BAB II MAKNA KEMANUSIAAN -...

25
25 BAB II MAKNA KEMANUSIAAN Bab ini menjelaskan konsepsi bahwa kemanusiaan merupakan konsensus universal yang bertujuan untuk mempertahankan martabat manusia. Inilah selanjutnya yang menghasilkan lahirnya konsep Hak Asasi Manusia (HAM) yang merupakan puncak konseptualisasi pemikiran manusia tentang hakikat dirinya. Untuk menjustifikasi pengertian tersebut penulis akan memulainya dengan menjelaskan makna kemanusiaan. Dengan berpegang pada kemanusiaan tersebut maka selanjutnya penulis berargumen bahwa kemanusiaan adalah hukum yang mempertahankan martabat manusia. Atas dasar itu maka alur pembahasan bab ini terlebih dahulu mengklarifikasi konsep kemanusiaan yang akan menghasilkan pengertian bahwa kemanusiaan merupakan dasar untuk semua hak dasar yang diklaim, atau martabat manusia dianggap sebagai dasar hak asasi manusia yang aksiomatis. Kedua, kemanusiaan adalah hukum berdasarkan konsep martabat manusia

Transcript of BAB II MAKNA KEMANUSIAAN -...

25

BAB II

MAKNA KEMANUSIAAN

Bab ini menjelaskan konsepsi bahwa kemanusiaan

merupakan konsensus universal yang bertujuan untuk

mempertahankan martabat manusia. Inilah selanjutnya yang

menghasilkan lahirnya konsep Hak Asasi Manusia (HAM) yang

merupakan puncak konseptualisasi pemikiran manusia tentang

hakikat dirinya. Untuk menjustifikasi pengertian tersebut penulis

akan memulainya dengan menjelaskan makna kemanusiaan.

Dengan berpegang pada kemanusiaan tersebut maka selanjutnya

penulis berargumen bahwa kemanusiaan adalah hukum yang

mempertahankan martabat manusia.

Atas dasar itu maka alur pembahasan bab ini terlebih

dahulu mengklarifikasi konsep kemanusiaan yang akan

menghasilkan pengertian bahwa kemanusiaan merupakan dasar

untuk semua hak dasar yang diklaim, atau martabat manusia

dianggap sebagai dasar hak asasi manusia yang aksiomatis. Kedua,

kemanusiaan adalah hukum berdasarkan konsep martabat manusia

26

yang ditemukan di sebagian besar konstitusi yang ditulis setelah

Perang Dunia II. Di sini posisi kemanusiaan adalah sebagai

asas/prinsip hukum. Ketiga, Asas kemanusiaan sebagai hukum

akan dikaji muatan normative content-nya sehingga pada analisis

akhir pendekatan UU No. 12 Tahun 2011 yang secara sempit

mengartikan kemanusiaan sebagai Hak Asasi Manusia (HAM)

dapat dibenarkan sebagai hukum.

A. Konsep Kemanusiaan

Sub Bab ini akan dijelaskan kemanusiaan adalah sifat

hakiki manusia yang membedakan manusia dengan makhluk lain.

Pada dasarnya yang membedakan manusia dengan mahkluk-

mahkluk lain di bumi adalah martabat manusia karena manusia

memiliki kemanusiaan yang inheren. Oleh karena itu, bagian ini

akan menjelaskan kemanusiaan sebagai dasarnya atau landasannya

HAM yang aksiomatis dan tidak memerlukan pembelaan teoritis.

Untuk itu, pertama-tama yang akan dijelaskan adalah apa itu

manusia selanjutnya menjelaskan kemanusiaan dan martabat

manusia yang hakikatnya sama sebagai nilai manusia yang tidak

terpisah atau melekat secara alamiah dalam diri manusia yang

diberikan oleh Tuhan sejak kelahirannya.

27

Untuk menjelaskan apa itu manusia penulis akan terlebih

dahulu mengutip pengertian manusia yang dikemukakan

Aristoteles (384-347 SM) “manusia adalah animal rasionale”

(hewan yang berakal budi). Menurut logika Aristoteles, bagian

pertama suatu defenisi haruslah menyebut jenisnya yang paling

dekat (dalam hal ini animal), sedangkan bagian kedua harus

menyebut hal yang spesifik (di sini rasionale: berakal budi).1

Berpikir adalah salah satu kekhasan manusia dibanding

makhluk lainnya. Charles Robert Darwin, meletakkan

keberangkatan teorinya dari pijakan bahwa secara biologis

manusia tidak berbeda dengan monyet. Namun, bagi orang-orang

yang budiman, teori Darwin tersebut dapat dipandang rentang

khazanah perbedaan besarnya, dimana manusia mampu untuk

memikirkan asal-usulnya, sedangkan hewan tidak. Oleh karena

itulah, manusia dalam keberadaannya mampu memahami bahwa

ia dapat bertindak sebagai subjek maupun objek dari

pengamatanya sendiri.2

1 Adelbert Snijders, Antropologi Filsafat: Manusia, Paradoks dan

Seruan. Kanisius, Yogyakarta, 2004, hlm. 17. 2 Muhamad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis terhadap Hukum dan

Hukum Indonesia (dalam dimensi ide dan aplikasi), PT Rajagrafido Persada,

Jakarta, 2015, hlm.2

28

Manusia adalah salah satu ciptaan Tuhan (makhluk) yang

istimewa, Sebagaimana yang tertulis dalam Alkitab: Kejadian 1

ayat 27 yang menyebutkan: Maka Allah menciptakan manusia itu

menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia;

laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.3 Jika dilihat dari

sudut pandang penciptaan Allah maka manusia merupakan

mahkluk yang istimewa yang serupa dengan gambar Allah.

Manusia memiliki keunikan dan kekhasan yang berharga dan

terpuji yang berbeda dengan keunikan makhluk lainnya. Artinya

manusia memiliki martabat yang lebih tinggi dari pada makhluk

lainnya, atau martabat yang membedakan secara kualitatif dari

semuanya. Martabat manusia yang lebih tinggi secara teoritis

didasarkan pada diskontinuitas manusia dengan alam.

Setelah menjelaskan manusia sebagai makhluk ciptaan

Tuhan yang istimewa, maka selanjutnya dalam studi ini penulis

akan membahas konsep kemanusiaan. Prof. Hembing

menjelaskan; kemanusiaan adalah sistem pikiran dan tindakan

yang memberi perhatian berdasarkan nilai dan kepentingan dengan

3 Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia (Anggota IKAPI), Jakarta 2013,

hlm.1.

29

mencurahkan hidup hanya untuk kesejahteraan umat manusia.

Kemanusiaan mengambarkan kelembutan manusia, rasa belas

kasih dan sikap mengasihi terhadap sesama, lingkungan, binatang

meskipun dalam keadaan menderita dan sengsara. Pengertian

kemanusiaan mencakup segala sifat, pandangan, cara berpikir dan

perbuatan yang karena kodratnya, manusia harus memilikinya,

sebab rasa kemanusiaan merupakan dorongan batin untuk

melahirkan suatu sikap atau perbuatan kemanusiaan. Seseorang

dapat bertindak dan berpikir manusiawi atau berdasarkan prinsip-

prinsip kemanusiaan apabila memiliki moral yang baik. Orang

yang bermoral tidak baik tentu tidak mungkin memiliki sikap dan

perbuatan kemanusiaan, sebab perbuatan kemanusiaan seluruhnya

bernilai baik.4

Dari pendapat Hembing diatas, dapat ditarik suatu

pengertian bahwa kemanusiaan seluruhnya bernilai baik dalam

segala sifat, pandangan, cara berpikir dan perbuatan. Sehingga

kemanusiaan ini menjadi suatu cerminan manusia dalam

mewujudkan martabatnya sebagai manusia yang dimiliki sejak

4 Siti Nafsiah, Prof Hembing Pemengang the star of Asian award,

Prestasi Insan Indonesia, Jakarta, 2000, hlm. 165-166

30

lahir. Kemanusiaan dan martabat manusia hakikatnya itu sama

yaitu sebagai nilai manusia yang tidak terpisah atau melekat secara

alamiah dalam diri manusia yang diberikan oleh Tuhan sejak

kelahirannya atau sebagai tempat berakarnya nilai-nilai

kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan diwujudkan dalam bentuk

tindakan kemanusiaan yang bersifat universal. Nilai-nilai tersebut

adalah kesamaan semua orang sebagai manusia, hak-hak asasi,

penghapusan hukuman yang brutal, larangan terhadap penyiksaan,

kebebasan berpikir dan beragama, toleransi religius, demokrasi,

keadilan sosial, solidaritas nasional maupun internasional,

perlindungan terhadap mereka yang lemah, jaminan hak para

minoritas, sistem peradilan yang tidak berpihak, perlindungan

hukum universal, prinsip non diskriminasi, pengakuan martabat

manusia tanpa membedakan jenis kelamin, agama, warna kulit,

pola kebudayaan dan kedudukan sosial.5

Frans Magnis-Seseno berpandangan bahwa nilai-nilai

kemanusiaan (universal) berakar dalam martabat manusia.

“Martabat” berarti “derajat” atau “pangkat.” Jadi martabat manusia

5 Adi Eko Prioyo, The Spirit of Pluralisme: Mengali nilai-nilai

kehidupan, mencapai kearifan, PT Elexs Media Komputindo, Jakarta, 2005,

hlm. 119.

31

adalah derajat atau pangkat manusia sebagai manusia. Dengan kata

lain martabat manusia mengungkapkan apa yang merupakan

keluhuran manusia yang membedakan dirinya dari makhluk-

makhluk lain di bumi ini. Pada dasarnya yang membedakan

manusia dengan mahkluk-mahkluk lain dibumi adalah manusia

memiliki martabat yaitu tingkatan harkat kemanusiaan dan

kedudukan yang terhormat.

Ilmu pengetahuan yang bertujuan membuat manusia lebih

manusiawi yaitu humanisme. Humanisme adalah paham yang

mempunyai tujuan menumbuhkan rasa perikemanusiaan dan

bercita-cita untuk menciptakan pergaulan hidup manusia yang

lebih baik. Humanisme bisa diartikan sebagai paham di dalam

aliran-aliran filsafat yang hendak menjunjung tinggi nilai dan

martabat manusia, serta menjadikan manusia sebagai ukuran dari

segenap penilaian, kejadian, dan gejala di atas muka bumi ini.

Dengan kata lain, humanisme adalah ingin mengangkat derajat

martabat manusia dan mensejahterakan manusia. Hal ini

dipertegas oleh pernyataan Profesor Edward, P. Cheyney sebagai

berikut:

Humanism has meant many things: it may be the

reasonable balance of life that the early humanists

32

discovered in the Greeks; it may be merely the study of the

humanities or polite letters; it may be the freedom from

religiosity and the vivid interests in all sides of life of Queen

Elizabeth or a Benjamin Franklin; it may be the

responsiveness to all human passions of Shakespeare or a

Goethe; or it may be a philosophy of which man is the

center and sanction. It is in the last sense, elusive as it is,

that humanism has had perhaps its gretest significance

since the sixteenth century.

Pernyataan di atas menggambarkan bahwa makna

humanisme tidak selalu sama dari waktu ke waktu dan mempunyai

banyak perspektif, mungkin keseimbangan kehidupan yang wajar

ketika para pelopor humanis ditemukan di Yunani, mungkin hanya

mempelajari humaniora atau kesopanan, mungkin kebebasan dari

religiusitas dan kepentingan hidup dalam semua sisi kehidupan

Ratu Elizabeth atau Franklin Benjamin, mungkin menjadi tanggap

terhadap semua nafsu manusia Shakespeare atau Goethe, atau

mungkin filosofi yang mana manusia merupakan pusat dan sanksi.

Yang pasti humanisme mulai dikenal banyak kalangan sejak abad

ke-16.

Selanjutnya pada zaman moderen, yang berkembang

adalah Neo-Humanisme. Neo-Humanisme berkembang pada abad

ke-17 sampai 18 M ketika para seniman, filsuf, dan kaum

intelektual melirik kembali masa Yunani dan Romawi klasik.

33

Konsep humanisme dipandang memiliki kesamaan dengan konsep

Yunani kuno tentang bentuk tubuh dan pikiran yang harmonis.

Gerakan pencerahan merupakan suatu masa dimana keyakinan-

keyakinan imani tradisional coba dipadukan dengan kesadaran

baru tentang kemampuan manusia untuk berpikir, ragu-ragu, dan

berbeda pendapat. Jadi, Neo-Humanisme berpegang kepada

rasionalitas dan subjek sebagai pusat segala sesuatu. Sehingga

dekat dengan paham deisme, agnotisisme, dan bahkan atheisme.

Gerakan pencerahan terjadi di Jerman, Prancis, dan Inggris, lantas

berkembang cepat ke Amerika.

Sejak abad ke-19 humanisme dipandang sebagai perilaku

sosial politik yang ditujukkan untuk memenuhi kebutuhan

lembaga-lembaga politik dan hukum yang sesuai dengan ide

tentang martabat kemanusiaan. Sejak saat itulah, konsep hak asasi

manusia telah memasuki tahap etika politik modern. Humanisme

pada abad ini berhadapan dengan revolusi industri dan

perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat. Pada abad inilah

benih-benih berakhirnya humanisme sebagai konsep riil atas

manusia.

34

Pada abad ke-20 paham humanisme telah lepas dari

kaitannya dengan kebudayaan Eropa, khususnya Yunani dan

Romawi kuno. Humanisme sudah menjadi cita-cita transkultural

dan universal yang berhubungan dengan sikap dan mutu etis

lembaga politik yang menjamin martabat manusia. Pada abad ini

terjadi perubahan sikap terhadap kemanusiaan yang luar biasa

besar dibandingkan abad-abad sebelumnya, di satu sisi humanisme

mencapai puncak kematangannya sebagai sebuah gerakan yang

mendudukkan manusia pada keluhuran dan kemuliaan

martabatnya. Humanisme menjadi semacam “agama baru” bagi

masyarakat modern yang sangat mengagungkan dan mengagumi

kemanusiaan. Atas dasar itulah sehingga kemanusiaan (martabat

manusia) sebagai dasarnya HAM sebagaimana yang telah

ditemukan di sebagian besar konstitusi yang ditulis setelah Perang

Dunia II. Martabat manusia berada di bagian paling atas yang

merupakan dasar dari HAM sebagai puncak konseptualisasi

pemikiran manusia yang hakiki sebagaimana disebutkan dalam

dokumen internasional yang tidak terhitung jumlahnya, konstitusi

nasional, undang-undang dasar, dan keputusan peradilan.

35

Implikasi dari hubungan antara kemanusiaan (martabat

manusia) dengan proses transformasi HAM di dalam konstitusi

nampak dalam proses constitution-making Jerman dan Amerika

Serikat.6 Martabat manusia memiliki dimensi subjektif dan

obyektif yang memberdayakan individu dengan hak-hak tertentu

dan memaksakan kewajiban afirmatif kepada negara. Secara

umum diakui bahwa bangkitnya martabat manusia sebagai sebuah

konsep hukum berawal dari asal-usulnya yang paling langsung ke

hukum konstitusional Jerman yang meletakkan asas HAM a priori

yaitu human dignity sebagai a right to have [human] rights

sebelum konstitusi memuat daftar HAM-nya, yang tertuang dalam

Art 1. (1) of the Basic Law of the Federal Republic of Germany

states yang menyatakan bahwa: “Human dignity shall be

inviolable. To respect and protect it shall be duty of all state

authority.” Berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang

Dasar Jerman tahun 1949, yang menyatakan bahwa martabat

manusia “tidak dapat diganggu gugat” dan menetapkan hak untuk

“pengembangan kepribadian secara bebas,” pada berbagai

6 Titon Slamet Kurnia, Konstitusi HAM, Pustaka Pelajar (Anggota

IKAPI), Yogyakarta, 2014, hlm. 47-48.

36

kesempatan, Pengadilan Jerman menekankan bahwa citra manusia

dalam hukum dasar melibatkan keseimbangan antara individu dan

masyarakat.

Chritoph Enders mengilustrasikan martabat manusia

tersebut sebagai akar utama (yang paling dalam) yang menjadi

fondasi dari suatu pohon.7 Bayangan dari pohon tersebut

melindungi orang-orang dari berbagai cuaca dan buah dari pohon

tersebut yang memberi kehidupan bagi orang-orang yang bernaung

dibawah pohon itu.8 Sehingga dengan demikian apabila akar

pohon tersebut rusak maka orang-orang tersebut tidak dapat lagi

bernaung dibawah pohon tersebut dan tidak dapat hidup dari buah

pohon itu. Jadi posisi martabat manusia di negara Jerman

diposisikan sebagai dasar atau fondasi dari negara itu sendiri.

Sehingga eksistensi martabat manusia merupakan dasar sebelum

konstitusi memuat daftar HAM-nya.

7 Like a mighty tree deeply rooted in the tradition of humanity, the

commitment to human dignity towers above the landscape of German

constitutional law – a tree that protects against wind and weather, that provides

pleasant shadow, and most of all, provides plenty of fruit upon which people live

day by day. Chritoph Enders, “A Rights to Have Rigths – The German

Constitutional Concept of Human Dignity.” NUJS Law Review, Vol. 3, 2010,

hlm. 253 8 Chritoph Enders, “A Rights ..., Ibid.,

37

Konstitusi Amerika Serikat, dalam amandemennya

memiliki tehnik transformasi HAM yang berbeda dengan Jerman.

Letak perbedaannya ada pada the Amandment IX of the

Constitution of the United States menentukan:“The enumeration

in the Constitution of certain rights shall not be construed to deny

or disparage other retain by the people.” Ketentuan konstitusional

ini mengandung makna pengakuan terhadap keberadaan HAM

selain yang telah dienumerasikan di dalam the Bill of Rights of the

Constitution of the United States sehingga ketentuan tersebut

lazim dikenal dengan konsep unenumerated rights clause.9

Bernett, yuris konstitusional Amerika Serikat yang mendalami

berbagai isu tentang enenumerated rights clause,10 memberikan

refleksi atas the Amandment IX of the Constitution of the United

States sebagai berikut:

Did the United States Constitution stop at the

protection of expressly enumerated rights? taken

literaly, the ninth amandment appears to be relevant

to this question. by insisting that the "enumeration in

the constitution, of certain rights, shall not construed

to deny or disparage others retained by the people," it

appears to acknowledge that the rights specified in the

text do not exhaust the substmtive or the procedural

9 Titon Slamet Kurnia, Interprestasi HAM oleh MKRI, CV Maju Mundur,

Bandung, 2015, hlm. 25 10 Titon Slamet Kurnia, Konstitusi ..., Op.Cit., hlm.47.

38

dimensions of constitutional legitimacy, that the

powers of the legislature are constrained by other

unnamed rights that the substantive review authorized

by the constitution is not limited to those rights that are

expressly in the text.

Berdasarkan refleksi atas the Amandment IX of the

Constitution of the United States tersebut, bahwa hak-hak yang

dituangkan dalam Undang-Undang Dasar itu sama sekali tidak

menghilangkan, mengingkari atau meremehkan hak-hak lain yang

dimiliki oleh rakyat meskipun tidak secara langsung nampak

dalam the Amandment IX of the Constitution of the United States.

Dengan kata lain, adanya hak yang di luar Undang-Undang Dasar

itu adalah pendekatan hukum alam yang berdasarkan sifat kodrati

manusia sebagai kemanusiaan (martabat manusia). Sedangkan

Jerman secara tegas meletakkan asas HAM a priori yaitu human

dignity sebagai a right to have [human] rights sebelum konstitusi

memuat daftar HAM-nya. Sebenarnya secara hakikat kedua negara

yaitu (Jerman dan Amerika Serikat) adalah sama-sama

menunjukkan bahwa kemanusiaan (martabat manusia) sebagai

dasar dalam konstitusi dari kedua negara tersebut.

Meskipun tidak ada pernyataan tegas mengenai martabat

manusia dalam teks konstitusi Amerika Serikat. Namun,

39

Mahkamah Agung telah lama menggunakan gagasan tersebut

terutama setelah tahun 1950, konsep itu mulai berkembang dalam

yurisprudensi konstitusional Amerika Serikat. Di Pengadilan

Tinggi William Brennan pandangannya tentang martabat manusia

sebagai nilai dasar, sebuah prinsip konstitusional, dan sumber hak

dan kebebasan individu. As seen in the case law discussed below,

the Justices have never considered human dignity to be a stand-

alone or autonomous fundamental right, but rather a value

underlying express and unenumerated rights-such as the rights to

privacy, equal protection, economic assistance from the

government, dignity at the end of life, as well as protection from

self-incrimination, cruel and unusual punishment, and

unreasonable searches and seizures.11 Dengan demikian, peran

martabat manusia sebagian besar adalah menginformasikan

penafsiran hak konstitusional tertentu.

11 Luís Roberto Barroso, Here, There, And Everywhere: Human Dignity

In Contemporary Law And In The Transnational Discourse, hlm. 347.

file:///E:/BUKU/Human%20Dignity/Barroso_Human%20Dignity%20in%20C

ontemporary%20Law%20and%20in%20the%20Transnational%20Discourse.p

df; di kunjungi pada tanggal 3 Oktober 2017 pukul 13.00.

40

B. Kemanusiaan Adalah Hukum

Bagian ini akan menjelaskan kemanusiaan sebagai konsep

hukum yaitu sebagai asas/prinsip hukum. Sebagai asas/prinsip

hukum maka kemanusiaan adalah hukum. Oleh karena itu, bagian

ini akan menjelaskan atribut sebagai asas/prinsip hukum pada

kemanusiaan yang maknanya telah dijelaskan sebelumnya di atas.

Untuk itu, pertama-tama yang akan dijelaskan adalah konsep asas

hukum dan selanjutnya dikualifikasikan bahwa kemanusiaan lebih

tepat sebagai asas hukum (legal principle) ketimbang sebagai rule.

Konsep asas dapat ditemukan dalam buku The Liang Gie

(Sudikno Mertokusumo, yang mengatakan bahwa asas adalah

suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum tanpa

menyarankan cara-cara khusus mengenai pelaksanaannya, yang

diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk

yang tepat bagi perbuatan itu.12

Penjelasan konsep asas di atas, menekankan bahwa konsep

asas dapat diartikan sebagai sebuah kerangka pemikiran dasar yang

abstrak, karena belum memberikan metode yang khusus atau

12 Di unduh dari

file:///C:/Users/user/Downloads/Documents/2MIH02146.pdf. Dikunjungi pada

tanggal 1 September 2017 pukul 12.00.

41

konkret dalam pelaksanaannya. Asas secara eksplisit berkaitan erat

dengan hukum, kata asas dan hukum dapat dimaknai sebagai gejala

normatif yang menghendaki adanya bentuk hukum yang konkret

seperti Undang-Undang. Memaknai asas dan hukum sebagai satu

kesatuan, diperlukan pemahaman lebih lanjut. Untuk itu,

pembahasan tentang asas hukum akan dijelaskan terlebih dahulu.

Pengertian asas hukum dapat dilihat dari beberapa definisi

yang dinyatakan oleh pakar hukum diantaranya:13

1. Asas hukum menurut Satjipto Rahardjo sebagaimana di

kutip oleh Rachmadi Usman, menyatakan bahwa, Asas

hukum merupakan “jantung” peraturan hukum. Ia

merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya

suatu peraturan hukum. Peraturan-peraturan hukum itu

pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas asas

hukum tersebut. Kecuali disebut landasan, asas hukum

ini layak disebut sebagai alasan bagi lahirnya peraturan

hukum atau merupakan ratio legis dari peraturan

hukum. Kalau demikian dengan adanya asas hukum,

hukum itu bukan sekedar sekumpulan peraturan-

peraturan, karena asas itu mengandung nilai nilai dan

tuntutan-tuntutan etis, merupakan jembatan antara

peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan

pandangan etis masyarakatnya.

2. Roeslan Saleh sebagaimana dikutip oleh Rachmadi

Usman, yang mengutip kata-kata Paul Scholten

mengartikan bahwa asas-asas hukum sebagai pikiran-

pikiran dasar yang sebagai aturan bersifat umum

menjadi fundamen dari suatu sistem hukum.

13 Di unduh dari

file:///C:/Users/user/Downloads/Documents/2MIH02146.pdf. ...., Ibid,.

42

3. Bellefroid sebagaimana dikutip oleh Sudikno

Mertokusumo, menyatakan bahwa asas hukum umum

adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif

dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari

aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum umum itu

merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu

masyarakat.

4. Van Eikema Hommes sebagaimana dikutip oleh

Sudikno Mertokusumo, asas hukum tidak boleh

dianggap sebagai norma-norma konkret, akan tetapi

perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau

petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku.

Pembentukan hukum praktis perlu berorientasi pada

asas-asas hukum tersebut. Dengan kata lain, asas

hukum ialah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam

pembentukan hukum positif.

Asas hukum atau prinsip hukum yang ditafsirkan beberap

ahli di atas, menekankan bahwa asas hukum bukanlah peraturan

hukum konkret, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum

sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang

konkret yang terdapat di dalam dan dibelakang setiap sistem

hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan

putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat

ditemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan

konkret tersebut.14

14 Di unduh dari

file:///C:/Users/user/Downloads/Documents/2MIH02146.pdf ...., Ibid,.

43

Dalam konteks ini, dapat dikatakan, bahwa asas hukum ini

merupakan jantungnya peraturan hukum. Ini berarti bahwa

peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan

kepada asas-asas tersebut. Asas hukum ini layak disebut sebagai

alasan bagi lahirnya peraturan hukum, atau merupakan ratio legis

dari peraturan hukum. Asas hukum ini tidak akan habis

kekuatannya dengan melahirkan suatu peraturan hukum,

melainkan akan tetap saja ada dan akan melahirkan peraturan-

peraturan selanjutnya. Karena asas hukum mengandung tuntutan

etis, maka asas hukum merupakan jembatan antara peraturan-

peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis

masyarakatnya. Dengan singkat dapat dikatakan, bahwa melalui

asas hukum ini, peraturan-peraturan hukum berubah sifatnya

menjadi bagian dari suatu tatanan etis.

Dalam pembahasan sub bab ini penulis menguraikan

perbedaan antara asas hukum dan aturan hukum. Sesuai perbedaan

yang dilakukan oleh Paul Scholten, sebagaimana dikutip dari

Krisna Djaya Darumurti, ada 5 kategori atau jenis asas hukum

berdasarkan derajat atau tataran keumumannya. Pertama, asas-

asas hukum yang paling mendasar adalah kaidah-kaidah penilaian

44

yang mewujudkan dasar atau basis dari setiap sistem hukum.

Kedua, asas-asas hukum yang memberikan ciri khas pada suatu

sistem tertentu. Ketiga, asas-asas hukum yang terletak pada dasar

dari bidang hukum tertentu. Keempat, asas-asas hukum yang

terletak pada dasar berbagai kaidah perilaku. Kelima, pernyataan

asas (beginsel uitspraken), yaitu asas-asas hukum yang memiliki

sifat lebih umum ketimbang rata-rata kaidah perilaku,15

Selanjutnya perbedaan antara asas hukum dan aturan

hukum tersebut terlihat dari beberapa perbedaan mendasar yaitu:16

1. Asas merupakan dasar pemikiran yang umum dan

abstrak, sedangkan aturan hukum merupakan peraturan

yang real;

2. Asas adalah suatu ide atau konsep, sedangkan aturan

hukum adalah penjabaran dari ide tersebut;

3. Asas hukum tidak mempunyai sanksi sedangkan

norma/aturan hukum mempunyai sanksi. Tentu saja

keduanya berbeda, karena asas hukum adalah

merupakan latar belakang dari adanya suatu hukum

konkret, sedangkan aturan hukum adalah hukum

konkret itu sendiri. Atau bisa juga dikatakan bahwa

asas adalah asal mula dari adanya suatu norma atau

aturan hukum.

Menurut, G. Fitzmaurice, Secara sederhana menjelaskan

perbedaan antara aturan hukum dan asas hukum sebagai berikut:

15 Krisna Djaya Darumurti, Diskresi ..., Op.Cit., hlm.61 16 Di unduh dari

https://lawmetha.wordpress.com/2011/05/17/perbedaan-asas-hukum-dan-

norma-hukum/. Dikunjungi pada tanggal 1 September 2017 pukul 14. 23

45

“A rule answers the quetion ‘what’: a principle in effect answers

the question ‘why’.”17 Penjelasan singkat Fitzmaurice atas

perbedaan aturan hukum dan asas hukum tersebut pada hakikatnya

bertolak dari kesamaan pokok (esensi) kedua konsep sebagai

preskripsi atau dasar tindakan atau sebagai normative specirs

menurut Humberto Avila.18 Perbedaannya secara teknis lebih

terkait dengan persoalan hubungan antara keduannya. Jika

diterjemahkan secara harafiah makna dari penjelasan Fitzmaurice

diatas kurang lebih sebagai berikut: “aturan hukum menjawab

pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan; sedangkan asas

hukum menjawab pertanyaan mengapa ada keharusan melakukan

tersebut.”19 Inilah yang menjadi perbedaan yang mendasar antara

asas hukum dan peraturan (aturan) atau hukum positif.

Selanjutnya seperti yang telah dijanjikan diawal isu yang

menjadi fokus penulis yaitu bahwa konsep kemanusiaan adalah

suatu konsep hukum yaitu asas/prinsip hukum yang umum atau

abstrak. Tetapi bukan peraturan (aturan) atau hukum positif

melainkan kemanusiaan sebagai asas/prinsip hukum yang

17 Krisna Djaya Darumurti, Diskresi ...,, Op.Cit., hlm. 62 18 Krisna Djaya Darumurti, Diskresi ...,, Ibid., 19 Krisna Djaya Darumurti, Diskresi ...,, Ibid.,

46

merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar

belakang dari Hak Asasi Manusia yang terjelma dalam Konstitusi

atau UUD dan putusan hakim yang merupakan hukum dasar atau

hukum positif yang ditemukan di sebagian besar konstitusi yang

ditulis setelah Perang Dunia II dengan berdasarkan Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kemanusiaan itu sifatnya abstrak. Artinya abstrak yang dimaksud

adalah kemanusiaan sebagai rumusan preskripsi yang menjadi

dasar ketentuan hukum yaitu asas/prinsip hukum. Alasannya

kerena kemanusiaan tersebut tidak memberikan rumusan

preskripsi yang konkrit atau spesifik. Dengan kata lain,

kemanusiaan belum memberikan metode yang khusus atau konkret

dalam pelaksanaannya. Sehingga kemanusiaan posisinya sebagai

asas. Asas kemanusiaan inilah yang merupakan latar belakang dari

Hak Asasi Manusia yaitu sebagai rumusan preskripsi yang konkrit

dan spesifik dalam ketentuan hukum.

C. Asas Kemanusiaan Sebagai Hukum

Sub bab ini akan menjelaskan muatan normative content

dari asas kemanusiaan. Dengan pengertian lain muatan normative

47

content tersebut adalah preskripsi yang diberikan oleh asas

kemanusiaan. Artinya, sebagai hukum, kemanusiaan mengandung

suatu preskripsi. Preskripsi itulah yang akan dirumuskan dari

kemanusiaan sebagai asas hukum. Selanjutnya, hasil preskripsi ini

akan dibandingkan dengan Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No. 12

Tahun 2011. Hasil dari pembandingan ini adalah preskripsi asas

kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf

b UU No. 12 Tahun 2011 dapat dibenarkan dan sejalan dengan

pemikiran yang penulis kemukakan.

Sebagai starting point digunakan batasan pengertian yang

diberikan oleh Pasal 6 Ayat (1) huruf b UU No. 12 Tahun 2011

tentang asas kemanusiaan. Yang dimaksud dengan “asas

kemanusiaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan

penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap

warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.”20

Dalam kasus ini tentang normative contentnya asas kemanusiaan

penulis dapat bersetuju dengan penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf b

20 Penjelasan Pasal 6 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

48

UU No. 12 Tahun 2011 tersebut. Hal itu yang akan di jelaskan

dalam sub Bab ini.

Rumusan preskripsi tersebut, menurut penulis dapat

dibenarkan karena mempunyai hubungan yang erat antara

kemanusiaan dan HAM. Hal ini dapat dibenarkan dengan

berdasarkan penjelasan teoritis sebelumnya pada huruf A Bab II

bahwa kemanusiaan memiliki posisi sebagai dasar atau

landasannya Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu definisi Pasal 6

ayat (1) huruf b UU No. 12 Tahun 2011 yang telah

mendeskripsikan kemanusiaan sama dengan HAM yaitu dapat

dibenarkan sebagai hukum yang berfungsi menjadi landasan etis

dan bersifat moral yang membatasi kebijakan legislasi dalam

membentuk undang-undang.

Kemanusiaan merupakan sebuah sikap universal yang

harus dimiliki setiap umat manusia di dunia yang dapat melindungi

dan memperlakukan manusia sesuai dengan hakikat manusia yang

bersifat manusiawi. Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yakni

makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang memiliki potensi,

pikir, rasa, karsa dan cipta. Karena potensi ini manusia dapat

menempati kedudukan dan martabatnya yang tinggi.

49

HAM adalah hak-hak yang melekat pada semua manusia,

tidak membedakan kebangsaan, tempat tinggalnya, jenis

kelaminnya, asal usul kebangsaaan dan etnisitas, warna kulit,

agama atau keyakinan, bahasa, atau status-status lainnya. UU No.

39 Tahun 1999 memberikan pengertian bahwa HAM adalah

seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan

manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang

demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat

manusia.21 Dengan demikian penghormatan terhadap HAM

adalah mutlak dan menjadi salah satu ukuran dalam pembentukan

hukum.

21 Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia