anastesi BAB3
description
Transcript of anastesi BAB3
BAB III
AIRWAY MANAGEMENT
I. Pengertian
Airway Manajement ialah memastikan jalan napas terbuka. Menurut The
Commite on Trauma: American College of Surgeon tindakan paling penting
untuk keberhasilan resusitasi adalah segera melapangkang saluran pernapasan,
yaitu dengan cara:
1) Tripel airway maneuver
2) Maneuver heimlich.
1. Triple Airway Manuever.
Pada Triple Airway Manuever terdapat tiga perlakuan yaitu:
a. Kepala ditengadahkan dengan satu tangan berada di bawah leher,
sedangkan tangan yang lain pada dahi. Leher diangkat dengan satu
tangan dan kepala ditengadahkan ke belakang oleh tangan yang lain
b. Menarik rahang bawah ke depan, atau keduanya, akan mencegah
obtruksi hipofarings oleh dasar lidah. Kedua gerakan ini meregangkan
jaringan antara larings dan rahang bawah.
c. Menarik / mengangkat dasar lidah dari dinding pharyinx posterior.
2. Manuever Heimlich
Manuever Heimlich (The Committee on Trauma: American
College of Surgeon) ini merupakan metode yang paling efektif untuk
mengatasi obstruksi saluran pernapasan atas akibat makanan atau benda
asing yang terperangkap dalam pharynx posterior atau glottis.
Korban menjadi pucat yang diikuti dengan bertambahnya
sianosis, anoxia dan kematian. Pada kondisi tersebut di atas, maneuver
dapat dilaksanakan dengan posisi penolong berdiri atau berbaring.
a. Korban dalam keadaan sadar.
Penolong berdiri di belakang korban dan memeluk pinggang
korban dengan kedua belah tanggan, kepalan salah satu tangan
digenggam oleh tangan yang lain. Sisi ibu jari kepalan penolong
menghadap abdomen korban diantara umbilicus dan thoraks. Kepalan
tersebut ditekankan dengan sentakan ke atas yang cepat pada abdomen
korban. Penekanan tersebut tidak boleh memantul, dan pada waktu di
puncak tekanan perlu diberi waktu untuk menahan 0.5-1 detik dan
setelah itu tekanan dilepas, perbuatan ini harus diulang-ulang beberapa
kali. Naiknya diafragma secara mendadak menekan paru-paru yang
dibatasi oleh dinding rongga dada, meningkatkan tekanan intrathoracal
dan memaksa udara serta benda asing keluar dari dalam saluran
pernapasan.
b. Korban dalam keadaan tidak sadar.
Korban berbaring terlentang dan penolong berlutut melangkahi
panggul korban. Penolong menumpukan kedua belah tanggannya dan
meletakkan panggkal salah satu telapak tangan pada abdomen korban,
kemudian melaksanakan prosedur yang sama pada posisi berdiri.
Airway Management merupakan tahapan awal PPGD. Untuk menilai airway,
terdapat 3 tahapan, yaitu:
1. Look (lihat sumbatan pada jalan napas, daerah bibir, dan pengembangan
dada),
2. Listen (dengar suara napas),
3. Feel (rasakan hembusan napas).
II. Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) Tanpa Alat
a. Pengertian: tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas
dengan tetap memperhatikan kontrol servikal
b. Tujuan: membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya
udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase
tubuh
c. Pengkajian Jalan Napas :
L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela
iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran
L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan
F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi
penolong
Gambar: Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara
simultan. Cara ini dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan
pernafasan.
d. Tindakan
1. Membuka jalan nafas dengan proteksi cervical
a. Chin Lift maneuver (tindakan mengangkat dagu)
b. Jaw thrust maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah)
c. Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)
Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukan
maneuver jaw thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.
Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan
teknik Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang
disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah.
Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga
mulut dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari.
Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu
adanya sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas
(apnea)
Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara
melalui mulut, bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada
sumbatan pada jalan nafas dan dilakukanmaneuver Heimlich.
Gambar: Pemeriksaan sumbatan jalan nafas di daerah mulut dengan
menggunakan teknik cross finger
Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas
tambahan):
Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara
mengatasi: chin lift, jaw thrust, pemasangan pipa
orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.
Berkumur (gargling), penyebab: ada cairan di daerah hipofaring.
Cara mengatasi: finger sweep, pengisapan/suction.
Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara
mengatasi :cricotirotomi, trakeostomi.
2. Membersihkan jalan nafas
a. Sapuan jari (finger sweep)
Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing
pada rongga mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah,
muntahan, benda asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang.
Cara melakukannya :
Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher)
kemudian buka mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah
bila otot rahang lemas (maneuver emaresi)
Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau
dibungkus dengan sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan
rongga mulut dengan gerakan menyapu.
Gambar: Tehnik finger sweep
3. Mengatasi sumbatan nafas parsial
Dapat digunakan teknik manual thrust:
Abdominal thrust
Chest thrust
Back blow
Jika sumbatan tidak teratasi, maka penderita akan :
Gelisah oleh karena hipoksia
Gerak otot nafas tambahan (retraksi sela iga, tracheal tug)
Gerak dada dan perut paradoksal
Sianosis
Kelelahan dan meninggal
Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah JALAN NAFAS
BEBAS!
Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas
bebas
Beri oksigen bila ada 6 liter/menit
Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke
depan, posisi leher netral
Nilai apakah ada suara nafas tambahan.
Gambar: Pasien tidak sadar dengan posisi terlentang, perhatikan
jalan nafasnya! Pangkal lidah tampak menutupi jalan nafas
Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan nafas.
Ingat tempatkan korban pada tempat yang datar! Kepala dan leher korban
jangan terganjal!
e. Chin Lift
Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan
Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang
dagu pasien kemudian angkat.
f. Head Tilt
Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh
dilakukan pada pasien dugaan fraktur servikal.
Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah
sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun
terangkat ke depan.
Gambar: Tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan
tangan kiri melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi
menutupi jalan nafas.
g. Jaw thrust
Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan
gigi bawah berada di depan barisan gigi atas
Gambar: manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih
Mengatasi sumbatan parsial/sebagian. Digunakan untuk membebaskan sumbatan
dari benda padat.
Gambar: Tampak ada orang yang tersedak atau tersumbat jalan nafasnya
h. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)
Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang.
Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma –
abdomen).
i. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau
duduk
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang
korban dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan
letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar
dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan
tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat
ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.
j. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak
sadar)
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke
atas. Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada
perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung
tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong
menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas.
Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi
terbaring tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan
Resusitasi Jantung Paru (RJP).
k. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri
Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.
Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas
pusar dan di bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri
tekanan ke atas kea rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat
dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi
Gambar: Abdominal Thrust dalam posisi berdiri
l. Back Blow (untuk bayi)
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak
efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada
punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang
punggung/vertebrae)
Gambar: Back blow pada bayi
m. Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan
jari telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara
kedua putting susu pasien). Bila penderita sadar, tidurkan terlentang,
lakukanchest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan.
III. Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) dengan Alat
Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil
dengan sempurna dan fasilitas tersedia.
Peralatan dapat berupa :
a. Pemasangan Pipa (tube)
Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa orofaring
(mayo), pipa nasofaring atau pipa endotrakea tergantung kondisi korban.
Penggunaan pipa orofaring dapat digunakan untuk mempertahankan jalan
nafas tetap terbuka dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke
belakang yang dapat menutup jalan nafas terutama bagi penderita tidak
sadar
Pemasangan pipa endotrakea akan menjamin jalan nafas tetap terbuka,
menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernafasan
1. Esophageal – Tracheal Combitube (ETC)
a. Teknik & Bentuk Pipa
Pipa kombinasi esophagus – tracheal (ETC) terbuat
dari gabungan 2 pipa, masing-masing dengan konektor 15
mm pada ujung proksimalnya. Pipa biru yang lebih panjang
ujung distalnya ditutup. Pipa yang tranparant berukuran
yang lebih pendek punya ujung distal terbuka dan tidak ada
sisi yang perporasi. ETC ini biasanya dipasangkan secara
buta melalui mulut dan dimasukkan sampai 2 lingkaran
hitam pada batang batas antara gigi atas dan bawah. ETC
mempunyai 2 balon untuk digembungkan, 100 ml untuk
balon prosikmal dan 15 ml untuk balon distal, keduanya
harus dikembungkan secara penuh setelah pemasangan.
Pipa yang bening yang lebih pendek dapat digunakan untuk
dekompresi lambung. Pilihan lain, jika ETC masuk ke
dalam trakhea, ventilasi melalui pipa yang bening akan
langsung gas ke trachea. Meskipun pipa kombinasi masih
rerdaftar sebagai pilihan untuk penanganan jalan nafas yang
sulit dalam algoritma Advanced Cardiac Life Support,
biasanya jarang digunakan oleh dokter anestesi yang lebih
suka memakai LMA atau alat lain untuk penanganan pasien
dengan jalan nafas yang sulit.
Pipa Tracheal (TT)
TT digunakan untuk mengalirkan gas anestesi
langsung ke dalam trachea dan mengijinkan untuk kontrol
ventilasi dan oksigenasi. Pabrik menentukan standar TT
(American National Standards for Anesthetic Equipment;
ANSI Z-79). TT kebanyakan terbuat dari polyvinylchloride.
Pada masa lalu, TT diberi tanda “IT” atau “Z-79” untuk
indikasi ini telah dicoba untuk memastikan tidak beracun.
Bentuk dan kekakuan dari TT dapat dirubah dengan
pemasangan mandren. Ujung pipa diruncingkan untuk
membantu penglihatan dan pemasangan melalui pita suara.
Pipa Murphy memiliki sebuah lubang (mata Murphy) untuk
mengurangi resiko sumbatan pada bagian distal tube bila
menempel dengan carina atau trachea.
Tahanan aliran udara terutama tergantung dari
diameter pipa, tapi ini juga dipengaruhi oleh panjang pipa
dan lengkungannya. Ukuran TT biasanya dipola dalam
milimeter untuk diameter internal atau yang tidak umum
dalam scala Prancis (diameter external dalam milimeter
dikalikan dengan 3). Pemilihan pipa selalu hasil kompromi
antara memaksimalkan flow dengan pipa ukuran besar dan
meminimalkan trauma jalan nafas dengan ukuran pipa yang
kecil.
Kebanyakan TT dewasa memiliki sistem
pengembungan balon yang terdiri dari katup, balon
petunjuk (pilot balloon), pipa pengembangkan balon, dan
balon (cuff). Katup mencegah udara keluar setelah balon
dikembungkan. Balon petunjuk memberikan petunjuk kasar
dari balon yang digembungkan. Inflating tube dihubungkan
dengan klep. Dengan membuat trakhea yang rapat, balon
TT mengijinkan dilakukannya ventilasi tekanan positif dan
mengurangi kemungkinan aspirasi. Pipa yang tidak
berbalon biasanya digunakan untuk anak-anak untuk
meminimalkan resiko dari cedera karena tekanan dan post
intubasi croup.
Ada 2 tipe balon TT yaitu balon dengan tekanan tinggi
volume rendah dan tekanan rendah volume tinggi. Balon tekanan
tinggi dikaitkan dengan besarnya iskhemia mukosa trachea dan
kurang nyaman untuk intubasi pada waktu lama. Balon tekanan
rendah dapat meningkatkan kemungkinan nyeri tenggorokan (luas
area kontak mukosa), aspirasi, ekstubasi spontan, dan pemasangan
yang sulit ( karena adanya floppy cuff). Meskipun demikian,
karena insidensi rendah dari kerusakan mukosa, balon tekanan
rendah lebih dianjurkan.
Tekanan balon tergantung dari beberapa faktor: volume
pengembangan, diameter balon yang berhubungan dengan trachea,
trachea dan komplians balon, dan tekanan intratorak (tekanan
balon dapat meningkat pada saat batuk). Tekanan balon dapat
menaik selama anetesi umum sebagai hasil dari difusi dari N2O
dari mukosa tracheal ke balon TT.
TT telah dimodifikasi untuk berbagai penggunaan khusus.
Pipa yang lentur, spiral, wire – reinforced TT (armored tubes),
tidak kinking dipakai pada operasi kepala dan leher, atau pada
pasien dengan posisi telungkup. Jika pipa lapis baja menjadi
kinking akibat tekanan yang ekstrim ( contoh pasien bangun dan
menggigit pipa), lumen pipa akan tetutup dan pipa TT harus
diganti. Pipa khusus lainnya termasuk pipa mikrolaringeal, RAE
tube, dan lubang pipa ganda (double lumen tube). Semua TT
memiliki garis yang dilekatkan dan bersifat radiogopak yang
mengijinkan dapat dilihatnya ETT pada trachea.
Rigid Laryngoscope
Laringoskop adalah instrumen untuk pemeriksaan laring
dan untuk fasilitas intubasi trachea. Handle biasanya berisi batre
untuk cahaya bola lampu pada ujung blade, atau untuk energi
fiberoptic bundle yang berakhir pada ujung blade. Cahaya dari
bundle fiberoptik tertuju langsung.
Laringoskop dengan lampu fiberoptic bundle dapat cocok
digunakan diruang MRI. Blade Macintosh dan Miller ada yang
melengkung dan bentuk lurus. Pemilihan dari blade tergantung dari
kebiasaan seseorang dan anatomi pasien. Disebabkan karena tidak
ada blade yang cocok untuk semua situasi, klinisi harus familier
dan ahli dengan bentuk blade yang beragam.
Laringoskop Khusus
Dalam 15 tahun terakhir, terdapat 2 laringskop baru yang
telah dibuat, untuk membantu dokter anestesi menjamin jalan nafas
pada pasien dengan jalan nafas yang sulit- Laringokop Bullard dan
laringoskop Wu
Keduanya memiliki sumber cahaya fiberoptic dan blade
yang melengkung dengan ujung yang panjang, dan didisain untuk
membantu melihat muara glotis pada pasien dengan lidah besar
atau yang memiliki muara glotis sangat anterior. Banyak dokter
anestesi percaya bahwa alat ini untuk mengantisipasi pasien yang
memiliki jalan nafas sulit. Bagaimanapun juga, seperti halnya alat-
alat lain yang digunakan jalan nafas pasien, pengalaman
penggunaannya harus dilakukan pada pasien normal sebelum
digunakan pada saat penting dan memergensi pada pasien dengan
jalan nafas sulit.
Flexible Fiberoptic Bronchoscope (FOB)
Dalam beberapa situasi, -misalnya pasien dengan tulang
cervical yang tidak stabil, pergerakan yang terbatas pada temporo
mandibular join, atau dengan kelainan kongenital atau kelainan
didapat pada jalan nafas atas- laringoskopi langsung dengan
penggunakan rigid laringoskop mungkin tidak dipertimbangkan
atau tidak dimungkinkan. Suatu FOB yang feksibelmemungkin
visualisasi tidak langsung dari laring dalam beberapa kasus atau
untuk beberapa situasi dimana direncanakan intubasi sadar (awake
intubation). FOB dibuat dari fiberglass ini mengalirkan cahaya dan
gambar oleh refleksi internal-contohnya sorotan cahaya akan
terjebak dalam fiber dan terlihat tidak berubah pada sisi yang
berlawanan. Pemasangan pipa berisi 2 bundel dari fiber, masing-
masing berisi 10.000 – 15.000 fiber. Satu bundel menyalurkan
cahaya dari sumber cahaya ( sumber cahaya bundel) yang terdapat
diluar alat atau berada dalam handle yang memberikan gambaran
resolusi tinggi.
Manipulasi langsung untuk memasangkan pipa dilakukan dengan
kawat yang kaku. Saluran aspirasi digunakan untuk suction dari
sekresi, insuflasi oksigen atau penyemprotan anestesi lokal.
Saluran aspirasi sulit untuk dibersihkan, akan tetapi, sebagai
sumber infeksi sehingga memerlukan kehati-hatian pada
pembersihan dan sterilisasi telah digunakan.
b.
Pengisapan benda cair (suctioning)
Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan dilakukan
dengan alat bantu pengisap (pengisap manual atau dengan mesin)
Pada penderita trauma basis cranii maka digunakan suction yang keras
untuk mencegah suction masuk ke dasar tengkorak
Gambar : Suctioning
c. Membersihkan benda asing padat dalam jalan nafas
Bila pasien tidak sadar terdapat sumbatan benda padat di daerah
hipofaring maka tidak mungkin dilakukan sapuan jari, maka digunakan
alat Bantu berupa : laringoskop, alat pengisap, alat penjepit.
d. Membuka jalan nafas
Dapat dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi
Cara ini dipilih bila pada kasus yang mana pemasangan pipa endotrakeal
tidak mungkin dilakukan, dipilih tindakan krikotirotomi dengan jarum.
Untuk petugas medis yang terlatih, dapat melakukan krikotirotomi
dengan pisau atau trakeostomi.
Face Mask Design dan Teknik
Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran oksigen atau
gas anestesi dari sistem breathing ke pasien dengan pemasangan face
mask dengan rapat (gambar 5-5). Lingkaran dari face mask disesuaikan
dengan bentuk muka pasien. Orifisium face mask dapat disambungkan
ke sirkuit mesin anestesi melalui konektor. Face mask yang transparan
dapat mengobservasi uap gas ekspirasi dan muntahan. Facemask yang
dibuat dari karet berwarna hitam cukup lunak untuk menyesuaikan
dengan bentuk muka yang tidak umum. Retaining hook dipakai untuk
mengkaitkan head scrap sehingga face mask tidak perlu terus
dipegang. Beberapa macam mask untuk pediatrik di disain untuk
mengurangi dead space.
Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas yang bebas dan face
mask yang rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face mask yang tidak
tepat dapat menyebabkan reservoir bag kempis walaupun klepnya
ditutup, hal ini menunjukkan adanya kebocoran sekeliling face mask.
Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang tinggi dengan pergerakan
dada dan suara pernafasan yang minimal menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas.
Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan
digunakan untuk melakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan
memeras breathing bag. Face mask dipasang dimuka pasien dan sedikit
ditekan pada badan face mask dengan ibu jari dan telunjuk. Jari tengah
dan jari manis menarik mandibula untuk ekstensi joint atlantooccipital.
Tekanan jari-jari harus pada mandibula, jangan pada jaringan lunak
yang menopang dasar lidah karena dapat terjadi obstruksi jalan nafas.
Jari kelingking ditempatkan dibawah sudut jaw dan digunakan
untuk jaw thrust manuver yang paling penting untuk dapat melakukan
ventilasi pasien.
Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk mendapatkan
jaw thrust yang adekuat dan face mask yang rapat. Karena itu
diperlukan seorang asisten untuk memompa bag (gambar 5-8).
Obstruksi selama ekspirasi dapat disebabkan karena tekanan kuat dari
face mask atau efek ball-valve dari jaw thrust. Kadang-kadang sulit
memasang face maks rapat kemuka. Membiarkan gigi palsu pada
tempatnya (tapi tidak dianjurkan) atau memasukkan gulungan kasa ke
rongga mulut mungkin dapat menolong mengatasi kesulitan ini.
Ventilasi tekanan normalnya jangan melebihi 20 cm H2O untuk
mencegah masuknya udara ke lambung.
Kebanyakan jalan nafas pasien dapat dipertahankan dengan face
mask dan oral atau nasal airway. Ventilasi dengan face mask dalam
jangka lama dapat menimbulkan cedera akibat tekanan pada cabang
saraf trigeminal atau fasial. Bila face mask dan ikatan mask digunakan
dalam jangka lama maka posisi harus sering dirubah untuk
menghindari cedera. Hindari tekanan pada mata, dan mata harus
diplester untuk menghindari resiko aberasi kornea.
Teknik dan Bentuk Laryngeal Mask Airway (LMA)
Penggunaan LMA meningkat untuk menggantikan pemakaian face
mask dan TT selama pemberian anestesi, untuk memfasilitasi ventilasi
dan pemasangan TT pada pasien dengan difficult airway, dan untuk
membantu ventilasi selama bronchoscopy fiberoptic, juga pemasangan
bronkhoskop. LMA memiliki kelebihan istimewa dalam menentukan
penanganan kesulitan jalan nafas dibandingkan combitube. Ada 4 tipe
LMA yang biasa digunakan: LMA yang dapat dipakai ulang, LMA
yang tidak dapat dipakai ulang, ProSeal LMA yang memiliki lubang
untuk memasukkan pipa nasogastrik dan dapat digunakan ventilasi
tekanan positif, dan Fastrach LMA yang dapat memfasilitasi intubasi
bagi pasien dengan jalan nafas yang sulit.
e.
LMA terdiri dari pipa dengan lubang yang besar, yang di akhir
bagian proksimal dihubungkan dengan sirkuit nafas dengan konektor
berukuran 15 mm, dan dibagian distal terdapat balon berbentuk elips
yang dapat dikembangkan lewat pipa. Balon dikempiskan dulu,
kemudian diberi pelumas dan masukan secara membuta ke hipofaring,
sekali telah dikembangkan, balon dengan tekanan rendah ada di muara
laring.
Pemasangannya memerlukan anestesi yang lebih dalam
dibandingkan untuk memasukan oral airway. Posisi ideal dari balon
adalah dasar lidah di bagian superior, sinus pyriforme dilateral, dan
spincter oesopagus bagian atas di inferior. Jika esophagus terletak di
rim balon, distensi lambung atau regurgitasi masih mungkin terjadi.
Variasi anatomi mencegah fungsi LMA yang adekuat pada beberapa
pasien. Akan tetapi, jika LMA tidak berfungsi semestinya dan setelah
mencoba memperbaiki masih tidak baik, kebanyakan klinisi mencoba
dengan LMA lain yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Karena
penutupan oleh epiglotis atau ujung balon merupakan penyebab
kegagalan terbanyak, maka memasukkan LMA dengan penglihatan
secara langsung dengan laringoskop atau bronchoskop fiberoptik
(FOB) menguntungkan pada kasus yang sulit.
Demikian juga, sebagian balon digembungkan sebelum insersi
dapat sangat membantu. Pipa di plester seperti halnya TT. LMA
melindungi laring dari sekresi faring (tapi tidak terhadap regurgitasi
lambung) dan LMA harus tetap dipertahankan pada tempatnya sampai
reflek jalan nafas pasien pulih kembali. Ini biasanya ditandai dengan
batuk atau membuka mulut sesuai dengan perintah. LMA yang dapat
dipakai lagi, dapat di autoklaf, dibuat dari karet silikon (bebas latek)
dan tersedia dalam berbagai ukuran (tabel 5-3).
LMA memberikan alternatif untuk ventilasi selain face mask atau
TT. Kontraindikasi untuk LMA adalah pasien dengan kelainan faring
(misalnya abses), sumbatan faring, lambung yang penuh (misalnya
kehamilan, hernia hiatal), atau komplians paru rendah (misalnya
penyakit restriksi jalan nafas) yang memerlukan tekanan inspirasi
puncak lebih besar dari 30 cm H2O. Secara tradisional, LMA dihindari
pada pasien dengan bronkhospasme aatau resistensi jalan nafas tinggi,
akan tetapi, bukti-bukti baru menunjukkan bahwa karena tidak
ditempatkan dalam trakhea, penggunaan LMA dihubungkan dengan
kejadian bronchospasme lebih kurang dari pada dengan TT. Walaupun
hal ini nyata tidak sebagai penganti untuk trakheal intubasi, LMA
membuktikan sangat membantu terutama pada pasien dengan jalan
nafas yang sulit (yang tidak dapat diventilasi atau diintubasi)
disebabkan mudah untuk memasangnya dan angka keberhasilannya
relatif besar (95-99%).
LMA telah digunakan sebagai pipa untuk jalur stylet ( gum elastik,
bougie), ventilasi jet stylet, fleksibel FOB, atau TT diameter kecil (6,0
mm).
Tersedia LMA yang telah dimodifikasi untuk memfasilitasi
penempatan TT yang lebih besar dengan atau tanpa menggunakan
FOB. Pemasukannya dapat dilakukan dibawah anestesi topikal dan
blok saraf laringeal bilateral jika jalan nafas harus bebas seraya
pasiennya sadar
f. Proteksi servikal
Dalam mengelola jalan nafas, jangan sampai melupakan control servikal
terutama pada multiple trauma atau tersangka cedera tulang leher.
Dipasang dari tempat kejadian. Usahakan leher jangan banyak bergerak.
Posisi kepala harus “in line” (segaris dengan sumbu vertikal tubuh).
DAFTAR PUSTAKA
http://tyoteye. multiply.com/Airway Management.html. Diakses pada tanggal 1
November 2010.
http://dokter-medis.com/Pengelolaan Jalan Napas (airway Management).html. Diakses
pada tanggal 1 November 2010.
http://abhique.blogspot.com /konsep-keperawatan-gawat-darurat.html. Diakses pada
tanggal 1 November 2010.