BAB IV Dasar Pemboran

95
177 BAB IV DASAR PEMBORAN 4.1. Tujuan Pemboran Pemboran adalah suatu kegiatan atau pekerjaan membuat lubang dengan diameter dan kedalaman yang sudah ditentukan. Dalam pembuatan lubang untuk mencapai kedalaman tertentu tersebut, yang harus diperhatikan adalah mempertahankan ukuran diameter lubang. Pekerjaan terpenting yang lain adalah membawa serpihan batuan (cutting) ke permukaan. Dalam dunia perminyakan kegiatan pemboran sangat kompleks, dimana dalam kegiatan pemboran mempunyai dua buah parameter yaitu : a. Parameter Tidak Dapat Diubah Parameter ini tidak dapat diubah dalam kegiatan pemboran karena berhubungan dengan kondisi fisik dari lokasi pemboran tersebut, sehingga kita harus menyesuaikan. Parameter ini meliputi : - Kondisi formasi, yang meliputi tekanan dan temperature suatu formasi. - Sifat dan jenis formasi b. Parameter Yang Dapat Diubah Dimana parameter ini dapat diubah–ubah sesuai dengan formasinya atau sesuai dengan keefektifan kegiatan pemboran. Parameter ini meliputi : - Rate of Penetration. - Weight on Bit. Kegiatan pemboran dalam dunia perminyakan meliputi : - Penambahan kedalaman. - Mempertahankan diameter lubang bor. - Mengangkat hasil pemboran ke permukaan. Dalam pemboran yang harus benar–benar kita perhatikan adalah efisiensinya, karena hal tersebut menyangkut faktor pembiayaan. Dalam bab ini akan dibahas tentang perencanaan material – material dalam pemboran.

description

free

Transcript of BAB IV Dasar Pemboran

  • 177

    BAB IV

    DASAR PEMBORAN

    4.1. Tujuan Pemboran

    Pemboran adalah suatu kegiatan atau pekerjaan membuat lubang dengan

    diameter dan kedalaman yang sudah ditentukan. Dalam pembuatan lubang untuk

    mencapai kedalaman tertentu tersebut, yang harus diperhatikan adalah

    mempertahankan ukuran diameter lubang. Pekerjaan terpenting yang lain adalah

    membawa serpihan batuan (cutting) ke permukaan. Dalam dunia perminyakan

    kegiatan pemboran sangat kompleks, dimana dalam kegiatan pemboran

    mempunyai dua buah parameter yaitu :

    a. Parameter Tidak Dapat Diubah

    Parameter ini tidak dapat diubah dalam kegiatan pemboran karena

    berhubungan dengan kondisi fisik dari lokasi pemboran tersebut, sehingga kita

    harus menyesuaikan. Parameter ini meliputi :

    - Kondisi formasi, yang meliputi tekanan dan temperature suatu formasi.

    - Sifat dan jenis formasi

    b. Parameter Yang Dapat Diubah

    Dimana parameter ini dapat diubahubah sesuai dengan formasinya atau

    sesuai dengan keefektifan kegiatan pemboran. Parameter ini meliputi :

    - Rate of Penetration.

    - Weight on Bit.

    Kegiatan pemboran dalam dunia perminyakan meliputi :

    - Penambahan kedalaman.

    - Mempertahankan diameter lubang bor.

    - Mengangkat hasil pemboran ke permukaan.

    Dalam pemboran yang harus benarbenar kita perhatikan adalah

    efisiensinya, karena hal tersebut menyangkut faktor pembiayaan. Dalam bab ini

    akan dibahas tentang perencanaan material material dalam pemboran.

  • 178

    4.2. Perencanaan Pemboran

    Untuk mendapatkan efisiensi yang besar dan hasil yang optimum, perlu

    adanya perencanaan yang sangat matang dan cermat dalam suatu kegiatan

    pemboran. Perencanaan yang dimaksud meliputi perencanaan peralatan pemboran

    yang akan digunakan, perencanaan sistem lumpur dan hidrolikanya, perencanaan

    casing, perencanaan penyemenan dan lain sebagainya.

    4.2.1. Perencanaan Peralatan Pemboran

    Menurut fungsinya, secara garis besar peralatan pemboran dapat dibagi

    menjadi lima sistem peralatan utama, yaitu sistem tenaga, sistem angkat, sistem

    putar, sistem sirkulasi dan sistem pencegah sembur liar.

    4.2.1.1. Sistem Tenaga

    Sistem tenaga dalam operasi pemboran terdiri dari power suplay

    equipment, yang dihasilkan oleh mesin mesin besar yang biasa dikenal dengan

    nama prime mover dan distribution equipment yang berfungsi untuk

    meneruskan tenaga yang diperlukan untuk mendukung jalannya kegiatan

    pemboran.

    Hampir semua rig menggunakan internal combustion engine, dimana

    penggunaan prime mover ditentukan oleh besarnya tenaga pada sumur yang

    didasarkan pada casing program dan kedalaman sumur. Tenaga yang dihasilkan

    prime mover besarnya berkisar antara 500 5000 Hp. Jumlah prime mover yang

    diperlukan dalam suatu operasi pemboran sangat bervariatif, tergantung dari

    jumlah tenaga yang diperlukan. Pada umumnya suatu operasi pemboran

    memerlukan dua atau tiga buah mesin. Sedangkan untuk pemboran yang lebih

    dalam memerlukan tenaga yang lebih besar, sehingga prime mover yang

    diperlukan dapat mencapai empat unit. Adapun prinsip kerja prime mover adalah

    flexibility, yang dapat dinyatakan dalam rumus :

    W = F x S...(4-1)

    Dimana :

    W = kerja (work), lb ft

    F = gaya, lb.

  • 179

    S = jarak, ft

    Prime mover sebagai system daya penggerak harus mampu mendukung

    keperluan fungsi angkat, putar, pemompaan, penerangan, dan lain lain. Dengan

    demikian perencanaan dan pemilihan tipe dan jenis prime mover yang

    dipergunakan harus memperhatikan hal tersebut.

    Gambar 4.1. Skema Tenaga Penggerak

    (Adams, N. J., 1985)

    4.2.1.2. Sistem Angkat

    Sistem penganngkat (hoisting system) merupakan salah satu komponen

    utama dari peralatan pemboran. Fungsi utama system ini adalah memberikan

    ruang kerja yang cukup untuk pengangkatan dan penurunan rangkaian pipa bor

    dan peralatan lainnya. Sistem angkat terdiri dari dua bagian utama, yaitu :

    a. Supporting Structure.

    Supporting structure adalah konstruksi menara yang ditempatkan diatas

    titik bor. Fungsi utamanya adalah untuk menyangga peralatan peralatan

    pemboran dan juga memberi ruang yang cukup bagi operasi pemboran.

  • 180

    Supporting structure terdiri dari drilling tower (derrick atau mast), sub structure

    dan rig floor.

    Drilling tower atau biasa disebut menara pemboran dibagi menjadi tiga

    jenis, yaitu :

    1. Conventional/standart derrick.

    2. Protable Skid Mast.

    3. Mobile atau trailer mounted type mast.

    Menara tipe standar (derrick) tidak dapat didirikan dalam satu unit, akan

    tetapi pendiriannya disambung bagian demi bagian. Menara jenis ini banyak

    digunakan pada pemboran sumur dalam dimana membutuhkan lantai yang luas

    untuk tempat pipa pipa pemboran. Untuk memindahkan derrick ini harus dilepas

    satu persatu bagian kemudian dirangkai kembali disuatu tempat yang telah

    ditentukan letaknya.

    Gambar 4.2. Derrick

    (Adams, N. J., 1985)

  • 181

    Menara tipe portable posisi berdirinya dari bagian yang diakitkan satu

    dengan lainnya dengan menggunakan las maupun scrup. Tipe ini dapat juga

    didirikan dengan cara ditahan oleh telescoping dan diperkuat oleh talitali yang

    ditambatkan secara tersebar. Dibandingkan tipe derrick, tipe menara ini lebih

    murah, mudah dan cepat dalam pendiriannya, transportnya murah, tetapi dalam

    penggunaannya terbatas pada pemboran yang tidak terlalu dalam.

    Menurut API menara yang terbuat dari besi baja tercantum dalam standart

    4A dan menara kayu tercantum standart 4B. Sedangkan untuk tipe mast termasuk

    dalam 4D. Ukuran menara pemboran yang penting ialah kapasitas, tinggi, luas

    lantai dan tinggi lantai bor. Ukuran kekuatan derrick dibagi berdasarkan dua jenis

    pembebanan, yaitu :

    1. Compressive Load

    2. Wind Load

    Wind load dapat dihitung dengan rumus ;

    p = 0.004.V2 ..(4-2)

    dimana :

    p = wind loads, lb/ft2

    V = kecepatan angin, mph

    Sedangkan compressive load dapat dihitung dari jumlah berat yang

    diderita hook ditambah dengan jumlah berat menara itu sendiri (yang diderita oleh

    kaki kaki pada substructure).

    b. Hoisting Equipment.

    Peralatan pengangkatan terdiri dari :

    1. Drawwork

    Drawwork merupakan otak dari derrick, karena melalui drawwork,

    seorang driller melakukan dan mengatur operasi pemboran. Drawwork juga

    merupakan rumah daripada gulungan drilling line.

    Desain daripada drawwork tergantung dari beban yang harus dilayani,

    biasanya dideasin dengan horse power(Hp) dan kedalaman pemboran, dimana

    kedalamannya harus disesuaikan dengan drill pipe-nya. Horse power out put

  • 182

    drawwork yang diperlukan untuk hoisting (pengangkatan traveling block dan

    beban bebannya) adalah :

    e1 x

    33000Vh .W Hp = (4-3)

    Dimana :

    W = hook load, lb

    Vh = kecepatan naik traveling block, ft/min

    E = effisiensi hook ke drawwork, umumnya 80% - 90%, tergantung dari

    jumlah line dan kondisi bantalan kerekan (sheave bearing).

    Gambar 4.3. Drawwork

    (Gorman, D. A., 1983)

    2. Overhead tools

    Overhead tool merupakan rangkaian sekumpulan peralatan yang terdiri

    dari crown block, traveling block, hook dan elevator.

    3. Drilling line

    Drilling line terdiri dari reveed drilling line, dead line, dead line anchor

    dan storage and suplay.

  • 183

    Drilling line digunakan untuk menahan (menarik) beban pada hook.

    Drilling line terbuat dari baja dan merupakan kumpulan kawat baja yang kecil dan

    diatur sedemikian rupa hingga merupakan suatu lilitan. Lilitan ini terdiri dari

    enam kumpulan dan satubagian tengah yang disebut core dan terbuat dari

    berbagai macam bahan seperti plastic dan textile.

    4.1.2.3. Sistem Putar

    Fungsi utama dari system putar (rotary system) adalah untuk memutar

    rangkaian pipa bor dan juga memberikan beratan di atas pahat untuk membor

    suatu formasi. Rotary system terdiri dari tiga sub komponen, yaitu :

    1. Rotary assembly.

    2. Rangkaian pipa pemboran.

    3. Mata bor atau bit.

    Rotary assembly ditempatkan pada lantai bor di bawah crown block dan di

    atas lubang bor. Peralatan ini terdiri dari rotary table, master bushing, kelly

    bushing dan rotary slip. Sistem putar ini membutuhkan tenaga dari prime mover

    yang dihubungkan dengan rotary table dengan menggunakan chain atau belt

    melalui drawwork.

    Rangkaian pipa bor terdiri dari swivel, Kelly, drill pipe dan drill collar.

    Penyambungan rangkaian pipa satu dengan yang lainnya digunakan tool joint

    dimana ulir tool joint ini menurut API dibagi menjadi tiga, yaitu regular, full hole

    dan internal flush. Ketirusan ulir ini berkisar antara 16.66% - 25.0%. Ketirusan

    ulir yang cukup besar dan jumlah ulir yang cukup sedikit dimaksudkaan untuk

    mendapat ikatan yang besar dan mempercepat saat mengikat dan melepas

    sambungan. Apabila dilihat dari rig floor dengan menghadap ke bawah, rangkaian

    akan berputar ke arah kanan, oleh karena itu semua sambungan ulir yang berada

    di bawah rotary table berulir ke kanan, sedangkan semua sambungan yang berada

    di atas rotary table harus beruliur ke kiri.

    Susunan rangkaian pipa bor berputar dari atas ke bawah adalah swivel

    head Kelly stop cock Kelly sub drill pipe sub drill collar fload sub

    bit. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan karena keperluannya, sering

    juga rangkaian pipa pemboran ini dilengkapi dengan stabilizer atau reamer.

  • 184

    4.2.1.4. Sistem Sirkulasi

    Sistem sirkulasi tersusun oleh empat sub komponen utama, yaitu :

    1. Drilling Fluid.

    2. Preparation area.

    3. Circulating equipment.

    4. Conditioning area.

    Fluida pemboran merupakan suatu campuran cairan(liquid) dari beberapa

    komponen yang dapat terdiri dari air (tawar maupun asin), minyak, tanah liat

    (clay), bahanbahan aditif, gas, udara maupun detergen.

    Preparation area ditempatkan pada tempat dimulainya sirkulasi lumpur,

    yaitu di dekat pompa lumpur. Tempat persiapan lumpur pemboran terdiri dari

    peralatanperalatan yang diatur untuk memberikan fasilitas persiapan atau

    treatment lumpur bor. Tempat persiapan ini meliputi mud house, steel mud

    pits/tanks, mixing hopper, chemical mixing barrel, bulk mud storage bins, water

    tanks dan reserve pit.

    Peralatan sirkulasi merupakan komponen utama dalam sistem sirkulasi.

    Peralatan ini berfungsi mengalirkan lumpur dari mud pit ke rangkaian pipa bor

    dan naik ke annulus membawa serbuk bor ke permukaan menuju ke conditioning

    area, sebelum kembali ke mud pits untuk disirkulasikan kembali. Peralatan ini

    terdiri dari mud pit, mud pump, pump discharge and return line, stand pipe dan

    rotary hose.

    Pemilihan pompa harus tepat dan se-ekonomis mungkin. Akhirakhir ini,

    keperluan tenaga untuk sirkulasi lumpur menjadi meningkat dengan adanya

    pemakaian jet pump, turbo drilling dan pengaruh dari beratan pada pahat. Perlu

    diketahui bahwa konsumsi energi pompa dalam suatu operasi pemboran sekitar

    70% sampai 85% dari seluruhj tenaga yang disediakan oleh prime mover. Oleh

    karena itu sebaiknya dipilih pompa yang sanggup memberi support tenaga

    pengangkatan cutting sekitar 30 m 65 m per menit dan mampu menahan tekanan

    balik dalam sirkulasinya. Biasanya pabrik pembuat mencantukan tenaga mekanik

    maksimum yang diijinkan untuk pompa dalam kecepatan maksimum.

  • 185

    Untuk mencapai maksud maksud tertentu (misalnya untuk meningkatkan

    atau mengurangi daya pompa), dapat menggunakan pompa secara bersamaan baik

    parallel maupun dengan cara seri.

    Gambar 4.4. Skema Sistem Sirkulasi

    (Adams, N. J., 1985)

    Conditioning area ditempatkan didekat rig. Area ini terdiri dari peralatan

    peralatan khusus yang digunakan untuk clean up lumpur bor setelah keluar dari

    lubang bor. Fungsi utama dari peralatan ini adalah untuk membersihkan lumpur

  • 186

    dari cutting dan gas yang terikut. Ada dua cara untuk memisahkan cutting dan gas,

    yaitu :

    1. Menggunakan metode gravitasi, dimana lumpur yang telah terpakai dialirkan

    melalui shale shaker dan settling tanks.

    2. Secara mekanik, dimana peralatanperalatan khusus yang dipasang pada mud

    pits dapat memisahkan cutting dengan gas.

    Peralatan pada conditioning area terdiri dari settling tanks, reserve pits, mud gas

    separator, shale shaker, degasser, desander dan desilter.

    Jadi secara umum lumpur pemboran dapat disirkulasikan dengan urutan

    sebagai berikut: lumpur dalam steel mud pit dihisap oleh pompa - pipa tekanan

    stand pipe rotary hose swivel head kelly drill pipe drill collar bit

    annulus drill collar annulus drill pipe mud line/flow line, shale shaker steel

    mud pit dihisap pompa kembali dan seterusnya.

    4.2.1.5. Sistem Pencegah Sembur Liar

    Sistem pencegahan sembur liar (blow out preventer) dipasang untuk

    menahan tekanan dari lubang bor. Peralatan ini disediakan pada operasi pemboran

    karena peramalan tekanan tidak selalu memungkinkan.

    Apabila formasi mempuyai tekanan yang besar dan kolom lumpur tidak

    dapat mengimbanginya maka akan terjadi kick, yaitu intrusi fluida formasi yang

    bertekanan tinggi yang masuk ke dalam lubang bor. Kick yang tidak terkendali

    dapat mengakibatkan terjadinya blow out. Jadi blow out selalu diawali dengan

    adanya kick.

    Blow Out Preventer (BOP) system berfungsi untuk menutup ruang annular

    antara drill pipe dan casing bila terjadi gejala kick. Sistem peralatan ini bekerja

    secara pneumatic (dengan menggunakan udara dan gas, biasanya dipakai) dan

    secara mekanik.

    BOP system terdiri dari BOP stack, accumulator dan supporting system.

    BOP stack terdiri dari rangkaian annular preventer, pipe ram preventer, drilling

    spools, blind ram preventer dan casing head. Kesemuanya ini di-setkan pada

    surface casing. Sedangkan tipe dan ukurannya disesuaikan dengan kondisi

    tekanan lubang bor dan disesuaikan dengan keekonomiannya.

  • 187

    Accumulator biasanya ditempatkan pada agak jauh dari rig, sekitar seratus

    meter dari rig dengan pertimbangan keselamatan. Fungsi utamanya adalah

    menutup valve BOP stack dengan cepat saat keadaan darurat. Accumulator

    bekerja dengan high pressure hidrolis pada saat terjadi kick.

    Supporting system terdiri dari choke manifold dan kill line. Choke

    manifold bila dihidupkan dapat membantu menjaga back pressure dalam lubang

    bor untuk mencegah terjadinya intrusi fluida formasi. Choke manifold bekerja

    dengan mengalirkan Lumpur bor dari BOP stack kesejumlah valve (yang

    membatasi aliran dan langsung ke reserve pits), mud gas separator atau mud

    conditioning area. Sedangkan kill line bekerja dengan memompakan Lumpur

    berat kedalam lubang bor sampai Lumpur berat dapat mengimbangi tekanan

    formasi.

    Gambar 4.5. Skema BOP Stack Pada Well Head

    (Adams, N. J., 1985)

  • 188

    4.2.2. Perencanaan String Dan Bottom Hole Assembly

    4.2.2.1. Perencanaan String Atau Pipa Bor (DP)

    Pipa bor (drill pipe) adalah pipa baja berbentuk bulat yang mempunyai

    kemampuan tinggi terhadap puntiran. Panjang pipa bor ini umumnya berkisar

    sekitar 30 ft untuk setiap jointnya. Dan ukuran yang banyak digunakan sekitar 5,

    makin dalam lubang yang dibor maka semakin banyak pula jumlah pipa yang

    akan digunakan. Untuk menyambung pipa itu digunakan alat yang disebut tool

    joint, yang memang sudah terpasang dikedua ujung pipa bor itu. Pada bagian atas

    dari pipa bor itu terpasang tool joint berbentuk box dan pada bagian bawah

    terpasang tool joint berbentuk pin atau yang biasa disebut sebagai up set.

    1. Type

    Berdasarkan beratnya, ada dua macam type drill pipe, yaitu drill pipe

    standart dan heavy weight drill pipe (HWDP). Table 4-1 memperlihatkan ukuran

    dan berat HWDP yang umum digunakan.

    Tabel 4-1 Heavy Weight Drill Pipe

    (Adams, N. J., 1985)

    2. Ukuran

    Suatu drill pipe digunakan pada suatu interval ukuran dan dalam ukuran

    yang umum, digunakan bermacam macam ketebalan dinding yang

    memungkinkan bisi dipilih sesuai dengan program pemboran. Range panjang pipa

    bor ini dikelompokkan atas ranking yang dapat dijelaskan sebagai berikut. Range

    I berkisar antara 18 20 ft. range II berkisar antar 27 30 ft. Range III berkisar

    antara 38 45 ft. Biasanya yang umu digunakan adalah dari range II. Sedangkan

    dimensi ketebalan dinding biasanya dinyatakan sebagai weight/ft, seperti terlihat

    pada table 4-2.

  • 189

    Tabel 4-2 New Drillpipe Dimensional Data

    (Adams, N. J., 1985)

    3. Grade

    Pipa bor yang dibuat dipabrik menurut standart API terdiri dari dua type

    atau grade yaitu grade D dan grade E. Juga ada grade G yang bukan standart Api.

    Ketahanannya dapat dijelaskan sebagai berikut :

    - Minimum Yield Stregth, grade D : 55.000 psi.

    - Minimum Yield Stregth, grade E : 75.000 psi.

    - Minimum Tensile Strength, grade D : 95.000 psi

    - Minimum Tensile Strength, grade E : 100.000 psi.

    - Minimum Yield Stregth, grade G : 105.000 psi.

    - Minimum Tensile Strength, grade G : 120.000 psi

  • 190

    4. Class

    Klasifikasi drill pipe ini menunjukkan factor penting dalam perencanaan

    drill string, digunakan pada jumlah dan tipe pemakaian sebelumnya akan

    mempengaruhi sifat sifat dan strength dari pipa pipa. System kode warna API

    untuk klasifikasi drill pipe dapat dilihat pada gambar 4.6.

    Gambar 4.6. Identifikasi Kode Warna API Drillpipe dan Tool Joint

    (Adams, N. J., 1985)

    Pembebanan yang selalu dihadapi drill pipe berkaitan dengan peranannya

    pada operasi pemboran seringkali menjadi problem bagi drill pipe sendiri.

    Problem akan terjadi seketika jika beban yang diderita pipa melebihi

    spesifikasinya. Pada kenyataannya baanyak beban yang harus ditanggung oleh

    DP, baik beban yang berkaitan dengan fungsi maupun beban secara tiba tiba

    karena suatu kondisi tertentu, adapun beban tersebut adalah :

    1. Collapse

    Beban yang arahnya kedalam, bagian bawah string akan menerima beban

    yang terbesar. Pada saat operasi pemboran normal tekanan terbesar collapse

    terjadi pada saat drill string diturunkan ke sumur untuk DST, karena drill string

    dalam keadaan kosong. Karena operasi DST yang umum dilakukan, maka tekanan

    pada saat operasi ini dapat digunakan untuk mengotrol desain collapse, seperti

    terlihat pada gambar 4.7.

  • 191

    Gambar 4.7. Beban Collapse Pada Drillstring Hasil Dari DST

    (Adams, N. J., 1985)

    2. Burst.

    Burst adalah tekanan yang diakibatkan oleh tekanan dari dalam pipa itu

    sendiri. Tekanan terbesar terjadi bila nozzle tersumbat atau pada saat

    pengoperasian DST. Dalam kedua kasus tersebut tidak mungkin tercapai tekanan

    yang menyebabkan beban burst pada pipa karena dikontrol oleh tekanan Lumpur

    masing masing didalam dan diluar pipa. Oleh karenanya tekanan burst dikontrol

    oleh tekanan permukaan, seperti terlihat pada gambar 4.8. satu kasus yang jarang

    ditemui dimana kondisi burst dapat terjadi adalah ketika dilakukan pengontrolan

    kick, atau pada saat operasi squeeze cementing, untuk itu digunakan back pressure

    dari burst casing. Tidak seperti desain casing atau tubing, maka burst jarang

    digunakan sebagai kriteria pengontrol pada lapisan drill pipe.

  • 192

    Gambar 4.8. Beban Burst Dikontrol Tekanan Permukaan

    (Adams, N. J., 1985)

    3. Dog Leg Saverity

    Secara umum dogleg dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu gradual and

    long dog leg dan abrupt dog leg. Pada yang pertama perubahan sudut yang terjadi

    perlahan lahan sehinga bentuk lubang melengkung. Sedangkan pada yang kedua

    perubahan sudut yang terjadi secara tiba tiba. Kedua dog leg tersebut dapat

    dilihat pada gambar 4.9. Pada saat DP mengalami abrupt dog leg, tool joint dapat

    berada tepat pada ujung dog leg. Kadaan tool joint yang pendek dan kaku pada

    drill pipe menyebabkan drill pipe yang berada disekitar tool joint akan

    bengkok.Untuk mencegah terjadinya pelengkungan DP yang terlalu besar, maka

    besarnya gaya yang terjadi antara tool joint dengan ujung dog leg harus dibatasi,

    hal ini berkaitan dengan beban tension yang diderita DP.

    Tipe kerusakan yang paling sering dihadapi adalah karena kelelahan

    pemakaian dan ini biasanya terjadi bila pipa mengalami cyclic bending stress.

  • 193

    Kerusakan karena rotasi pada dog leg akan menjadi suatu problem serius bila

    sudut dog leg melebihi harga kritis.

    Gambar 4.9. Dog Leg Severity

    (Rubiandini, R., 1993)

    4.2.2.2. Perencanaan Bottom Hole Assembly (BHA)

    4.2.2.2.1. Perencanaan Drill Collar Drill collar berbentuk seperti drill pipe (DP), tetapi diameter dalamnya

    lebih kecil dan diameter luarnya sama dengan diameter luar tool joint drill pipe.

    Jadi drill collar memiliki dinding yang lebih tebal daripada drill pipe, sehingga

    memungkinkan ulir dipasang langsung pada dindingnya. Drill collar ditempatkan

    pada rangkaian pipa bor bagian bawah diatas mata bor (bit). Fungsi utama dari

    drill collar adalah :

    - Sebagai pemberat WOB (Weight ON Bit), sehingga rangkaian pipa bor dalam

    keadaan tetap tegang saat pemboran berlangsung, sehingga tidak terjadi

    pembelokan lubang.

    - Membuat agar rangkaian pipa bor putarannya stabil.

    - Membuat bagian bawah dari rangkaian pipa bor agar mampu menahan

    puntiran.

  • 194

    Dengan demikian diharapkan pemboran akan berjalan dengan laju yang

    besar. Lubang bor lurus dan kerusakan drill pipe kecil. Berdasakan bentuk

    permukaannya ada tiga jenis drill collar, yaitu :

    1. Standart Drill Collar, mempunyai permukaan halus dengan box connection

    terletak pada top dan pin connection terletak pada bottom.

    2. Spiralled Drill Collar, mempunyai permukaan beralur seperti spiral.

    Digunakan pada kondisi khusus untuk memcegah terjadinya differential wall

    sticking.

    3. Zipped Drill Collar, pada permukaannya terdapat lekukan, yaitu pada bagian

    atas ujung drill collar.

  • 195

    Gambar 4.10. Fungsi Dari Drill Collar (Drilling Manual Vol. 2)

    Sedangkan berdasarkan fungsinya ada tiga jenis, yaitu :

    1. Anti wall stick, digunakan untuik memperkecil area kontak, biasanya

    digunakan tipe spiral.

    2. Square Drill collar, digunakan untuk memberikan stabilitas maksimum pada

    lubang yang terjadi lekukan.

    3. Monel Drill Collar, digunakan untuk melindungi directional survey instrument

    dari pengaruh distorsi besi string dalam gaya magnetik bumi.

  • 196

    Dalam perencanaan drill collar, sebagaimana kelly dengan drill pipe,

    sejumlah beban juga harus ditanggung oleh drill collar antara lain momen

    pelengkungan. Pelengkungan drill string tidak dapat dielakkan bila berat diset di

    atas bit. Pada lubang lurus, bila berat terus ditambah hingga mencapai berat kritis

    maka string akan melengkung dan menyentuh dinding lubang pada sutu titik yang

    disebut tangensial point. Jika berat di atas bit terus ditambah maka harga baru

    akan dicapai dan drill string akan melengkung untuk kedua kalinya, yang disebut

    dengan pelengkungan orde kedua dan seterusnya.

    4.2.2.2.2. Stabilizer Stabilizer ini digunakan untuk menjaga arah pemboran sesuai dengan yang

    direncanakan. Teknik stabilizer yang umum adalah pendulum dan packed hole.

    Teknik pendulum menggunakan berat drill collar untuk bergerak pada stabilizer

    yang menjadi poros untuk mengatur bit. Sedangkan pada teknik packed hole

    adalah proses sebaliknya dengan spasi yang berdekatan untuk mencegah efek

    pendulum, seperti terlihat pada gambar 4.11. Ada dua tipe stabilizer yaitu fixed

    location blade dan sleeve stabilizer.

    Tujuan utama pemasangan stabilizer pada lubang vertikal adalah untuk

    mempertahankan drill collar agar tetap di tengahtengah lubang, menurunkan

    kemungkinan pelengkungan string sementara dalam keadaan kompresif dan

    memperkecil kemungkinan drill collar terjepit dinding. Sedangkan pada sumur

    miring untuk membantu pengontrolan deviasi sesungguhnya terhadap jumlah

    deviasi yang diinginkan. Prinsip yang mendasari desain kestabilan string untuk

    sumur berarah adalah mengkombinasikan kelakuan dan fleksibilitas pada titik

    yang berbeda pada BHA. Keuntungan lain dari penggunaan stabilizer adalah

    memungkinkan penggunaan WOB yang besar, menaikkan umur bit, mencegah

    terjadinya jepitan pada string dan menurunkan gaya pelengkungan pada string.

  • 197

    Gambar 4.11. Macam-macam Stabilizer

    (Adams, N. J., 1985)

    4.2.2.2.3. Roller Reamer Roller reamer terdiri dari blade stabilizer ditambah suatu seri roller yang

    terbuat dari baja keras atau dengan menggunakan sisipan tungsten carbide.

    Disamping beraksi seperti stabilizer ia kjuga membantu mempertahankan ukuran

    lubang dan menanggulangi stick pipe yang disebabkan oleh dog leg atau key seat.

    Ada tiga tipe dasar dari roller reamer, yaitu : 3 point string type dimana

    memberikan efek sehingga drill collar tetap ditengah dan menjaga lubang tetap

    dalam ukurannya dengan menghilangkan rintangan rintangan pada dinding. 6

    point bottom hole type dimana memberikan kestabilan yang lebih sempurna dan

    kapasitas reaming yang lebih besar, membantu mencegah perubahan sudut lubang

    pada formasi yang sangat keras atau abrasif. Dan 3 point bottom hole type dimana

  • 198

    digunakan antara drill collar dengan bit untuk mencegah reaming pada dasar

    lubang bor oleh suatu bit, yaitu menjaga lubang tidak melewati ukurannya.

    4.2.2.2.4. Shock Sub Shock absorber atau juga disebut shock subadalah alat yang ditempatkan

    pada bagian bawah drill collar yang berfungsi untuk menyerap vibrasi dan beban

    shock karena aksi cutting ketika pemboran menembus formasi keras, sehingga

    kerusakan drill string dapat dikurangi. Tipe tipe shock absorber dapat dilihat

    pada gambar 4.12.

    Gambar 4.12. Tipe-tipe Absorber

    (Gorman, D. A., 1983)

    4.2.2.2.5. Subs Berupa joint pendek yang memberikan suatu cross over untuk sambungan

    yang berbeda pada drill string.

    4.2.2.2.6. Drilling Jars Tujuan pemasangan drilling jars adalah untuk memberikan suatu aksi

    sentakan kearah atas pada saat pipa terjepit (stuck). Gambar 4.13. memperlihatkan

    suatu drilling jars yang terdiri dari sliding mandrell yang ditempatkan pada drill

    string, mandrell dihubungkan pada salah satu ujung string dan sleeve pada ujung

    yang lainnya, seperti terlihat pada gambar 4.13. Ada tiga tipe dari drilling jars

    yaitu : mechanical jars, hydraulic jars dan hidromechanical jars.

  • 199

    Gambar 4.13. Drilling Jars

    (Rabia, H., 1985)

    4.2.2.3. Pembebanan Pada Saat Operasi

    Salah satu factor yang umum dipertimbangkan dalam usaha mempertinggi

    rate of penetration adalah dfaktor mekanik yaitu kecepatan rotasi dan WOB.

    Factor factor ini sudah barang tentu diusahakan bekerja dalam limit operasi

    sehubungan dengan ekonomis drill string. Pada dasarnya pemilihan kecepatan

    rotasi dan WOB tidak terlepas dari kondisi formasi. Kapasitas kerja peralatan dan

    kondisi lubang bor. Rotasi dan WOB yang tidak benar akan menimbulkan

    masalah pada drill string.

    1. Rotasi

    Kecepatan rotasi yang digunakan harus berada dalam kapasitas variasi drill

    string. W. C. Man telah merumuskan persamaan untuk menghitung kecepatan

    kritis, yaitu :

  • 200

    L258.000Nc = ....(4-4)

    dimana :

    Nc = kecepatan rotasi kritis, RPM.

    L = panjang drill string, ft.

    Vibrasi yang terjadi dapat dikategorikan menjadi dua tipe utama, yaitu

    vibrasi travesial yang beraksi seperti string biola dan terjadi pada pipa antara dua

    tool joint dan vibrasi longitudinal yang beraksi seperti spring pendulum dan

    terjadi pada keseluruhan string.

    Rotasi yang dialami drill string selain menimbulkan vibrasi juga torsi,

    tetapi torsi ini tidak menimbulkan problem yang serius.

    2. WOB

    Bila pemboran akan menembus formasi keras, umumnya akan dilakukan

    penambahan berat di atas bit. Konsekuensinya drill collar akan mengalami

    compression dan akan cenderung untuk melengkung dan pantulan stress akan

    lebih besar untuk suatu kecepatan rotasi tertentu. Walaupun efek pantulan ini akan

    membantu menghancurkan batuan tetapi pantulan yang berlebihan akan

    menimbulkan problem yang serius. Pada waktu lampau cara untuk menjaga

    lubang tetap lurus adalah dengan menurunkan WOB dan menaikan kecepatan

    rotasi. Tetapi sekarang telah diketahui bahwa hal ini bukan selalu merupakan cara

    yang terbaik, sebab penurunan WOB akan bertentangan dengan prinsip

    penetration rate.

    4.2.3. Perencanaan Pahat (Bit)

    Pahat merupakan bagian yang sangat penting dalam operasi pemboran,

    merupakan alat untuk membuat dan membersihkan lubang bor. Pahat tersedia

    dalam berbagai corak untuk berbagai kondisi formasi yang dibor, untuk itu

    diperlukan pemilihan serta perencanaan yang tepat guna mencapai kecepatan

    penembusan (penetration rate) yang besar, waktu pemboran (drilling time) yang

    kecil dan pemilihan jenis pahat yang tepat.

  • 201

    4.2.3.1. Jenis Jenis Pahat Terdapat tiga jenis pahat yang biasa dipakai , yaitu drag bit, roller cone bit

    dan diamond bit. Dimana roller cone bit merupakan jenis yang paling umum

    dipakai.

    1. Drag Bit

    Jenis ini tidak memiliki bagian yang dapat diputar. Drag bit terdiri dari tiga

    pisau sayap yang digunakan untuk melakukan pemboran pada formasi lunak,

    dengan aksi keruk pada permukaan formasi. Fluida pemboran dialirkan langsung

    mengenai sayap sayapnya sehingga pembersihan terhadap hasil kerukan baik.

    Kelemahan penggunaan mata bor jenis drag bit adalah :

    - Sukar untuk mendapatkan lubang bor lurus.

    - Adanya goresan yang besar antara lubang bor dengan formasi, sehingga

    menyebabkan mata bor cepat aus dan lubang bor mengecil.

    - Mudah terjadi bit bailling akibat pembersihan lubang yang kurang baik.

    - Menimbulkan torsi yang besar seohingga kemungkinan patah string besar

    sekali. Karena itu untuk mengurangi akibat ini dipasang nozzle pada blade-

    nya, supaya serbuk bor cepat terangkat ke permukaan.

    Gambar 4.14.

    Drag Bit (Adams, N. J., 1985)

  • 202

    2. Roller Cone Bit

    Roller cuter bit mmempunyai cone cone yang dapat berputar sehingga

    bisa menghancurkan batuan yang ditembus. Keuntungan keuntungan yang

    didapat dari penggunaan bit jenis ini dibangdingkan menggunakan drag bit,

    adalah:

    - Torsi yang terjadi lebih kecil.

    - Serbuk bor yang dihasilkan lebih kecil.

    - Lubang bor yang dihasilkan tidak cepat mengecil.

    Berdasarkan kekerasan batuan yang akan ditembus, maka dapat dikelompokkan

    menjadi empat yaitu ;

    - Pahat untuk lapisan lunak.

    - Pahat untuk lapisan sedang.

    - Pahat untuk lapisan keras.

    - Pahat untuk lapisan sangat keras.

    Untuk lapisan lunak diperlukan scrapping action yang besar, sedang

    scrapping action dan crushing action pada roller cukup kecil saja, sehingga untuk

    mendapatkan scrapping action yang besar maka bit harus mempunyai cone off set

    (penyimpangan sumbu sumbu cone) yang besar. Perbedaan pahat untuk lapisan

    yang lunak dan keras dapat dibedakan sebagai berikut :

    Pahat Formasi Lunak Pahat Formasi Keras

    - Gigi gigi pahat panjang

    - Gigi gigi pahat jarang.

    - Cone off set besar.

    - Lubang pembasuh kecil

    - Gigi pahat pendek

    - Gigi pahat rapat

    - Cone off set kecil atau tidak ada

    - Lubang pembasuh besar

    Pahat jenis ini mempunyai kerucut kerucut (cone) yang dapat berputar

    untuk menghancurkan batuan. Pada cone terdapat gigi yang apabila dilihat dari

    cara pemasangannya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ;

    - Insert tooth bit, yaitu jenis mata bor dimana gigi yang dari mata bor dipasang

    pada cone.

  • 203

    - Steel tooth bit, yaitu gigi dari mata bor sudah langsung menjadi satu dengan

    cone.

    Dalam prakteknya, untuk membor formsi yang lunak digunakan mata bor

    dengan gigi yang panjang, sedang untuk membor formasi yang keras dengan gigi

    pendek dan tumpul. Kerucut pemotong pada jenis bit ini tidak menjadi satu

    dengan badan mata bor melainkan duduk pada bantalan peluncur bearing, yang

    terdapat pada poros yang bersatu dengan mata bor berputar. Pengaruh kerucut

    pemotong pada proses pemecahan batuan dimana ketiga sumbu garis kerucut

    pemotong itu saling berpotongan di titik tengah, tetapi bergeser ke kanan searah

    putaran mata bor. Keadaan ini disebut bentuk off set dan untuk non off set. Profil

    ini digunakan untuk membor batuan lunak sehingga diperoleh aksi pemboran dan

    pengikisan (scrapping) yang maksimum.

    Untuk lapisan sedang bentuk off set tersebut akan semakin kecil. Dan

    untuk lapisan keras bentuk off set sudah tidak ada lagi (ketiga perpanjangan garis

    sumbu berpotongan di titik tengah sumbu perputaran). Ini menyebabkan

    perubahan pola pemecahan batuan dari aksi pengorekan dan pengikisan yang

    berubah menjadi aksi penghancuran. Bantalan peluncur berfungsi untuk

    mendapatkan gerakan yang efektif dari kerucut pemotongnya. Ada dua macam

    bantalan peluncur, yaitu yang menggelinding (roller bearing) dan gesek

    (journal/friction bearing). Bantalan luncur yang menggelinding terbagi atas dua

    bentuk yaitu bentuk bola (ball bearing) dan bentuk silinder (cylinder bearing).

    Mata bor dengan bantalan lumpur tipe gesek umumnya dapat digunakan lebih

    lama karena dapat dipertebal dengan tungsten carbide agar tidak mudah rusak

    sehingga dapat menerima beban yang lebih besar.

    Pada bit jenis ini terdapat lubang keluarnya fluida pemboran yang disebut

    water course atau nozzle. Dalam pembuatannya, nozzle dapat menghasilkan

    dua macam semburan yaitu semburan biasa (conventional) dan semburan dengan

    aksi penyemprotan (jet nozzle). Semburan aliran biasa diarahkan ke kerucut

    pemotongnya untuk mencegah terjadinya bit bailing up, sedangkan aliran jet

    nozzle diarahkan langsung pada formasi. Hal ini bertujuan agar aksi penyemburan

    jet itu dapat memberikan efek tumbukan (hydraulic impact) terhadap formasi.

  • 204

    Dengan demikian diharapkan laju pemboran yang diperoleh lebih baik lagi.

    Ukuran nozzle dapat diganti ganti untuk mendapatkan efek tumbukan yang

    berbeda beda sesuai dengan yang direncanakan.

    Gambar 4.15.

    Roller Cone Bit (Adams, N. J., 1985)

    3. Diamont Bit

    Diamond bit merupakan pahat dengan menggunakan intan sebagai ujung

    pahatnya. Alasan digunakan intan karena :

    - Intan merupakan suatu mineral yang memiliki yang keras dan mempunyai

    tingkat compressive strength yang tinggi.

    - Kekerasan sekitar empat atau lima kali lebih keras dari tungsten carbide.

    Keuntungan keuntungan yang dimiliki diamond bit dibandingkan dengan roller

    cuter bit adalah :

    - Tahan lama berada dalam lubang (rotating time berkisar antara 200 300 jam.

    - Bila pelaksanaannya baik, maka kecepatan pemboran dapat lebih besar.

    - Footage tiap trip lebih besar dan round trip sedikit, sehingga persatuan

    kedalaman lebih murah.

  • 205

    - Pemakaian drill collar lebih sedikit, karena beban pada pahat yang diperlukan

    kecil, sehingga pressure drop pada drill collar menjadi lebih kecil dan

    mengurangi waktu trip.

    Gambar 4.16. Diamond Bit

    (Adams, N. J., 1985)

    Diamond bit dipakai apabila pemakaian roller cuter tidak ekonomis lagi,

    namun pada kenyataannya dilapangan pemakaian bit jenis ini jarang dilakukan

    karena mahal dan digunakan untuk kondisi tertentu saja.

    4.2.3.2. Penentuan Jenis Pahat Untuk sumur eksplorasi dalam penentuan jenis bit yang digunakan perlu

    dibicarakan dengan geologist tentang kondisi lapisna batuan yang akan ditembus

    oleh pahat (bit). Data dat ayang diperlukan adalah kemungkinan adanya lapisan

    batuan yang bersifat abrassive dan lapisan batuan yang lemah terhadap tekanan

    hidrostatis lumpur sehingga dapat menyebabkan hilang lumpur jika dibor.

  • 206

    Dalam penentuan pahat untuk sumur eksplorasi yang mana tidak terdapat

    adanya drill record, maka dapat digunakan data seismic serta umur batuan yang

    dijadikan dasar dalam penentuan pemilihan pahat.

    a. Data seismic.

    Terutama digunakan sebagai dasar pemilihan bit untuk sumur eksplorasi (wild

    cat). Keberhasilan dari pemilihan pahat akan sangat tergantung dari interpretasi

    dari data seismic.

    b. Umur batuan.

    Pada umumnya makin tua umur batuan, maka batuan akan semakin keras. Missal

    shale atau pasir yang diendapkan pada periode iocene akan lebih lunak

    dibandingkan dengan shale atau pasir yang diendapkan pada periode Eocene.

    Pada pemboran pengembangan, dalam menentukan jenis bit adalah dengan

    mempelajari well file dari sumur terdekat. Adapun well file tersebut berupa off set

    well bit record atau off set well log records.

    a. Off Set Well Bit Record

    Pemilihan bit didasarkan pada pengalaman dari sumur sumur yang telah ada.

    Cara ini lebih mudah dan memberikan hasil yang lebih baik, mengingat

    tersedianya data data yang lebih lengkap dan kesalahan pemilihan bit dari sumur

    sumur yang telah ada dapat dikoreksi.

    b. Off Set Well Log Record

    Dari hasil tes logging didapatkan informasi lithologi, sehingga dapat digunakan

    sebagai dasar pemilihan bit. Dari data off set well log ini dapat diketahui tentang

    kekuatan atau kekerasan batuan yang akan dibor nantinya.

    4.2.3.3. Penentuan WOB Dan RPM Laju pemboran merupakan factor penting didalam operasi pemboran,

    karena hal ini berhubungan langsung dengan rig time maupun drilling cost. Usaha

    yang dilakukan agar laju pemboran yang diperoleh sesuai dengan factor yang

    dikehendaki adalah memperhitungan factor factor yang dapat dikontrol.

    Speer mengemukakan dalam metode Speer, bahwa laju pemboran yang

    optimum sangat tergantung dan dipengaruhi oleh kombinasi dari WOB RPM

  • 207

    dan hidrolikanya. Untuk itu dalam suatu operasi pemboran ada tiga masalah yang

    harus dipecahkan, yaitu :

    - Penentuan WOB optimum dan RPM yang tepat untuk peralatan yang

    digunakan.

    - Mengkombinasikan ketiga faktor di atas dengan biaya yang minimum.

    - Mengkombinasikan WOB dan RPM optimum untuk peralatan penunjang yang

    ada.

    Selanjutnya Speer mengadakan percobaan laboratoriumuntuk menentukan

    hubungan ketiga faktor di atas, dan dari hasil percobaan didapat korelasi seperti

    terlihat pada gambar 4.17., yaitu :

    a. Rate of penetration dengan WOB

    b. Rate of penetration dengan hydraulic horse power.

    c. Rate of penetration dengan WOB optimum.

    d. RPM optimum dengan WOB.

    A. Penentuan WOB Optimum

    PenentuanWOB untuk setiap formasi agar didapatkan ekonomi limit

    adalah suatu problema yang sangat mendasar dalam suatu operasi pemboran.

    Penentuan WOB optimum menurut Speer di sini didasarkan pada data bit record.

    Dari data bit record, didapatkan besarnya WOB yang bervariasi untuk setiap

    trayek pemboran. Dengan dukungan horse power pompa serta RPM (dari bit

    record) maka kita dapat menentukan besarnya WOB optimum.

    B. Penentuan RPM Optimum

    Seperti halnya penentuan WOB optimum, maka dalam penentuan RPM

    optimum diperlukan juga data bit record. Dari data tersebut kita dapat menentukan

    RPM optimum seperti pada penentuan WOB optimum.

    C. Penentuan Kombinasi WOB Dan RPM Optimum

    Dengan menggunakan grafik Speer, dimana drillbility indeks dari formasi

    langsung dihubungkan dengan kondisi lapangan setempat dan dengan data

    rekaman bit untuk kondisi lapangan sebelumnya, dapat ditentukan besarnya WOB

    RPM optimum dan penentuan ini tidak lepas dari besarnya BHP yang ada.

  • 208

    Gambar 4.17. Chart Penentuan WOB RPM Optimum Speer

    (Gatlin, C., 1960)

  • 209

    4.2.4. Perencanaan Sistem Lumpur

    4.2.4.1. Fungsi Lumpur

    Pemilihan sistem lumpur berkenaan dengan sifat sifat lumpur yang

    cocok dengan penanggulangan problem yang ditemui dalam pemboran. Dalam hal

    ini lumpur yang diharapkan dapat memenuhi fungsi fungsi sebagai berikut :

    a. Pembersihan lubang yang optimum

    Pada bagian pertambahan sudut, cutting sampai ke dasar lubang bor

    dengan jarak jatuh yang pendek. Oleh karena itu pembersihan lubang memerlukan

    perencanaan hidrolika dan system lumpur yang cocok. lumpur dengan viscositas

    dan gel strength rendah baik untuk pengangkatan cutting berukuran kecil.

    Sedangkan lumpur dengan viscositas dan gel strength besar cocok untuk

    pengangkatan cutting ukuran besar.

    b. Membentuk mud cake yang tipis dan licin

    Hal ini perlu untuk menghindari gesekan yang berlebihan dan terjepitnya

    rangkaian peralatan. Sistem lumpur yang dipilih harus mempunyai sifat fluid loss

    kecil dan karakteristik mud cake yang baik dengan harga koefisien friksi relative

    kecil.

    c. Menahan cutting saat sirkulasi berhenti

    Sifat gel strength lumpur yang dipilih harus memadai dalam menahan

    cutting. Pengendapan cutting memperbesar gesekan, mempersulit kerja mekanis

    bit serta dapat menyebabkan terjepitnya pipa.

    d. Mendinginkan dan melumasi bit serta rangkaian pipa

    Bit dan rangkaian peralatan yang rebah pada dasar lubang akan menjadi

    panas karena efek gesekan dan putaran yang kontinyu. Sistem lumpur dengan

    panas jenis yang memadai diperlukan agar peralatan tidak menjadi rusak dan bit

    tahan lebih lama.

    e. Media logging

    Dalam pemboran horizontal digunakan MWD system yang dapat mencatat

    resistivity dan radioaktivitas formasi. Sensor MWD memerlukan media

    penghantar elektrolit untuk dapat mencatat data dengan baik. Water base mud dan

    emulsion mud dapat digunakan untuk tujuan ini.

  • 210

    f. Mengimbangi tekanan formasi

    Lumpur dengan densitas tertentu diperlukan untuk mengimbangi tekanan

    formasi. Dalam keadaan statis tekanan lumpur bor adalah sebesar :

    P = 0.052 x MW x D..(4-5)

    Sedangkan pada keadaan dinamis, tekanan kolom lumpur adalah tekanan

    statis ditambah tekanan pompa yang hilang di annulus, di atas kedalaman tersebut.

    4.2.4.2. Sifat Lumpur Pemboran

    Komposisi dan sifat sifat lumpur bor sangat berpengaruh terhadap

    operasi pemboran, perencanaan casing, drilling rate dan completion. Misalnya

    pada daerah batuan lunak, pengontrolan sifat sifat lumpur sangat diperlukan

    tetapi di daerah batuan batuan keras sifat sifat ini tidak terlalu kritis, sehingga

    air biasapun kadang kadang dapat digunakan. Dengan ini dapat dikatakan bahwa

    sifat sifat geologi suatu daerah menentukan pula jenis jenis lumpur yang akan

    digunakan. Adapun sifat sifat lumpur pemboran tersebut adalah :

    1. Densitas

    Adalah berat suatu zat (lumpur) dalam suatu volume tertentu. Densitas

    biasanya ditulis dengan symbol r, dimensinya adalah : kg/dm, gr/cc, lb/cuft dan

    lb/gal.

    Untuk menentukan tekanan hidrostatis, density lumpur harus diketahui

    terlebih dahulu. Jadi tekanan hidrostatis didasar lubang bor merupakan fungsi dari

    density lumpur itu sendiri. Hal ini dapat ditulis dalam persamaan :

    Pm = 0.052 dm D...(4-6)

    Dimana :

    Pm = tekanan hidrostatis lumpur, ksc

    dm = density lumpur, gr/cc

    D = kedalaman lubangbor, meter

    Berdasarkan rumus, density lumpur yang besar akan memberikan tekanan

    hidrostatis yang besar pula dan sebaliknya.

    2. Viscositas

    Viscositas adalah tahanan fluida terhadap aliran atau gerakan yang penting

    untuk laminar flow. Istilah thick mud digunakan untuk lumpur dengan viscositas

  • 211

    tinggi (kental), sedangkan sebaliknya adalah thin mud (encer). Viscositas lumpur

    diukur dengan :

    3. Marsh Funnel

    4. Stormer Viscometer

    5. Fann VG Viscometer (multi speed rotational)

    Dalam pemboran viscositas lumpur dapat naik dan dapat turun karena dua hal,

    yaitu:

    a. Flokulasi

    Pada flukolasi gaya tarik menarik antara partikel partikel clay terlalu

    besar dan akan mengumpul atau menggumpal pada clay-nya. Dengan terjebaknya

    air bebas oleh partikel partikel clay sehingga system kekurangan air bebas,

    akibatnya viscositas akan naik. Penggumpalan tadi dikarenakan oleh kenaikan

    jumlah partikel partikel padat (jarak antar plat plat lebih kecil) atau karena

    kontaminasi (anhydrite, gypsum, semen, garam yang menetralisir gaya tolak

    menolak antara muatan muatan negative dipermukaan clay). Jika terjadi

    kontaminasi ion Ca digunakan soda abu (NaCO) untuk treating, sedangkan pada

    kontaminasi karena garam (NaCl) digunakan pengenceran dengan menambah

    dispersant setelah terlebih dahulu menaikkan pH Lumpur dengan Caustic.

    b. Terlalu banyak padatan

    Untuk pencegahannya hanyalah dengan cara pengenceran yang efektif

    atau dengan kata lain penurunan viscositas.

    3. Gel Strength

    Adalah pembentukan padatan karena gaya tarik menarik plat plat clay

    apabila didiamkan. Sifat ini bukan sifat dalam aliran tetapi sifat dalam keadaan

    statis, dimana clay dapat mengatur diri. Jadi dengan bertambahnya waktu diam

    (yang terbatas) akan bertambah besar pula gel strength-nya.

    Gel strength sebenarnya merupakan tenaga tambahan dimana lumpur akan

    bergerak. Gel strength harus sekecil mungkin karena jika terlalu besar semakin

    sedikit kemungkinan sebelum llumpur bergerak sudah terjadi break down pada

    formasi terlebih dahulu dan selanjutnya lumpur masuk ke dalam formasi tersebut.

  • 212

    Gel strength ini sebenarnya sangat tergantung pada viscositas lumpur, bila

    viscositas lumpur makin besar maka gel strength juga makin besar.

    4. Water Loss

    Adalah kehilangan sebagian cairan lumpur dan masuk ke dalam formasi,

    terutama formasi yang permeable. Hilangnya sebagian lumpur pemboran

    disebabkan karena pengaruh tekanan hidrostatis. Banyak sedikitnya air tapisan

    (waterloss) dapat berpengaruh positive dan dapat pula berpengaruh negative.

    Makin banyak air tapisan yang masuk ke dalam formasi, sehingga mempengaruhi

    pengangkatan cutting ke permukaan, disamping itu pada waktu pencabutan pahat,

    maka pahat dapat mengikis mud cake tersebut sehingga lubang bor bersih dari

    mud cake.

    Akibat lain dengan adanya air tapisan yang besar yaitu terjadinya

    keguguran dinding lubang bor. Karena formasi yang dimasuki air tersebut menjadi

    rapuh dan lepas dari ikatannya. Akibat berikutnya dengan adanya keguguran

    dinding lubang bor adalah terjadinya jepitan baik terhadap pahat maupun

    rangkaian pipa bor.

    5. Kadar Minyak

    Adalah banyaknya minyak yang terkandung dalam lumpur emulsi dimana

    air sebagai bahan dasarnya. Lumpur emulsi yang baik adalah lumpur dengan

    kadar minyak lebih kurang sebesar 15%. Kadar minyak dalam lumpur emulsi

    mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap laju pemboran. Hal ini trutama

    karena minyak akan memberikan pelumasan sehingga pahat lebih awet,

    mengurangi pembesaran lubang bor dan mengurangi penggesekan pipa bor

    dengan formasi serta mengurangi kemungkinan terjadinya jepitan terhadap pahat.

    6. Kadar Pasir

    Adalah banyaknya pasir yang terdapat didalam lumpur pemboran. Lumpur

    selalu mengandung pasir, sedangkan pasir selalu berpengaruh negative dalam

    pemboran. Kadar pasir dalam lumpur pemboran mengakibatkan makin besarnya

    density lumpur, karena pasir termasuk material pemberat. Kerugian lain pasir

    dalam lumpur yaitu mempercepat rusaknya perlengkapan pemboranseperti pompa

    dan alat lainnya.

  • 213

    4.2.4.3. Komposisi Lumpur Pemboran

    Secara umum lumpur pemboran mempunyai empat komponen fasa, yaitu :

    1. Komponen Cair

    Ini dapat berupa minyak atau air, air dapat pula dibagi menjadi dua, yaitu

    air tawar dan air asin, 75% lumpur pemboran menggunakan air , sedang pada air

    asin dibagi menjadi air asin jenuh dan tak jenuh. Istilah oil base mud digunakan

    bila minyaknya lebih besar dari 95% invert emultion mud mempunyai komposisi

    minyak 50% sampai 70% (sebagai fas kontinue) dan air 30% sampai 50%

    (sebagai fasa diskontinue).

    2. Reaktif Solid

    Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal.

    Dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite menghisap air tawar membentuk

    lumpur. Istilah yield digunakan untuk menyatakan jumlah barrel lumpur yang

    dapat dihasilkan dari satu ton clay agar viscositas lumpur yang terjadi sebesar 15

    cp, untuk jenis bentonite yield-nya kira kira 100 bbl/ton. Dalam hal ini bentonite

    menghisap air tawar pada permukaan partikel partikelnya, sehingga kenaikkan

    volumenya sampai 10 kali lebih, yang disebut swelling atau hidrasi. Untuk salt

    water clay (antalpulgite) swelling akan terjadi baik di air tawar atau di air asin dan

    karenanya digunakan untuk pemboran dengan salt water mud. Baik bentonite

    ataupun antalpugite akan memberikan kenaikan viscositas pada lumpur. Untuk oil

    base mud, viscositas dinaikan dengan menaikan kadar air dan penggunaan aspalt.

    3. Inert Solid

    Dapat berupa barite (BaSo4) yang digunakan untuk menaikan density

    lumpur ataupun bijih besi. Inert solid dapat pula berasal dari formasi formasi

    yang dibor dan terbawa oleh lumpur seperti ; chertr, pasir dan clay clay non

    swelling. Padatan padatan seperti ini bukan disengaja untuk menaikkan density

    lumpur tetapi tercampur pada saat melakukan pemboran dan perlu untuk

    dipisahkan secepatnya (karena dapat menyebabkan abrasi pada peralatan

    pemboran dan kerusakan pompa).

  • 214

    4. Additive

    Additive merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk mengontrol

    sifat sifat lumpur, misalnya dalam dispersion (menyebarkan partikel partikel)

    clay. Efeknya terutama tertuju pada konsoloida clay yang bersangkutan. Banyak

    sekali zat kimia yang digunakan untuk menurunkan viscositas, mengurangi water

    loss, mengontrol fasa koloid (disebut surface active agent). Zat zat kimia yang

    men-dispersant (dengan ini disebut thiner karena menurunkan viscositas)

    misalnya :

    1. Phospate

    2. Sodium tannate (kombinasi caustic soda dan tanium)

    3. Lignosulfonates (bermacam macam kayu plup)

    4. lignites

    5. Surfactant

    Sedangkan zat zat kimia untuk menurunkan viscositas misalnya CMC

    dan Starch. Zat zat kimia yang bereaksi dan mempengaruhi lingkungan sistem

    lumpur tersebut, misalnya dengan menetralisir muatan muatan listrik clay, yang

    menyebabkan dispersen dan lain lain.

    4.2.4.4. Jenis Jenis Lumpur Pemboran

    Penentuan jenis lumpur bor dalam suatu pemboran harus disesuaikan

    dengan kebutuhan tergantung dari keadaan formasinya. Jenis lumpur yang tidak

    sesuai akan menyebabkan problem pemboran. Di bawah ini akan diberikan

    beberapa jenis lumpur pemboran berdasarkan fasa fluidanya, yaitu :

    1. Fresh Water Mud

    Lumpur jenis ini dibagi menjadi :

    a. Spud mud

    Adalah lumpur yang digunakan untuk membor formasi bagian atas (casing

    conductor). Fungsi utamanya mengangkat cutting dan membuka lubang di

    permukaan.

  • 215

    b. Natural mud

    Adalah lumpur yang dibuat dari pecahan pecahan cutting dalam fasa

    cair. Lumpur ini umumnya digunakan untuk pemboran cepat seperti pemboran

    pada surface casing.

    c. Bentonite treated mud

    Adalah lumpur yang dibuat dari campuran bentonite, clay dan air. Lumpur

    ini banya digunakan dalam pemboran untuk menembus formasi yang bertekanan

    tinggi.

    2. Salt Water Mud

    Jenis lumpur ini dibagi menjadi :

    a. Unsaturated salt water mud

    Adalah lumpur pemboran yang dibuat dalam fasa cair garam, lumpur ini

    sering dibuat dalam fasa air laut.

    b. Saturated salt water mud

    Adalah lumpur yang dibuat dengan bahan dasar air tawar ditambah dengan

    Natrium Chlorida (NaCl).

    c. Sodium silicate mud

    Adalah lumpur yang fasa cairnya mengandung sekitar 55% volume larutan

    natrium silicate dan 55% volume larutan garam jenuh. Lumpur ini digunakan

    untuk pemboran pada saat menemui lapisan salt.

    3. Oil In Water Emulsion Mud

    Adalah lumpur dasar yang ditambah minyak mentah atau minyak solar

    kira kira 15%. Lumpur ini banyak digunakan pada waktu sekarang, terutama

    pada pemboran berarah (directional drilling). Jenis lumpur ini dapat dibagi

    menjadi :

    a. Fresh water oil in water emulsion mud

    Adalah lumpur yang mengandung NaCl dimana bahan dasarnya adalah

    lumpur dasar ditambah dengan minyak sebanyak 5 sampai 2 5% volume. lumpur

    ini sering digunakan karena mudah pengontrolannya.

  • 216

    b. Salt water oil in water emulsion mud

    Adalah lumpur yang mengandung NaCl dimana bahan dasarnya adalah air

    yang ditambah garam. lumpur ini mempunyai pH di bawah 9 dan cocok

    digunakan untuk membor lapisan garam.

    4. Oil Base dan Oil Base Emulsion Mud

    Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa continuenya, komposisinya

    diatur agar kadar air rendah (3% - 5%) volume, tidak sensitive terhadap

    konotaminan, berguna untuk well completion, work over maupun melepaskan

    pipa terjepit. Karena filtratnya minyak, lumpur tidak reaktif terhadap shale atau

    clay. Kerugian dari lumpur ini adalah pengontrolan dan penjagaan terhadap

    bahaya api.

    5. Fluida Aerasi

    Fluida aerasi yang digunakan pada operasi pemboran termasuk udara, gas

    alam, mist, foam atau lumpur aerasi. Fluida ini diterapkan untuk meningkatkan

    laju penembusan karena pengurangan tekanan hidrostatik. Problem hilang Lumpur

    dapat diminimasi ketika menggunakan fluida aerasi.

    4.2.4.5.Perhitungan Dan Desain Lumpur Pemboran

    A. Perhitungan Desain Lumpur Pemboran

    Yaitu untuk perubahan perubahan volume dan densitas lumpur karena

    penambahan zat padat atau cair.

    Asumsi asumsi yang digunakan :

    - Volume setiap material adalah additive

    V = V + V.(4-7)

    - Jumlah berat zat adalah additive

    M = M + M...(4-8)

    Dari persamaan ini didapatkan rumus rumus seperti terlihat di table 4-3.

    B. Perhitungan Viscositas Lumpur Pemboran

    Viscositas yang ditentukan adalah viscositas efektif, dimana secara praktis

    model yang digunakan untuk menggambarkan ada dua metode, yaitu :

  • 217

    - Model Bingham

    ( )YP DpDhv

    300PV e += ......(4-9)

    PV = 600 - 300 YP = 600x PV Dimana :

    e = viscositas efektif, cp PV = viscositas plastic, cp

    v = kecepatan rata rata, ft/min

    D = diameter lubang, in

    Dp = diameter pipa, in

    - Model Power Law

    ( ) ( )( )

    +

    =n

    nDpDhv

    vDpDhK

    3124.2200 (4-10)

    n = 3.32 log 300600

    K =

    511

    600 Dimana :

    n = indeks sifat aliran

    K = indeks konsistensi

  • 218

    Tabel 4-3 Perhitungan Densitas Lumpur Pemboran

    (Rabia, H., 1985)

    4.2.4.6. Hidrolika Lumpur Pemboran

  • 219

    4.2.4.6. Hidrolika Lumpur Pemboran

    4.2.4.6.1. Sifat Aliran

    1. Laminer

    Yaitu suatu aliran dimana gerak aliran partikel partikel fluidanya pada

    kecepatan yang agak lambat, teratur dan sejajar dengan arah aliran (dinding pipa).

    Pada aliran ini partikel partikel yang ada didekat dinding hampir tidak bergerak,

    sementara partikel partikel lain yang ada ditengah bergerak lebih cepat.

    2. Turbulen

    Yaitu suatu aliran dimana fluida bergerak dengan kecepatan yang lebih

    cepat. Partikel partikelnya bergerak pada garis garis yang tidak teratur serta

    geseran yang terjadi juga tidak teratur. Untuk menentukan aliran itu laminar atau

    turbulen, digunakan Raynold Number

    D V 928N Re = .....(4-11)

    dimana :

    = density fluida, ppg V = kecepatan aliran, fps

    D = diameter pipa, in

    = viscositas, cp Dari percobaan diketahui bahwa untuk NRe > 3000 adalah turbulen dan

    NRe < 2000 adalah laminar, dan untuk harga diantaranya memiliki pola aliran

    transisi.

    3. Plug Flow

    Yaitu aliran yang terjadi khusus untuk fluida plastic, dimana gerak geser

    terjadi didekat dinding pipa saja dan di tengahtengah aliran terdapat suatu aliran

    tanpa geseran seperti suatu sumbat.

    4.2.4.6.2. Jenis Fluida Pemboran

    Fluida pemboran dapat dibagi menjadi :

    1. Newtonian Fluida

    Adalah fluida dimana viscositasnya hanya dipengaruhi oleh tekanan dan

    temperatur, misalnya air, gas dan minyak yang encer. Dalam hal ini perbandingan

  • 220

    antara shear stress dan shear rate adalah konstan, dinamakan viscositas(). Secara matematis, ini dapat dinyatakan dengan:

    drdVr

    gcfr = ...(4-12)

    dimana :

    r = gaya shear per unit luas (shear stress)

    dVr/dr = shear rate

    gc = convertion konstan

    Tanda negative pada rumus di atas menunjukan bahwa dengan bertambahnya jari-

    jari, maka kecepatan menurun.

    2. Non Newtonian Fluida

    Adalah fluida yang perbandingannya antara shear stress dengan shear

    ratenya tidak konstan. Jenis fluida ini dibagi lagi menjadi:

    a. Bingham plastic

    Fluida pemboran dianggap sebagai bingham plastic, dalam hal ini sebelum

    terjadi aliran harus ada minimum shear stress yang melebihi suatu harga minimum

    yield point. Baru setelah yield point dilampaui, untuk penambahan shear stress

    lebih lanjut akan menghasilkan shear rate sebanding dengan plastic viscosity

    untuk bingham plastic, jadi:

    ( ) ( )drdVr

    gcpy = ..(4-13)

  • 221

    Gambar 4.18. Skema Dari Grafik Aliran Fluida Newtonian Bingham Plastic

    (Rubiandini, R., 1993)

    dimana :

    = shear stress, dyne/cm2 y = yield point, lb/100 ft2 dVr/dr = shear rate, sec-1

    gc = convertion constanta, 32ft/sec2

    Gambar 4.18. menunjukkan skema dari grafik aliran fluida Newtonian dan

    bingham plastic.

    b. Power law fluid

    Untuk pendekatan power law dilakukan dengan menganggap kurva

    hubungan shear stress terhadap shear rate pada kertas kertas log mengikuti garis

    lurus yang ditarik pada shear rate 300 rpm dan 600 rpm. Lihat gambar 4.19.

    Untuk ini power law dinyatakan sebagai : n

    drdVrK

    = (4-14)

  • 222

    Gambar 4.19.

    Kurva Shear Rate dan Shear Stress Pada Kertas Log Log (Rubiandini, R., 1993)

    c. Power law fluid dengan yield stress

    Untuk fluida jenis ini dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai

    berikut: n

    drdVrKy

    += .(4-15)

    4.2.4.6.3. Perhitungan Tenaga Pompa Lumpur

    Unit pompa dikenal ada dua jenis dilihat dari mekanisme pemindahan dan

    pendorongan lumpur pemboran, yaitu pompa centrifugal dan pompa torak. Yang

    sering dipakai dalam pemboran adalah tipe torak, karena mempunyai beberapa

    kelebihan dibandingkan dengan tipe centrifugal, misalnya dapat dilalui fluida

    pemboran yang berkadar solid tinggi dan abrasive. Pemeliharaan dan system

    kerjanya tidak terlalu rumit dan keuntungan dapat dipakainya lebih dari satu

    macam liner sehingga dapat mengatur rate dan tekanan pompa yang diinginkan.

  • 223

    Kemampuan pompa dibatasi oleh horse power maksimumnya, sehingga

    tekanan dan kecepatan alirnya dapat berubah ubah seperti yang ditunjukkan oleh

    persamaan :

    1714Q . PHP = .(4-16)

    dimana :

    HP = horse power yang diterima pompa dari mesin penggerak setelah dikalikan

    effisiensi mekanis dan safety, Hp.

    P = tekanan pompa, psi.

    Q = kecepatan alir, gpm

    Bila mempunyai Hp maksimum, tekanan pompa maksimum dapat dihitung bila

    kecepatan alir maksimum telah ditentukan dengan persamaan :

    Q = 0.00679 S N (2D2 d2) e...(4-17)

    dimana :

    S = panjang stroke, in

    N = Rpm

    D = diameter tangkai piston, in

    D = diameter liner, in

    e = effisiensi volumetric.

    4.2.4.6.4. Perhitungan HP Tekanan dan Rate Pompa

    Pompa yang dipakai dalam sirkulasi lumpur pemboran biasanya

    menggunakan pompa piston sehingga rate maksimum dengan suatu diameter liner

    tertentu. Harga sebesar ini tidak pernah tercapai karena faktorfaktor effisiensi

    volumetrik, mekanik dan lainlain, sehingga effisiensi totalnya hanya sekitar 70%

    saja.

    Besarnya HP merupakan pencerminan kekuatan suatu pompa, sehingga

    sebagai pegangan awal harga yang dipegang tetap konstan adalah HP ini. Begitu

    pula tekanan maksimum dari pompa mengalami penurunan sekitar 65%. Untuk

    memenuhi kebutuhan yang diperlukan, penambahan rate tekanan bisa dilakukan

    dengan penggantian liner yang terdapat pada piston tersebut, sehingga rate yang

    diinginkan dapat tercapai. Tetapi konsekuensinya bila liner diganti dengan yang

  • 224

    lebih besar untuk menambah rate maksimum, akan terjadi penurunan tekanan

    mmaksimum. Begitu pula sebaliknya, bila tekananmaksimum diperbesar, rate

    maksimum akan mengecil.

    4.2.4.6.5. Kecepatan Alir Annulus

    Cutting dapat digunakan untuk indikasi tekanan abnormal. Perbedaan

    tekanan sangat berperan dalam pendeteksian tekanan. Bila terjadi perbedaan

    tekanan yang besar, cutting akan tertahan di bawah bit dan akan terus digerus

    sampai ukurannya menjadi kecil dan dapat terangkat ke permukaan. Kejadian ini

    dikenal sebagai chip hold down effect.

    Bila perbedaan tekanan hanya kecil, maka cutting akan terangkat ke

    permukaan dari bawah bit sebelum mengalami penggerusan lagi. Hal ini dapat

    dilihat pada cutting yang berada di shale shaker. Cutting yang lebih besar

    menunjukkan bahwa perbedaan tekanan berkurang. Bila berat fluida pemboran

    konstan diasumsikan bahwa tekanan formasi konstan.

    Dalam proses rotary drilling lumpur baru masuk lewat dalam pipa dan

    keluar ke permukaan lewat annulus sampai mengangkat cutting, seperti terlihat

    pada gambar 4.20. Sehingga perhitungan kecepatan minimum yang diperlukan

    untuk mengangkat cutting ke permukaan (slip velocity) dilakukan di annulus.

    Kecepatan slip adalah kecepatan minimum dimana cutting dapat mulai terangkat

    atau dalam praktek merupakan pengurangan antara kecepatan lumpur dengan

    kecepatan dari cutting.

    Vs = Vf - Vp.....(4-18)

    Dimana :

    Vs = kecepatan slip, ft/Vp

    V1 = kecepatan Lumpur, ft/sec

    Vp = kecepatan partikel, ft/sec

    Dalam aliran turbulen, distribusi kecepatan fluida hampir sama sehingga

    bila kecepatan fluida melebihi slip padatan maka padatan akan terangkat secara

    terus menerus kepermukaan (lihat gambar 4.22). Dalam aliran laminar distribusi

    kecepatan dipengaruhi oleh properties dari fluida pemboran, sehingga

    kecepatanya cenderung tidak merata. Oleh karena itu dalam mengangkat cutting

  • 225

    sebagian fluida mengangkatnya dengan kecepatan yang tinggi dan sebagian

    lainnya mengangkat dengan kecepatan yang lebih rendah, selanjutnya pada

    tengah-tengah aliran perolehan padatan aliran perolehan padatan dapat lebih cepat

    karena kecepatan tertinggi berada di tengah-tengah aliran, sedangkan di dinding

    pipa beberapa padatan mungkin tidak pernah muncul ke permukaan oleh karena

    kecepatannya yang tidak mampu untuk mengangkatnya ke permukaan.

    Pentingnya distribusi kecepatan diakui oleh William dan Bruce, sedangkan

    mengenai besarnya pengaruh pada kapasitas pengangkatan ditekankan oleh

    Walker,1963. Dia berpendapat bahwa distribusi kecepatan sebagai fungsi dari

    sifat- sifat fluida pemboran. Umumnya peningkatan pada rasio yield point dengan

    viskositas plastik atau penurunan slope n, untuk fluida power law menghasilkan

    profile kecepatan yang merata, seperti yang terlihat pada gambar 4.20.

    Gambar 4.20. Pola Aliran dan Distribusi Aliran

    (Rabia, H., 1985)

    Profil kecepatan yang tidak rata dalam gambar 4.20. disebut sebagai aliran

    sumbat (plug flow). Dalam plug flow, tidak ada shearing pada lapisan-lapisan

    fluida. Selanjutnya karena lebar area meningkat, bagian kecepatan aliran yang

    rendah menurun dan aksi pembersihan fluida meningkat. Beberapa persamaan

    dapat dikembangkan untuk menentukan profil kecepatan baik dengan

    menggunakan asumsi aliran fluida Power- law maupun Bingham Plastik.

  • 226

    Sedangkan perkiraan bentuk profil kecepatan di dalam annulus tidak

    mungkin dihasilkan karena rotasi drillpipe yang merusak profil aliran, drillstring

    yang tidak konsentrik dalam lubang bor dan bentuk dari lubang bor yang tidak

    beraturan. Ini cukup diketahui bahwa peningkatan pada yield point atau pada

    penurunan factor n akan meratakan profil kecepatan dan memberikan bantuan

    dalam pembersihan sumur.

    Kapasitas pengangkatan fluida sebenarnya berhubungan langsung dengan

    kecepatan slip padatan (cutting) yang melewati fluida pemboran. Kecepatan slip

    padatan dapat diperkirakan dengan persamaan berikut :

    fD

    fpps C

    DV

    )(4.113

    = .......(4-19)

    dimana :

    v : Kecepatan slip partikel, fpm.

    D : Diameter partikel, in.

    p : Berat partikel, ppg. f : Berat fluida pemboran, ppg. CD : Koefisien drag, dimensionless.

    Diameter partikel atau padatan dapat diperkirakan dari contoh di lapangan,

    jika ukuran yang tepat diperlukan, diameter ekuivalen dapat ditentukan dengan

    sceen analysis. Densitas partikel/padatan biasanya konstan sebesar 21.0 ppg.

    Koefisien drag merupakan frictional drag antara fluida dengan partikel.

    Tidak ada metode yang dapat digunakan untuk menentukan frictional drag

    secara tepat. Gambar 4.21. menunjukkan kurva koefisien drag versus Reynold

    number, partikel untuk padatan limestone dan shale. Persamaan (4-20) digunakan

    untuk menghitung koefisien drag setelah kecepatan slip ditentukan lebih dahulu

    dengan eksperimen. Reynold number partikel ditentukan dengan persamaan :

    psf

    p

    DvR

    47.15= .....(4-20)

  • 227

    dimana:

    Rp : Reynold number, dimensionless.

    Dp : Diameter partikel, in.

    vs : kecepatan slip partikel, fpm.

    f : Berat fluida pemboran, ppg. Viskositas fluida pemboran, sp.

    Air dan glycerin yang dicampur air, digunakan sebagai fluida dasar untuk

    penentuan Gambar 4.21. Reynold number partikel di atas 2000, koefisien drag

    konstan sebesar 1.50. selanjutnya saat aliran di sekitar partikel adalah aliran

    turbulen maka koefisien drag 1.50 dapat digunakan dalam persamaan (4-19) dan

    kecepatan slip juga dapat dihitung secara langsung.

    Gambar 4.21. Koefisien Drag Sebagai Fungsi Dari Reynold Number Partikel

    (Moore. LP.,1974)

    Namun pada saat aliran fluida di sekitar partikel adalah aliran laminar,

    koefisien drag bervariasi dengan besarnya reynold number partikel. Untuk

    Reynold number partikel kurang dari atau sama dengan 1.0, koefisien drag

    ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

  • 228

    P

    D RC 40= ..(4-21)

    Subtitusi harga koefisien drag dengan persamaan (4-19) menghasilkan

    persamaan kecepatan slip sebagai berikut :

    )(4980 2 fPP

    S

    DV

    = ......(4-22)

    Persamaan (4-22) memiliki keterbatasan penggunaannya, karena dalam

    banyak kasus, Reynold number partikel akan lebih besar daari 1.0 pada saat aliran

    di sekitar partikel adalah aliran laminar. Gambaran perkiraan garis lurus yang

    paling baik adalah antara Reynold number paartikel 10 dan 100, sehingga

    persamaan koefisien drag dan kecepatan slip menjadi :

    5.022

    PD R

    C = ...(4-23)

    333.0333.0667.0)(175

    f

    fPPS

    DV

    = ...(4-24)

    Viskositas dalam persamaan (4-24) merupakan apparent viscosity yang

    ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

    ( )v

    DDKn

    nDDv Ph

    n

    Phs

    +

    =200

    3124.2 .(4-25)

    nK 511300= .(4-26)

    300

    600log32.32log32.3 =

    ++=YPPVYPPVn .(4-27)

    dimana :

    : Apparent viscosity, cp. v : Kecepatan aliran fluida pemboran, fpm. K : Indek konsistensi.

    n : Indek Power-law.

    Dh : Diameter sumur, in.

    DP : Diameter luar pipa, in.

  • 229

    PV : Viskositas plastik, cp.

    YP : Yield point, lb/ 100 sq. ft.

    600 : Dial pembacaan viscometer pada 600 rpm. 300 : Dial pembacaan viscometer pada 300 rpm. Laju aliran fluida pemboran minimum (Qmin dalam gpm) dapat diperoleh

    dari dua kali kecepatan slip bor (Vmin = 2vs), sehingga laju alir fluida pemboran

    minimum di annulus dihitung sebagai berikut :

    5.24

    )(minmin22

    Ph DDvQ = ......(4-28) Dari beberapa keterangan dan persamaan di atas, maka :

    1. Bila aliran fluida di sekitar partikel atau padatan merupakan aliran

    turbulen atau besarnya reynold number lebih dari 2000, maka kecepatan

    slip partikel ditentukan dengan menggunakan persamaan (4-19) dengan

    harga CD = 1.50.

    2. Bila aliran fluida di sekitar partikel merupakan aliran laminar atau besar

    Reynold number kurang dari 1.0, maka kecepatan slip partikel ditentukan

    dengan menggunakan persamaan (4-22) dengan harga CD = 40/ Rp.

    3. Bila aliran fluida di sekitar partikel merupakan aliran trnsisi atau besarnya

    Reynold number antara 10 - 100 maka kecepatan slip partikel ditentukan

    dengan menggunakan persamaan (4-24) dengan harga CD = 22/ (RP)0.5.

  • 230

    Gambar 4.22. Proses Aliran Lumpur Dalam Pipa Dan Annulus

    (Rubiandini, R., 1993)

    4.2.4.6.6. Metode Analisa Pengangkatan Cutting

    Ada beberapa metode analisa pengangkatan cutting di dalam lubang bor,

    di antaranya adalah :

    1. Rasio transport cutting.

    2. Konsentrasi cutting.

    3. Indeks pengendapan cutting (Particle Bed Index)

    Metodemetode tersebut menentukan keberhasilan pengangkatan cutting

    di dalam annulus menuju permukaan. Oleh karena itu untuk memberikan hasil

    yang baik, analisa pengangkatan cutting tersebut harus optimal.

    4.2.4.6.6.1. Rasio Transport Cutting

    Dari adanya slip velocity cutting, maka cutting memiliki kecepatan yang

    lebih lambat dari kecepatan lumpur di annulus dapat dihitung dengan persamaan:

    SfP VVV = .....(4-29)

  • 231

    Dengan mengetahui besarnya kecepatan aliran cutting di annulus, kita

    dapat menghitung rasio transport dengan menggunakan persamaan :

    f

    Pt V

    VF = ....(4-30)

    Bila disubtitusikan dengan persamaan sebelumnya, maka persamaan

    menjadi :

    f

    Sft V

    VVF

    = (4-31)

    dimana :

    VP : Kecepatan aliran cutting / serbuk bor, fps.

    Vf : Kecepatan aliran fluida pemboran, fps.

    VS : Kecepatan slip cutting / serbuk bor,fps.

    Ft : Transport ratio cutting / serbuk bor, (percent).

    Untuk rasio transport positif, maka cutting akan terangkat ke permukaan,

    sedangkan untuk slip velocity sama dengan nol, maka transport bernilai satu yang

    berarti cutting/serbuk bor memiliki kecepatan yang sama dengan kecepatan

    lumpur. Jika kecepatan slip meningkat maka transport ratio menurun.

    Rasio transport merupakan parameter yang paling baik untuk

    menggambarkan kapasitas pengangkatan cutting oleh fluida pemboran. Untuk

    meningkatkan transport ratio dapat dilakukan dengan mengurangi slip velocity

    cutting dengan meningkatkan kecepatan lumpur di annulus, sehingga

    kecenderungan pola atau tipe aliran menjadi turbulen.

    Rasio transport tidak menggambarkan kondisi pembersihan lubang (hole

    cleaning), namun dengan meningkatkan transport ratio akan menurunkan

    konsentrasi cutting/serbuk bor di annulus. Sedangkan konsentrasi cutting itu

    sendiri dipengaruhi oleh penetration rate. Transport ratio sebesar 100 % tidak

    akan menghasilkan konsentrasi cutting 0 % di annulus selama masih berlangsung

    penetration rate. Batas minimal untuk transport ratio adalah 90 %.

  • 232

    4.2.4.6.6.2. Konsentrasi cutting

    Dengan harga transport ratio, maka dapat dihitung konsentrasi cutting di

    annulus. Menurut pengalaman di lapangan konsentrasi cutting di annulus di atas

    5% akan menimbulkan permasalahan seperti torsi yang tinggi, penurunan

    penetration rate dan terjepitnya rangkaian pipa pemboran. Konsentrasi cutting di

    annulus dapat diperkirakan dengan persamaan sebagai berikut :

    %1007.14

    )( 2 =QFDROPC

    ta ...(4-32)

    dimana :

    Ca : Konsentrasi cutting, (persen).

    ROP : Penetration rate, fph.

    D : Diameter bit, in.

    Ft : Transport ratio, (persen).

    Q : Laju alir lumpur, gpm.

    Apabila harga konsentrasi cutting di atas 5 %, maka cara yang dapat

    dilakukan untuk menurunkannya adalah dengan meningkatkan laju alir lumpur

    atau meningkatkan transport rationya.

    4.2.4.6.6.3. Indeks Pengendapan Cutting

    Dalam operasi pemboran sumur berarah, analisa pengangkatan cutting

    harus mempertimbangkan adanya inkllinasi lintasan lubang terhadap arah

    gravitasi bumi yang menyebabkan timbulnya vector kecepatan cutting ke arah

    dinding lubang bor, sehingga cutting akan mengendap membentuk endapan.

    Menurut Ziedler (1988), hal ini dikarenakan pada sumur berarah dengan

    pola aliran lumpur laminar, adanya penyimpangan lintasan sudut lubang bor

    terhadap gravitasi bumi penyebab slip velocity, menyebabkan terjadinya arah

    kecepatan serbuk bor yang merupakan penguraian dari vektor slip velocity cutting

    (Vsa) yang searah dengan lintasan sumur Vsr yang tegak lurus terhadap lintasan

    lubang bor, sehingga didapat persamaan :

    Vsa = Vs cos .(4-33) Vsr = Vs sin ..(4-34)

  • 233

    dimana :

    Vsa : Slip velocity searah lintasan sumur, fps.

    Vsr : Slip velocity radial, fps.

    Vs : Slip velocity searah grafitasi bumi, fps.

    : Sudut inklinasi lintasan sumur. Dengan adanya Vsr maka cutting akan mengendap dalam waktu Ts, yang

    dapat ditentukan dengan persamaan :

    sr

    PhS V

    DDT )(12/1 = ......(4-35)

    dimana :

    T : Waktu yang dibutuhkan cutting untuk mengendap, detik.

    Dh : Diameter lubang BOR, IN.

    DP : Diameter pipa, in.

    Gambar 4.23.

    Settling Velocity Partikel (PE, Drilling Eng., 1986)

    Seberapa jauh jarak yang ditempuh sebelum cutting mengendap dapat

    ditentukan dengan persamaan :

    LC = (VS - VSa) TS...(4-36)

  • 234

    dimana :

    LC : Jarak yang ditempuh cutting, ft.

    VS : Kecepatan lumpur di annulus, fps.

    Vsa : Slip velocity searah lintasan sumur, fps.

    TS : Waktu yang dibutuhkan cutting untuk mengendap, detik.

    Sedangkan untuk menentukan waktu yang diperlukan cutting mencapai

    permukaan adalah :

    )(

    ''

    sas

    CS VV

    LT = .(4-37)

    dimana :

    Lc : Jarak yang ditempuh cutting untuk sampai ke permukaan, ft.

    TS : waktu yang dibutuhkan untuk melewati lintasan, detik.

    Dengan kata lain apabila LC lebih pendek dari kedalaman lintasan sumur

    pada inklinasi tersebut maka cutting telah mengendap sebelum sampai

    kepermukaan.

    Ziedler (1988), merumuskan perbandingan waktu antara pengendapan dan

    waktu tempuh sampai permukaan tersebut sebagai indeks pengendapan serbuk bor

    (Particle Bed Index), dengan persamaan sebagai berikut :

    Aliran Laminer :

    src

    sasPh

    VLVVDDPBI )()(12/1 = .......(4-38a)

    Aliran Turbulen :

    s

    a

    VV

    PBI = 17 ....................................................................................(4-38b)

    dimana :

    PBI : Particle Bed Index (indeks pengendapan cutting ( serbuk bor)

    Vsr : Slip velocity radial, fps.

    Va : kecepatan aliran fluida pemboran, fps.

    Setelah harga PBI ditentukan, maka dipakai acuan sebagai berikut :

    PBI > 1, tidak terjadi pengendapan cutting (serbuk bor). PBI = 1, Cutting ( serbuk bor) dalam kondisi hampir mengendap.

  • 235

    PBI < 1, Cutting atau serbuk bor mengalami pengendapan. Cutting atau serbuk bor yang mengendap inilah yang menyebabkan

    terjadinya torsi yang tinggi. Untuk mengurangi endapan cutting atau serbuk bor,

    salah satunya adalah dengan cara mengubah pola aliran fluida pemboran menjadi

    turbulen dengan maksud untuk mengacaukan arah daripada Vsr.

    Selama pola aliran sumur masih laminar, endapan pada dinding bagian

    bawah akan terus bertambah tebal. Endapan ini akan menyebabkan luas annulus

    menyempit, sehingga kecepatan lumpur akan semakin tinggi hingga suatu saat

    kecepatan tersebut akan melampaui kecepatan kritisnya dan menghasilkan pola

    aliran turbulen.

    Pada kondisi tersebut arah Vsr akan dikacaukan dan gaya gesek lumpur

    terhadap permukaan endapan cukup kuat untuk melontarkan serbuk bor yang

    berada pada permukaan endapan, selanjutnya endapan berada dalam suatu

    kesetimbangan dan tidak akan bertambah tebal lagi.

    4.2.4.6.7. Kehilangan Tekanan Pada Sistem Sirkulasi

    Dalam setiap aliran suatu fluida maka kehilangan tekanan akan selalu

    terjadi, walaupun sangat halus pipa yang dipakai. Begitu pula pada proses

    sirkulasi lumpur pemboran pada seluruh system aliran, seperti yang terlihat pada

    gambar 4.22. Untuk menentukannya dapat digunakan Reynold Number.

    Untuk menentukan secara pasti jenis aliran tersebut digunakan kecepatan

    kritik, yaitu kecepatan dimana di bawahnya merupakan aliran laminar dan di

    atasnya merupakan aliran turbulen. Dengan membandingkan kecepatan ratarata

    aliran fluida pemboran, dimana bila :

    V > Vc adalah turbulen.

    V < Vc adalah laminar

    dimana :

    V = kecepatan rata rata.

    Vc = kecepatan kritik

  • 236

    Kecepatan rata rata umumnya dihitung dengan persamaan :

    Untuk aliran di annulus

    )(

    )/(6.1722 DiDo

    menitbblQV = ......(4-39)

    Untuk aliran didalam pipa diambil Di : D dan D : Do

    2D 2.448(gpm) qV = ...(4-40)

    dimana :

    V = kecepatan rata rata, fbs

    Q = rate pompa, gpm

    D = diameter dalam pipa, in

    Di = diameter luar, in

    Do = diameter lubang bor, in

    Sedangkan kecepatan kritik dihitung dengan persamaan :

    D y D 12.34 1.078p 1.078Vc

    22 ++= ......(4-41)

    Kecepatan kritik dalam aliran annulus

    Di)(DoyDi)(Do 9.259 1.078p 1.078Vc

    22

    ++= ..(4-42)

    dimana :

    Vc = kecepatan kritik, fps.

    p = plastic viscosity, cp D = diameter dalam pipa, in

    y = yield strength, lb/100 ft2 = densitas Lumpur, in Do = diameter lubang bor, in

    Di = diameter luar pipa, in

    Dalam perhitungan umumnya pressure loss dihitung untuk :

    a. Friksi pada surface connection

    Kehilangan tekanan pada surface connection yaitu pada flow line, stand

    pipe, swivel dan Kelly dihitung berdasarkan equivalensi. Kombinasi alat alat ini

  • 237

    dibagi menjadi empat kelas, dan masing masing diberi equivalensi terhadap

    panjang drill pipe.

    b. Friksi pada drill pipe dan drill collar

    Untuk menghitungnya digunakan persamaan sebagai berikut :

    Untuk aliran Laminar :

    D225Ly

    D 1500V L fP 2 += ......(4-43)

    Untuk aliran turbulen :

    D 25.80 V L fP

    2

    = ....(4-44) dimana :

    P = panjang loss, psi

    L = panjang pipa, fps

    V = kecepatan rata rata pada pipa, fps

    y = yield point, lb/100 ft2 D = diameter dalam pipa, in

    = densitas lumpur, ppg f = Fanning friction chart

    c. Pressure loss pada bit

    Untuik suatu aliran ideal (friction loss) dari suatu fluida incompressible

    melalui suatu nozzle atau orifice, didapat dari suatu persamaan Bernoulli:

    ( ) 222211 PVVgc 2P =+ ..(4-45) dimana :

    P1 = tekanan pada pipa, psi

    = density lumpur, ppg gc = conversion constanta, 32.2 ft/sec2

    V1 = kecepatan pada pipa, fps

    V2 = kecepatan pada bit, fps

    P2 = tekanan pada bit, psi

    d. Pressure loss pada annulus drill collar dan annulus drill pipe

  • 238

    Untuk aliran laminar

    Di)(Do 200Ly

    Di)(Do 1000V L pP 2 += ....(4-46)

    Untuk aliran turbulen :

    2

    2

    Di)(Do 25.80V L fP = ......(4-47)

    dimana :

    P = pressure loss pada annulus, psi

    L = panjang pipa, ft

    V = kecepatan rata rata di annulus, fps

    = density lumpur, ppg Do = diameter lubang bor, in

    Di = diameter luar pipa, in

    p = plastic viscosity, cp y = yield point, lb/100 ft2 f = fanning friction chart.

    4.2.5. Perencanaan Casing

    Setelah lubang dibuat hingga kedalaman tertentu, casing diturunkan ke

    dalam lubang bor dan kemudian disemen. Casing adalah suatu pipa baja yang

    diturunkan sepotong demi sepotong ke dalam lubang. Antara sepotong casing satu

    dengan yang lainnya disambung dengan sistem ulir. Secara umum casing

    berfungsi untuk menghindari kesulitankesulitan yang timbul pada pemboran

    selanjutnya. Penamaan dari casing berdasarkan fungsi dari casing tersebut.

    4.2.5.1. Fungsi Casing

    Beberapa fungsi utama dari casing antara lain adalah sebagai berikut :

    - Mencegah keguguran dinding sumur.

    - Mencegah kontaminasi air tanah oleh lumpur pemboran.

    - Menutup zone bertekanan abnormal dengan zone lost.

    - Membuat diameter sumur tetap.

  • 239

    - Mencegah hubungan langsung antar formasi.

    - Tempat dudukan BOP, peralatan produksi

    4.2.5.2. Sifat Sifat Casing

    Seperti halnya drill pipe maupun drill collar, casing juga mempunyai

    spesifikasi yang menyatakan ciri dari suatu casing, adapun spesifikasi tersebut

    meliputi grade, panjang, diameter, berat nominal dan tipe sambungan.

    a. Grade

    Casing dibagi menjadi beberapa grade sesuai dengan grade baja pada

    casing. Tiap grade memiliki komposisi yang berbeda beda, sehingga strength

    yang dimilikinya juga berbeda beda.

    Sifat sifat fisik casing seperti minimum yield strength dan ketahanan

    casing terhadap korosi yang disebabkan oleh gas gas korosif ditentukan oleh

    komposisi bahan casing.

    Pembagian grade casing yang diberikan oleh API adalah F-25, H-40, J-55,

    N-80, P-110. Sedangkan pada grade casing di luar grade yang diakui API adalah

    K-55, C-55, dan V-150. Semakin tinggi grade casing, yield strength tersebut

    ditentukan oleh komposisi bahan casing. Dengan demikian semakin tinggi grade

    casing semakin besar pula kemampuan untuk menahan gaya gaya yang bekerja

    pada casing (burst dan collaps pressure).

    Pada umumnya semakin rendah grade casing semakin tahan casing

    terhadap kerapuhan hydrogen sulfide (H2S). Hal ini perlu dipertimbangkan

    terutama dalam merencanakan casing untuk sumursumur gas. Dalam

    merencanakan casing yang akan dipasang pada sumursumur gas sebaiknya

    dipakai grade H-40, J-55, atau K-55 apabila gas H2S diperkirakan dapat

    menimbulkan kerapuhan pada casing.

    b. Range panjang casing

    Panjang dari casing diukur mulai dari ujung coupling hingga ujung thread,

    merupakan panjang casing bersama coupling. Range panjang casing dapat dilihat

    pada table 4-4.

  • 240

    Tabel 4 4 Range Length Of API Casing

    (Rubiandini, R., 1993) Range Length Range

    (ft)

    Minimum Length

    (ft)

    Maximum Length

    Variation (ft)

    1

    2

    3

    16-25

    25-34

    34 or more

    18

    28

    36

    6

    5

    6

    Dari uraian di atas, suatu casing dapat ditulis sebagai berikut : casing 7

    OD, 23 lb/ft,, N-80 LT & C,R-1, yang artinya casing mempunyai diameter luar 7,

    berat nominal 23 lb/ft, grade N-80 dengan tipe sambungan adalah long thread and

    coupling dan length range I.

    c. Diameter casing

    Casing mempunyai tiga macam diameter, yaitu:

    - diameter luar (OD)

    - diameter dalam (ID)

    - diameter drift (DD)

    Drift diameter adalah drift maksimal suatu benda yang dapat dimasukkan

    ke dalam casing. Drift diameter lebih kecil daripada diameter dalam. Diameter ini

    berguna untuk menentukan diameter bit untuk melanjutkan pemboran setelah

    rangkaian casing terpasang. Diameter casing diukur pada body casing bukan pada

    sambungan atau coupling.

    d. Berat nominal casing

    Berat nominal suatu casing menyatakan berat casing beserta couplingnya

    per satuan panjang. Pada umumnya berat nominal dinyatakan dalam satuan lb/ft.

    API mengeluarkan standart yang dapat digunakan untuk merencanakan

    pemasangan casing, dimana standart yang dikeluarkan tersebut dari dua macam

    ukuran yaitu dalam ukuran satuan British dan satuan matric.

    e. Tipe sambungan casing

    Antara satu casing dengan lainnya disambung dengan menggunakan ulir

    (thread). Ada tiga macam sambungan dari casing, yaitu :

  • 241

    a. Round thread and coupling

    Round thread and coupling mempunyai bentuk ulir seperti huruf v dan

    mempunyai 8 sampai 10 ulir setiap inch. Tipe sambungan ini ada dua macam,

    yaitu long thread and coupling dan short thread and coupling. Long thread and

    coupling memnpunyai tension strength 30% lebih kuat dari short thread and

    coupling.

    b. Butters thread and coupling

    Sambungan ini mempunyai bentuk ulir seperti trapezium dan mempunyai

    lima ulir setiap inch. Butters thread and couplings digunakan untuk tension load

    yangbesar, ata