Bab IV Prob. Pemboran

119
BAB IV PROBLEM - PROBLEM PEMBORAN Pemboran adalah suatu kegiatan atau pekerjaan membuat lubang dengan diameter dan kedalaman yang sudah ditentukan. Dalam pembuatan lubang untuk mencapai kedalaman tertentu tersebut, yang harus diperhatikan adalah mempertahankan ukuran diameter lubang. Pekerjaan penting yang lain adalah membawa serpihan atau cutting ke permukaan yang diusahakan dapat terangkat secara optimal, dan mengusahakan agar pemboran berjalan dengan lancar serta biaya yang minimal. Suatu pemboran dalam kenyataannya tidak selalu berjalan lancar, bermacam- macam hambatan sering terjadi, yang biasanya disebut sebagai “Hole Problem”. Masalah-masalah yang berhubungan dengan pemboran sumur minyak sebagian besar disebabkan oleh karena gangguan terhadap tegangan tanah (earth stress) disekitar lubang bor yang disebabkan oleh pembuatan lubang itu sendiri serta adanya interaksi antara lumpur pemboran dengan formasi yang ditembus. Tegangan tanah bersama tekanan formasi berusaha untuk mengembalikan keseimbangan yang telah ada sebelumnya dengan cara mendorong lapisan batuan ke arah lubang bor. Lubang bor dijaga agar tetap stabil dengan cara menyeimbangkan tegangan tanah dan tekanan pori di satu 136

Transcript of Bab IV Prob. Pemboran

Page 1: Bab IV Prob. Pemboran

BAB IV

PROBLEM - PROBLEM PEMBORAN

Pemboran adalah suatu kegiatan atau pekerjaan membuat lubang dengan

diameter dan kedalaman yang sudah ditentukan. Dalam pembuatan lubang untuk

mencapai kedalaman tertentu tersebut, yang harus diperhatikan adalah

mempertahankan ukuran diameter lubang. Pekerjaan penting yang lain adalah

membawa serpihan atau cutting ke permukaan yang diusahakan dapat terangkat

secara optimal, dan mengusahakan agar pemboran berjalan dengan lancar serta

biaya yang minimal. Suatu pemboran dalam kenyataannya tidak selalu berjalan

lancar, bermacam-macam hambatan sering terjadi, yang biasanya disebut sebagai

“Hole Problem”.

Masalah-masalah yang berhubungan dengan pemboran sumur minyak

sebagian besar disebabkan oleh karena gangguan terhadap tegangan tanah (earth

stress) disekitar lubang bor yang disebabkan oleh pembuatan lubang itu sendiri

serta adanya interaksi antara lumpur pemboran dengan formasi yang ditembus.

Tegangan tanah bersama tekanan formasi berusaha untuk mengembalikan

keseimbangan yang telah ada sebelumnya dengan cara mendorong lapisan batuan

ke arah lubang bor.

Lubang bor dijaga agar tetap stabil dengan cara menyeimbangkan

tegangan tanah dan tekanan pori di satu sisi dengan tekanan lumpur pemboran

disekitar lubang bor dan komposisi kimia lumpur bor pada sisi yang lain. Setiap

kali keseimbangan ini diganggu maka timbulah masalah-masalah di lubang bor.

Masalah-masalah pemboran dapat diklasifikasikan ke dalam empat bagian, yaitu :

1. Pipa terjepit (Pipe sticking).

2. Shale problem.

3. Hilang lumpur (Lost circulation).

4. Kick dan semburan liar.

136

Page 2: Bab IV Prob. Pemboran

4.1. Pipa Terjepit (Pipe Sticking)

Definisi pipa terjepit adalah keadaan dimana bagian dari rangkaian pipa

bor atau setang bor (Drill collar) terjepit (stuck) di dalam lubang bor. Dalam

kenyataannya operasi pemboran tidak selalu berjalan dengan lancar, seringkali

pipa bor terjepit. Penyebab terjepitnya rangkaian pipa bor pada sumur pemboran

adalah karena adanya differential pipe sticking maupun mechanical pipe sticking.

Jika hal ini terjadi, maka gerakan pipa akan terhambat dan pada gilirannya dapat

mengganggu kelancaran operasi pemboran.

4.1.1. Klasifikasi Problem Pipa terjepit

Masalah pipa terjepit diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis, yaitu

differential pipe sticking, mechanical pipe sticking, dan key seat.

4.1.1.1.Differential Pipe Sticking

Differential pipe sticking adalah peristiwa terjadinya jepitan akibat dari

tekanan kolom lumpur yang lebih besar dari tekanan formasi (Phm > Pf), sehingga

mengakibatkan terdapatnya mud cake yang terlalu tebal pada dinding lubang bor.

Terjadinya differential pipe sticking pada dasarnya terjadi pada Drill collar karena

Drill collar merupakan beratan pada Drill string yang selalu menempel pada

dinding lubang bor. Penempelan pada dinding dipengaruhi oleh perbedaan yang

besar antara tekanan kolom lumpur dengan tekanan formasi dan adanya deviasi

lubang bor, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Ketika ROP makin tinggi,

maka perbedaan tekanan kolom lumpur dengan tekanan formasi semakin

membesar, adanya cutting yang banyak di annulus, selain itu deviasi lubang yang

semakin besar akan memperbesar gaya rekat dari drill collar (contact area),

seperti terlihat pada Gambar 4.1.

Sedangkan sebab-sebab umum terjadinya differential sticking adalah :

1. Berat jenis lumpur yang terlalu tinggi, sehingga menyebabkan beda tekanan

hidrostatik kolom lumpur dengan tekanan formasi akan semakin tinggi,

dimana semakin besar beda tekanan tersebut maka akan semakin

mempertinggi gaya jepitan.

137

Page 3: Bab IV Prob. Pemboran

2. Mud cake yang tebal akibat water loss yang tinggi karena menembus formasi

yang porous dan permeabel. Kondisi semacam ini juga dapat memperluas

kontak area.

Gambar 4.2., menunjukkan gambaran skematis mengenai differential pipe

sticking. Dari Gambar 4.2., didapat persamaan untuk menghitung differential

force, yaitu :

DF = (Phm - Pf) x kontak area x faktor gesekan............................ (4-1)

Keterangan :

DF = Differential Force.

Phm = tekanan hidrostatik lumpur pemboran.

Pf = tekanan formasi.

Kontak area (area of contact) merupakan hasil perkalian antara ketebalan

zona permeabel (hzp) dengan ketebalan mud cake (hmc), atau seringkali dinyatakan

sebagai :

Kontak area = hzp x hmc ................................................................ (4-2)

Faktor gesekan (friction faktor) dinotasikan fr, besarnya bervariasi

dimana salah satu faktor yang mempengaruhi adalah komposisi mud cake.

Dengan mensubstitusikan Persamaan (4-2) ke dalam Persamaan (4-1) didapatkan :

DF = (Phm – Pf) x (hzp x hmc ) x fr ................................................ (4-3)

Dalam satuan lapangan Persamaan (4-3) menjadi :

DF = (Phm – Pf) psi x hzp(ft x 12 in/ft) x hmc (in) x fr

DF = 12 (Phm – Pf) x hzp x hmc x fr .............................................. (4-4)

Besarnya gaya differensial sangat sensitif untuk berubah terutama pada

nilai kontak area dan faktor gesekan, yang keduanya (kontak area dan faktor

gesekan) merupakan fungsi waktu. Semakin lama pipa dibiarkan berada dalam

keadaan statis, tebal mud cake akan meningkat. Demikian halnya dengan faktor

gesekan yang akan meningkat dengan semakin banyaknya air yang ditapiskan dari

mud cake.

138

Page 4: Bab IV Prob. Pemboran

Gambar 4.1.Terjadinya Differential Pipe Sticking

(Chillingarian, G, V. 1981)

139

Page 5: Bab IV Prob. Pemboran

Gambar 4.2.Gambaran Skematis Differential Pipe Sticking

(Chillingarian, G, V. 1981)

Gambar 4.3.Perkembangan Differential Sticking Menurut Waktu

(a). kondisi awal; (b). setelah beberapa jam.(Rabia, H, 1985)

140

Page 6: Bab IV Prob. Pemboran

Gaya differensial ini juga sangat sensitif untuk berubah dalam hal

besarnya perbedaan tekanan (Phm-Pf). Dalam operasi pemboran yang normal

diusahakan terdapat overbalance pressure antara 100 sampai dengan 200 psi (6.8 –

13.6 bar). Kenaikan overbalance pressure yang tinggi dapat ditimbulkan oleh hal-

hal sebagai berikut :

a. Kenaikan tiba-tiba dari berat lumpur pemboran yang akan meningkatkan

tekanan hidrostatik lumpur dan pada akhirnya akan meningkatkan

besarnya overbalance pressure.

b. Pemboran yang melalui reservoar yang terdeplesi dan adanya regresi

tekanan.

Regresi tekanan terjadi pada operasi pemboran pada saat gradien tekanan

formasi menurun sementara gradien tekanan lumpur pemboran tetap untuk

menahan tekanan formasi pada formasi batuan yang berada diatasnya. Gambar

4.3. menunjukkan gambaran tentang keadaan yang mungkin terjadi pada saat awal

terjadinya differential sticking dan beberapa jam sesudahnya.

4.1.1.2.Mechanical Sticking (Jepitan Mekanis)

Mechanical pipe sticking merupakan salah satu jenis pipe sticking yang

disebabkan karena operasional pemboran kurang baik atau karena sebab mekanis

pada saat pemboran sedang berlangsung. Mechanical pipe sticking lebih

disebabkan karena driller yang kurang berhati-hati dalam melakukan pemboran

dan karena peralatan yang kurang baik.

Pipa dapat terjepit secara mekanis apabila :

1. Keratan bor atau formasi yang mengalami sloughing menyumbat annulus di

sekitar rangkaian bor.

2. Rangkaian bor diturunkan terlalu cepat sehingga menghantam bridge atau

tight spot atau dasar sumur.

3. Ditarik masuk ke dalam lubang kunci (key seat).

Cutting yang tidak terangkat dengan baik oleh lumpur pemboran akan

menumpuk atau terakumulasi didasar lubang, sehingga dengan berjalannya waktu

141

Page 7: Bab IV Prob. Pemboran

maka semakin lama akan menjepit rangkaian Drill string. Pengangkatan cutting

efektifitasnya terletak pada lumpur pemboran dan kecepatan diannulus.

Lumpur yang mempunyai viskositas dan gel strength tinggi akan baik

dalam pengangkatan cutting, sebaliknya lumpur yang terlalu encer dan

mempunyai gel strength yang kecil akan sulit untuk mengangkat cutting yang

pada akhirnya karena tidak baik dalam pengangkatan cutting maka akan menjepit

rangkaian Drill string.

Pengontrolan sifat fisik dan rheology lumpur pemboran sangat perlu untuk

mengimbangi jumlah cutting yang ada, sehingga dalam lumpur pemboran pasti

akan ditambah bermacam-macam additif yang mempunyai fungsi tertentu.

Kecepatan diannulus juga mempengaruhi pengangkatan cutting dimana kecepatan

pengangkatan cutting harus lebih besar dari kecepatan pengendapan cutting

sehingga cutting akan terangkat dengan baik.

4.1.1.3.Key Seating

Di dalam lubang yang mempunyai dog leg (perubahan sudut kemiringan

lubang secara mendadak) dan berada pada formasi yang lunak, tool joint Drill

pipe membuat lubang tambahan yang merupakan perluasan dari lubang utama

yang dibuat oleh Bit, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.4. Selama operasi

pemboran berlangsung berat pada Bit yang diberikan melalui pipa bor mempunyai

gaya tegang (tension), untuk mendapatkan kondisi rangkaian pipa bor menjadi

tetap lurus atau vertikal. Selama pemboran, Drill pipe selalu dijaga berada dalam

keadaan tension (tertarik) dan pada saat memasuki bagian dog leg, Drill pipe

berusaha untuk menjadi lurus, sehingga menimbulkan gaya lateral. Gaya lateral

ini mengakibatkan sambungan Drill pipe (tool joint) menggerus formasi yang

berada pada busur dog leg, dan menimbulkan lubang baru sebagai akibat

diputarnya rangkaian pemboran. Lubang ini disebut sebagai “key seat”.

142

Page 8: Bab IV Prob. Pemboran

Gambar 4.4.Key Seat

(Rabia, H. 1985)

4.1.2. Identifikasi Pada Saat Problem Pipa Terjepit

Selama operasi pemboran berlangsung tidak selalu berjalan dengan lancar

tetapi sering pula ditemui hambatan-hambatan yang apabila tidak ditangani

dengan serius dapat mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Untuk itu dalam

menangani hambatan-hambatan tersebut diperlukan identifikasi sedini mungkin.

4.1.2.1. Tanda-tanda terjadinya Differential Pipe Sticking

Differential pipe sticking terjadi saat rangkaian pipa bor tidak bergerak

sewaktu berada di lubang bor. Sebagai tanda terjadinya differential pipe sticking

ini adalah tidak mungkinnya pipa digerakkan baik ke atas maupun ke bawah

sementara sirkulasi masih bisa dilakukan secara normal, dimana hal ini

diakibatkan karena hanya satu sisi pipa yang menempel dinding lubang bor. Pada

waktu keadaan jepitan lengkap (dalam hal ini terjadi lebih dari satu mekanisme)

sirkulasi maupun gerakan pipa sudah tidak bisa lagi dilakukan. Jepitan ini dapat

terjadi pada sumur miring maupun sumur tegak.

143

Page 9: Bab IV Prob. Pemboran

4.1.2.2. Tanda-tanda terjadinya Mechanical Pipe Sticking

Mechanical pipe sticking biasanya terjadi atau dalam bentuk tight spot.

Tight spot dapat terjadi karena pemboran yang undergauge ( ukuran lubang lebih

kecil daripada ukuran bit menurut hasil pemrograman ) sebagai akibat

digunakannya Bit yang sudah aus atau digunakannya Diamond coring bit yang

undersized. Tight spot ini ditandai sebagai kenaikan overpull selama operasi

tripping out (beban yang terjadi sebagai akibat naiknya buoyant weight dari

rangkaian ).

4.1.2.3. Tanda-tanda terjadinya Key Seat

Key seat ini hanya terbentuk bila formasi yang ditembus lunak dan berat

yang tergantung dibawah dog leg cukup besar untuk menimbulkan gaya lateral.

Sebagai tanda telah terjadinya key seat ini adalah jika rangkaian dapat diturunkan

dan tidak bisa ditarik. Tanda yang lain adalah naiknya drag, semakin kerasnya

suara rotary table dan masih bisa dilakukanya sirkulasi 100%.

4.1.3. Mekanisme Terjadinya Problem Pipa Terjepit

Secara umum, penyebab terjepitnya rangkaian pipa bor pada sumur

pemboran sebagian besar disebabkan karena pengendapan padatan di lubang bor.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan partikel (padatan) didalam lubang bor yang

dapat mengakibatkan rangkaian pipa bor terjepit adalah serbuk bor yang tidak

terangkat ke permukaan dan runtuhnya formasi (caving).

Serbuk bor yang tidak terangkat dengan baik ke permukaan akan

membentuk tumpukan serbuk bor dalam lubang (dalam pemboran berarah disebut

cutting bed) sehingga akan menyebabkan rangkaian pipa terjepit. Pengangkatan

serbuk bor ini berhubungan dengan sifat fisik lumpur dan hidrolikanya terutama

mengenai kecepatan lumpur di annulus. Pada pemboran berarah (sumur berarah),

pertambahan sudut kemiringan lubang bor akan mengurangi kemampuan

pembersihan serbuk bor (hole cleaning).

Runtuhan material yang menimbun dan menjepit pipa bor dapat

dikarenakan caving. Caving adalah peristiwa terjadinya guguran atau runtuhan

144

Page 10: Bab IV Prob. Pemboran

dinding lubang bor (biasanya pada formasi shale dan formasi yang tidak kompak).

Pada umumnya lapisan shale yang dapat mengakibatkan peristiwa caving dapat

digolongkan menjadi tiga, yaitu :

1. Sloughing Shale.

Merupakan shale yang rapuh dan dikenal dengan istilah brittle,

mempunyai rekahan-rekahan kecil dan bidang perlapisan. Selama operasi

pemboran berlangsung, rekahan dan bidang perlapisan terinvasi oleh filtrat

lumpur bor sehingga menjadi tidak stabil.

Sloughing shale biasanya tidak berhubungan dengan sifat-sifat kimia,

tetapi lebih banyak karena sifat fisik atau mekanik. Shale ini bersifat relatif lebih

keras dan terdapat retakan (microfracture). Shale penyebab sloughing biasanya

tidak banyak bereaksi atau berhidrasi dengan air, tetapi mudah runtuh. Problem

ini akan semakin besar bila lapisan miring dan juga basah oleh air atau lumpur.

2. Plastic Shale.

Merupakan shale yang mempunyai sifat plastik dan tidak menghidrasi air

filtrat lumpur bor. Plastic shale mempunyai kecenderungan untuk menempel pada

permukaan Bit atau Drill collar, dengan demikian dapat menyebabkan Bit balling

dan cenderung dapat menjepit rangkaian pipa bor.

3. Swelling Shale.

Merupakan shale yang mengandung komponen bentonite (sodium

montmorillonite) atau clay dalam jumlah yang relatif banyak. Mempunyai sifat

menghidrasi air filtrat lumpur pemboran dan shale tersebut mengembang

(swelling) sehingga mudah runtuh. Jenis shale tersebut berupa lempengan dengan

ion Na+ yang mempunyai diameter terhidrasi yang tinggi. Atom Na+ yang terdapat

pada basal plane cenderung untuk menyerap air (terhidrasi). Karena adanya

lapisan ini maka lapisan-lapisan pada shale akan terdorong pada jarak yang lebih

jauh.

145

Page 11: Bab IV Prob. Pemboran

Dalam studi pemboran yang lebih mendalam, ditegaskan bahwa hidrasi

dan swelling berhubungan langsung dengan kandungan montmorillonit.

Terabsorbsinya air pada shale, maka air akan masuk diantara lempengan.

Lempengan shale (shale terhidrasi) yang menyebabkan diameternya menjadi besar

dinamakan swelling.

Terjepitnya rangkaian pipa juga bisa disebabkan oleh perlapisan selang

seling antara batuan keras dan batuan lunak yang terdapat pada formasi batuan

dan mempunyai resistensi yang berbeda, dimana batuan yang lunak akan

mengalami wash out (pencucian) oleh air filtrat lumpur bor. Sisi shale yang tidak

mengalami wash out dapat patah dan runtuh akibat dari gesekan rangkaian pipa

pemboran pada saat tripping. Patahan tersebut bila tertimbun di lubang bor dapat

mengakibatkan rangkaian pipa bor terjepit.

Gambar 4.5.Lapisan Yang Mengalami Wash Out

(Chillingarian, G, V. 1981)

146

Page 12: Bab IV Prob. Pemboran

Mekanisme terjadinya differential pipe sticking secara umum adalah

berat jenis lumpur yang terlalu tinggi, sehingga menyebabkan beda tekanan

hidrostatik kolom lumpur dengan tekanan formasi akan semakin tinggi, dimana

semakin besar beda tekanan tersebut maka akan semakin mempertinggi gaya

jepitan dan mud cake yang tebal akibat water loss yang tinggi karena menembus

formasi yang porous dan permeabel. Kondisi semacam ini juga dapat memperluas

kontak area.

Penyebab pipa dapat terjepit secara mekanis adalah keratan bor atau

formasi yang mengalami sloughing menyumbat annulus di sekitar rangkaian bor,

rangkaian bor diturunkan terlalu cepat sehingga menghantam bridge atau tight

spot atau dasar sumur, dan tertarik masuk ke dalam lubang kunci (key seat).

Mekanisme terjadinya key seat dikarenakan oleh operasi pemboran yang

memiliki dog leg yang besar, maka Drill pipe akan menempel atau menekan pada

dinding dengan tekanan yang cukup besar, sehingga akan menggerus formasi.

Pada sudut dog leg, dengan berputarnya rangkaian pipa bor, maka menyebabkan

kikisan yang lama kelamaan akan bertambah sehingga membentuk lubang baru

dengan bentuk seperti lubang kunci. Ketika pengangkatan pipa bor keatas, Drill

collar ataupun Tool joint akan macet atau terjepit pada lubang tersebut, jenis

jepitannya inilah yang disebut key seat, seperti terlihat pada Gambar 4.6. Pada

jepitan jenis ini umumnya sirkulasi masih bisa dilakukan dengan normal, tetapi

ketika saat pencabutan terjadi hambatan yang akhirnya menyebabkan pipa terjepit.

147

Page 13: Bab IV Prob. Pemboran

Gambar 4.6.Pembentukan Key Seat Pada Lubang

(Moore, P, L . 1974)

4.1.4. Pencegahan Problem Pipa Terjepit

Differential pipe sticking terjadi saat rangkaian pipa bor tidak bergerak

sewaktu berada di lubang. Jepitan ini dapat terjadi pada sumur miring maupun

sumur tegak. Dalam hal ini tidak tampak adanya gejala sebelum jepitan, sehingga

perlu diusahakan tindakan pencegahan yaitu dengan :

a Mengurangi berbedaan tekanan, hal ini berarti membor dengan overbalance

pressure yang minimum sekedar untuk mengimbangi tekanan formasi dan

memungkinkan terjadinya efek surge dan swab. Kenaikan berat jenis lumpur

dapat dimonitor dengan mengontrol laju penembusan (ROP), terutama pada

lubang yang berdiameter besar dimana banyak dihasilkan serbuk bor (cutting)

yang akan menyebabkan kenaikan berat jenis lumpur dan pada akhirnya akan

menaikan beda tekanan.

b Mengurangi daerah kontak, karena ketebalan formasi berpori tidak dapat

diubah secara fisik, maka daerah kontak hanya bisa dikurangi dengan

mengurangi ketebalan mud cake. Hal ini berarti mengurangi kandungan

padatan di dalam lumpur menjadi minimum dan menggunakan lumpur dengan

148

Page 14: Bab IV Prob. Pemboran

water loss (kehilangan tapisan) yang rendah. Faktor gesekan berhubungan

langsung dengan laju alir dari water loss dan nilainya harus diusahakan agar

minimum dengan menggunakan lumpur dengan water loss yang rendah. Oleh

karena itu oil base mud (lumpur berbahan dasar minyak) lebih cocok untuk

membor formasi yang mempunyai kecenderungan untuk terjadinya

differential pipe sticking, jika hal ini memungkinkan. Besarnya daerah kontak

juga berhubungan dengan luas pipa baja yang kontak (menempel) pada

formasi permeabel. Sebagian besar pipa yang menempel pada kasus

differential pipe sticking ini adalah Drill collar, sehingga pemecahan yang

cocok adalah dengan menggunakan Drill collar yang mempunyai luas

permukaan minimum. Drill collar spiral mempunyai luas permukaan yang

lebih kecil (50%) dibandingkan dengan Drill collar biasa (smooth) dan oleh

karena itu gaya differential yang dihasilkan juga akan berkurang setengah dari

Drill collar biasa. Pengurangan luas permukaan Drill collar ini hanya

mengurangi berat Drill collar sebesar 4 - 7 % dari berat Drill collar yang

smooth dan jika dibutuhkan penambahan berat, tinggal menambahkan Drill

collar spiral tadi saja. Daerah kontak juga bisa dikurangi dengan menggunakan

Stabilizer yang akan menjadikan Drill collar tetap berada di tengah-tengah

lubang.

c Karena luas daerah kontak dan faktor gesekan berbanding lurus dengan waktu,

semakin jarang atau sedikit rangkaian bor berada dalam keadaan statis (diam)

akan semakin mengurangi kemungkinan terjadinya differential pipe sticking.

d Minyak dan walnut bulls dapat digunakan untuk mengurangi faktor gesekan

pada saat membor formasi yang berpotensi mengalami differential pipe

sticking.

Sedangkan untuk mencegah terjadinya mechanical pipe sticking, Tight

spot harus di-reaming sebelum melakukan pemboran bagian (section) lubang yang

baru.

Untuk menghindari terjadinya key seat dapat dilakukan dengan mencegah

lubang membentuk dog leg (pembelokan mendadak). Untuk sumur yang miring

maka disarankan pembelokan maksimumnya 3O/100 ft dan KOP dipilih pada

149

Page 15: Bab IV Prob. Pemboran

lapisan yang keras. Ada beberapa teori yang menerangkan penyebab deviasi

lubang bor seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.7., yaitu :

- Anisotropic Formation Theory

Pemboran pada formasi dengan perlapisan seragam, Bit akan mengarah pada

arah resultan gaya - gaya yang bekerja pada Bit, sedangkan untuk formasi

yang mempunyai tingkat kekerasan tidak sama maka kesanggupan Bit untuk

ke arah yang tegak lurus atau mendatar pada bidang perlapisan adalah

berbeda. Hal ini menyebabkan Bit tidak lagi searah gaya resultan, sehingga

menyebabkan deviasi lubang.

- Formation Drillability Theory

Pada formasi dengan perlapisan yang berganti - ganti dari keras ke lunak

atau sebaliknya, kecepatan pemboran akan berbeda dan menyebabkan beban

Bit ditahan tidak merata pada kedua sisinya. Perubahan up-dip apabila

membor dari formasi keras ke lunak dan down-dip apabila membor dari

formasi lunak ke keras.

- Miniatur Whipstock Theory

Formasi dengan perlapisan yang miring, maka lubang bor cenderung akan

tegak lurus dengan bidang perlapisan.

- Drill Collar Moment Theory

Bila membor dari formasi keras ke lunak, WOB tidak terdistribusi secara

merata didasar lubang, dimana batuan yang lebih besar akan menerima

beban yang lebih besar sehingga terjadi moment pada Bit. Moment ini akan

merubah panjang pendulum ke titik tangensial. Akibatnya gaya sisi (side

force) tidak sama besar terjadi pada Bit dan akan menyebabkan deviasi

lubang bor.

- Formasi dengan Kemiringan Besar

Formasi dengan kemiringan bidang perlapisan > 40O, maka Bit akan

cenderung untuk mengikuti bidang perlapisan.

- Adanya Gua atau Rekahan

Adanya gua atau rekahan dapat menyebabkan Bit mengikuti arah yang lebih

mudah untuk ditembus.

150

Page 16: Bab IV Prob. Pemboran

Sementara pengaruh gaya mekanis (lebih bersifat operasional) dapat disebabkan

karena drill colar yang kurang kaku sehingga mudah melengkung, beban (WOB)

yang berlebihan sehingga Drill pipe mudah melengkung, dan pengaruh perubahan

BHA.

Gambar 4.7.Pengaruh Formasi Pada Deviasi Lubang

(Moore, P, L . 1974)

151

Page 17: Bab IV Prob. Pemboran

4.1.5. Penanggulangan Problem Pipa Terjepit

Apabila sudah dilakukan tindakan pencegahan tetapi masih tetap tidak

bisa di atasi, maka harus dilakukan beberapa tindakan penanggulangan agar

kegiatan pemboran kembali berjalan normal.

4.1.5.1. Penanggulangan Differential Pipe Sticking

Walaupun sudah dicegah seperti cara-cara diatas, tetapi rangkaian pipa

bor tetap terjepit, maka ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk

membebaskan rangkaian pipa yang terjepit tersebut. Beberapa metode yang umum

digunakan adalah sebagai berikut :

A. Pengurangan tekanan hidrostatik.

Metode yang biasanya dilakukan untuk mengurangi tekanan hidrostatik

lumpur adalah pipa-U (U-Tube). Rangkaian pipa bor dengan annulus antara

rangkaian dan formasi dianggap sebagai pipa U, dengan bit sebagai penghubung,

sebagaimana digambarkan pada Gambar 4.8. Ada dua kondisi pada saat terjadinya

differential pipe sticking, yaitu :

a. Tekanan formasi telah diketahui (contohnya pada sumur pengembangan).

b. Tekanan formasi belum diketahui (misalnya pada pemboran eksplorasi).

Gambar 4.8.Konfigurasi Pipa U Sumur

(Rabia, H. 1985)

152

Page 18: Bab IV Prob. Pemboran

Jika tekanan formasi telah diketahui, overbalance pressure dapat

dikurangi secara bertahap hingga mencapai tingkat yang aman akan tetapi tekanan

hidrostatik lumpur harus selalu lebih besar daripada tekanan formasi. Tekanan

hidrostatik dapat dikurangi dengan cara memompakan lumpur baru dengan

densitas yang lebih rendah, atau dengan memompakan sejumlah kecil fluida yang

mempunyai specific gravity (SG) rendah. Minyak solar (diesel oil) adalah fluida

yang biasanya digunakan karena SG-nya rendah, akan tetapi air tawar atau asin

(salline), dapat juga digunakan untuk mengurangi tekanan hidrostatik. Volume

fluida dengan SG rendah ditentukan dengan menghitung pengurangan tekanan

hidrostatik yang diperlukan dan kemudian mengkonversi hasil tersebut menjadi

tinggi dan volume minyak solar atau air.

Minyak solar kemudian dipompakan melalui rangkaian sampai seluruh

volumenya. Karena minyak solar mempunyai gradien tekanan yang lebih rendah

daripada lumpur, maka tekanan total di dalam Drill pipe akan menjadi lebih kecil

daripada tekanan total di annulus dan karena itu akan ada tekanan balik menuju

Drill pipe. Pengaruh tekanan balik ini ditahan dengan cara menutup kelly cock

pada puncak Drill pipe. Tarikan yang aman yang besarnya sama dengan hook load

mula-mula ditambah dengan extra overpull kemudian diterapkan pada rangkaian.

Tekanan pompa yang terlalu tinggi, lumpur terlalu kental, gel strength terlalu

besar. Dapat juga karena perlakuan yang kurang sesuai, misalnya menjalankan

pompa secara mengejut.

Drill pipe kemudian dibiarkan untuk mendapatkan aliran balik (back-

flow) pada interval yang sama hingga seluruh volume minyak solar keluar. Pada

saat tersebut tinggi level fluida di annulus telah turun sedemikan hingga tekanan

hidrostatik akan sama dengan atau sedikit lebih besar dari pada tekanan formasi.

Selama aliran balik ini, rangkaian bor sebaiknya dicoba digerakkan terus menerus

sampai pipa yang terjepit bebas. Jika menggunakan Jar pada rangkaian,

hendaknya Jar diaktifkan untuk memberikan gaya tambahan yang dapat

membebaskan pipa. Jar ini hanya berguna jika titik jepit berada di bawahnya.

153

Page 19: Bab IV Prob. Pemboran

B. Perendaman dengan fluida organik

Fluida organik biasanya disemprotkan sepanjang daerah jepitan untuk

mengurangi ketebalan mud cake dan faktor gesekan. Campuran antara minyak

solar dan surfactant adalah fluida yang banyak digunakan karena kemampuannya

untuk membasahi sekeliling pipa yang terjepit dan karena itu menciptakan lapisan

tipis antara pipa dan mud cake. Hal ini menurunkan koefisien gesek, dan pada

akhirnya akan meningkatkan efektivitas usaha-usaha mekanis untuk

membebaskan pipa.

Prosedur umum yang dilakukan adalah memompakan fluida organik ke

dalam Drill pipe dan secara berangsur-angsur memompakan sejumlah kecil fluida

organik tadi ke annulus sampai seluruh daerah terjepit dapat terendam. Pipa

sebaiknya diusahakan untuk bergerak secara terus menerus selama operasi

perendaman dengan fluida organik ini. Keberhasilan operasi ini tergantung pada

volume fluida organik yang digunakan, karakteristik mud cake, besarnya gaya

differential dan penempatan fluida organik ini pada tempat yang tepat. Agar

efektif sejumlah 150 bbl fluida adalah volume minimum yang sebaiknya

disemprotkan. Fluida ini paling tidak didiamkan selama 8 jam untuk mendapatkan

hasil yang optimum. Larutan organik tertentu juga perlu ditambahkan ke dalam

lumpur pemboran yang digunakan untuk membor formasi batuan yang rawan

terhadap kemungkinan terjadinya differential pipe sticking. Penggunaan oil base

mud akan menghasilkan pengurangan tekanan hidrostatik lumpur dan bahan-

bahan pemberat (weighting material) dapat digunakan untuk mengkompensasikan

berkurangnya gradien tekanan. Hal ini sangat penting pada sumur yang

memungkinkan terjadinya kick.

C. Operasi back-off

Bila tidak ada metode seperti di atas yang berhasil membebaskan pipa

yang terjepit, maka operasi back-off adalah pilihan terakhir yang dilakukan.

Operasi back-off mencakup pelepasan bagian pipa yang masih bebas dari dalam

lubang. Hal ini secara efektif berarti melepaskan rangkaian pemboran pada atau di

atas daerah jepitan dan pengangkatan bagian pipa yang masih bebas dari dalam

154

Page 20: Bab IV Prob. Pemboran

lubang. Bagian rangkaian pemboran yang masih tersisa (fish), dapat diambil

dengan menggunakan peralatan DST maupun peralatan Washover. Sebagai

pilihannya adalah menutup lubang (plug back) dan kemudian membelokannya

(sidetrack). Teknik pelaksanaan back-off dapat berupa mechanical back-off, back-

off shoot dan string off shoot.

a. Mechanical Back-Off

Tujuan dari mechanical back-off adalah untuk melepaskan rangkaian

pipa bor yang terjepit pada sambungan terdekat dengan jepitan, yaitu dengan

memberikan torsi kekiri dan beban tarikan yang cukup kuat untuk menyangga

beban rangkaian pipa didalam sumur, sehingga sambungan yang akan dilepas

berada dalam kondisi tegang.

Adapun prosedur dalam melakukan back-off adalah sebagai berikut :

1. Menentukan kedalaman titik jepit.

2. Menegangkan string maksimum 80% dari torsi limitnya.

3. Memutar kekanan agar ikatan pada tool joint merata.

4. Menarik string hingga mencapai berat string sampai titik jepit.

5. Memutar kekiri sampai maksimum 80% torsi limit diharapkan lepas pada

titik jepit.

Sebagai indikator berat tension dihitung dengan persamaan :

................................................................. ...…

(4-5)

Keterangan:

Ten = Tension yang diperlukan, ton.

Wt = Berat rangkaian pipa dalam lumpur + berat beban hook, ton.

Phm = Tekanan hidrostatik lumpur, ksc.

Atj = Luas area tool joint, cm2.

b. Back-off shoot

155

Page 21: Bab IV Prob. Pemboran

Bila dengan mechanical back-off rangkaian belum berhasil diangkat,

maka dapat dilakukan back-off shoot, yaitu melepas rangkaian pipa bor pada

sambungan dengan memberikan suatu ledakan terlebih dahulu, kemudian diberi

tarikan dan diberi torsi kekiri.

c. String Off Shoot

Bila dengan mechanical back-off maupun back-off shoot tidak berhasil,

maka jalan lain yang ditempuh yaitu dengan cara penembakan keliling pada string

yang dikenal dengan sebutan “String Off Shoot”, dimana penembakan ini

diarahkan pada satu bidang tegak lurus terhadap pipa bor.

Sebelum operasi back off dicoba, posisi pipa yang terjepit harus bisa

ditentukan seakurat mungkin. Ada dua metode yang umum digunakan yaitu :

Metode peregangan (pipe stretch) dengan pengamatan di permukaan.

Metode peregangan dengan menggunakan alat pengukur tarikan khusus, yang

disingkat dengan “free point indicator”.

1) Metode peregangan dengan pengamatan di permukaan

Pengukuran di permukaan dari peregangan terhadap pipa dari Brouse

menjelaskan secara detail mengenai metode untuk memperkirakan posisi daerah

jepitan dengan pengukuran di permukaan sebagai berikut ;

- Menarik pipa sampai mencapai normal hook load dan menandai posisi diatas

Rotary table, sebutlah misalnya X1.

- Menarik pipa dengan berat tambahan 20000 lb dan kemudian melepaskan

secara perlahan sampai pembacaan weight indicator mencapai normal hook

load kembali, tandai posisi ini misalnya X2.

- Menentukan jarak rata-rata antara X1 dan X2 sebagai :

.................................................................. (4-6)

- Menaikkan beban tension sampai 40000 lb dan menandai posisinya dengan X3

diatas Rotary table.

156

Page 22: Bab IV Prob. Pemboran

- Menaikkan beban tension sampai 60000 lb di atas normal hook load dan

melepaskan sampai pembacaan weight indicator menunjukkan normal hook

load (HL) + 40000. Tandai posisi baru ini sebagai X4.

- Menentukan jarak rata-rata antara X3 dan X4 sebagai berikut :

…………………………………………. (4-7)

Regangan pipa adalah jarak antara Y2 dan Y1. Dengan menggunakan hukum

Hooke :

........................................................................... (4-8)

Dimana L adalah panjang rangkaian pemboran yang masih bebas (tidak

terjepit), oleh karena itu :

................................................................ (4-9)

Keterangan :

e = Y2 – Y1

F = (HL + 40000) – HL atau F = 40000lb

oleh karena itu :

......................................................... (4-10)

Persamaan (4-10) dapat disederhanakan dengan mengganti cross sectional

area dengan berat per satuan panjang, dengan menggunakan hubungan :

..................................................................... (4-11)

Dimana Wdp adalah berat nominal drill pipe (lb/ft), sehingga :

.......................................... (4-12)

157

Page 23: Bab IV Prob. Pemboran

............................................................... (4-13)

Dengan menggunakan konstanta E = 30 x 106 psi, Persamaan (4-13)

menjadi:

..................................................... (4-14)

Pengukuran regangan drill pipe tidak memperhitungkan regangan drill

collar dan HWDO. Regangan pipa juga akan dipengaruhi oleh kondisi lubang

sumur seperti dog leg, sudut kemiringan lubang, beban drag dan lain-lain.

Prosedur di atas biasanya dilakukan di lapangan dengan versi yang

disederhanakan sebagai berikut :

1. Menarik rangkaian pemboran hingga mencapai normal hook load, tandai

posisinya sebagai X1.

2. Menarik dengan tambahan tension 40000 – 60000 lb dan tandai posisi barunya

sebagai X2.

3. Perbedaan antara X2 dan X1 adalah regangan yang diakibatkan oleh tambahan

tarik.

Karena :

F adalah tambahan beban tarikan, atau :

................................................... (4-15)

2) Metode “Free Point Indicator”

Ada dua jenis free point indicator yang biasa digunakan, yaitu :

- Pengukur tarikan.

- Sub surface probe.

a. Pengukuran Tarikan.

158

Page 24: Bab IV Prob. Pemboran

Strain gauge method atau pengukuran tarikan, metode ini mendasarkan

pada pengukuran tarikan aksial dan deformasi angular dari rangkaian pemboran

pada posisi yang telah dipilih. Alat pengukur tarikan (ditunjukkan pada Gambar

4.9.) mengukur regangan pipa atau defleksi angular diantara panjang kedua per

berbentuk lonceng. Alat pengukur tarikan ini dijalankan dengan Wireline yang

memiliki alat penghubung elektrik ke permukaan yang menterjemahkan regangan

menjadi prosentase kebebasan pipa.

Gambar 4.9.Peralatan Stuck Point Indicator

(Rabia, H. 1985)

Alat ini diturunkan hingga ke dasar lubang dan kemudian driller

melakukan tarikan yang besarnya sama dengan besar bouyant weight seluruh

rangkaian pemboran di dalam lubang. Alat pengukur tarikan ini kemudian

ditempatkan di dalam rangkaian dan kemudian dilakukan tarikan tambahan p di

atas buoyant weight rangkaian. Tarikan yang diukur oleh alat tersebut kemudian

dibandingkan perkiraan tarikan untuk menentukan apakah pipa berada dalam

keadaan bebas penuh (100%), sebagian bebas atau bahkan 100% terjepit. Tarikan

159

Page 25: Bab IV Prob. Pemboran

teoritis tersebut dihitung dengan penerapan hukum Hooke. Peralatan itu kemudian

ditarik perlahan-lahan dari dalam lubang dan kemudian prosedur penarikan ini

diulangi sampai titik 100% bebas yang pertama dideteksi.

Free point indicator ini juga dirancang untuk mengukur sudut putar

antara dua per pengukur untuk sejumlah torsi yang dilakukan padanya. Sudut

putar, θ, untuk sejumlah torsi yang dilakukan, T, dapat ditentukan dari :

................................................................................. (4-16)

Keterangan :

L = Panjang, ft

J = Momen inersia polar, in4 = (π/32) x (OD4 – ID4)

Es= Modulus elastisitas dalam tarikan, psi

Free point indicator dirancang untuk mengukur tekanan anguler, θ/L,

dalam putaran/1000 ft. Dengan menggunakan Persamaan (5-16) dapat

ditunjukkan bahwa tarikan anguler pada suatu bagian (section) dari rangkaian pipa

bor dapat dihitung dari :

.......................... (4-17)

Keterangan :

Subscript 1 = Acuan pada bagian pertama dari rangakian pipa bor.

Subscript 2 = Acuan pada bagian kedua dari rangkaian pipa bor.

Esx = Modulus elastisitas dalam shear pada bagian yang diukur.

Jx = Momen inersia polar pada bagian yang diukur.

θt = Jumlah total putaran yang dilakukan.

Dengan membandingkan tarikan angular terukur dan tarikan angular

hasil perhitungan dari Persamaan (4-17), prosentase pipa yang bebas dalam torsi

dapat ditentukan (Gambar 4.10.).

160

Page 26: Bab IV Prob. Pemboran

Data regangan dan torsi pipa digunakan untuk membuat grafik prosentase

kebebasan pipa (dalam tarikan dan putaran/tension and torsion) terhadap

kedalaman. Gambar 4.10. adalah contoh grafik jepitan drill collar pada lubang

lurus.

Gambar 4.10.Grafis Data Back-off Untuk Lubang Lurus Dimana Titik Jepit Berada Pada

Drill Collar(Rabia, H. 1985)

b. Sub-surface probe

Seperti halnya alat pengukur tarikan, sub-surface probe ini juga dijalankan

dengan menggunakan Wireline dan diletakkan di dalam rangkaian pemboran pada

saat dilakukannya tension. Peralatan ini terdiri dari sebuah oscilator yang

mengirimkan arus berfrekuensi tinggi dan sebuah penerima (receiver). Prinsip

dasar pengoperasian alat ini adalah bahwa selama dilakukannya tension, struktur

molekul pipa berubah, yang mengubah sinyal frekuensi tinggi. Perubahan sinyal

ini sebanding dengan derajat distorsi pipa. Perubahan frekuensi sinyal direkam

oleh receiver dan ditransmisikan ke unit display di permukaan. Perubahan

161

Page 27: Bab IV Prob. Pemboran

frekuensi ini kemudian dikonversikan menjadi pembacaan tarikan dengan

menggunakan chart kalibrasi.

Peralatan ini tidak dapat melakukan pembacaan kecuali bila ditempatkan

pada bagian pipa yang bebas yang dapat meregang karena tension. Alat ini

biasanya diturunkan sampai ke dasar lubang dan kemudian ditarik perlahan-lahan

sampai didapat adanya pembacaan.

Prosedur back-off

Peralatan back-off (back-off shot) ditempatkan pada Tool joint Drill pipe

yang masih bebas terhadap tension dan torsion (titik A pada Gambar 4.10.). Titik

A disebut sebagai titik back-off. Torsi ke kiri dan sedikit tarikan ke atas di atas

berat back-off (hook load sebelum terjepit dikurangi dengan berat pipa yang

terjepit) dilakukan pada titik back-off, dan kemudian peralatan back-off tersebut

dioperasikan. Pipa bisa terbebas dengan cara ini yang diindikasikan dengan

turunnya hook load. Pipa kemudian diputar dan ditarik ke atas untuk memastikan

keberhasilan back-off. Bagian drill pipe yang terjepit, drill collar yang tertinggal

di dalam lubang, disebut sebagai “fish”. Operasi pemancingan (fishing) berusaha

untuk mengambil bagian peralatan ini dari lubang terbuka.

D. Operasi Fishing Job

Salah satu kegiatan pemboran adalah operasi pemancingan. Operasi

pemancingan adalah kegiatan memancing (fishing) barang-barang yang terlepas

dan tertinggal didalam lubang. Peralatan yang tertinggal didalam lubang bor

disebut “fish”. Fish yang tertinggal atau jatuh dalam lubang bor harus diambil

karena kalau tidak diambil akan mengganggu kelancaran operasi pemboran

selanjutnya.

Jenis-jenis ikan secara umum dapat dikelompokkan seperti pipa bor atau

pahat yang terjepit, pipa bor yang lepas atau patah, bit yang terlepas seluruhnya

atau sebagian jatuh kedalam lubang bor, casing yang terjepit, pecah atau lepas,

kabel REDA atau kabel logging yang putus, serta hand-tools lainnya yang terjatuh

kedalam lubang bor. Pada proses fishing tersebut, jenis, ukuran, bentuk ikan,

162

Page 28: Bab IV Prob. Pemboran

situasi dan kondisi lubang bor akan banyak menentukan cara pemancingan serta

alat yang diperlukan.

Sebelum operasi pemancingan dimulai, kita harus menentukan dulu

perincian serta ciri-ciri dari ikan tersebut serta kajian kenapa “fish” tersebut bisa

sampai mengalami kejadian tersebut. Fishing job terjadi akibat beberapa faktor,

diantaranya karena faktor manusia, open hole testing, faktor formasi, faktor

deviation, dogleg, crooked hole dan faktor kegagalan mekanis. Faktor kegagalan

mekanis dapat berupa kegagalan pompa, kegagalan peralatan pengangkat,

kegagalan peralatan bawah permukaan.

Untuk operasi pemancingan, peralatan yang digunakan disebut “fishing

tools”. Fishing tool secara keseluruhan terbagi atas alat pancing itu sendiri dan

alat-alat pembantu untuk melaksanakan operasi pemancingan, termasuk alat

safetynya agar rangkaian pancing tersebut tidak “stuck” dengan sendirinya.

Fishing tool berdasarkan cara pengambilan fishnya ada yang mengambil, dari

dalam dan dari luar fish. Alat pancing dari dalam dan luar fish ada yang bersifat

“mati” dan “hidup”.

Fishing tools berdasarkan cara kerjanya dapat mengeluarkan “fish” tanpa

rusak berantakan dan ada yang mengeluarkan alat “fish” tetapi setelah

dihancurkan sepotong demi sepotong. Berdasarkan fungsinya fishing tools terdiri

atas catch tools, wash over tools, force multiplier tools, disengement tools, catch

dan retrieving tools, dan fish destruction tools.

Jenis operasi fishing terbagi atas open hole fishing dan cased hole fishing.

Beberapa contoh prosedur fishing diantaranya adalah prosedur memancing junk,

prosedur outside casing tool, drill out tools dan pipe cutter, prosedur pemancingan

drill pipe dan pemancingan drill collar. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam

fishing operation adalah tentang pertimbangan keekonomisan fishing. Mengingat

setiap operasi fishing tidak selalu akan berhasil maka hal-hal mengenai

perbandingan biaya operasi fishing dengan biaya sewa rig harus dipertimbangkan

untuk menentukan keekonomisan operasi fishing tersebut.

a. Jenis Fish

163

Page 29: Bab IV Prob. Pemboran

Ada bermacam-macam jenis ikan (fish) yang terdapat didalam lubang bor.

Jenis, ukuran, kekuatan atau compression stress dan tension failure alat-alat yang

akan dipancing tersebut serta bentuknya dapat bermacam-macam bergantung dari

situasi serta penyebab dari adanya ikan tersebut :

1. Pipa bor (DP) atau pahat (Bit) terjepit

2. Pipa bor (DP) lepas atau patah

3. Pahat terlepas seluruhnya atau sebagian terjatuh kedalam lubang bor

4. Pipa selubung (casing) terjepit, pecah atau lepas

5. Kabel swab, kabel logging atau kabel REDA yang putus

6. Peralatan atau benda-benda lainnya yang terjatuh kedalam lubang bor

Jenis, ukuran, bentuk ikan, situasi dan kondisi lubang bor. Pada proses

fishing tersebut, akan banyak menentukan cara pemancingan serta alat yang

diperlukan.

b) Penyebab terjadinya Fishing Job :

1. Faktor Manusia (Human Error).

2. Open Hole Testing.

3. Kegagalan Mekanis (Mechanical Failures).

a. Kegagalan pompa (pump failures).

b. Kegagalan peralatan pengangkat.

c. Kegagalan peralatan bawah permukaan.

4. Faktor Formasi.

5. Faktor Deviation, Dogleg dan Crooked hole.

1. Faktor Manusia ( Human Error)

Contoh yang umum dari kesalahan manusia adalah menjatuhkan hammer,

crowbar, tong jar, petol wrench atau beberapa peralatan-peralatan kecil lainnya

kedalam lubang sumur. Hal ini jelas menjadi penyebab pekerjaan memancing

(fishing job)

2. Open Hole Testing

164

Page 30: Bab IV Prob. Pemboran

Open Hole Testing mempunyai resiko terbesar dari terjepitnya pipa dan

berakhir dengan pekerjaan memancing (fishing job) selama dilakukan pengujian

sumur lubang terbuka (open hole testing). Di tempat itu, dimana pengetesan alat-

alat dapat / bisa tertinggal dan pada formasi yang sedang dilakukan pengujian

untuk waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan peralatan-peralatan pemboran

menjadi terjepit.

3. Mechanical Failures (kegagalan mekanis)

a. Pump Failures (kegagalan pompa)

Pada umumnya masalah mekanis yang banyak terjadi adalah

kegagalan pompa. Hal ini banyak menimbulkan masalah dalam proses operasi

pemboran sehingga kemungkinan untuk dilakukannya fishing job besar sekali.

b. Kegagalan Peralatan Pengangkatan (Hoisting Equipment Failures)

Salah satu masalah mekanis serius yang banyak terjadi adalah

kegagalan peralatan pengangkat. Salah satu contoh dari masalah-masalah tersebut

adalah putusnya drilling line, gagalnya crown block atau traveling block, sistem

pengereman dari drum draw works. Hal-hal tersebut sangat membahayakan,

karena dapat mengakibatkan jatuhnya peralatan pemboran ke dalam sumur yang

dapat berakhir dengan pekerjaan memancing (fishing job) dan menimbulkan

resiko yang sangat besar bagi para pekerja. There is no excuse for dropping the

blocks.

c. Kegagalan Bawah Permukaan ( Down Hole Failures)

Kegagalan bawah permukaan mencangkup hilangnya cone dari bit,

putusnya pipa pemboran, kegagalan pipa mekanis peralatan-peralatan bawah

permukaan, washed out tools joints, cracked pins dan split boxes. Semua

perlengkapan rig seharusnya diberikan perawatan dengan hati-hati sekali,

kekurangan-kekurangannya harus di inspeksi dan dilengkapi dan mengoperasikan

perlengkapan-perlengkapan rig harus pada batas design yang telah dianjurkan.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya fishing job karena

disebabkan oleh kondisi di bawah permukaan. Cara-cara pengoperasian peralatan

165

Page 31: Bab IV Prob. Pemboran

bawah permukaan perlu diperhatikan ketika melakukan pemboran pada formasi

yang bermasalah.

4. Formation Factor

Shale sangat penting dan special karena lebih dari 50% pemboran berada

di lapisan shale ini. Kemungkinan persentase terbesar penyebab hole problem dan

fishing jobs biasanya terjadi karena formasi ini. Seperti masalah sloughing shale

dan swelling clay.

5. Deviation, Dogleg dan Crooked

Masalah yang paling sulit biasanya disebabkan oleh pembelokan lubang,

dogleg, dan kondisi lubang yang berbelok-belok (crooked hole) selama pemboran.

Masalah yang terjadinya biasanya key seats, wall sticking, meningkatnya drag dan

torque, accidental side tracking, pembersihan lubang, stabilitas lubang, kesulitan

pada saat running drill string dan cementing casing dan pengunaan casing ketika

pemboran dalam.

Masalah juga bisa terjadi selama proses produksi sumur, termasuk

casing, tubing dan penggunaan rod pada peralatan pengangkatan buatan (artificial

lift).

b. FISHING TOOLS

Alat pancing secara keseluruhan dapat dikelompokkan dalam alat

pancing itu sendiri dan alat-alat pembantu untuk melaksanakan operasi

pemancingan, termasuk juga alat keselamatan agar rangkaian pemancing tersebut

tidak terjepit dengan sendirinya.

1. Alat pancing pipa seperti overshoot, taper tap.

2. Alat pancing benda-benda kecil seperti junk basket, fishing magnet.

3. Alat pancing kabel (cable spear).

4. Alat pemukul seperti : bumper sub, bumber jar dan rotary jar.

5. Alat pemotong seperti : inside / internal cutter dan outside / external cutter.

166

Page 32: Bab IV Prob. Pemboran

6. Alat pancing (safety joint).

1. Alat pancing (fishing tools)

1. Alat pancing pipa, seperti : Drill pipe, casing, tubing dan Drill collar.

2. Alat pancing barang jatuhan (junk).

3. Wire rope atau kabel.

a. Alat pancing pipa

Alat pancing pipa berdasarkan cara mengambilnya, juga terbagi atas dua cara

yaitu :

1. Dari luar

2. Dari dalam

Alat pancing pipa dari luar

1. Mati, seperti Die collar

2. Hidup, seperti Releasable overshot

Die Collar

Merupakan alat pancing mati, alat pancing jenis ini apabila telah

dipasang pada “ikan” (pipa yang dipancing) maka alat tersebut tidak dapat dilepas

lagi. Jika memancing dengan alat jenis ini harus dilengkapi dengan alat bantu

yang disebut “safety joint”.

Releasable Overshot

Merupakan alat pancing luar yang hidup. Alat pancing jenis ini apabila

telah dipasang pada “fish” (pipa yang dipancing) dan usaha melepaskan dari ikan

yang terjepit tidak berhasil maka alat pancing dapat dilepas lagi untuk kemudian

pemancingan bisa dimulai lagi.

Releasable Overshot mempunyai dua jenis grapple, yaitu :

167

Page 33: Bab IV Prob. Pemboran

1. Spiral grapple atau single bowl

2. Basket grapple atau double bowl

Mempunyai dua grapple dipasang susun, grapple yang dibawah untuk

menangkap safety joint dan yang diatas untuk drill pipe.

Alat pancing pipa dari dalam

1. Mati, seperti taper tap

2. Hidup, seperti releasable spears

Taper Tap

Merupakan alat pancing dari dalam mati. Alat pancing jenis apabila

telah dipasang pada “fish”, maka alat ini tidak dapat dilepas lagi. Jika memancing

dengan alat pancing jenis ini harus dilengkapi dengan alat bantu yang disebut

“safety joint”.

Releasable Spears

Merupakan alat pancing dari dalam hidup, yang dimaksud dari

dalam adalah cara menangkap ikan dari bagian dalam pipa. Dapat dilepas

apabila gagal mencabut pipa yang dipancing.

b. Alat pancing barang jatuhan ( junk)

Alat pancing jatuhan terdiri dari :

1. Junk basket

2. Full circle releasing spear

3. Junk Basket Sub

4. Fishing Magnet

Alat pancing ( fishing tools) Berdasarkan Cara Kerjanya

Fishing tools berdasarkan cara kerjanya dibagi dua, yaitu :

168

Page 34: Bab IV Prob. Pemboran

1. Alat untuk mengeluarkan tubing, packer dan alat-alat lain dengan tanpa

rusak berantakan.

2. Untuk mengeluarkan alat tetapi setelah dihancurkan sepotong demi

sepotong.

Alat pancing (fishing tools) Berdasarkan Fungsinya

Fishing tools berdasarkan fungsinya, yaitu :

1. Catch tool

2. Washover tool

3. Force multiplier tool

4. Disengagement tool

5. Catch dan Retrieving tool

6. Fish destruction tool

c. Jenis-Jenis Operasi Fishing

Jenis operasi fishing bermacam-macam, pada umumnya operasi fishing

terbagi atas beberapa bagian.

Open Hole Fishing

Operasi pemancingan berfungsi untuk mengembalikan atau

memperbaiki kondisi lubang ke keadaan normal sehingga operasi pemboran

dapat di mulai lagi. Operasi pemancingan pada open hole umumnya terbagi dalam

beberapa kelompok.

1. Pemancingan “ fish “ yang kecil seperti bits, cone bits, tong dies dan hand

tools.

2. Pemancingan rangkaian pemboran bawah permukaan dan lainnya.

3. Pemancingan alat-alat packer dan alat-alat penyumbat (plug).

4. Pemancingan wireline.

5. Pemancingan tubular dengan diameter kecil.

6. Rangkaian bengkok atau patah karena perputaran yang tinggi.

7. Dan lain-lain.

169

Page 35: Bab IV Prob. Pemboran

Cased Hole Fishing

Pemancingan didalam cased hole sama dengan pemancingan pada lubang

open hole, dan peralatan memancing yang digunakan juga sama dengan peralatan

memancing yang dipakai untuk open hole. Tetapi biasanya masalah formasi yang

dihadapi lebih sedikit dibanding open hole.

d. Prosedur Fishing

Memancing Junk

Junk adalah potongan-potongan atau bagian-bagian peralatan yang

ukurannya kecil-kecil yang harus diambil dari dalam lubang. Junk harus diambil

karena akan menggangu operasi pemboran.

Junk dapat berupa :

1. Cone bit yang lepas

2. Gigi-gigi bit yang lepas

3. Peralatan atau perkakas yang jatuh kedalam lubang

4. Bagian dari reamer

5. Patahan-patahan slip

6. Potongan-potongan hasil milling (gerinda)

Alat Pancing Junk

Alat pancing junk adalah sebagai berikut :

1. Finger Type Junk Basket.

2. Boot Sub.

3. Core Type Junk Basket.

4. Reverse Circulation retrievers.

5. Fishing Magnet.

6. Jet Bottom Hole Cutter.

Pertimbangan Keekonomisan Fishing

170

Page 36: Bab IV Prob. Pemboran

Bila ikan tidak dapat dipancing pada usaha-usahanya yang pertama,

timbul pertanyaan sampai kapankah pemancingan akan diteruskan mengingat

bahwa tidak selalu pemancingan akan berhasil.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemancingan dan jika akan melakukan

side tracking antara lain :

1. Harga / nilai drill collar atau ikan.

2. Biaya penyumbatan (cement plug) yang menyangkut waktu dan material.

3. Biaya side tracking, menyangkut waktu, jasa pembelokkan dari biaya

pemboran kembali.

4. Ditambah nilai kerugian karena sumur tidak vertikal lagi.

Harga dari nilai seluruh kerugian tadi diperhitungkan sebagai nilai “ X

“ hari sewa rig., bila ikan akan dipancing maka biaya pemancingan terutama akan

menyangkut waktu ( sewa atau atau penyusutan harga rig ) serta sewa alat

pancing. Dalam hal ini perlu dipelajari dan diperbandingkan angka keberhasilan

pemancingan yang pernah ada.

Biasanya pemancingan akan dimulai dengan cara serta alat yang paling

baik atau memungkinkan keberhasilan yang paling tinggi. Operasi ini bisanya

akan memakan waktu paling banyak 1-2 hari yang pertama. Bila usaha ini belum

berhasil kemungkinan akan berhasil pada hari-hari yang berikutnya makin

mengecil berarti biaya pemancingan akan dapat lebih besar dari nilai sewa rig (“

X “ hari sewa rig) bila dilakukan side tracking.

4.1.5.2. Penanggulangan Mechanical Pipe Sticking

Metode yang biasanya dilakukan untuk membebaskan pipa yang terjepit

secara mekanis adalah dengan usaha menggerakkan pipa baik diputar maupun

ditarik atau dengan mengaktifkan Jar, apabila rangkaian pipa dilengkapi dengan

Jar. Jika metode ini gagal, biasanya disemprotkan fluida organik dan kemudian

prosedur yang telah disebutkan tadi diulangi. Jika usaha tersebut belum berhasil,

maka pipa harus dilepaskan dengan cara back off.

4.1.5.3. Penanggulangan Key Seat

171

Page 37: Bab IV Prob. Pemboran

Untuk mengatasi key seat, lubang harus di-reaming dan jika digunakan

Jar, maka dilakukan Jar up (ke atas). Fluida organik dapat disemprotkan untuk

mengurangi gesekan sekitar key seat sehingga memungkinkan dilakukannya

usaha untuk menggerakkan pipa. Key seat ini dapat dicegah dengan membor

lubang lurus atau menghindari perubahan mendadak sudut kemiringan atau sudut

arah lubang pada sumur berarah.

4.2. Shale Problem

Shale (serpih) adalah batuan sedimen yang terbentuk oleh deposisi dan

kompaksi sedimen untuk jangka waktu yang lama. Serpih ini komposisi utamanya

adalah lempung (clay), lanau (silt), air dan sejumlah kecil quart dan feldspar.

Berdasarkan kandungan airnya, serpih dapat berupa batuan yang kompak atau

batuan yang lunak dan tidak kompak, yang biasa disebut dengan serpih lempung

atau serpih lumpur. Serpih ini juga dapat berada dalam bentuk metamorphic

seperti slate, phylite dan mica schist.

Pemboran menembus lapisan shale memiliki permasalahan tersendiri.

Menjaga agar shale tetap stabil, tidak runtuh atau longsor merupakan suatu

masalah. Tidak ada suatu cara yang pasti yang dapat diterapkan untuk semua

keadaan. Untuk mengurangi masalah ini biasanya pemboran dilakukan dengan

memakai drilling practice serta mud practice yang baik. Karena reruntuhan atau

longsornya shale ini, maka akibat seterusnya yang dapat timbul antara lain :

- Lubang bor membesar.

- Masalah pembersihan lubang bor.

- Pipa bor terjepit.

- Bridges dan fill up.

- Kebutuhan lumpur bertambah.

- Penyemenan yang kurang sempurna.

- Kesulitan dalam melaksanakan logging.

4.2.1. Klasifikasi Shale Problem

172

Page 38: Bab IV Prob. Pemboran

Shale biasanya merupakan hasil endapan marine basin, terutama dari

lumpur, silts dan clay. Dalam bentuknya yang lunak, biasanya disebut clay, bila

makin dalam, maka karena tekanan dan temperatur yang tinggi endapan ini akan

mengalami perubahan bentuk (consolidation), dan disebut sebagai shale. Karena

perubahan bentuk proses metamorfosis disebut slate, phylite atau mica schist. Bila

shale banyak mengandung pasir disebut arenaceous shale, sedang yang banyak

mengandung organik material disebut carbonaceous shale. Adapun jenis-jenis

shale adalah sebagai berikut :

1. Pressure Shale

Shale merupakan batuan endapan, yang biasanya terdapat pada daerah

yang luas. Adakalanya kemudian terdapat endapan pasir. Karena proses geologi,

terjadi penekanan batuan tersebut oleh lapisan-lapisan yang mengendap

berikutnya (overburden pressure). Pada proses compaction atau pemadatan ini,

maka cairan-cairan yang berada di dalam batuan tersebut tertekan keluar dan

masuk ke dalam batuan yang porous dan permeabel, biasanya pasir. Akibatnya

cairan terperangkap dan tertekan di dalam pasir dan tekanan dapat mencapai

tekanan yang relatif tinggi, bahkan dapat menyamai tekanan overburden itu

sendiri.

Selanjutnya pada lapisan tersebut dibor, bisa terjadi tekanan lumpur lebih

kecil daripada tekanan formasi. Perbedaan tekanan ini dapat mengakibatkan

runtuhnya dinding lubang bor pada waktu pemboran sedang berlangsung.

2. Mud Making Shale

Jenis lain adalah shale yang sangat sensitif terhadap air atau lumpur.

Jenis ini menghisap air (hidrasi), yang terutama adalah bentonotic shale. Cara

menghadapi shale jenis ini adalah pemboran dengan memakai cairan pemboran

yang tidak berpengaruh atau tidak bereaksi dengan shale. Jenis-jenis lumpur yang

dipakai antara lain : lime mud, gyp mud, calcium chloride mud, salt mud dan yang

banyak dipakai saat ini lignosulfonate mud serta oil base mud.

3. Stressed Shale

173

Page 39: Bab IV Prob. Pemboran

Shale jenis ini tidak banyak bereaksi atau berhidrasi dengan air, tetapi

mudah runtuh. Problem ini akan semakin besar bila lapisan miring dan ditambah

lagi bila menjadi basah oleh air atau lumpur.

4.2.2. Identifikasi Shale Problem

Gejala-gejala yang timbul yang sering tampak bila sedang mengalami

masalah shale, antara lain :

- Serbuk bor ( cutting ) bertambah banyak.

- Lumpur bor menjadi kental.

- Air filtrasi bertambah.

- Bridges dan fill up, ada banyak endapan serbuk bor di dalam lubang

bor.

- Torsi bertambah besar.

- Terjadi Bit balling.

4.2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Shale Problem

Faktor-faktor yang mempengaruhi shale problem dapat dibagi menjadi

tiga bagian, yakni :

1. Faktor Mekanis.

2. Faktor Hidrasi.

3. Faktor Lain Selain Mekanis dan Hidrasi.

4.2.3.1. Faktor Mekanis

Faktor-faktor mekanis yang mempengaruhi terjadinya shale problem

sebagaian besar diakibatkan oleh pengaruh erosi yang disebabkan oleh aliran

lumpur pemboran di annulus. Erosi serpih secara langsung berhubungan dengan

tingkat turbulensi di annulus dan viskositas lumpur. Kebanyakan program

hidrolika dirancang untuk memungkinkan terjadinya aliran laminer di annulus.

Pengaruh mekanis yang lain adalah pecah atau rusaknya serpih yang diakibatkan

oleh gerakan rangkaian pemboran dan caving yang diakibatkan oleh pergerakan

174

Page 40: Bab IV Prob. Pemboran

horizontal lapisan serpih. Pengaruh lebih lanjut adalah kenyataan bahwa operasi

pemboran (pembuatan lubang) mengganggu sistem tekanan (stress) di dalam

tanah, yang lebih lanjut akan mengakibatkan gerakan dinamis di dalam lapisan

serpih. Gerakan ini akan mengakibatkan pecah atau rusaknya lapisan serpih di

sekitar sumur menjadi bagian-bagian kecil yang akan jatuh ke dalam lubang.

4.2.3.2. Faktor Hidrasi

Sejumlah faktor berpengaruh di dalam hidrasi serpih. Untuk tujuan

praktis, gaya hidrasi serpih dan gaya hidrasi osmosis dapat ditandai dan

ditentukan secara kuantitatif. Gaya hidrasi serpih berhubungan dengan kompaksi

pada lapisan serpih. Hidrasi osmosis berhubungan dengan perbedaan salinitas

antara lumpur pemboran dan air formasi pada lapisan serpih. Selama sedimentasi,

lapisan serpih terkompaksi secara progresif oleh berat overburden. Gaya

kompaksi ini akan mengeluarkan sejumlah besar air yang terserap dan air dari

dalam pori bataun serpih. Gaya kompaksi ini sama dengan matrik stress (tekanan

overburden - tekanan pori). Pemboran lapisan serpih mengeluarkan gaya

kompaksi pada sekitar lubang bor dan sebagai hasilnya akan timbul gaya hidrasi

serpih. Gaya hidrasi serpih besarnya kira-kira sama dengan matrik stress.

Hidrasi osmosis terjadi bila salinitas air formasi serpih lebih besar

daripada salinitas lumpur pemboran. Pada lumpur berbahan dasar air, permukaan

serpih bertindak sebagai membran semi permeabel dimana hidrasi osmosis terjadi.

Pada lumpur berbahan dasar minyak, membran semi permeabelnya adalah oil film

(lapisan tipis minyak) dan lapisan emulsifier disekitar water droplet. Karena

hidrasi osmosis tergantung kepada perbedaan salinitas antara air formasi lapisan

serpih dan lumpur pemboran, proses ini dapat menghasilkan gaya adsorpsi

maupun desorpsi. Gaya adsorpsi timbul jika salinitas air formasi pada lapisan

serpih lebih besar daripada salinitas lumpur pemboran demikian juga sebaliknya.

Adsorpsi air oleh serpih biasanya akan menghasilkan dispersi dan

swelling. Dispersi terjadi jika serpih terbagi-bagi menjadi partikel-partikel kecil

dan masuk ke dalam lumpur pemboran sebagai padatan (solids). Swelling terjadi

sebagai akibat peningkatan ukuran dari mineral silika yang menyusun struktur

lempung dan jika tekanan swelling yang timbul ini meningkatkan hop stress di

175

Page 41: Bab IV Prob. Pemboran

sekitar lubang bor menjadi lebih besar daripada yield strength serpih maka

destabilisasi lubang bor akan terjadi. Destabilisasi lubang ini bentuknya adalah

caving atau sloughing shale.

4.2.3.3. Faktor Lain Selain Mekanis Dan Hidrasi

Shale problem telah dihubungkan dengan berbagai macam faktor yang

mempercepat runtuhnya serpih ke dalam lubang bor. Lapisan serpih yang miring

terbukti lebih mempunyai kecenderungan untuk runtuh dibandingkan lapisan

serpih horizontal. Hal ini dikarenakan selama adsorpsi air, ekspansi serpih terjadi

pada arah yang tegak lurus terhadap bedding plane, yang pada akhirnya akan

menghasilkan runtuhan serpih yang lebih besar jika bagian ini miring dengan

sudut yang tinggi.

Proses runtuhan pada brittle shale (serpih getas) yang tidak mengandung

lempung aktif dijelaskan dengan adanya penembusan antara bedding plane dan

microfissure dari serpih. Hal ini akan menghasilkan tekanan swelling yang tinggi

yang memecahkan gaya kohesi diantara rekahan di permukaan yang menyebabkan

serpih ini akan terjatuh. Pada serpih yang abnormal atau geopressure, kandungan

air batuan lebih tinggi dibandingkan dengan normal. Sebagai tambahan, plastisitas

serpih menjadi tidak normal (tinggi) sebanding dengan berat overburden. Oleh

karena itu, jika pemboran menembus lapisan serpih yang abnormal, serpih ini

akan masuk ke dalam lubang sebagai akibat adanya perbedaan antara tekanan

formasi dan tekanan hidrostatik lumpur.

4.2.4. Mekanisme Terjadinya Shale Problem

Penyebab masalah shale ini dapat dikelompokan dari segi lumpur

maupun dari segi drilling practice atau mekanis. Beberapa penyebab dari

kelompok mekanis antara lain :

- Erosi, karena kecepatan lumpur di annulus yang terlalu tinggi.

- Gesekan pipa bor terhadap dinding lubang bor.

176

Page 42: Bab IV Prob. Pemboran

- Adanya penekanan (pressure surge) atau penyedotan (swabbing) pada

waktu cabut dan masuk bit (tripping).

- Adanya tekanan dari dalam formasi.

- Adanya air filtrasi atau lumpur yang masuk ke dalam formasi.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pembesaran lubang bor dan masalah

shale berkaitan dengan dua masalah pokok, ialah tekanan formasi dan kepekaan

terhadap lumpur atau air filtrasi.

Lapisan shale tufa mempunyai sifat sangat komplek dan mudah runtuh jika

keseimbangannya (konsentrasinya) terganggu oleh air tapisan lumpur bor yang

masuk kedalam lapisan shale tersebut, sehingga hal ini menyebabkan yield

strengthnya (gaya tarik menarik) menjadi berkurang.

Kecenderungan lapisan shale untuk runtuh tergantung pada beberapa

faktor, antara lain :

Kadar clay dalam lapisan shale cukup tinggi (clay mudah mengembang bila

kena air tapisan).

Kemiringan lapisan shale, semakin besar kemiringannya maka cenderung

untuk runtuh semakin besar pula.

Tekanan kompaksi shale, dimana tekanan kompaksi shale lebih besar dari

tekanan hidrostatik lumpur pemboran.

Pola aliran turbulen di annulus dapat membantu mengerosi lapisan shale.

Reaksi clay pada cairan terutama tergantung dari jenis clay, ion-ion yang

ada dan keadaan fisik yang bersangkutan. Karena clay merupakan material yang

reaktif, maka ion-ion yang ditambahkan pada reaksi kimia clay dan air sangat

berpengaruh terhadap sifat reaktifnya. Ion yang berubah dapat berupa ion positif

maupun negatif. Dalam hal ini dispertion clay karena thinner, adalah tambahan

anion pada permukaan clay (partikel clay). Misal Na+ dan Ca++, kedua ion ini

saling tukar tempat dan penukarannya tergantung dari jenis kation yang ada dan

konsentrasi relatif kationnya. Misalnya kation-kation akan menggantikan tempat

satu dengan yang lainnya dalam konsentrasi yang sama sebagai berikut :

Al+++ > Ba++ > Mg++ > Ca++ > H+ > K+ > Na+

177

Page 43: Bab IV Prob. Pemboran

Yang berarti bahwa Ca lebih mudah mengambil tempat Na daripada

sebaliknya. Penukaran ion-ion tergantung dari pH, temperatur dan kapasitas

materialnya. Dalam hal ini montmorillonite, makin cepat penukarannya. Tetapi

makin tinggi pH-nya, kelarutan Ca++ mengecil, maka demikian pula penukarannya

diperlambat, dalam hal ini :

Ca++ + NaOH Ca(OH)2 + Na+ + OH-

Terlihat bahwa penambahan NaOH menaikkan pH dan sebagian Ca++ akan

mengendap karenanya.

Muatan listrik pada permukaan clay sangat penting sekali. Suatu sistem

dispersi adalah dimana permukaan-permukaan clay menjadi muatan-muatan

negatif yang dominan, sehingga masing-masing partikel saling tolak menolak.

Sebaliknya pada flokulasi, gaya tolak menolak ini dinetralisir dan clay akan

menggumpal dan menjebak air bebas di dalamnya sebagai tambahan dari

mengikat air sehingga sistem kekurangan air dan viskositasnya naik, demikian

pula gel strength-nya.

Kecenderungan dari clay untuk terbentuk kembali jika gaya tolak

menolak telah dinetralkan merupakan sifat clay dan terutama terjadi karena

pecahnya valensi pengikat, atau muatan-muatan permukaan yang terbentuk karena

grinding (pengahancuran) dan sirkulasi. Gaya-gaya ini dapat mengakibatkan

flokulasi lumpur bila tidak dilawan. Untuk menghilangkan material-material

tertentu pada pengendapan, misalnya pada pemboran melalui formasi Gypsum

atau Anhydrite (CaSO4) akan terjadi kontaminasi lumpur oleh ion Kalsium. Maka

direncanakan pembuangan ion Ca++ dengan zat kimia. Zat kimia ditambahkan

sehingga bila berdisosiasi, ion negatif akan berkombinasi dengan Ca++ untuk

membentuk senyawa Kalsium yang tidak terlarut. Maka Ca++ akan hilang dari

larutan. Misalnya pada kontaminasi dengan CaSO4 tadi, umumnya ditambahkan

soda abu (Na2CO3). Dengan mengabaikan reaksi lain

Na2CO3 + CaSO4 CaCO3 + Na2SO4

Tetapi karena Na2SO4 juga merupakan kontaminan yang akan tinggal

dalam larutan, maka bila formasi Anhydrite yang dibor tebal, maka ion sulfat juga

perlu dihilangkan, dalam hal ini ditambahkan BaCO3.

178

Page 44: Bab IV Prob. Pemboran

BaCO3 + CaSO4 CaCO3 + BaSO4

Bila kontaminasi Ca dikarenakan oleh semen, maka senyawa utamanya

adalah Ca(OH)2 , maka dipakai soda abu,

Na2CO3 + Ca(OH)2 CaCO3 + 2 NaOH

4.2.5. Penanggulangan Shale Problem

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa usaha-usaha mengatasi

atau menanggulangi masalah shale antara lain dengan menggunakan drilling

practice dan mud practice yang baik. Dimana drilling practice yang baik meliputi:

Mengurangi kecepatan di annulus.

Agar pipa bor benar-benar dalam keadaan tegang.

Mengurangi atau menghindari kemiringan lubang bor.

Menghindari swabing atau pressure surge pada waktu round trip.

Sedangkan mud practice yang baik meliputi :

Berat lumpur yang cukup untuk menahan tekanan formasi.

PH sesuai (+ 8,5 – 9,5).

Filtrasi rendah.

Lumpur yang baik, meliputi :

a. Mengubah lumpur dengan kadar Ca tinggi, seperti gyps, lime

dan seterusnya yang menghalangi terhidratnya clay yang

sensitif terhadap air.

b. Menaikkan rate sirkulasi agar partikel-partikel padat lekas

diangkat ke permukaan.

c. Mengurangi water loss lumpur, problem shale berhubungan

langsung dengan adsorpsi air dari lumpur pemboran, perubahan

dalam jenis atau komposisi kimia lumpur akan memberikan

pemecahan masalah ini.

d. Mengganti ke oil emulsion mud.

e. Mengganti ke oil base mud, telah terbukti berhasil untuk

mengurangi terjadinya problem shale. Keberhasilan ini

berdasarkan bahwa fasa minyak memberikan adanya membran

179

Page 45: Bab IV Prob. Pemboran

disekitar lubang yang mencegah terjadinya kontak antara air

dengan serpih.

4.3. Hilang Lumpur (Loss Circulation)

Hilang lumpur adalah peristiwa hilangnya lumpur pemboran masuk ke

dalam formasi. Hilang lumpur ini merupakan problem lama di dalam pemboran,

yang meskipun telah banyak penelitian, tetapi masih banyak terjadi dimana-mana,

serta kedalaman yang berbeda-beda. Hilang lumpur tejadi karena dua faktor,

yaitu: faktor mekanis dan faktor formasi.

4.3.1. Identifikasi Ketika Hilang Lumpur

Hilang lumpur ditandai dengan tidak kembalinya lumpur yang

digunakan dalam operasi pemboran ke permukaan pada saat operasi pemboran

berlangsung. Tidak kembalinya lumpur bor ke permukaan dikarenakan tekanan

hidrostatik lumpur melebihi tekanan formasi. Gejala lain yang muncul adalah

waktu round trip ( saat masuk dan cabut pipa), saat cabut pipa, volume lumpur

untuk mengisi lubang lebih besar dari volume pipa, dan saat masuk Bit, volume

lumpur yang keluar lebih sedikit dari volume pipa.

4.3.2. Mekanisme Terjadinya Hilang Lumpur

Pada waktu terjadinya hilang Lumpur, permukaan lumpur di mud pit

turun, karena tekanan hidrostatik lumpur lebih besar dari pada tekanan formasi

yang sedang dibor. Kerugian dari loss circulation ini adalah hilangnya lumpur,

penurunan permukaan lumpur didalam lubang bor yang dapat berakibat terjadinya

blow out pada formasi jika bertekanan tinggi, tidak didapatinya serbuk bor

(cutting) untuk sampel log, hilang waktu dan biaya serta menimbulkan kerusakan

formasi. Faktor - faktor yang menyebabkan loss circulation dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu faktor mekanis dan faktor formasi. Faktor formasi dapat

meliputi coarseley permeabel formation, cavernous formation dan fractured

formation.

180

Page 46: Bab IV Prob. Pemboran

4.3.2.1. Faktor Mekanis

Hilang lumpur terjadi jika tekanan hidrostatik lumpur naik hingga

melebihi tekanan rekah formasi, yang akan mengakibatkan adanya crack

(rekahan) yang memungkinkan lumpur (fluida) mengalir ke dalamnya. Hilang

lumpur ini terjadi jika besar lubang pori lebih besar daripada ukuran partikel

lumpur pemboran. Pada prakteknya, ukuran lubang pori yang didapat

mengakibatkan terjadinya hilang lumpur berada pada kisaran 0.1 - 1.00 mm. Pada

lubang bagian permukaan, hilang lumpur atau hilang sirkulasi dapat menyebabkan

wash out yang besar. Laju penembusan yang tinggi akan menghasilkan cutting

yang banyak dan bila tidak terangkat dengan cepat akan menyebabkan kenaikan

densitas lumpur yang pada akhirnya akan menaikkan tekanan hidrostatik.

Kebanyakan perusahaan minyak membatasi laju penembusan di lubang

permukaan untuk mengurangi equivalent circulating density di annulus yang pada

akhirnya akan membatasi tekanan dinamis pada formasi yang ditembus. Oleh

karena itu diperlukan pengamatan sifat-sifat lumpur pemboran yang teliti untuk

mendeteksi adanya kenaikan densitas lumpur yang tiba-tiba.

Hilang lumpur juga terjadi sebagai akibat kenaikan tiba-tiba dari tekanan

hidrostatik lumpur yang disebabkan kenaikan berat lumpur yang mendadak atau

gerakan pipa. Penurunan pipa yang cepat akan menyebabkan fluida memberikan

tekanan tambahan (surging) pada annulus. Tekanan total sebagai akibat surge

effect dan tekanan hidrostatik lumpur dalam keadaan tertentu akan menjadi cukup

tinggi untuk merekahkan formasi yang belum di-casing. Pada lubang

intermediate, kebanyakan kasus hilang lumpur disebabkan karena memasuki zone

deplesi dimana tekanan reservoarnya lebih kecil daripada formasi diatasnya,

kenaikan tiba-tiba dari tekanan hidrostatik lumpur sebagai akibat surging effect

dapat merekahkan formasi yang lemah dan akan menyebabkan terjadinya hilang

sirkulasi.

4.3.2.2. Faktor Formasi

Ditinjau dari segi formasinya, hilang lumpur dapat disebabkan oleh :

a. Coarseley permeable formation.

181

Page 47: Bab IV Prob. Pemboran

Contoh dari jenis formasi ini adalah pasir dan gravel. Namun tidak semua

jenis formasi ini menyerap lumpur. Untuk dapat menyerap lumpur perlu keadaan,

antara lain tekanan hidrostatis lumpur harus lebih besar daripada tekanan formasi,

formasi harus permeabel, disamping ada pengertian bahwa lumpur mampu masuk

ke dalam formasi bila diameter lubang atau pori-pori sedikitnya tiga kali lebih

besar dari diameter butiran atau partikel padat dari lumpur. Jadi kalau lumpur

sampai dapat masuk ke dalam formasi, berarti lubang atau celah-celah cukup

besar.

b. Cavernous Formation

Hilang lumpur ke dalam reef, gravel ataupun formasi yang mengandung

banyak gua-gua sudah dapat diduga sebelumnya. Gua-gua ini banyak terdapat

pada formasi batu kapur (limestone dan dolomite).

c. Fracture formation

Merupakan celah-celah atau rekahan dalam formasi. Bila hilang lumpur

tidak terjadi pada formasi permeabel ataupun batuan kapur, biasanya ini terjadi

karena celah-celah atau retakan tersebut. Fracture ini dapat terjadi alamiah tetapi

dapat juga terjadi karena sebab-sebab mekanis.

Penentuan tekanan rekah formasi dapat dilakukan dengan beberapa

metode dan tes, salah satu metodenya adalah Hubbert and Willis method, yang

menganggap 1/3 sampai dengan 1/2 dari tekanan overburden berpengaruh efektif

terhadap tekanan rekah.

............................................................................ (4-18)

Keterangan :

Pfr = tekanan rekah, psi.

Po = tekanan overburden, psi.

Pf = tekanan formasi, psi.

D = kedalaman, ft.

Selain menggunakan metode diatas, penentuan tekanan rekah formasi

juga dapat menggunakan tes, tes yang digunakan adalah leak-off test. Prinsipnya

yaitu memberikan tekanan sedikit demi sedikit terhadap lumpur kemudian diplot

182

Page 48: Bab IV Prob. Pemboran

terhadap volume lumpur (dalam barrel). Hasilnya didapat kenaikan tekanan

dengan bertambahnya volume lumpur tersebut dan pada suatu kedalaman akan

mencapai angka maksimal, setelah angka maksimal tersebut maka tekanan akan

turun. Tekanan maksimum tersebut merupakan tekanan rekah dari formasi yang

dites, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.12.

Gambar 4.11.Berbagai Macam Loss Circulation

(Chillingarian, G, V . 1981)

183

Page 49: Bab IV Prob. Pemboran

Gambar 4.12.Leak-off test

(Moore, P, L . 1974)

4.3.3. Penentuan Tempat Hilang Lumpur

Biasanya jika terjadi hilang lumpur selama dilakukan operasi pemboran,

loss ciculation material (LCM) akan disemprotkan sepanjang zona yang diduga

menjadi tempat hilang lumpur untuk mengatasinya. Akan tetapi, pada kasus

hilang lumpur yang parah, penentuan letak zona hilang lumpur atau sering disebut

“thief” harus ditentukan agar cara mengatasinya lebih efektif. Ada beberapa

metode yang telah terbukti berhasil digunakan dalam hal ini antara lain:

temperature survey, radioactive tracer survey, spinner survey.

4.3.3.1. Temperature Survey

184

Page 50: Bab IV Prob. Pemboran

Alat perekam suhu diturunkan ke dalam lubang dengan menggunakan

Wireline untuk memberikan data suhu pada kedalaman tertentu. Pada kondisi

normal, kenaikan temperatur akan berbanding lurus dengan kenaikan kedalaman.

Trend (Gambar 4.13.) direkam pada keadaan statis untuk mendapatkan base log

(log dasar). Sejumlah lumpur dingin kemudian dipompakan ke dalam lubang dan

dilakukan survey yang lain. Lumpur dingin ini akan menyebabkan peralatan

survey merekam temperatur yang lebih rendah daripada sebelumnya, sampai pada

“thief” dimana terjadi hilang lumpur. Di bawah “thief” level lumpurnya statis dan

suhunya lebih tinggi bila dibandingkan dengan “thief”. Dari keterangan diatas

menunjukkan bahwa log suhu yang baru akan menunjukkan anomali sepanjang

“thief” dan letak zona ini dapat ditentukan dari pembacaan kedalaman dimana

terjadi perubahan garis pada gradiennya.

Gambar 4.13.Prinsip Temperatur Survey.

(Moore, P, L. 1974)

4.3.3.2. Radioactive Tracer Survey

Pertama kali gamma ray log dijalankan untuk mendapatkan radioaktifitas

formasi normal dan bertindak sebagai dasar untuk perbandingan. Kemudian

sejumlah kecil bahan radioaktif dimasukkan ke dalam lubang disekitar daerah

dimana kemungkinan terdapat “thief". Gamma Ray Log yang kedua kemudian

185

Page 51: Bab IV Prob. Pemboran

dijalankan dan dibandingkan dengan log dasar (gamma ray pertama). Titik

(kedalaman) terjadinya hilang lumpur ditunjukkan dengan penurunan

radioaktivitas log kedua yang disebabkan karena bahan radioaktif yang kedua

hilang (masuk) ke formasi.

4.3.3.3. Spinner Survey

Kumparan yang dipasang pada ujung kabel diturunkan ke dalam lubang

untuk menentukan kemungkinan letak zone hilang lumpur. Kumparan ini akan

berputar karena adanya gerakan vertikal lumpur yang kemungkinan terjadi karena

di dekat “thief”. Kecepatan rotor direkam dalam sebuah film sebagai rangkaian

titik dan spasi. Metode ini terbukti tidak efektif jika digunakan sejumlah besar

LCM dalam lumpur.

4.3.4. Klasifikasi Zona Hilang Lumpur

Zona hilang lumpur dapat diklasifikasikan menjadi : Seepage loss, Partial

loss, dan Complete Loss.

4.3.4.1. Seepage Loss

Seepage loss adalah apabila hilang lumpur dalam jumlah relatif kecil,

kurang dari 15 bbl/jam (40 lpm) dapat terjadi pada setiap jenis formasi yang

terdiri dari pasir porous dan gravel, rekah alami (natural fracture) dan pada

formasi yang terdapat rekahan (batugamping) serta induced fracture (rekah bukan

secara alami.

4.3.4.2. Partial Loss

Partial loss adalah hilang lumpur dalam jumlah yang relatif besar, lebih

besar dari 15 bbl/jam atau sekitar 15 – 500 bbl/jam (40 – 1325 lpm). Dapat terjadi

umumnya pada jenis formasi yang terdiri dari pasir porous dan gravel, serta

kadang-kadang terjadi pada batuan yang mengandung rekahan (natural fracture

dan fracture induced).

186

Page 52: Bab IV Prob. Pemboran

4.3.4.3. Complete Loss

Complete loss adalah lumpur tidak keluar kembali dari lubang bor. Dapat

terjadi pada formasi batupasir gravel, rekah secara alami (natural fracture) dan

pada formasi yang banyak terjadi rekahan.

4.3.5. Pencegahan Hilang Lumpur

Pengamatan menunjukkan bahwa sekitar 50% dari hilang lumpur terjadi

karena induced fracture. Dalam hal ini hilang lumpur dapat terjadi di mana-mana.

Dengan demikian pencegahan lebih murah daripada menanggulangi hilangnya

lumpur bila sudah terjadi. Beberapa hal yang perlu diingat untuk pencegahan

adalah memperhatikan densitas, gel strength dan viskositas.

1. Berat lumpur.

Berat lumpur perlu dijaga agar tetap minimum, sekedar mampu

mengimbangi tekanan formasi. Serbuk bor yang ada di annulus juga

mengakibatkan penambahan berat lumpur. Jadi pembersihan lubang bor

memegang peranan penting.

2. Viskositas dan gel strength.

Gel strength juga dijaga agar tetap kecil. Gel strength yang besar

memerlukan tenaga yang besar pula untuk memecah gel tersebut, yang justru

apabila tidak berhati-hati dapat mengakibatkan pecahnya formasi. Viskositas

dijaga agar tidak terlalu tinggi, karena akan menyebabkan pressure surge yang

berhubungan dengan loss circulation. Disarankan agar Rotary table digerakkan

dulu sebelum menjalankan pompa, dan menjalankan pompa secara perlahan.

1. Pada waktu Bit masuk, perlu dihindari terjadinya “pressure surge” untuk

mencegah pecahnya formasi. Juga pada saat mencabut Bit agar dihindari

terjadinya swab.

2. Memakai lumpur yang baik dan stabil. Hal ini dapat mengurangi pengaruh

negatif lumpur, seperti caving, sloughing, bridging.

187

Page 53: Bab IV Prob. Pemboran

3. Bila diperkirakan akan terjadi hilang lumpur, lumpur dapat ditambah dulu

dengan bahan penyumbat (Loss Circulating Material) yang lembut, misalnya 5

lbs/bbl walnut shells, mica. Bahan penyumbat yang lembut ini dapat

disirkulasikan dengan lumpur dan dapat lewat mud screen.

4.3.6. Penanggulangan Hilang Lumpur

Cara menanggulangi hilang lumpur ini sangat berbeda antara satu dengan

yang lain, tergantung dari sebab-sebab, sifat-sifat formasi dan lain sebagainya.

Hilang lumpur dapat ditanggulangi dengan teknik penyumbatan atau dengan

teknik penyemenan.

4.3.6.1. Teknik Penyumbatan

Dalam menghadapi hilang lumpur (loss circulation) ini dipakai bahan

penyumbat. Dimana bahan penyumbat dapat terdiri dari loss circulation material

(LCM) serta bahan - bahan khusus. Loss circulation material dapat dibagi dalam 3

jenis, yaitu : material fibrous (tipe serabut), material flakes (tipe keping -

kepingan) dan material granular (tipe butiran).

1. Material Fibrous

Material fibrous terdiri dari kapas kasar, serat rami, serat kayu, leather

flock, fiber seal dan chip seal. Material jenis ini umumnya sedikit kaku dan

cenderung memaksa masuk ke dalam rekahan yang besar. Jika lumpur

mengandung konsentrasi yang cukup tinggi dari material fibrous, kemudian

dipompakan masuk ke dalam lubang bor, maka timbul tahanan gesekan yang

cukup besar akan berkembang dan berfungsi sebagai penyumbat aliran.

2. Material Flakes

Material flakes terdiri dari mika (halus dan kasar), vermicullite dan kwik

seal (kombinasi serabut dan keping - kepingan). Material ini apabila

disirkulasikan ke dalam lubang bor akan terletak melintang lurus dimuka

188

Page 54: Bab IV Prob. Pemboran

formasi, dan selanjutnya akan menutup rekahan yang ada. Jika cukup kuat

dalam menahan tekanan kolom lumpur, maka material ini akan membentuk

filter cake yang luas dan kompak, tetapi apabila tidak cukup kuat menahan

tekanan kolom lumpur, maka material ini akan terdorong masuk ke dalam

formasi.

3. Material Granular

Material granular terdiri dari nut shells, nut plug, tuff plug, kulit kelapa

sawit dan lain sebagainya. Dari hasil tes pengaruh konsentrasi loss circulation

material terhadap besarnya fracture yang berhasil disumbat (ditutup) seperti

yang dapat dilihat pada Gambar 4.14, maka material granular adalah yang

terbaik. Besarnya ukuran dari rekahan yang dapat disumbat oleh material jenis

granular adalah lebih besar jika dibandingkan dari jenis loss circulation

material lainnya.

Gambar 4.14.Pengaruh Konsentrasi LCM Terhadap Besarnya Penyumbatan Rekahan

(Moore, P, L . 1974)

Perlu diketahui bahwa dalam penggunaan loss circulation material

(LCM), dapat dikombinasikan dari berbagai jenis dan ukurannya (dari yang

lembut, sedang dan kasar). Adapun keuntungan dari penyumbatan dengan

menggunakan lost circulation material adalah :

1. Membentuk lebih banyak permanen brigde di dalam formasi yang

rekah.

189

Page 55: Bab IV Prob. Pemboran

2. Material penyumbat tidak mudah tererosi oleh adanya pergerakan fluida

dan pipa di dalam lubang bor.

Teknik penyumbatan dengan menggunakan loss circulation material ini

dapat digunakan untuk semua jenis zona lost, terutama untuk seepage loss, partial

loss dan complete loss.

a. Teknik Penyumbatan Seepage Loss

Seepage loss adalah hilang lumpur dalam jumlah yang relatif kecil, kurang

dari 15 bbl/jam. Usaha-usaha yang dapat dilakukan :

1. Pemboran dilanjutkan terus, dengan mengurangi densitas agar supaya

cutting dapat menyumbat pori - pori di tempat hilangnya lumpur.

2. Apabila diperlukan dapat ditambahkan bahan penyumbat yang halus

sekitar 5 lbs/bbl lumpur melalui Mud screen.

3. Apabila belum berhasil, Bit diangkat sampai pada Casing shoe, lalu

ditunggu dan sirkulasi dihentikan sementara, dengan harapan cutting dapat

menyumbat pori - pori di tempat hilangnya lumpur.

4. Selama melakukan kegiatan tersebut perlu berhati-hati terhadap pengaruh

pressure surge dan mengurangi tekanan pompa yang terlalu besar.

b. Teknik Penyumbatan Partial Loss

Apabila terjadi partial loss, yaitu hilang lumpur yang relatif besar (lebih dari

15 bbl/jam). Maka usaha-usaha yang dapat dilakukan adalah :

1. Mengurangi berat lumpur, tekanan pompa dan menunggu periode

pemboran selanjutnya.

2. Dapat dilakukan dengan menambahkan bahan penyumbat, dengan metode

“Batch method”.

Kita siapkan bahan penyumbat dari berbagai macam jenis serta ukuran,

kira - kira sebanyak 25 - 35 lb/bbl dan menyiapkan lumpur khusus untuk

membawa bahan - bahan tersebut sebanyak 200 bbl dan disirkulasikan.

Apabila hilang lumpur semakin banyak, maka jumlah dan ukuran bahan

penyumbat dapat ditambahkan. Pemompaan bahan itu dilakukan ketika

bahan penyumbat sampai disekitar Bit. Jika tidak berhasil dengan

190

Page 56: Bab IV Prob. Pemboran

menggunakan metoda Batch ini, maka dapat diulangi sampai sirkulasi

kembali normal.

c. Teknik Penyumbatan Complete Loss

Apabila terjadi complete loss berarti terjadi pengurangan tekanan hidrostatik

dari lumpur, maka hal ini akan berbahaya untuk proses pemboran selanjutnya.

Usaha yang dilakukan adalah dengan menambahkan sejumlah air pada lubang

annulus, tetapi juga harus diperhitungkan volume kolom air di lubang bor,

tekanan hidrostatik lumpur serta kondisi densitas maksimum yang dapat

ditahan oleh formasi tersebut dalam keadaan statis. Pada keadaan ini, pipa bor

sebaiknya tetap berputar untuk menghindari pipa terjepit. Berat lumpur

maksimum juga perlu diperhitungkan dengan menggunakan persamaan

berikut :

................................................. (4-19)

Keterangan :

m max = Berat lumpur maksimum yang dapat ditahan dalam keadaan

statis, lb/gal

m’ = Berat lumpur semula, lb/gal

w = Berat air

D = Kedalaman sumur, ft

Hc = Tinggi kolom cairan, ft

Bila keadaan memungkinkan maka densitas lumpur dapat diturunkan di

bawah m max , maka pemboran dapat dilanjutkan dengan memperbaiki lumpur

serta ditambahkan bahan penyumbat yang halus. Jika densitas lumpur tidak

dapat diturunkan maka lubang bor disumbat terlebih dahulu sebelum

pemboran dilanjutkan lagi.

191

Page 57: Bab IV Prob. Pemboran

Gambar 4.15.Pengisian Rekahan Dengan LCM

(Moore, P, L . 1974)4.3.6.2. Bahan - bahan Khusus

Dalam menanggulangi hilang lumpur, dapat kita gunakan bahan - bahan

khusus, antara lain adalah high filter loss slurry, bentonite diesel oil slurry dan

bentonite diesel oil cement slurry. Penggunaan bahan - bahan ini dapat mengatasi

semua jenis zona loss, terutama untuk partial loss dan complete loss.

Untuk partial loss, apabila tidak dapat diatasi dengan menggunakan LCM,

maka dapat diatasi dengan memakai high filter loss slurry. Rangkaian Bit dan pipa

bor diturunkan hingga diatas tempat hilang lumpur, lalu slurry tersebut

dipompakan kedalam lubang bor dengan rate kira - kira 2 sampai 4 bbl/menit

hingga menutupi tempat loss circulation tersebut. Apabila lokasi loss sudah penuh

diisi dengan slurry, kemudian ditunggu beberapa menit sampai LCM membeku di

lokasi loss, kemudian ram segera ditutup dan annulus ditekan dengan tekanan

sebesar 500 psi untuk meyakinkan bahwa slurry mengeras dan selanjutnya

pemboran bisa diteruskan.

Problem complete loss ditunjukkan dengan tidak kembalinya sirkulasi

lumpur ke permukaan, sehingga permukaan pit akan terus menurun. Cara

mengatasinya dengan mensirkulasikan high filter loss slurry atau dengan memakai

soft plug yaitu, bentonite diesel oil (BDO) plug, bentonite diesel oil cement

(BDOC) plug, dan bentonite cement.

4.3.6.3. Teknik Penyemenan

Apabila pencegahan problem hilang lumpur ternyata tidak berhasil maka

untuk mengatasinya dapat kita lakukan dengan penyemenan. Program

penyemenan ini dapat dikerjakan disemua zona loss. Cara mengatasi problem

hilang lumpur dengan penyemenan menggunakan prinsip keseimbangan kolom

fluida, caranya adalah sebagai berikut :

192

Page 58: Bab IV Prob. Pemboran

1. Mengangkat Bit dan mengukur statik mud levelnya.

2. Menempatkan Cementing sub pada Drill pipe (DP) dan

memilih jenis slurry cement yang sesuai dengan zona loss.

3. Menentukan tempat hilang lumpur.

4. Memasukkan Drill pipe dan Cementing sub ke dalam lubang

bor dimana Cementing sub terletak kira - kira 50 ft di atas zona loss, dan

memompakan cement slurry.

4.4. Well Kick

Pemboran sumur merupakan suatu kegiatan yang padat modal dan

berteknologi tinggi, serta mempunyai resiko yang besar. Salah satu resiko adalah

apabila pemboran tidak menghasilkan atau “dry hole”, meskipun secara teknis

pemboran berjalan dengan lancar. Namun ada kalanya hambatan terjadi pada

proses pemboran itu sendiri. Hambatan yang paling merugikan apabila terjadi

semburan liar, yang sering diikuti dengan terbakarnya seluruh instalasi pemboran.

Semburan liar atau “Blow Out” ini adalah peristiwa mengalirnya cairan formasi

dari dalam sumur secara tidak terkendali. Kejadian ini dimulai dengan masuknya

sedikit cairan formasi ke dalam lubang bor, yang biasanya disebut well kick. Bila

well kick tidak bisa diatasi secara baik maka dapat terjadi semburan liar.

Menurut jenis cairan formasi yang masuk kedalam lubang, fluida kick

yang terjadi dapat dibagi menjadi :

− Kick dengan fluida cairan.

− Kick karena gas.

Kick dengan fluida cairan disebut juga sebagai liquid formation kick

yang dapat berupa fluida air formasi atau minyak dengan gradien antara 0.4 – 0.5

psi/ft. Apabila fluidanya bercampur dengan gas maka gradiennya akan berkisar

0.2 – 0.4 psi/ft. Pengamatan terhadap fluida cairan yang masuk liquid formation

kick dapat dapat dilakukan melalui tekanan pipa bor dan tekanan casing. Kedua

tekanan tersebut akan tetap dan cenderung menurun karena cairan tidak bersifat

mengembang. Akibat lain sewaktu sumur ditutup tidak akan menyebabkan

terjadinya rekahan pada formasi disekitar casing shoe.

193

Page 59: Bab IV Prob. Pemboran

Kick dengan fluida gas disebut juga formation gas kick yang mempunyai

gradien 0.05 – 0.2psi/ft. Kick dengan fluida gas yang perlu diperhatikan adalah

gas yang berasal dari formasi dengan permeabilitas tinggi. Umumnya kick yang

terjadi tidak ditandai dengan penambahan volume ditangki lumpur (Mud pit).

Gradien gas relatif kecil jika dibandingkan dengan lumpur sehingga mudah

bermigrasi kepermukaan. Gas yang mengalir kepermukaan akan mengembang

dengan berkurangnya tekanan. Besarnya perubahan tekanan dan volume sesuai

dengan hukum Boyle, yaitu “bila tekanan berkurang separuhnya maka volumenya

akan bertambah dua kali lipat dan demikian pula sebaliknya”. Gas tetap dapat

bermigrasi keatas tanpa mengalami pengembangan walaupun sumur dalam

keadaan tertutup. Hal ini sangat berbahaya karena dengan tekanan dan volume

yang sama atau tetap maka tekanan dasar lubang akan sama dengan penjumlahan

tekanan awal sumur pada kondisi awal ditambah dengan tekanan yang sama dari

gelembung gas.

Selain dari kick dengan fluida cairan dan gas, dikenal pula adanya

semburan antar lapisan yang berasal dari formasi bertekanan ke formasi yang

lemah dan sebagian kecil fluida yang masuk akan ke permukaan. Semburan antar

formasi ini disebut sebagai underground blow out. Cara menentukan semburan

antar formasi ini dapat diketahui pada waktu menutup Blow out preventer. Mula-

mula tekanan pipa bor dan tekanan casing meningkat kemudian menurun kembali

dan berfluktuasi. Fluktuasi tekanan pipa bor dan tekanan casing ini meupakan

indikator terjadinya semburan antar formasi atau underground blow out.

4.4.1. Identifikasi Ketika Terjadi Well Kick

Sangat perlu untuk mengetahui tanda-tanda yang menunjukkan adanya

well kick sehingga bisa dilakukan penanggulangan sedini mungkin. Tanda-tanda

terjadi well kick dalam operasi pemboran dapat diketahui dari beberapa parameter

yang satu sama lain saling mendukung, antara lain :

a Saat sedang dilakukannya pemboran :

1. Laju penembusan tiba-tiba naik.

194

Page 60: Bab IV Prob. Pemboran

Dengan mengecilnya tekanan differensial di dasar sumur ( P = Plumpur –

Pformasi, lihat Gambar 4.16.) maka laju penembusan akan relatif makin besar

(Gambar 4.17.) karena tekanan formasi akan membantu proses pemecahan

batuan dan tekanan lumpur sebaliknya.

Gambar 4.16.Tekanan Differential(Moore, P, L . 1974)

195

Page 61: Bab IV Prob. Pemboran

Gambar 4.17.Laju Penembusan Vs Tekanan Differential

(Moore, P, L . 1974)2. Volume di tangki lumpur naik.

Masuknya fluida formasi ke dalam sumur, maka akan terangkat ke

permukaan dan bercampur dengan lumpur sehingga akan menambah jumlah

total volume lumpur yang terukur pada tangki lumpur.

3. Di flow line, laju alir dan temperatur naik, berat jenis lumpur turun.

Pada laju alir dari pompa konstan dan dari formasi masuk fluida formasi ke

dalam sumur maka akan menambah volume pada annulus sedangkan luasnya

sendiri tetap, maka akibatnya laju alir di annulus begitu pula di flow line

relatif lebih cepat dari laju alir kalau tidak ada cairan formasi yang masuk ke

dalam sumur. Ketika pemboran akan memasuki daerah abnormal, gradien

temperatur normal yang ada di atasnya, seperti ditunjukkan Gambar 4.18.

Begitu pula berat jenis lumpur yang terukur di flow line akan relatif lebih

kecil, hal ini terjadi pada saat memasuki daerah abnormal karena biasanya bit

menembus dulu daerah shale yang banyak mengandung gelembung-

gelembung gas sehingga bila bercampur dengan lumpur pemboran, akan

menurunkan berat jenisnya. Penurunan berat jenis ini dapat pula dihitung

dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

......................................................................... (4-20)

Keterangan :

mc = Berat jenis lumpur setelah tercampuri gas

λ = Perbandingan antara volume lumpur dan gas di permukaan

4. Tekanan pompa untuk sirkulasi turun dengan kecepatan pompa naik.

Pada saat lumpur di annulus tercampuri fluida formasi yang menyebabkan

menurunnya berat jenis lumpur di annulus, maka kesetimbangan tekanan

hidrostatis dalam pipa dengan tekanan hidrostatis annulus terganggu dimana

tekanan hidrostatis di annulus lebih kecil daripada tekanan hidrostatis dalam

196

Page 62: Bab IV Prob. Pemboran

pipa bor, sehingga tekanan hidrostatis lumpur dalam pipa bor seolah-olah

ikut membantu mendorong lumpur di annulus sehingga tekanan pompa yang

diperlukan relatif turun dan lumpur di dalam pipa relatif lebih cepat daripada

kondisi sebelumnya.

Gambar 4.18.Kedalaman Vs Temperatur

(Moore, P, L . 1974)

5. Berat Bit bor turun dan putaran naik.

Ketika Bit menembus formasi relatif lebih cepat karena tekanan differential

yang turun, maka bit tersebut akan lebih cepat “tergantung” sehingga berat

bit (Weight on Bit) relatif cepat untuk mengecil, dan putarannya akan relatif

cepat karena laju penembusan yang naik.

6. Hadirnya gelembung-gelembung gas pada lumpur.

Proses ini terjadi pada saat akan memasuki daerah abnormal dimana

sebelumnya Bit menembus lapisan shale yang banyak mengandung

gelembung-gelembung gas pada pori-pori yang impermeabel.

7. Berat jenis shale relatif turun.

197

Page 63: Bab IV Prob. Pemboran

Pada kondisi normal, semakin dalam sumur, berat jenis shale akan semakin

besar karena akan semakin kompak, tetapi ketika mau memasuki daerah

abnormal maka Bit memasuki daerah shale yang impermeabel dan

berporositas tinggi terisi gelembung-gelembung gas sehingga berat jenis

relatif turun dari sebelumnya, seperti terlihat pada Gambar 4.19.

Gambar 4.19.Kedalaman Vs Berat Jenis Shale

(Moore, P, L . 1974)

8. D-eksponent relatif turun.

Metode d-eksponent ini adalah salah satu cara untuk melihat kondisi

pemboran walaupun besarnya putaran, laju penembusan dan berat bit

berubah-ubah besarnya selama operasi pemboran berlangsung. Dari prinsip

ini diharapkan akan menjadi parameter penunjuk adanya suatu perubahan

jenis formasi. Prinsip dasarnya adalah :

................................................................ (4-21)

198

Page 64: Bab IV Prob. Pemboran

Akhirnya dikembangkan menjadi suatu persamaan d-eksponent, sebagai

berikut :

............................................................... (4-22)

Keterangan :

ROP = Laju penembusan, ft/hour

N = Putaran, rpm

WOB = Berat bit, lb

dB = Diameter bit, inch

Karena pada saat pemboran berlangsung berat jenis lumpur berubah,

apalagi ketika masuk daerah abnormal, maka harga d’ harus dikoreksi

terhadap perubahan berat jenis lumpur sebagai berikut :

........................................................................ (4-23)

Keterangan :

d’c = d-eksponent yang sudah dikoreksi

mn = Berat jenis lumpur normal, ppg

ma = Berat jenis lumpur nyata, ppg

199

Page 65: Bab IV Prob. Pemboran

Gambar 4.20.Kedalaman Vs d’c

(Adam, N, J . 1985)b Saat sedang penyambungan pipa, pompa dihentikan (round-trip), maka

tanda-tandanya adalah sebagai berikut:

1. Aliran tetap ada walaupun pompa telah dihentikan.

Setelah pompa berhenti, tetap terlihat ada aliran di lubang bor. Ini

menunjukkan adanya aliran fluida formasi yang masuk ke dalam sumur,

karena yang normal hal ini tidak boleh terjadi.

2. Volume lumpur di tangki lumpur bertambah.

Kondisi dan karakteristiknya sama dengan pada tanda selama pemboran

berlangsung. Umumnya terlihat setelah penyambungan selesai dan dimulai

lagi pemboran.

3. Tekanan pompa untuk sirkulasi semakin turun dengan bertambahnya pipa.

Tekanan pompa untuk sirkulasi turun karena kolom lumpur di annulus yang

telah tercampur kick lebih ringan daripada kolom lumpur yang ada di dalam

pipa bor. Semakin bertambah pipa yang disambung, tekanan pompa untuk

sirkulasi makin turun.

4. Berat jenis lumpur di flow-line turun.

Kondisinya sama seperti ketika berlangsung pemboran.

4.4.2. Mekanisme Terjadinya Well Kick

Well kick adalah suatu kejadian dimana cairan formasi masuk ke dalam

lubang bor. Bila well kick ini tidak segera ditangani secara benar akan dapat

mengakibatkan semburan liar. Sebab-sebab terjadinya kick, secara garis besar

adalah bila tekanan hidrostatik lumpur lebih kecil daripada tekanan formasi.

Dalam melakukan pemboran dan aktivitas lain dalam operasi pemboran, maka

tekanan hidrostatik lumpur harus lebih besar daripada tekanan formasi supaya

200

Page 66: Bab IV Prob. Pemboran

tidak terjadi kick. Adapun sebab-sebab tekanan hidrostatik lumpur tidak dapat

mengimbangi tekanan formasi adalah karena,

1. Berat jenis lumpur pemboran turun.

Dalam hal ini tekanan hidrotatis lumpur lebih kecil daripada tekanan

formasi.

Phm = 0.052 x D x m ............................................................ (4-24)

Keterangan :

Phn = tekanan hidrostatis lumpur, psi.

D = kedalaman lubang bor, ft.

m = berat lumpur, lbs/gal.

Berat jenis lumpur turun diakibatkan bercampurnya fluida formasi dengan

lumpur bor. Dengan kata lain masuknya fluida formasi ke dalam lubang bor akan

menyebabkan berat jenis lumpur pemboran turun. Masuknya fluida formasi ke

dalam lumpur pemboran dapat disebabkan karena :

a. Swabbing effect.

Swab effect terjadi apabila pencabutan rangkaian peralatan

pemboran terlalu cepat, sehingga antara rangkaian peralatan pemboran dan

dinding lubang bor seperti piston. Ruang dibawah Bit yang ditinggalkan

oleh Drill string menjadi kosong dan fluida formasi akan terhisap ke dalam

lubang sumur.

Ditambah lagi dengan viskositas lumpur yang besar (lumpur

kental), maka gerakan lumpur yang ada di atas Bit terlambat mengisi

ruangan di bawah Bit. Akibat masuknya fluida formasi ke dalam lubang

dan bercampur dengan lumpur bor, menyebabkan berat jenis lumpur akan

turun hal ini dapat menurunkan tekanan hidrostatik lumpur bor.

b. Menembus formasi gas.

201

Page 67: Bab IV Prob. Pemboran

Pada waktu menembus formasi gas, cutting yang dihasilkan

mengandung gas, walaupun pada mulanya tekanan hidrostatik lumpur

dapat mengimbangi gas supaya tidak masuk ke dalam lubang sumur, tetapi

gas dapat masuk ke dalam lubang bersama cutting. Gas keluar dari cutting

masuk ke dalam lumpur, makin lama gas makin banyak sehingga dapat

menurunkan berat jenis dari lumpur bor. Kalau hal ini terjadi, maka

tekanan hidrostatik lumpur tidak dapat lagi menahan masuknya gas ke

dalam sumur.

2. Tinggi kolom lumpur turun.

Bila formasi pecah atau ada celah-celah atau rekah-rekah pada lapisan di

dalam lubang, maka lumpur bor akan masuk ke dalam lapisan yang pecah atau

bercelah tersebut. Akibat turunnya tinggi kolom di annulus tersebut, maka

tekanan hidrostatik lumpur juga akan turun pula. Adapun yang menyebabkan

lumpur bor masuk ke dalam formasi yaitu:

a. Squeeze effect.

Jika sewaktu menurunkan rangkaian peralatan pemboran (Drill

string) terlalu cepat, maka lumpur yang berada di bawah rangkaian (Bit)

terlambat naik ke annulus diatas Bit. Ini menyebabkan lumpur di bawah

Bit menekan ke formasi, karena kondisi antara rangkaian bor dengan

lubang bor seperti sebuah piston. Squeeze effect dapat mengakibatkan

pecahnya formasi dan lumpur bor akan masuk ke dalam formasi.

b. Berat jenis lumpur yang tinggi.

Karena berat jenis lumpur yang digunakan tinggi, maka tekanan

hidrostatik lumpur menjadi besar. Bila menemui lapisan yang tekanan

rekahnya kecil, maka formasi akan rekah sehingga lumpur dapat masuk

ke dalam formasi.

c. Viskositas lumpur yang tinggi.

202

Page 68: Bab IV Prob. Pemboran

Bila viskositas lumpur tinggi, maka disaat sirkulasi pressure loss di

annulus cukup tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan formasi pecah bila

formasinya tidak kuat.

d. Gel strength lumpur yang tinggi.

Gel strength sangat penting disaat tidak ada sirkulasi, karena dapat

menahan cutting dan menjaga material pembawa lumpur tidak menumpuk

di dasar lubang. Jika gel strength terlalu tinggi, untuk memulai sirkulasi

kembali setelah berhenti memerlukan tenaga pompa yang cukup besar.

Bila formasi tidak sanggup menahan tekanan pompa yang besar, maka

formasi akan pecah.

e. Pemompaan yang mengejut.

Pemompaan yang mengejut akan dapat menyebabkan formasi

pecah, bila formasi tidak kuat. Disaat Bit menembus formasi yang telah

rekah akibat pemompaan yang mengejut, maka lumpur akan mengisi

rekahan dan celah tersebut, sehingga jika lumpur masuk ke formasi cukup

besar, permukaan lumpur di annulus akan turun dan selanjutnya tekanan

hidrostatik akan turun.

3. Hilang lumpur.

Hilang lumpur adakalanya terlalu besar sehingga permukaan lumpur

dalam lubang bor turun, dan tekanan hidrotatis lumpur dapat menjadi lebih

kecil daripada tekanan formasi. Hilang lumpur ini dapat terjadi karena

porositas formasi terlalu besar, formasi yang bergua (Cavernous), mungkin

pula karena ada celah-celah atau rekahan di dalam formasi.

4. Abnormal pressure.

Adakalanya pemboran menembus formasi dengan tekanan sangat tinggi,

dan melebihi tekanan hidrotatis lumpur. Suatu formasi yang bertekanan

abnormal mempunyai gradien tekanan lebih dari 0.465 psi/ft.

203

Page 69: Bab IV Prob. Pemboran

4.4.3. Kondisi Tekanan

4.4.3.1. Tekanan Operasi Normal

Ketika operasi pemboran berjalan dengan normal tanpa ada gangguan

apapun, maka pasti tekanan hidrostatis lumpur pemboran masih bisa

mengimbangi tekanan formasi sehingga tidak ada fluida formasi yang mendesak

memasuki sumur pemboran, tetapi tetap tidak terlalu besar perbedaanya (tekanan

differensialnya) supaya tidak terjadi kehilangan sirkulasi (loss circulation) akibat

masuknya lumpur ke dalam pori-pori formasi, kondisi seperti inilah yang selalu

diinginkan. Kondisi tekanan ketika operasi berjalan normal adalah sebagai

berikut:

Besarnya tekanan lumpur yang keluar dari annulus sangat kecil mendekati nol

(untuk selanjutnya dianggap nol) supaya lumpur tersebut tidak tersembur ke

atas tetapi yang diinginkan berupa pengaliran secara gravitasi dari flow line

ke Shale shaker, Degasser dan alat-alat lainnya sampai jatuh ke tangki

lumpur.

204

Page 70: Bab IV Prob. Pemboran

Gambar 4.21.Kedalaman Vs Berbagai Parameter

(Moore, P, L . 1974)

Karena selama operasi pemboran tersebut lumpur mulai dari pompa sampai

kembali di flow-line mengalami kehilangan tekanan (pressure loss) akibat

205

Page 71: Bab IV Prob. Pemboran

lumpur bergesekan dengan pipa-pipa dan viskositas lumpur itu sendiri,

sedangkan bila dalam keadaan statik tekanan dalam pipa dan annulus pipa di

permukaan sama yaitu nol, maka ketika sirkulasi terjadi pompa harus

memberikan tekanan kepada lumpur sebesar tekanan yang hilang sepanjang

jalan yang dilalui lumpur. Lihat Gambar 4.22.

Besarnya tekanan tersebut dapat dihitung sebagai berikut :

Ploss = Ps + Pdp + Pdc + Pbt + Pdca + Pdpa ....................................... (4-25)

Keterangan :

Ploss = besarnya kehilangan tekanan, psi

Ps = kehilangan tekanan di alat permukaan, psi

Pdp = kehilangan tekanan di dalam pipa, psi

Pdc = kehilangan tekanan di dalam Drill collar, psi

Pbt = kehilangan tekanan di Bit, psi

Pdca = kehilangan tekanan di luar Drill collar, psi

Pdpa = kehilangan tekanan di luar pipa, psi

Secara diagram kelakuan tekanan selama operasi pemboran normal, bisa dilihat

pada Gambar 4.23.

1. Tekanan yang diberikan pompa untuk menanggulangi besarnya tekanan yang

hilang selama perjalanan lumpur.

2. Tekanan yang dialami pipa, yaitu tekanan pompa dikurangi tekanan yang

hilang ditambah tekanan hidrostatis tiap kedalaman tertentu.

3. Tekanan yang hilang di Bit.

4. Tekanan di annulus, yaitu tekanan yang diberikan Bit dikurangi tekanan yang

hilang dan dikurangi tekanan hidrostatis tiap kedalaman tertentu.

5. Tekanan statik lumpur.

6. Tekanan statik formasi.

Kondisi tekanan selama operasi berjalan dengan normal, gradien tekanan

lumpur dinamik di annulus lebih besar sedikit dari gradien tekanan lumpur statik

206

Page 72: Bab IV Prob. Pemboran

dan lebih besar dari gradien tekanan formasi. Dalam kondisi ini dijamin tidak

akan ada fluida formasi yang masuk ke dalam lubang bor yang disebut well kick.

Gambar 4.22.Tipe Aliran Fluida Selama Pemboran

(Moore, P, L . 1974)

207

Page 73: Bab IV Prob. Pemboran

Gambar 4.23.Karakteristik Tekanan Selama Pemboran Normal

(Rubiandini, R.)

4.4.3.2. Tekanan Operasi Ketika Ada Kick

Hadirnya kick pada sumur pemboran menunjukkan bahwa gradien

tekanan formasi lebih besar dari gradien tekanan dinamik lumpur yang jelas lebih

besar pula dari garadien tekanan hidrostatik lumpur. Sehingga dengan diagram

kelakuan tekanannya dapat diperlihatkan pada Gambar 4.24 Gradien tekanan

statik formasi (6) lebih besar daripada gradien tekanan dinamik lumpur maupun

gradien tekanan statik lumpur sehingga menyebabkan fluida formasi mendesak

masuk ke lubang sumur.

Gambar 4.24.Diagram Karakteristik Tekanan Ketika Ada Kick

(Rubiandini, R.)

208

Page 74: Bab IV Prob. Pemboran

Kejadian ini terjadi bisa karena gradien lumpur (4) & (5) itu sendiri yang

mengecil yang disebabkan oleh beberapa hal. Gradien formasi itu yang membesar

karena mendekati daerah abnormal atau masuk daerah abnormal.

4.4.3.3. Tekanan Operasi Penanggulangan

Sebelum melihat tekanan operasi penanggulangan, terlebih dahulu akan

dilihat bagaimana akibatnya bila hadir kick dalam sumur tetapi kita buka sumur

tersebut atau kita tutup terus sumur itu. Lihat Gambar 5.25. dan 5.26. Pada kondisi

normal, tekanan formasi cukup terpenuhi oleh tekanan hidrostatik lumpur

sehingga tekanan di permukaan berharga nol. Kondisi kick, tekanan formasi

dipenuhi oleh tekanan hidrostatik lumpur dan tekanan hidrostaik kick sehingga

permukaan menerima tekanan sebesar Psur :

Ps = Pf – Phm – Phk ................................................ (4-26)

Gambar 4.25Sumur Dibuka Terus Ketika Ada Kick

(Rubiandini, R.)

209

Page 75: Bab IV Prob. Pemboran

Kondisi blow out, tekanan formasi hanya bisa ditanggulangi oleh tekanan

hidrostatik kick saja maka permukaan menerima tekanan sebear CP :

Ps = Pf – Phk ..................................................................... (4-27)

Karena harga Phk biasanya sangat kecil dibandingkan dengan harga Phm

maka harga Ps pada blow out jauh lebih besar, sedangkan kalau kick tersebut

adalah gas maka harga Ps sangat mendekati harga tekanan formasi. Karena hal

tersebut maka tidak boleh diperkenankan sekali-kali membiarkan sumur terbuka

ketika ada kick di dalam sumur.

Ada kick, sumur ditutup terus tanpa penanggulangan. Pada saat hadir

kick ke dalam sumur kemudian sumur ditutup terus, maka kelakuan tekanan akan

bergerak mengikuti laju pengangkatan kick ke permukaan, hal ini disebabkan

karena sumur dalam keadaan tertutup maka tekanan kick mempunyai harga yang

tetap sebesar tekanan formasi, sedangkan kick tersebut naik ke permukaan

perlahan-lahan akibat mempunyai berat jenis relatif lebih ringan daripada lumpur,

lebih-lebih kalau kick berupa gas pergerakannya akan lebih cepat lagi, sehingga

kondisinya seperti yang ditunjukkan Gambar 4.26.

210

Page 76: Bab IV Prob. Pemboran

Gambar 4.26.Sumur Ditutup Terus Ketika Ada Kick

(Rubiandini, R.)

4.4.4. Metode Penanggulangan

Apabila terjadi kick, maka well killing adalah cara penangulangannya.

Adapun hal-hal yang perlu dilakukan bila terjadi kick adalah sebagai berikut :

1. Bila terjadi saat pemboran berlangsung :

Menghentikan pompa.

Mengangkat kelly di atas BOP.

Menutup BOP dengan semua choke terbuka (menghindarkan adanya

shock karena tekanan).

Menutup choke perlahan (bila tekanan permukaan memungkinkan).

Mencatat Pdp dan Pann.

Mencatat kenaikan lumpur di permukaan.

Menyiapkan untuk sirkulasi.

2. Bila terjadi selama pengangkatan pipa :

Memasang full opening valve di drill string, lalu tutup.

Memasang back pressure valve.

Membuka full opening valve.

Menutup BOP dengan choke terbuka.

Menutup choke perlahan, bila tekanan memungkinkan.

Mencatat Pdp dan Pann dan kenaikan lumpur.

Stripping dan kemudian siap untuk sirkulasi.

Setelah diketahui bahwa terjadi kick sumur harus segera ditutup. Setelah

semua persiapan cukup maka tahap selanjutnya adalah mematikan sumur. Pada

proses mematikan sumur ini dipakai prinsip bahwa tekanan pada dasar lubang bor

harus konstan. Dalam hal ini tekanan pada dasar lubang sumur sama dengan

211

Page 77: Bab IV Prob. Pemboran

tekanan formasi. Ada pula pendapat dipakai tekanan tambahan Pob (overbalance)

antara 100 – 150 psi terhadap formasi, Pada Pbh = Pf + Pob. dalam pembicaraan ini

selanjutnya dipakai Pbh = Pf. Dalam proses mematikan sumur ini diambil beberapa

asumsi :

a. Pressure drop di annulus dianggap terlalu kecil dibandingkan dengan

pressure drop di dalam pipa bor, dan perubahan presure drop di annulus

juga dianggap terlalu kecil dan diabaikan.

b. Lubang bor dianggap dalam keadaan baik, tidak runtuh atau membesar.

Untuk menaikkan berat jenis lumpur yang akan digunakan untuk

menanggulangi kick ada berbagai macam metode, antara lain :

1. Metode Driller

Cara ini sering disebut pula sebagai “Two-Circulation Method”.

Sirkulasi ke-1 : keluarkan cairan kick dari dalam lubang bor dengan lumpur

lama.

Sirkulasi ke-2 : lubang bor dianggap dalam keadaan baik, tidak runtuh atau

membesar.

Profil tekanan pada pipa bor pada casing dan drill pipe dapat ditunjukkan

pada Gambar 5.27. Tampak pada gambar tersebut bahwa tekanan pada drill pipe

harus dijaga agar tetap konstan. Hal ini dapat diperoleh dengan mengatur choke.

Sementara itu cairan kick harus diberi kesempatan untuk mengembang agar

tekanan pada dasar lubang tidak terlalu besar. Tetapi pengembangan cairan kick

berarti pengurangan volume lumpur, yang juga berarti pengurangan tekanan

hidrostatis lumpur, yang juga berarti kenaikan tekanan pada casing.

Pbh = Phm + Phk + Pc ............................................................ (4-28)

Keterangan :

Pbh = tekanan pada dasar lubang.

Phm = tekanan hidrostatis lumpur.

Phk = tekanan hidrostatis cairan kick.

212

Page 78: Bab IV Prob. Pemboran

Pc = tekanan pada casing/choke manifold.

Untuk perhitungan dalam mematikan kick ini biasa dipakai “kill work sheet”,

yang merupakan rincian pola pemompaan terutama pada tahap 1.

Gambar 4.27.Profil Tekanan Casing dan Drillpipe Pada Drillers Method

(Rubiandini, R.)

2. Wait and Weight Method

Cara ini sering juga disebut “One-Circulation Method” atau juga

“Engineer’s Method”. Intinya adalah :

a. “Wait” atau tunggu, selama membuat lumpur berat.

213

Page 79: Bab IV Prob. Pemboran

b. Sirkulasikan cairan kick keluar dari lubang bor dengan lumpur berat.

Asumsi-asumsi yang dipakai sama seperti drillers method. Tekanan pompa adalah

sebagai berikut :

Ps0 = Pkr0 + SIDP ......................................................... (4-29)

Psa = Pkr1 = ................................................ (4-30)

Dalam hal ini perlu dicatat, bahwa tekanan di annulus berkurang

dibanding dengan driller’s method karena pada tahap kedua lumpur berat telah

masuk ke dalam annulus.

Gambar 4.28.Profil Tekanan Casing dan Drillpipe Pada Wait and Weight Method

214

Page 80: Bab IV Prob. Pemboran

(Rubiandini, R.)

3. Metode Concurent

Cara ketiga adalah Metode Concurent. Dalam hal ini pemompaan

dilakukan dengan memompakan lumpur lama, tetapi sambil memompakan lumpur

tersebut, lumpur diperberat. Cara ini lebih cepat, tetapi ada dua kegiatan yang

harus dikerjakan pada saat bersamaan ialah dengan memompakan lumpur dengan

pola tertentu dan memperberat lumpur. Dua pekerjaan ini dalam kenyataannya

sulit dikerjakan secara bersamaan.

4. Cara Kombinasi

Ada cara lain yang pada dasarnya adalah gabungan atau variasi dari cara-

cara tersebut di atas. Misalnya, wait and weight method, dimana harus menambah

berat lumpur sekaligus, maka penambahan dilakukan secara bertahap, sehingga

pada sirkulasi yang pertama cairan kick dikeluarkan dari dalam lubang bor dengan

lumpur berat, tetapi sebelum seberat yang diperlukan untuk mematikan sumur.

215

Page 81: Bab IV Prob. Pemboran

216