EFEK INDUKTANSI
Transcript of EFEK INDUKTANSI
1. Induktor
Induktor adalah part elektronik yang mempunyai induktansi tertentu. Efek induktansi
adalah berupa resistansi (tahanan/hambatan layaknya sebuah resistor) bagi frekwensi-
frekwensi tinggi.
Semakin besar nilai induktansi sebuah induktor, maka semakin besar pula
pengaruhnya terhadap suatu frekwensi tinggi, atau semakin tinggi frekwensi, maka semakin
besar pengaruh induktor terhadapnya.
Besaran nilai induktansi sebuah induktor dinyatakan dengan Henry (H).
1 H = 1000 mH
1 mH = 1000 mH
1.1 Reaktansi Induksi (XL)
Induktansi sebuah induktor yang berefek resistansi (tahanan/hambatan) bagi
frekwensi tinggi tertentu disebut Reaktansi Induksi, di-istilahkan dengan “XL”. Karena XL
berupa resistansi, maka XL dinyatakan dalam Ohm.
Hubungan antara XL, induktansi dan frekwensi dinyatakan sebagai berikut :
Contoh : Induktansi sebuah induktor sebesar 100mH. Bagi frekwensi 1MHz ia bagaikan
resistor sebesar 628 Ohm atau dengan kata lain : XL = 628 Ohm
1.3 Faktor “Q” induktor
Faktor Q sebuah induktor adalah faktor kwalitas sebuah kumparan. Selain adanya
nilai resistansi XL ( Reaktansi Induksi ), sebuah kumparan yg membentuk induktor juga
mempunyai resistansi2 kerugian, dinyatakan dengan “rL”. Adanya rL bisa disebabkan karena
rongga-rongga antar lilitan dengan inti, dan juga karena bahan intinya. Faktor Q induktor
dapat dirumuskan :
2. Induksi Listrik
2.1 Pengertian induksi listrik
Induksi listrik adalah fenomena fisika dimana apabila pada suatu benda yang tadinya
netral atau (tidak bermuatan listrik) menjadi bermuatan listrik akibat adanya pengaruh dari
gaya listrik atau dari benda yang bermuatan lain yang didekatkan padanya.
Induktansi merupakan sifat sebuah rangkaian listrik atau komponen yang
menyebabkan timbulnya ggl di dalam rangkaian sebagai akibat perubahan arus yang
melewati rangkaian (self inductance) atau akibat perubahan arus yang melewati rangkaian
tetangga yang dihubungkan secara magnetis (induktansi bersama atau mutual inductance).
Pada kedua keadaan tersebut, perubahan arus berarti ada perubahan medan magnetik, yang
kemudian menghasilkan ggl. Apabila sebuah kumparan dialiri arus, di dalam kumparan
tersebut akan timbul medan magnetik. Selanjutnya, apabila arus yang mengalir besarnya
berubahubah terhadap waktu akan menghasilkan fluks magnetik yang berubah terhadap
waktu. Perubahan fluks magnetik ini dapat menginduksi rangkaian itu sendiri, sehingga di
dalamnya timbul ggl induksi. Ggl induksi yang diakibatkan oleh perubahan fluks magnetik
sendiri dinamakan ggl induksi diri.
2.2 Jenis – jenis induksi listrik
Ada dua jenis induksi listrik , yaitu :
a) Induksi sendiri (Self induction).
Induksi sendiri adalah munculnya tegangan listrik pada suatu kumparan pada saat
terjadinya perubahan arah arus. Apabila suatu kawat penghantar berpotongan dengan
medan magnet, maka akan terjadi tegangan pada kawat tersebut. Fenomena ini sulit
dijelaskan namun sudah diterima sebagai hukum alam yang sangat penting. Terutama
untuk menjelaskan kejadian-kejadian pada suatu kawat yang dialiri listrik. Apabila
kuat arusnya berubah maka medan yang dihasilkan akan mengembang atau mengecil
memotong kawat itu sendiri sehingga timbul gaya gerak listrik pada kawat tersebut.
Kejadian sepeti inilah yang disebut induksi sendiri.
b) Induksi mutual (Mutual induction).
Apabila arus listrik dialirkan pada salah satu kawat maka akan timbul medan magnet
pada setiap penampang kawat. Medan magnet tersebut akan mengembang walaupun
hanya dalam waktu yang sangat singkat dan memotong kawat penghantar yang kedua.
Pada saat inilah timbul gaya gerak listrik pada penghantar yang kedua yang disebut
induksi mutual.
2.3 Pengertian medan listrik induksi
2.3.1 Medan listrik
Medan listrik adalah daerah dimana pengaruh dari muatan listrik ada. Besarnya kuat
medan listrik (“E”) pada suatu titik di sekitar muatan listrik (Q) adalah :
Hasil bagi antara gaya yang dialami oleh muatan uji “q” dengan besarnya muatan uji
tersebut Kuat medan listrik (E) adalah suatu besaran vektor. Satuan dari kuat medan listrik
adalah Newton/Coulomb atau dyne/statcoulomb.
Bila medan di sebuah titik disebabkan oleh beberapa sumber, maka besarnya kuat
medan total dapat dijumlahkan dengan mempergunakan aturan vektor. Arah dari kuat medan
listrik; bila muatan sumbernya positif maka meninggalkan dan bila negatif arahnya menuju.
2.4 Pengertian Induktansi
Pengertian Induktor, dalam pengukuran sebuah lilitan atau kumparan tidak dapat
dipisahkan dengan istilah induktansi, karena induktansi merupakan satuan pengukuran
sebuah kumparan (dilambangkan dengan L). Induktor atau reaktor adalah sebuah komponen
elektronika pasif (kebanyakan berbentuk torus) yang dapat menyimpan energi pada medan
magnet yang ditimbulkan oleh arus listrik yang melintasinya.
Kemampuan induktor untuk menyimpan energi magnet ditentukan oleh
induktansinya, dalam satuan Henry. Biasanya sebuah induktor adalah sebuah kawat
penghantar yang dibentuk menjadi kumparan, lilitan membantu membuat medan magnet
yang kuat didalam kumparan dikarenakan hukum induksi Faraday. Induktor adalah salah satu
komponen elektronik dasar yang digunakan dalam rangkaian yang arus dan tegangannya
berubah-ubah dikarenakan kemampuan induktor untuk memproses arus bolak-balik.
Sebuah induktor ideal memiliki induktansi, tetapi tanpa resistansi atau kapasitansi,
dan tidak memboroskan daya. Sebuah induktor pada kenyataanya merupakan gabungan dari
induktansi, beberapa resistansi karena resistivitas kawat, dan beberapa kapasitansi. Pada
suatu frekuensi, induktor dapat menjadi sirkuit resonansi karena kapasitas parasitnya. Selain
memboroskan daya pada resistansi kawat, induktor berinti magnet juga memboroskan daya
didalam inti karena efek histeresis, dan pada arus tinggi mungkin mengalami nonlinearitas
karena penjenuhan.
Induktansi (L) (diukur dalam Henry) adalah efek dari medan magnet yang terbentuk
disekitar konduktor pembawa arus yang bersifat menahan perubahan arus. Arus listrik yang
melewati konduktor membuat medan magnet sebanding dengan besar arus. Perubahan dalam
arus menyebabkan perubahan medan magnet yang mengakibatkan gaya elektromotif lawan
melalui GGL induksi yang bersifat menentang perubahan arus. Induktansi diukur berdasarkan
jumlah gaya elektromotif yang ditimbulkan untuk setiap perubahan arus terhadap waktu.
Sebagai contoh, sebuah induktor dengan induktansi 1 Henry menimbulkan gaya elektromotif
sebesar 1 volt saat arus dalam indukutor berubah dengan kecepatan 1 ampere setiap sekon.
Jumlah lilitan, ukuran lilitan, dan material inti menentukan induktansi.
Induksi listrik itu adalah fenomena fisika yang apabila pada suatu benda yang tadinya netral
atau (tidak bermuatan listrik) menjadi bermuatan listrik karena akibat adanya pengaruh dari
gaya listrik atau dari benda yang bermuatan lain dan didekatkan padanya.
2.5 Jenis – jenis induktansi
Terdapat 4 jenis induktansi , yaitu :
1. Induktansi Diri
Merupakan induktansi dimana GGL induksi diri yang terjadi di dalam suatu
penghantar bila kuat arusnya berubah-ubah dengan satuan kuat arus tiap detik. Arus
induktansi diri yang timbul pada sebuah trafo atau kumparan yang dapat
menimbulkan GGL induksi yang besarnya berbanding lurus dengan cepat perubahan
kuat arusnya. Hubungan dengan GGL induksi diri dengan laju perubahan kuat arus
dirumuskan Joseph Henry sebagai berikut:
Gaya Gerak Listrik ialah energi permuatan yang dibutuhkan untuk mengalirkan arus
dalam loop kawat. Dari rumus diatas dapat didefinisikan sebagai berikut: suatu
kumparan mempunyai induktansi diri sebesar 1 H bila perubahan arus listrik sebesar 1
A dalam 1 detik pada kumparan tersebut menimbulkan GGL induksi sendiri sebesar 1
volt.
2. Induksi Diri Sebuah Kumparan
Apabila arus berubah melewati suatu kumparan atau solenoida, terjadi perubahan
fluks magnetik di dalam kumparan yang akan menginduksi ggl pada arah yang
berlawanan.
Gambar 1. Macam-macam Kumparan. [1]
Ggl terinduksi ini berlawanan arah dengan perubahan fluks. Jika arus yang melalui
kumparan meningkat, kenaikan fluks magnet akan menginduksi ggl dengan arah arus
yang berlawanan dan cenderung untuk memperlambat kenaikan arus tersebut. Dapat
disimpulkan bahwa ggl induksi ε sebanding dengan laju perubahan arus yang
dirumuskan :
dengan I merupakan arus sesaat, dan tanda negatif menunjukkan bahwa ggl yang
dihasilkan berlawanan dengan perubahan arus. Konstanta kesebandingan L disebut
induktansi diri atau induktansi kumparan, yang memiliki satuan henry (H), yang
didefinisikan sebagai satuan untuk menyatakan besarnya induktansi suatu rangkaian
tertutup yang menghasilkan ggl satu volt bila arus listrik di dalam rangkaian berubah
secara seragam dengan laju satu ampere per detik.
Perubahan arus dalam kumparan ditentukan oleh perubahan fluks magnetik 0 dalam
kumparan.
3. Induktansi diri Solenoida dan Toroida
Solenoida merupakan kumparan kawat yang terlilit pada suatu pembentuk silinder.
Pada kumparan ini panjang pembentuk melebihi garis tengahnya. Bila arus dilewatkan
melalui kumparan, suatu medan magnetik akan dihasilkan di dalam kumparan sejajar
dengan sumbu.
Gambar 2. Solenoida. [2]
Sementara itu, toroida adalah solenoida yang dilengkungkan sehingga sumbunya
menjadi berbentuk lingkaran. Induktor adalah sebuah kumparan yang memiliki
induktansi diri L yang signifikan.
Gambar 3. Toroida. [3]
Induktansi diri L sebuah solenoida dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 4
pada induksi elektromagnetik. Medan magnet di dalam solenoida adalah:
B = μ .n.I
dengan n = N/l, dari persamaan 3. pada induksi elektromagnetik dan (1) akan diperoleh:
Jadi,
karena ΦB = B.A = μ0.N.I.A / l, Perubahan I akan menimbulkan perubahan fluks
sebesar :
Sehingga:
dengan:
L = induktansi diri solenoida atau toroida ( H)
μ0 = permeabilitas udara (4 π × 10-7 Wb/Am)
N = jumlah lilitan
l = panjang solenoida atau toroida (m)
A = luas penampang (m2)
4. Induktansi Bersama
Apabila dua kumparan saling berdekatan, seperti pada Gambar 4, maka sebuah arus
tetap I di dalam sebuah kumparan akan menghasilkan sebuah fluks magnetik Φ yang
mengitari kumparan lainnya, dan menginduksi ggl pada kumparan tersebut.
Gambar 4. Perubahan arus di salah satu kumparan akan menginduksi arus pada
kumparan yang lain.
Menurut Hukum Faraday, besar ggl ε2 yang diinduksi ke kumparan tersebut
berbanding lurus dengan laju perubahan fluks yang melewatinya. Karena fluks
berbanding lurus dengan kumparan 1, maka ε2 harus sebanding dengan laju perubahan
arus pada kumparan 1, dapat dinyatakan:
Dengan M adalah konstanta pembanding yang disebut induktansi bersama. Nilai M
tergantung pada ukuran kumparan, jumlah lilitan, dan jarak pisahnya.
Induktansi bersama mempunyai satuan henry (H), untuk mengenang fisikawan asal
AS, Joseph Henry (1797 - 1878). Pada situasi yang berbeda, jika perubahan arus
kumparan 2 menginduksi ggl pada kumparan 1, maka konstanta pembanding akan
bernilai sama, yaitu:
Induktansi bersama diterapkan dalam transformator, dengan memaksimalkan
hubungan antara kumparan primer dan sekunder sehingga hampir seluruh garis fluks
melewati kedua kumparan tersebut. Contoh lainnya diterapkan pada beberapa jenis
pemacu jantung, untuk menjaga kestabilan aliran darah pada jantung pasien.
Satuan SI dari induktansi bersama dapat dinamakan henry (H), untuk
menghormati fisikawan Amerika Joseph Henry (1797-1878), salah seorang dari
penemu induksi elektromagnetik. Satu henry (1 H) sama dengan satu weber per
ampere (1 Wb/A).
Induktansi bersama dapat merupakan sebuah gangguan dalam rangkaian listrik
karena perubahan arus dalam satu rangkaian dapat menginduksi tge yang tidak
diingikan oleh rangkaian lainnya yang berada didekatnya. Untuk meminimalkan efek
ini, maka sistem rangkaian ganda harus dirancang dengan M adalah sekecil-kecilnya;
misalnya, dua koil akan ditempatkan jauh terpisah terhadap satu sama lain atau
dengan menempatkan bidang-bidang kedua koil itu tegak lurus satu sama lain.
Induktansi bersama juga mempunyai banyak pemakaian, contohnya transformator,
yang dapat digunakan dalam rangkaian arus bolak-balik untuk menaikan atau
menurunkan tegangan. Sebuah arus bolak-balik yang berubah terhadap waktu dalam
satu koil pada transformator itu menghasilkan arus bolak-balik dalam koil lainnya;
nilai M, yang tergantung pada geometri koil-koil, menentukan amplitudo dari tge
induksi dalam koil kedua dan karena itu maka akan menginduksi amplitudo tegangan
keluaran tersebut.
2.6 Medan magnet induksi
Arah medan magnetik di suatu titik didefinisikan sebagai arah yang
ditunjukkan oleh kutub utara jarum kompas ketika ditempatkan pada titik tersebut.
2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi induktansi
Ada empat faktor dasar pada konstruksi suatu induktor yang menentukan nilai
induktansi yang akan dihasilkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi induktansi ini
mempengaruhi seberapa besar fluks medan magnet yang akan dihasilkan apabila dipasangkan
sejumlah gaya medan magnet (atau sejumlah arus yang dilewatkan pada kawat kumparan) :
1. Jumlah putaran pada kumparan
Apabila faktor-faktor yang lain nilainya tetap, semakin banyak jumlah lilitan/putaran
pada kumparan maka akan menghasilkan induktansi yang lebih besar; semakin sedikit jumlah
putaran/lilitan, maka semakin kecil nilai induktansinya.
Penjelasan : Semakin banyak jumlah lilitan/putaran pada kumparan akan menghasilkan
semakin banyak gaya medan magnet (diukur dalam ampere-turn), pada nilai arus tertentu.
2. Luas kumparan
Apabila faktor-faktor yang lainnya dibuat tetap, semakin luas penampang kumparan
menghasilkan induktansi yang semakin besar; semakin kecil luasnya maka semakin kecil
induktansinya).
Penjelasan : Semakin luas penampang kumparan, akan melemahkan penghambat fluks medan
magnet, untuk nilai gaya medan tertentu.
3. Panjang kumparan
Apabila faktor-faktor lain dibuat tetap, semakin panjang ukuran dari suatu kumparan,
maka semakin kecil induktansinya; semakin pendek ukuran kumparan, semakin besar
induktansinya.
Penjelasan : Semakin panjang jalur yang disediakan untuk fluks medan magnet menghasilkan
semakin besarnya hambatan terhadap fluks medan itu dalam nilai gaya medan tertentu.
4. Bahan Inti
Apabila faktor-faktor yang lainnya dibuat tetap, semakin besar permeabilitas dari
bahan inti , semakin besar induktansinya, semakin kecil permeabilitas bahan intinya, semakin
kecil induktansinya.
Penjelasan : Bahan inti dengan permeabilitas magnet yang besar mampu
menghasilkan fluks medan magnet yang lebih banyak untuk nilai gaya medan tertentu.
5. Induktansi Bersama
Apabila dua kumparan saling berdekatan, seperti pada Gambar 4, maka sebuah arus tetap I di
dalam sebuah kumparan akan menghasilkan sebuah fluks magnetik Φ yang mengitari
kumparan lainnya, dan menginduksi ggl pada kumparan tersebut.
Gambar 4. Perubahan arus di salah satu kumparan akan menginduksi arus pada kumparan
yang lain.
Menurut Hukum Faraday, besar ggl ε2 yang diinduksi ke kumparan tersebut berbanding lurus
dengan laju perubahan fluks yang melewatinya. Karena fluks berbanding lurus dengan
kumparan 1, maka ε2 harus sebanding dengan laju perubahan arus pada kumparan 1, dapat
dinyatakan:
Dengan M adalah konstanta pembanding yang disebut induktansi bersama. Nilai M
tergantung pada ukuran kumparan, jumlah lilitan, dan jarak pisahnya.
Induktansi bersama mempunyai satuan henry (H), untuk mengenang fisikawan asal AS,
Joseph Henry (1797 - 1878). Pada situasi yang berbeda, jika perubahan arus kumparan 2
menginduksi ggl pada kumparan 1, maka konstanta pembanding akan bernilai sama, yaitu:
Induktansi bersama diterapkan dalam transformator, dengan memaksimalkan hubungan
antara kumparan primer dan sekunder sehingga hampir seluruh garis fluks melewati kedua
kumparan tersebut. Contoh lainnya diterapkan pada beberapa jenis pemacu jantung, untuk
menjaga kestabilan aliran darah pada jantung pasien.
DEFINISI DAN JENIS TANAH
Tanah adalah bagian yang terdapat pada kerak bumi yang tersusun atas mineral dan
bahan organik. Tanah merupakan salah satu penunjang yang membantu kehidupan semua
mahluk hidup yang ada di bumi. Tanah sangat mendukung terhadap kehidupan tanaman yang
menyediakan hara dan air di bumi. selain itu, Tanah juga merupakan tempat hidup berbagai
mikroorganisme yang ada di bumi dan juga merupakan tempat berpijak bagi sebagian mahluk
hidup yang ada di darat. Dari segi klimatologi , tanah memegang peranan penting sebagai
penyimpan air dan mencegah terjadinya erosi. Meskipun tanah sendiri juga bisa tererosi.
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat
tumbuh & berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai
kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau
nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N, P, K,
Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota
(organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif
(pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu menunjang
produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan,
tanaman obat-obatan, industri perkebunan, maupun kehutanan.
Tanah terbentuk dari proses pelapukan batuan yang dibantu oleh organisme
membentuk tekstur unik yang menutupi permukaan bumi. proses pembentukan tanah ini akan
membentuk lapisan-lapisan yang menutupi seluruh permukaan bumi. lapisan-lapisan yang
terbentuk memiliki tekstur yang berbeda dan setiap lapisan juka akan mencerminkan proses-
proses fisika, kimia dan biologi yang telah terjadi selama proses pembentukannya. Hans
Jenny (1899-1992), seorang pakar tanah asal Swiss yang bekerja di Amerika Serikat,
menyebutkan bahwa tanah terbentuk dari bahan induk yang telah mengalami
modifikasi/pelapukan akibat dinamika faktor iklim, organisme (termasuk manusia), dan relief
permukaan bumi (topografi) seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan dinamika kelima
faktor tersebut terbentuklah berbagai jenis tanah dan dapat dilakukan klasifikasi tanah.
Struktur tanah merupakan karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari komposisi
antara agregat (butir) tanah dan ruang antaragregat. Tanah tersusun dari tiga fase: fase
padatan, fase cair, dan fase gas. Fasa cair dan gas mengisi ruang antaragregat. Struktur tanah
tergantung dari imbangan ketiga faktor penyusun ini. Ruang antaragregat disebut sebagai
porus (jamak pori). Struktur tanah baik bagi perakaran apabila pori berukuran besar
(makropori) terisi udara dan pori berukuran kecil (mikropori) terisi air. Tanah yang gembur
(sarang) memiliki agregat yang cukup besar dengan makropori dan mikropori yang seimbang.
Tanah menjadi semakin liat apabila berlebihan lempung sehingga kekurangan makropori.
Tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan organik dan mineral. Tanah non-organik
atau tanah mineral terbentuk dari batuan sehingga ia mengandung mineral. Sebaliknya, tanah
organik terbentuk dari pemadatan terhadap bahan organik yang terdegradasi.
Tanah organik mempunyai warna yang gelap (hitam) dan merupakan pembentuk
utama dari lahan gambut. Tanah organik ini akan terus mengalami proses panjang selama
ratusan tahun untuk menjadi batu bara. Tanah organik cenderung memiliki keasaman tinggi
karena mengandung beberapa asam organik hasil dekomposisi berbagai bahan organik.
Tanah ini biasanya memiliki kandungan mineral yang rendah. Pasokan mineral yang bisa
didapat oleh tanah organilk yaitu berasal dari aliran air atau hasil dekomposisi jaringan
makhluk hidup. Tanah organik dapat ditanami karena memiliki sifat fisik gembur sehingga
mampu menyimpan cukup air. Namun karena memiliki keasaman yang tinggi sebagian besar
tanaman yang menggunakan media tanah ini tidak bisa tumbuh secara maksimal.
Tanah non-organik didominasi oleh mineral. Mineral ini membentuk partikel pembentuk
tanah. Tekstur tanah demikian ditentukan oleh komposisi tiga partikel pembentuk
tanah: pasir, lanau (debu), dan lempung.
Dari segi warna, tanah memiliki variasai warna yang sangat beragam mulai dari hitam
kelam, coklat, merah bata, jingga, kuning, hingga putih. Selain itu tanah juga memiliki
perbedaan warna yang sangat kontras pada setiap lapisannya sebagai akibat proses kimia.
Tanah yang memiliki warna yang gelap merupakan ciri yang biasanya menandakan bahwa
tanah tersebut mengandung bahan organik yang sangan tinggi. Warna gelap juga dapat
disebabkan oleh kehadiran mangan,belerang, dan nitrogen.Warna tanah kemerahan atau
kekuningan biasanya disebabkan kandungan besi teroksidasi yang tinggi; warna yang berbeda
terjadi karena pengaruh kondisi proses kimia pembentukannya.
Suasana aerobik/oksidatif menghasilkan warna yang seragam atau perubahan warna
bertahap, sedangkan suasana anaerobik/reduktif membawa pada pola warna yang menyerupai
bercak totol-totol atau warna yang terkonsentrasi
Jenis-Jenis Tanah
Menurut butiran-butiran penyusunnya, tanah terdiri dari batu, kerikil, pasir, lumpur, tanah
liat, dan debu. Sementara berdasarkan jenisnya, tanah dibedakan sebagai berikut yang saya
kutip dari buku detik-detik.
1. Tanah Humus
Tanah Humus berada di lapisan atas, berwarna gelap,
dan bersifat gembur.Tanah humus terbentuk dari
pembusukan tumbuhan-tumbuhan. Tanah humus
banyak ditemukan di hutan tropis termasuk di
Indonesia.
2. Tanah Kapur
Tanah kapur terbuat dari pelapukan batuan kapur.
Tanah kapur sangat mudah dilalui air dan sedikit
mengandung humus. Tanah jenis ini cocok untuk
pertumbuhan jati.
3. Tanah Gambut
Tanah gambut terbentuk di daerah rawa. Tanah ini
bersifat asam, berwarna gelap, dan bertekstur
lunak dan basah. Tanah gambut kurang subur
sehingga tak cocok untuk pertanian.
4. Tanah Vulkanik
Tanah Vulkanik banyak terdapat di lereng gunung berapi.
Tanah ini terbentuk dari material abu yang tertinggal
setelah terjadi letusan gunung berapi. Tanah ini bersifat
sangat subur dan sangat cocok untuk bercocok tanam.
5. Tanah Pasir
Tanah Pasir sangat mudah dilalui air atau
bersifat porous. Tanah ini terbentuk dari
pelapukan batuan. Tanah pasir kurang baik
bagi pertanian, karena mengandung sedikit
humus, tetapi cocok untuk bahan bangunan.
6. Tanah Podzolik
Tanah Podzolik mudah ditemukan di
pegunungan bercurah tinggi dan beriklim
sedang.Tanah jenis ini terbetuk dari
pelapukan batuan yang mengandung
banyak kuarsa sehingga warna tanah ini
kecoklatan. Tanah ini kurang sur karena
mineral terbawa oeh air hujan.
7. Tanah Aluvial
Tanah Aluvial disebut juga tanah endapan
karena terbentukdari endapan lumpur yang
terbawa air hujan ke dataran rendah. Tanah
ini bersifat subur karena terbentuk dari
kikisan tanah humus.
8. Tanah Laterit
Tanah Laterit berada di lapisan bawah. Tanah
ini berwarna kemera-merahan dan tidak
subur.
9. Tanah Liat
Tanah liat tau lempung terdiri atas butiran-
butiran liat yang halus sehingga bersifat liat.
Tanah ini sukar dilalui air, tetapi mudah
dibentuk sehingga dimanfaatkan untuk
membuat gerabah
.
Jenis tanah yang terdapat di Indonesia bermacam-macam, antara lain:
1. Organosol atau Tanah Gambut atau Tanah Organik
Tanah ini merupakan endapan abu vulkanik baru yang memiliki butir kasar.
Penyebaran terutama pada daerah lereng gunung api. Jenis tanah ini berasal dari
bahan induk organik seperti dari hutan rawa atau rumput rawa, dengan ciri dan sifat:
tidak terjadi deferensiasi horizon secara jelas, ketebalan lebih dari 0.5 meter, warna
coklat hingga kehitaman, tekstur debu lempung, tidak berstruktur, konsistensi tidak
lekat-agak lekat, kandungan organik lebih dari 30% untuk tanah tekstur lempung dan
lebih dari 20% untuk tanah tekstur pasir, umumnya bersifat sangat asam (pH 4.0),
kandungan unsur hara rendah.
Tanah ini banyak terdapat di daerah Sumatra bagian timur dan barat, Jawa, Bali, dan
Nusa Tenggara.
2. Aluvial
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan, berasal dari bahan
induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum terbentuk struktur , konsistensi dalam
keadaan basah lekat, pH bermacam-macam, kesuburan sedang hingga
tinggi. Penyebarannya di daerah dataran aluvial sungai, dataran aluvial pantai dan
daerah cekungan (depresi).
3. Regosol
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, tekstur pasir,
struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan
sedang, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir
pantai. Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai
dan gumuk-gumuk pasir pantai.
4. Litosol
Tanah litosol merupakan jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan tanah yang tidak
begitu tebal. Bahannya berasal dari jenis batuan beku yang belum mengalami proses
pelapukan secara sempurna. Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil,
batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (<
30 cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan induk (outerop). Tekstur
tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur,
terdapat kandungan batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat
dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit, pegunungan, lereng
miring sampai curam. Jenis tanah ini banyak ditemukan di lereng gunung dan
pegunungan di seluruh Indonesia.
5. Latosol
Latosol tersebar di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 mm/tahun, dan
ketinggian tempat berkisar 300–1.000 meter. Tanah ini terbentuk dari batuan gunung
api kemudian mengalami proses pelapukan lanjut. Jenis tanah ini telah berkembang
atau terjadi diferensiasi horizon, kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur remah
hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak teguh, warna coklat merah hingga
kuning. Penyebarannya di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 – 1000
meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi batuan beku intrusi.
6. Grumosol
Jenis ini berasal dari batu kapur, batuan lempung, tersebar di daerah iklim subhumid
atau subarid, dan curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun. Tanah mineral yang
mempunyai perkembangan profil, agak tebal, tekstur lempung berat, struktur kersai
(granular) di lapisan atas dan gumpal hingga pejal di lapisan bawah, konsistensi bila
basah sangat lekat dan plastis, bila kering sangat keras dan tanah retak-retak,
umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas absorpsi tinggi,
permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini berasal dari batu kapur, mergel, batuan
lempung atau tuf vulkanik bersifat basa. Penyebarannya di daerah iklim sub humid
atau sub arid, curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun.
7. Podsolik Merah Kuning
Tanah mineral telah berkembang, solum (kedalaman) dalam, tekstur lempung hingga
berpasir, struktur gumpal, konsistensi lekat, bersifat agak asam (pH kurang dari 5.5),
kesuburan rendah hingga sedang, warna merah hingga kuning, kejenuhan basa
rendah, peka erosi. Tanah ini berasal dari batuan pasir kuarsa, tuf vulkanik, bersifat
asam. Tersebar di daerah beriklim basah tanpa bulan kering,
curah hujan lebih dari 2500 mm/tahun.
8. Podsol
Jenis tanah ini berasal dari batuan induk pasir. Penyebaran di daerah beriklim basah,
topografi pegunungan, misalnya di daerah Kalimantan Tengah, Sumatra Utara, dan
Papua Barat. Kesuburan tanah rendah. Jenis tanah ini telah mengalami perkembangan
profil, susunan horizon terdiri dari horizon albic (A2) dan spodic (B2H) yang jelas,
tekstur lempung hingga pasir, struktur gumpal, konsistensi lekat, kandungan pasir
kuarsanya tinggi, sangat masam, kesuburan rendah, kapasitas pertukaran kation sangat
rendah, peka terhadap erosi, batuan induk batuan pasir dengan kandungan kuarsanya
tinggi, batuan lempung dan tuf vulkan masam. Penyebaran di daerah beriklim basah,
curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun tanpa bulan kering, topografi pegunungan
9. Andosol
Tanah jenis ini berasal dari bahan induk abu vulkan. Penyebaran di daerah beriklim
sedang dengan curah hujan di atas 2.500 mm/ tahun tanpa bulan kering. Umumnya
dijumpai di daerah lereng atas kerucut vulkan pada ketinggian di atas 800 meter.
Warna tanah jenis ini umumnya cokelat, abu-abu hingga hitam. Jenis tanah mineral
yang telah mengalami perkembangan profil, solum agak tebal, warna agak coklat
kekelabuan hingga hitam, kandungan organik tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur
remah, konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak (smeary), kadang-kadang
berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang,
kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi. Tanah ini berasal
dari batuan induk abu atau tuf vulkanik.
10. Mediteran Merah – Kuning
Tanah jenis ini berasal dari batuan kapur keras (limestone). Penyebaran di daerah
beriklim subhumid, topografi karst dan lereng vulkan dengan ketinggian di bawah 400
m. Warna tanah cokelat hingga merah. Khusus tanah mediteran merah kuning di
daerah topografi karst disebut ”Terra Rossa”.
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga dangkal, warna coklat
hingga merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung, struktur
gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga agak basa,
kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi,
berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis bersifat basa. Penyebaran
di daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500
mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng vulkan
ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah – kuning di daerah
topografi Karst disebut terra rossa.
11. Hodmorf Kelabu (gleisol)
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal yaitu topografi
yang berupa dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air, dan warna
kelabu hingga kekuningan. Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh
faktor lokal, yaitu topografi merupakan dataran rendah atau cekungan, hampir selalu
tergenang air, solum tanah sedang, warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh
hingga lempung, struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat, bersifat asam
(pH 4.5 – 6.0), kandungan bahan organik. Ciri khas tanah ini adanya lapisan glei
kontinu yang berwarna kelabu pucat pada kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat
dari profil tanah selalu jenuh air. Penyebaran di daerah beriklim humid hingga sub
humid, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun.
12. Tanah sawah (paddy soil)
Tanah sawah ini diartikan tanah yang karena sudah lama (ratusan tahun)
dipersawahkan memperlihatkan perkembangan profil khas, yang menyimpang dari
tanah aslinya. Penyimpangan antara lain berupa terbentuknya lapisan bajak yang
hampir kedap air disebut padas olah, sedalam 10 – 15 cm dari muka tanah dan setebal
2 – 5 cm. Di bawah lapisan bajak tersebut umumnya terdapat lapisan mangan dan
besi, tebalnya bervariasi antara lain tergantung dari permeabilitas tanah. Lapisan
tersebut dapat merupakan lapisan padas yang tak tembus perakaran, terutama bagi
tanaman semusim. Lapisan bajak tersebut nampak jelas pada tanah latosol, mediteran
dan regosol, samara-samar pada tanah aluvial dan grumosol.
Tahanan Jenis Tanah
Tahanan jenis tanah sangat menentukan tahanan pentanahan dari elektrodaelektroda
pentanahan. Tahanan jenis tanah diberikan dalam satuan Ohm-meter. Dalam bahasan di sini
menggunakan satuan Ohm-meter, yang merepresentasikan tahanan tanah yang diukur dari
tanah yang berbentuk kubus yang bersisi 1 meter. Yang menentukan tahanan jenis tanah ini
tidak hanya tergantung pada jenis tanah saja melainkan dipengaruhi oleh kandungan moistur,
kandungan mineral yang dimiliki dan suhu (suhu tidak berpengaruh bila di atas titik beku
air). Oleh karena itu, tahanan jenis tanah bisa berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat
yang lain tergantung dari sifat-sifat yang dimilikinya. Sebagai pedoman kasar, tabel berikut
ini berisikan tahanan jenis tanah yang ada di Indonesia.
Syarat – Syarat Sistem Pentanahan Yang Efektif
1. Tahanan pentanahan harus memenuhi syarat yang di inginkan untuk suatu keperluan
pemakaian
2. Elektroda yang ditanam dalam tanah harus :
Bahan Konduktor yang baik
Tahan Korosi
Cukup Kuat
3. Jangan sebagai sumber arus galvanis
4. Elektroda harus mempunyai kontak yang baik dengan tanah sekelilingnya.
5. Tahanan pentanahan harus baik untuk berbagai musim dalam setahun.
6. Biaya pemasangan serendah mungkin.
Pengetahuan ini sangat penting khususnya bagi para perancang sistem pentanahan.
Sebelum melakukan tindakan lain, yang pertama untuk diketahui terlebih dahulu adalah sifat-
sifat tanah di mana akan dipasang elektroda pentanahan untuk mengetahui tahanan jenis
pentanahan. Apabila perlu dilakukan pengukuran tahanan tanah. Namun perlu diketahui
bahwa sifat-sifat tanah bisa jadi berubah-ubah antara musim yang satu dan musim yang lain.
Hal ini harus betul-betul dipertimbangkan dalam perancangan sistem pentanahan. Bila terjadi
hal semacam ini, maka yang bisa digunakan sebagai patokan adalah kondisi kapan tahanan
jenis pentanahan yang tertinggi. Ini sebagai antisipasi agar tahanan pentanahan tetap
memenuhi syarat pada musim kapan tahanan jenis pentanahan tinggi, misalnya ketika musim
kemarau.
DAFTAR PUSTAKA
http://ilmumum.blogspot.com/2013/01/jenis-jenis-tanah.html
http://andiopratama.blogspot.com/2013/02/definisi-dan-jenis-tanah.html
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/04/pengertian-induktansi-diri-dan-induktansi-
bersama-contoh-soal-induktor-jawaban-gaya-gerak-listrik-ggl-kumparan-solenoida-toroida-
energi-penerapan.html
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/04/pengertian-induktansi-diri-dan-induktansi-
bersama-contoh-soal-induktor-jawaban-gaya-gerak-listrik-ggl-kumparan-solenoida-toroida-
energi-penerapan.html#ixzz2h3B7IqEr
Budiyanto, J. 2009. Fisika : Untuk SMA/MA Kelas XII. Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 298.
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/04/pengertian-induktansi-diri-dan-induktansi-
bersama-contoh-soal-induktor-jawaban-gaya-gerak-listrik-ggl-kumparan-solenoida-toroida-
energi-penerapan.html#ixzz2h3CKS1bh