36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

18
BAB IV. REPLIKASI DNA DAN PEMBELAHAN SEL Di dalam bab ini akan dibahas tiga fungsi DNA sebagai materi genetik pada organisme, cara replikasi DNA pada sistem eukariot, dan pembelahan sel. Dengan mempelajari pokok bahasan ini akan diperoleh gambaran mengenai cara replikasi DNA kelompok organisme eukariot dan pembelahan sel Setelah mempelajari pokok bahasan di dalam bab ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan: 1. tiga fungsi DNA sebagai materi genetik, 2. mekanisme replikasi semikonservatif, 3. pengertian replikon, ori, garpu replikasi, dan termini, 4. cara replikasi DNA pada eukariot. 5. pembelahan sel Fungsi DNA sebagai Materi Genetik DNA sebagai materi genetik pada sebagian besar organisme harus dapat menjalankan tiga macam fungsi pokok berikut ini. 1. DNA harus mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat meneruskan informasi tersebut dari tetua kepada keturunannya, dari generasi ke generasi. Fungsi ini merupakan fungsi genotipik, yang dilaksanakan melalui replikasi. Inilah materi yang akan dibahas di dalam bab ini. 2. DNA harus mengatur perkembangan fenotipe organisme. Artinya, materi genetik harus mengarahkan pertumbuhan dan diferensiasi organisme mulai dari zigot hingga individu dewasa. Fungsi ini merupakan fungsi fenotipik, yang dilaksanakan melalui ekspresi gen. 3. DNA sewaktu-waktu harus dapat mengalami perubahan sehingga organisme yang bersangkutan akan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah. Tanpa perubahan semacam ini, evolusi tidak akan pernah berlangsung. Fungsi ini merupakan fungsi evolusioner, yang dilaksanakan melalui peristiwa mutasi (Bab VIII).

Transcript of 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

Page 1: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

BAB IV. REPLIKASI DNA DAN PEMBELAHAN SEL

Di dalam bab ini akan dibahas tiga fungsi DNA sebagai materi genetik pada

organisme, cara replikasi DNA pada sistem eukariot, dan pembelahan sel. Dengan

mempelajari pokok bahasan ini akan diperoleh gambaran mengenai cara replikasi DNA

kelompok organisme eukariot dan pembelahan sel

Setelah mempelajari pokok bahasan di dalam bab ini mahasiswa diharapkan mampu

menjelaskan:

1. tiga fungsi DNA sebagai materi genetik,

2. mekanisme replikasi semikonservatif,

3. pengertian replikon, ori, garpu replikasi, dan termini,

4. cara replikasi DNA pada eukariot.

5. pembelahan sel

Fungsi DNA sebagai Materi Genetik

DNA sebagai materi genetik pada sebagian besar organisme harus dapat

menjalankan tiga macam fungsi pokok berikut ini.

1. DNA harus mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat

meneruskan informasi tersebut dari tetua kepada keturunannya, dari generasi ke

generasi. Fungsi ini merupakan fungsi genotipik, yang dilaksanakan melalui

replikasi. Inilah materi yang akan dibahas di dalam bab ini.

2. DNA harus mengatur perkembangan fenotipe organisme. Artinya, materi genetik

harus mengarahkan pertumbuhan dan diferensiasi organisme mulai dari zigot hingga

individu dewasa. Fungsi ini merupakan fungsi fenotipik, yang dilaksanakan melalui

ekspresi gen.

3. DNA sewaktu-waktu harus dapat mengalami perubahan sehingga organisme yang

bersangkutan akan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah.

Tanpa perubahan semacam ini, evolusi tidak akan pernah berlangsung. Fungsi ini

merupakan fungsi evolusioner, yang dilaksanakan melalui peristiwa mutasi (Bab

VIII).

Page 2: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

2

Mekanisme Replikasi Semikonservatif

Ada tiga cara teoretis replikasi DNA yang pernah diusulkan, yaitu konservatif,

semikonservatif, dan dispersif. Pada replikasi konservatif seluruh tangga berpilin DNA

awal tetap dipertahankan dan akan mengarahkan pembentukan tangga berpilin baru. Pada

replikasi semikonservatif tangga berpilin mengalami pembukaan terlebih dahulu sehingga

kedua untai polinukleotida akan saling terpisah. Namun, masing-masing untai ini tetap

dipertahankan dan akan bertindak sebagai cetakan (template) bagi pembentukan untai

polinukleotida baru. Sementara itu, pada replikasi dispersif kedua untai polinukleotida

mengalami fragmentasi di sejumlah tempat. Kemudian, fragmen-fragmen polinukleotida

yang terbentuk akan menjadi cetakan bagi fragmen nukleotida baru sehingga fragmen

lama dan baru akan dijumpai berselang-seling di dalam tangga berpilin yang baru.

konservatif semikonservatif dispersif

Gambar 4.1. Tiga cara teoretis replikasi DNA

= untai lama = untai baru

Page 3: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

3

Di antara ketiga cara replikasi DNA yang diusulkan tersebut, hanya cara

semikonservatif yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui percobaan yang dikenal

dengan nama sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan atau equilibrium

density-gradient centrifugation. Percobaan ini dilaporkan hasilnya pada tahun 1958 oleh

M.S. Meselson dan F.W. Stahl.

Replikon, Ori, Garpu Replikasi, dan Termini

Setiap molekul DNA yang melakukan replikasi sebagai suatu satuan tunggal

dinamakan replikon. Dimulainya (inisiasi) replikasi DNA terjadi di suatu tempat tertentu

di dalam molekul DNA yang dinamakan titik awal replikasi atau origin of replication

(ori). Proses inisiasi ini ditandai oleh saling memisahnya kedua untai DNA, yang masing-

masing akan berperan sebagai cetakan bagi pembentukan untai DNA baru sehingga akan

diperoleh suatu gambaran yang disebut sebagai garpu replikasi. Biasanya, inisiasi

replikasi DNA, baik pada prokariot maupun eukariot, terjadi dua arah (bidireksional).

Dalam hal ini dua garpu replikasi akan bergerak melebar dari ori menuju dua arah yang

berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus). Pada eukariot, selain terjadi replikasi

dua arah, ori dapat ditemukan di beberapa tempat.

Replikasi pada kedua untai DNA

Proses replikasi DNA yang kita bicarakan di atas sebenarnya barulah proses yang

terjadi pada salah satu untai DNA. Untai DNA tersebut sering dinamakan untai

pengarah (leading strand). Sintesis DNA baru pada untai pengarah ini berlangsung

secara kontinyu dari ujung 5’ ke ujung 3’ atau bergerak di sepanjang untai pengarah dari

ujung 3’ ke ujung 5’.

Pada untai DNA pasangannya ternyata juga terjadi sintesis DNA baru dari ujung 5’

ke ujung 3’ atau bergerak di sepanjang untai DNA cetakannya ini dari ujung 3’ ke ujung

5’. Namun, sintesis DNA pada untai yang satu ini tidak berjalan kontinyu sehingga

menghasilkan fragmen terputus-putus, yang masing-masing mempunyai arah 5’→ 3’.

Terjadinya sintesis DNA yang tidak kontinyu sebenarnya disebabkan oleh sifat enzim

DNA polimerase yang hanya dapat menyintesis DNA dari arah 5’ ke 3’ serta

ketidakmampuannya untuk melakukan inisiasi sintesis DNA.

Page 4: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

4

Untai DNA yang menjadi cetakan bagi sintesis DNA tidak kontinyu itu disebut

untai tertinggal (lagging strand). Sementara itu, fragmen-fragmen DNA yang dihasilkan

dari sintesis yang tidak kontinyu dinamakan fragmen Okazaki, sesuai dengan nama

penemunya. Fragmen-fragmen Okazaki akan disatukan menjadi sebuah untai DNA yang

utuh dengan bantuan enzim DNA ligase.

fragmen-fragmen untai tertinggal 3’ Okazaki 5’

5’ 3’ 5’ 3’

untai pengarah

Gambar 4.4. Diagram replikasi pada kedua untai DNA

Replikasi DNA eukariot

Pada eukariot replikasi DNA hanya terjadi pada fase S di dalam interfase. Untuk

memasuki fase S diperlukan regulasi oleh sistem protein kompleks yang disebut siklin

dan kinase tergantung siklin atau cyclin-dependent protein kinases (CDKs), yang

berturut-turut akan diaktivasi oleh sinyal pertumbuhan yang mencapai permukaan sel.

Beberapa CDKs akan melakukan fosforilasi dan mengaktifkan protein-protein yang

diperlukan untuk inisiasi pada masing-masing ori.

Berhubung dengan kompleksitas struktur kromatin, garpu replikasi pada eukariot

bergerak hanya dengan kecepatan 50 pb tiap detik. Sebelum melakukan penyalinan, DNA

harus dilepaskan dari nukleosom pada garpu replikasi sehingga gerakan garpu replikasi

akan diperlambat menjadi sekitar 50 pb tiap detik. Dengan kecepatan seperti ini

diperlukan waktu sekitar 30 hari untuk menyalin molekul DNA kromosom pada

kebanyakan mamalia.

Sederetan sekuens tandem yang terdiri atas 20 hingga 50 replikon mengalami

inisiasi secara serempak pada waktu tertentu selama fase S. Deretan yang mengalami

inisasi paling awal adalah eukomatin, sedangkan deretan yang agak lambat adalah

heterokromatin. DNA sentromir dan telomir bereplikasi paling lambat. Pola semacam ini

mencerminkan aksesibilitas struktur kromatin yang berbeda-beda terhadap faktor inisiasi.

Page 5: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

5

Seperti halnya pada prokariot, satu atau beberapa DNA helikase dan protein

pengikat untai tunggal atau single-stranded binding protein (Ssb) yang disebut dengan

protein replikasi A atau replication protein A (RP-A) diperlukan untuk memisahkan

kedua untai DNA. Selanjutnya, tiga DNA polimerase yang berbeda terlibat dalam

elongasi. Untai pengarah dan masing-masing fragmen untai tertinggal diinisiasi oleh

RNA primer dengan bantuan aktivitas primase yang merupakan bagian integral enzim

DNA polimerase . Enzim ini akan meneruskan elongasi replikasi tetapi kemudian

segera digantikan oleh DNA polimerase pada untai pengarah dan DNA polimerase

pada untai tertinggal. Baik DNA polimerase maupun mempunyai fungsi

penyuntingan. Kemampuan DNA polimerase untuk menyintesis DNA yang panjang

disebabkan oleh adanya antigen perbanyakan nuklear sel atau proliferating cell

nuclear antigen (PCNA), yang fungsinya setara dengan subunit holoenzim DNA

polimerase III pada E. coli. Selain terjadi penggandaan DNA, kandungan histon di dalam

sel juga mengalami penggandaan selama fase S.

Mesin replikasi yang terdiri atas semua enzim dan DNA yang berkaitan dengan

garpu replikasi akan diimobilisasi di dalam matriks nuklear. Mesin-mesin tersebut dapat

divisualisasikan menggunakan mikroskop dengan melabeli DNA yang sedang

bereplikasi. Pelabelan dilakukan menggunakan analog timidin, yaitu bromodeoksiuridin

(BUdR), dan visualisasi DNA yang dilabeli tersebut dilakukan dengan imunofloresensi

menggunakan antibodi yang mengenali BUdR.

Ujung kromosom linier tidak dapat direplikasi sepenuhnya karena tidak ada DNA

yang dapat menggantikan RNA primer yang dibuang dari ujung 5’ untai tertinggal.

Dengan demikian, informasi genetik dapat hilang dari DNA. Untuk mengatasi hal ini,

ujung kromosom eukariot (telomir) mengandung beratus-ratus sekuens repetitif

sederhana yang tidak berisi informasi genetik dengan ujung 3’ melampaui ujung 5’.

Enzim telomerase mengandung molekul RNA pendek, yang sebagian sekuensnya

komplementer dengan sekuens repetitif tersebut. RNA ini akan bertindak sebagai cetakan

(templat) bagi penambahan sekuens repetitif pada ujung 3’.

Hal yang menarik adalah bahwa aktivitas telomerase mengalami penekanan di

dalam sel-sel somatis pada organisme multiseluler, yang lambat laun akan menyebabkan

pemendekan kromosom pada tiap generasi sel. Ketika pemendekan mencapai DNA yang

Page 6: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

6

membawa informasi genetik, sel-sel akan menjadi layu dan mati. Fenomena ini diduga

sangat penting di dalam proses penuaan sel. Selain itu, kemampuan penggandaan yang

tidak terkendali pada kebanyakan sel kanker juga berkaitan dengan reaktivasi enzim

telomerase.

PEMBELAHAN SEL SEBAGAI PELAKSANAAN PEWARISAN SIFAT

Setelah berbicara tentang gen sebagai faktor herediter serta cara pewarisannya, pada

bab ini kita akan melihat perilaku organel intrasel yang terlibat dalam pelaksanaan

pewarisan sifat. Belasan tahun setelah Mendel mempublikasikan karya penelitiannya, W.

Roux mengajukan postulat bahwa faktor herediter dibawa oleh suatu struktur di dalam

nukleus yang dinamakan kromosom (chromo=warna ; soma=badan). Percobaan T.

Boveri dan W.S. Sutton beberapa tahun kemudian membuktikan bahwa gen terdapat di

dalam kromosom. Selanjutnya, T.H. Morgan dan koleganya melalui studi pada lalat buah

Drosophila melanogaster mengajukan teori bahwa gen merupakan satuan-satuan yang

diskrit (terpisah satu sama lain) di dalam kromosom.

Perilaku kromosom ternyata sangat berkaitan dengan tahap-tahap pembelahan sel,

yang merupakan mekanisme dasar bagi pertumbuhan dan reproduksi seksual organisme.

Pembelahan sel (sitokinesis) selalu didahului oleh pembelahan nukleus (kariokinesis),

dan justru kariokinesislah yang sesungguhnya lebih berperan dalam mekanisme

pelaksanaan pewarisan sifat. Bahkan, pembicaraan tentang pembelahan sel pada

umumnya dititikberatkan pada kariokinesis, yang dengan sendirinya akan melibatkan

perubahan-perubahan yang terjadi pada kromosom.

Bahan penyusun kromosom adalah DNA dan protein. Kromosom yang sedang

mengalami pengandaan terdiri atas dua buah kromatid kembar (sister chromatids) yang

satu sama lain dihubungkan pada daerah sentromir. Letak sentromir berbeda-beda, dan

perbedaan letak ini dapat digunakan sebagai dasar untuk klasifikasi struktur kromosom.

Pada sentromir terdapat kinetokor, yaitu suatu protein struktural yang berperan dalam

pergerakan kromosom selama berlangsungnya pembelahan sel. Tiap kromatid membawa

sebuah molekul DNA yang strukturnya berupa untai ganda sehingga di dalam kedua

kromatid terdapat dua molekul DNA.

Page 7: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

7

telomir (ujung kromosom) sentromir (konstriksi primer) kinetokor kromatid kembar (sister chromatids) a) b)

Gambar 3.1. Gambaran umum struktur kromosom yang sedang mengalami penggandaan

a) kromosom b) molekul DNA

Daur Sel dan Mitosis

Faktor yang menentukan pertumbuhan suatu individu organisme, khususnya

organisme multiseluler, adalah pertambahan jumlah dan volume sel. Pertambahan jumlah

sel terjadi sebagai akibat pembelahan sel yang menghasilkan sel-sel anakan dengan

kandungan kromosom dan materi genetik (DNA) yang sama. Peristiwa pembelahan sel

semacam ini dinamakan mitosis (mitos = benang).

Sel yang mengalami mitosis selanjutnya akan memasuki tahap-tahap proses lainnya

yang secara keseluruhan membentuk suatu daur sel. Pada awalnya, sebuah sel diploid

hasil mitosis, yakni sel dengan kandungan kromosom 2n (lihat Bab VI), mengalami

peningkatan volume dan aktivitas metabolisme yang berhubungan dengan persiapan

penggandaan (replikasi/sintesis) DNA. Tahap ini dinamakan G1. Kemudian, dari tahap G1

sel segera memasuki tahap S, yang ditandai oleh adanya sintesis DNA serta pembentukan

kromatid kembar. Selanjutnya, sel memasuki tahap G2, yang merupakan tahap persiapan

mitosis. Secara keseluruhan tahap G1, S, dan G2 dinamakan tahap istirahat (interfase)

karena sel tidak memperlihatkan aktivitas pembelahan. Waktu yang diperlukan untuk

interfase berbeda-beda, bergantung kepada jenis sel dan spesies organismenya. Setelah

interfase berakhir sel kemudian mengalami mitosis (tahap M), yang akan membagi DNA

hasil sintesis pada tahap S dan kromatid kembarnya ke dalam kedua sel yang dihasilkan

Page 8: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

8

sehingga masing-masing sel ini akan bersifat diploid seperti sel asalnya. Demikian

seterusnya, sel hasil mitosis kembali memulai tahap G1.

Tiap jenis sel menyelesaikan daur selnya dalam waktu yang tidak sama. Sebagai

contoh, sel-sel epitel pada saluran pernafasan dan pencernaan memiliki masa hidup yang

pendek dan harus diganti dalam beberapa hari. Bahkan, sel-sel kelenjar memiliki masa

hidup selama beberapa jam saja. Sel-sel epitel kulit setiap kali rusak akan segera diganti

sehingga jumlahnya selalu tetap. Sebaliknya, sel-sel pada sistem syaraf pusat manusia

hanya dibentuk sekali seumur hidup, dan tidak pernah diganti jika mengalami kerusakan.

Gambar 3.2. Skema daur sel

Tahap-tahap mitosis

Mitosis pertama kali dijelaskan oleh W. Flemming pada sel hewan. Dari Gambar

3.2 dapat dilihat bahwa mitosis membutuhkan waktu yang paling singkat di antara semua

tahapan daur sel. Meskipun demikian, mitosis masih dapat dibagi-bagi lagi menjadi

beberapa tahap, yaitu profase, metafase, anafase, dan telofase. Biasanya, profase dan

telofase berlangsung lama, sedangkan metafase dan anafase berlangsung singkat. Tiap

tahap mitosis ini dicirikan oleh perilaku kromosom yang berbeda-beda.

Indikasi awal dimulainya mitosis, khususnya pada sel-sel hewan, dapat dilihat di

dalam sitoplasma ketika interfase hampir berakhir. Suatu daerah di sitoplasma yang

dinamakan sentrosom, yang terdiri atas sepasang sentriol, mengalami pembelahan

menjadi dua; mikrotubul, yang terdapat di dalamnya, menonjol keluar membentuk

struktur aster, tempat asal mula munculnya benang spindel. Pada sel tumbuhan tidak

G1

S G2

M

Page 9: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

9

terdapat sentriol, tetapi ada pusat pengendali spindel yang disebut MTOCs (microtubule

organizing centers). Namun, struktur MTOCs tidak sejelas sentriol pada sel hewan.

Profase awal

Pada tahap ini masing-masing anggota pasangan sentriol bergerak memisah.

Kromatid kembar yang semula tipis dan tidak berpilin mulai nampak berpilin,

memendek, dan dapat dilihat lebih jelas. Jumlah pilinan akan menurun sejalan dengan

meningkatnya diameter masing-masing pilinan. Nukleolus dan dinding nukleus mulai

menghilang.

Profase akhir

Kedua kromatid kembar pada masing-masing kromosom saling melekat pada

daerah sentromir. Kompleks kinetokor dan sentromir segera berfungsi sebagai tempat

melekatnya mikrotubul / benang spindel yang keluar dari sentriol. Oleh karena masing-

masing sentriol telah bergerak ke kutub sel yang berlawanan, maka benang spindel

menjadi penghubung kedua kutub sel tersebut melalui sentromir. Pada profase akhir ini

nukleolus dan dinding nukleus telah benar-benar hilang.

Metafase

Kromosom nampak sangat kompak sebagai dua kromatid kembar. Tahap metafase

merupakan tahap mitosis dengan kenampakan kromosom paling jelas karena kromosom

terlihat menebal, memendek, dan menempati bidang tengah sel. Pengamatan dan analisis

kromosom paling mudah dilakukan pada tahap ini.

Anafase

Pemendekan benang spindel menyebabkan kromatid kembar pada masing-masing

kromosom bergerak ke arah kutub sel yang berlawanan. Tiap kromatid sekarang

mempunyai sentromir sendiri dan menjadi sebuah kromosom baru, yang mulai

memanjang kembali.

Telofase

Benang spindel mulai menghilang; sebaliknya, nukleolus dan dinding nukleus mulai

muncul kembali. Terjadi penyempitan pada sitoplasma dan pembelahan organel-organel

sitoplasmik, yang mengarah kepada pembentukan dua sel hasil mitosis dengan

Page 10: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

10

kandungan materi genetik yang identik. Pada sel tumbuhan terjadi partisi di antara kedua

calon sel hasil mitosis. Setelah lamela tengah terbentuk, dinding selulosa segera disintesis

pada masing-masing sisi.

interfase profase awal profase akhir

telofase anafase metafase

telofase akhir dua sel hasil mitosis

Gambar 3.3. Diagram skematik pembelahan mitosis pada sel hewan dengan tiga kromosom

Page 11: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

11

Meiosis

Pada tahun 1883 atau empat tahun setelah mitosis dapat dijelaskan, Edouard van

Beneden menemukan bahwa telur cacing Ascaris mengandung kromosom hanya separuh

jumlah kromosom yang terdapat di dalam sel-sel somatisnya. Ia kemudian dengan tepat

dapat menginterpretasikan hal itu sebagai akibat terjadinya suatu tipe pembelahan sel

yang lain, yang disebut meiosis (meioun = pengurangan).

Meskipun demikian, Beneden salah menyimpulkan bahwa pada pembelahan

meiosis seluruh kromosom paternal (kromosom dari tetua jantan) akan bergerak ke satu

kutub sel dan seluruh kromosom maternal (kromosom dari tetua betina) bergerak ke

kutub sel yang lain. Peristiwa yang benar adalah terjadi percampuran kromosom paternal

dan maternal membentuk pasangan-pasangan kromosom homolog, yang kemudian

disebarkan secara acak ke dalam sel-sel hasil meiosis.

Bila dibandingkan dengan mitosis, meiosis membutuhkan waktu yang jauh lebih

panjang dengan proses yang lebih rumit. Meiosis dapat dibagi menjadi dua pembelahan

nukleus (kariokinesis), yaitu meiosis I dan meiosis II. Pada meiosis I terjadi pengurangan

jumlah kromosom menjadi setengah dari semula sehingga pembelahan ini sering juga

disebut pembelahan reduksi. Jika sel yang mengalami meiosis adalah sebuah sel

diploid, maka pada akhir meiosis II akan didapatkan empat buah sel yang masing-masing

haploid. Hal ini karena kromosom hanya mengalami satu kali penggandaan, tetapi

kariokinesisnya terjadi dua kali.

Tahap-tahap meiosis

Oleh karena meiosis dapat dibagi menjadi meiosis I dan meiosis II, maka tahap-

tahapnya terdiri atas profase I, metafase I, anafase I, telofase I, profase II, metafase II,

anafase II, dan telofase II. Tahap-tahap meiosis II (profase II hingga telofase II)

sebenarnya menyerupai tahap-tahap pada mitosis.

Profase I

Di antara tahap-tahap meiosis, profase I membutuhkan waktu paling panjang

sehingga dapat dibagi lagi menjadi beberapa tahap, yaitu leptonema, zigonema,

pakinema, diplonema, dan diakinesis.

Page 12: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

12

interfase prameiosis leptonema zigonema

diakinesis diplonema pakinema

metafase I anafase I

telofaseI

sel hasil meiosis anafase II metafase II profase II

Gambar 3.4. Diagram skematik pembelahan meiosis dengan dua kromosom dan = krom. paternal dan = krom. maternal

Page 13: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

13

Leptonema (leptoten)

Seperti halnya pada profase awal mitosis, pada tahap meiosis yang paling awal ini

tiap kromosom telah mengalami penggandaan menjadi kromatid kembar. Namun,

kenampakan kromosom jika dilihat menggunakan mikroskop cahaya masih seperti

benang tunggal yang tipis memanjang. Di sepanjang kromosom dijumpai sejumlah

kromomir, berupa butiran-butiran padat dengan interval yang tidak beraturan.

Zigonema (zigoten)

Tiap kromosom homolog (kromosom paternal dan maternal) berpasang-pasangan

membentuk struktur bivalen. Proses berpasangannya sendiri dinamakan sinapsis. Oleh

karena tiap kromosom telah mengalami penggandaan menjadi dua kromatid kembar,

maka pada tiap bivalen terdapat empat kromatid kembar. Kompleks empat kromatid ini

disebut tetrad.

Pakinema (pakiten)

Pada pakinema kromosom untuk pertama kalinya dapat dilihat sebagai struktur

yang telah mengalami penggandaan (bivalen atau tetrad). Peristiwa penting lainnya pada

tahap ini adalah terjadinya pindah silang (crossing over), yaitu pertukaran materi genetik

antara kromatid paternal dan kromatid maternal pasangannya.

Diplonema (diploten)

Secara visual tempat terjadinya pindah silang dapat dilihat sebagai struktur yang

dinamakan kiasma (jamak = kiasmata). Kecuali pada daerah-daerah kiasma ini,

pasangan-pasangan kromatid nampak mulai saling memisah.

Diakinesis

Kiasma bergeser ke ujung kromosom sehingga tempat ini sekarang tidak harus

merupakan tempat terjadinya pindah silang. Tiap kromatid anggota tetrad makin

memendek, menebal, dan bergerak ke arah bidang tengah sel. Nukleolus dan dinding

nukleus menghilang. Mikrotubul / benang spindel yang keluar dari sentriol nampak kian

memanjang dan akhirnya melekat pada kinetokor.

Page 14: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

14

Metafase I

Struktur tetrad nampak makin jelas di bidang tengah sel. Di sinilah konfigurasi

kromosom meiosis paling mudah dibedakan dengan kromosom metafase mitosis. Pada

metafase mitosis tidak dijumnpai adanya struktur tetrad, tetapi hanya ada biad yang

terdiri atas dua kromatid kembar.

Anafase I Anggota tiap pasangan kromosom homolog (yang masing-masing terdiri atas dua

kromatid kembar) bergerak ke arah kutub sel yang berlawanan. Dalam hal ini sentromir

belum membelah sehingga kedua kromatid kembar masih terikat satu sama lain.

Telofase I

Anggota tiap pasangan kromosom homolog telah mencapai kutub sel yang

berlawanan. Dinding nukleus mulai terbentuk kembali. Kadang-kadang telofase I diikuti

oleh sitokinesis dan interfase singkat (tanpa penggandaan kromosom), tetapi seringkali

langsung diteruskan ke meiosis II.

Meiosis II

Di atas telah dikatakan bahwa tahap-tahap meiosis II, mulai dari profase II hingga

telofase II, menyerupai tahap-tahap pada mitosis. Namun, pada meiosis II hanya ada satu

dari masing-masing pasangan kromosom homolog di dalam setiap nukleus. Jadi, di dalam

tiap nukleus hanya ada kromosom paternal saja atau kromosom maternal saja untuk tiap

nomor kromosom. Sebagai contoh, di dalam satu nukleus mungkin terdapat kromosom

paternal untuk kromosom nomor 1, kromosom maternal untuk kromosom nomor 2,

kromosom maternal untuk kromosom nomor 3, dan seterusnya. Nukleus lainnya akan

membawa kombinasi kromosom yang lain pula.

Telofase II akan diikuti oleh sitokinesis yang menghasilkan empat sel haploid. Di

dalam nukleus masing-masing sel ini terdapat satu anggota untuk setiap pasangan

kromosom homolog. Jadi, kalau pada telofase I (dan sebelumnya, anafase I) terjadi

pemisahan kromosom homolog, pada telofase II (dan anafase II) terjadi pemisahan

kromatid.

Page 15: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

15

Dari uraian di atas dapat diringkas perbedaan-perbedaan pokok antara pembelahan

mitosis dan meiosis seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Perbedaan pokok antara mitosis dan meiosis

Mitosis Meiosis Terjadi pada sel somatis Terjadi pada meiosit atau gametogonium,

yaitu sel-sel somatis khusus yang akan menghasilkan gamet (sel kelamin)

Berlangsung relatif singkat dan selesai hanya dalam satu kali kariokinesis

Berlangsung relatif lama dan memerlukan dua kali kariokinesis

Dari sebuah sel diploid dihasilkan dua buah sel yang masing-masing diploid

Dari sebuah sel diploid dihasilkan empat buah sel yang masing-masing haploid

Kromosom-kromosom homolog tidak mengalami sinapsis sehingga hanya ada struktur monovalen atau kromatid biad pada metafase

Kromosom-kromosom homolog mengalami sinapsis sehingga akan ada struktur bivalen atau kromatid tetrad pada metafase I

Tidak ada peristiwa pindah silang Ada peristiwa pindah silang

Gametogenesis pada hewan

Dengan berakhirnya meiosis tidak serta-merta dapat dikatakan bahwa gamet telah

terbentuk. Meiosis hanya menghasilkan empat buah sel yang masing-masing haploid.

Sel-sel ini masih memerlukan proses pematangan untuk dapat berkembang menjadi

gamet. Pembelahan meiosis yang diikuti oleh pematangan sel-sel haploid menjadi gamet

fungsional dinamakan gametogenesis.

Pada hewan yang berkembang biak secara seksual dapat dibedakan antara

gametogenesis pada individu jantan dan gametogenesis pada individu betina. Gamet pada

individu jantan disebut spermatozoon (jamak = spermatozoa) sehingga proses

pembentukannya dinamakan spermatogenesis. Demikian pula, karena gamet betina

disebut ovum (jamak = ova), maka gametogenesis pada jenis kelamin ini dinamakan

oogenesis.

Spermatogenesis

Spermatogenesis dimulai pada saat individu yang bersangkutan mencapai matang

kelamin (pubertas). Prosesnya berlangsung di dalam testes, tepatnya di dalam suatu

tabung melengkung yang disebut tubulus seminiferus. Di sekeliling tabung ini terdapat

spermatogonium (jamak = spermatogonia), yaitu sel-sel somatis khusus yang nantinya

akan mengalami meiosis untuk menghasilkan spermatozoa.

Page 16: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

16

Pada awalnya spermatogonium (diploid) memperbanyak diri melalui pembelahan

mitosis berkali-kali. Pada waktu tertentu mitosis akan terhenti; spermatogonium

membesar dan berdiferensiasi menjadi spermatosit primer, yang masih diploid juga.

Spermatosit primer kemudian mengalami meiosis I untuk menghasilkan spermatosit

sekunder, yang dilanjutkan dengan meiosis II untuk menghasilkan empat buah

spermatid yang masing-masing haploid. Akhirnya, spermatid berdiferensiasi menjadi

spermatozoon yang matang.

Oogenesis

Bila dibandingkan dengan spermatogenesis, oogenesis relatif agak lebih rumit.

Proses ini dimulai sejak awal tahap perkembangan embrio ketika sekelompok sel yang

disebut galur sel germinal (germ cell line) memasuki ovarium yang sedang berkembang.

Galur sel ini kemudian berkembang menjadi sel-sel somatis khusus yang disebut

oogonium (jamak = oogonia)..

Oogonium (diploid) memperbanyak diri dengan sangat cepat melalui pembelahan

mitosis berkali-kali, dan akhirnya berdiferensiasi menjadi oosit primer, yang masih

diploid juga. Oosit primer kemudian mengalami meiosis I tetapi tertahan pada tahap

diplonema hingga saat matang kelamin. Selama kurun waktu ini oosit primer mengalami

berbagai perubahan sehubungan dengan persiapan penyelesaian meiosis dan fertilisasi,

serta mengumpulkan sejumlah besar bahan makanan untuk perkembangan awal embrio.

Untuk melindungi diri dari kerusakan mekanis, oosit primer diselubungi oleh selaput

yang dinamakan folikel Graaf. Di bawah selaput ini terdapat granula kortikal yang

membatasi pembuahan hanya oleh satu spermatozoon.

Oosit primer yang berhasil menyelesaikan meiosis I akan menghasilkan dua buah

sel haploid, yang masing-masing mengandung satu anggota pasangan kromosom

homolog dalam keadaan mengganda. Namun, sitokinesis tidak berlangsung simetris

sehingga kedua sel tersebut sangat berbeda kandungan sitoplasmanya. Sel yang

mendapatkan hampir seluruh sitoplasma dinamakan oosit sekunder, sedangkan sel

satunya yang hanya mendapatkan sangat sedikit sitoplasma dinamakan badan polar.

Oosit sekunder keluar dari folikel Graaf untuk memasuki saluran telur (pada manusia:

tuba falopi ; pada hewan: oviduktus). Proses pelepasan oosit sekunder dari folikel Graaf

dinamakan ovulasi.

Page 17: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

17

spermatogonium oogonium

spermatosit oosit primer primer

anafase I

spematosit sekunder badan polar oosit sekunder

anafase II

spermatid badan polar

spermatozoon ovum

spermatogenesis oogenesis

Gambar 3.5. Skema gametogenesis pada hewan

n n n

n n

n

n

2n 2n

2n

2n

2n

2n

n

n n n n n n n

n n

n

n

Page 18: 36447089 Bab 4 Replikasi Dna Dan Pembelahan Sel

18

Baik oosit sekunder maupun badan polar akan melanjutkan oogenesis ke tahap

meiosis II. Lagi-lagi, oosit sekunder mengalami sitokinesis yang tidak simetris sehingga

diperoleh satu sel yang besar (ovum) dan satu sel yang kecil (badan polar). Dengan

demikian, pada akhir meiosis II dari sebuah oogonium akan diperoleh empat buah sel

haploid, yang terdiri atas sebuah ovum (sel telur) dan tiga badan polar. Ketiga badan

polar segera mengalami degenerasi karena hanya mengandung sedikit sekali sitoplasma

dan organel yang diperlukan untuk melangsungkan metabolisme.

Meiosis II hanya akan selesai jika terjadi fertilisasi. Ovum yang tidak dibuahi akan

mengalami degenerasi. Sebaliknya, jika ovum bertemu dengan spermatozoon akan terjadi

penggabungan dua nukleus haploid sehingga terbentuk zigot diploid, yang kemudian

turun dari tuba falopi / oviduktus menuju ke uterus.

REFERENSI

Susanto, A.H (2004), Bahan Ajar Biologi Molekuler, Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto Susanto, A.H (2002), Bahan Ajar Genetika Dasar, Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto