Bab V

9
Bab V Pembahasan 5.1 Pembahasan Tabel 5.1.1 Sebaran Perawakan Pendek (stunting) di Posyandu di RW 02 dan RW 11, PuskesmasKeluharan Jelambar Baru, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Periode April-Mei 2015 Pada table 4.1 didapatkan bahwa sebaran perawakan Balita yang normal adalah sebanyak 70 anak dengan persentase 68,6% dan jumlah sebaran perawakan pendek (stunting) adalah sebanyak 32 anak dengan persentase 31,4%. Di posyandu tersebut terdapat lebih banyak Balita dengan perawakan normal dibandingkan Balita dengan perawakan pendek. 5.1.2 Analisis Univariat Umur Ibu, Pendidikan Ibu, Pekerjaan Ibu, Pendapatan Keluarga, Riwayat Ante Natal Care (ANC), Penyakit dalam Kehamilan, Berat Badan Lahir Balita, Riwayat Pemberian ASI Eksklusif, Pengetahuan Ibu, dan Pola Makan di Posyandu RW 02 dan RW 11, Puskesmas Jelambar Baru, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Periode April – Mei 2015 1. Sebaran umur ibu yang memiliki Balita di Posyandu tersebut dikategorikan menjadi dua, yaitu umur ideal (20-39 tahun) dan umur tidak ideal (< 19 tahun dan > 40 tahun). Didapatkan ibu dengan umur ideal sebanyak 85 orang (83,3%) dan ibu dengan umur tidak ideal sebanyak 17 orang (16,7%).

description

fff

Transcript of Bab V

Bab VPembahasan

5.1 Pembahasan Tabel 5.1.1Sebaran Perawakan Pendek (stunting) di Posyandu di RW 02 dan RW 11, PuskesmasKeluharan Jelambar Baru, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Periode April-Mei 2015Pada table 4.1 didapatkan bahwa sebaran perawakan Balita yang normal adalah sebanyak 70 anak dengan persentase 68,6% dan jumlah sebaran perawakan pendek (stunting) adalah sebanyak 32 anak dengan persentase 31,4%. Di posyandu tersebut terdapat lebih banyak Balita dengan perawakan normal dibandingkan Balita dengan perawakan pendek.5.1.2Analisis Univariat Umur Ibu, Pendidikan Ibu, Pekerjaan Ibu, PendapatanKeluarga,Riwayat Ante Natal Care (ANC), Penyakit dalam Kehamilan, BeratBadan Lahir Balita,Riwayat Pemberian ASI Eksklusif, Pengetahuan Ibu, dan PolaMakan di Posyandu RW 02 dan RW 11, Puskesmas Jelambar Baru, KecamatanGrogol Petamburan, Jakarta Barat, Periode April Mei 20151. Sebaran umur ibu yang memiliki Balita di Posyandu tersebut dikategorikan menjadi dua, yaitu umur ideal (20-39 tahun) dan umur tidak ideal (< 19 tahun dan > 40 tahun). Didapatkan ibu dengan umur ideal sebanyak 85 orang (83,3%) dan ibu dengan umur tidak ideal sebanyak 17 orang (16,7%). 2. Sebaran pendidikan ibu yang memiliki Balita di Posyandu tersebut dikategorikan menjadi tiga, yaitu pendidikan rendah, menengah, dan tinggi. Didapatkan ibu dengan pendidikan rendah sebanyak 64 orang (62,7%), pendidikan menengah 32 orang (31,4%), dan pendidikan tinggi sebanyak 6 orang (5,9%).3. Sebaran pekerjaan ibu yang miliki Balita di Posyandu tersebut dikategorikan menjadi dua, yaitu ibu yang bekerja dan tidak bekerja. Didapatkan ibu yang bekerja sebanyak 22 orang (21,6%), dan ibu yang tidak bekerja sebanyak 80 orang (78,4%).4. Sebaran pendapatan keluarga yang memiliki Balita di Posyandu tersebut dikategorikan menjadi dua, yaitu pendapatan rendah (< Rp. 2.700.000) dan pendapatan cukup ( Rp. 2.700.000). Didapatkan keluarga dengan pendapatan rendah sebanyak 73 keluarga (71,6%) dan pendapatan cukup sebanyak 29 keluarga (28,4%). 5. Sebaran pengetahuan ibu yang memiliki Balita di Posyandu tersebut dikategorikan menjadi tiga, yaitu pengetahuan rendah, sedang, dan tinggi. Didapatkan ibu dengan pengetahuan rendah sebanyak 73 orang (71,6%), pengetahuan sedang sebanyak 22 orang (21,6%), dan pengetahuan tinggi sebanyak 7 orang (6,9%).6. Sebaran riwayat Ante Natal Care (ANC) pada ibu yang memiliki Balita di Posyandu tersebut dikategorikan menjadi dua, yaitu kurang dari 4 kali, dan sama atau lebih dari 4 kali. Didapatkan ibu dengan riwayat ANC kurang dari 4 kali sebanyak 9 orang (8,8%) dan yang sama atau lebih dari 4 kali sebanyak 93 orang (91,2%).7. Sebaran penyakit dalam kehamilan pada ibu yang memiliki Balita di Posyandu tersebut dikategorikan menjadi dua, yaitu memiliki riwayat penyakit dalam kehamilan dan tidak memiliki riwayat penyakit dalam kehamilan. Didapatkan ibu yang memiliki riwayat penyakit dalam kehamilan sebanyak 3 orang (2,9%) dan ibu yang tidak memiliki riwayat penyakit kehamilan sebanyak 99 orang (97,1%).8. Sebaran berat badan lahir balita di Posyandu tersebut dikategorikan menjadi dua, yaitu berat badan lahir rendah (< 2500 gram) dan berat badan lahir normal ( 2500 gram). Didapatkan balita dengan berat badan lahir rendah sebanyak 16 orang (15,7%) dan balita dengan berat lahir normal sebanyak 86 orang (84,3%).9. Sebaran riwayat pemberian ASI eksklusif pada Balita di Posyandu tersebut dikategorikan menjadi dua, yaitu diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan tidak diberikan ASI eksklusif. Didapatkan Balita yang tidak diberikan ASI eksklusif sebanyak 23 orang (22,5%) dan yang diberikan ASI eksklusif sebanyak 79 orang (77,5%).10. Sebaran pola makan Balita di Posyandu tersebut dikategorikan menjadi tiga, yaitu pola makan buruk, pola makan sedang, dan pola makan baik. Didapatkan Balita dengan pola makan buruk sebanyak 42 orang (41,2%), Balita dengan pola makan sedang sebanyak 35 orang (34,3%), dan Balita dengan pola makan baik sebanyak 25 orang (24,5%).5.1.3Analisis Bivariat Hubungan Antara Perawakan Pendek dengan Umur Ibu, PendidikanIbu, Pekerjaan Ibu, Pendapatan Keluarga,Riwayat Ante Natal Care (ANC), Penyakitdalam Kehamilan, Berat Badan Lahir Balita,Riwayat Pemberian ASI Eksklusif,Pengetahuan Ibu, dan Pola Makan di Posyandu RW02 dan RW 11, Puskesmas JelambarBaru, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Periode April Mei 20151. Hubungan antara perawakan pendek (stunting) Balita dengan umur ibu, berdasarkan tabel, digabung, dan diuji dengan Chi-Square, didapatkan X2=0,924, dengan nilai p>0.05, H0 diterima, yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur ibu dengan perawakan pendek (stunting) pada Balita. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosha (2012), dimana hasil uji statistik usia ibu menunjukkan tidak adanya hubungan (p > 0,05) dengan kejadian stunting.202. Hubungan antara perawakan pendek (stunting) Balita dengan pendidikan ibu Balita, berdasarkan tabel, digabung, dan diuji dengan Chi-Square, didapatkan X2=0,005, dengan nilai p 0,05, H0 diterima, yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pekerjaan ibu Balita dengan perawakan pendek (stunting) pada Balita. Pada penelitian Neldawati (2006) dan Hidayah (2010) menyatakan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan kejadian stunting pada Balita.Pekerjaan ibu berkaitan dengan pola asuh anak dan status ekonomi keluarga. Ibu yang bekerja di luar rumah dapat menyebabkan anak tidak terawat, sebab anak Balita sangat bergantung pada pengasuhnya atau anggota keluarga yang lain.34. Hubungan antara perawakan pendek (stunting) Balita dengan pendapatan keluarga Balita, berdasarkan tabel, digabung, dan diuji dengan Chi-Square, didapatkan X2=0,030, dengan nilai p < 0,05, H0 ditolak, yang berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pendapatan keluarga Balita dengan perawakan pendek (stunting) pada Balita. Menurut penelitian Kukuh Eka Kusuma dan Nuryanto (2013) hasil analisa bivariat maupun multivariat menunjukkan bahwa status ekonomi yang rendah merupakan faktor risiko kejadian stunting (p = 0,012). Anak dengan status ekonomi keluarga rendah 4,13 kali lebih berisiko untuk tumbuh stunting dibanding anak dengan status ekonomi keluarga tinggi.35. Hubungan antara perawakan pendek (stunting) Balita dengan pengetahuan ibu Balita, berdasarkan tabel, digabung, dan diuji dengan Chi-Square, didapatkan X2=0,008, dengan nilai p < 0,05, H0 ditolak, yang berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan ibu Balita dengan perawakan pendek (stunting) pada Balita. Sesuai dengan hasil penelitian Dedi Zaenal, Sri Yusnita, dan Hadyana (2012) didapatkan hasil uji statistik adanya hubungan antara pengetahuan ibu Balita dengan kejadian stunting pada Balita (p = 0,040).216. Hubungan antara perawakan pendek (stunting) Balita dengan riwayat Ante Natal Care (ANC) ibu Balita, berdasarkan tabel, digabung, dan diuji dengan Fisher, didapatkan p = 0,716, dengan nilai p > 0,05, H0 diterima, yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara riwayat Ante Natal Care (ANC) ibu Balita dengan perawakan pendek (stunting) pada Balita.7. Hubungan antara perawakan pendek (stunting) Balita dengan riwayat penyakit dalam kehamilan ibu Balita, berdasarkan tabel, digabung, dan diuji dengan Fisher, didapatkan p = 0,231, dengan nilai p > 0,05, H0 diterima, yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara riwayat penyakit dalam kehamilan ibu Balita dengan perawakan pendek (stunting) pada Balita. Sesuai dengan hasil penelitian Nasikhah (2012) menunjukkan riwayat penyakit kehamilan merupakan faktor risiko kejadian stunting yang tidak bermakna secara statistik (p = 0,562; OR = 1,4). Hal tersebut dimungkinkan karena kondisi kesehatan ibu selama hamil lebih berpengaruh pada proses kehamilan dan outcome bayi yang dilahirkan sedangkan pertumbuhan bayi setelah kelahiran banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti asupan zat gizi, pola asuh, atau penyakit infeksi.228. Hubungan antara perawakan pendek (stunting) Balita dengan berat badan lahir Balita, berdasarkan tabel, digabung, dan diuji dengan Chi-square, didapatkan X2 = 0,001, dengan nilai p < 0,05, H0 ditolak, yang berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik antara berat badan lahir Balita dengan perawakan pendek (stunting) pada Balita. Pada penelitian Zilda Oktarina dan Trini Sudiarti (2013) ditemukan hubungan antara berat lahir dengan kejadian stunting pada balita. Balita yang memiliki berat lahir kurang mempunyai risiko 1,31 kali mengalami stunting dibandingkan dengan balita berat lahir normal. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Varela et al. 2009. Penelitian di Pulau Sulawesi juga menunjukkan bahwa anak dengan berat lahir kurang dari 3000 g memiliki risiko menjadi stunting 1,3 kali dibandingkan anak dengan berat lahir lebih dari atau sama dengan 3000 g (Simanjuntak 2011). Berat lahir merupakan prediktor kuat terhadap penentuan ukuran tubuh di kemudian hari. Hal ini karena pada umumnya bayi yang mengalami Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) tidak dapat mengejar pertumbuhan ke bentuk normal selama masa kanak-kanak (Barker 2008).79. Hubungan antara perawakan pendek (stunting) Balita dengan riwayat pemberian ASI eksklusif pada Balita, berdasarkan tabel, digabung, dan diuji dengan Chi-square, didapatkan X2 = 0,512, dengan nilai p > 0,05, H0 diterima, yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara riwayat pemberian ASI eksklusif pada Balita dengan perawakan pendek (stunting) pada Balita. Kejadian stunting pada Balita lebih dipengaruhi oleh pemberian MP-ASI. Dalam penelitiannya, Astari (2006) menyatakan bahwa konsumsi MP-ASI lebih dominan mempengaruhi kecukupan energi dan zat gizi anak usia 6-12 bulan dibandingkan dengan konsumsi ASI, sehingga konsumsi MP-ASI yang rendah merupakan faktor yang menyebabkan rendahnya asupan energi dan zat gizi serta dapat menyebabkan terjadinya kejadian stunting. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syarif (2008) yang menunjukan tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunted pada anak umur 2-3 tahun.1610. Hubungan antara perawakan pendek (stunting) Balita dengan pola makan Balita, berdasarkan tabel, digabung, dan diuji dengan Chi-square, didapatkan X2 = 0,028, dengan nilai p < 0,05, H0 ditolak, yang berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pola makan Balita dengan perawakan pendek (stunting) pada Balita. Dari analisis Dedi Zaenal, Sri Yusnita, dan Hadyana (2012) hubungan antara asupan gizi balita dengan kejadian stunting diperoleh bahwa ada sebanyak 36 (72%) balita dengan asupan gizi balita kurang menderita stunting, sedangkan yang tidak menderita stunting sebanyak 72 (49%). Hasil uji statistik di peroleh p value = 0,007, maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara asupan gizi balita dengan kejadian stunting. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 2,6 (95% CI: 1.288-5.561) artinya bahwa balita dengan asupan gizi balita kurang mempunyai risiko 2,6 kali lebih besar terkena stunting dibanding balita dengan asupan gizi balita baik.