anastesi BAB3

34
BAB III AIRWAY MANAGEMENT I. Pengertian Airway Manajement ialah memastikan jalan napas terbuka. Menurut The Commite on Trauma: American College of Surgeon tindakan paling penting untuk keberhasilan resusitasi adalah segera melapangkang saluran pernapasan, yaitu dengan cara: 1) Tripel airway maneuver 2) Maneuver heimlich. 1. Triple Airway Manuever. Pada Triple Airway Manuever terdapat tiga perlakuan yaitu: a. Kepala ditengadahkan dengan satu tangan berada di bawah leher, sedangkan tangan yang lain pada dahi. Leher diangkat dengan satu tangan dan kepala ditengadahkan ke belakang oleh tangan yang lain b. Menarik rahang bawah ke depan, atau keduanya, akan mencegah obtruksi hipofarings oleh dasar lidah. Kedua gerakan ini meregangkan jaringan antara larings dan rahang bawah. c. Menarik / mengangkat dasar lidah dari dinding pharyinx posterior. 2. Manuever Heimlich

description

anestesi

Transcript of anastesi BAB3

Page 1: anastesi BAB3

BAB III

AIRWAY MANAGEMENT

I. Pengertian

Airway Manajement ialah memastikan jalan napas terbuka. Menurut The

Commite on Trauma: American College of Surgeon tindakan paling penting

untuk keberhasilan resusitasi adalah segera melapangkang saluran pernapasan,

yaitu dengan cara:

1) Tripel airway maneuver

2) Maneuver heimlich.

1. Triple Airway Manuever.

Pada Triple Airway Manuever terdapat tiga perlakuan yaitu:

a. Kepala ditengadahkan dengan satu tangan berada di bawah leher,

sedangkan tangan yang lain pada dahi. Leher diangkat dengan satu

tangan dan kepala ditengadahkan ke belakang oleh tangan yang lain

b.  Menarik rahang bawah ke depan, atau keduanya, akan mencegah

obtruksi hipofarings oleh dasar lidah. Kedua gerakan ini meregangkan

jaringan antara larings dan rahang bawah.

c.  Menarik / mengangkat dasar lidah dari dinding pharyinx posterior.

2. Manuever Heimlich

Manuever Heimlich (The Committee on Trauma: American

College of Surgeon) ini merupakan metode yang paling efektif untuk

mengatasi obstruksi saluran pernapasan atas akibat makanan atau benda

asing yang terperangkap dalam pharynx posterior atau glottis.

Korban menjadi pucat yang diikuti dengan bertambahnya

sianosis, anoxia dan kematian. Pada kondisi tersebut di atas, maneuver

dapat dilaksanakan dengan posisi penolong berdiri atau berbaring.

a. Korban dalam keadaan sadar.

Penolong berdiri di belakang korban dan memeluk pinggang

korban dengan kedua belah tanggan, kepalan salah satu tangan

digenggam oleh tangan yang lain. Sisi ibu jari kepalan penolong

menghadap abdomen korban diantara umbilicus dan thoraks. Kepalan

Page 2: anastesi BAB3

tersebut ditekankan dengan sentakan ke atas yang cepat pada abdomen

korban. Penekanan tersebut tidak boleh memantul, dan pada waktu di

puncak tekanan perlu diberi waktu untuk menahan 0.5-1 detik dan

setelah itu tekanan dilepas, perbuatan ini harus diulang-ulang beberapa

kali. Naiknya diafragma secara mendadak menekan paru-paru yang

dibatasi oleh dinding rongga dada, meningkatkan tekanan intrathoracal

dan memaksa udara serta benda asing keluar dari dalam saluran

pernapasan.

b. Korban dalam keadaan tidak sadar.

Korban berbaring terlentang dan penolong berlutut melangkahi

panggul korban. Penolong menumpukan kedua belah tanggannya dan

meletakkan panggkal salah satu telapak tangan pada abdomen korban,

kemudian melaksanakan prosedur yang sama pada posisi berdiri.

Airway Management merupakan tahapan awal PPGD. Untuk menilai airway,

terdapat 3 tahapan, yaitu:

1. Look (lihat sumbatan pada jalan napas, daerah bibir, dan pengembangan

dada),

2. Listen (dengar suara napas),

3. Feel (rasakan hembusan napas).

II. Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) Tanpa Alat

a. Pengertian: tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas

dengan tetap memperhatikan kontrol servikal

b. Tujuan: membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya

udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase

tubuh

c. Pengkajian Jalan Napas :

L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela

iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran

Page 3: anastesi BAB3

L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan

F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi

penolong

Gambar:  Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara

simultan. Cara ini dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan

pernafasan.

d. Tindakan

1. Membuka jalan nafas dengan proteksi cervical

a. Chin Lift maneuver (tindakan mengangkat dagu)

b. Jaw thrust maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah)

c. Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)

Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukan

maneuver jaw thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.

Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan

teknik Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang

disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah.

Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga

mulut dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari.

Page 4: anastesi BAB3

Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu

adanya sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas

(apnea)

Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara

melalui mulut, bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada

sumbatan pada jalan nafas dan dilakukanmaneuver Heimlich.

Gambar: Pemeriksaan sumbatan jalan nafas di daerah mulut dengan

menggunakan teknik cross finger

Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas

tambahan):

Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara

mengatasi: chin lift, jaw thrust, pemasangan pipa

orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.

Berkumur (gargling), penyebab: ada cairan di daerah hipofaring.

Cara mengatasi: finger sweep, pengisapan/suction.

Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara

mengatasi :cricotirotomi, trakeostomi.

2. Membersihkan jalan nafas

a. Sapuan jari (finger sweep)

Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing

pada rongga mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah,

muntahan, benda asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang.

Cara melakukannya :

Page 5: anastesi BAB3

Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher)

kemudian buka mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah

bila otot rahang lemas (maneuver emaresi)

Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau

dibungkus dengan sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan

rongga mulut dengan gerakan menyapu.

Gambar: Tehnik finger sweep

3. Mengatasi sumbatan nafas parsial

Dapat digunakan teknik manual thrust:

Abdominal thrust

Chest thrust

Page 6: anastesi BAB3

Back blow

Jika sumbatan tidak teratasi, maka penderita akan :

Gelisah oleh karena hipoksia

Gerak otot nafas tambahan (retraksi sela iga, tracheal tug)

Gerak dada dan perut paradoksal

Sianosis

Kelelahan dan meninggal

Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah JALAN NAFAS

BEBAS!

Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas

bebas

Beri oksigen bila ada 6 liter/menit

Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke

depan, posisi leher netral

Nilai apakah ada suara nafas tambahan.

Page 7: anastesi BAB3

Gambar:  Pasien tidak sadar dengan posisi terlentang, perhatikan

jalan nafasnya! Pangkal lidah tampak menutupi jalan nafas

Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan nafas.

Ingat tempatkan korban pada tempat yang datar! Kepala dan leher korban

jangan terganjal!

e. Chin Lift

Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan

Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang

dagu pasien kemudian angkat.

f. Head Tilt

Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh

dilakukan pada pasien dugaan fraktur servikal.

Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah

sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun

terangkat ke depan.

Page 8: anastesi BAB3

Gambar: Tangan kanan melakukan  Chin lift ( dagu diangkat). dan

tangan kiri melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi

menutupi jalan nafas.

g. Jaw thrust

Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan

gigi bawah berada di depan barisan gigi atas

Gambar: manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih

Mengatasi sumbatan parsial/sebagian. Digunakan untuk membebaskan sumbatan

dari benda padat.

Gambar: Tampak ada orang yang tersedak atau tersumbat jalan nafasnya

h. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)

Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang.

Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma –

abdomen).

Page 9: anastesi BAB3

i. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau

duduk

Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang

korban dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan

letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar

dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan

tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat

ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.

j. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak

sadar)

Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke

atas. Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada

perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung

tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong

menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas.

Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi

terbaring tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan

Resusitasi Jantung Paru (RJP).

k. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri

Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.

Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas

pusar dan di bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri

tekanan ke atas kea rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat

dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi

Gambar:  Abdominal Thrust dalam posisi berdiri

Page 10: anastesi BAB3

l. Back Blow (untuk bayi)

Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak

efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada

punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang

punggung/vertebrae)

Gambar:  Back blow pada bayi

m. Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)

Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan

jari telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara

kedua putting susu pasien). Bila penderita sadar, tidurkan terlentang,

lakukanchest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan.

III. Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) dengan Alat

Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil

dengan sempurna dan fasilitas tersedia.

Peralatan dapat berupa :

a. Pemasangan Pipa (tube)

Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa orofaring

(mayo), pipa nasofaring atau pipa endotrakea tergantung kondisi korban.

Penggunaan pipa orofaring dapat digunakan untuk mempertahankan jalan

nafas tetap terbuka dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke

belakang yang dapat menutup jalan nafas terutama bagi penderita tidak

sadar

Page 11: anastesi BAB3

Pemasangan pipa endotrakea akan menjamin jalan nafas tetap terbuka,

menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernafasan

1. Esophageal – Tracheal Combitube (ETC)

a. Teknik & Bentuk Pipa

Pipa kombinasi esophagus – tracheal (ETC) terbuat

dari gabungan 2 pipa, masing-masing dengan konektor 15

mm pada ujung proksimalnya. Pipa biru yang lebih panjang

ujung distalnya ditutup. Pipa yang tranparant berukuran

yang lebih pendek punya ujung distal terbuka dan tidak ada

sisi yang perporasi. ETC ini biasanya dipasangkan secara

buta melalui mulut dan dimasukkan sampai 2 lingkaran

hitam pada batang batas antara gigi atas dan bawah. ETC

mempunyai 2 balon untuk digembungkan, 100 ml untuk

balon prosikmal dan 15 ml untuk balon distal, keduanya

harus dikembungkan secara penuh setelah pemasangan.

Pipa yang bening yang lebih pendek dapat digunakan untuk

dekompresi lambung. Pilihan lain, jika ETC masuk ke

dalam trakhea, ventilasi melalui pipa yang bening akan

langsung gas ke trachea. Meskipun pipa kombinasi masih

rerdaftar sebagai pilihan untuk penanganan jalan nafas yang

sulit dalam algoritma Advanced Cardiac Life Support,

biasanya jarang digunakan oleh dokter anestesi yang lebih

suka memakai LMA atau alat lain untuk penanganan pasien

dengan jalan nafas yang sulit.

Pipa Tracheal (TT)

TT digunakan untuk mengalirkan gas anestesi

langsung ke dalam trachea dan mengijinkan untuk kontrol

ventilasi dan oksigenasi. Pabrik menentukan standar TT

(American National Standards for Anesthetic Equipment;

ANSI Z-79). TT kebanyakan terbuat dari polyvinylchloride.

Pada masa lalu, TT diberi tanda “IT” atau “Z-79” untuk

Page 12: anastesi BAB3

indikasi ini telah dicoba untuk memastikan tidak beracun.

Bentuk dan kekakuan dari TT dapat dirubah dengan

pemasangan mandren. Ujung pipa diruncingkan untuk

membantu penglihatan dan pemasangan melalui pita suara.

Pipa Murphy memiliki sebuah lubang (mata Murphy) untuk

mengurangi resiko sumbatan pada bagian distal tube bila

menempel dengan carina atau trachea.

Tahanan aliran udara terutama tergantung dari

diameter pipa, tapi ini juga dipengaruhi oleh panjang pipa

dan lengkungannya. Ukuran TT biasanya dipola dalam

milimeter untuk diameter internal atau yang tidak umum

dalam scala Prancis (diameter external dalam milimeter

dikalikan dengan 3). Pemilihan pipa selalu hasil kompromi

antara memaksimalkan flow dengan pipa ukuran besar dan

meminimalkan trauma jalan nafas dengan ukuran pipa yang

kecil.

Kebanyakan TT dewasa memiliki sistem

pengembungan balon yang terdiri dari katup, balon

petunjuk (pilot balloon), pipa pengembangkan balon, dan

balon (cuff). Katup mencegah udara keluar setelah balon

dikembungkan. Balon petunjuk memberikan petunjuk kasar

dari balon yang digembungkan. Inflating tube dihubungkan

dengan klep. Dengan membuat trakhea yang rapat, balon

TT mengijinkan dilakukannya ventilasi tekanan positif dan

mengurangi kemungkinan aspirasi. Pipa yang tidak

berbalon biasanya digunakan untuk anak-anak untuk

meminimalkan resiko dari cedera karena tekanan dan post

intubasi croup.

Page 13: anastesi BAB3

Ada 2 tipe balon TT yaitu balon dengan tekanan tinggi

volume rendah dan tekanan rendah volume tinggi. Balon tekanan

tinggi dikaitkan dengan besarnya iskhemia mukosa trachea dan

kurang nyaman untuk intubasi pada waktu lama. Balon tekanan

rendah dapat meningkatkan kemungkinan nyeri tenggorokan (luas

area kontak mukosa), aspirasi, ekstubasi spontan, dan pemasangan

yang sulit ( karena adanya floppy cuff). Meskipun demikian,

karena insidensi rendah dari kerusakan mukosa, balon tekanan

rendah lebih dianjurkan.

Tekanan balon tergantung dari beberapa faktor: volume

pengembangan, diameter balon yang berhubungan dengan trachea,

trachea dan komplians balon, dan tekanan intratorak (tekanan

balon dapat meningkat pada saat batuk). Tekanan balon dapat

menaik selama anetesi umum sebagai hasil dari difusi dari N2O

dari mukosa tracheal ke balon TT.

TT telah dimodifikasi untuk berbagai penggunaan khusus.

Pipa yang lentur, spiral, wire – reinforced TT (armored tubes),

tidak kinking dipakai pada operasi kepala dan leher, atau pada

pasien dengan posisi telungkup. Jika pipa lapis baja menjadi

kinking akibat tekanan yang ekstrim ( contoh pasien bangun dan

menggigit pipa), lumen pipa akan tetutup dan pipa TT harus

diganti. Pipa khusus lainnya termasuk pipa mikrolaringeal, RAE

Page 14: anastesi BAB3

tube, dan lubang pipa ganda (double lumen tube). Semua TT

memiliki garis yang dilekatkan dan bersifat radiogopak yang

mengijinkan dapat dilihatnya ETT pada trachea.

Rigid Laryngoscope

Laringoskop adalah instrumen untuk pemeriksaan laring

dan untuk fasilitas intubasi trachea. Handle biasanya berisi batre

untuk cahaya bola lampu pada ujung blade, atau untuk energi

fiberoptic bundle yang berakhir pada ujung blade. Cahaya dari

bundle fiberoptik tertuju langsung.

Laringoskop dengan lampu fiberoptic bundle dapat cocok

digunakan diruang MRI. Blade Macintosh dan Miller ada yang

melengkung dan bentuk lurus. Pemilihan dari blade tergantung dari

kebiasaan seseorang dan anatomi pasien. Disebabkan karena tidak

ada blade yang cocok untuk semua situasi, klinisi harus familier

dan ahli dengan bentuk blade yang beragam.

Page 15: anastesi BAB3

Laringoskop Khusus

Dalam 15 tahun terakhir, terdapat 2 laringskop baru yang

telah dibuat, untuk membantu dokter anestesi menjamin jalan nafas

pada pasien dengan jalan nafas yang sulit- Laringokop Bullard dan

laringoskop Wu

Keduanya memiliki sumber cahaya fiberoptic dan blade

yang melengkung dengan ujung yang panjang, dan didisain untuk

membantu melihat muara glotis pada pasien dengan lidah besar

atau yang memiliki muara glotis sangat anterior. Banyak dokter

Page 16: anastesi BAB3

anestesi percaya bahwa alat ini untuk mengantisipasi pasien yang

memiliki jalan nafas sulit. Bagaimanapun juga, seperti halnya alat-

alat lain yang digunakan jalan nafas pasien, pengalaman

penggunaannya harus dilakukan pada pasien normal sebelum

digunakan pada saat penting dan memergensi pada pasien dengan

jalan nafas sulit.

Flexible Fiberoptic Bronchoscope (FOB)

Dalam beberapa situasi, -misalnya pasien dengan tulang

cervical yang tidak stabil, pergerakan yang terbatas pada temporo

mandibular join, atau dengan kelainan kongenital atau kelainan

didapat pada jalan nafas atas- laringoskopi langsung dengan

penggunakan rigid laringoskop mungkin tidak dipertimbangkan

atau tidak dimungkinkan. Suatu FOB yang feksibelmemungkin

visualisasi tidak langsung dari laring dalam beberapa kasus atau

untuk beberapa situasi dimana direncanakan intubasi sadar (awake

intubation). FOB dibuat dari fiberglass ini mengalirkan cahaya dan

gambar oleh refleksi internal-contohnya sorotan cahaya akan

terjebak dalam fiber dan terlihat tidak berubah pada sisi yang

berlawanan. Pemasangan pipa berisi 2 bundel dari fiber, masing-

masing berisi 10.000 – 15.000 fiber. Satu bundel menyalurkan

cahaya dari sumber cahaya ( sumber cahaya bundel) yang terdapat

diluar alat atau berada dalam handle yang memberikan gambaran

resolusi tinggi.

Page 17: anastesi BAB3

Manipulasi langsung untuk memasangkan pipa dilakukan dengan

kawat yang kaku. Saluran aspirasi digunakan untuk suction dari

sekresi, insuflasi oksigen atau penyemprotan anestesi lokal.

Saluran aspirasi sulit untuk dibersihkan, akan tetapi, sebagai

sumber infeksi sehingga memerlukan kehati-hatian pada

pembersihan dan sterilisasi telah digunakan.

b.

Pengisapan benda cair (suctioning)

Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan dilakukan

dengan alat bantu pengisap (pengisap manual atau dengan mesin)

Pada penderita trauma basis cranii maka digunakan suction yang keras

untuk mencegah suction masuk ke dasar tengkorak

Page 18: anastesi BAB3

Gambar : Suctioning

c. Membersihkan benda asing padat dalam jalan nafas

Bila pasien tidak sadar terdapat sumbatan benda padat di daerah

hipofaring maka tidak mungkin dilakukan sapuan jari, maka digunakan

alat Bantu berupa : laringoskop, alat pengisap, alat penjepit.

d. Membuka jalan nafas

Dapat dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi

Cara ini dipilih bila pada kasus yang mana pemasangan pipa endotrakeal

tidak mungkin dilakukan, dipilih tindakan krikotirotomi dengan jarum.

Untuk petugas medis yang terlatih, dapat melakukan krikotirotomi

dengan pisau atau trakeostomi.

Face Mask Design dan Teknik

Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran oksigen atau

gas anestesi dari sistem breathing ke pasien dengan pemasangan face

mask dengan rapat (gambar 5-5). Lingkaran dari face mask disesuaikan

dengan bentuk muka pasien. Orifisium face mask dapat disambungkan

ke sirkuit mesin anestesi melalui konektor. Face mask yang transparan

Page 19: anastesi BAB3

dapat mengobservasi uap gas ekspirasi dan muntahan. Facemask yang

dibuat dari karet berwarna hitam cukup lunak untuk menyesuaikan

dengan bentuk muka yang tidak umum. Retaining hook dipakai untuk

mengkaitkan head scrap sehingga face mask tidak perlu terus

dipegang. Beberapa macam mask untuk pediatrik di disain untuk

mengurangi dead space.

Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas yang bebas dan face

mask yang rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face mask yang tidak

tepat dapat menyebabkan reservoir bag kempis walaupun klepnya

ditutup, hal ini menunjukkan adanya kebocoran sekeliling face mask.

Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang tinggi dengan pergerakan

dada dan suara pernafasan yang minimal menunjukkan adanya

obstruksi jalan nafas.

Page 20: anastesi BAB3

Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan

digunakan untuk melakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan

memeras breathing bag. Face mask dipasang dimuka pasien dan sedikit

ditekan pada badan face mask dengan ibu jari dan telunjuk. Jari tengah

dan jari manis menarik mandibula untuk ekstensi joint atlantooccipital.

Tekanan jari-jari harus pada mandibula, jangan pada jaringan lunak

yang menopang dasar lidah karena dapat terjadi obstruksi jalan nafas.

Jari kelingking ditempatkan dibawah sudut jaw dan digunakan

untuk jaw thrust manuver yang paling penting untuk dapat melakukan

ventilasi pasien.

Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk mendapatkan

jaw thrust yang adekuat dan face mask yang rapat. Karena itu

diperlukan seorang asisten untuk memompa bag (gambar 5-8).

Obstruksi selama ekspirasi dapat disebabkan karena tekanan kuat dari

face mask atau efek ball-valve dari jaw thrust. Kadang-kadang sulit

memasang face maks rapat kemuka. Membiarkan gigi palsu pada

tempatnya (tapi tidak dianjurkan) atau memasukkan gulungan kasa ke

rongga mulut mungkin dapat menolong mengatasi kesulitan ini.

Page 21: anastesi BAB3

Ventilasi tekanan normalnya jangan melebihi 20 cm H2O untuk

mencegah masuknya udara ke lambung.

Kebanyakan jalan nafas pasien dapat dipertahankan dengan face

mask dan oral atau nasal airway. Ventilasi dengan face mask dalam

jangka lama dapat menimbulkan cedera akibat tekanan pada cabang

saraf trigeminal atau fasial. Bila face mask dan ikatan mask digunakan

dalam jangka lama maka posisi harus sering dirubah untuk

menghindari cedera. Hindari tekanan pada mata, dan mata harus

diplester untuk menghindari resiko aberasi kornea.

Teknik dan Bentuk Laryngeal Mask Airway (LMA)

Penggunaan LMA meningkat untuk menggantikan pemakaian face

mask dan TT selama pemberian anestesi, untuk memfasilitasi ventilasi

dan pemasangan TT pada pasien dengan difficult airway, dan untuk

membantu ventilasi selama bronchoscopy fiberoptic, juga pemasangan

bronkhoskop. LMA memiliki kelebihan istimewa dalam menentukan

penanganan kesulitan jalan nafas dibandingkan combitube. Ada 4 tipe

LMA yang biasa digunakan: LMA yang dapat dipakai ulang, LMA

yang tidak dapat dipakai ulang, ProSeal LMA yang memiliki lubang

untuk memasukkan pipa nasogastrik dan dapat digunakan ventilasi

tekanan positif, dan Fastrach LMA yang dapat memfasilitasi intubasi

bagi pasien dengan jalan nafas yang sulit.

e.

Page 22: anastesi BAB3

LMA terdiri dari pipa dengan lubang yang besar, yang di akhir

bagian proksimal dihubungkan dengan sirkuit nafas dengan konektor

berukuran 15 mm, dan dibagian distal terdapat balon berbentuk elips

yang dapat dikembangkan lewat pipa. Balon dikempiskan dulu,

kemudian diberi pelumas dan masukan secara membuta ke hipofaring,

sekali telah dikembangkan, balon dengan tekanan rendah ada di muara

laring.

Pemasangannya memerlukan anestesi yang lebih dalam

dibandingkan untuk memasukan oral airway. Posisi ideal dari balon

adalah dasar lidah di bagian superior, sinus pyriforme dilateral, dan

spincter oesopagus bagian atas di inferior. Jika esophagus terletak di

rim balon, distensi lambung atau regurgitasi masih mungkin terjadi.

Variasi anatomi mencegah fungsi LMA yang adekuat pada beberapa

pasien. Akan tetapi, jika LMA tidak berfungsi semestinya dan setelah

mencoba memperbaiki masih tidak baik, kebanyakan klinisi mencoba

Page 23: anastesi BAB3

dengan LMA lain yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Karena

penutupan oleh epiglotis atau ujung balon merupakan penyebab

kegagalan terbanyak, maka memasukkan LMA dengan penglihatan

secara langsung dengan laringoskop atau bronchoskop fiberoptik

(FOB) menguntungkan pada kasus yang sulit.

Demikian juga, sebagian balon digembungkan sebelum insersi

dapat sangat membantu. Pipa di plester seperti halnya TT. LMA

melindungi laring dari sekresi faring (tapi tidak terhadap regurgitasi

lambung) dan LMA harus tetap dipertahankan pada tempatnya sampai

reflek jalan nafas pasien pulih kembali. Ini biasanya ditandai dengan

batuk atau membuka mulut sesuai dengan perintah. LMA yang dapat

dipakai lagi, dapat di autoklaf, dibuat dari karet silikon (bebas latek)

dan tersedia dalam berbagai ukuran (tabel 5-3).

LMA memberikan alternatif untuk ventilasi selain face mask atau

TT. Kontraindikasi untuk LMA adalah pasien dengan kelainan faring

(misalnya abses), sumbatan faring, lambung yang penuh (misalnya

Page 24: anastesi BAB3

kehamilan, hernia hiatal), atau komplians paru rendah (misalnya

penyakit restriksi jalan nafas) yang memerlukan tekanan inspirasi

puncak lebih besar dari 30 cm H2O. Secara tradisional, LMA dihindari

pada pasien dengan bronkhospasme aatau resistensi jalan nafas tinggi,

akan tetapi, bukti-bukti baru menunjukkan bahwa karena tidak

ditempatkan dalam trakhea, penggunaan LMA dihubungkan dengan

kejadian bronchospasme lebih kurang dari pada dengan TT. Walaupun

hal ini nyata tidak sebagai penganti untuk trakheal intubasi, LMA

membuktikan sangat membantu terutama pada pasien dengan jalan

nafas yang sulit (yang tidak dapat diventilasi atau diintubasi)

disebabkan mudah untuk memasangnya dan angka keberhasilannya

relatif besar (95-99%).

LMA telah digunakan sebagai pipa untuk jalur stylet ( gum elastik,

bougie), ventilasi jet stylet, fleksibel FOB, atau TT diameter kecil (6,0

mm).

Tersedia LMA yang telah dimodifikasi untuk memfasilitasi

penempatan TT yang lebih besar dengan atau tanpa menggunakan

FOB. Pemasukannya dapat dilakukan dibawah anestesi topikal dan

blok saraf laringeal bilateral jika jalan nafas harus bebas seraya

pasiennya sadar

f. Proteksi servikal

Dalam mengelola jalan nafas, jangan sampai melupakan control servikal

terutama pada multiple trauma atau tersangka cedera tulang leher.

Dipasang dari tempat kejadian. Usahakan leher jangan banyak bergerak.

Posisi kepala harus “in line” (segaris dengan sumbu vertikal tubuh).

Page 25: anastesi BAB3

DAFTAR PUSTAKA

http://tyoteye. multiply.com/Airway Management.html. Diakses pada tanggal 1

November 2010.

http://dokter-medis.com/Pengelolaan Jalan Napas (airway Management).html. Diakses

pada tanggal 1 November 2010.

http://abhique.blogspot.com /konsep-keperawatan-gawat-darurat.html. Diakses pada

tanggal 1 November 2010.