EFEK JERA PIDANA (Studi Kasus Pengeroyokan)

21
UPAYA MEWUJUDKAN EFEK JERA PEMIDANAAN OLEH PENYIDIK POLRI (Studi kasus tindak pidana secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang di muka umum oleh Tersangka RIZKY ANUGRAH GAUTAMA alias KIKI, Dkk) I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kejadian kriminalitas di kota-kota besar di Indonesia tidak lepas dari kuantitas maupun kualitasnya. Secara kuantitatif, trend kejahatan yang selalu marak berkisar pada kasus-kasus conventional crime. Masyarakat setiap waktu tidak pernah merasa aman dari intaian pelaku curanmor, jambret, perampok maupun kerisihan terhadap kejadian-kejadian perkelahaian antar pelajar dan lain-lain. Kejadian-kejadian tersebut tetap terulang dan terus terjadi walaupun telah ada peraturan-peraturan yang tegas mengenakan sanksi- sanksi berupa pemidanaan badan (penjara) terhadap kejahatan-kejahatan dimaksud, antara lain pasal 362, 363, 365 dan 170 KUHP. Bahkan secara kualitatif, adanya ancaman-ancaman pidana mati pun ternyata tidak menjadikan pelaku kejahatan lantas takut dan tidak melakukan kejahatan seperti halnya yang terjadi pada kasus-kasus penyelundupan maupun produksi narkoba akhir-akhir ini yang diungkap

description

Studi Kasus Pengeroyokan berdasarkan Deterrence Theory

Transcript of EFEK JERA PIDANA (Studi Kasus Pengeroyokan)

Page 1: EFEK JERA PIDANA (Studi Kasus Pengeroyokan)

UPAYA MEWUJUDKAN EFEK JERA PEMIDANAAN

OLEH PENYIDIK POLRI

(Studi kasus tindak pidana secara bersama-sama melakukan

kekerasan terhadap orang di muka umum oleh Tersangka

RIZKY ANUGRAH GAUTAMA alias KIKI, Dkk)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kejadian kriminalitas di kota-kota besar di Indonesia tidak lepas

dari kuantitas maupun kualitasnya. Secara kuantitatif, trend kejahatan

yang selalu marak berkisar pada kasus-kasus conventional crime.

Masyarakat setiap waktu tidak pernah merasa aman dari intaian

pelaku curanmor, jambret, perampok maupun kerisihan terhadap

kejadian-kejadian perkelahaian antar pelajar dan lain-lain. Kejadian-

kejadian tersebut tetap terulang dan terus terjadi walaupun telah ada

peraturan-peraturan yang tegas mengenakan sanksi-sanksi berupa

pemidanaan badan (penjara) terhadap kejahatan-kejahatan

dimaksud, antara lain pasal 362, 363, 365 dan 170 KUHP. Bahkan

secara kualitatif, adanya ancaman-ancaman pidana mati pun ternyata

tidak menjadikan pelaku kejahatan lantas takut dan tidak melakukan

kejahatan seperti halnya yang terjadi pada kasus-kasus

penyelundupan maupun produksi narkoba akhir-akhir ini yang

diungkap Polri dan para tersangkanya dijatuhi hukuman mati oleh

hakim namun tetap saja kejahatan yang sama masih terjadi. Sebagai

fakta empiris dapat dilihat pada kesimpulan hasil penelitian kerja

sama Polda Jatim dengan LPPM (Lembaga Penelitian dan

Pengabdian kepada Masyarakat) Universitas Airlangga tahun 2007,

bahwa kasus pencurian dan perampasan kendaraan bermotor

merupakan tindak kejahatan meresahkan masyarakat.

Masih banyak lagi fenomena lain terkait pengulangan kejahatan-

kejahatan yang sama dan serupa oleh pelaku tindak pidana

walaupun telah mengetahui ancaman hukumannya. Salah satu faktor

yang menyebabkan fenomena-fenomena diatas adalah kemungkinan

Page 2: EFEK JERA PIDANA (Studi Kasus Pengeroyokan)

tidak adanya atau kurang kuatnya efek jera (deterrent effect)

pemidanaan baik terhadap pelaku pidana (special deterrence) itu

sendiri maupun terhadap masyarakat secara umum yang berpotensi

melakukan tindak pidana yang sama (generally deterrence).

Oleh karena itu penulis akan melakukan analisis menggunakan

pendekatan kualitatif berdasarkan deterrence theory yang

dikemukakan Cesare Beccaria dan Jeremy Bentham terhadap

fenomena-fenomena dimaksud dengan mengambil sampel guna

studi kasus yaitu perkara tindak pidana secara bersama-sama

melakukan kekerasan di muka umum yang dilakukan oleh tersangka

Rizky Anugrah Gautama alias Kiki, dkk terhadap Nugraha Vaisar

Chaqi, dkk yang ditangani oleh penyidik Sat Reskrim Polresta

Malang. Kasus tersebut menarik bagi penulis yang juga saksi hidup

dalam proses penanganan kasus tersebut selaku KBO Reskrim

Polresta Malang dikarenakan tersangka Kiki merupakan putra dari

Ketua DPRD Kota Malang yang dikenal di lingkungan sekolahnya

SMAN 9 Kota Malang sering terlibat tawuran dan telah dua kali

menjalani proses hukum di pihak kepolisian (Polresta Malang) namun

baru satu kasus terakhir yang dilakukan penyidikan hingga tuntas.

Adanya intervensi-intervensi oleh pihak-pihak tertentu terhadap

penyidik untuk tidak melanjutkan penaganan kasus Kiki dkk

merupakan faktor menarik lainnya bagi penulis dalam melakukan

analisis.

2. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, yang

menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah ”Bagaimana upaya

dalam mewujudkan efek jera pemidanaan oleh penyidik Polri

(dengan studi kasus tersangka Kiki dkk) ?”.

3. Persoalan-persoalan

a. Bagaimana efek pemidanaan yang timbul terhadap tersangka

Kiki dkk serta pengaruhnya pada masyarakat luas ?

b. Bagaimana upaya mewujudkan efek jera pemidanaan oleh

penyidik Polri ?

2

Page 3: EFEK JERA PIDANA (Studi Kasus Pengeroyokan)

II. PEMBAHASAN

1. Efek Pemidanaan

a. Perspektif Deterrence Theory

Konsepsi deterrence effect yang hendak dicapai dalam

suatu proses penegakan hukum dapat dipandang secara

khusus sebagai sebuah strategi dalam pemberian hukuman

terhadap seseorang dengan tujuan agar orang tersebut tidak

melakukan tindak pidana lagi, atau secara umum yaitu

pemberian hukuman terhadap seseorang yang melakukan

tindak pidana bertujuan untuk memberikan contoh terhadap

masyarakat luas agar orang-orang lainnya tidak melakukan

tindak pidana (kejahatan).

Filosuf Utilatirian Beccaria dan Bentham, mempercayai

bahwa orang termotivasi secara fundamental memperoleh

kesenangan dan menghindari rasa sakit. Secara umum,

seseorang yang berpotensi meraih kesenangan dengan

melakukan tindak pidana (kejahatan) dapat dihalangi (can be

deterred) dengan meningkatkan ancaman berupa rasa sakit

yang akan dideritanya manakala kejahatan tersebut

dilakukannya. Secara khusus, seseorang yang berpotensi

melakukan kejahatan dapat dicegah dengan cara memberikan

ancaman berupa hukuman tertentu melalui perumusan undang-

undang (legal punishment) yang mengandung aspek kepastian

(certainty), kecepatan (celerity), dan keparahan (severity),

dengan argumentasinya sebagai berikut :

1) Kepastian (certainty)

Menurut Beccaria dan Bentham, dalam pemberian

hukuman harus terdapat kepastian sehingga hukuman

tersebut menjadi pencegah yang efektif bagi sebuah

kejahatan. Semakin paham seorang calon pelaku

kejahatan berpikir bahwa dia bisa lolos dengan

kejahatannya, maka semakin sedikit dia akan

mempertimbangkan bahwa hukuman tersebut dapat

dikenakan kepadanya.

3

Page 4: EFEK JERA PIDANA (Studi Kasus Pengeroyokan)

2) Kecepatan (celerity)

Beccaria dan Bentham berpendapat bahwa untuk menjadi

pencegah yang efektif, hukuman harus memiliki kecepatan.

Sebuah hukuman yang terjadi dengan cepat setelah

kejahatan membantu untuk membentuk hubungan yang

kuat antara hukuman dan kejahatan dalam pikiran

masyarakat umum, sehingga setiap kali seorang warga

merenungkan tindakan kriminal, ia akan langsung ingat dan

menanamkan dalam benaknya tentang beratnya hukuman

itu.

3) Keparahan (severity)

Menurut Beccaria dan Bentham, hukuman seharusnya

proporsional dalam keparahan mereka, yaitu ancaman

hukuman yang dibuat cukup membebani seseorang

apabila melakukan kejahatan dimana porsi (berat-ringan)

dari hukuman tersebut harus seimbang dengan

perbuatannya, tidak terlalu ringan dan tidak terlalu berat

(proporsional).

Dengan konsepsi sebagaimana dikemukakan Beccaria dan

Bentham melalui deterrence theory-nya tersebut, diharapkan

efek jera (pencegahan) timbul sebelum tindak pidana

(kejahatan) dilakukan atau dengan kata lain penekanan teori ini

bahwa dalam rangka mencegah seseorang melakukan

kejahatan bukan melalui upaya represif (penegakan hukum)

melulu yang dilakukan setelah orang melakukan suatu

kejahatan namun lebih pada aspek pencegahan dengan

menanamkan pola pikir terhadap masyarakat agar takut

melakukan kejahatan-bagi yang belum pernah melakukan

kejahatan atau takut mengulangi kejahatan lagi-bagi yang sudah

pernah melakukan kejahatan.

b. Posisi kasus tersangka Kiki dkk

Latar belakang terjadinya peristiwa pengeroyokan oleh Kiki

dkk terhadap Nugraha VaIcang Chaqi alias Icang dkk pada

tanggal 22 Desember 2008 sekitar pukul 16.30 Wib berawal

4

Page 5: EFEK JERA PIDANA (Studi Kasus Pengeroyokan)

ketika Icang berangkat ke sekolahnya SMAN 9 Kota Malang

pada hari itu juga jam 06.30 Wib selanjutnya Kiki dengan

sengaja menyerempet sepeda motor yang dikendarai Icang dari

arah belakang dengan sepeda motornya yang berakibat Icang

hampir tertabrak truk dari arah depan sehingga secara spontan

Icang mengeluarkan kata kasar “jancok” kepada Kiki. Peristiwa

itu kemudian berlanjut dengan balapan keduanya sampai

dengan sekolah mereka. Tidak berhenti disitu, Kiki kemudian

melakukan teror dengan mengancam akan membunuh Icang

melalui hand phonenya namun Icang menyikapinya dengan

sabar dan justru mendatangi Kiki pada sore harinya, jam 17.30

di Jalan Letjen Sutoyo Kota Malang-tempat nongkrong Kiki dan

Gang Punk Rock-nya-untuk meminta maaf dan berdamai

dengan Kiki. Sikap Icang tersebut langsung disambut dengan

pukulan bertubi-tubi oleh Kiki dan dua orang temannya (Yusda

dan Norma) ke arah wajah dan badan Icang sehingga Icang

menderita luka memar pada sekujur badannya dan wajahnya.

Disamping itu, Kiki dan teman-temannya juga melakukan

pemukulan terhadap dua orang teman Icang (Sabil dan Rendy)

yang berusaha melerai perkelahian tersebut. Atas kejadian

tersebut Icang dkk didampingi orang tuanya melaporkan

perbuatan Kiki dkk ke Polresta Malang.

Berdasarkan hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik

Polresta Malang, bahwa Kiki dkk telah cukup bukti diduga

melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan

kekerasan di muka umum terhadap Icang dkk, sebagaimana

dimaksud dalam pasal 170 KUHP, dengan ancaman pidana

penjara maksimal selama lima tahun enam bulan (ayat 1), tujuh

tahun apabila mengakibatkan sesuatu luka (ayat 1. e), sembilan

tahun jika menyebabkan luka berat (ayat 2. e) dan dua belas

tahun jika mengakibatkan matinya orang (ayat 3. e).

Pada tanggal 14 Januari 2009, Kiki dkk resmi ditangkap

oleh penyidik Sat Reskrim Polresta Malang yang dilanjutkan

dengan penahanan mulai tanggal 15 Januari 2009. Namun pada

5

Page 6: EFEK JERA PIDANA (Studi Kasus Pengeroyokan)

tanggal 15 Februari 2009, penahanan Kiki dkk ditangguhkan

dengan alasan Kiki dkk hendak mengikuti UNAS. Pada

pertengahan Mei 2009 berkas perkara Kiki dkk dinyatakan

lengkap (P21) oleh JPU Kejari Malang yang dilanjutkan dengan

pelimpahan tersangka ke Kejari Malang pada tanggal 27 Mei

2009.

Kiki dkk tersebut bukan pertama kalinya tersangkut proses

hukum dalam perkara pengeroyokan, sebelumnya yaitu sekitar

bulan Mei 2008, juga melakukan pegeroyokan terhadap rekan

satu sekolahnya yang berakibat Kiki dkk dilaporkan oleh

rekannya tersebut ke Polresta Malang. Namun pada kasus yang

pertama tersebut, terjadi perdamaian secara kekeluargaan

antara Kiki dkk yang diwakili orang tuanya, Ketua DPRD Kota

Malang Drs. E.C. Priyatmoko Oetomo dengan pihak korban

serta keluarganya sehingga proses penyidikannya “dihentikan”

oleh penyidik Sat Reskrim Polresta Malang tanpa adanya

rekomendasi dari petugas BAPAS.

Sebenarnya tidak hanya itu kasus pengeroyokan yang

dilakukan oleh Kiki dkk, banyak beberapa kasus lainnya namun

tidak sampai dilaporkan ke pihak kepolisian karena terlebih dulu

terjadi perdamaian dengan pihak-pihak yang menjadi korban

pengeroyokan Kiki dkk serta Gang Punk Rock-nya. Fakta

tersebut didapatkan oleh petugas BAPAS Kota Malang pada

proses penyidikan kasus yang kedua, dengan korban Icang dkk.

Dari hasil wawancaranya dengan pihak-pihak terkait, antara lain

orang tua Kiki dkk, pihak sekolah SMAN 9 Kota Malang,

lingkungan tempat tinggal Kiki dkk dan lingkungan pergaulannya

dengan Gang Punk Rock. Fakta lain yang didapat petugas

BAPAS yaitu para pendidik SMAN 9 Kota Malang sangat

mengeluhkan perilaku brutal Kiki dkk ditambah lagi

ketidakdisilinannya dengan sering bolos sekolah dan sangat

rendahnya prestasi akademis yang bersangkutan. Dan kesemua

fakta tersebut didukung dengan keterangan Drs. E.C.

Priyatmoko Oetomo kepada petugas BAPAS bahwa Kiki

6

Page 7: EFEK JERA PIDANA (Studi Kasus Pengeroyokan)

memang berperilaku nakal yang antara lain disebabkan sejak

kecil tidak mendapat kasih sayang dari ibunya yang telah

meninggal dunia ditambah kelalaian Drs. E.C. Priyatmoko

Oetomo mengawasi perilaku anaknya tersebut karena

kesibukan sebagai politikus.

Merupakan fakta juga, bahwa kompensasi dari perdamaian

yang membawa konsekuensi bahwa korban pengeroyokan Kiki

dkk mencabut laporannya di kepolisian adalah dengan

melakukan pengobatan terhadap korban serta pemberian

santunan berupa “sejumlah uang” yang tidak sedikit jumlahnya

kepada keluarga korban. Tidak hanya itu, “sejumlah uang”

juga diterima oleh pihak penyidik secara “terstruktur” guna

“penghentian” perkara yang pertama ataupun “penagguhan

penahanan” pada kasus yang kedua. Fakta yang terakhir

diketahui sendiri oleh penulis selaku KBO Sat Reskrim Polresta

Malang, walaupun secara formil kebenarannya sulit dibuktikan.

Oleh karena itu, pada evaluasi akhir dari hasil pemeriksaan

Kiki dkk oleh petugas BAPAS terdapat rekomendasi dari

petugas BAPAS agar Kiki dkk dilanjutkan proses hukumnya

sampai dengan tingkat sidang pada pengadilan anak sebagai

salah satu upaya pengakkan supremasi hukum dikarenakan

Kiki dkk sudah tidak dapat dibina lagi oleh orang tuanya dan

perlu mendapat pembinaan dari negara dalam hal ini petugas

pembimbing kemasyarakatan (PK) BAPAS Kelas I Kota Malang

dan pengawasan dari Jaksa sesuai pasal 29 ayat 7, 8 dan 9 UU

RI No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Disamping itu,

rekomendasi petugas BAPAS didasari juga oleh tujuan agar Kiki

dkk mendapatkan pembelajaran hukum dan “shock therapy”

bagi diri mereka agar di lain waktu tidak mudah terjerumus

dalam “tindak anti sosial dan hukum” lainnya yang lebih

parah di masa yang akan datang.

Untuk proses sidang pengadilan Kiki dkk sampai dengan

saat ini belum dimulai. JPU Kejari Malang memberikan

7

Page 8: EFEK JERA PIDANA (Studi Kasus Pengeroyokan)

keterangan kepada sejumlah media lokal bahwa pihaknya masih

melakukan penyusunan dakwaan.

c. Analisis Deterrence Effect Pada Kasus Kiki dkk

Berdasarkan uraian posisi kasus Kiki dkk diatas, secara

sekilas nampak bahwa sosok Kiki dkk memang layak

dikategorikan sebagai “anak nakal” sebagaimana didefinisikan

dalam UU RI No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Perilakunnya beserta teman-temannya dalam Geng Punk Rock

yang arogan dalam melakukan hubungan sosial khususnya

dalam hal penyelesaian konflik-konflik antar remaja melalui

cara-cara kekerasan merupakan manifestasi dari sikap dan

mental serta pola pikir Kiki dkk yang minus terhadap kataatan

atas norma-norma yang berlaku dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Negara telah mengatur norma-norma yang diwajibkan

ataupun yang dilarang dalam menjalankan hubungan sosial

setiap warga negaranya. Perbuatan Kiki dkk yang secara

berulang-ulang melakukan penganiayaan terhadap orang lain

secara bersama-sama dengan teman-tamannya menunjukkan

fakta bahwa Kiki dkk belum mendapatkan efek jera dari sistem

hukum yang telah ditentukan oleh negara ini padahal sudah

secara eksplisit telah dijelaskan dalam KUHP tentang ketentuan

pasal 170 KUHP bahwa perbuatan melakukan kekerasan

secara bersama-sama di muka umum terhadap orang

(pengeroyokan) dipidana dengan hukuman penjara maksimal

lima tahun enam bulan (ayat 1), tujuh tahun apabila

mengakibatkan sesuatu luka (ayat 1. e), sembilan tahun jika

menyebabkan luka berat (ayat 2. e) dan dua belas tahun jika

mengakibatkan matinya orang (ayat 3. e). Terhadap fakta-fakta

dimaksud, selanjutnya dapat dilakukan analisis berdasarkan

deterrence theory meliputi aspek-aspeknya sebagai berikut :

1) Kepastian (certainty)

Sebelum Kiki dkk diproses secara hukum dalam perkara

pengeroyokan terhadap Icang dkk, setiap perbuatan

8

Page 9: EFEK JERA PIDANA (Studi Kasus Pengeroyokan)

pengeroyokan yang dilakukannya terhadap orang lain

selalu dapat diselesaikan secara damai oleh orang tuanya

bahkan pada kasus terakhir sebelum melakukan

pengeroyokan terhadap Icang dkk, Kiki dkk sudah sempat

diproses oleh pihak kepolisian yang juga berujung dengan

“perdamaian”.

Faktor inilah, dimana Kiki dkk “selalu ditolong” oleh orang

tuanya bahkan didukung sikap “permissive” penyidik agar

perkara Kiki dkk tidak dilanjutkan proses hukumnya, secara

tidak langsung dan tidak disadari pihak-pihak yang terkait

penangan kasus Kiki dkk, menjadikan tidak terwujudnya

kepastian dalam proses penegakan hukum dikarenakan

tidak adanya komitmen khususnya dari pihak penyidik

untuk mewujudkan hal tersebut.

Kemungkinan tentang adanya keyakinan pada diri Kiki dan

teman-temannya bahwa mereka akan selalu lolos dari jerat

hukum dilatarbelakangi oleh status politik dan sosial Drs.

E.C. Priyatmoko Oetomo dapat menjadi faktor

penyumbang tidak terwujudnya aspek kepastian

dimaksud. Sehingga dapat memungkinkan terjadi

akumulasi dimana pada benak Kiki dkk semakin tertanam

pemahaman bahwa mereka tidak perlu menaati norma-

norma yang ada. Disinilah terjadi kegagalan hukum

menjadi faktor pencegah yang efektif dilakukannnya

kejahatan.

2) Kecepatan (celerity)

Totalitas dari cara-cara Kiki melakukan penyelesaian

masalah melalui kekerasan yang tidak segera tersentuh

dan diikuti oleh hukum sesaat setelah perbuatan dimaksud

dilakukan bahkan secara berkepanjangan dan berulang

telah melemahkan persepsi tentang hubungan yang kuat

antara hukuman dengan kejahatan, sehingga Kiki dkk tidak

lagi dapat mengingat sanksi-sanksi hukum yang akan

9

Page 10: EFEK JERA PIDANA (Studi Kasus Pengeroyokan)

diterimanya manakala mereka melakukan kekerasan-

kekerasan dimaksud.

3) Keparahan (severity)

Ancaman hukuman pidana pada pasal 170 KUHP

sebenarnya sudah cukup berat apabila diperuntukkan bagi

anak-anak, namun sekali lagi dikarenakan aspek-aspek

sebelumnya-certainty dan celerity-juga tidak

teraktualisasikan, maka implikasi spontannya pada aspek

severity pun juga tidak dapat terpenuhi, dalam hal ini Kiki

dkk belum pernah merasakan beban berupa beratnya

hukuman yang akan diterimanya dari hakim yang akan

mengadili perkaranya, belum merasakan menjalani

hukuman di Lembaga Pemasyarakatan bahkan efek sosial

yang ditimbulkan berupa label sebagai eks narapidana

akan melekat padanya seumur hidup.

Mungkin saja, pada diri Kiki dkk telah timbul efek jera

disebabkan penahanannya pada kasusnya yang kedua-

pengeroyokan terhadap Icang-sampai dengan

dilanjutkannya perkarannya ke pengadilan anak, namun

relitasnya baru akan terlihat pasca proses pengadilan

terhadap Kiki dkk, apakah mereka telah jera sehingga tidak

akan mengulangi lagi perbuatannya atau justru

sebaliknya ?

Apabila kejadian berupa akumulasi-akumulasis dari tidak

teraktualisasinya aspek-aspek deterrence tersebut diatas

senantiasa berlangsung dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara maka menyebabkan timbulnya suatu

kondisi dimana masyarakat tidak mendapatkan efek jera yang

diharapkan dari adanya ancaman dan hukuman melalui norma-

norma yang telah dirumuskan oleh negara. Hal tersebut selaras

dengan pernyataan Beccaria dan Bentham bahwa terdapat

sebuah hubungan positif yang kuat antara hukuman sebenarnya

(actual punishment) yang diberikan terhadap para pelaku

kejahatan dengan efek dari hukuman tersebut yang dirasakan

10

Page 11: EFEK JERA PIDANA (Studi Kasus Pengeroyokan)

masyarakat (percieved punishment). Asumsi dimaksud

penting karena dua alasan, pertama, bahwa ketika perubahan

dalam kebijakan pidana yang telah ditetapkan tidak mengubah

keyakinan para pelaku potensial, khususunya terhadap aspek

certainty, celerity dan severity tentang suatu hukuman, maka

perubahan dalam kebijakan pidana tersebut tidak akan bisa

menghasilkan pencegahan apapun terhadap kejahatan. kedua,

demonstrasi hubungan yang positif antara hukuman aktual dan

hukuman yang dirasakan masyarakat memiliki nilai penting

untuk membedakan antara efek jera yang ditimbulkan oleh

aspek certainty, celerity dan severity dari suatu hukuman

dengan efek jera yang mungkin ditimbulkan oleh aspek-aspek

lain diluar ketiga aspek dimaksud (certainty, celerity dan

severity).

2. Upaya Mewujudkan Efek Jera Pemidanaan Oleh Penyidik

Dalam mewujudkan efek jera atas suatu hukuman sebagaimana

yang terkandung dalam norma-norma perundang-undangan suatu

negara diperlukan peran berbagai pihak, tidak hanya menjadi

tanggung jawab unsur criminal justice system (CJS) saja

melainkan dibutuhkan juga peran pemerintah dan masyarakat secara

keseluruhan sehingga terwujud persepsi yang sama terhadap adanya

efek jera atas suatu hukuman.

Khusus pada tahapan penyidikan, disitulah terdapat peran vital

para penyidik Polri untuk membangun suatu citra di hadapan publik

bahwa penyidik juga turut menentukan aktualisasi dari efek jera atas

proses penegakan hukum, baik terhadap masyarakat yang telah

melanggar aturan (pelaku tindak pidana/kejahatan) maupun yang

berpotensi melanggar aturan. Sehingga secara tidak langsung,

apabila hal tersebut dapat tercapai, maka dimungkinkan tugas pokok

Polri pun akan mendapatkan kontribusi positif berupa terpeliharanya

keamanan dan ketertiban masyarat dikarenakan telah adanya

persepsi dalam masyarakat tentang deterrence effect atas suatu

pemidanaan dalam proses penyidikan yang berjalan secara

profesional, transparan dan akuntabel.

11

Page 12: EFEK JERA PIDANA (Studi Kasus Pengeroyokan)

Realisasi terhadap tujuan untuk mewujudkan efek jera

pemidanaan pada tahapan penyidikan tersebut sebenarnya tidaklah

sulit. Para penyidik Polri hanya perlu melakukan proses penyidikan

sesuai dengan asas-asas hukum yang dianut secara universal;

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; serta

didukung dengan kompetensi yang qualified sebagai seorang

penyidik melaui penguasaan teknik dan taktik penyidikan yang

diemban melalui fungsi Reskrim Polri. Penyidikan yang terlaksana

secara profesional, transparan dan akuntabel dengan paradigma

Polri yang baru yaitu bermoral dan modern, secara tidak langsung

akan mengakomodir pula tujuan dari penegakan hukum yaitu

tercapainya kepastian hukum, manfaat hukum dan keadilan. Upaya-

upaya tersebut juga meliputi eliminasi terhadap paradigma-

paradigma lama yang menjadikan citra negatif bagi Polri seperti

pameo “kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah” ; “kehilangan

kambing kalau lapor polisi bisa kehilangan sapi” dan lain-lain yang

pada kenyataannya berorientasi terhadap “uang” sehingga terdapat

pameo dalam masyarakat apabila berurusan dengan polisi maka

“ujung-ujungnya duit (uud)”.

Dengan dihormati dan dipercayainya Polri dalam melaksanakan

penegakan hukum dengan menjunjung tinggi asas equality before

the law, menjamin terwujudnya certainty, celerity dan severity suatu

hukuman maka deterrence effect pun akan tersosialisasi dengan

sendirinya di dalam proses kepatuhan hukum oleh masyarakat.

III. KESIMPULAN

Efek jera atas suatu hukuman yang telah dirumuskan undang-undang

memerlukan peran nyata dari berbagai pihak yang terkait dalam

mewujudkannya, bukan hanya CJS namun juga pemerintah dan

masyarakat pada umumnya. Apabila terdapat elemen-elemen dalam

masyarakat yang tidak turut serta dalam mengaktualisasikan dan menjaga

terwujudnya certainty, celerity dan severity dari hukuman yang telah

dirumuskan undang-undang tersebut, maka akan membawa dampak

terhadap penurunan kualitas bahkan tidak adanya efek jera dimaksud.

Certainty, celerity dan severity adalah elemen kunci bagi masyarakat

12

Page 13: EFEK JERA PIDANA (Studi Kasus Pengeroyokan)

dalam memahami kemampuan hukum untuk mengendalikan perilaku

manusia agar tidak menyimpang.

Peran penyidik Polri sebagai bagian dari CJS dalam mewujudkan efek

jera atas suatu pemidanaan adalah sangat penting mengingat wewenang

Polri yang begitu besar yang diberikan undang-undang dalam proses

penegakan hukum. Apabila peran tersebut dilaksanakan dengan baik,

maka akan berimplikasi terhadap citra Polri dalam masyarakat sebagai

penegak hukum yang profesional, trasparan dan akuntabel sehingga

terwujud kepatuhan terhadap hukum oleh masyarakat yang dilandasi

adanya efek jera terhadap hukuman yang ditegakkan dengan wewenang

Polri. Dan sebaliknya pula, apabila peran tersebut tidak diemban dengan

baik, maka akan menurunkan citra dan martabat Polri, membawa dampak

berupa rendahnya kesadaran hukum dalam masyarakat dikarenakan tidak

adanya efek jera. Oleh karena itu dalam pelaksanaan penegakan hukum

oleh para penyidik Polri, perlu diyakini bahwa apa yang dilakukan didasari

dengan legalitas dan asas kepastian hukum serta ditopang tujuan untuk

mewujudkan efek jera pemidaaan semenjak/melalui tahap penyidikan.

Jakarta, 29 Agustus 2009Penulis

HANDIK ZUSENNO. MHS. 6877

13

Page 14: EFEK JERA PIDANA (Studi Kasus Pengeroyokan)

DAFTAR PUSTAKA

1. Zimring F E, Hawkins GJ, 1973, Deterrence : The Legal Threat in Crime Control, University of Chicago, Chicago.

2. Tb. Ronny Rahman Nitibaskara, 2008, Modul Sosiologi Hukum PTIK, PTIK Press, Jakarta.

3. http://one.indoskripsi.com/node/9622

4. http://blog.santegidio.or.id/2008/11/teori-hukuman-mati/

5. http://www.criminology.fsu.edu/crimtheory/beccaria.htm

6. http://te-cyberedu.blogspot.com/

14