BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

32
Rona Lingkungan Hidup Awal Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat III - 1 RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL Berdasarkan hasil telaahan yang berkaitan dengan komponen kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak dan jenis dampak potensial yang ditimbulkannya, maka berikut ini adalah komponen lingkungan yang relevan untuk ditelaah dalam studi UKL dan UPL Penambangan dan Pengolahan Batuan Sirtu (Pasir dan Batu) seluas ±25 Ha, di Desa Bambakoro, Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat. 1. Komponen geo-fisik-kimia yang meliputi iklim dan kualitas udara ambien, kebisingan; fisiografi dan geologi, hidrologi dan kualitas air, bentang alam (landscap), lahan, tanah dan erosi. 2. Komponen biologi meliputi biota teresterial dan biota perairan. 3. Komponen sosial meliputi kependudukan, sosial-ekonomi, dan sosial-budaya, 4. Komponen kesehatan masyarakat meliputi sanitasi lingkungan dan tingkat kesehatan masyarakat. 3.1. KOMPONEN GEOFISIK KIMIA 1. Iklim Iklim merupakan faktor yang penting bagi kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan yang hidup dipermukaan bumi. Sampai saat ini, iklim merupakan salah satu faktor yang belum bisa diatur dengan kemampuan teknologi manusia. Oleh karena itu, dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan iklim, hal yang dapat dilakukan hanya menyesuaikan kegiatan tersebut dengan kondisi iklim yang ada untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara optimal. Berdasarkan Peta Agroklimat dari Oldeman dan Damiyati (1977), daerah wilayah studi di Desa Bambakoro, Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat mempunyai Tipe iklim A (daerah sangat basah). Puncak curah bulan kering berlangsung pada bulan Februari dan Mei sampai bulan Oktober. Bulan basah hanya terjadi pada bulan Juni, Oktober dan November. Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951), hanya sebagian kecil kawasan di Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara bertipe iklim A khusus pada daerah- daerah pesisir Barat dan Barat Laut Pasangkayu, dengan nisbah rata-rata jumlah bulan

Transcript of BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Page 1: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 1

RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL

Berdasarkan hasil telaahan yang berkaitan dengan komponen kegiatan yang

berpotensi menimbulkan dampak dan jenis dampak potensial yang ditimbulkannya, maka

berikut ini adalah komponen lingkungan yang relevan untuk ditelaah dalam studi UKL dan

UPL Penambangan dan Pengolahan Batuan Sirtu (Pasir dan Batu) seluas ±25 Ha, di Desa

Bambakoro, Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat.

1. Komponen geo-fisik-kimia yang meliputi iklim dan kualitas udara ambien, kebisingan; fisiografi dan geologi, hidrologi dan kualitas air, bentang alam (landscap), lahan, tanah dan erosi.

2. Komponen biologi meliputi biota teresterial dan biota perairan. 3. Komponen sosial meliputi kependudukan, sosial-ekonomi, dan sosial-budaya, 4. Komponen kesehatan masyarakat meliputi sanitasi lingkungan dan tingkat

kesehatan masyarakat.

3.1. KOMPONEN GEOFISIK KIMIA

1. Iklim

Iklim merupakan faktor yang penting bagi kehidupan manusia, hewan maupun

tumbuhan yang hidup dipermukaan bumi. Sampai saat ini, iklim merupakan salah satu

faktor yang belum bisa diatur dengan kemampuan teknologi manusia. Oleh karena itu,

dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan iklim, hal yang dapat dilakukan

hanya menyesuaikan kegiatan tersebut dengan kondisi iklim yang ada untuk mencapai

tujuan yang diharapkan secara optimal.

Berdasarkan Peta Agroklimat dari Oldeman dan Damiyati (1977), daerah wilayah studi di

Desa Bambakoro, Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

mempunyai Tipe iklim A (daerah sangat basah). Puncak curah bulan kering berlangsung

pada bulan Februari dan Mei sampai bulan Oktober. Bulan basah hanya terjadi pada

bulan Juni, Oktober dan November.

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951), hanya sebagian kecil kawasan di

Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara bertipe iklim A khusus pada daerah-

daerah pesisir Barat dan Barat Laut Pasangkayu, dengan nisbah rata-rata jumlah bulan

Page 2: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 2

basah (BB) dan bulan kering (BK) dinyatakan dalam nilai Q (%) dengan kisaran

0≤Q<14,3, atau termasuk wilayah/daerah sangat basah.

Kondisi iklim secara umum dapat ditinjau dari beberapa indikator. Hasil pengumpulan

data studi ini diperoleh indikator iklim antara lain:

a. Curah Hujan dan Lama Penyinaran Matahari

Curah hujan rata-rata tahunan (tahun 2008) dikawasan ini berkisar 2.197,7 mm,

dengan curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 227,5

mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 98,4 mm.

Total hari hujan (tahun 2008) berkisar antara 10 hari hingga 24 hari per bulan.

Sepuluh hari hujan terjadi pada bulan Januari, Februari dan Mei, sedangkan 24 hari

hujan terjadi pada bulan Agustus.

Lama penyinaran matahari termasuk dalam katagori rendah. Nilai rata-rata tahunan

penyinaran sebesar 69,4%. Rendahnya lama penyinaran matahari tersebut

disebabkan daerah ini termasuk yang sering tertutup oleh awan. Lama penyinaran

matahari maksimum terjadi pada bulan Agustus sebesar 77,6%, sedangkan terendah

terjadi pada bulan Januari sebesar 62,4%.

b. Suhu dan Kelembaban Udara

Suhu rata-rata harian berkisar 26,69 s/d 27,53 ºC, suhu udara rata-rata tahunan

sebesar 27,12 ºC. Suhu udara maksimum terjadi pada bulan Oktober dan suhu udara

rata-rata minimum terjadi pada bulan Juli.

Hampir merata dikawasan ini sepanjang tahun selalu lembab dengan nilai

kelembaban relatif (RH) rata-rata tahunan mencapai 68,43%. Kelembaban relatif

udara tertinggi terjadi pada bulan Mei dan terendah pada bulan September.

c. Kecepatan Angin

Kecepatan angin dikawasan ini termasuk dalam katagori lemah sampai sedang,

kecepatan angin rata-rata tahunan mencapai 7,74 km/jam. Kecepatan angin terbesar

terjadi pada bulan Januari dan Oktober yaitu 8,28 km dan kecepatan angin terkecil

terjadi pada bulan Juli yaitu 6,84 km/jam.

2. Geologi

Uraian tentang kondisi Geologi Kabupaten Mamuju Utara, berdasarkan hasil pemetaan

lapangan yang dikompilasikan dengan Peta Geologi Regional Bersistem Skala 1 :

250.000 Terbitan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (PPPG) Bandung, pada

bagian Barat lembar Pasang Kayu (Sukido, dkk., 1974) dan bagian lembar Palu (RAB

Page 3: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 3

Sukamto, dkk 1973). Berdasarkan letak geografis dan geologi regional tersebut di atas,

Kabupaten Mamuju Utara terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian utara dan selatan

yang disajikan sebagai berikut :

2.1 Geomorfologi

Geomorfologi daerah penelitian berdasarkan kesebandingan peta geologi dan hasil

pengamatan langsung di lapangan, maka daerah penelitian dibagi menjadi 3 (tiga)

satuan morfologi, yaitu morfologi pegunungan, morfologi perbukitan, dan morfologi

pedataran. (Gambar 1-3)

2.1.1 Satuan Morfologi Pegunungan

Morfologi ini menempati hampir 20% (dua puluh persen) dari luas daerah yang

dipetakan dengan kemiringan lereng 56% - >140%. Pada umumnya morfologi ini

berada pada bagian selatan sebelah timur dari daerah penelitian yaitu di daerah

Kecamatan Bulutaba, Kecamatan Doripoku, dan Kecamatan Dapurang.

Morfologi ini umumnya berlereng terjal, dan curam, puncak bukitnya dengan

ketinggian 500 – 1.200 meter dari permukaan laut. Perbukitan ini belum di usahakan

oleh masyarakat sebagai lahan pertanian maupun perkebunan. Masyarakat banyak

mengusahakan rotan dan kayu gelondongan.

Morfologi pegunungan ini disusun oleh batuan yang berasal dari formasi lariang

dengan satuan batuan batusabak, konglomerat, batupasir malihaan dan formasi

latimojong dengan intrusi batuan granit.

2.1.2 Satuan Morfologi Perbukitan

Morfologi perbukitan pada wilayah penelitian menempati 30% dari seluruh wilayah

penelitian. Membentang dari utara sampai keselatan dengan ketinggian antara 50 –

500 meter dari permukaan air laut dengan kemiringan lereng berupa permukitan

bergelombang hingga terjal. Kecamatan Bambalamotu dan bagian barat Kecamatan

Bulataba merupakan wilayah terluas dari satuan ini kemudian disusul dengan

Kecamatan baras, Kecamatan Doripoku dan Kecamatan Dapurang.

Material penyusun morfologi ini adalah batuan-batuan sedimen dan vulkanik, seperti

batuan tufa, konglomerat, batugamping koral, batupasir, dan material sirtu pada

aliran-aliran sungai. Morfologi perbukitan ini banyak diusahakan masyarakat

setempat sebagai areal perkebunan dan pertanian yaitu berkebun coklat dan kelapa

sawit, serta permukiman.

Page 4: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 4

2.1.3 Satuan Morfologi Dataran Rendah

Morfologi dataran rendah merupakan daerah landai dengan kemiringan lereng 0-2

%, biasanya material penyusun dataran rendah adalah material hasil transportasi

sungai maupun laut. Pada daerah penelitian dibagi menjadi 3 bentukan morfologi,

yaitu dataran pantai, dataran banjir dan gosong sungai.

Morfologi dataran mendominasi wilayah penelitian menempati 50% yang

Gambar 3-1. Peta Geomorfologi Kabupaten Mamuju Utara

Page 5: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 5

membentang dari utara ke selatan dan umumnya berada pada daerah-daerah

pinggir pantai, sungai dan dataran-dataran antara sungai-sungai yang ada dengan

sudut lereng 0 – 2%. Satuan ini berada pada ketinggian 0 – 50 meter diatas

permukaan laut (dpl), kecuali gosong-gosong sungai yang berada pada daerah

ketinggian. Satuan ini didominasi oleh material endapan sungai dan pantai.

Morfologi dataran rendah ini banyak diusahakan masyarakat setempat sebagai

areal perkebunan, pertanian yaitu berkebun coklat dan kelapa sawit, tambak, jasa

dan permukiman, serta sebagai pusat pemerintahan.

2.2 Stratigrafi

Kabupaten Mamuju Utara yang berada pada bagian utara Provinsi Sulawesi Barat,

secara geologi merupakan bagian peta geologi regional dari yakni; Peta geologi lembar

Pasangkayu (dominan), peta geologi lembar Palu menempati sebagian kecil wilayah

Kabupaten Mamuju Utara bagian Utara dan peta geologi lembar Mamuju, menempati

bagian selatan wilayah Kabupaten Mamuju Utara. Kompilasi dari ketiga lembar peta ini

menghasilkan peta geologi regional Kabupaten Mamuju Utara (Lampiran A).

Berdasarkan peta yang disusun oleh Sukido, dkk (1993), sebagai bagian yang dominan,

wilayah ini terbagi tiga kelompok batuan yang memanjang utara – selatan. Pada wilayah

bagian barat (bagian tenggara wilayah Kab. Mamaju Utara) didominasi oleh batuan-

batuan berumur tua berupa kelompok batuan metamorf Formasi Latimojong (Kls).

Formasi ini terdiri dari perselingan batupasir malih, batusabak, dan filit yang perkirakan

umur Kapur.

Di daerah penelitian anggota batuan yang terdapat di Formasi Latimojong antara lain;

Batusabak, batusabak secara megaskopis kenampakan berwarna kelabu, kelabu tua

hingga kehitaman, belahan menyabak dan mudah pecah melalui bidang belah,

setempat karbonan, kompak dan getas, ketebalan lapisan antara 25 – 75 Cm.

Fillit, Fillit berwarna kelabu, kelabu tua hingga kehitaman, terdiri dari hablur kuarsa dan

mika, pejal dan mudah pecah melalui bidang pendaunan.

Batupasir malih, batupasir ini berwarna kelabu hingga kelabu tua, terdiri dari hablur

kuarsa, feldspar, biotit, sedikit amphibole, dan piroksin, umumnya berbutir halus hingga

sedang, bersifat karbonan dan gampingan, terpilah sedang hingga buruk, menyudut

tanggung, padu. Tebal lapisa batupasir ini berkisar antara 25 – 120 Cm. Batulempung,

batuan ini berwarna kelabu hingga kelabu kecoklatan, sangat keras dan sangat kompak.

Page 6: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 6

Satuan batuan anggota Formasi Latimojong tersingkap baik di sebelah barat Kecamatan

Doripoku, Kecamatan Dapurang, dan Kecamatan Bulutaba. Formasi Latimojong ditindih

tak selaras batuan gunungapi Formasi Lamasi (Toml) dan Formasi Talaya.

Batupasir pada anggota satuan ini, kenampakan secara megaskopis berwarna kelabu,

kecoklatan dan kelabu tua, berbutir sedang, setempat kasar hingga kerikilan, penyusun

utamanya kepingan andesit, kuarsa, batuan malihan, mika dan mineral gelap, tersemen

oleh silika dan karbonat, keras dan pejal. Berlapis buruk dengan tebal 5 Cm – 2,5 M.

Struktur silangsiur dan perlapisan bersusun banyak dijumpai, setempat perlapisan

bergelombang.

Batulempung pada satuan anggota Formasi Lariang, keterdapatan di lapangan

menampakkan berwarna kelabu hingga kecoklatan, setempat gampingan dan pasiran,

setempat bersifat lanauan dan menyerpih, mudah hancur, batuan ini setempai terdapat

sebagai sisipan.

Batuan Tufa pada anggota satuan Formasi Lariang, kenampakan dilapangan berwarna

putih keabuan, berukuran halus, setempat pasiran, tebalnya mencapai 2,75 M.

Satuan batuan anggota Lariang tersingkap baik di daerah Sungai Lariang, Sungai

Karossa, Sungai Randomayang. Formasi Lariang mempunyai hubungan

ketidakselarasan dengan batuan yang lebih tua di bawahnya dan juga batuan yang lebih

muda di atasnya termasuk Formasi Pasangkayu. Pada umumnya kedudukan batuan

yang ada pada formasi ini relatif ke arah barat.

Formasi Pasangkayu terdiri dari batupasir dan batulempung, setempat ditemukan

batugamping dan konglomerat. Di daerah penelitian satuan anggota Formasi

Pasangkayu tersebut diatas terdapat batupasir, dimana secara megaskopis

memperlihatkan warna kelabu-hingga kelabu tua, tersusun oleh butiran kuarsa, mika

dan mineral gelap, berbutir halus hingga sangat halus setempat dijumpai berbutir kasar

hingga sangat kasar dan setempat bersifat lanauan, terpilah sedang, agak padat dan

kompak, massa dasarnya terdiri dari lempung dan kuarsa berukuran halus.

Satuan Batulempung pada formasi pasangkayu, kenampakan berwarna kelabu hingga

kelabu tua, setempat pasiran, gampingan dan fosilan, agak padat, mudah hancur,

batuan ini setempat terdapat sebagai sisipan.

Satuan batugamping anggota Formasi Pasangkayu, keterdapatan dilapangan berwarna

putih hingga kelabu muda, umumnya koralan dan setempat mengandung molluska dan

pejal. Umumnya terdapat sebagai sisipan dengan tebal 7 – 20 Cm dan pada lapisan

atas ketebalannya terdapat hingga 7 Meter.

Page 7: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 7

Satuan batuan anggota pasangkayu tersingkap baik di daerah Pasangkayu, Sungai

Lariang dan sebelah barat Dapuran dan daerah Sungai Pasangkayu. Umur formasi ini

adalah Pliosene dan ditindih secara tidak selaras oleh satuan aluvial (Qa) yang berumur

holosen dan mendominasi bagian barat. Formasi ini mempunyai kedudukan perlapisan

yang relatif kearah barat, setempat memperlihatkan antiklin dan ditemukan fosil mikro.

Satuan alluvial dan karbonat kwarter terdiri dari material lempung, pasir, kerikil, kerakal

dan batugamping koral. Endapan Alluvial dan Gamping Terumbu yang tersebar di

sebapanjang pantai merupakan ciri dari endapan kwarter.

Kenampakan di lapangan batugamping terumbu tersebar di daerah dataran pantai

meliputi Kecamatan Bambalamotu, Kecamatan Pasangkayu, Kecamatan Tikke Raya,

Kecamatan Lariang dan sebelah barat Kecamatan Doripoku. Sedangkan endapan

alluvium menyebar di seluruh kecamatan yang ada di kabupaten Mamuju Utara,

umumnya berada di dekat pantai dan merupakan dataran alluvial dan perbukitan

bergelombang lemah.

Pada lembar pasangkayu terdapat batuan terobosan, dimana batuan ini diduga berumur

Miosen-Pliosen (Tmpi) terdiri dari diorit-andesit (d), granit dan granodiorit (g). Indikasi

kegiatan magmatisme tersebut diduga terjadi selama Miosen.

2.3 Struktur Geologi

Struktur geologi yang berkembang di daerah ini di duga dipengaruhi oleh pergerakan

sesar utama Palu-Koro. Dampak dari sesar utama ini, diperkirakan membentuk sesar

geser ikutan yang berarah Timur Laut-Barat Daya, sesar normal, lipatan dan rekahan

(kekar).

Indikasi sesar geser ikutan yang ada diwilayah ini di interpretasikan berdasarkan peta

topografi yang mengidentifikasikan adanya kelokan sungai yang tajam, breksi sesar dan

dinding sesar di lapangan.

Sesar normal diperkirakan berada di sepanjang pegungungan di sebelah tenggara dari

pada daerah penelitian. Indikasinya berdasarkan interpretasi kontur yang menunjukkan

adanya perbedaan kontur yang rapat dan kontur yang renggang secara signifikan.

Lipatan yang ada di daerah ini berupa lipatan terbuka dan lipatan tertutup. Lipatan

terbuka mempunyai kemiringan sayap kurang dari 30o berarah hampir utara – selatan.

Lipatan antiklin umumnya sangat tajam yang sebagian sudah tererosi, struktur ini

tersingkap di Desa Doda, di mana lipatan antiklin ini diperkirakan berasosiasi dengan

sesar naik yang berkembang di daerah ini.

Page 8: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 8

Rekahan batuan (kekar) hampir terdapat pada semua jenis batuan, terutama di sekitar

lajur sesar, baik pada batuan malihan, sedimen dan beku yang terdapat di daerah ini. Di

beberapa tempat kekar ini mempengaruhi pola aliran sehingga berpola lurus atau

menyiku. Stratigrafi daerah Pasangkayu secara rinci (Calvert, 1999) ditunjukkan pada

gambar (3-2)

2.4 Bahan Galian atau Pertambangan Batuan Pasir dan Batu

Pasir dan batu disingkat sirtu merupakan endapan yang belum terkonsolidasi dengan

baik (sebagai material lepas) dengan ukuran butir bervariasi (1/16 – 2 mm untuk material

pasir dan ukuran batu >2 mm). Sirtu merupakan material yang berasal dari hasil

pelapukan secara fisik dari batuan induk berupa batuan beku, sedimen atau batuan

metamorf yang mengalami pengangkutan kemudian diendapkan pada lingkungan

pengendapan masing-masing.

Gambar 3-2. Kolom Stratigrafi Regional Pasangkayu Sulawesi Barat (Calvert, 1999)

Page 9: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 9

Untuk material sirtu di Kabupaten Mamuju Utara, pasir diendapkan pada sungai dan

pantai, sedangkan batu atau bongkahan diendapkan pada sungai terutama pada bagian

hulu. Endapan sirtu, banyak dapat dijumpai di daerah penyelidikan, terutama pada

daerah-daerah aliran sungai besar, endapan pasir juga dapat dijumpai pada sepanjang

pantai di Mamuju Utara. Penyebaran sirtu dapat ditemukan pada beberap lokasi antara

lain; Sungai Sarjo Kecamatan Sarjo, Sungai Randomayang daerah Nulae Kecamatan

Bambalamotu, hulu Sungai Patagang, hulu Sungai Karossa, hulu Sungai Benggaulu,

Sungai Tarakedokoro Kecamatan Dapurang, dan Sungai Lariang Kecamatan Lariang.

Bahan galian dari endapan sirtu telah dimanfaatkan berbagai kebutuhan, khususnya

sebagai material bahan bangunan yang telah diusahakan oleh beberapa perusahaan

yang bergerak dalam bidang pertambangan yang telah mendapat izin usaha dari

Pemerintah Kabupaten Mamuju Utara

Tabel 3-1. Hasil Analisa Butir dengan saringan Batu pasir Kabupaten Mamuju Utara

Kode Sampel Ukuran/No Saringan (Mesh)

% Tertahan Saringan; Masing-masing Berat (gram) %

PS1 MATRA

4 8

10 20 40 80 100 200 Pan

0 0

0.2 1.2 1.3

10.6 7.2

40.5 439

0 0

0,04 0.24 0.26 2.12 1.44 8’10 87.80

Total 500 100

PS2 MATRA

4 8

10 20 40 80

0 0.4 0.1 8.9

81.4 165.8

0 0.08 0.02 1.78 16.28 33.16

Gambar 3-3. Penambangan dan pengolahan bahan galian Sirtu

Page 10: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 10

Kode Sampel Ukuran/No Saringan (Mesh)

% Tertahan Saringan; Masing-masing Berat (gram) %

100 200 Pan

11.2 29.2 203

2.24 5.84 40.6

Total 500 100

• Dianalisa pada laboratorium UPTD Dinas Prasarana Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2009

a. Pasir Berwarna abu-abu dan kecoklatan, berbutir halus hingga sangat kasar,agak padat

hingga material lepas sebagian bercampur dengan sisa tumbuhan. Pasir yang

dijumpai di lapangan merupakan endapan sungai yang tersebar pada alur-alur sungai

terutama pada sungai berukuran besar pada daerah penyelidikan, antara lain S.

Pasangkayu, S. Lariang dll, sedangkan endapan pasir pantai tersebar di sepanjang

pantai Mamuju Utara warna abu - abu kehitaman dengan sortasi baik, mempunyai

ukuran butir relatif seragam, di antaranya seperti pada gambar berikut;

Pada endapan pasir sungai umumnya terakumulasi bersama dengan material lainnya

seperti kerikil, kerakal , bahkan dapat bercampur dengan bongkah-bongkah yang ada

di sungai.

Gambar 3-4 Endapan pasir pantai di Kecamatan Sarjo

b. Kerikil dan kerakal Adalah material lepas berukuran lebih besar dari 2 cm, tersebar pada alur-alur sungai

terutama pada bagian hulu, terdiri dari fragmen-fragmen dari beberapa macam

batuan, antara lain granit, diorit, basal ,andesit, batupasir dan batulempung.

Endapan aluvial dijumpai pada beberapa lokasi di antaranya; Sungai Sarjo, Daerah

Surumana Kecamatan Sarjo, daerah Taba Kecamatan Bambaira, Sungai

Randomayang, daerah Nulae Kecamatan Bambalamotu, Hulu Sungai Patagang

Kecamatan Dapurang, Hulu Sungai Karossa, Kecamatan Dapurang, hulu Sungai

Page 11: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 11

Benggaulu, Sungai Tarakedokoro, Kecamatan Dapurang, Sungai Lariang, dan

Kecamatan Bulutaba.

Gambar 3-5 Endapan sungai terdiri dari pasir, kerikil, Kerakal sampai bongkah

3. Kondisi Tanah

3.1. Tanah dan Orde Tanah

Pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan tanah dapat berbeda-beda,

tergantung dari segi mana tanah itu dilihat. Batasan atau definisi tanah yang dilihat dari

segi ahli bangunan sudah tentu akan berbeda dengan definisi yang dilihat dari segi ahli

pertanian, dan sebagainya. Banyak batasan-batasan (definisi) yang dibuat orang

tentang tanah yang kadangkala definisi tersebut singkat saja, namun adapula batasan-

batasan yang cukup panjang. Namun batasan yang dikemukakan disini adalah

merupakan kombinasi definisi yang dibuat oleh Joffe dan Marbut, kedua nama tersebut

merupakan dua ahli ilmu tanah yang kenamaan dari Amerika Serikat.

“Tanah itu adalah tubuh alam (Natural Body) yang terbentuk dan berkembang sebagai

akibat bekerjanya gaya alam (Natural Forces) terhadap bahan-bahan alam (Natural

Material) dipermukaan bumi. Tubuh alam ini dapat berdeffrensiasi membentuk horison-

horison mineral maupun organik yang kedalamannya beragam dan berbeda-beda sifat-

sifatnya dengan bahan induk dibawahnya dalam hal morfotogi komposisi kimia, sifat-

sifat fisis maupun kehidupan biologisnya.

Bahan-bahan anorganik tersebut mendukung tumbuhnya jasad hidup. Jasad hidup

dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya apabila dalam tanah itu tersedia

apa yang disebut hara, air dan udara. Pada permukaan daratan didapatkan benda-

benda tanah, batu-batu keras, lumpur payau-payau atau rawa-rawa, tumbuh-tumbuhan,

lava dan lahar gunung berapi atau hanya beberapa atau satu macam saja dari benda-

Page 12: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 12

benda tersebut. Mineral (pelikan) adalah benda-benda bentukan alam yang mempunyai

susunan kimia tertentu dan pada umumnya berhablur (berkristal).

Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil penelitian dikawasan ini dijumpai 4 (empat)

orde tanah yaitu : Entisol, Histosol, Inceptisol dan Ultisol.

a) Tanah Entisol adalah : tanah yang belum mengalami perkembangan penampang

tanah. Tanah ini umumnya terbentuk dari pengendapan baru atau tanah-tanah yang

mengalami proses erosi secara kontinyu sehingga seolah-olah terjadi pemudaan

kembali. Pada tanah ini terdapat epipedon orchik, histik atau sulfurik. Tanah Entisol

adalah tanah endapan sungai atau rawa-rawa pantai. Tanah Entisol yang berasal

dari bahan alluvium umumnya merupakan tanah yang subur. Perbaikan deainase di

daerah rawa-rawa menyebabkan munculnya cat clay yang sangat masam akibat

oksidasi sulfide dan sulfat.

b) Tanah Histosol adalah Jenis tanah ini terbentuk bila produksi dan penimbunan

bahan organik lebih besar dari mineralisasinya. Keadaan ini terdapat di tempat-

tempat yang selalu digenangi air sehingga sirkulasi oksigen sangat terhambat. Oleh

karena itu dekomposisi bahan organik terhambat dan terjadilah akumulasi bahan

organik.

c) Tanah Inceptisol adalah jenis tanah muda tetapi lebih berkembang dari Entisol,

memiliki epipedon umbrik, orchrik, molik atau plagen, juga memiliki horizon kambik.

Ordo tanah ini memiliki solum yang tebal, warna tanah terang dan seragam dengan

batas-batas horizon kabur, remah sampai gumpal, gembur, kejenuhan basa kurang

dari 50%, pH berkisar 4,5 – 5,5, dan kandungan bahan organik kurang dari 1%.

Padaanan nama tanah ini adalah Latosol, (Sistem Dudal Soepraptohardjo, 1957,

1961); Kambisol (modifikasi PPT 1978/1982); dan Kambisol (FAO/UNESCO 1974).

d) Tanah Ultisol adalah tanah dengan horison argilik atau kandik bersifat masam

dengan kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation) pada kedalaman

1,8 m dari permukaan tanah < 35%, sedang kejenuhan basa pada kedalaman < 1,8

m dapat lebih rendah atau lebih tinggi dari 35%. Tanah ini umumnya berkembang

dari bahan induk tua berupa batuan liat. Problema tanah ini adalah reaksi masam,

kadar Al tinggi sehingga menjadi racun bagi tanaman dan menyebabkan fiksasi P,

unsur hara rendah, diperlukan pengapuran dan pemupukan. Padanan nama tanah ini

adalah Podsolik Merah Kuning (Sistem Dudal Soepraptohardjo,1957,1961); Podsolik

(modifikasi PPT 1978/1982); dan Acrisol (FAO/UNESCO 1974). Di lokasi, studi order

tanah Ultisol ditemukan dari great group tanah Tropudults.

Page 13: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 13

3.2. Interpretasi Hasil Analisis Laboratorium

(1) Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang dikaji dalam studi ini adalah tekstur, permeabilitas, porositas

dan bobot isi. Tekstur tanah mencerminkan ukuran dan proporsi kelompok butiran-

butiran primer mineral tanah yang ditentukan oleh perbandingan relatif jumlah

fraksi liat, debu, dan pasir. Perbandingan relatif dari fraksi-fraksi tersebut dapat

berubah akibat pelapukan tanah dan sedimentasi liat dari aliran air. Tekstur suatu

horison tanah merupakan sifat yang hampir tidak berubah. Tanah di lokasi itu

bertekstur lempung berdebu.

Berdasarkan hasil analisis sifat fisik tanah yang telah dilakukan terutama tekstur

dan struktur tanah diketahui bahwa tanah dilokasi tersebut sangat cocok untuk

pendirian bangunan termasuk di dalamnya adalah fasilitas infrastruktur

Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU (Tambang Galian C). Sifat tanah

demikian dapat mendukung untuk beridirinya/kokohnya sebuah bangunan. Namun

demikian, karena tanah di lokasi tersebut sangat poros (dengan ruang pori total

55,85%) maka hendaknya dalam pengelolaam limbah rumah tangga terutama

limbah cair dan lain-lainnya pada tahap operasi perlu dilakukan pengelolaan

dengan membuatkan bak penampungan lalu kemudian dilakukan pengelolaan

sesuai standar yang berlaku, kemudian limbah tersebut dapat disalurkan atau

dibuang. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya pencemaran tanah,

dan pencemaran air laut. Hal ini tersebut dikarenakan tanah yang bersifat poros

memiliki daya mengikat terhadap air rendah, infiltrasi dan atau permeabilitas

cepat hingga sangat cepat yang hal ini memudahkan air/limbah masuk ke dalam

tanah hingga mencapai air tanah dan menyebabkan terjadinya pencemaran.

Secara umum sifat fisik tanah di lokasi studi ditinjau dari kualitas lingkungannya,

tanah ini masuk kategori kualitas rendah.

(2) Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah yang dikaji adalah: reaksi tanah (pH), C-organik, N-total, P-

tersedia, P-total, K-total, basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, Na, dan K), kejenuhan

basa, dan kapasitas tukar kation (KTK).

Reaksi tanah (kemasaman tanah) menunjukan reaksi tanah dan itu akan

mempengaruhi kemampuan tanah menyediakan hara bagi tanaman yang

dibudidayakan. Reaksi tanah dilokasi studi tergolong masam dengan nilai pH

5,57.

Page 14: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 14

Bahan organik lebih berpengaruh terhadap sifat fisik kimia tanah. Adanya

kandungan bahan organik akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mengikat

air dan menyediakan unsur hara, serta meningkatkan respons tanah terhadap

pemupukan. Kandungan bahan organik dicirikan oleh kandungan C-organik tanah.

Hasil analisis contoh tanah yang diambil di lokasi kegiatan menunjukkan bahwa

kandungan C-organik tanah di areal studi tergolong rendah yaitu 1,64%.

Nitrogen (N), Kalium (K) dan Fosfor (P) adalah unsur-unsur yang sangat

dibutuhkan oleh semua tanaman. N, P, dan K merupakan unsur hara esensial

yang tergolong dalam unsur hara makro. Ketiga unsur itu tersedia dalam tanah

secara alami dan dapat diberikan pada tanaman dengan jalan pemupukan N,P,K

sebagai unsur hara makro sangatlah berpengaruh terhadap tingkat kesuburan

tanah.

Tabel 3.1. Hasil Analisis Tanah Di Wilayah Studi.

NO PARAMETER SATUAN NILAI Keterangan

1  Pasir  % 3,71 Lempung Berdebu 2  Debu  % 79,873  Liat  % 16,424  Permeabilitas  cm/jam 16,67 Cepat 5  Berat Isi Tanah  g/cm3 1,176  Ruang Pori Tanah  % 55,85 Sangat Tinggi 7  C‐organik  % 1,67 Rendah 8  N‐total % 0,18 Rendah 9  C/N  12,15 Sedang 10  pH H2O (1:2,5)  5,57 Masam 11  pH KCl  (1 :2,5)  4,32 Masam 12  P2O5 (HCl 25%)  mg/100 g 23,62 Sedang 13  P2O5 (Bray I)  ppm 22,79 Rendah 14  K2O (HCl 25%)  me/100 g 69,41 Tinggi 15  Ca  me/100 g 3,06 Rendah 16  Mg  me/100 g 0,39 Sangat Rendah 17  K  me/100 g 0,59 Sedang 18  Na  me/100 g 0,64 Sedang 19  KTK  me/100 g 20,29 Sedang 20  KB  % 23,06 Rendah 21  Al‐dd  me/100 g 0,7022  H‐dd  me/100 g 0,30

Sumber : Hasil Analisis Laboratoriun Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, 2011

Di dalam tanah dan tanaman, Nitrogen (N), sangatlah mobil, kalium (K) agak mobil

sedangkan fosfor tersedia cenderung relatif lebih stabil. Ketiga unsur tersebut

mempunyai peranan masing-masing mulai dari pertumbuhan vegetatif,

perkembangan perakaran dan pembuahan. Secara umum unsur N–total dan P-

tersedia di lokasi kegiatan adalah beragam. Kandungan Nitrogen total tergolong

rendah 0,18%, sedang fosfor tersedia juga tergolong sedang yaitu 23,62 ppm P2O5.

Page 15: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 15

Basa-basa tertukar dan Kejenuhan Basa. Kandungan Ca tergolong rendah yaitu 3,06

me%, Mg tergolong sangat rendah dengan nilai 0,39 me%, K tertukar tergolong

sedang yaitu 0,59 me%, sedangkan Na tertukar tergolong sedang dengan nilai 0,64

me%. Keberadaan kation basa dalam tanah sangat penting karena dapat

memberikan respon positif terhadap penyediaan hara oleh tanah terhadap tanaman.

Nilai kapasitas tukar kation menunjukkan kemampuan tanah untuk melakukan

pertukaran terhadap kation-kation tanah. Semakin tinggi KTK tanah maka tanah

dikategorikan baik. Nilai KTK tergolong sedang (20,29 me%). Sedangkan kejenuhan

basa (KB) tergolong sedang yakni 23,06%.

Dari hasil analisis tersebut di atas, secara umum kesuburan tanah di wilayah studi

tergolong rendah sampai sedang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

kesuburuan tanah ditinjau dari kualitas lingkungannya, tanah ini masuk kategori

kualitas sedang (moderat).

4. Hidrologi dan Kualitas Air

Kondisi air dikawasan ini bersumber dari beberapa potensi diantaranya dari :

a. Air Permukaan. Air permukaan (sungai) dimaksud adalah Salu Lariang. Sungai

utama di kawasan ini adalah Salu Lariang. Salu Lariang yang melintasi dan/atau

sebagai pemisah/batas antara kawasan di wilayah Kecamatan Tikke Raya di sebelah

Utara dan Kecamatan Lariang di sebelah Selatan, mempunyai lebar rata-rata ± 50 m,

kedalaman rata-rat a ± 4 m, dengan debit aliran ± 11,7 m³/detik. Di beberapa tempat

sepanjang sungai ditemui adanya daerah rawa.

b. Air Tanah Dangkal. Kedalaman muka air tanah dari hasil pengamatan di lapangan

bervariasi tergantung pada kondisi topografi. Pada daerah rendah (low land) muka air

tanah berkisar antara 1 – 3 meter, sedangkan pada daerah yang relatif tinggi (up

land) berkisar antara 4 – 8 meter. Kualitas air sumur kurang memenuhi standar

karena masih mengandung kadar besi (Fe) yang cukup tinggi.

c. Kebutuhan Air Bersih. Untuk kebutuhan air bersih saat ini sudah dibangun Instalasi

Penjernihan Air Minum (IPA) khusus di Kota Pasangkayu dan sumber air gravitasi di

Baras, Sarudu dan Bambalamotu. Sebagaian sudah terpasang jaringan pipa air

bersih dan bak-bak penampungan air. Selain masyarakat masih memanfaatkan air

sumur dan air sungai untuk memenuhi sebagian keperluannya.

4.1. Kualitas Air

Air yang memiliki kualitas yang baik jika memenuhi syarat fisik, kimia dan biologi

Page 16: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 16

berdasarkan peruntukannya sesuai dengan baku mutu yang berlaku. Untuk mengetahui

kualitas air, dilakukan pengukuran pada badan air sungai dan sumur penduduk.

Pengukuran sifat fisik maupun sifat kimia, dilakukan baik secara in situ (langsung) di

lapangan maupun analisis di laboratorium. Parameter yang diamati secara in situ adalah

suhu, konduktivitas, turbiditas, DO, pH dan salinitas, sedangkan parameter lainnya

diukur di Laboratorium Analisis Sumberdaya Alam dan Lingkungan Fakultas Pertanian

Universitas Tadulako, Palu.

Hasil analisis laboratorium terhadap kualitas air, baik sifat fisik dan kimia air

dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi ekosistem perairan dan sumber air di

sekitar lokasi Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU (Tambang Galian C) di

Desa Bambakoro Kecamatan Lariang. Penilaian terhadap sifat fisik dan kimia air

tersebut, dibandingkan dengan kualitas lingkungan berdasarkan Baku Mutu Air

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun. 2001 Kelas II.

Tabel 3.2. Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Sungai Lariang (Muara) di Lokasi Rencana Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU (Tambang Galian C) di Desa Bambakoro Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara.

No PARAMETER SATUAN SUNGAI LARIANG (MUARA) Baku Mutu *)

1 Suhu °C 25.60 Alami 2 Padatan Terlarut Total (TDS) mg/L 93,00 1.000 3 Residu Tersuspensi mg/L 32.52 50 4 PH - 7.35 6-9 5 Conductifitas mS/cm 0.17 - 6 Turbiditas/Kekeruhan NTU 66.00 - 7 Salinitas ‰ 0.00 Alami 8 Oksigen Terlarut (DO) mg/L 8,29 6 9 Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) mg/L 1.10 2

10 Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) mg/L 1,38 10 11 Amoniak Bebas (N-NH3) mg/L 0,00 (-) 12 Nitrit (N-NO2) mg/L 0.02 0.06 13 Nitrat (NO3) mg/L 1,12 10 14 Total Fosfat sebagai P mg/L 0,02 0,2 15 Tembaga (Cu) mg/L 0.00 0.02 16 Seng (Zn) mg/L 0.00 0.05 17 Timah Hitam (Pb) mg/L 0.01 0.03 18 Mangan (Mn) mg/L 0.00 (-) 19 Kadmium (Cd) mg/L 0.00 0.01 20 Besi (Fe) mg/L 0.034 (-) 21 Sulfat (SO4) mg/L 0.61 400

Keterangan : *) = Baku Mutu Air Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 82 Th. 2001 Kelas II

Adapun Hasil analisis berbagai parameter kualitas air dijelaskan sebagai berikut:

Page 17: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 17

1. Sifat Fisik :

Suhu air hasil pengukuran diperoleh pada kisaran antara 25,60 °C (Tabel 3.2), suatu

kondisi yang cukup stabil bagi sebuah ekosistem perairan. Pada saat pengukuran

suhu di lokasi pengamatan, kondisi cuaca dalam keadaan cerah, keadaan ini merata

di semua lokasi.

Hasil pengukuran total padatan tersuspensi terdeteksi pada 93,0 mg/L dalam contoh

air sungai Lariang (Muara). Hal ini menunjukkan adanya angkutan sediment dalam air

tersebut, meskipun demikian kondisi ini belum melampaui baku mutu yang ada tetapi

perlu mendapat perhatian untuk mencegah terjadinya peningkatan sedimentasi yang

lebih besar. Nilai padatan tersuspensi dalam contoh sejalan dengan nilai turbiditas

dalam air yang terdeteksi pada nilai 66,00 NTU. Peningkatan nilai turbiditas badan air

berbanding lurus dengan peningkatan padatan tersuspensi dalam badan air.

Besarnya nilai padatan tersuspensi dalam air juga berpengaruh terhadap besarnya

nilai conduktivitas badan air. Hasil pengukuran in situ conduktivitas badan air

terdeteksi pada kisaran 0,17 mS/cm.

2. Sifat Kimia :

Nilai pH suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain proses

fotosintesis, biologis dan adanya berbagai jenis kation dan anion di perairan tersebut.

pH air berperan penting dalam proses kimiawi maupun biologis yang kesemuanya itu

dapat menentukan kualitas perairan alami. Dengan adanya perubahan nilai pH yang

kecil (≤ 0,3) akan mempengaruhi kelarutan besi, tembaga, Mn dan logam-logam lain

serta keseimbangan gas CO2, bicarbonat dan karbonat. Hasil pengukuran

menunjukkan nilai pH sebesar 7,35. Sedangkan kandungan oksigen terlarut (DO) di

lokasi rencana kegiatan diketahui berada pada kisaran antara 8,29 mg/L (Tabel 3.2).

Selanjutnya parameter kualitas air dari kelompok senyawa-senyawa organik, dengan

indikator BOD (kebutuhan oksigen biologi) dan COD (kebutuhan oksigen kimia). Nilai

BOD yang menunjukkan adanya sejumlah bahan kimia yang mudah terurai, terutama

bahan organic terdapat dalam badan air, sedangkan COD digunakan untuk

menunjukkan senyawa organik yang mudah terurai dan sulit terurai secara alamiah

dalam badan air. Nilai BOD dan COD yang tinggi memberikan dampak negatif

terhadap keseimbangan oksigen terlarut dalam lingkungan perairan. Analisis

terhadap parameter-parameter tersebut di lokasi studi menunjukkan bahwa nilai BOD

relatif rendah dengan kisaran nilai BOD yakni 1,10 mg/L. Nilai COD yaitu 1,38 mg/L.

Disimpulkan bahwa kisaran nilai tersebut masih berada pada kisaran normal

Page 18: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 18

berdasarkan peraturan Pemerintah R.I Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yaitu 10 mg/L.

Senyawa Nitrogen (Amonia-N dan Nitrat) dapat berasal dari proses reduksi senyawa

nitrit (denitrifikasi). Amonia merupakan sumber nitrogen tambahan yang penting

untuk pertumbuhan fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Meningkatnya konsentrasi

amonia di perairan dapat mengakibatkan melimpahnya fitoplankton sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya eutrofikasi di perairan. Namun senyawa ini dalam bentuk

tidak teroksidasi. Amonia relatif beracun terhadap ikan dari pada dalam bentuk

basanya (NH3). Hasil pengukuran (Tabel 3.2) menunjukkan konsentrasi amonia

berada pada level stabil dengan kisaran 0,02 mg/L. Kadar nitrat juga menunjukkan

nilai yang stabil pada kisaran 1,12 mg/L. Sementara hasil analisis logam terlarut

(seperti ion logam tembaga, ion logam seng, ion logam timbal, ion logam mangan, ion

logam besi, dan ion logam kadmium) dalam air umumnya memberikan nilai

konsentrasi yang stabil berdasarkan standar baku mutu yang diperkenankan.

Dari Tabel 3.2 terlihat bahwa contoh air sungai yang diteliti masih memenuhi baku

mutu lingkungan kualitas air permukaan kelas II sesuai dengan PP No.82 tahun

2001.

5. Kualitas Udara dan Kebisingan

Kualitas udara di wilayah tapak proyek Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU

(Tambang Galian C) di Kec. Lariang Kabupaten Mamuju Utara secara umum bersih

(belum tercemar). Hal ini karena belum ada kegiatan yang menyebabkan terjadinya

pencemaran. Oleh karena itu dalam studi UKL dan UPL ini akan diukur konsentrasi

debu, maupun gas-gas seperti SO2, NO2, CO, NH3, dan gas-gas yang berbahaya

lainnya yang akan mengalami perubahan bila ada proyek. Demikian halnya dengan

kebisingan saat ini masih dianggap normal.

a. Kualitas Udara Pengukuran kualitas udara dilakukan pada tempat yang terdapat perbedaan kondisi

antara satu tempat/kawasan dengan tempat/kawasan yang lain. Parameter kualitas

udara yang teramati yaitu SO2, NO2, CO, Pb, dan debu yang diukur pada 2 (dua)

tempat yang berbeda di sekitar kegiatan. Kedua tempat yang dimaksud adalah

kegiatan disekitar lokasi dan di pemukiman penduduk terdekat. Hasil analisis

terhadap parameter yang terukur sebagaimana tertera pada Tabel 3.3 masih berada

pada kisaran normal berdasarkan PP. No 41 tahun 1999 dan KEPMEN

No.48/MENLH/ II/1986 tentang baku mutu kualitas udara.

Page 19: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 19

Berdasarkan hasil analisis kualitas udara pada lokasi studi, diperoleh bahwa kualitas

udara masih di bawah ambang baku mutu udara ambient. Hal itu menunjukkan

bahwa kualitas udara dilokasi studi masih memenuhi syarat sesuai PP No. 41 Tahun

1999.

Tabel 3.3. Hasil Pengukuran Kualitas Udara di Lokasi Studi

PARAMETERUDARA AMBIEN  UNIT  SPL1  SPL2  Baku Mutu

Karbon Monooksida (CO)  μg/Nm3  9.25  9.55  9.25 Nitrogen Dioksida (NO2)  μg/Nm3  0.17  0.22  0.17 Sulfur Dioksida (SO2)  μg/Nm3  1.22  0.97  1.22 Timah hitam (Pb)  μg/Nm3  0.11  0.13  0.11 Debu  μg/Nm3  9.8  10.3  9.8 Kebisingan dBA 48‐53 46‐54  55

Ket : Baku mutu : PP.No 41 tahun 1999 dan KEPMEN No.48/MENLH/ II / 1986.

b. Kebisingan

Penentuan tingkat kebisingan dilakukan dengan mengadakan pengukuran langsung

disumber kegiatan dan dilokasi yang diprakirakan akan terpengaruh oleh kegiatan

tersebut. Tingkat kebisingan pada lokasi sumber kegiatan adalah 46,00-54,00 dBA.

Kebisingan dari sumber kegiatan pada kondisi rona awal masih tergolong normal (di

bawah ambang baku mutu yang diperkenankan yakni 55 dBA untuk pemukiman).

3.3. KOMPONEN BIOLOGI 3.3.1. Biologi Teresterial

Pengamatan terhadap biota daratan (teresterial) meliputi vegetasi (flora) dan satwa

(fauna) baik yang bersifat alami maupun kelompok budidaya yang terdapat pada lokasi

studi. Pengamatan terhadap vegetasi dilakukan langsung di lapangan, sedangkan untuk

satwa disamping dilakukan pengamatan langsung, juga dilakukan wawancara.

1) Flora Jenis-jenis flora/vegetasi yang dominan meliputi tumbuhan/tanaman antara lain

adalah kelapa (Cocos nucifera), Kakao (Theobrema cacao), Jawa/Tammate (Lannea

coromandelica), Kangkungan (Ipomoea pes-caprae), mangga (Mangifera indica), dan

vegetasi rumputan. Hasil pengamatan lapangan dan orientasi lapangan menunjukan

bahwa di lokasi rencana Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU (Tambang

Galian C) di Kec. Lariang dan sekitarnya, tidak terdapat jenis vegetasi yang tergolong

langka dan dilindungi.

Page 20: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 20

Tabel 3.4. Jenis-Jenis vegetasi yang terdapat di Lokasi Tapak Proyek dan sekitarnya.

No.  Nama Jenis  Nama Umum  Keterangan 

1  Cassia siamea  Johar Jarang djumpai 2  Lannea coromandelica  jawa Banyak dijumpai 3  Terminalia catapa  Ketapang  Sering dijumpai 4  Cetaria spp.  Rumput‐rumputan  Banyak dijumpai 5  Crotalaria striata DC.  Orok‐orok  Jarang djumpai 6  Sida acuta L.  Sidaguri Jarang djumpai 7  Ipomoea pes‐caprae  Kangkungan   Banyak dijumpai 8  Avicenia sp.  Api‐api   Sering dijumpai 9  Rhizophora sp.  Bakau Sering dijumpai 10  Thespesia populnea  Waru laut   Jarang djumpai 11  Acrostichum aureum  Paku Jarang djumpai 12  Panicum sp.  Rumput Banyak dijumpai 13  Saccharum spontaneum  Glagah   Jarang djumpai 14  Streblus asper  Serut  Jarang djumpai 15  Imperata cylindrica  Alang‐alang  Banyak dijumpai 

Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2010

Tabel 3.5 Jenis-jenis Tanaman Perkebunan dan Hortikultura di Lokasi Tapak Proyek dan sekitarnya.

No. Nama Jenis Nama Indonesia / Lokal

1  Cocos nucifera  Kelapa 2  Theobrema cacao  Kakao 3  Musa paradisiaca  Pisang 4  Mangifera indica  Mangga 5  Artocarpus heterophyllus  Nangka 6  Averhoa belimbi  Belimbing wuluh 7  Psidium guajava  Jambu biji 8  Morinda citrifolio L  Mengkudu 

Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2010

Tidak ditemukan adanya species tumbuhan langka atau endemik. Jenis-jenis

tumbuhan yang ada merupakan jenis tumbuhan khas penyusun ekosistem pantai,

diantaranya adalah rumput tikusan (Spinifex littoreus), teracak kambing (Ipomoea

pes-caprae), biduri (Calotropis gigantea), dan waru laut Thespesia populnea. Jenis-

jenis tanaman tersebut (terutama teracak kambing, waru laut, dan pandan laut)

umumnya merupakan jenis vegetasi utama penyusun formasi hutan pantai pada

formasi terdepan.

Jenis pohon yang paling dominan adalah Ketapang (Terminalia catapa) dan Johar

(Cassia siamea), selain itu terdapat pula dominasi dari jenis tanaman hortikultura

yaitu Mangga (Mangifera indica) dan Nangka (Artocarpus heterophyllus). Pohon-

pohon tersebut umum ditanam sebagai pohon peneduh di tepi jalan maupun tegalan.

Page 21: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 21

2) Fauna Hasil pengamatan lapangan di sekitar rencana kegiatan menunjukan bahwa tidak

terdapat jenis satwa yang tergolong langka dan atau dilindungi undang-undang.

Beberapa satwa yang ditemukan adalah hewan ternak domestikasi seperti ayam

(Gallus spp.), anjing (Canis-canis), dan kambing (Capra hircus). Jenis fauna tersebut

ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 3.6 Jenis Satwa/Fauna yang terdapat di Tapak Proyek dan Sekitarnya.

No. Jenis Satwa (Fauna)

Status Nama Lokal  Nama Latin

  Mamalia   1  Tikus/Cerucut  Crocidura sp. TD 2  Tikus rumah  Rattus exulans TD 3  Kambing  Capra hircus TD 4  Anjing piaraan  Canis familiaris TD 5  Kucing domestikasi  Felis catus TD 6  Sapi ternak  Bos taurus TD   Reptilia  1  Biawak Varanus sp. TD 2  Kadal  Mabouya multifasciata TD 3  Ular hijau  Trimeroturus wagieri TD   Amphibia   1  Katak  Lygosoma loucons  TD 2  Katak Daun  Microchita heynonsi  TD 3  Katak  Rana sp. TD   Aves (burung)   1  Tekukur Streptopella chinensis TD 2  Burung Gereja Erasia  Passer montanus TD 3  Gagak Corvus macrorhynchus  TD 4  Alap‐alap  Accipiter spp. TD 5  Elang Sulawesi  Falco longipennis TD 6  Ayam kampung  Galus spp. TD 7  Pipit hitam  Lonchura fuscans TD 

Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2010 Keterangan: D: Dilindungi; E: Endemik; TD: Tidak Dilindungi

Fauna terestrial di area studi yang paling mudah dijumpai adalah burung. Terdapat 7

jenis burung yang dijumpai, semuanya merupakan jenis burung darat. Jenis burung

yang paling umum dijumpai adalah walet sapi (Collocalia esculenta), tekukur

(Streptopella chinensis), dan burung gereja erasia (Passer montanus).

Keberadaan jenis-jenis burung tersebut diduga berkaitan dengan tipe vegetasi area

studi yang merupakan padang terbuka yang didominasi semak dan hanya ada sedikit

pohon. Semak dan belukar merupakan habitat ideal bagi serangga yang merupakan

makanan walet sapi. Bulir-bulir rumput adalah makanan yang sesuai bagi burung

pemakan biji seperti burung gereja erasia.

Jenis fauna lain yang dapat dijumpai adalah kelompok insecta yaitu capung

Crocothemis servilia, beberapa jenis kupu-kupu (Lepidoptera), belalang (Locusta spp

dan Valanga sp), serangga lain, dan bunglon. Fauna hasil domestikasi yang dapat

Page 22: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 22

dijumpai adalah sapi ternak (Bos taurus) dan kambing (Capra hircus) yang

digembalakan di sekitar ladang dan tegal penduduk sekitar.

Adanya kegiatan Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU (Tambang Galian C)

di Kec. Lariang Kabupaten dikhawatirkan akan mempengaruhi keberadaan jenis-jenis

Fauna atau Satwa tersebut terutama kelompok Aves/burung terutama jenis burung

yang dilindungi/endemik. Pengaruh tersebut berkaitan dengan habitat burung-burung

yang akan terganggu oleh pelaksanaan kegiatan. Gangguan yang paling mungkin

terjadi adalah pengurangan luasan habitat. Oleh karena itu, hendaknya dibangun

RTH (Ruang Terbuka Hijau) dengan jenis pohon atau tanaman yang sesuai dengan

habitat asli burung-burung tersebut.

3.3.2. Biologi Perairan

1. Plankton

Plankton merupakan organisme yang hidupnya melayang-layang dalam badan air,

yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu phytoplankton dan zooplankton. Dalam

sistem rantai makanan pada ekosistem sungai, phytoplankton merupakan produsen

primer yang ada di wilayah perairan. Phytoplankton mempunyai kemampuan

menambat sinar matahari untuk melakukan fotosintesis yang akan menghasilkan

energi bagi kelangsungan hidupnya, sedangkan zooplankton merupakan konsumen

tingkat pertama yang akan memakan phytoplankton.

Keanekaragaman jenis plankton dapat digunakan untuk menentukan kondisi

lingkungan perairan, semakin tinggi tingkat keragamannya maka badan air tersebut

semakin subur dan baik. Menurut Wilhm (1975) adanya suatu pencemaran

merupakan salah satu bentuk tekanan terhadap lingkungan dan dapat menyebabkan

tingkat keragaman semakin menurun.

Berdasarkan hasil survey dan analisis di Laboratorium, jenis dan jumlah plankton dan

benthos yang dijumpai di perairan sungai Lariang (Muara) dapat dilihat pada hasil

analisis Laboratorium yang dianalisis oleh Laboratorium Program Studi Budidaya

Perairan/Perikanan Fakultas pertanian Universitas Tadulako (Tabel 3.7).

Tabel 3.7. Jenis dan Jumlah Plankton dan Benthos Di Perairan Sungai Lariang (Muara) di sekitar Lokasi Kegiatan.

NO KODE SAMPEL JENIS PLANKTON JMLH JENIS BENTHOS JMLH KET.

1 Sta-1 Nitzschia sp 9 Microcystus flosaqua Kirch 2 Rhizosolenia sp 4 Nitzschia sp 6 Denticula sp 1 Navicula cuspidate 1 Closterium sp 1 Tidak teridentifikasi 12 (jenis)

Page 23: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 23

NO KODE SAMPEL JENIS PLANKTON JMLH JENIS BENTHOS JMLH KET.

2 Sta-2 Merismopedia conuulata 1 Rhizosolenia alata 1

Larva chthamalus stellatus Late nauplius 1 Elocotrica ochinulata 1

Rhizosolenia sp 1 Merismopedia conuulata 1 Nitzschia sp 14 Dadayiella sp 2 Tidak teridentifikasi 2 (jenis) 3 Sta-3 Nitzschia sp 14 Nitzschia sp 4 Denticula sp 1 Tetracyclus rupestris 2 Closterium sp 1 Kircheneriella lunaris Moeb 1 Crucigania tetrapedia 1 Rhizosolenia sp 2 Cymatopleura solea 1 Tidak Teridentifikasi 3 (jenis)

Sumber : Laboratorium Program Studi Budidaya perairan/Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Desember 2009.

Tabel 3.8. Kelimpahan dan Indeks Keanekaragaman Plankton di Perairan Sungai Lariang (Muara) di sekitar Lokasi kegiatan

Parameter Lokasi Jumlah Rerata Sta-1 Sta-2 Sta-3

Densitas Fitoplankton 126 280 280 686 228.67

Densitas Zooplankton 10 12 12 34 11.33

Densitas Total Plankton 136 292 292 720 240.00

Ind.Div. Fitoplankton 0.783 0.448 0.448 1.679 0.560

Ind.Div. Zooplankton 0.737 0.007 0.007 0.751 0.250

Ind.Div. Total Plakton 0.894 0.532 0.532 1.958 0.653 Sumber: Analisis Data Primer, Desember 2009

Hasil analisis menunjukkan bahwa keanekaragaman atau diversitas plankton yang

terdapat di masing-masing lokasi pengambilan sampel berkisar antara 6 - 28 genera.

Kepadatan atau densitas plankton di masing-masing lokasi rata-rata berkisar 177

individu/liter dengan indeks diversitas (Shanon-Wiener) plankton rata-rata berkisar

0.758. Jenis plankton yang dominan di lokasi ini adalah genera Nitzschia sp.

Berdasarkan indeks diversitas plankton di beberapa sungai sekitar rencana kegiatan,

menunjukkan bahwa perairan ini termasuk dalam kategori sedang (skala 2) (Lee at.,

all, 1978).

2. Benthos

Benthos merupakan organisme yang selama hidupnya menempati atau hidup pada

dasar perairan yang pada umumnya organisme ini senang atau menyukai untuk

membenamkan diri kedalam dasar perairan. Keanekaragaman benthos sangat

dipengaruhi oleh kualitas air pada umumnya maupun substrat, termasuk kandungan

nutrisinya. Jenis dan jumlah benthos pada sungai-sungai di sekitar kegiatan

bervariasi.

Page 24: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 24

Kelimpahan dan keanekaragaman benthos di badan air yang ada sekitar lokasi

kegiatan bervariasi. Secara umum, rata-rata kerapatan benthos setiap lokasi sekitar

210 individu/m2. Kerapatan benthos tertinggi ditemukan adalah 248 individu/m2

dengan 6 macam jenis. Kelimpahan dan keanekaragaman benthos terendah dengan

kerapatan berkisar antara 182 individu/m2 dengan 4 jenis benthos. Berdasarkan pada

kondisi kelimpahan dan keanekaragaman biota sungai terutama benthos, kualitas

lingkungan di sekitar perairan lokasi kegiatan dapat dikategorikan dalam kondisi

sedang (skala 2).

3. Jenis Nekton

Jenis-jenis nekton yang terdapat di daerah kajian antara lain berupa ikan (fish)

yang hidup pada umumnya di Sungai Lariang (Muara) di sekitar lokasi rencana

kegiatan. Disamping jenis-jenis nekton tersebut diatas, juga didapatkan

beberapa jenis organisme makrobentos yang memiliki nilai ekonomis penting

seperti kepiting, udang dan kerang-kerangan.

Berdasarkan hasil survey (pengamatan langsung dilapangan) dan wawancara

dengan komunitas nelayan karamba yang ada di sekitar lokasi rencana kegiatan,

ragam dan jenis nekton yang hidup dan berkembang biak dalam wilayah

perairan sungai Lariang (Muara) disekitar tapak proyek disajikan pad Tabel 3.9.

Pada perairan sungai di wilayah studi, tingkat keanekaragam nekton yang dimilikinya

umumnya berada pada level sedang (terdapat 6-10 jenis).

Kondisi wilayah perairan sungai Lariang (Muara) di lokasi penelitian dilihat dari

tingkat kualitas keanekaragaman fauna dan keanekaragaman fauna yang bernilai

ekonomi berkisar pada tingkat sedang sampai baik.

Tabel 3.9. Jenis Nekton di Sungai Lariang (Muara) di Sekitar Lokasi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan.

No. Nama (Daerah) Nama Indonesia Nama Ilmiah

1. Ikan Sunggili Ikan Sidat Anguila anguila (E)

2. Ikan Petaga Ikan Bula-bula Megalops cprinoides

3. Ikan Rameangi Ikan Tawes Puntius javaniscus

4. Ikan Tumbilira/Ikan Bungo Ikan Blosok Monopterus albus

5. Ikan Bumbiri Ikan Belut Ophiocephalus striatus

6. Ikan Janggo Ikan Lele Clarias Bataracus

8. Ikan Timponusu Ikan Gabus Channa striatus (B.I)

9. Ikan Kalui Ikan Gurami Osphronemous gouramy Sumber : Hasil Pengamatan, Desember 2009

E= Endemik

Page 25: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 25

3.4. KOMPONEN SOSIAL EKONOMI, BUDAYA dan KESEHATAN MASYARAKAT

Secara administrasi rencana penambangan galian C (pengolahan sirtu) oleh CV. Maju

Bersama berada dalam wilayah Desa Bambakoro Kecamatan Lariang Kabupaten

Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat. Diperkirakan penduduk yang terkena dampak

terhadap kegiatan ini adalah yang bermukim di sekitar kawasan penambangan tersebut,

diantaranya sekitar Desa Bambakoro Kecamatan Lariang.

3.4.1. Kependudukan

a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Berdasarkan Kecamatan Lariang Dalam Angka tahun 2010, penduduk di Kecamatan

Lariang pada tahun 2009 berjumlah 7.136 jiwa, dengan keluarga sebanyak 7.136 KK.

Berdasarkan jumlah tersebut, maka rata-rata jumlah keluarga sebesar 4,22 jiwa/KK.

Ukuran keluarga lebih besar bila dibandingkan dengan ukuran keluarga di tingkat

Kecamatan, yaitu sebesar 4 jiwa/KK. Luas wilayah Kecamatan studi adalah 102,88 km2

yang berarti kepadatan penduduk rata-rata sebesar 69 jiwa/km2. Dengan demikian

tingkat kepadatan kecamatan studi Iebih tinggi bila dibandingkan dengan kepadatan

penduduk ditingkat Kabupaten yang hanya 47 jiwa/km2. Jumlah penduduk, kepadatan

dan ukuran keluarga di Kelurahan dan Kecamatan studi disajikan pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10. Jumlah Penduduk, Kepadatan dan Ukuran Keluarga Kecamatan Luas

(Km²) Jml Pddk

(jiwa) Jumlah

Keluarga (KK) Ukuran Keluarga

(Jiwa/KK) Lariang 102,88 7.136 7.136 4,22

Sumber : Kabupaten Mamuju Utara Dalam Angka tahun 2010.

b. Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur

Pada Table 3.11, tergambar bahwa kelompok umur 10 – 14 tahun adalah kelompok

umur paling dominan, yakni 964 jiwa atau 13,51%, kemudian disusul kelompok umur

00–04 tahun sebanyak 850 jiwa atau 11,91%, dan kelompok umur 15 – 19 tahun

sebanyak 699 jiwa atau 9,60%. Sedangkan kelompok umur 70 – 74 tahun yang paling

sedikit yaitu hanya 1,51% dari keseluruhan penduduk Pecamatan Lariang sebagaimana

tersaji pada table 3.11.

Berdasarkan data Kabupaten Mamuju Utara Dalam Angka Tahun 2010, Penduduk

Kecamatan Lariang terdiri dari anak-anak 0-14 tahun sebanyak jiwa (34,00%), penduduk

dewasa usia 15 - 59 tahun sebanyak 29.913 jiwa (55,47%) dan penduduk lanjut usia (55

tahun) sebanyak 2.681 jiwa (4,97%). Untuk jelasnya penduduk menurut kelompok umur

di wilayah studi tersaji pada table berikut:

Page 26: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 26

Tabel 3.11. Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Lariang Tahun 2010.

No Kelompok Umur Jumlah Prosentase 1 00-04 850 11,91 2 05-09 626 8,77 3 10-14 964 13,51 4 15-19 699 9,60 5 20-24 664 9,30 6 25-29 654 9,16 7 30-34 539 7,55 8 35-39 474 6,64 9 40-44 346 4,84 10 45-49 313 4,39 11 50-54 288 4,04 12 55-59 192 2,69 13 60-64 181 2,54 14 65-69 126 1,77 15 70-74 108 1,51 16 > 75 112 1,57

Jumlah 7136 100,00 Sumber : Kecamatan Mamuju Utara Dalam Angka Tahun 2010.

Berdasarkan komposisi tersebut, rasio beban tanggungan penduduk adalah sebesar

64,05%, artinya tiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 64 jiwa

penduduk usia non produktif.

c. Laju Pertumbuhan Penduduk

Pada tahun 2007 Kecamatan Lariang masih bagian dari Kecamatan Baras Kabupaten

Mamuju Utara, oleh sebab itu apabila perhitungan penduduk didasarkan pada tahun

2007, maka pertumbuhan penduduk Kecamatan Lariang adalah -79% hal ini karena

adanya pemekaran wilayah Kecamatan Baras menjadi tiga Kecamatan yakni

Kecamatan Baras sendiri, Kecamatan Bulu Taba, dan Kecamatan Lariang. Namun

dapat diprediksi kedepan bahwa kecamatan tersebut akan mengalami pertumbuhan

penduduk yang sifatnya positif, karena letak geografis kecamatan tersebut secara

geografis berada cukup strategis yakni berada dijalur trans Sulawesi dengan kondisi

tanah yang cukup subur, apalagi kecamatan tersebut adalah salah satu daerah tujuan

transmigrasi.

d. Tingkat Pendidikan Penduduk

Ketersedian sarana pendidikan baik yang formal maupun non formal akan sangat

berpengaruh kepada peningkatan sumber daya manusia dan juga akan menjadi

barometer terhadap kualitas suatu masyarakat. Data tentang tingkat pendidikan

penduduk tidak diperoleh data yang pasti, namun dari hasil wawancara aparat

Page 27: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 27

kecamatan dan desa studi diperoleh informasi bahwa tingkat pendidikan penduduk pada

umumnya masih relatif rendah. Sebagian besar penduduk hanya berpendidikan Sekolah

Dasar (SD)/sederajat diperkirakan sekitar 70%, tidak tamat sekola dasar sekitar 10%,

dan selebihnya adalah tamatan SLTP, SLTA, dan sarjana.

Sementara itu, ketersedian sarana pendidikan baik yang formal maupun non formal

akan sangat berpengaruh kepada peningkatan sumber daya manusia dan juga akan

menjadi barometer terhadap kualitas suatu masyarakat. Sarana pendidikan di wilayah

studi sangat terbatas, ini tergambar dari Sarana pendidikan di Kecamatan Lariang

tergolong yang kurang memadai, ini tergambar dari jumlah sarana dan prasarana

Sekolah yaitu; sekolah Dasar (SD) baik negeri maupun swasta sebanyak 9 buah yang

tersebar di 7 desa, dengan jumlah murid sebanyak 988 orang dan guru sebanyak 46

orang dengan demikian maka rasio murid terhadap guru adalah 22, yang berarti bahwa

1 orang guru akan membimbing 22 orang murid. Untuk sekolah SLTP hanya 1 buah

dengan jumlah murid sebanyak 121 orang dan guru 8 orang dengan demikian maka

rasio murid terhadap guru adalah 15 atau 1 orang guru akan membimbing 15 murid,

sedangkan sekolah SLTA sama sekali tidak terdapat di Kecamatan Lariang. Oleh sebab

itu, murid yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi (SLTA)

harus ke desa atau kecamatan terdekat.

3.4.2. Ekonomi

a. Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Walaupun letak wilayah Kecamatan Lariang berada di pesisir pantai, namun mata

pencaharian penduduk umumnya memiliki sumber kehidupan yang dominan dicurahkan

pada kegiatan usaha tani, disamping pekerjaan-pekerjaan lainnya, yaitu sebagai

pedagang, peternak, industri, dan PNS, serta jasa pincara (perahu penyeberangan).

Bagi sebagian penduduk, nelayan juga merupakan pekerjaan kesehariannya dengan

menggunakan perahu tidak bermotor, pukat dan alat-alat pancing yang sederhana.

Usaha sampingan penduduk di lokasi studi adalah buruh, sopir, tukang serta berdagang

(kios/warung) dan usaha jasa lainnya seperti ojek dan bengkel.

Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat dan pengamatan

lapangan bahwa pola usaha tani, demikian juga aktivitas non pertanian yang dilakukan

penduduk setempat relatif sederhana yakni masih berorientasi pada pemenuhan

kebutuhan hidup keluarga.

Deskripsi jenis pekerjaan masyarakat di lokasi studi disajikan dari hasil wawancara

dengan responden yang dilakukan oleh tim studi. Jenis pekerjaan yang ditampilkan

menggambarkan pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan seperti pada tabel berikut.

Page 28: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 28

Tabel 3.12. Jenis Pekerjaan Utama dan Masyarakat di Wilayah Studi

No. Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase 1 Pegawai Negeri 3 10.00 2 Karyawan 6 10.00 3 Pedagang 2 6.67 4 Petani 11 36.67 5 Nelayan 1 3.33 6 Jasa 3 10.00 7 Lainnya 7 23.33 Jumlah 30 100,00

Sumber: Data primer tahun 2011

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa jenis pekerjaan utama yang digeluti oleh

responden paling besar adalah bekerja sebagai petani yakni 36,67%, dan yang terkecil

adalah nelayan hanya 3,33%. Kemudian terdapat 23,33% memiliki mata pencaharian

tidak tetap. Sementara itu responden memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah

penghasilan. Berdasarkan hasil wawancara, pekerjaan sampingan yang banyak digeluti

adalah buruh, tukang, sopir dan lainnya seperti yang terlihat pada tabel berikut.

Tabel 3.13. Jenis Pekerjaan Sampingan Masyarakat di Wilayah Studi No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase 1 Tukang batu/kayu 7 23,33 2 Buruh tani 8 26,67 3 Meramu hasil hutan 4 13.33 4 Sopir 6 20.00 5 Lainnya 5 16.67

Jumlah 30 100.00 Sumber: Data primer tahun 2011

b. Pendapatan penduduk

Besarnya pendapatan penduduk sebagaimana dicerminkan pendapatan para responden

merupakan akumulasi nilai pendapatan baik dalam pekerjaan pokok maupun

sampingan. Tingkat pendapatan keluarga; merupakan jumlah dari pendapatan suami

dan istri, serta pendapatan anggota keluarga yang tinggal bersama setiap bulan. Untuk

mengetahui besarnya pendapatan responden dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.14. Komposisi pendapatan keluarga responden di wilayah studi

No. Tingkat Penghasilan (Rp.) Jumlah Persentase

1 <300.000 9 30.00 2 300.000 – 500.000 12 40.00 3 510.000 – 700.000 2 6.67

Page 29: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 29

No. Tingkat Penghasilan (Rp.) Jumlah Persentase

4 710.000 – 1.000.000 3 10.00

5 >1.000.000 2 6.67

6 Tidak menentu 2 6.67

Jumlah 30 100,00 Sumber : Data Primer 2009

Memperhatikan tabel di atas jika dikelompokkan menunjukkan bahwa, terdapat 70%

responden dengan tingkat pendapatan Rp.500.000,- kebawah, kemudian 23,33%

responden memiliki pendapatan Rp.500.000,- keatas, dan terdapat 6,67% responden

memiliki pendapat tidak menentu. Mencermati tingkat pendapatan yang diperoleh

responden jika dikaitkan dengan harga kebutuhan pokok dewasa ini, maka penghasilan

yang diterimanya belum dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari untuk dapat

hidup secara layak.

3.4.3. Sosial Budaya

a. Agama

Berdasarkan Kabupaten Mamuju Dalam Angka Tahun 2010, mayoritas penduduk di

kecamatan studi menganut agama Islam dengan proporsi sebanyak 78,24% (5.583

jiwa), Hindu 16,87% (1.204 jiwa), Protestan 2,45% (175), Khatolik 2,44% (174Jiwa).

Untuk menunjang kekhususan pemeluk agama masing-masing, maka di Kecamatan

studi tersedia tempat peribadatan masing-masing agama, yaitu; masjid 14 buah, pura 5

buah, gereja 4 buah, dan mushallah 3 buah.

Kehidupan beragama di wilayah studi berjalan cukup harmonis, tidak dijumpai adanya

konflik-konflik horizontal yang diakibatkan oleh perbedaan kepercayaan.

b. Suku, Adat Istiadat dan Proses-Proses Sosial.

Suku asli warga masyarakat yang bermukim di wilayah studi adalah suku Mandar,

disamping suku-suku pendatang lainnya seperti Suku Bugis, Makassar, Kaili, Nusa

Tenggara, Jawa, dan Bali yang datang sebagai warga transmigrasi.

Dalam kehidupan sehari-hari terlihat setiap suku masih erat memegang teguh adat

istiadat mereka. Pengaruh agama masih terlihat dominan dalam kehidupan budaya

masing-masing suku bangsa, hal ini terlihat dalam upacara perkawinan, kedukaan,

upacara syukuran panen, hajatan keluarga dan sebagainya.

Kuatnya masing-masing etnis memegang teguh adat istiadat yang dibawah dari daerah

asalnya masing-masing, sehingga dengan mudah diidentifikasi dengan hanya melihat

kebiasaan-kebiasaan mereka sehari-hari.

Page 30: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 30

Adat-adat kebiasaan yang berlaku dikalangan masyarakat di wilayah studi seperti adat

perkawinan, hajatan keluarga, dan upacara-upacara syukuran lainnya sangat

dipengaruhi oleh nilai-nilai agama. Adat perkawinan yang biasa dilaksanakan oleh

masyarakat, baik penduduk setempat (Suku Mandar), maupun penduduk pendatang

masih terlihat kental dalam kehidupan masyarakat. Begitupun adat-adat kebiasaan

dalam ritual keagamaan juga kental dalam kehidupan masyarakat Suku Bali. Adat-adat

masyarakat lainnya yang masih sering dilakukan oleh masyarakat di wilayah studi

adalah perayaan kelahiran (Aqiqah atau gunting rambut), upacara syukuran panen dan

syukuran menempati rumah baru khususnya pada masyarakat Bugis.

Kegiatan keagamaan (Islam) yang paling banyak dan sering dirayakan oleh responden

adalah Maulud Nabi dan Syawalan, untuk agama Kristen/Katolik adalah Natal dan untuk

yang beragama Hindu adalah Nyepi, Utsawa Darmagita (pembacaan Kitab Suci), Bulan

Purnama dan Tilem. Perayaan hari besar agama biasanya diselenggarakan atas

partisipasi dan kerjasama semua warga masyarakat.

Majemuknya penduduk yang mendiami wilayah studi akan berkonsekwensi pada

Proses-proses sosial yang terjadi. Proses-proses sosial ini dapat saja terjadi secara

assosiatif maupun dissosiatif. Hasil observasi dan wawancara dengan beberapa tokoh

masyarakat dari berbagai etnik dan agama, ternyata mereka mengakui bahwa

kehidupan antara etnik maupun antar pemeluk agama disekitar wilayah studi terjalin

secara harmonis, hal ini ditandai dengan tidak dijumpainya konflik-konflik horisontal

ataupun hubungan yang dissosiatif di antara penduduk.

Adaptasi sosial sebagai imbas dari kontak sosial antara warga masyarakat yang

berbeda budaya, berjalan dengan baik melalui interaksi sosial yang intens dan juga

perkawinan antar suku. Begitupun proses-proses sosial assosiatif dengan wujud kerja

sama, kerap terlihat terutama pada perayaan-perayaan hari-hari besar nasional dan

keagamaan, seperti pada perayaan Hari Kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus.

Begitupun pada perayaan hari-hari besar keagamaan juga kerap terlihat adanya sikap

saling membantu diantara anggota masyarakat yang berlainan etnik. Sifat masyarakat di wilayah studi juga cenderung terbuka ditandai dengan bentuk

penerimaan masyarakat yang ramah terhadap pendatang baru. Hal ini terkait dengan

berbagai aktivitas di sekitar lokasi kegiatan yang berimplikasi dengan adanya sejumlah

pendatang dari luar daerah.

c. Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Penambangan Galian C di Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara

Persepsi masyarakat adalah aspek lingkungan yang sensitif pada setiap tahap kegiatan

karena akan bermuara diterima atau tidaknya proyek di lokasi tersebut. Persepsi

Page 31: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 31

masyarakat juga sangat tergantung pada sejauh mana kegiatan memberikan manfaat

ataupun kerugian pada anggota masyarakat.

Persepsi masyarakat terhadap kegiatan penambangan sirtukil juga sangat penting

artinya bagi kelangsungan pembangunan proyek tersebut, karena ada atau tidaknya

dukungan dari masyarakat akan sangat berpengaruh kepada aktivitas proyek hingga

tahap eksploitasi.

Pada umumnya sudah banyak penduduk yang tahu tentang rencana penambangan

galian C di Kecamatan Lariang. Mereka tahu dari pihak perusahaan sendiri melalui

kegiatan sosialisasi serta masyarakat setempat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang responden termasuk tokoh-tokoh

masyarakat banyak harapan yang dikemukan. Harapan yang paling umum yang

dikemukakan adalah kegiatan ini akan membuka kesempatan kerja bagi masyarakat

setempat. Mereka berharap proyek ini dapat membuka kesempatan kerja bagi pemuda

di wilayah tersebut, seperti yang dikemukan oleh seorang responden yaitu: Bapak ACCI

(Suku Mandar, 27 Thn, pekerjaan penyeberangan/Ponton/Pincara) yang menyatakan

bahwa :

“Sangat mendukung rencana kegiatan tersebut, karena disamping dapat membantu meningkatkan pendapatan (karena nantinya banyak menggunakan jasa Perahu Ponton) juga akan mengurangi kerusakan perahu ponton (karena akibat pengambilan sirtu di bagian pendangkalan dan Delta sungai akan mengurangi pendangkalan sungai, sehingga membantu memperlancar aktifitas jasa Pincara)”.

Hal senada disampaikan oleh bapak Hasanuddin (44 Thn, Suku Mandar, pekerjaan

sebagai “Pincara”) yang menyatakan bahwa :

“Sangat senang dan mendukung rencana perusahaan tersebut”, dengan alasan, 1) Kegiatan tersebut dapat mengurangi pendangkalan sungai terutama muara sungai Lariang, 2) Kegiatan tersebut dapat menghilangkan delta sungai yang menyebabkan terjadinya pelebaran sungai hingga ke areal kebun dan pemukiman penduduk Dengan berkurangnya pendangkalan sungai dan hilangnya delta di sekitar sungai Lariang, dapat memperlancar usaha/jasa perahu penyeberangan (perahu Ponton/”Pincara”), yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan usaha/jasa tersebut”

Namunpun demikian, warga masyarakat mengharapkan sebelum kegiatan dimulai atau

dilakukan, sedapat mungkin dilakukan sosialisasi tentang tahap-tahap kegiatan serta

dampak yang ditimbulkan akibat dari adanya kegiatan tersebut kepada masyarakat.

Sosialisasi kegiatan dan tahap-tahap kegiatan yang dilalui serta keterlibatan masyarakat

dalam kegiatan proyek, paling tidak akan memperkuat kepercayaan warga masyarakat

terhadap tidak terjadinya dampak negatif dan terjadinya dampak positif dengan hadirnya

perusahaan galian C tengah-tengah masyarakat Kecamatan Lariang.

Page 32: BAB Komponen Lingkungan Galian C.pdf

Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

III - 32

3.4.4. Kesehatan Masyarakat

a. Jenis Penyakit Berdasarkan data dari Kabupaten Mamuju Dalam Angka tahun 2010 diperoleh informasi

bahwa penyakit ISPA adalah penyakit yang banyak diderita oleh penduduk yang

bermukim di wilayah studi yaitu sekitar 46,86%. Lalu kemudian menyusul penyakit

Penyakit Diare (16,34%), dan Reumatik (11,61%). Sedangkan penderita penyakit

pneumonia adalah penyakit yang paling sedikit diderita oleh penduduk setempat yaitu

hanya 0,23%.

Untuk jelasnya kasus gangguan penyakit yang dominan diderita oleh penduduk di

wilayah studi tersaji pada tabel berikut:

Tabel 3.15. Kasus Gangguan Penyakit Yang di derita Oleh Penduduk Di Wilayah Studi

No Jenis Penyakit Jumlah Kasus

(persentase) 1 ISPA 46,86 2 Diare 16,34 3 Reumatik 11,61 4 Pneumonia 0,23 5 Malaria 9,63 6 TB. Paru 0,71 7 Disentri 2,44 8 Hipertensi 8,44 9 Cacingan 3,02 10 Saluran Pernapasan Bawah 0,71

Sumber: Kabupaten Mamuju Utara Dalam Angka Tahun 2010

Dari hasil wawancara terhadap staf Puskesmas diperoleh informasi bahwa kasus

gangguan penyakit umumnya, banyak terjadi pada masa-masa peralihan musim, baik

dari musim kemarau kemusim hujan maupun sebaliknya.

b. Sarana Kesehatan Sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Lariang terdiri dari Puskesmas 1 unit,

Puskesmas keliling 1 unit, Puskesmas Pembantu (Pustu) 11 buah, dan Posyandu

sebanyak 8 unit. Sarana–sarana kesehatan tersebut didukung oleh tenaga kesehatan

masing-masing dokter 2 orang, perawat 2 orang, dan dukun bayi 4 orang.