bab v

download bab v

of 14

description

toxic

Transcript of bab v

BAB VPEMBAHASANA. Uji konfirmasi dan metode pemisahan obat-obat golongan amfetamin dan opiate dalam urine Ekstraksi Ekstraksi adalah salah satu proses pemisahan atau pemurnian suatu senyawa dari campurannya dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material suatu bahan lainnya. Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan yang menggunakan sifat fisis, yaitu perbedaan kelarutan komponen-komponen dalam larutan dengan menggunakan larutan lain sebagai media pemisah. Pemisahan larutan dengan ekstraksi digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang mempunyaiperbedaan titik didih yang relatif kecil tetapi mempunyai perbedaan kelarutan yang cukup besar dengan suatu pelarut.Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.Proses ekstraksi dapat berlangsung pada: Ekstraksi cair-cair atau dikenal juga dengan nama ekstraksi solven. Ekstraksi jenis ini merupakan proses yang umum digunakan dalam skala laboratorium maupun skala industry. Leaching, adalah proses pemisahan kimia yang bertujuan untuk memisahkan suatusenyawa kimiadari matriks padatan ke dalam cairan.

Ekstraksi Cair-CairPada metode analisis yang bersifat kuantitatif dibutuhkan preparasi sampel sebelum dilakukan analisis. Tingkat kerumitan prosedur preparasi sampel sangat ditentukan oleh sifat alamiah sampel, sifat alami senyawa yang akan dianalisis dan metode deteksi yang dipilih. Tujuan dilakukannya preparasi sampel yaitu untuk memecah ikatan obat-protein, derivatisasi analit untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi, kromatografik maupun deteksi, selain itu untuk menghilangkan residu tak larut maupun senyawa pengganggu. Disamping itu, ekstraksi cair-cair juga digunakan untuk memekatkan analit yang ada dalam sampel dengan jumlah kecil sehingga tidak memungkinkan atau menyulitkan untuk deteksi atau kuantifikasinya. Beberapa contoh preparasi sampel cair yang sering dilakukan adalah analisis langsung setelah perlakuan filtrasi, pengendapan protein atau penambahan standar internal, ekstraksi cair-cair.Tahapan Ekstraksi Cair-CairEkstraksi cair-cair terdiri atas dua tahap utama, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin. Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak meninggalkan pelarut yang pertama (media pembawa/diluent) dan masuk ke dalam pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan pelarut tidak saling melarut (atau hanya dalam daerah yang sempit). Agar terjadi perpindahan masa yang baik yang berarti performansi ekstraksi yang besar haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin di antara kedua cairan tersebut. Ekstraksi cair-cairmerupakan pemisahansolutedari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven tersebut bersifat heterogen (immiscible, tidak saling campur), dan jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak). Fase refinat = fase residu, berisi diluen dan sisa solut. Fase ekstrak = fase yang berisi solut dan solven.Proses ekstraksi cair-cair melibatkan tahap-tahap berikut:1.Mencampurkan bahan ekstrak dengan pelarut dan membiarkannya saling kontak. Dalam halini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada bidang antar muka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian terjadi ekstraksi yang sebenarnya, yaitu pelarut ekstrak.2. Memisahkan larutan ekstrak dari refinat, kebanyakan dengan cara penjernihan atau filtrasi.3.Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut. Umumnya dilakukan dengan mendapatkan kembali pelarut. Larutan ekstrak langsung dapat diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipekatkan.Pemilihan solven menjadi sangat penting dalam proses ekstraksi. Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Pelarut/solven yang dipilih memiliki sifat antara lain (Martunus & Helwani, 2004;2005) :1. kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran.2. kemampuan tinggi untuk diambil kembali.3. perbedaan berat jenis antara ekstrak dan rafinat lebih besar.4. pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur.5. tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi.6. tidak merusak alat secara korosi.7. tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah.Kebanyakan prosedur ekstraksi cair-cair melibatkan ekstraksi analit dari fase air ke dalam pelarut organik yang bersifat non polar atau agak polar seperti heksana, metilbenzen atau diklorometan. Meskipun demikian proses sebaliknya (ekstraksi analit dari pelarut organik non polar ke dalam air) juga mungkin terjadi. Dengan kata lain, dalam ekstraksi cair-cair ini tidaklah mungkin untuk mencapai 100% analit terekstraksi pada salah satu fase/pelarut.Karena ekstraksi merupakan proses kesetimbangan dengan efisiensi terbatas, maka sejumlah tertentu analit akan tertahan di kedua fase. Kesetimbangan kimia yang melibatkan perubahan pH (diatur dengan penambahan buffer phospat pH 9,3 dan 10,5), kompleksasi pasangan ion, dan sebagainya yang dapat digunakan untuk meningkatkan perolehan kembali analit dan/atau menghilangkan pengganggu. Pada praktikum ini dilakukan proses ekstraksi cair-cair untuk memisahkan analit/senyawa obat yang ingin dianalisis dari sampel biologis dan matrik pengganggunya. Spesimen biologis yang akan dianalisis yaitu urin. Urin sangat berguna dalam uji skrining maupun uji konfirmatif senyawa obat. Zat/senyawa dan metabolit obat terdapat dengan konsentrasi yang lebih besar pada urin dibandingkan dalam darah. Proses ekstraksi ini dilakukan dengan prinsip partisi analit diantara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur. Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi ini yaitu campuran pelarut klorofom dan isopropanol. Buffer fosfat pH 9,3 ditambahkan pada spesimen urin untuk menyesuaikan pH sampel agar diperoleh kondisi sampel yang sesuai untuk dilakukan ekstraksi cair-cair. Salah satu fase pelarut seringkali berupa air dan fase yang lain adalah pelarut organik. Senyawa-senyawa yang bersifat polar akan ditemukan di dalam fase air, sementara senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik akan masuk pada pelarut organik. Pelarut yang ditambahkan pada sampel merupakan campuran antara kloroform dan isopropanol dengan perbandingan 3 : 1. Sebagian komponen analit akan larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat/analit terdispersi dikocok (divortex) dengan kecepatan 2500 rpm selama 30 menit hingga terbentuk emulsi sempurna. Agar kedua fase dapat dipisahkan kembali dengan mudah, maka dilakukan proses sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit hingga terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair (bagian atas), dan komponen kimia (bagian bawah). Pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar kedua fase dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran (pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil, seringkali pemisahan harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal melalui proses sentrifugasi. Melalui proses sentrifugasi, analit yang lebih larut dalam pelarut organic (pelarut kloroform) akan terpisah/terkumpul pada bagian bawah tabung sentrifuge (perbedaan kerapatan). Fase kloroform ini kemudian diambil pada tabung dan ditampung. Ini merupakan fraksi A analit yang mengandung morfin. Fase air yang dihasilkan pada bagian atas akan dilanjutkan pada proses penambahan buffer phospat pH 10, 5 untuk menyesuaikan pH sampel. Lalu proses kembali dilanjutkan dengan penambahan campuran pelarut kloroform dan isopropanol. Dilanjutkan dengan divortex selama 30 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Dan pemusingan pada sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Lalu fraksi yang terkumpul pada bagian bawah tabung sentrifuge diambil kembali dengan pipet tetes. Proses memperoleh fraksi ini dilakukan dua kali dengan tujuan untuk memaksimalkan dalam memperoleh fraksi analit/senyawa obat yang kemungkinan terdapat dalam sampel urin yang diperiksa. Fraksi ini dinamakan fraksi B yang kemudian dicampurkan dengan fraksi A untuk diuapkan dan direkonstitusi. Analit yang terekstraksi ke dalam pelarut organik akan mudah diperoleh kembali dengan cara penguapan fraksi analit. Penguapan dilakukan pada suhu 60-70 oC, kemudian residu dilarutkan dalam 25 l metanol. Residu yang mengandung fraksi analit ini siap untuk diuji dengan teknik analisis KLT-Spektrofotodensitometri. Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika, bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam logam. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara distilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis.Pertimbangan pemakaian proses ekstraksi sebagai proses pemisahan antara lain: Komponen larutan sensitif terhadap pemanasan jika digunakan distilasi meskipun pada kondisi vakum. Titik didih komponen-komponen dalam campuran berdekatan. Kemudahan menguap (volatility) komponen-komponen hampir sama.

B. Uji konfirmasi narkotika /psikotropika pada urine pecandu narkoba dengan metode KLT-SpektrofotodensitometriPemeriksaan konfirmasi adalah suatu pemeriksaan lanjutan yang lebih akurat karena hasil yang dikeluarkan sudah definitif menunjukkan jenis zat narkotika psikotropika yang terkandung di dalam sampel tersebut. Pemeriksaan dilakukan apabila hasil pemeriksaan pendahuluan (screening test) memberi hasil positif. Pada praktikum ini dilakukan uji konfirmasi narkotika/psikotropika. Sampel urine yang telah dianalisis melalui proses LLE (Ekstraksi cair-cair) kemudian dilanjutkan untuk dianalisis kembali dengan metode KLT-spektrodensitometri KLT merupakan salah satu teknik yang sering digunakan dalam mengidentifikasi suatu senyawa dalam analisis toksikologi yang pada umumnya berdasarkan pada perbedaan migrasi (adsorpsi atau partisi) akibat afinitas masing-masing analit terhadap fase diam dan fase gerakFase diam pada KLT standar berupa lapisan film (0,25 mm) dari silika gel. Silika gel yang umum digunakan pada KLT memiliki ukuran partikel berkisar 5 sampai dengan 25 mikrometer dan pori dengan diameter 6 nm. Plat mengandung suatu indikator floresensi sehingga komponen yang mengabsorpsi UV dapat ditempatkan sebagai spot yang gelap dengan latar yang berfluoresensi (dengan batuan reagen visualisasi). Pada praktikum ini sebelum digunakan plat KLT dipotong terlebih dahulu sesuai dengan ukuran yang diperlukan. Plat dipotong hingga ukurannya menjadi 10x10 cm. Alat yang digunakan untuk memtong plat haruslah tajam, agar pinggir plat tidak bergerigi. Pinggir plat yang bergerigi akan akan mengganggu proses elusi, sehingga mengganggu proses perambatan analit yang akan dipisahkan. Alas yang digunakan untuk memotong juga harus bersih dan datar, bisa digunakan kaca sebagai alasnya. Selain itu, diusahakan seminimal mungkin menyentuh bagian plat yang berwarna putih, karena pada bagian ini dilapisi oleh silica gel dan bagian ini merupakan bagian untuk proses penotolan sampel. Plat yang telah dipotong kemudian diberi tanda sedikit saja. Tanda yang dieberikan berupa tanda panah ke atas (penanda bagian atas),tanda tempat penotolan (1 cm dari bawah pinggir plat) dan tanda berakhirnya proses elusi (1 cm dari atas pinggir plat) Sebelum digunakan ,plat KLT terlebih dahulu harus dicuci dan diaktivasi. Pencucian plat dilakukan hingga tepi akhir bagian atas plat dengan metanol. Metanol merupaka suatu pelarut yang baik yang digunakan untuk melarutkan senyawa-senyawa pengotor. Proses pencucian tidak boleh dibolak-balik agar kotoran tetap berada di atas (pinggir plat). Pencucian dilakukan selama 30 menit, agar senyawa-senyawa pengotor benar-benar terkumpul di bagian atas plat. Selanjutnya dilakukan aktivasi plat. Aktivasi plat dilakukan dengan pemanasan pada suhu 1200 C selama 30 menit. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan air dan pengotor yang menempel pada sisi aktif plat agar plat dapat meberikan respon baseline yang lebih baik serta mengurangi rasio gangguan (noise ratio). Selain itu aktivasi bertujuan untuk mengurangi gangguan akibat uap air. Uap air diminimalisir tapi tidak sampai 100% karena jika kadar uap air hilang sama sekali akan menyebabkan plat KLT retak dan rusak. Gangguan oleh uap air dapat mengganggu sensitivitas silica gel, dimana jika banyak terdapat uap air silica gel akan mengikat uap air sehingga kemampuannya untuk memisahkan sampel akan berkurang. Setelah pencucian dan aktivasi proses selanjutnya yaitu proses penotolan. Proses penotolan dilakukan secara semikuantitatif dengan alat Lino Mart. Jarak penotolan untuk masing-masing senyawa adalah 1 cm. Pada praktikum ini dilakukan 9 kali penotolan dengan senyawa yang berbeda-beda. Penotolan dilakukan dengan mencuci syinge dengan metanol sebanyak 3 kali, kemudian dibilas dengan senyawa yang akan ditotolkan. Setelah disedot senyawa yang akan ditotolkan sesuai dengan volume penotolan. Senyawa yang telah disedot dikeluarkan sedikit, untuk menghilangkan gelembung. Syiring ini kemudian ditempatkan pada alat linomart. Setelah itu penotolan dilakukan secara otomatis Pada titik 1 samapi titik ke-5 digunakan untuk penotolan senyawa standar amfetamin dan opiate (MDMA dan morfin) dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Penotolan dari titik pertama sampai titik ke-5 ini akan digunakan untuk pembuatan kurva standa. Senyawa standar yang ditotolkan dibuat dengan memipet 0,25 mL standar opiate 1000 ng/microliter dan dicampurkan dengan 0,25 mL standar amfetamin 1000 ng/microliter. Campuran ini kemudian diencerkan dengan metanol hingga volumenya 5 mL dalam labu ukur. Pada titik 1 dilakukan penotolan sebanyak 4 mikroliter senyawa standar (200 ng), pada titik ke-2 sebanyak 8 mikroliter (400 ng), pada titik ke-3 sebanyak 12 mikroliter (600 ng), pada titik ke-4 sebanyak 16 mikroliter (800 ng) dan pada titik ke-5 sebanyak 20 mikroliter (1000 ng). Untuk titik ke-6 sampai ke-8 digunakan sebagai penotolan sampel. Pada titik ke-6 ditotolkan ekstrak sampel amfetamin (SPE) sebanyak 50 mikroliter, pada titik ke-7 ditotolkan 25 mikroliter ekstrak sampel opiate (SPE) dan pada titik ke-8 ditotolkan sampel yang diekstrak melalui LLE sebanyak 25 mikroliter. Pada titik ke-6 penotolan yang dilakukan dalam jumlah yang lumayan banyak (50 mikroliter), sehingga penotolan ini terlihat meluber. Oleh karena itu pada titik-titik selanjutnya yaitu titik ke-7 sampai 8 penotolan dilakukan dalam jumlah sedikit yaitu 25 mikroliter. Sedangkan pada titik terakhir, titik ke-9 ditotolkan laruran standar pembanding. Larutan standar pembanding pembanding berbeda untuk tiap sistem fase gerak. Larutan standar pembanding ini digunakan untuk menghitung hrfc senyawa. Pada praktikum ini karena kita akan menggunakan fase gerak TB, maka larutan standar pembanding yang kita totolkan adalah larutan standar pembanding sistem TB. Larutan standar pembanding ini dibuat dengan mencampurkan 0,5 mL larutan teofilin 1 mg/ml, 0,5 mL larutan papaverin 1 mg/ml, 0,5 mL larutan dekstrometorfan 1 mg/ml, dan 0,5 mL larutan bromheksin 1 mg/ml. Pentolan larutan standar pembanding ini ditotolkan sebanyak 25 mikroliter. Setelah ditotolkan plat dikeringkan selama 10 menit Sampel yang ditotolkan harus memiliki ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin karena jika sampel yang digunakan terlalu banyak akan menurunkan resolusi. Selain itu, penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar ke puncak ganda. Pelebaran bercak dapat mengganggu proses scanningdengan spektrodensitometri karena memungkinkan terjadinya himpitan puncak. Selain itu, apabila konsentrasi senyawa pada plat sangat tinggi adalah maka ketika discanningdengan TLAC-CAMAG SCANNER sinar yang mengenai sampel akan diabsorbsi oleh lapisan pertama larutan dan hanya sedikit radiasi yang diserap oleh bagian lain sampel pada jarak yang lebih jauh sehingga fluoresensi sampel yang berkonsentrasi tinggi ini tidak seragam dan tidak proporsional dengan konsentrasi senyawaSelain fase diam, fase gerak juga merupakan hal yang penting dan bertanggung jawab atas keberhasilan pemisahan suatu campuran analit. Fase gerak akan akan bergerak naik di sepanjang fase diam karena adanya gaya kapilaritas pada sistem pengembangan menaik (ascending) Pemilihan fase gerak merupakan salah satu faktor terpenting yang akan mempengaruhi kromatogram KLT. Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar . Sistem pelarut yang terdiri lebih dari 1 jenis pelarut, harus dapat bercampur dengan baik sebagai satu fase tanpa adanya kekeruhan. Pada praktikum ini digunakan fase gerak TB. Larutan pengembang TB dibuat dengan mencampurkan 7,5 mL sikloheksana, 1,5 mL toluene, dan 1,0 mL dietilamin. Setelah itu dilakukan proses penotolan, plat KLT siap dielusi. Sebelum dilakukan proses elusi terlebih dahulu dilakukan proses penjenuhan bejana kromatografi (chamber). Penjenuhan chamber dilakukan memasukkan larutan pengembang TB ke dalam bejana kromatografi yang telah dilapisi kertas saring pada bagian dalamnya,biarkan selama kurang lebih 30 menit sebelum digunakan. Larutan TB yang dituangkan kira-kira memiliki ketinggian kurang lebih 1 cm .. Penambahan kertas saring berfungsi agar penguapan yang terjadi dalam chamber merata sehingga udara di dalam chamber tetap jenuh pelarut Selama proses penjenuhan, chamberharusditutup dengan baik,kemudiandidiamkan selama 30 menit dan dijaga agar tidak mengalami pergeseranuntuk mencegah terjadinya ketidakjenuhan pelarut.Kondisi jenuh dalam chamber dengan uap pelarut mencegah penguapan pelarut .Waktu penjenuhan chamber harus diperhatikan agar chamber tidak lewat jenuh yang dapat memperlambat proses elusidan menghasilkan pemisahan yang kurang baik.Selanjutnya dilakukan proses elusi. Proses elusi dilakukan dengan memasukkan plat KLT ke dalam chamber. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan plat KLT dalam chamber adalah : a. Dipastikan bejana tidak boleh bocorb. Diletakkan plat dalam bejana dengan posisi vertikal dengan pinsetc. Titik awal penotolan contoh uji dan standar harus berada di atas permukaan eluen d. Ditutup rapat bejana dan diletakkan pada suhu kamar e. Jika fase gerak telah sampai pada tanda batas atas pada plat, dikeluarkan plat dan dikeringkan di udara terbuka Setelah proses elusi selesai plat diangkat dan dikeringkan dalam oven selama 10 menit dengan suhu 600C. Pengeringan ini bertujuan untuk menguapkan sisa pelarut yang masih terdapat pada plat KLT sehingga tidak mengganggu prosesscanningdengan spektrofotodensitometer. Setelah itu plat dipindai dengan TLC scanner (Camag-Muttenz-Switzerland). Thin Layer Chromatography Scanner yang telah lebih dikenal dengan nama spektrofotometer semakin banyak dan luas digunakan dalam analisis kualitatif dan kuantitatif Instrumen spektrofotodensitometri terdiri dari sumber cahaya dalam rentang panjang gelombang 200-800 nm yaitu lampu deuterium (rentang spectra 200-400 nm), lampu tungsten (rentang spectra 400-800 nm, slit/ celah, monokromator untuk memilih panjang gelombang yang sesuai, sistem untuk memfokuskan sinar pada plat, filter fluoresensi, pengganda foton (photomultiplier) dan rekorder Spektrofotodensitometer dapat bekerja secara atau fluoresensi. Pada umumnya yang paling sering digunakan adalah mede absorbansi dengan menggunakan sinar UV pada panjang gelombang 190-300 nm. Oleh karena kebanyakan plat KLT menggunakan silica gel yang bersifat opaque (tidak tembus cahaya), maka pengukuran dengan mode transmitan tidak cocok digunakan . Penetuan absorpsi analit pada plat KLT opaque didasarkan pada ratio intensitas antara radiasi elektromagnetik yang datang dengan intensitas radiasi elektromagnetik yang direfleksikan atau dipantulkan . Pengukuran fluoresensi merupakan metode pengukuran langsung yang peka untuk senyawa dalam daerah UV dapat ditentukan melalui emisi penyinaran sekunder. Intensitas cahaya fluoresensi setelah dipancarkan melalui suatu monokromator, diukur secara selektif dalam kondisi yang sesuai, berbanding lurus dengan berat senyawa yang ada dalam noda. Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang merupakan noda pada plat. Radiasi yang datang pada plat diabsorpsi oleh analit, ditransmisi atau diteruskan jika plat yang digunakan transparan. Radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau indikator plat dapat diemisikan berupa fluoresensi dan fosforesensi. Pemadaman fluoresensi indikator F24 dapat terjadi akibat adanya noda pada plat sehingga teramati di bawah lampu UV sebagai noda hitam Setiap senyawa memiliki serapan pada panjang gelombang yang khas maka pengukuran intensitas cahaya yang diserap atau dipantulkan dapat dioptimalkan dengan memilih panjang gelombang yang sesuai untuk setiap jenis senyawa pada noda melaui cermin putar. Tanda keluaran (out put) dari detektor akan direkam dan diubah menjadi tanda serapan linier (absorbansi) melalui penguat logaritmik yang kemudian dicatat dalam rekoder sebagai puncak-puncak yang luas areanya dapat ditentukan. Dalam daerah konsentrasi tertentu, luas puncak senyawa adalah berbanding lurus dengan senyawa yang dikandung noda. Plat KLT discan pada panjang gelombang pengukuran 210 nm sehingga diperoleh kromatogramnya. Pengukuran tidak boleh dilakukan pada panjang gelombang kurang dari 210 nm karena senyawa-senyawa pengotor saja yang akan dideteksi bukan senyawa analit yang akan kita periksa. Setiap noda dibuat spektrumnya dari panjang gelombang 190-400 nm. Kemudian dicocokan harga hRfc dan spektrum masing-masing senyawa yang terdeteksi. Dari hasil scan ini diperolah kromatogram/ peak-peak. Dari data ini diperoleh nilai Rf max dan nilai AUC. Nilai ini yang akan digunakan dalam perhitungan. Penotolan pertama sampai penotolan ke-5 digunakan sebagai pembuatan kurva standar. Penotolan pertama sampai ke -5 merupakan penotolan senyawa standar gabungan dari senyawa standar opiate (morfin) dan amfetamin (MDMA). Oleh karena itu pembuatan kurva standar dibuat untuk senyawa standar opiate (morfin) dan amfetamin (MDMA). Kurva standar dibuat dari konsentrasi penotolan (x) dan AUC/ area peak (y). Untuk membuat kurva standar, terlebih dahulu dihitung nilai R (koefisien korelasi). Koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui seberapa dekat hubungan kedua variable x dan y tersebut. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai korelasi (R) sebesar 0,998 untuk senyawa standar morfin dan 0,982 untuk senyawa MDMA. Kedua nilai ini menyatakan adanya hubungan linier antara variabel konsentrasi penotolan (x) dan AUC/ area peak (y). Setelah itu dilakukan penentuan nilai koefisien regresi (B). Dari hasil perhitungan diperoleh nilai B untuk senyawa standar morfin 1,6718 dan untuk standar senyawa standar MDMA 0,8033. Setelah ditentukan nilai B maka dapat ditentukan nilai A (konstanta). Nilai A untuk senyawa standar morfin 260,92 dan untuk senyawa standar MDMA 867,6. Setelah dihitung nilai A dan B, kemudian dibuat persamaan garis untuk masing-masing senyawa standar dengan rumus :

dimana, y= Absorbansi (AUC)X= Konsentrasi A=Konstanta B= Koefisien regresiSehingga persamaan linier yang diperoleh adalah sebagai berikut : senyawa standar morfin : y=1,6718x + 260,92 senyawa standar MDMA : y= 0,8033 x +867,6Pada uji konfirmasi dilakukan dengan membandingkan nilai Rf analit dengan data senyawa standar dan pustaka. Pada prakteknya, nilai hRf bervariasi karena pengaruh factor lingkungan seperti kejenuhan bejana (chamber, pH medium, suhu penguapan fase gerak pada plat, kadar analit yang ditotolkan. Terdapat metode yang digunakan untuk mengurangi variasi hRf tersebut, Deutshe Forschungsgemeinschaft (DFG) dan International Association of Forensic Toxicologist (TIAFT) menggunakan harga hRf koreksi (hRFc) yang realtif konstan untuk masing-masing senyawa pada tiap sistem TLC tertentu. Harga hRfc suatu analit dapat dihitung dengan menggunakan metode korelasi polygonal. Metode ini membutuhkan minimal empat senyawa standar pembanding yang harga hRfc tersebar diantara harga HRfc sampel. Bila harga HRfcanalit yang didapat dapat dibandingkan dengan database harga HRfc di pustaka, maka akan diperoleh beberapa kemungkinan senyawa yang sesuai, hal ini akan memunculkan banyak senyawa yang dicurigai sebagai analit. Untuk lebih meyakinkan hasil analisis, maka digunakan kombinasi harga hRfc dengan spektrum analit. Berikut adalah tabel harga hRFc senyawa amfetamin,MDMA,MA, Morfin, Kodein pada berbagai fase gerak TBSistemAmfetaminMDMAMAMorfinKodein

TB2024280006

Nilai hRfc yang diperoleh dari analit yang dianalisis sebesar 1,933 dan 25, dibandingkan nilai hRfc pustaka analit ini dicurigai morfin dan MDMA karena memiliki nilai hRfc yang mendekati nilai pustaka. Setelah diketahui jenis analit pada sampel proses selanjutnya dilakukan penentuan kadar masing-masing anali. Pada praktikum ini sampel yang diperiksa oleh kelompok 3 adalah sampel LLE. Sampel LLE ini ditotolkan pada titik ke-8. Dari hasil scanner diperoleh peak-peak yang menggambarkan jenis senyawa yang terkandung dalam sampel. Pada titik/track ke-8, ternyata terdeteksi senyawa morfin, papaverin, MDMA, dan bromheksin serta senyawa-senyawa pengotor lainnya, akan tetapi yang menjadi target analis pada praktikum ini morfin dan MDMA. Dimana senyawa morfin pada track ke-8 memiliki nilai Rf max sebesar 0,04 dan nilai area (y) adalah sebesar 5009,9. Sedangkan nilai Rf max untuk senyawa MDMA adalah sebesar 0,42 dan nilai area (y) adalah sebesar 15534,4. Nilai area (y) dari masing-masing sampel ini akan digunakan untuk mencari kadar masing-masing sampel dengan persamaan garis yang telah dibuat tadi. Dari hasil perhitungan diperoleh kadar senyawa morfin adalah sebesar 0,00284064 mg/mL sedangkan kadar senyawa MDMA adalah sebesar 0,0183 mg/mL. 46