jelas memberi bukti kepada kita bahwa ada

hubungannya antara penduduk kampung itu dengan tugasnya di Kraton pada zaman dulu.

Misalnya, tempat tinggal gandek-gandek (Kocrier) dari Sri Sultan, Wirobrajan tempat tinggal

prajurit-prajurit Wirobraja, Pasidenan tempat tinggal Pasiden (penyanyi) Kraton.

Daerah Kraton terletak di hutan Garjitawati, dekat desa beringin dan desa pacetokan

karena daerah ini dianggap kurang memadai untuk membangun sebuah Kraton dengan

bentengnya, maka aliran sungai Code dibelokan sedikit ke Timur dan aliran sungai Wianga

sedikit ke Barat. Sebuah pantun mijil menggambarkan letak geografis Kraton Yogyakarta

secara populer seperti di bawah ini:

Kalinangan pancingkok king putri

Gunung gamping kulon

Hardi marapi terwetan prenahe

Candi jenggrang mengungkanging kali

Palered magiri

Girilaya kidul

3.2 SEJARAH BERDIRINYA

Sebelum Berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta, Kadipaten Mangkunegaraan, dan

Kadipaten pakualaman, pada waktu itu yang ada hanya Kraton Kasunanan Surakarata,

pindahan dari Karaton Mataram Kartasura ketika istananya masih berada di Kartasura, terjadi

pemberontakan orang-orang China (GEGER PACINA), pada tahun 1740-1743, Paku

Buwono II tidak berdaya menghadapi pemberontakan ini, dan hanya dengan bantuan

Belandalah peristiwa itu dapat dipadamkan karena istana kartasura mengalami kerusakan

yang parah sekali, lalu ibukota dipindahkan ke Solo, yang kemudian disebut Surakarta.

Page 5: BAB3 asli

Pada masa pemerintahan Sunan paku Buwono II di Kraton Surakarta (1744), masih

terjadi pemberontakan yng dipimpin oleh Tumenggung Mertopuro melawan Kraton

Surakarta, namun oleh Pangeran Mangkubumi (adik Paku Buwono II) Tumenggung

Mertopuro dapat ditaklukannya.

Dalam suatu perundingan antara Paku Buwono II yang didampingi oleh Pangeran

Mangkubumi (penasehat kepercayaannya) dengan pihak Belanda yang diwakili oleh Mr.

Hoogendrof, utusan Belanda itu meminta Paku Buwono II untuk menyerahkan seluruh

wilayahpesisir utara Jawa kepada VOC. Permintaan itu sebagai tuntutan jasa atas Belanda

ketika berhasil memadamkan pemberontakan orang-orang Cina di Kartasura. Pangeran

Mangkubumi tidak menyetujui permintaan itu, meskkipun ia tahu bahwa kedudukan Paku

Buwono II sangat sulit. Brawal dari masalah itu Pangeran Mangkubumi kemudian memohon

izin dan doa restu kepada Paku Buwono II, untuk menentang senjata melawan Kompeni

Belanda/VOC.

Setelah mendapat restu dari Paku Buwono II, dengan memperoleh tombak KYAI

PLERED, lalu tanggal 21 April 1747, Pangeran Mangkubumi meninggalkan Kraton

Surakarta menuju kedalam hutan bersama keluarga dan pasukannya yang setia, untuk

bergerilya melawan VOC. Dalam mengadakan perlawanannya itu, pangeran Pakubumi

bergabung dengan RM.

Sebelum Pakubuwono II wafat, kekuasaan seluruh tanah jawa sudah di serahkan

kepada VOC (16 desember 1749). Karena itu pada perkembangan selanjutnya yang

mengangkat raja-raja tanah jawa dan keturunan Pakubuwono II adalah VOC. Setelah

Pakubuwono II wafat, Belanda mengangkat RM. Suryadi (putra mahkota) sebagai Sunan

Pakubuwono III, stelah pengangkatan tersebut ia sepenuhnya menjadi bonekanya belanda,

karena menurut kontrak politik, raja tersebut hanya sebagai peminjam tanah VOC.

Pada masa pemerintahan Pakubuwono III ini, perlawanan pangeran Mangkubumi

semakin menghebat. Dalam setiap pertempuran pasukan belanda selalu terdesak oleh pasukan

pangeran Mangkubumi. Bahkan ketika terjadi pertempuran sengit di Sungat Bogowanto

semua pasukan Belanda termasuk komandannya terbunuh, akhirnya Belanda meminta kepada

Mangkubumi untuk berunding.

Kemudian terjadilah perjanjian antara ketiga belah pihak, yaitu pangeran

Mangkubumi, Pakubuwono III dan Belanda. Perjanjian itu terjadi di desa Giyanti (salatiga)

pada tanggal 13 Februari 1755, maka di sebut perjanjian Giyanti. Akibat dari perjanjian

tersebut, karajaan mataram islam kemudian di bagi menjadi dua bagian, yaitu: keraton

kesunanan Surakarta dan Kraton Kesultanan Yogyakarta.

Page 6: BAB3 asli

Setelah perjanjian itu, pangeran Mangkubumi mendirikan kerajaan Mataran

Yogyakarta di wiliyah beringan, pada tahun 1756 dan kemudian beliau bergelar Sri Sultan

Hamengkubuwono I.

3.3 SEJARAH RESTORASI/PEMUGARAN

Seiring dengan perkembangan yang terjadi di kraton maka sebagian besar bangunan

tersebut masing masing telah mengalami pemugaran , bahkan beberapa di antaranya telah

mengalami pergeseran fungsi. Pemugaran bangunan di kraton secara keseluruhan dimulai

tahun 1921M dan selesai tahun 1934 M. pada masa pemerintahan HB VIII.

Pada bagian atas Regol Danapratapa terdapat suryasengkala “Jagad Ingasta nang

Wiwara Dhattulaya” yang berarti tahun 1921 M. Hal ini menunjukkan tahun

selesainya pemugaran.

Bangsal Pagelaran telah di lakukan pemugaran oleh HB VIII tahun 1921.

Pemugarannya di tandai dengan candrasengkala yang terdapat di bagian atas muka

Bangsal Pagelaran yang berbunyi “Panca Gana Ssalira Tunggal yaitu tahun1865 jawa.

Sedang selesainya ditandai dengan suryasengkala “Catur Trisula Kembang Lata”

yaitu tahun 1934 M.

Bangsal Witana pernah di lakukan pemugaran yang selesai pada tahun 1925 M. Hal

ini di tunjukkan dengan adanya suryasengkala yang terdapat di tebing belakang

Bangsal Witana dan berbunyi “ Linungit Kembar Gatraning Ron” yang berarti tahun

1925.

Bangsal Sitihinggil telah di pugar pada jaman HB VII dengan di tandai dengan

suryasengkala dan candrasengkala pada bagian atas muka bangsal Sitihinggil.

Candrasengkala : “Phandita Cakra Naga Wani” (1857) dan suryasengkala: “Gana

Asta Kembang Lata” (1926 M)

Bangsal Sasana Hinggil telah di pugar pada masa pemerintahan Sri Sultan

Hamengkubuwono IX tahun 1956, dalam rangka peringatan 200 tahun berdirinya

Kraton Yogyakarta. Setelah dipugar kemudian disebut Gedung Sasana Hinggil Dwi

Abad.

Bangsal Trajumas pernah di pugar karena runtuh pada 27 Mei 2006 akibat gempa

bumi yang mengguncang DIY dan Jawa Tengah. Setelah proses restorasi yang

memakan waktu yang lama akhirnya pada awal tahun 2010 bangunan ini telah berdiri

lagi di tempatnya.

Page 7: BAB3 asli

Sementara itu, Bangsal Trajumas di Keraton Yogyakarta dan Candi Wisnu serta Brahma

di Kompleks Candi Prambanan, Yogyakarta, yang rusak karena gempa bumi tahun 2006

selesai dipugar. Agar tahan gempa, Bangsal Trajumas dikembalikan ke konstruksi aslinya,

sedangkan Candi Wisnu dan Brahma diberi penguatan beton bertulang. Jero Wacik dan

Menko Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono didampingi Gubernur DIY Sultan Hamengku

Buwono X meresmikan purnapugar bangunan cagar budaya ini di Keraton Yogyakarta,

Senin. Turut diresmikan pula purnapugar Candi Induk Lumbung dan Candi Apit nomor 4 di

Kompleks Candi Sewu dan Candi Induk Utara di Kompleks Candi Plaosan Lor. Rehabilitasi

dan rekonstruksi Bangsal Trajumas yang roboh akibat gempa membutuhkan biaya Rp 2,5

miliar.

3.4 ARSITEKTURAL

Arsitektur umum

Secara umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir

dari pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon tertentu.

Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan

dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu . Daun pintu terbuat dari kayu jati yang

tebal. Di belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang

disebut Renteng atau Baturono. Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas.

Bangunan-bangunan Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional.

Di beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti Portugis, Belanda,

bahkan Cina. Bangunan di tiap kompleks biasanya berbentuk/berkonstruksi Joglo atau

derivasi/turunan konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dinding disebut dengan Bangsal

sedangkan joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong (gedung). Selain itu ada bangunan

yang berupa kanopi beratap bambu dan bertiang bambu yang disebut Tratag. Pada

perkembangannya bangunan ini beratap seng dan bertiang besi. Permukaan atap joglo berupa

trapesium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah, maupun seng dan biasanya berwarna

merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang utama yang di sebut dengan Soko Guru

yang berada di tengah bangunan, serta tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan biasanya

berwarna hijau gelap atau hitam dengan ornamen berwarna kuning, hijau muda, merah, dan

emas maupun yang lain. Untuk bagian bangunan lainnya yang terbuat dari kayu memiliki

warna senada dengan warna pada tiang. Pada bangunan tertentu (misal Manguntur Tangkil)

Page 8: BAB3 asli

memiliki ornamen Putri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah, Muhammad, dan Alif Lam Mim

Ra, di tengah tiangnya.

Untuk batu alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen berwarna

emas. Warna putih mendominasi dinding bangunan maupun dinding pemisah kompleks.

Lantai biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai dibuat lebih

tinggi dari halaman berpasir. Pada bangunan tertentu memiliki lantai utama yang lebih tinggi .

Pada bangunan tertentu dilengkapi dengan batu persegi yang disebut Selo Gilang tempat

menempatkan singgasana Sultan. Tiap-tiap bangunan memiliki kelas tergantung pada

fungsinya termasuk kedekatannya dengan jabatan penggunanya. Kelas utama misalnya,

bangunan yang dipergunakan oleh Sultan dalam kapasitas jabatannya, memiliki detail

ornamen yang lebih rumit dan indah dibandingkan dengan kelas dibawahnya. Semakin

rendah kelas bangunan maka ornamen semakin sederhana bahkan tidak memiliki ornamen

sama sekali. Selain ornamen, kelas bangunan juga dapat dilihat dari bahan serta bentuk

bagian atau keseluruhan dari bangunan itu sendiri.

Makna Tata Ruang KeratonTata ruang Keraton memiliki 2 bagian yaitu Bangsal

Kencana dan Gedung Prabayeksa. BangsalKencana berfungsi sebagai tempat pertemuan

agung seperti perkawinan, sunatan dan halalbihalal, upacara penyemayaman jenazah sultan,

serta untuk menjamu tamu agung. Sementara itu,Gedung Prabayeksa berfungsi sebagai

tempat untuk menyimpan pusaka keraton yang tidak lainadalah keris, bomba dan lain-lain.

Gedung Prabayeksa ini dibuka setiap bulan Sura, dimanabenda- benda pusaka keraton ini

dicuci.

Pola, Ruangan dan Struktur Bangunan

Page 9: BAB3 asli

.

Untuk lebih jelas dan detailnya berikut ini adalah urut urutan bangunan yang ada di

dalam keraton. Lingkungan dalam keraton dalam dimulai dari : Kompleks inti

a. Pelataran Pagelaran

Bangunan utama adalah Bangsal Pagelaran yang dahulu dikenal dengan nama Tratag

Rambat . Pada zamannya Pagelaran merupakan tempat para punggawa kesultanan menghadap

Sultan pada upacara resmi. Sekarang sering digunakan untuk even-even pariwisata, religi,

dan lain-lain disamping untuk upacara adat keraton. Sepasang Bangsal Pemandengan terletak

di sisi jauh sebelah timur dan barat Pagelaran. Dahulu tempat ini digunakan oleh Sultan untuk

menyaksikan latihan perang di Alun-alun Lor.

Page 10: BAB3 asli

Sepasang Bangsal Pasewakan/Pengapit terletak tepat di sisi luar sayap timur dan

barat Pagelaran. Dahulu digunakan para panglima Kesultanan menerima perintah dari Sultan

atau menunggu giliran melapor kepada beliau kemudian juga digunakan sebagai tempat jaga

Bupati Anom Jaba. Sekarang digunakan untuk kepentingan pariwisata (semacam diorama

yang menggambarkan prosesi adat, prajurit keraton dan lainnya). Bangsal Pengrawit yang

terletak di dalam sayap timur bagian selatan Tratag Pagelaran dahulu digunakan oleh Sultan

untuk melantik Pepatih Dalem. Saat ini di sisi selatan kompleks ini dihiasi dengan relief

perjuangan Sultan HB I dan Sultan HB IX. Kompleks Pagelaran ini pernah digunakan oleh

Universitas Gadjah Mada sebelum memiliki kampus di Bulak Sumur.

b. Siti Hinggil Ler

Di selatan kompleks Pagelaran terdapat Kompleks Siti Hinggil. Kompleks Siti

Hinggil secara tradisi digunakan untuk menyelenggarakan upacara-upacara resmi kerajaan.

Di tempat ini pada 19 Desember 1949 digunakan peresmian Univ. Gadjah Mada. Kompleks

ini dibuat lebih tinggi dari tanah di sekitarnya dengan dua jenjang untuk naik berada di sisi

utara dan selatan. Di antara Pagelaran dan Siti Hinggil ditanami deretan pohon Gayam

(Inocarpus edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papilionaceae).

Di kanan dan kiri ujung bawah jenjang utara Siti Hinggil terdapat dua Bangsal

Pacikeran yang digunakan oleh abdi-Dalem Mertolulut dan Singonegoro, sampai sekitar

tahun 1926. Pacikeran barasal dari kata ciker yang berarti tangan yang putus. Bangunan

Tarub Agung terletak tepat di ujung atas jenjang utara. Bangunan ini berbentuk kanopi

persegi dengan empat tiang, tempat para pembesar transit menunggu rombongannya masuk

ke bagian dalam istana. Di timur laut dan barat laut Tarub Agung terdapat Bangsal Kori. Di

tempat ini dahulu bertugas abdi-Dalem Kori dan abdi-Dalem Jaksa yang fungsinya untuk

menyampaikan permohonan maupun pengaduan rakyat kepada Sultan.

Bangsal Manguntur Tangkil terletak ditengah-tengah Siti Hinggil di bawah atau di

dalam sebuah hall besar terbuka yang disebut Tratag Sitihinggil . Bangunan ini adalah tempat

Sultan duduk di atas singgasananya pada saat acara-acara resmi kerajaan seperti pelantikan

Sultan dan Pisowanan Agung. Di bangsal ini pula pada 17 Desember 1949 Ir. Soekarno

dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat. Bangsal Witono berdiri di selatan

Manguntur Tangkil. Lantai utama bangsal yang lebih besar dari Manguntur Tangkil ini dibuat

lebih tinggi. Bangunan ini digunakan untuk meletakkan lambang-lambang kerajaan atau

Page 11: BAB3 asli

pusaka kerajaan pada saat acara resmi kerajaan. Bale Bang yang terletak di sebelah timur

Tratag Siti Hinggil pada zaman dahulu digunakan untuk menyimpan perangkat Gamelan

Sekati, KK Guntur Madu dan KK Naga Wilaga. Bale Angun-angun yang terletak di sebelah

barat Tratag Siti Hinggil pada zamannya merupakan tempat menyimpan tombak, KK Suro

Angun-angun.

c. Kamandhungan Lor

Di selatan Siti Hinggil terdapat lorong yang membujur ke arah timur-barat. Dinding

selatan lorong merupakan dinding Cepuri dan terdapat sebuah gerbang besar, Regol

Brojonolo, sebagai penghubung Siti Hinggil dengan Kamandhungan. Di sebelah timur dan

barat sisi selatan gerbang terdapat pos penjagaan. Gerbang ini hanya dibuka pada saat acara

resmi kerajaan dan di hari-hari lain selalu dalam keadaan tertutup. Untuk masuk ke kompleks

Kamandhungan sekaligus kompleks dalam Keraton sehari-hari melalui pintu Gapura Keben

di sisi timur dan barat kompleks ini yang masing-masing menjadi pintu masing-masing ke

jalan Kemitbumen dan Rotowijayan.

Kompleks Kamandhungan Ler sering disebut Keben karena di halamannya ditanami

pohon Keben (Barringtonia asiatica; famili Lecythidaceae). Bangsal Ponconiti yang berada

ditengah-tengah halaman merupakan bangunan utama di kompleks ini. Dahulu (kira-kira

sampai 1812) bangsal ini digunakan untuk mengadili perkara dengan ancaman hukuman mati

dengan Sultan sendiri yang yang memimpin pengadilan. Versi lain mengatakan digunakan

untuk mengadili semua perkara yang berhubungan dengan keluarga kerajaan. Kini bangsal ini

digunakan dalam acara adat seperti garebeg dan sekaten. Di selatan bangsal Ponconiti

terdapat kanopi besar untuk menurunkan para tamu dari kendaraan mereka yang dinamakan

Bale Antiwahana. Selain kedua bangunan tersebut terdapat beberapa bangunan lainnya di

tempat ini. Bangsal Ponconiti diggunakan untuk ruang siding pengadilan keraton. Bangsal

Pacaosan adalah sebagai tempat jaga bagi paara abdi dalem kraton, yang sedang

melaksanakan tugas jaga ronda (caos). Bangsal ini terletak di sebelah kanan dan kiri dari

Regol Srimengenti. Regol Srimengenti adalah pintu gerbang yang menghubungkan antara

halaman Kemanungan Lor dan Bangsal Srimengenti, bangunan ini terletak di sebelah selatan

Bangsal Ponconiti.

Page 12: BAB3 asli

d. Pelataran Bangsal Sri Manganti

Kompleks Sri Manganti terletak di sebelah selatan kompleks Kamandhungan Ler dan

dihubungkan oleh Regol Sri Manganti. Pada dinding penyekat terdapat hiasan Makara

raksasa. Di sisi barat kompleks terdapat Bangsal Sri Manganti yang pada zamannya

digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu-tamu penting kerajaan. Sekarang di lokasi

ini ditempatkan beberapa pusaka keraton yang berupa alat musik gamelan. Selain itu juga

difungsikan untuk penyelenggaraan event pariwisata keraton.

Bangsal Traju Mas yang berada di sisi timur dahulu menjadi tempat para pejabat

kerajaan saat mendampingi Sultan dala menyambut tamu. Versi lain mengatakan

kemungkinan tempat ini menjadi balai pengadilan. Tempat ini digunakan untuk

menempatkan beberapa pusaka yang antara lain berupa tandu dan meja hias. Bangsal ini

pernah runtuh pada 27 Mei 2006 akibat gempa bumi yang mengguncang DIY dan Jawa

Tengah. Setelah proses restorasi yang memakan waktu yang lama akhirnya pada awal tahun

2010 bangunan ini telah berdiri lagi di tempatnya.

Dalam Bangsal Sri Menganti juga terdapat Patung Raksasa Dwarapala (sepasang)

yang masing masing membawa gadha, dan disebut Cingkrabala dan Balaupata. Cingkrabala

terletak di sebelah timur depan Regol Danapratapa, sedangkan balaupata terletak di sebelah

barat depan Ragol Danapratapa. Ragol Danapratapa sendiri adlah pintu gerbang

yangmenghubungkan antara halaman Srimanganti dengan halaman Bangsal Kencana. Pada

bagian atas Regol ini terdapat Candrasengkala yang berbunyi “Kaluwihaning Yaksa Salira

Aji” yang berarti tahun 1851 jawa. Dan suryasengkala “Jagat Ingasta neng Wirawa

Dhatulaya” yang berarti tahun 1921 masehi, menunukkan tahun pemugaran Regol teersebut,

Regol ini terletak di sebelah selatan halaman Srimanganti.

Di sebelah timur bangsal ini terdapat dua pucuk meriam buatan Sultan HB II yang

mengapit sebuah prasasti berbahasa dan berhuruf Cina. Di sebelah timurnya berdiri Gedhong

Parentah Hageng Karaton, gedung Administrasi Tinggi Istana. Selain itu di halaman ini

terdapat bangsal Pecaosan Jaksa, bangsal Pecaosan Prajurit, bangsal Pecaosan Dhalang dan

bangunan lainnya.

e. Halaman Bangsal Kencana

Page 13: BAB3 asli

Bangsal Kencana merupakan halaman pusat kraton sebagai pusat pemerintahan,

dalam bangsal Kencana ini terdapat beberapa bangunan yaitu:

Gedhong Purwaretna, dibangun pada masa pemerintahan HB V. dalam

perkembangan selanjutnya, bangunan ini digunakan sebagai kantor pribadi HB IX,

dan sekarang berfungsi sebagai Kantor Kawedanan Hageng Sri Wandawa. Bangunan

ini terletak di sebelah utara Bangsal Kencana

Gedhong Jene (Gedhong Kuning), dibangun pada masa pemerintahan HB II

berfungsi sebagai tempat tinggal raja, hingga HB IX. Pada masa sekarang di pakai

sebagai Kantor pribadi HB X.

Bangsal Kencana, berfungsi sebagai tempat singgasana raja dalam kesehariannya,

juga ketika digelar upacara-upacara penting.

Bangsal Prabayeksa (Gedhong Pusaka), tempat untuk menyimpan senjata-senjata

pusaka kraton.

Bangsal Manis, yaitu tempat perjamuan atau pesta, dan Gedong Patehan, yaitu

tempat untuk menyiapkan minuman.

Kaputren , tempat tinggal bagi putrid-putri raja yang belum menikah.

Masjid Panepen, selain dipakai untuk menjalankan sholat bagi keluarga istana dan

abdi dalaem, juga dipakai untuk melaksanakan ijab qabul pernikahan putrid-putri

Sultan.

Kraton Kilen, tempat tinggal bagi HB X beserta keluarganya.

Gedhong Kantor Parentah Hageng, digunakan sebagai kantor pejabat kraton, yang

berwenang menyampaikan perintah Sultan kepada abdidalem yang ada di kraton.

Bangsal Mandalaksana, tempat untuk pentas bagi para pemain musik (Korp Musik

Kraton), ketika digelar acara-acara pentaing di kraton.

Bangsal Kotak, tempat bagi para penari kraton, yang sedang menunggu giliran

pentas ketika di istana digelar perjamuan atau acara penting lainnya.

Page 14: BAB3 asli

Gedhong Gangsa, ruang untuk menyimpan gamelan-gamelan kraton, sekaligus

tempat dibunyikannya gamelan tersebut.

Kasatriyan, tempat tinggal bagi putra-putri Sultan yang belum menikah.

Gedhong Kaca, berfungsi sebagai museum HB IX, digunakan untuk menyimpan

benda-benda prasejarah millik HB IX.

Gedhong Danartapura, berfungsi sebagai kantor bendahara kraton (Kantor Kas

Kraton).

Gedhong Patehan, tempat bag yai para abdidalem yang bertugas membuat minuman

untuk keluarga Raja.

Regol Kemagangan, yaitu pintu gerbang yang menghubungkan antara halaman

Bangsal Kencana dengan Gedhong pathehan.

f. Halaman Kemagangan

Merupakan tempat bagian belakang di pusat kraton di dalamnya terdapat beberapa

bangunan yaitu:

Bangsal Kemagangan, tempat untuk menyelenggarakan BEDHOL SONGSONG.

Acara tersebut berupa pagelaran wayang kulit semalam suntuk, dengan disaksikan

Sultan yang duduk diatas selogilang pada bagian tengah bangsal ini.

Panti Pareden, digunakan oleh para abdidalem yang bertugas membuat Gunungan

Sekaten.

Regol Gadungmlati, pintu gerbang yang menghubungkan antara halaman

Kemagangan

g. Halaman Kemandungan Kidul

Disini terdapat beberapa bangunan antara lain :

Bangsal Kemandungan

Page 15: BAB3 asli

Bangsal Pacaosan, tempat jaga bagi para abdidalem Kraton, yang sedang

melaksanakan tugas ronda (caos).

Regol Kemandungan, pintu gerbang yang menghubungkan antara Kemandungan

Kidul dengan halaman Sitihinggil Kidul.

h. Halaman Sithihinggil Kidul

Merupakan halaman akhir dari halaaman kraton, disini juga terdapat Bangsal Sasana

Hinggil telah di pugar pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono IX tahun 1956.

Setelah dipugar kemudian disebut Gedung Sasana Hinggil Dwi Abad. Bangunan ini

menghadap ke arah selatan dan terletak di sebelah utara Alun alun Kidul.

i. Arca

Pada sisi selatan berdiri Regol Donopratopo yang menjadi gerbang masuk menuju

Bangsa Kencono. Di sisi kiri kanan regol ini, berdiri sepasang arca raksasa Dwarapala. Arca

di sebelah timur bernama Cingkarabala, sementara yang berada di sebelah barat bernama

Balaupata.

3.5 Hiasan Dan Benda Peninggalan Di Kraton

Mahkota

Mahkota atau “songkok kebesaran” Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat yang terbuat dari

emas. Bentuk mahkota melambangkan bentuk monarki.

Regalia

Regalia yang dimiliki oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan perlambang

dari sifat yang harus dimliki oleh seorang Sultan dalam memimpin negara dan rakyatnya.

Seperangkat regalia tersebut dinamakan Kanjeng Kyai Upacara yang terdiri dari: 1. Angsa

(banyak), melambangkan kejujuran dan kewaspadaan 2. Rusa (dhalang), melambangkan

kecerdasan dan ketangkasan 3. Ayam Jantan (sawung), melambangkan kejantanan dan

tanggungjawab 4. Burung Merak (galing), melambangkan kemegahan dan kecantikan 5. Raja

Page 16: BAB3 asli

Naga (hardawalika), melambangkan kekuatan 6. Kotak penyimpanan uang (kutuk),

melambangkan kemurahan atau kedermawanan 7. Kotak saputangan (kacumas),

melambangkan kemurnian 8. Lampu minyak (kandhil), melambangkan pencerahan 9. Tempat

sirih (cepuri), tempat rokok (wadhah ses), dan tempat meludah (kecohan), melambangkan

proses pengambilan keputusan. Seperangkat regalia ini terbuat dari emas.

Senjata Pusaka

1. Keris Kanjeng Kyai Ageng KopekMerupakan keris utama sebagai simbol seorang Sultan

yang berperan sebagai pemimpin spiritual dan kepala pemerintahan 2. Keris Kanjeng Kyai

Joko Piturun Merupakan keris yang dipakai oleh Putra Mahkota. 3. Keris Kanjeng Kyai

Toyaninaban Merupakan keris yang digunakan oleh anak Sultan yang paling tua. 4. Keris

Kanjeng Kyai Purboniat Merupakan keris yang digunakan oleh seorang patih, yaitu seseorang

yang menjabat sebagai kepala administrasi negara. 5. Pedang Kanjeng Kyai Mangunoneng

Pedang ini digunakan untuk mengeksekusi pemimpin pemberontakan yang bernama

Tumenggung Mangunoneng. 6. Tombak Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki

berbagai macam bentuk tombak, mulai dari bermata tunggal, bermata tiga, hingga berbentuk

mirip cakra. Salah satu di antara berbagai macam bentuk mata tombak tersebut, terdapat satu

buah tombak yang dipandang istimewa, yaitu yang dinamakan Kanjeng Kyai Ageng

Perhiasan

Para putri Sultan memakai perhiasan yang dikategorikan sebagai benda pusaka ketika

berlangsung upacara di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Salah satu upacara yang

mengharuskan para putri Sultan untuk mengenakan perhiasan adalah upacara pernikahan.

Dalam upacara ini, pengantin putri dari Sultan diwajibkan mengenakan beberapa perhiasan

pusaka yang terbuat dari emas, yaitu: pethat gunungan, lima buah cunduk menthul yang

dipasang di kepala, centhung, subang ronyok, sangsangan susun tiga, cincin, binggel, kelat

bahu, dan pending .

Arsip / Dokumen Penting

Manuskrip Manuskrip yang dimiliki oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dikelola

di salah satu perpustakaan milik Kesultanan, yakni Perpustakaan Wisya Budaya. Terdapat

dua manuskrip yang sangat penting, yaitu Kanjeng Kyai Al-Qur’an dan Kanjeng Kyai

Page 17: BAB3 asli

Bharatayudha. Kedua manuskrip ini bersampulkan kulit binatang dan ditulis dengan ilustrasi

menggunakan cat air dan kertas berwarna emas. Manuskrip Kanjeng Kyai Al-Qur’an ditulis

tangan dengan huruf Hijaiyah (tulisan Arab). Manuskrip ini dihiasi dengan ilustrasi pada

setiap halaman di paragraf awal. Selain itu, pada setiap halaman juga dihiasi dengan ilustrasi

bermotif geometris dan tumbuhan yang dilukis dengan cat air. Manuskrip Kanjeng Kyai

Bharatayudha ditulis tangan dengan menggunakan huruf Jawa. Manuskrip ini berisi

pengetahuan tentang Kesultanan yang hanya boleh dibaca oleh Sultan yang sedang

memerintah saat itu. Manuskrip ini kini disimpan di ruangan khusus .

Stempel Kerajaan / Kesultanan

Stempel Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berupa lambang yang disebut Praja Cihna.

Praja Cihna merupakan lambang yang terdiri dari: di bagian atas terdapat songkok (mahkota)

yang menggambarkan bentuk monarki. Di bawah songkok di sebelah kanan dan kiri terdapat

sumping (hiasan telinga) yang menggambarkan sifat waspada dan bijaksana. Di sebelah

bawahnya terdapat sepasang sayap mengapit tulisan dalam aksara Jawa yang berbunyi, “Ha”

dan “Ba”, singkatan dari “Hamengku Buwono”, yaitu dinasti yang memerintah.

Singgasana

Singgasana Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat disebut dengan nama Dhampar

Kencono. Bentuk Dhampar Kencono merupakan perpaduan dari kebudayaan Eropa, terutama

dari Prancis dan Inggris. Pengaruh Prancis diadopsi dari gaya Louis XIV (Barok) pada abad

ke-18, gaya Louis XV (Rokok) pada abad ke-19, dan gaya Louis XVI (Neo-klasik) pada abad

ke-20. Sementara gaya kursi dari Inggris yang diadopsi cenderung menggunakan Gaya

Georgian, Gaya Queen Anne dan Gaya Victorian. Dhampar Kencono merupakan bentuk

simbolik dalam membangun status sosial dan citra. Simbol ini muncul dari dalam lingkungan

keraton yang cenderung masih dijadikan model ideal bagi masyarakat Jawa. Bentuk Dhampar

Kencono mencerminkan sikap dan sifat seorang Sultan sebagai pemimpin yang sesuai dengan

konsep kekuasaan Jawa. Sikap dan sifat tersebut tercermin dalam konsep yang berbunyi:

Gung Binathara Baudhendha Hanyakrawati, Ratu Pinadhita, Manunggaling Kawula-Gusti.

Kendaraan

Page 18: BAB3 asli

Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki beberapa kereta kuda yang kini disimpan

di Museum Kereta Rotowijayan. Sebelum berfungsi sebagai museum, tempat ini merupakan

garasi dan bengkel kereta keraton, sedangkan bangunan di sekelilingnya dahulu adalah

gedhogan atau istal. Hingga kini terdapat 20 kereta kuda yang menjadi koleksi Museum

Kereta Rotowijayan, antara lain: 1. Kanjeng Nyai Jimat Merupakan kereta kuda tertua yang

dimiliki oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Kereta Kanjeng Nyai Jimat dibuat di

Belanda sebagai hadiah dari Gubernur Jenderal Jacob Mossel kepada Sultan Hamengku

Buwono I. Kereta ini digunakan pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I

hingga III. Apabila digunakan dibutuhkan 4 hingga 8 ekor kuda yang berwarna sama untuk

menarik kereta ini. Kereta ini berfungsi untuk menjemput tamu atau menghadiri upacara

Garebeg. Kereta ini dinamai “nyai”

Hadiah Persembahan

1. Kereta Kanjeng Nyai Jimat Merupakan kereta kuda tertua yang dimiliki oleh Kesultanan

Ngayogyakarta Hadiningrat. Kereta Kanjeng Nyai Jimat dibuat di Belanda sebagai hadiah

dari Gubernur Jenderal Jacob Mossel kepada Sultan Hamengku Buwana I. Kereta ini diguna-

kan pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I hingga III. 2. Lukisan Sultan

Hamengku Buwono X Muda Hadiah berupa lukisan Sultan Hamengku Buwono X ketika

berusia 21 tahun, lengkap dengan pakaian kebesaran, dipersembahkan oleh tiga orang

seniman, yaitu Sri Hadi, Sardono W. Kusumo, dan Minto Widodo. Hadiah ini diberikan pada

hari ulang tahun Sultan Hamengku Buwono X yang ke-64 (menurut penanggalan Masehi)

atau 66 tahun (menurut penanggalan Jawa), di Pendopo Bangsa Kencono, Keraton Nga-

yogyakarta Hadiningrat. 3. Kain Kiswah dari Raja Fath di Arab Saudi Hadiah ini

dipersembahkan kepada Keraton Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat .

Foto

1. Sri Sultan Hamengku Buwono X 2. Penobatan permaisuri sebagai Gusti Kanjeng Ratu

Hemas 3. Keluarga Sultan HB X 4. Upacara Ngabekten dari Paku Alam VIII kepada Sultan

Hamengku Buwono X. 5. Jamasan Pusaka  

Lukisan

Page 19: BAB3 asli

Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat mempunyai 8 lukisan karya pelukis kenamaan,

Raden Saleh. Lukisan-lukisan tersebut dipajang dalam satu ruangan khusus, berukuran 3 x 5

meter, di kompleks Kesatriyan. Lukisan-lukisan tersebut yaitu: 1. Lukisan Sultan Hamengku

Buwono IV Dalam lukisan ini, Sultan Hamengku Buwono IV ditampilkan di atas kuda

berwarna putih, mengenakan pakaian kebesaran Belanda yang dipadu dengan identitas

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yaitu songkok hitam. 2. Lukisan Sultan Hamengku

Buwono V Sultan Hamengku Buwono V dilukis dalam posisi duduk di kursi dengan busana

sikepan dengan bordir benang emas, mengenakan kain bermotif parang berlatar putih dan

mengenakan kuluk (tengkuluk) kanigara. 3. Lukisan Sultan Hamengku Buwono VI Ini adalah

lukisan terbesar karya Raden Saleh yang menjadi koleksi Kesultanan Ngayogyakarta

Hadiningrat. Lukisan ini berukuran 2,5 x 1,9 meter, dipajang dengan penyangga

Buku

1. Chamamah Soeratno, et.al. (eds.), 2002. Keraton Jogja: The history and the cultural

heritage. Yogyakarta: Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat and Indonesia Marketing

Association (IMA) 2. Kyai Mutamakkin, Suluk Cebolek Gedhe atau lazim dikenal dengan

nama Serat Cebolek. Buku ini disimpan di Perpustakaan Widya Budaya Keraton

Ngayogyakarta Hadiningrat Selain kedua buku di atas, Kesultanan Ngayogyakarta

Hadiningrat juga memiliki koleksi beberapa buku mantra. Buku-buku tersebut sampai

sekarang masih disimpan di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, antara lain: 1. Kitab

Ambiya Jawi 2. Serat Anggit Kidung Berdonga 3. Serat Puji Kesultanan Ngayogyakarta

Hadiningrat juga memiliki koleksi buku-buku tentang petunjuk mengabdi kepada Sultan atau

pemerintah, antara lain: 1. Serat Nitisruti 2. Serat Nitipraja 3. Serat Sewaka

Alat Musik

Gamelan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki 18 perangkat gamelan yang

dikategorikan sebagai pusaka Kesultanan, antara lain: 1. Gamelan Monggang yang disebut

Kanjeng Kyai Guntur Laut Gamelan ini merupakan warisan turun-temurun yang berasal dari

Kerajaan Majapahit kemudian diwariskan ke Kesultanan Demak, Pajang, Mataram Islam, dan

akhirnya dimiliki oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. 2. Gamelan Kodhok Ngorek

yang disebut Kanjeng Kyai Keboganggang 3. Gamelan Sekati yang terdiri dari Kanjeng Kyai

Gunturmadu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga. Kedua perangkat gamelan ini dibuat pada masa

pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I. Pada setiap upacara Sekaten, Gamelan Sekati

Page 20: BAB3 asli

dibawa keluar dari keraton dan ditempatkan di Pagongan (halaman depan Masjid Gedhe

Kauman) untuk ditabuh mulai tanggal 6-11 pada bulan Mulud atau seminggu menjelang ber-

akhirnya perayaan upacara Sekaten berakhir.

Binatang Peliharaan

Gajah Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki 2 ekor gajah yang diberi nama

Argo dan Gilang. Kedua binatang ini di tempatkan di kandang gajah di Alun-alun Kidul

(Alun-alun Selatan). Masyarakat setempat menyebut lokasi kandang gajah ini dengan nama

Gajahan.

Bendera

Kanjeng Kyai Tunggul Wulung Merupakan bendera yang dijadikan simbol (panji)

Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Bendera ini berasal dari kain kiswah Ka’bah dari

Mekah. Bendera ini disebut wulung yang berarti mempunyai warna biru-hitam. Di tengah

bendera terdapat dekorasi berwarna emas. Di tengah dekorasi terdapat kaligrafi Surat Al

Kautsar, Asma’ul Husna, dan Syahadat. Pada waktu tertentu, bendera ini diarak keliling kota

dan di beberapa perempatan jalan diserukan lafadz adzan. Prosesi ini dimaksudkan sebagai

upaya untuk tolak bala dan memohon kesembuhan bagi seluruh rakyat di Kesultanan

Ngayogyakarta Hadiningrat.

Perangkat Upacara

Merupakan benda-benda pusaka yang dipakai ketika Kesultanan Ngayogyakarta Hadining-

rat menggelar upacara Kerajaan. Seperangkat ampilan ini disebut dengan nama Ampilan

Dalem yang terdiri dari: Singgasana (Dampar Kencono) Anak panah Busur panah (Gendewa)

Pedang Tameng Kipas yang terbuat dari bulu burung merak (Elar Badak) Kitab Suci Al-

Qur’an Sajadah Payung (Songsong) Tombak  

Koleksi Lain

Enceh atau Padasan Enceh atau padasan merupakan gentong dengan ukuran besar yang

ditempatkan di Makam Raja-raja di Imogiri (Pajimatan Girirejo Imogiri). Terdapat empat

buah enceh yang merupakan hadiah dari negara sahabat Kesultanan Ngayogyakarta

Hadiningrat. Keempat enceh tersebut adalah: Nyai Siyem (dari Siam), Kyai Mendung (dari

Page 21: BAB3 asli

Rum/Turki), Kyai Danumaya (dari Aceh), Nyai Danumurti (dari Palembang). Setiap setahun

sekali hari pada hari Selasa Kliwon atau Jum’at Kliwon yang pertama di bulan Suro diadakan

upacara menguras air di dalam enceh dan mengganti dengan air yang baru. Sebagian

masyarakat percaya bahwa air yang berada di dalam enceh mengandung tuah yang berkhasiat

untuk mengobati penyakit, menolak bala, hingga meraih kesuksesan. Pelana Kuda Terdapat

sebuah pelana kuda di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang dianggap pusaka. Pelana

kuda ini dinamakan Kanjeng Kyai Cekathak.

Seni Budaya

Beberapa Instrumen dalam Gamelan

Seni budaya istana mencerminkan kekayaan adiluhung yang dimiliki oleh

Kerajaan/Kesultanan setempat. Hal ini sesuai dengan citra Kerajaan/Kesultanan yang

dianggap sebagai pusat dari peradaban dan kebudayaan. Berikut ini merupakan contoh seni

budaya Istana Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, yaitu gamelan yang mewakili seni

musik. Seperangkat gamelan terdiri dari beberapa alat musik, yaitu: kendang, bonang,

bonang penerus, demung, saron, peking (gamelan), kenong & kethuk, slenthem, gender,

gong, gambang, rebab, siter, dan suling. Berikut ini adalah contoh gambar dari masing-

masing alat musik gamelan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat:

Gamelan merupakan perpaduan dari berbagai alat musik tradisional yang menonjolkan

bunyi dari alat musik gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada

instrumen/alatnya, yang merupakan satu kesatuan utuh dan dibunyikan secara bersama. Kata

“gamelan” berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul/menabuh, diikuti akhiran

“an” yang menjadikannya kata benda.

Munculnya gamelan mendapat pengaruh yang sangat kuat dari kebudayaan Hindu-Budha.

Dalam mitologi Jawa, gamelan diciptakan oleh Sang Hyang Guru, seorang dewa yang

menguasai seluruh tanah Jawa dan bermukim di sebuah istana di gunung Mahendra di

Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu, Jawa Timur) pada Era Saka (tahun Saka). Pada

mulanya Sang Hyang Guru menciptakan gong untuk memanggil para dewa. Untuk pesan

yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk satu set

gamelan.

Page 22: BAB3 asli

Pada perkembangan kemudian, gamelan menggunakan proses penalaan dalam

membunyikannya (menabuh). Hingga kini dikenal 4 cara penalaan, yaitu sléndro, pélog,

degung (khusus daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan madenda (juga dikenal sebagai diatonis,

sama seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa). Pada praktekn ya, gamelan

dipakai sebagai pengiring seni tari tradisional, pertunjukan wayang (baik wayang kulit

maupun wayang orang), kethoprak, dan berbagai kesenian lainnya. Di Keraton Kesultanan

Yogyakarta terdapat seperangkat alat musik gamelan yang lengkap berjumlah 18 unit, yang

disebut Gamelan Ageng. Gamelan Ageng terdiri dari seperangkat atau satu pangkon berlaras

slendro dan satu pangkon berlaras pelog. Dari 18 unit tersebut, 3 di antaranya merupakan

gamelan lama dan disakralkan (hanya ditabuh pada acara dan waktu-waktu tertentu) yang

disebut Gamelan Pakumartan. Kelompok Gamelan Pakurmatan adalah Gamelan Sekaten

berlaras pelog, Gamelan Monggang berlaras slendro dan Gamelan Kodhok Ngorek berlaras

pelog.

Selain Gamelan Pakurmatan, terdapat pula kelompok gamelan sederhana, antara lain

Gamelan Gadhon yang terdiri dari beberapa jenis instrumen tertentu berlaras slendro dan atau

pelog, yaitu kendhang, gong, gender panembung, gender barung, rebab, gambang suling, siter,

kethuk, kenong, renteng, dan kemodhong. Kemudian ada pula Gamelan Cokekan yang berlaras

slendro dan atau pelog, yang terdiri dari kendhang, siter, gong, dan kemodhong. Bahan

pembuat gamelan adalah timah putih, tembaga, perunggu, kuningan, hingga besi kecuali pada

beberapa alat musik.

3.6 RAJA-RAJA KASULTANAN YOGYAKARTA

Sri Sultan Hamengku Buwono I

Nama kecil : BENDARA RADEN SUJONO

Tanggal lahir : 4 Agutus 1717, malam rabu pon. 26ruwah wawu 1641

Naik tahta : 13 Februari 1755, kamis pon, 29 Jumadilawal Be 1680

Wafat : 24 Maret 1792 MalamAkhad Kliwon, 1 Ruwah Je 1718

Makam : Pasereyan Pajimatan Imogiri, Kadhaton Suwargan.

Permaisuri ada 2 yaitu Gusti Kanjeng Ratu Kenana putri dari Bendara Pangeran

Harya Diponegoro (putra susuhunan Paku Buwono I) di Madiun. Yang ke dua Gusti Kanjeng

Ratu Kadipaten, lalu bergelar Kanjeng Ratu Hageng kemudian mendapat julukan Gusti Ratu

Page 23: BAB3 asli

Tegaljero. Seluruh istri termasuk permaisuri berjumlah 25 orang, jumlah putra-putrinya 32

orang.Penggantinya adalah putra ke 5 (putra sulung dari GKR Kadipaten)

Sri Sultan Hamengku BuwonoII

Nama kecil : GUSTI RADEN MAS SUNDORO

Tanggal lahir : 7 Maret 1750, malam Sabtu Legi, 28 Rabiulawal Alip 1675

Naik tahta : 2 Apil 1792, Senin Pon, 9 Ruwah je 1718

Wafat : 3 Januari 1828 malam Kamis Legi, 15 Jumadilakhir Alip 1755

Makam : Pasereyan dalem Astana Kotagede

Permaisuri ada 4 yaitu :

1. Gudti Kanjeng Ratu Kedhaton

2. Gusti Kanjeng Ratu Hemas

3. Gusti Kanjeng Ratu Sultan

Seluruh istri dan permaisuri berjumlah 28 orang, jumlah putra-putrinya 80 orang.

Penggantinya adalah GRM Surojo, putra ke lima, putra sulung dari permaisuri GKR

Krdhaton.

Sri Sultan Hamengku BuwonoIII

Nama kecil : GUSTI RADEN MAS SUROJO

Tanggal lahir : 20 Februari 1769, Malam Rabu Kliwon, 18 Syawal Dal 1694

Naik tahta : 12 Juni 1812, Ahad Pahing, 10 Jumadilakhir Alip 1739

Wafat : 3 November 1814 Malam Kamis Pahing, 19 Dulkaidah Jimawal 1741

Makam : Pasereyan Pajimatan Imogiri, Kadhaton Suwargan.

Permaisuri ada 3 yaitu ; Gusti Kanjeng Ratu Kencana, Gusti Kanjeng Ratu Hemas,

Gusti Kanjeng Ratu Wandhan. Seluruh istri termasuk permaisuri berjumlah 25 orang, jumlah

putra putrinya 32 orang. Penggantinya GRM Ibnu Jarot, putra ke18 putra bungsu dari GKR

Hageng.

Sri Sultan Hamengku Buwono IV

Nama kecil : GUSTI RADEN MAS IBNU JAROT

Tanggal lahir : 3 April 1804 Selasa kliwon, 22 Besar Jimakir 1730

Naik tahta : 10 November 1814, Kamis Wage, 20 Dulkaidah Jimawal 1714

Wafat : jumat Pahing, 22 Rabiul Awal Je 1750

Makam : Pasereyan Pajimatan Imogiri, Kadhaton Besiyaran.

Permaisuri ada 1 ; Gusti Kanjeng Ratu Kencono kemudian bergelar Gusti Kanjeng Hageng.

Seluruh istri termasuk permaisuri ada 9, seluruh putra putrinya 8 orang. Penggantinya adalah

GRM Ghatot Menol putra ke6 dari KGR Kencana.

Page 24: BAB3 asli

Sri Sultan Hamengku Buwono V

Nama kecil : GUSTI RADEN MAS GATHOT

Tanggal lahir : 24 JANUARI 1820, Senin Klliwon, 7 Rabiul Akir Alip 1747

Naik tahta : 19 Desember 1823 Kamis Kliwon, 5 Rabiul Akhir Je 1750

Wafat : 5 Juni 1855 Selasa legi, 20 Siyam Dal 1783

Makam : Pasereyan Pajimatan Imogiri, Kadhaton Besiyaran.

Permaisuri ada 2 yaitu ;Gusti Kanjeng Ratu Kencono, Gusti Kaneng Ratu Kadhaton.

Seluruh istri dan permaisuri berjumlah 5 orang, seluruh putra putrinya 9 orang. Penggantinya

adalah GRM Mustojo, yaitu adik dari Sri Sultan HB V.

Sri Sultan Hamengku Buwono VI

Nama kecil : GUSTI RADEN MAS MUSTOJO

Tanggal lahir : 10 Agustus 1821 Ahad Pon, 21 Dulkaidah Ehe 17

Naik tahta : 5 Juli 1855 Syawal Dal

Wafat : 20 Juli 1877 9 Rejeb Je 1

Makam : Pajimatan Imogiri, Kadhaton Besiyaran.

Permaisuri ada 2 yaitu; Gusti Kanjeng Ratu Kenono kemudian bergelar Gusti kanjeng Ratu

Hamengku Buwono. Yang ke dua Gusti Kanjeng Ratu Sultan kemudian bergelar Gusti

Kanjeng Ratu Hageng. Seluruh istri dan selir ada 10 orang, seluruh putra putrinya ada 23

orang. Penggantinya adalah GRM Murtejo, putra pertama dari GKR Sultan.

Sri Sultan Hamengku Buwono VII

Nama kecil : GUSTI RADEN MAS MURTEJO

Tanggal lahir : 4 Februari 1839 Senin legi, 20 Dulkaidah Je 1766

Naik tahta : 13 Agustus 1 Ruwah Je 1806

Wafat : 30 Januari 1921

Makam : Pasereyan Pajimatan Imogiri, Kadhaton Suwargan.

Permaisuri ada 3 yaitu; GKR Kencono kemudian bergelar GKR Wandhan, GKR Hemas

kemudian bergelar GKR Hageng, GKR Kencono. Seluruh istri dan permaisuri ada 21 orang,

seluruh putra putrinya 78 orang. Penggantinya GRM Sujadi, putra ke 5 dari GKR Hemas.

Sri Sultan Hamengku Buwono VIII

Nama kecil : Gusti Raden Mas Sujadi

Tanggal lahir : 3 Maret 1880 Rabu Wage, 21 Rabiul Awal Wawu 1809

Naik tahta : 8 Februari 1921 Selasa Kliwon Jumadilawal Alip 1851

Wafat : 22 Oktober 1939

Makam : Pasereyan Pajimatan Imogiri, Kadhaton Sapterengga.

Page 25: BAB3 asli

Permaisuri ada 1 yaitu; Kanjeng Raden Ayu Adipati Anom Hamengkunegoro.

Seluruh istri termasuk permaisuri ada 8 orang, seluruh putra putrinya ada 41 orang.

Penggantinya GRM Dorojatun, setu satunya putra dari permaisuri.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX

Nama kecil : Gusti Raden Mas Dorojatun

Tanggal lahir : 12 April 1912 Malam Sabtu Pahing, 25 Rabiul akhir Jimakir 1842

Naik tahta : 18 Maret 1940

Wafat : 3 Oktober 1988 Senin Wage, 21 Sapar Wawu 1921 (di Washington DC

Amerika Serikat)

Makam : Pasereyan Pajimatan Imogiri, Kadhaton Sapterengga.

Permaisuri tidak ada, istri selir ada 5 yakni;

1. Kanjeng Raden Ayu Pintoko Purnomo Hamengku Buwono IX

2. Kanjeng Raden Ayu Windyaningrum Hamengku Buwono IX

3. Kanjeng Raden Ayu Hastungkoro Hamengku Buwono IX

4. Kanjeng Raden Ayu Ciptomurti Hamengku BuwonoIX

5. Kanjeng Raden Ayu Norma Nindya Kirana Hamengku BuwonoIX

Seluruh putra putrinya berjumlah 22 orang, penggantinya adalah BRM Herjuno Darpito, putr

ke2 dari Garwa Ampeyan KRAyWindyaningrum Hamengkubuwono IX

Sri Sultan Hamengku Buwono X

Nama kecil : Bandara Raden Mas Herjuno Darpito

Tanggal lahir : 2 April 1946 Selasa Wage

Naik tahta : 7 Maret 1989, Selasa Wage 29 Rejeb Wawu 1921

Pemerintahan Kesultanan Yogyakarta mengalami banyak perubahan di bawah

kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono X (HB X). Fluktuasi kehidupan demokrasi di

Indonesia membuat HB X menemukan banyak alternatif perspektif budaya untuk

menyelenggarakan pemerintahan Keraton Yogyakarta. Dengan bekal wawasan demokrasi

inilah, ia menunjukkan bahwa Raja bukan lagi gung binathara (kekuasaan Raja itu agung),

melainkan sosok yang seharusnya demokratis. Raja Jawa ini tetap berprinsip bahwa

kedaulatan rakyat tetap berbudi bawa leksana (berkepribadian baik dan adil). Tentang konsep

ini, ia memiliki paham kebangsaan yang tinggi.

Sri Sultan Hamengku Buwono X adalah salah seorang Raja di Kesultanan Yogyakarta

dan juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sejak 1998. Sri Sultan HB X lahir

dengan nama BRM (Bendoro Raden Mas) Herjuno Darpito. Setelah dewasa, beliau bergelar

KGPH Mangkubumi dan setelah diangkat sebagai Putra Mahkota, diberi gelar KGPAA

Page 26: BAB3 asli

Hamengku Negara Sudibyo Rajaputra Nalendra ing Mataram. Sultan HB X adalah alumnus

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM).

Pada pada tanggal 7 Maret 1989 (Selasa Wage 19 Rajab 1921) beliau resmi dinobatkan

sebagai Raja dengan gelar “Sampeyan Dalem ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Sultan

Hamengku Buwono Senapati ing Ngalogo Ngabdurrokhman Sayidin Panotogomo

Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Dasa”. Gelar ini memiliki arti bahwa Sultan adalah

penguasa sah dunia yang fana ini, dia juga Senopati Ing Ngalogo yang berarti mempunyai

kekuasaan untuk menentukan perdamaian atau peperangan, dan bahwa dia pulalah panglima

tertinggi angkatan perang pada saat terjadi peperangan. Sultan juga Ngabdurrokhman Sayidin

Panoto Gomo atau penata agama yang pemurah, sebab dia diakui sebagai Kalifatullah,

pemimpin utusan Allah.

3.7 UPACARA – UPACARA PENTING

Upacara Grebeg

Upacara yang juga biasa disebut "Bedhol Songsong" oleh masyarakat Yogyakarta ini

merupakan upacara puncak dari peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Upacara

ini diselenggarakan pada tanggal 12 Maulud setiap tahunnya. Ini berarti pagi hari setelah

perangkat gamelan kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu dibawa masuk kembali ke dalam

keraton dan di simpan di bangsal Sri Manganti.

Upacara Grebeg Maulud dimulai dengan kirab atau parade kesatuan prajurit kraton

yang mengenakan pakaian kebesaran masing-masing. Sedangkan puncak dari acara ini adalah

iringan gunungan yang dibawa menuju Masjid Agung, dimana diselenggarakan do'a dan

upacara persembahan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa.

Pada upacara ini, sebagian gunungan, yang dipercaya memiliki daya tuah terutama

bagi kaum tani, dibagi-bagikan kepada masyarakat dengan cara diperebutkan. Masyarakat

berebut mendapatkannya. Menutut anggapan mereka, dengan mendapatkan bagian dari

gunungan ini, tekad mereka akan dapat semakin kuat. Dan bila di tanam di lahan persawahan,

maka hasil panen mereka akan melimpah. Mereka meyakini bahwa khasiat do'anya dapat

membawa berkah dari Tuhan berupa kesuburan dan terhindar dari berbagai hama perusak

tanaman.

Tak hanya Upacara Grebeg Maulud, banyak upacara kebudayaan lainnya yang

diselenggarakan di Yogyakarta. Salah satunya adalah Grebeg Besar yang diselenggarakan

pada tanggal 10 Bulan Besar, berkaitan dengan peringatan Hari Raya Qurban – Idhul Adha.

Upacara lainnya adalah Grebeg Syawal yang di selenggarakan pada tanggal 1 Syawal sebagai

Page 27: BAB3 asli

ucapan terimakasih dan rasa syukur masyarakat Yogyakarta kepada Tuhan, dengan telah

berhasil diselesaikannya ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh.

Upacara Sekaten

Sekaten atau upacara Sekaten (berasal dari kata Syahadatein) adalah acara peringatan

ulang tahun nabi Muhammad s.a.w. yang diadakan pada tiap tanggal 5 bulan Jawa Mulud

(Rabiul awal tahun Hijrah) di alun-alun Yogyakarta (dan juga di alun-alun Surakarta secara

bersamaan). Upacara ini dulunya dipakai oleh Sultan Hamengkubuwana I, pendiri keraton

Yogyakarta untuk mengundang masyarakat mengikuti dan memeluk agama Islam.

Dinamakan Syahadatain (2 kalimat syahadat), karena perayaan Maulud Nabi Muhammad

SAW pada zaman dahulu diadakan di masjid Demak, sehingga para pengunjung yang datang

diwajibkan membaca dua kalimat Syahadat. Maka, keramiaan itu kemudian terkenal dengan

syahadatan atau syahadatein, yang kini lalu menjadi kata sekaten (syahadatein).

Sejarah sekaten :

Pada tahun 1939 Caka atau 1477 M, Raden Patah selaku Adipati Kabupaten Demak

Bintoro, dengan dukungan para Wali membangun Masjid Agung Demak sebagai tempat

ibadah dan tempat bermusyawarah para wali. Salah satu hasil musyawarah para wali dalam

rangka meningkatkan syiar Islam, selama 7 (tujuh) hari menjelang peringatan hari kelahiran

Nabi Muhammad SAW, diadakan kegiatan syiar Islam secara terus menerus. Supaya menarik

pengunjung, dibunyikan 2 (dua) perangkat gamelan ciptaan Sunan Giri, dengan membawa

gendhing-gendhing tertentu ciptaan para wali,terutama Sunan Kalijaga.

Para pengunjung yang menyatakan ingin “ngrasuk” agama Islam setelah mengikuti kegiatan

syiar agama Islam tersebut dituntun untuk mengucapkan 2 (dua) kalimat syahadat

(syahadatain). Dari kata syahadatain yang berarti dua kalimat syahadat itulah menjadi

SEKATEN akibat perubahan pengucapan, sebagai istilah yang menandai kegiatan syiar

agama Islam yang dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari terus menerus menjelang sampai

dengan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW mulai tanggal 5 sampai dengan 12

Maulud atau Robi’ul Awal setiap tahun. Keramaian jelang Maulud Nabi Muhammad SAW di

Demak Bintoro, bermula dari pertemuan rutin para Wali pada setiap tanggal 6-12 bulan

Rabiullawal atau selama 7 hari. Pada hari terakhir pertemuan, diadakan keramaian untuk

memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW. Lama pertemuan para Wali inilah yang

hingga kini diuri-uri dengan tetap mengadakan sekaten selama 7 hari, terhitung sejak keluar

hingga masuknya kembali Gamelan Sekaten dari dan ke Kraton (Jogja dan Solo). Adapun

Page 28: BAB3 asli

pasar malam sekaten yang diadakan selama satu bulan lebih, adalah keramaian yang

diadakakan guna memeriahkan ritus religius itu.

Karena perayaan Maulud Nabi Muhammad SAW di zaman itu diadakan di masjid

Demak, para pengunjung yang datang diwajibkan membaca kalimat Syahadat. Maka,

keramian itu kemudian terkenal dengan syahadatan atau syahadatein, yang kini lalu menjadi

kata sekaten (syahadatein). Sementara itu, keramaian dan dominasi Demak Bintoro yang

didukung oleh para Wali sakti dan waskita, membuat Prabu Brawijaya V bersedih. Selama 12

hari Brawijaya V bersemedi, memohon kepada para Dewa agar diberi keselamatan. Para ahli

gendhing kraton Majapahit menciptakan tembang baru untuk menghibur Prabu Brawijaya V.

Namun, tembang baru itu terdengar seperti suara Kinjeng Tangis. Sang Prabu pun justru

semakin sedih. Tetabuhan gamalen yang membuat Sang Prabu kian sesek ati atau sesak hati,

kemudian juga diartikan sebagai asal kata sekaten.

Ketika Kerajaan Majapahit akhirnya benar-benar runtuh, seluruh harta kekayaan

termasuk Gong Kiai Sekar Delima menjadi milik Demak Bintoro. Dengan demikian gamelan

menjadi dua, Kiai Sekati dan Kiai Sekar Delima. Oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, Gong Kiai

Sekar Delima diubah namanya menjadi Nyai Sekati. Dua gamelan ini kemudian dikenal

sebagai Gamelan Sekaten yang harus selalu sepasang. Sekaten yang kemudian berkembang

menjadi pesta rakyat tradisional terus diselenggarakan setiap tahun, seiring dengan

tumbuhnya Kabupaten Demak Bintoro menjadi Kerajaan Islam, bahkan Sekaten menjadi

tradisi resmi. Demikian pula saat bergesernya Kerajaan Islam ke Mataram serta Kerajaan

Islam Mataram terbagi menjadi dua, yakni Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan

Ngayogyakarta Hadiningrat, Sekaten sebagai Upacara tradisional keagamaan Islam masih

terus di selenggarakan beserta pesta rakyat tradisional yang menyertainya.

Dari perkembangan penyelenggaraan Sekaten tahun demi tahun di Kasultanan

Ngayogyakarta Hadiningrat, pada pokoknya terdiri dari:

1. Dibunyikan dua perangkat gamelan, Kanjeng Kyai Nogowilogo dan Kanjeng Kyai Guntur

Madu, selama 7 hari berturut turut kecuali Kamis Malam sampai Jum’at Siang, di Kagungan

Dalem Pagongan Masjid Agung Yogyakarta.

2. Peringatan hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW, pada tanggal 11 Maulud malam, di

Serambi Kagungan Dalem Masjid Agung, dengan pembacaan riwayat Nabi Muhammad

SAW oleh Abdi Dalem Sinuwun, para kerabat, pejabat dan rakyat Ngayogyakarta

Hadiningrat.

3. Pemberian sedekah Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan,

Page 29: BAB3 asli

berupa hajad Dalem Gunungan dalam Upacara Garebeg sebagai puncak acara Sekaten

peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Page 30: BAB3 asli

BAB IV

PENUTUP

4.1 REFLEKSI

Pandangan menurut kelompok kami mengenai keraton Jogjakarata yang dibaratkan

sebagai bendera merah putih di Indonesia memang sangat tepat dan luar biasa, dimana

didalam kesultanan jogjakarata terdapat tradisi-tradisi serta kebudayaan yang dari dulu

sampai sekarang masih terjaga, diwariskan dan masih kokoh untuk icon bangsa Indonesia

khususnya masyarakat yang ada dijogja.

Keraton Jogjakarta memiliki filosofi yang sangat kental dengan adat jawanya, Salah

satu keraton yang paling menonjol perannya dalam melakukan Islamisasi kebudayaan Jawa

atau Jawanisasi Islam adalah keraton Yogyakarya yang keberadaannya secara historis-politis

mulai ada setelah ditanda tanganinya Perjanjian Giyanti pada zaman Belanda. Isi perjanjian

itu memecah Mataram menjadi dua kawasan pemerintahan, yaitu Kasunanan Surakarta dan

Kesultanan Yogyakarta. Yogyakarata sampai saat ini, kraton Yogyakarta mempunyai

peranan yang sangat penting sebagai faktor menentu dalam dinamika kehidupan masyarakat

Yogyakarta. Yogyakarta adalah titik puncak kehidupan masyarakat dan kehidupan Jawa-

Islam yang mencerminkan kehidupan religius dalam kehidupan masyarakat Jawa. D.I

Yogyakarta memiliki banyak sekali budaya yang sepertinya tidak pernah habis diceritakan

dari masa ke masa. Kebudayaan yang paling terkenal di D.I Yogyakarta adalah hal-hal yang

berkenaan dengan keraton Yogyakarta.

Selain berfungsi sebagai tempat tinggal Sultan beserta keturunan-keturanannya,

keraton ini biasa digunakan sebagai pusat pemerintahan kesultanan Yogyakarta. Tiap-tiap

bangunan memiliki nama yang sangat njawani. Yaitu, Tratag Rambat, Siti Hinggil Ler,

Kemandungan Lor, Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kemandungan Kidul, dan Siti

Hinggil Kidul. Kegunaan tiap-tiap bangunan utama juga berbeda. Bangunan utama pertama

yang terdapat di keraton Yogyakarta adalah bangunan yang biasa digunakan para abdi dalem

ketika menghadap sultan dalam berbagai upacara adat. Bangunan ini biasa disebut Tratag

Rambat. Bangunan utama kedua bernama Siti Hinggil Ler. Bangunan ini biasa digunakan

oleh Sultan untuk meresmikan sesuatu. Pada 1949,Universitas Gadjah Mada pun diresmikan

di tempat ini. Jadi keraton yojgakarata memiliki karisma tersendiri bagi bangsa Indonesia,

dan kami sangat bangga terhadap adanya keraton Yogjakarta yang memberkan sunbangsi

besar terhadap berdirinya kebudayaan Indonesia.

Page 31: BAB3 asli

4.2 SARAN DAN TINDAK LANJUT

Indonesia adalah negara yang mempunyai beragam kebudayaan. Keberagaman yang

ada di Indonesia pun sepertinya sudah banyak diakui masyarakat dunia. Salah satu

keberagaman budaya Indonesia yang terkenal hingga mancanegara adalah kebudayaanyang

berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Keraton Yogyakarta merupakan salah satu simbol

utama dari Yogyakarta. Pembangunan Keraton Yogyakarta sendiri tidaklah sembarangan

tetapi diperhitungkandengan matang dan dipengaruhi banyak filosofi serta kepercayaan

mitologis yangmencerminkan kuatnya tradisi masyarakat Yogyakarta.

Keraton juga menunjukkan kuatnya akulturasi antara tradisi Jawa tradisional dengan

budaya Islam melalui berbagai simbolisasiyang tersebar di banyak bagian kompleks

Keraton.Keraton Yogyakarta juga tidak hanya menjadi bangunan yang penting bagi

keluargakesultanan dan masyarakat Yogya, namun juga memiliki peranan dalam

sejarah nasional bangsa Indonesia. Pemanfaatan Keraton Yogyakarta pada masa sekarang

memang sudahsangat berkembang dan mengalami berbagai perubahan. Salah satu yang

paling mencolok adalah pembukaan Keraton sebagai objek wisata. Meskipun demikian, di

tengah arusmodernisasi tersebut, Keraton masih dapat mempertahankan tradisi kehidupan

Keraton sehingga nilai-nilai kehidupan Keraton masih dapat terpelihara dengan baik.

Page 32: BAB3 asli

DAFTAR PUSTAKA

Kemala Atmaja, Wawancara : Lebih Baik Mati daripada Malu, KPHG.

Mangkubumi Tentang Para Selir Dan Eksistansi Keraton, Matra, Nomor 28 November 1988.

Mandoyokusumo KPH., Serat Raja Putra Ngayogyakarta Hadiningrat Cetakan Ke-V Tahun 1988, Bebadan Museum Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Moejanto g., Garis-Garis Besar Sejarah Kasultanan Yogyakarta, Kedaulatan Rakyat, 7 Maret 1989.

Moelyono, Labuhan, Mekarsari Nomor 01 Tahun XXXIV, 7 Maret 1990.