Bab IV Replikasi Dna

10
BAB IV. REPLIKASI DNA Di dalam bab ini akan dibahas tiga fungsi DNA sebagai materi genetik pada sebagian besar organisme serta cara replikasi DNA baik pada sistem prokariot maupun eukariot. Dengan mempelajari pokok bahasan ini akan diperoleh gambaran mengenai perbedaan cara replikasi DNA di antara kedua kelompok organisme tersebut. Setelah mempelajari pokok bahasan di dalam bab ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan: 1. tiga fungsi DNA sebagai materi genetik, 2. mekanisme replikasi semikonservatif, 3. mekanisme replikasi lingkaran menggulung, 4. pengertian replikon, ori, garpu replikasi, dan termini, 5. cara replikasi DNA pada prokariot, dan 6. cara replikasi DNA pada eukariot. Pengetahuan awal yang diperlukan oleh mahasiswa agar dapat mempelajari pokok bahasan ini dengan lebih baik adalah struktur asam nukleat, khususnya DNA, dan struktur molekuler kromosom, yang masing-masing telah dijelaskan pada Bab II dan Bab III. Selain itu, konsep dasar tentang replikasi DNA yang telah diperoleh pada mata kuliah Genetika juga sangat mendukung pemahaman materi bahasan di dalam bab ini. Fungsi DNA sebagai Materi Genetik DNA sebagai materi genetik pada sebagian besar organisme harus dapat menjalankan tiga macam fungsi pokok berikut ini. 1. DNA harus mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat meneruskan informasi tersebut dari tetua kepada keturunannya, dari generasi ke generasi. Fungsi ini merupakan fungsi genotipik, yang dilaksanakan melalui replikasi. Inilah materi yang akan dibahas di dalam bab ini. 2. DNA harus mengatur perkembangan fenotipe organisme. Artinya, materi genetik harus mengarahkan pertumbuhan dan diferensiasi organisme mulai dari zigot hingga individu dewasa. Fungsi ini merupakan fungsi fenotipik, yang dilaksanakan melalui ekspresi gen (Bab V hingga Bab VII). 3. DNA sewaktu-waktu harus dapat mengalami perubahan sehingga organisme yang bersangkutan akan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah.

Transcript of Bab IV Replikasi Dna

Page 1: Bab IV Replikasi Dna

BAB IV. REPLIKASI DNA

Di dalam bab ini akan dibahas tiga fungsi DNA sebagai materi genetik pada

sebagian besar organisme serta cara replikasi DNA baik pada sistem prokariot maupun

eukariot. Dengan mempelajari pokok bahasan ini akan diperoleh gambaran mengenai

perbedaan cara replikasi DNA di antara kedua kelompok organisme tersebut.

Setelah mempelajari pokok bahasan di dalam bab ini mahasiswa diharapkan mampu

menjelaskan:

1. tiga fungsi DNA sebagai materi genetik,

2. mekanisme replikasi semikonservatif,

3. mekanisme replikasi lingkaran menggulung,

4. pengertian replikon, ori, garpu replikasi, dan termini,

5. cara replikasi DNA pada prokariot, dan

6. cara replikasi DNA pada eukariot.

Pengetahuan awal yang diperlukan oleh mahasiswa agar dapat mempelajari pokok

bahasan ini dengan lebih baik adalah struktur asam nukleat, khususnya DNA, dan

struktur molekuler kromosom, yang masing-masing telah dijelaskan pada Bab II dan Bab

III. Selain itu, konsep dasar tentang replikasi DNA yang telah diperoleh pada mata

kuliah Genetika juga sangat mendukung pemahaman materi bahasan di dalam bab ini.

Fungsi DNA sebagai Materi Genetik

DNA sebagai materi genetik pada sebagian besar organisme harus dapat

menjalankan tiga macam fungsi pokok berikut ini.

1. DNA harus mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat

meneruskan informasi tersebut dari tetua kepada keturunannya, dari generasi ke

generasi. Fungsi ini merupakan fungsi genotipik, yang dilaksanakan melalui

replikasi. Inilah materi yang akan dibahas di dalam bab ini.

2. DNA harus mengatur perkembangan fenotipe organisme. Artinya, materi genetik

harus mengarahkan pertumbuhan dan diferensiasi organisme mulai dari zigot hingga

individu dewasa. Fungsi ini merupakan fungsi fenotipik, yang dilaksanakan melalui

ekspresi gen (Bab V hingga Bab VII).

3. DNA sewaktu-waktu harus dapat mengalami perubahan sehingga organisme yang

bersangkutan akan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah.

Page 2: Bab IV Replikasi Dna

38

Tanpa perubahan semacam ini, evolusi tidak akan pernah berlangsung. Fungsi ini

merupakan fungsi evolusioner, yang dilaksanakan melalui peristiwa mutasi (Bab

VIII).

Mekanisme Replikasi Semikonservatif

Ada tiga cara teoretis replikasi DNA yang pernah diusulkan, yaitu konservatif,

semikonservatif, dan dispersif. Pada replikasi konservatif seluruh tangga berpilin DNA

awal tetap dipertahankan dan akan mengarahkan pembentukan tangga berpilin baru. Pada

replikasi semikonservatif tangga berpilin mengalami pembukaan terlebih dahulu sehingga

kedua untai polinukleotida akan saling terpisah. Namun, masing-masing untai ini tetap

dipertahankan dan akan bertindak sebagai cetakan (template) bagi pembentukan untai

polinukleotida baru. Sementara itu, pada replikasi dispersif kedua untai polinukleotida

mengalami fragmentasi di sejumlah tempat. Kemudian, fragmen-fragmen polinukleotida

yang terbentuk akan menjadi cetakan bagi fragmen nukleotida baru sehingga fragmen

lama dan baru akan dijumpai berselang-seling di dalam tangga berpilin yang baru.

konservatif semikonservatif dispersif

Gambar 4.1. Tiga cara teoretis replikasi DNA

= untai lama = untai baru

Page 3: Bab IV Replikasi Dna

39

Di antara ketiga cara replikasi DNA yang diusulkan tersebut, hanya cara

semikonservatif yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui percobaan yang dikenal

dengan nama sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan atau equilibrium

density-gradient centrifugation. Percobaan ini dilaporkan hasilnya pada tahun 1958 oleh

M.S. Meselson dan F.W. Stahl.

Mereka menumbuhkan bakteri Escherichia coli selama beberapa generasi di dalam

medium yang mengandung isotop nitrogen 15N untuk menggantikan isotop nitrogen

normal 14N yang lebih ringan. Akibatnya, basa-basa nitrogen pada molekul DNA sel-sel

bakteri tersebut akan memiliki 15N yang berat. Molekul DNA dengan basa nitrogen yang

mengandung 15N mempunyai tingkat kerapatan (berat per satuan volume) yang lebih

tinggi daripada DNA normal (14N). Oleh karena molekul-molekul dengan tingkat

kerapatan yang berbeda dapat dipisahkan dengan cara sentrifugasi tersebut di atas, maka

Meselson dan Stahl dapat mengikuti perubahan tingkat kerapatan DNA sel-sel bakteri E.

coli yang semula ditumbuhkan pada medium 15N selama beberapa generasi, kemudian

dikembalikan ke medium normal 14N selama beberapa generasi berikutnya.

Molekul DNA mempunyai kerapatan yang lebih kurang sama dengan kerapatan

larutan garam yang sangat pekat seperti larutan 6M CsCl (sesium khlorida). Sebagai

perbandingan, kerapatan DNA E.coli dengan basa nitrogen yang mengandung isotop 14N

dan 15N masing-masing adalah 1,708 g/cm3 dan 1,724 g/cm3, sedangkan kerapatan

larutan 6M CsCl adalah 1,700 g/cm3.

Ketika larutan 6M CsCl yang di dalamnya terdapat molekul DNA disentrifugasi

dengan kecepatan sangat tinggi, katakanlah 30.000 hingga 50.000 rpm, dalam waktu 48

hingga 72 jam, maka akan terjadi keseimbangan tingkat kerapatan. Hal ini karena

molekul-molekul garam tersebut akan mengendap ke dasar tabung sentrifuga akibat

adanya gaya sentrifugal, sementara di sisi lain difusi akan menggerakkan molekul-

molekul garam kembali ke atas tabung. Molekul DNA dengan tingkat kerapatan tertentu

akan menempati kedudukan yang sama dengan kedudukan larutan garam yang tingkat

kerapatannya sama dengannya.

Page 4: Bab IV Replikasi Dna

40

medium 15N ekstrak DNA (generasi 0) ekstrak DNA medium 14N (generasi 1) ekstrak DNA (generasi 2) medium 14N ekstrak DNA medium 14N (generasi 3) interpretasi data hasil sentrifugasi DNA

Gambar 4.2. Diagram percobaan Meselson dan Stahl yang memperlihatkan replikasi DNA secara semikonservatif

DNA yang diekstrak dari sel E. coli yang ditumbuhkan pada medium 15N terlihat

menempati dasar tabung. Selanjutnya, DNA yang diekstrak dari sel E.coli yang pertama

kali dipindahkan kembali ke medium 14N terlihat menempati bagian tengah tabung. Pada

generasi kedua setelah E.coli ditumbuhkan pada medium 14N ternyata DNAnya

menempati bagian tengah dan atas tabung. Ketika E.coli telah ditumbuhkan selama

beberapa generasi pada medium 14N, DNAnya nampak makin banyak berada di bagian

atas tabung, sedangkan DNA yang berada di bagian tengah tabung tetap. Meselson dan

Stahl menjelaskan bahwa pada generasi 15N, atau dianggap sebagai generasi 0, DNAnya

mempunyai kerapatan tinggi. Kemudian, pada generasi 14N yang pertama, atau disebut

sebagai generasi 1, DNAnya merupakan hibrid antara DNA dengan kerapatan tinggi dan

Page 5: Bab IV Replikasi Dna

41

rendah. Pada generasi 2 DNA hibridnya masih ada, tetapi muncul pula DNA baru dengan

kerapatan rendah. Demikian seterusnya, DNA hibrid akan tetap jumlahnya, sedangkan

DNA baru dengan kerapatan rendah akan makin banyak dijumpai. Pada Gambar 4.2

terlihat bahwa interpretasi data hasil percobaan sentrifugasi ini jelas sejalan dengan cara

pembentukan molekul DNA melalui replikasi semikonservatif.

Pada percobaan Meselson dan Stahl ekstrak DNA yang diperoleh dari sel-sel E. coli

berada dalam keadaan terfragmentasi sehingga replikasi molekul DNA dalam bentuknya

yang utuh sebenarnya belum diketahui. Replikasi DNA kromosom dalam keadaan utuh _

yang pada prokariot ternyata berbentuk melingkar atau sirkular _ baru dapat diamati

menggunakan teknik autoradiografi dan mikroskopi elektron. Dengan kedua teknik ini

terlihat bahwa DNA berbagai virus, khloroplas, dan mitokhondria melakukan replikasi

yang dikenal sebagai replikasi θ (theta) karena autoradiogramnya menghasilkan

gambaran seperti huruf Yunani tersebut. Selain replikasi θ, pada sejumlah bakteri dan

organisme eukariot dikenal pula replikasi yang dinamakan replikasi lingkaran

menggulung (rolling circle replication). Replikasi ini diawali dengan pemotongan ikatan

fosfodiester pada daerah tertentu yang menghasilkan ujung 3’ dan ujung 5’. Pembentukan

(sintesis) untai DNA baru terjadi dengan penambahan deoksinukleotida pada ujung 3’

yang diikuti oleh pelepasan ujung 5’ dari lingkaran molekul DNA. Sejalan dengan

berlangsungnya replikasi di seputar lingkaran DNA, ujung 5’ akan makin terlepas dari

lingkaran tersebut sehingga membentuk ’ekor’ yang makin memanjang (Gambar 4.3).

penambahan nukleotida ujung 3’ tempat ujung 5’ pelepasan ujung 5’ pemanjangan ’ekor’ terpotongnya ikatan fosfodiester

Gambar 4.3. Replikasi lingkaran menggulung = untai lama = untai baru

Replikon, Ori, Garpu Replikasi, dan Termini

Setiap molekul DNA yang melakukan replikasi sebagai suatu satuan tunggal

dinamakan replikon. Dimulainya (inisiasi) replikasi DNA terjadi di suatu tempat tertentu

Page 6: Bab IV Replikasi Dna

42

di dalam molekul DNA yang dinamakan titik awal replikasi atau origin of replication

(ori). Proses inisiasi ini ditandai oleh saling memisahnya kedua untai DNA, yang masing-

masing akan berperan sebagai cetakan bagi pembentukan untai DNA baru sehingga akan

diperoleh suatu gambaran yang disebut sebagai garpu replikasi. Biasanya, inisiasi

replikasi DNA, baik pada prokariot maupun eukariot, terjadi dua arah (bidireksional).

Dalam hal ini dua garpu replikasi akan bergerak melebar dari ori menuju dua arah yang

berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus). Pada eukariot, selain terjadi replikasi

dua arah, ori dapat ditemukan di beberapa tempat.

Replikasi pada kedua untai DNA

Proses replikasi DNA yang kita bicarakan di atas sebenarnya barulah proses yang

terjadi pada salah satu untai DNA. Untai DNA tersebut sering dinamakan untai

pengarah (leading strand). Sintesis DNA baru pada untai pengarah ini berlangsung

secara kontinyu dari ujung 5’ ke ujung 3’ atau bergerak di sepanjang untai pengarah dari

ujung 3’ ke ujung 5’.

Pada untai DNA pasangannya ternyata juga terjadi sintesis DNA baru dari ujung 5’

ke ujung 3’ atau bergerak di sepanjang untai DNA cetakannya ini dari ujung 3’ ke ujung

5’. Namun, sintesis DNA pada untai yang satu ini tidak berjalan kontinyu sehingga

menghasilkan fragmen terputus-putus, yang masing-masing mempunyai arah 5’→ 3’.

Terjadinya sintesis DNA yang tidak kontinyu sebenarnya disebabkan oleh sifat enzim

DNA polimerase yang hanya dapat menyintesis DNA dari arah 5’ ke 3’ serta

ketidakmampuannya untuk melakukan inisiasi sintesis DNA.

Untai DNA yang menjadi cetakan bagi sintesis DNA tidak kontinyu itu disebut

untai tertinggal (lagging strand). Sementara itu, fragmen-fragmen DNA yang dihasilkan

dari sintesis yang tidak kontinyu dinamakan fragmen Okazaki, sesuai dengan nama

penemunya. Fragmen-fragmen Okazaki akan disatukan menjadi sebuah untai DNA yang

utuh dengan bantuan enzim DNA ligase.

fragmen-fragmen untai tertinggal 3’ Okazaki 5’

5’ 3’ 5’ 3’

untai pengarah

Gambar 4.4. Diagram replikasi pada kedua untai DNA

Page 7: Bab IV Replikasi Dna

43

Replikasi DNA prokariot

Replikasi DNA kromosom prokariot, khususnya bakteri, sangat berkaitan dengan

siklus pertumbuhannya. Daerah ori pada E. coli, misalnya, berisi empat buah tempat

pengikatan protein inisiator DnaA, yang masing-masing panjangnya 9 pb. Sintesis protein

DnaA ini sejalan dengan laju pertumbuhan bakteri sehingga inisiasi replikasi juga sejalan

dengan laju pertumbuhan bakteri. Pada laju pertumbuhan sel yang sangat tinggi, DNA

kromosom prokariot dapat mengalami reinisiasi replikasi pada dua ori yang baru

terbentuk, sebelum putaran replikasi yang pertama berakhir. Akibatnya, sel-sel hasil

pembelahan akan menerima kromosom yang sebagian telah bereplikasi.

Protein DnaA membentuk struktur kompleks yang terdiri atas 30 hingga 40 buah

molekul, yang masing-masing akan terikat pada molekul ATP. Daerah ori akan

mengelilingi kompleks DnaA-ATP tersebut. Proses ini memerlukan kondisi superkoiling

negatif DNA (pilinan kedua untai DNA berbalik arah sehingga terbuka). Superkoiling

negatif akan menyebabkan pembukaan tiga sekuens repetitif sepanjang 13 pb yang kaya

dengan AT sehingga memungkinkan terjadinya pengikatan protein DnaB, yang

merupakan enzim helikase, yaitu enzim yang akan menggunakan energi ATP hasil

hidrolisis untuk bergerak di sepanjang kedua untai DNA dan memisahkannya.

Untai DNA tunggal hasil pemisahan oleh helikase selanjutnya diselubungi oleh

protein pengikat untai tunggal atau single-stranded binding protein (Ssb) untuk

melindungi DNA untai tunggal dari kerusakan fisik dan mencegah renaturasi. Enzim

DNA primase kemudian akan menempel pada DNA dan menyintesis RNA primer yang

pendek untuk memulai atau menginisiasi sintesis pada untai pengarah.

Agar replikasi dapat terus berjalan menjauhi ori, diperlukan enzim helikase selain

DnaB. Hal ini karena pembukaan heliks akan diikuti oleh pembentukan putaran baru

berupa superkoiling positif. Superkoiling negatif yang terjadi secara alami ternyata tidak

cukup untuk mengimbanginya sehingga diperlukan enzim lain, yaitu topoisomerase tipe

II yang disebut dengan DNA girase. Enzim DNA girase ini merupakan target serangan

antibiotik sehingga pemberian antibiotik dapat mencegah berlanjutnya replikasi DNA

bakteri.

Seperti telah dijelaskan di atas, replikasi DNA terjadi baik pada untai pengarah

maupun pada untai tertinggal. Pada untai tertinggal suatu kompleks yang disebut

Page 8: Bab IV Replikasi Dna

44

primosom akan menyintesis sejumlah RNA primer dengan interval 1.000 hingga 2.000

basa. Primosom terdiri atas helikase DnaB dan DNA primase.

Primer baik pada untai pengarah maupun pada untai tertinggal akan mengalami

elongasi dengan bantuan holoenzim DNA polimerase III. Kompleks multisubunit ini

merupakan dimer, separuh akan bekerja pada untai pengarah dan separuh lainnya bekerja

pada untai tertinggal. Dengan demikian, sintesis pada kedua untai akan berjalan dengan

kecepatan yang sama.

Masing-masing bagian dimer pada kedua untai tersebut terdiri atas subunit , yang

mempunyai fungsi polimerase sesungguhnya, dan subunit , yang mempunyai fungsi

penyuntingan berupa eksonuklease 3’ 5’. Selain itu, terdapat subunit yang

menempelkan polimerase pada DNA.

Begitu primer pada untai tertinggal dielongasi oleh DNA polimerase III, mereka

akan segera dibuang dan celah yang ditimbulkan oleh hilangnya primer tersebut diisi oleh

DNA polimerase I, yang mempunyai aktivitas polimerase 5’ 3’, eksonuklease 5’

3’, dan eksonuklease penyuntingan 3’ 5’. Eksonuklease 5’ 3’ membuang primer,

sedangkan polimerase akan mengisi celah yang ditimbulkan. Akhirnya, fragmen-fragmen

Okazaki akan dipersatukan oleh enzim DNA ligase. Secara in vivo, dimer holoenzim

DNA polimerase III dan primosom diyakini membentuk kompleks berukuran besar yang

disebut dengan replisom. Dengan adanya replisom sintesis DNA akan berlangsung

dengan kecepatan 900 pb tiap detik.

Kedua garpu replikasi akan bertemu kira-kira pada posisi 180C dari ori. Di sekitar

daerah ini terdapat sejumlah terminator yang akan menghentikan gerakan garpu replikasi.

Terminator tersebut antara lain berupa produk gen tus, suatu inhibitor bagi helikase

DnaB. Ketika replikasi selesai, kedua lingkaran hasil replikasi masih menyatu. Pemisahan

dilakukan oleh enzim topoisomerase IV. Masing-masing lingkaran hasil replikasi

kemudian disegregasikan ke dalam kedua sel hasil pembelahan.

Replikasi DNA eukariot

Pada eukariot replikasi DNA hanya terjadi pada fase S di dalam interfase. Untuk

memasuki fase S diperlukan regulasi oleh sistem protein kompleks yang disebut siklin

dan kinase tergantung siklin atau cyclin-dependent protein kinases (CDKs), yang

Page 9: Bab IV Replikasi Dna

45

berturut-turut akan diaktivasi oleh sinyal pertumbuhan yang mencapai permukaan sel.

Beberapa CDKs akan melakukan fosforilasi dan mengaktifkan protein-protein yang

diperlukan untuk inisiasi pada masing-masing ori.

Berhubung dengan kompleksitas struktur kromatin, garpu replikasi pada eukariot

bergerak hanya dengan kecepatan 50 pb tiap detik. Sebelum melakukan penyalinan, DNA

harus dilepaskan dari nukleosom pada garpu replikasi sehingga gerakan garpu replikasi

akan diperlambat menjadi sekitar 50 pb tiap detik. Dengan kecepatan seperti ini

diperlukan waktu sekitar 30 hari untuk menyalin molekul DNA kromosom pada

kebanyakan mamalia.

Sederetan sekuens tandem yang terdiri atas 20 hingga 50 replikon mengalami

inisiasi secara serempak pada waktu tertentu selama fase S. Deretan yang mengalami

inisasi paling awal adalah eukomatin, sedangkan deretan yang agak lambat adalah

heterokromatin. DNA sentromir dan telomir bereplikasi paling lambat. Pola semacam ini

mencerminkan aksesibilitas struktur kromatin yang berbeda-beda terhadap faktor inisiasi.

Seperti halnya pada prokariot, satu atau beberapa DNA helikase dan Ssb yang

disebut dengan protein replikasi A atau replication protein A (RP-A) diperlukan untuk

memisahkan kedua untai DNA. Selanjutnya, tiga DNA polimerase yang berbeda terlibat

dalam elongasi. Untai pengarah dan masing-masing fragmen untai tertinggal diinisiasi

oleh RNA primer dengan bantuan aktivitas primase yang merupakan bagian integral

enzim DNA polimerase . Enzim ini akan meneruskan elongasi replikasi tetapi

kemudian segera digantikan oleh DNA polimerase pada untai pengarah dan DNA

polimerase pada untai tertinggal. Baik DNA polimerase maupun mempunyai fungsi

penyuntingan. Kemampuan DNA polimerase untuk menyintesis DNA yang panjang

disebabkan oleh adanya antigen perbanyakan nuklear sel atau proliferating cell

nuclear antigen (PCNA), yang fungsinya setara dengan subunit holoenzim DNA

polimerase III pada E. coli. Selain terjadi penggandaan DNA, kandungan histon di dalam

sel juga mengalami penggandaan selama fase S.

Mesin replikasi yang terdiri atas semua enzim dan DNA yang berkaitan dengan

garpu replikasi akan diimobilisasi di dalam matriks nuklear. Mesin-mesin tersebut dapat

divisualisasikan menggunakan mikroskop dengan melabeli DNA yang sedang

bereplikasi. Pelabelan dilakukan menggunakan analog timidin, yaitu bromodeoksiuridin

Page 10: Bab IV Replikasi Dna

46

(BUdR), dan visualisasi DNA yang dilabeli tersebut dilakukan dengan imunofloresensi

menggunakan antibodi yang mengenali BUdR.

Ujung kromosom linier tidak dapat direplikasi sepenuhnya karena tidak ada DNA

yang dapat menggantikan RNA primer yang dibuang dari ujung 5’ untai tertinggal.

Dengan demikian, informasi genetik dapat hilang dari DNA. Untuk mengatasi hal ini,

ujung kromosom eukariot (telomir) mengandung beratus-ratus sekuens repetitif

sederhana yang tidak berisi informasi genetik dengan ujung 3’ melampaui ujung 5’.

Enzim telomerase mengandung molekul RNA pendek, yang sebagian sekuensnya

komplementer dengan sekuens repetitif tersebut. RNA ini akan bertindak sebagai cetakan

(templat) bagi penambahan sekuens repetitif pada ujung 3’.

Hal yang menarik adalah bahwa aktivitas telomerase mengalami penekanan di

dalam sel-sel somatis pada organisme multiseluler, yang lambat laun akan menyebabkan

pemendekan kromosom pada tiap generasi sel. Ketika pemendekan mencapai DNA yang

membawa informasi genetik, sel-sel akan menjadi layu dan mati. Fenomena ini diduga

sangat penting di dalam proses penuaan sel. Selain itu, kemampuan penggandaan yang

tidak terkendali pada kebanyakan sel kanker juga berkaitan dengan reaktivasi enzim

telomerase.