BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1...

36
82 BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 TAHUN 2016 BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEMANUSIAAN Bab ini menjelaskan bahwa pertimbangan efek jera sebagai dasar pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang tampak dalam konsideran Menimbang dan Penjelasan Umum Perppu No. 1 Tahun 2016 yang kini telah ditetapkan menjadi UU No. 17 Tahun 2016 (peraturan tersebut merupakan perubahan kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Pertimbangan ini bertentangan dengan asas kemanusiaan yang mengedepankan HAM sebagai norma hukum tertinggi yang membatasi kebijakan legislasi dalam membentuk undang-undang sebagaimana telah dimanifestasikan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No. 12 Tahun 2011. Pembentukan peraturan perundang- undangan yang baik seyogianya bertumpu pada asas/prinsip hukum yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2011. Dengan berpegang pada asas/prinsip hukum maka selanjutnya penulis berargumen bahwa penggunaan pertimbangan

Transcript of BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1...

Page 1: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

82

BAB IV

PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU

NO. 1 TAHUN 2016 BERTENTANGAN DENGAN

ASAS KEMANUSIAAN

Bab ini menjelaskan bahwa pertimbangan efek jera sebagai

dasar pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana

yang tampak dalam konsideran Menimbang dan Penjelasan Umum

Perppu No. 1 Tahun 2016 yang kini telah ditetapkan menjadi UU

No. 17 Tahun 2016 (peraturan tersebut merupakan perubahan

kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).

Pertimbangan ini bertentangan dengan asas kemanusiaan yang

mengedepankan HAM sebagai norma hukum tertinggi yang

membatasi kebijakan legislasi dalam membentuk undang-undang

sebagaimana telah dimanifestasikan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b

UU No. 12 Tahun 2011. Pembentukan peraturan perundang-

undangan yang baik seyogianya bertumpu pada asas/prinsip

hukum yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 6 UU No. 12

Tahun 2011. Dengan berpegang pada asas/prinsip hukum maka

selanjutnya penulis berargumen bahwa penggunaan pertimbangan

Page 2: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

83

efek jera dalam konsideran Menimbang dan Penjelasan Umum

Perppu No. 1 Tahun 2016 adalah bukan merupakan asas/prinsip

hukum yang menjadi landasan lahirnya peraturan hukum.

Atas dasar itu maka alur pembahasan bab ini terlebih

dahulu dijelaskan isu utama penelitian ini yang penggunaan

pertimbangan efek jera sebagai dasar pembentukan peraturan

perundang-undangan sebagaimana yang tampak dalam konsideran

Menimbang dan Penjelasan Umum Perppu No. 1 Tahun 2016 yang

mengatur sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap

anak. Kedua, dijelaskan bahwa pertimbangan efek jera dalam

konsideran Menimbang dan Penjelasan Umum Perppu No. 1

Tahun 2016 bertentangan dengan asas kemanusiaan dalam hal ini

pertimbangan Hak Asasi Manusia.

A. Pertimbangan Efek Jera dalam Konsideran

Menimbang dan Penjelasan Umum Perppu No. 1

Tahun 2016

Pada sub bab ini akan dijelaskan isu utama penelitian ini

yang penggunaan pertimbangan efek jera sebagai dasar

pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang

Page 3: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

84

tampak dalam konsideran Menimbang dan Penjelasan Umum

Perppu No. 1 Tahun 2016 yang kini telah ditetapkan menjadi UU

No. 17 Tahun 2016 (peraturan tersebut merupakan perubahan

kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak)

yang mengatur sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual

terhadap anak. Alasan utama pemerintah menerbitkan Perppu

adalah adanya permasalahan pada sistem hukum pidana yang

masih gagal dalam mengadili dan menghukum pelaku secara

efektif sehingga menyebabkan terjadinya desakan besar-besaran

dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan aktivis yang

tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Korban Kekerasan

Seksual kepada Pemerintah untuk mengeluarkan Perppu yang

dapat memberatkan ancaman hukum pelaku kekerasan seksual

terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

pelaku, sehingga dapat mencegah terjadinya kekerasan seksual

terhadap anak. Untuk itu, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan

gambaran umum tentang rendahnya sistem peradilan pidana

Indonesia dalam memenuhi dan menjaga hak anak dalam kasus

kekerasan seksual.

Page 4: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

85

Menurut Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga

Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri Amriel

menyampaikan masih rendahnya sistem peradilan pidana

Indonesia dalam memenuhi dan menjaga hak anak dalam kasus

kekerasan seksual. Reza mengatakan, berdasarkan data

Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, 70 persen putusan

hakim lebih rendah dari pada tuntutan jaksa dalam kasus kejahatan

seksual terhadap anak. Sedangkan ketentuan Pasal 81 ayat (1) UU

No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, sudah mengatur

secara jelas tentang pemberatan hukuman terhadap pelaku

kekerasan seksual yang menyatakan:

1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan

kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak

melakukan persetubuhan dengannya atau dengan

orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling

lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga)

tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00

(tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp

60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Namun, fakta menunjukkan bahwa dari 280 putusan pengadilan

dalam kurun waktu 2011-2015, rata-rata hukuman penjara hanya

51 bulan.1 Hasil putusan pengadilan tersebut, merupakan salah satu

1 Di Unduh dari

http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/11/20/ogxdzl335-70-

Page 5: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

86

indikator tidak berhasilnya sistem peradilan dalam melindungi

anak dari kejahatan seksual.

Berdasarkan lemahnya penegakan sistem hukum pidana

yang masih gagal dalam mengadili dan menghukum pelaku secara

efektif sehingga menimbulkan wacana pemberian pemberatan

pidana bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak lewat kebiri

yang pertama kali diusulkan secara resmi ke publik oleh KPAI dan

didukung oleh Menteri Sosial pada Mei 2015.2

Selanjutnya, pada hari Rabu, 25 Mei 2016 Presiden Joko

Widodo menandatangani Perppu No. 1 Tahun 2016 yang kini telah

menjadi UU No. 17 Tahun 2016 (peraturan tersebut merupakan

perubahan kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak), konsideran Menimbang Perppu tersebut yang

menyatakan:

bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan bagi pelaku

kekerasan seksual terhadap anak belum memberikan

efek jera dan belum mampu mencegah secara

komprehensif terjadinya kekerasan seksual terhadap

anak, sehingga perlu segera mengubah Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

persen -vonis-kasus-kekerasan-seksual-anak-lebih-rendah-dari-

tuntutan,Dikunjungi pada

tanggal 10 Oktober 2017 pukul 12.58. 2 Di Unduh dari file:///E:/BUKU/Menguji-Eforia-

Kebiri%20Tentang%20Tesisku.pdf. Dikunjungi pada tanggal 10 Oktober 2017

pukul 13.00.

Page 6: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

87

Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak;

Kemudian dalam Penjelasan Umum Perppu No. 1 Tahun

2016 di tegaskan pentingnya diterbitkan Perppu tersebut yaitu:

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak telah mengatur

sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap

anak namun penjatuhan pidana tersebut belum

memberikan efek jera dan belum mampu mencegah

secara komprehensif terjadinya kekerasan seksual

terhadap anak.

Untuk mengatasi fenomena kekerasan seksual

terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku,

dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap

anak, Pemerintah perlu menambah pidana pokok

berupa pidana mati dan pidana seumur hidup, serta

pidana tambahan berupa pengumuman identitas

pelaku. Selain itu, perlu menambahkan ketentuan

mengenai tindakan berupa kebiri kimia, pemasangan

alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi.

Konsideran Menimbang dan Penjelasan Umum Perppu No.

1 Tahun 2016 diatas merupakan ratio legis, legislative policy atau

kebijakan undang-undang dari pembentuk undang-undang (dalam

hal ini pembentukan Perppu). Hal inilah yang menjadi sumber

permasalahan dalam penelitian ini. Pada prinsipnya, sanksi yang

ada dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Page 7: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

88

dianggap belum memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan

seksual terhadap anak sehingga diterbitkan Perppu No. 1 Tahun

2016. Tujuan pemberian efek jera melalui sanksi pidana tambahan

tersebut, secara filosofis mengandung masalah internal yang

sangat serius. Efek jera tersebut sebagai dasar pembentukan

peraturan perundang-undangan dapat ditafsirkan sebagai upaya

untuk menakut-nakuti masyarakat; sama halnya negara meneror

masyarakat melalui legislasinya.

Berdasarkan Perppu tersebut, maka isi ketentuan Pasal 81

ayat (6) dan (7), Perppu No. 1 Tahun 2016, berbunyi sebagai

berikut:

(6) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5),

pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa

pengumuman identitas pelaku.

(7) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan

berupa kebiri kimia dan pemasangan alat

pendeteksi elektronik.

Penjelasan dari isi pasal tersebut adalah untuk mengatasi

fenomena kekerasan seksual terhadap anak pemerintah perlu

menambah pidana pokok berupa pidana mati dan pidana seumur

hidup, serta pidana tambahan berupa pengumuman identitas

pelaku. Selain itu, perlu menambahkan ketentuan mengenai

Page 8: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

89

tindakan berupa kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi

elektronik, dan rehabilitasi.

Pemerintah menaikan ancaman pidana kepada pelaku

kejahatan seksual terhadap anak, menurut penulis tidak menjawab

masalah sesungguhnya. Artinya, bahwa alasan utama pemerintah

untuk dapat mengatasi fenomena kekerasan seksual terhadap anak

dengan memberikan sanksi pidana yang berat kepada pelaku, hal

ini telah menunjukkan sebuah kelemahan pemerintah bahwa tidak

bekerja dan tidak mampu dalam menata pemerintahan yang baik

(good governance). Seharusnya, Pemerintah konsisten dengan UU

No. 23 Tahun 2002 yang sudah jelas mengatur tentang pemberatan

hukuman kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak, tanpa

harus menerbitkan Perppu yang justru melanggar Hak Asasi

Manusia. Sedangkan permasalah utama sehingga terjadinya

desakan besar-besaran dari sejumlah Lembaga Swadaya

Masyarakat dan Aktivis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat

Peduli Korban Seksual adalah gagalnya sistem hukum pidana

dalam mengadili dan menghukum pelaku secara efektif.

Dalam kerangka asas negara hukum, rakyat atau warga

negara harus dilindungi dari kekuasaan perintahnya, terutama

Page 9: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

90

penggunaan kekuasaan secara sewenang-wenang,3 seyogianya

pemerintah memberikan keadilan hukum dan tidak boleh membuat

atau menciptakan rasa takut terhadap masyarakat, walaupun tujuan

pemerintah adalah melindungi korban.

Salah satu tiang utama dalam penyelenggaraan

pemerintahan suatu negara adalah pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baik, harmonis, dan mudah di terapkan

dalam masyarakat,4 yang diatur berdasarkan sistem hukum

nasional. Indonesia adalah sebagai negara hukum, dalam konteks

demikian maka tujuan hukum adalah untuk memenuhi baik

kebutuhan aspek fisik maupun aspek eksistensial manusia dalam

hidup bermasyarakat yang dinyatakan dalam konsep keadilan.5

Sehingga dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Apakah itu melalui prosedur maupun materi muatan semua di atur

berdasarkan hukum. Hukum yang mengatur tentang pembentukan

peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah UU No. 12

Tahun 2011. Atas dasar undang-undang tersebut, pembentukan

Perppu No. 1 Tahun 2016 ini dapat di uji atau di nilai

3 Andriaan Bedner,”An Elementary Approach ..., Loc.Cit., hlm.50. 4 Maria Faridah Indriati S, Ilmu ..., Loc.Cit., hlm.1. 5 Peter Mahmut Marzuki, Pengantar ..., ,Loc.Cit., hlm.97.

Page 10: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

91

kebenarannya, khusus konsideran Menimbang sebagai alasan

pertimbangan (ratio legis) ketentuan Pasal 81 ayat (6) dan (7) pada

Perppu tersebut.

Pembentukan peraturan perundang-undangan harus

mencerminkan asas/prinsip hukum dalam materi muatan

pembentukan peraturan perundang-undangan, sebagaimana yang

telah diatur dalam Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2011 yaitu Asas

Pengayoman, Kemanusiaan, Kebangsaan, Kekeluargaan,

Kenusantaraan, Bhinneka Tunggal Ika, Keadilan, kesamaan

kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan

kepastian hukum dan/atau keseimbangan, keserasian, dan

keselarasan.

Seperti yang telah diuraikan di atas, penelitian ini hendak

mengkritik penggunaan pertimbangan efek jera sebagai dasar

pembentukan Perppu No. 1 Tahun 2016 yang mengatur sanksi

pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak menjadi

masalah dan layak untuk dikritisi. Tentang isu tersebut, menurut

Page 11: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

92

Sahetapy menjelaskan pertimbangan efek jera tidak membuat

orang menjadi takut;6

Hal ini mengingatkan saya pada kasus-kasus

pencuriaan domba di Inggris pada zaman yang

lampau. Pada waktu itu, dalam abad ke 16,17 dan 18

di Inggris, bukan saja pencuriaan domba diancam

dengan pidana mati, melainkan juga dengan

pencuriaan-pencuriaan kecil atau pencopetanpun di

ancaman dengan pidana mati. Sungguh mengherankan

bahwa walaupun pidana mati dilaksanakan dihadapan

umum dalam suasana yang mengirikan, para pencopet

tidak menjadi jera dan takut. Sebaliknya pada saat-

saat selama eksekusi pidana mati berjalan para

pencopet tetap beraksi. Dengan perkataan lain, pidana

mati bukanlah suatu obat pidana yang mujarap pada

masa lampau di inggris sebab domba-domba tetap

dicuri, para pencopet tetap beraksi kapan saja dan

dimana saja di Inggris.

Sehubungan dengan contoh tersebut diatas, Sahetapy

menjelaskan bahwa dapatlah kiranya dibuat suatu perbandingan

pula sehubungan dengan pasal 340 W.v.S. Khusus bagi orang-

orang tidak perlu orang asal madura yang masih kurang terpelajar

atau yang masih berpegan teguh pada adat istiadat (moras) maka

agama yang di anutnya bukanlah suatu halangan secara etis untuk

melakukan pembunuhan berencana. Kendatipun diketahui,

misalnya bahwa ancaman dalam pasal 340 W.v.S. adalah pidana

6 Sahetapy, Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan berencana,

Alumni, Bandung, 1978, hlm, 5

Page 12: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

93

mati, apabila rasa kehormatannya dilanggar ataupun pagar ayu

yang dikasihaninya itu diperkosa maka satu-satunya penyelesaian

yang terhormat adalah pelaksanaan berupa suatu pembunuhan

berencana. Dengan demikian jelaslah dari pengalaman dan fakta

bahwa ancaman pidana mati dalam pasal 340. W.v.S. tidak

bermakna sama sekali, baik sebagai aspek pembalasan maupun

sebagai aspek menakutkan.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam permasalahan

ancaman pidana mati terhadap pembunuhan berencana pasal 340

W.v.S, menurut hemat saya suatu bangsa atau masyarakat dapat

tetap hidup tanpa lembaga pidana mati. Pidana mati dalam

permasalahan pembunuhan berencana bukanlah merupakan suatu

persyaratan mutlak sebagai suatu ancaman yang demikian

dasyatnya hingga menakutkan calon pembunuh. Dibanyak negara

ancaman pidana mati tidak saja dihapuskan terhadap pembunuhan

berencana, bahkan ditiadakan sama sekali dari kitab undang-

undang pidana. Tidaklah mengherankan kalau penghapusan

pidana mati dianggap oleh Roling sebagai suatu indikasi adanya

budaya hukum yang tinggi “een hoge rechtscultuur.”7

7 Sahetapy, Ancaman Pidana Mati ..., Ibid., hlm. 9

Page 13: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

94

Poin penting penjelasan Sahetapy sebagaimana yang telah

dikemukakan diatas adalah posisi pidana mati bukanlah suatu obat

mujarap yang dapat menyebabkan pelaku kejahatan menjadi jera

dan takut, karena indikator keberhasilan pidana mati menjadi sulit

untuk di tentukan. Kesulitan itu makin menjadi karena bukan saja

si nara pidana melainkan juga masyarakat tidak mungkin dicakup

dan dimasukkan dalam tabung-tabung percobaan dilaboratorium

sebagaimana dapat dilakukan terhadap binatang-binatang

percobaan. Membuat suatu perkiraan yang dianggap aman dalam

permasalahan yang demikian kontroversial, sulit mempertanggung

jawabkannya secara ilmiah. Lebih sulit lagi untuk mengukur dan

mengevaluasi segala akibat dari suatu kematian karena telah

dilaksanakan suatu pidana mati. Kenyataan yang dapat diamat-

amati hanyalah manusia umumnya tidak jera dengan

diterapkannya pidana mati.8

Lawan para abolisionis juga tidak kering dengan alasan-

alasan mereka. Adanya mercusuar diatas sebuah batu karang

disamudra tidak pernah mengungkapkan berapa banyak kapal

yang tidak karam. Dengan perkataan lain, adanya ancaman pidana

8 Sahetapy, Ancaman Pidana Mati ..., Ibid., hlm.150

Page 14: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

95

mati tidak pernah mengungkapkan berapa banyak orang yang

takut, kuatir dan sebagainya sehingga tidak melakukan kejahatan

pembunuhan berencana. Para abolisionis pidana mati terlalu

gampang menyerang lembaga pidana mati dengan cuma

menghitung kapal-kapal yang karam saja. Ini berarti bahwa para

abolisionis hanya dapat membuktikan kegagalan pidana mati dan

bukan sebaliknya.9

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

prevensi umum, dalam teori hukum pidana sudah tidak relevan lagi

sebagai kebijakan legislatif dalam pembentukan undang-undang

pidana. Hal itu terbukti dari penerapan sanksi pidana mati sebagai

sanksi pidana paling berat yang dianggap gagal dalam mencapai

tujuan untuk prevensi umum, yaitu menimbulkan efek jera pada

masyarakat luas dengan suatu harapan, suatu antisipasi agar tidak

melakukan tindakan pidana, hal tersebut merupakan suatu cita-cita

yang terlalu muluk. Menurut Sahetapy,10 hukum pidana tidak

bertujuan untuk mengubah atau memperbaiki hidup manusia. Itu

bukan tugasnya, tugasnya untuk mengatur agar manusia berjalan

9 Sahetapy, Ancaman Pidana Mati ..., Ibid., hlm.151 10 Sahetapy, Ancaman Pidana Mati ..., Ibid., hlm.168

Page 15: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

96

dalam jalur-jalur lalu lintas hukum yang sudah diatur dan

ditentukan berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai yang

dikehendaki oleh masyarakat sendiri dan atau oleh penguasa.

Peranan inilah yang harus dominan dan harus dilaksanakan secara

meyakinkan.

Lebih lanjut bahwa teori pidana relatif atau teori pidana

tujuan sebagai lawan dari teori pidana absolut atau teori pidana

pembalasan kurang tepat. Tidak tepat pula untuk menganggap teori

pidana relatif atau teori pidana tujuan sebagai lanjutan atas tidak

berhasilnya teori pidana absolut atau teori pidana pembalasan.

Jauh sebelum Imanuel Kant seorang tokoh pembalasan

yang termasyur itu muncul, maka dikalangan bangsa Romawi telah

dikenal pula tujuan pidana yang mengcakup berbagai aspek yaitu

perbaikan, menakutkan dan menghancurkan. Plato mengaris

bawahi bahwa tujuan pidana yaitu untuk melindungi, menakuti dan

memperbaiki. Jelasnya: melindungi masyarakat, menakuti calon

penjahat dan memperbaiki si penjahat. Bagi Plato tujuan pidana

bukalah pembalasan. Demikian pula Aristoteles: pidana bertujuan

untuk memperbaiki dan menakutkan. Kalau demikian dapatlah

disimpulakan bahwa Plato dan Aristoteles menolak pidana mati.

Page 16: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

97

Meskipun demikian Leo Polak mengklasifikasikan teori

Plato dalam teori pembalasan. Namun ada pula serjana yang tidak

sependapat dengan pandangan Leo Palak. Demikian pula halnya

dengan teori Thomas van Aquino yang sebahagian serjana

digolongkan dalam teori pembalasan, kendatipun disini Thomas

van Aquino menekankan pada sifat atau tujuan memperbaiki

pidana.11

Menurut Buiskool sebagaimana dikutip Sahetapy bahwa

aspek menakutkan ini sebetulnya berpijak diatas pemikiran teori-

teori hukum kodrat. Kalau demikian halnya maka dapat digongkan

dalam teori menakutkan ini tokoh-tokoh seperti Grotius, Hobes,

Spinosa, Locke, von Pufendort, Thomasius, Rousseau dan

Beccaria. Manakala variasi di antara teori-teori tersebut di atas

seperti juga dalam teori pembalasan, tindaklah perlu

mengherankan. Tetapi pada dasarnya dapat di simpulkan bahwa

tujuan pidana menurut teori relatif atau tujuan yalah memperbaiki,

melindungi dan menakutkan.12

11 Sahetapy, Ancaman Pidana Mati ..., Ibid.,hlm.169 12 Sahetapy, Ancaman Pidana Mati ..., Ibid.,

Page 17: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

98

Penelitian penulis tidak bertolak dari teori hukum pidana

sebagaimana dikemukakan diatas. Efek jera dalam Perppu sebagai

ratio legisnya akan penulis soroti dari aspek-aspek hukum tentang

pembentukan peraturan perundang-undangan yang di dalamnya

ada asas kemanusiaan yang merupakan salah satu asas materi

muatan pembentukan perundang-undangan. Efek jera sebagai

dasar pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana

yang tampak dalam konsideran Menimbang dan Penjelasan Umum

Perppu No. 1 Tahun 2016 merupakan kekuatan pendorong untuk

lahirnya sanksi pidana yang lebih keras (hukuman kebiri) bagi

pelaku kekerasan seksual terhadap anak, secara filosofis

mengandung masalah internal yang sangat serius. Efek jera

tersebut dijadikan sebagai dasar pembentukan peraturan

perundang-undangan adalah upaya pemerintah untuk menakut-

nakuti masyarakat; sama halnya negara meneror masyarakat

melalui legislasinya. Hal tersebut merupakan pengabaian terhadap

aspek-aspek hukum tentang pembentukan peraturan perundang-

undangan secara khusus asas kemanusiaan yang mengedepankan

perlindungan Hak Asasi Manusia sebagai norma hukum tertinggi

yang membatasi kebijakan legislasi dalam membentuk undang-

Page 18: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

99

undang sebagaimana telah dimanifestasikan dalam Pasal 6 ayat (1)

huruf b UU No. 12 Tahun 2011.

Bangsa Indonesia adalah negara hukum atau negara

berdasarkan hukum. Pernyataan ini memang merujuk pada

pernyataan tertulis di dalam penjelasan Undang-Undang Dasar

1945. Di dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945

disebutkan: ”Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum

(rechtsstaat) dan ”Negara Indonesia berdasar atas hukum

(rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat).”13

Maka, prinsip-prinsip utama di dalam Negara hukum yang harus

dipenuhi adalah: Negara harus tunduk pada hukum; Pemerintah

menghormati hak-hak individu. Peradilan yang bebas dan tidak

memihak14 dengan berdasarkan putusan pengadilan yang

berbunyi: Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

ungkapan tersebut jelas bersumber pada dan karenanya tidak dapat

terlepas dari falsafah Pancasila. Sebagai konsekuensi lebih lanjut

dari penjabaran dan terjemahan dari Pancasila. Dalam penentuan

pidana yang dijatuhkan terhadap si terdakwa seyogianya tercermin

13 Sri Pujiningsih, Konsep Hukum Indonesia di Masa Sekarang, diunduh

dari file:///C:/Users/user/Downloads/Documents/250-465-1-SM.pdf.

Dikunjunggi pada tanggal 31 Oktober 2017 pukul 17.56 14 Sri Pujiningsih, Konsep Hukum Indonesia ..., Ibid.,

Page 19: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

100

gagasan pemasyarakatan dan pengayoman (falsafah) Pancasila.

Tentang hal tersebut menurut Sahetapy.

kalau demikian halnya, maka pengadilan casu quo

para hakim harus mencerminkan dan menghayati

Pancasila dalam menjatuhkan pidana. “... Jelaslah

bahwa hakim dalam berkonsultasi dengan insan

kamilnya harus selalu berpengang pada Pancasila

dan oleh karenanya tidak melupakan maksud dan

tujuan pidana yang akan dijatuhkan. Dengan berpijak

pada landasan Pancasila dan melalui proses

pemasyarakatan dan pengayoman pidana yang

hendak dijatuhkan itu harus bertujuan agar si

terpidana setelah selesai menjalani pidananya akan

dapat menjadi manusia yang beradab, berbudi, dan

berguna. Oleh karena itu, mustahil dengan

berlandaskan Pancasila hakim di Indonesia dapat

menjatuhkan pidana (mati). Dalam dimensi hakikat

Pancasila: Kasih dari Tuhan dan terhadap Tuhan,

maka hakim harus sadar bahwa yang dihadapinya

adalah makhluk Tuhan, kendatipun ia sudah

menyeleweng atau menyalahi peraturan-peraturan

hukum yang ada. Mahkluk yang telah distigma

penjahat ini dalam keadaan bagaimanapun ia adalah

ciptaan Tuhan dan oleh karena itu “dikasihi” oleh

Tuhan.15

Berdasarkan prinsip-prinsip utama di dalam negara hukum

sebagaimana dikemukakan diatas. Seyogianya negara memberikan

keadilan hukum atau persamaan dalam hukum (Equality before the

Law) dan tidak boleh membuat atau menciptakan rasa takut dan

meneror masyarakat melalui legislasinya. Adanya persamaan

15 Sahetapy, Ancaman Pidana Mati ..., Op.Cit., hlm. 256-257

Page 20: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

101

kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yang

diakui secara normative dan dilaksanakan secara empirik. Dalam

rangka prinsip persamaan ini, segala sikap dan tindakan

diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya diakui

sebagai sikap dan tindakan yang terlarang, kecuali tindakan-

tindakan yang bersifat khusus dan sementara yang dinamakan

‘affirmative actions’ guna mendorong dan mempercepat kelompok

masyarakat tertentu atau kelompok warga masyarakat tertentu

untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai tingkat

perkembangan yang sama dan setara dengan kelompok masyarakat

kebanyakan yang sudah jauh lebih maju.16 Oleh karena itu maka

Sub-judul selanjutnya penulis akan lebih memfokuskan argumen

pada penggunaan pertimbangan efek jera dalam konsideran

Menimbang dan Penjelasan Umum Perppu No. 1 Tahun 2016

bertentangan dengan asas kemanusiaan.

16 Jimly Asshiddiqi, Gagasan Negara Hukum Indonesia, diunduh dari

file:///C:/Users/user/Downloads/Documents/Konsep_Negara_Hukum_Indonesi

a.pdf. Dikunjunggi pada tanggal 31 Oktober 2017 pukul 19.41.

Page 21: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

102

B. Penggunaan Pertimbangan Efek Jera dalam

Perppu No. 1 Tahun 2016 Bertentangan dengan

Asas Kemanusiaan

Pada Sub-judul ini akan dijelaskan isu yang lebih

substansial yaitu penggunaan pertimbangan efek jera dalam

konsideran Menimbang dan Penjelasan Umum Perppu No.1 Tahun

2016 bertentangan dengan asas kemanusiaan sebagai salah satu

materi muatan peraturan perundang-undangan yang

dimanfestasikan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No. 12 Tahun

2011 dimana asas tersebut seyogianya berlaku sama untuk semua

orang dan setiap proses pembentukan peraturan perundang-

undangan maupun termasuk ratio legis, legislative policy atau

kebijakan undang-undang tunduk kepada asas kemanusiaan.

Untuk itu, pertama-tama akan mengklarifikasi ratio legis yang

merupakan suatu rekonstruksi buah pikiran yang ada dibelakang

legislative policy atau kebijakan undang-undang dalam

menentukan materi muatan undang-undang

Atas dasar itu, maka alur pembahasan Sub-judul ini adalah

(1) Keberlakuan asas materi muatan untuk menilai ratio legis

undang-undang. (2) Efek jera melanggar asas materi muatan

Page 22: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

103

peraturan perundang-undangan yaitu asas kemanusiaan. (3)

Perppu No. 1 Tahun 2016 ditetapkan menjadi UU No. 17 Tahun

2016. Berdasarkan amanat ketentuan Pasal 22 ayat (2) UUD NRI

Tahun 1945.

1. Keberlakuan Asas Materi Muatan Untuk Menilai

Ratio Legis Undang-Undang.

Pertama-tama yang perlu dikemukakan disini adalah proses

pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia tunduk

pada UU No 12 Tahun 2011 yang mengatur tentang kaidah-kaidah

dalam rangka proses pembentukan peraturan perundang-

undangan. Selanjutnya, penulis akan menjawab dan menjelaskan

bahwa asas materi muatan peraturan perundang-undangan

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2011

dapat digunakan untuk menilai atau menguji ratio legis suatu

Undang-undang. Asas materi muatan pada hakikatnya merupakan

batasan tentang hal-hal apa yang dapat atau boleh dimuat dalam

peraturan perundang-undangan tersebut.17

17 Titon Slamet Kurnia, Sistem ...,Op.Cit. hlm.44.

Page 23: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

104

UU No.12 Tahun 2011 mengatur kaidah dalam rangka

proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang

diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu kaidah formal (kaidah

yang menentukan rangkaian aktivitas dalam rangka pembentukan

peraturan perundang-undangan yang meliputi tahapan-tahapan

input – process – output) dan kaidah substantif (kaidah yang

menetukan materi muatan peraturan perundang-undangan).18

Kaidah formal yaitu asas-asas pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baik.19 Asas-asas pembentukan

peraturan perundang-undangan yang meliputi:

a. Kejelasan tujuan;

b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

d. Dapat dilaksanakan;

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. Kejelasan rumusan; dan

g. Keterbukaan.

Kaidah formal ini, yaitu asas-asas pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baik, dijabarkan lebih lanjut dalam

ketentuan-ketentuan yang merupakan kaidah-kaidah yang

mengatur tentang segenap aktivitas yang meliputi tahapan-tahapan

18 Titon Slamet Kurnia, Sistem ...,Ibid., hlm. 41. 19 Titon Slamet Kurnia, Sistem ...,Ibid., hlm. 42

Page 24: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

105

kegiatan berkenaan dengan proses pembentukan peraturan

perundang-undangan. Dengan pengertian lain peraturan tersebut

adalah peraturan yang bersifat prosedural. Tahapan-tahapan ini

meliputi: input (perencanaan dan persiapan); tahapan process

(pembahasan dan pengundangan) dan tahapan output

(pengundangan dan penyebarluasan).20

Kaidah substantif yaitu asas-asas materi muatan peraturan

perundang-undangan. Asas-asas materi muatan peraturan

perundang-undangan meliputi:

a. Pengayoman;

b. Kemanusiaan;

c. Kebangsaan;

d. Kekeluargaan;

e. Kenusantaraan;

f. Bhinneka tunggal ika;

g. Keadilan;

h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan

pemerintahan;

i. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan

Selain asas materi muatan peraturan perundang-undangan

yang bersifat umum sebagaimana yang dideskripsikan diatas, Pasal

6 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 mengatur lebih lanjut bahwa asas

lain sesuai bidang hukum dari peraturan perundang-undangan

20 Titon Slamet Kurnia, Sistem ...,Ibid., hlm. 43

Page 25: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

106

yang bersangkutan juga menentukan materi muatan dari peraturan

perundang-undangan yang dibentuk.21 Asas-asas baik dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan maupun materi

pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai mana telah

dijelaskan di atas, merupakan batasan tentang hal-hal apa yang

dapat atau boleh dimuat dalam peraturan perundang-undangan.

Menurut Sajipto Rahardjo, dalam proses pembuatan

rancangan undang-undang harus memperhatikan peran dari asas

hukum. Sistem hukum termasuk peraturan perundang-undangan

yang dibangun tanpa asas hukum hanya akan berupa tumpukan

undang-undang. Asas hukum memberikan arah yang dibutuhkan

di waktu-waktu yang akan datang masalah dan bidang yang diatur

pasti semakin bertambah. Maka pada waktu hukum atau undang-

undang dikembangkan, asas hukum memberikan tuntunan dengan

cara bagaimana dan ke arah mana sistem tersebut akan

dikembangkan.22

21 Titon Slamet Kurnia, Sistem ...,Ibid. 22 Rustam Akili, Implementasi Pembentukan Kebijakan Hukum Melalui

Proses Legislasi Dalam Rangka Pembangunan Hukum, diunduh dari

https://media.neliti.com/media/publications/12550-ID-implementasi-

pembentukan-kebijakan-hukum-melalui-proses-legislasi-dalam-rangka-p.pdf.

Dikunjunggi pada tanggal 02 November 2017 pukul 16.18.

Page 26: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

107

Pendapat yang dikemukakan oleh Rahardjo tersebut di atas,

mengingatkan kepada kita semua bahwa asas hukum begitu

penting dan tidak boleh terabaikan sehingga harus dijadikan

sebagai dasar dalam proses pembentukan peraturan perundang-

undangan. Asas hukum ditempatkan pada posisi dan kedudukan

yang amat penting dalam pembentukan peraturan perundang-

undangan, bahkan dapat dikatakan sebagai ‘jantung’nya peraturan

hukum. Alasan mengapa asas hukum dikatakan sebagai

‘jantung’nya peraturan hukum, yaitu: (1) asas hukum merupakan

landasan lahirnya peraturan hukum, artinya peraturan hukum pada

akhirnya dapat dikembalikan kepada asas hukum; (2) asas hukum

merupakan alasan/tujuan umum (ratio-legis) dari lahirnya

peraturan hukum, artinya asas hukum tidak akan habis

kekuatannya untuk melahirkan peraturan baru. Asas hukum akan

tetap ada dan akan melahirkan peraturan-peraturan selanjutnya.

Adapun fungsi dari asas hukum yaitu merealisasikan ukuran atau

kriteria nilai (kesusilaan) sebanyak mungkin dalam kaidah-kaidah

dari hukum positif dan penerapannya. Mewujudkan ukuran atau

kriteria nilai yang dimaksud tersebut secara sempurna dalam suatu

sistem positif adalah tidak mungkin, oleh sebab itu bagi pembentuk

Page 27: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

108

undang-undang, asas hukum berfungsi sebagai pedoman kerja, dan

bagi para praktisi (khususnya hakim) untuk melakukan interpretasi

/ analogi / koreksi. Pada akhirnya asas hukum memiliki fungsi

ganda, yaitu sebagai pondasi dari sistem hukum positif dan sebagai

batu uji kritis terhadap sistem hukum positif.

Selanjutnya, isu yang perlu dijawab dalam pembahasan ini

adalah apakah ratio legis dapat dinilai atau diuji dengan

menggunakan asas materi muatan peraturan perundang-undangan

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 UU No. Tahun 2011.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis akan bertolak dari

pendekatan perundang-undangan yang bukan saja melihat kepada

bentuk peraturan perundang-undangan, melainkan juga menelaah

materi muatannya. Sehingga dapat mempelajari dasar-dasar

ontologis, filosofis dan ratio legisnya (disini tidak termasuk

“peraturan perundang-undangan lainnya”, karena peraturan

perundang-undangan dibuat oleh para “wakil rakyat”, sedangkan

regulasi, hanyalah pendelegasian dari apa yang dikehendaki oleh

rakyat).23

23 Piter Mahmud Marzuki, Penelitian ..., Op.Cit., hlm. 142

Page 28: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

109

Dasar ontologis undang-undang dapat dipahami dengan

mengacu pada latar belakang pembuatannya, yang bisa diketahui

dengan membaca naskah akademisnya. Didalam naskah akademis

juga dapat ditemukan landasan filosofis urgensi peraturan

perundang-undangan yang bersangkutan. Kemudian, ratio

legisnya berkenaan dengan salah satu ketentuan undang-undang

yang diacu untuk menjawab isu hukum yang akan dipecahkan.

Ratio legis adalah alasan tentang “mengapa ketentuan itu ada”, dan

hal ini tidak bisa pula dilepaskan dari dasar ontologis dan landasan

filosofisnya (yang berkenaan dengan undang-undang secara

keseluruhan).24 Oleh karena itu ratio legis dapat dinilai atau diuji

oleh asas materi muatan peraturan perundang-undangan karena

ratio legis tersebut yang menentukan atau menghasilkan materi

muatan atau isi undang-undang secara keseluruhan. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa asas hukum memiliki 3 (tiga)

fungsi, yaitu: (1) sebagai pondasi dari sistem hukum positif. (2)

sebagai batu uji kritis terhadap sistem hukum positif dan. (3) asas

hukum dapat digunakan untuk menilai atau menguji ratio legis

suatu undang-undang.

24 Piter Mahmud Marzuki, Penelitian ..., Ibid.,

Page 29: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

110

Atas dasar itulah, maka pembahasan selanjutnya penulis

akan membahas yang menjadi substansi dari permasalahan

penelitian ini yaitu efek jera melanggar asas materi muatan

peraturan perundang-undangan yaitu asas kemanusiaan sebagai

salah satu asas materi muatan peraturan perundang-undangan yang

mencerminkan perlindungan Hak Asasi Manusia sebagai rumusan

preskripsi yang konkrit dan spesifik dalam ketentuan hukum.

2. Efek Jera Melanggar Asas Materi Muatan

Peraturan Perundang-Undangan yaitu Asas

Kemanusiaan.

Dalam pembahasan isu ini dijelaskan bahwa efek jera

melanggar asas materi muatan peraturan perundang-undangan

yaitu asas kemanusiaan sebagai salah satu asas materi muatan

peraturan perundang-undangan sebagaimana yang telah

dimanifestasikan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No. 12 Tahun

2011. Untuk itu, pertama-tama perlu dijelaskan bahwa ratio legis

Perppu No. 1 Tahun 2016 adalah efek jera yang dapat ditafsirkan

sebagai upaya pemerintah untuk menakut-nakuti masyarakat; sama

halnya negara meneror masyarakat melalui legislasinya.

Ratio legis pembentukan peraturan perundang-undangan

Perppu No. 1 Tahun 2016 yang mengubah ketentuan Pasal 81 dan

Page 30: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

111

Pasal 82 dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak, tampak dalam konsideran Menimbang Perppu No. 1 Tahun

2016 yang berbunyi:

bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan bagi pelaku

kekerasan seksual terhadap anak belum memberikan

efek jera dan belum mampu mencegah secara

komprehensif terjadinya kekerasan seksual terhadap

anak, sehingga perlu segera mengubah Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak;

Konsideran Menimbang Perppu diatas menunjukkan ratio legisnya

beranjak dari efek jera yang merupakan rekonstruksi buah pikiran

yang ada dibelakang legislative policy atau kebijakan Undang-

undang. Efek jera tesebut dijadikan sebagai dasar pembentukan

Perppu No 1 Tahun 2016. Secara terminologi bahasa efek jera

berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata, yaitu

deterrence dan effect. Deterrence berarti menakutkan; supaya

jangan. Sedangkan effect berarti hasil atau sesuatu yang timbul

akibat sesuatu. Jadi secara istilah efek jera adalah rasa ketakutan,

kapok yang timbul akibat adanya hukuman yang diberikan

terhadap pelaku tindak pidana. Artinya, pemberian efek jera

tersebut bukan semata mata ditujukan kepada mereka

Page 31: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

112

yang dikenakan sanksi atau hukuman. Namun justru efek jera

tersebut ditujukan kepada semua orang, agar tidak melakukan

kejahatan serupa.

Penggunaan pertimbangan efek jera sebagai dasar

pembentukan peraturan perundang-undangan Perppu No. 1 Tahun

2016 yang mengatur sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual

terhadap anak tidak tepat karena tujuan pemberian efek jera melalui

sanksi pidana tambahan tersebut, secara filosofis mengandung

masalah internal yang sangat serius. Sanksi tambahan tersebut

sebagai dasar pembentukan peraturan perundang-undangan adalah

sebagai upaya pemerintah untuk menakut-nakuti masyarakat; sama

halnya negara meneror masyarakat melalui legislasinya. Hal

tersebut, adalah pelanggaran terhadap kemanusiaan (martabat

manusia) yang merupakan dasar dari Hak Asasi Manusia yang

aksiomatis. Menurut penulis, bahwa setiap orang memiliki hak

untuk bebas dari rasa takut atas hukuman berat (hukuman kebiri)

yang dapat dijatuhkan oleh negara berdasarkan asas kemanusiaan

yang mencerminkan perlindungan Hak Asasi Manusia

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No 12

Tahun 2011 yaitu:

Page 32: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

113

“asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap Materi

Muatan Peraturan Perundang-undangan harus

mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak

asasi manusia serta harkat dan martabat setiap

warga negara dan penduduk Indonesia secara

proporsional.”25

Asas kemanusiaan tersebut diatas sebagai salah satu materi muatan

pembentukan peraturan perundang-undangan yang merupakan

pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang

dari Hak Asasi Manusia yang terjelma dalam Konstitusi atau UUD

dan putusan hakim yang merupakan hukum dasar atau hokum

positif.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan

pertimbangan efek jera dalam konsideran Menimbang dan

Penjelasan Umum Perppu No.1 Tahun 2016 tidak boleh digunakan

sebagai pertimbangan pembentukan peraturan perundang-

undangan karena melanggar asas materi muatan peraturan

perundang-undangan yaitu asas kemanusiaan yang mencerminkan

perlindungan Hak Asasi Manusia yaitu sebagai rumusan preskripsi

yang konkrit dan spesifik dalam ketentuan hukum. Hak Asasi

Manusia dalam konteks pembentukan peraturan perundang-

25 Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No. 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Page 33: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

114

undangan sebagai norma hukum tertinggi yang harus dipatuhi oleh

negara. Karena letaknya dalam konstitusi yang merupakan basic

law, maka ketentuan-ketentuan mengenai HAM harus dihormati

dan dijamin pelaksanaannya oleh negara. Penghormatan terhadap

HAM adalah mutlak dan menjadi salah satu ukuran dalam

penegakan hukum. Atas dasar itulah, maka setiap proses

pembentukan peraturan perundang-undangan maupun termasuk

ratio legis, legislative policy atau kebijakan undang-undang tunduk

kepada asas kemanusiaan dalam hal pertimbangan Hak Asasi

Manusia.

3. Perppu No. 1 Tahun 2016 ditetapkan menjadi UU

No. 17 Tahun 2016.

Pada pokok bahasan ini isu yang dijelaskan adalah Perppu

No. 1 Tahun 2016 ditetapkan menjadi UU No. 17 Tahun 2016.

Berdasarkan amanat ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang berbunyi:

“Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.” Sehingga

Perppu No. 1 Tahun 2016 mendapat persetujuan dari Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR) untuk ditetapkan menjadi UU No. 17

Page 34: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

115

tahun 2016 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2016 tentang

Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang (Selanjutnya

disingkat UU No. 17 Tahun 2016). Pada tanggal 9 November 2016

diundangkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016 Nomor 237 oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia.

UU No. 17 Tahun 2016 tersebut mengalami perubahan

pada konsideran Menimbang yang berbunyi:

bahwa kekerasan seksual terhadap anak dari tahun ke

tahun semakin meningkat dan mengancam peran

strategis anak sebagai generasi penerus masa depan

bangsa dan negara, sehingga perlu memperberat

sanksi pidana dan memberikan tindakan terhadap

pelaku kekerasan seksual terhadap anak dengan

mengubah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 20l4

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

Pada bagian Penjelasan Umum UU No. 17 Tahun 2016 di

tegaskan pentingnya diterbitkan undang-undang tersebut yaitu:

Kekerasan seksual terhadap anak merupakan

kejahatan serius (se'ious crimes) yang semakin

meningkat dari waktu ke waktu dan secara signifikan

mengancam dan membahayakan jiwa anak, merusak

kehidupan pribadi dan tumbuh kembang anak, serta

Page 35: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

116

mengganggu rasa kenyamanan, ketentraman,

keamanan, dan ketertiban masyarakat.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan

undang-Undang Nomor 35 Tahun 20l4 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak telah mengatur

sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap

anak namun penjatuhan pidana tersebut belum

memberikan efek jera dan belum mampu mencegah

secara komprehensif terjadinya kekerasan seksual

terhadap anak.

Untuk mengatasi fenomena kekerasan seksual

terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku,

dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap

anak, Pemerintah perlu menambah pidana pokok

berupa pidana mati dan pidana seumur hidup, serta

pidana tambahan berupa pengumuman identitas

pelaku. Selain itu, perlu menambahkan ketentuan

mengenai tindakan berupa kebiri kimia, pemasangan

alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi.

Pada prinsipnya, bahwa kekerasan seksual terhadap anak

dari tahun ke tahun semakin meningkat secara signifikan yang

mengancam dan membahayakan jiwa anak, merusak kehidupan

pribadi dan tumbuh kembang anak, serta mengganggu rasa

kenyamanan, ketentraman, keamanan, dan ketertiban masyarakat

sehingga Perppu No. 1 Tahun 2016 ditetapkan menjadi UU No. 17

Tahun 2016. Hal tersebut berbeda dengan konsideran Menimbang

Perppu No.1 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa sanksi yang ada

dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, belum

Page 36: BAB IV PERTIMBANGAN EFEK JERA DALAM PERPPU NO. 1 …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/4/T2_322015024_BAB IV...terhadap anak dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap

117

mampu memberikan efek jera kepada pelaku kekerasan seksual

terhadap anak sehingga diterbitkan Perppu No. 1 Tahun 2016. Oleh

karena itu, dengan adanya perbedaan isi konsideran Menimbang

dari kedua aturan tersebut maka diperlukan kajian lebih lanjut oleh

peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian berkaitan

perbedaan konsideran Menimbang dengan menggunakan teori

perundang-undangan dalam sistem hukum ketatanegaraan

Indonesia.