BAB IV PERANAN LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN DALAM … 24457-Peranan... · hubungan antara bank dengan...
Transcript of BAB IV PERANAN LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN DALAM … 24457-Peranan... · hubungan antara bank dengan...
70 Universitas Indonesia
BAB IV
PERANAN LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN
DALAM MELINDUNGI NASABAH BANK
Mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa
yang dapat dilakukan dan cukup efektif dalam menyelesaikan
permasalahan antara pihak-pihak yang bertentangan. Dalam hal
hubungan antara bank dengan nasabah, istilah yang dipakai adalah
mediasi perbankan dimana penyelesaian sengketa antara bank dengan
nasabah dibantu oleh seorang mediator yang bertugas sebagai pihak yang
netral atau fasilitator untuk mempertemukan para pihak dan mencari
solusi bersama-sama. Karena proses penyelesaian sengketa melalui
mediasi ini tidak dilakukan melalui jalur pengadilan (non litigasi), maka
berbiaya murah dan dengan proses yang cukup cepat.
Melihat pentingnya mediasi perbankan dalam menjembatani
sengketa keperdataan antara nasabah dengan bank, maka perlu dibentuk
suatu lembaga yang dapat mewadahi kegiatan mediasi ini. Pembentukan
lembaga mediasi perbankan yang independen ini sebagai lembaga yang
menangani alternatif penyelesaian sengketa perbankan diharapkan
mampu melindungi kepentingan nasabah sekaligus memberikan saran
penyelesaian yang tidak merugikan salah satu pihak yang bersengketa.
Selain itu juga lembaga ini bertujuan untuk memperjelas mekanisme
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
71
pengajuan keluhan 22, dimana bank mempunyai kepentingan yang besar
dalam menjaga reputasinya dihadapan nasabah.
Tujuan dari pembentukan mediasi perbankan adalah dalam rangka
perlindungan terhadap nasabah yang tertuang dalam Arsitektur
Perbankan Indonesia (API) yaitu pada pilar ke enam yang berisi
pemberdayaan konsumen. Pemberdayaan konsumen yang disebutkan
dalam API ini yaitu antara lain berupa:
1. Penyusunan standar mekanisme pengaduan nasabah;
2. Pembentukan lembaga mediasi perbankan;
3. Penyusunan standar transparansi informasi produk;
4. Peningkatan edukasi untuk nasabah.
Pengaturan mengenai penyelenggaraan mediasi perbankan oleh
Bank Indonesia dituangkan dalam PBI No. 8/5/PBI/2006 yang pada
intinya mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Nasabah dapat mengajukan upaya penyelesaian sengketa melalui
mediasi kepada Bank Indonesia.
2. Proses mediasi dilakukan oleh Bank Indonesia hanya dengan
sengketa dengan nilai klaim maksimum sebesar Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Pelaksanaan proses mediasi sejak ditandatanganinya perjanjian
mediasi (agreement to mediate) sampai dengan
penandatanganan Akta Kesepakatan dilaksanakan dalam waktu
30 (tiga puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang sampai dengan
30 (tiga puluh) hari kerja berikutnya berdasarkan kesepakatan
nasabah dan bank.
22 Muliaman D. Hadad, Menanti Mediator Bank-Nasabah, diakses dalam
www.bexi.co.id/images/res/perbankan-Menanti%20Mediator%20Bank-Nasabah.pdf pada 30 Juni 2008.
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
72
4. Akta kesepakatan dapat memuat kesepakatan menyeluruh,
kesepakatan sebagian, atau tidak tercapainya kesepakatan atas
kasus yang disengketakan.
Selain pokok-pokok yang telah disebutkan diatas, dalam PBI No.
8/5/PBI/2006 dijelaskan bahwa pelaksanaan mediasi perbankan ini
dilakukan oleh suatu lembaga mediasi perbankan. Lembaga mediasi
perbankan ini dibentuk sebagai media yang dapat menampung
penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank.
4.1. LEMBAGA YANG MENANGANI MEDIASI PERBANKAN DI
INDONESIA
Mediasi perbankan merupakan salah satu upaya perlindungan
terhadap nasabah bank. Sebelum adanya mediasi perbankan ini,
permasalahan nasabah dengan pihak bank diselesaikan melalui intern
bank yakni melalui mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah yang
ada di setiap bank. Namun demikian penyelesaian pengaduan nasabah
oleh bank tidak selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan
tersebut dapat diakibatkan oleh tuntutan nasabah yang tidak dipenuhi
bank baik seluruhnya maupun sebagian. Biasanya, apabila nasabah
merasa tidak puas dengan pelayanan bank dan tidak mendapatkan
tanggapan yang baik dari bank, maka nasabah mengadukan keluhannya
tersebut melalui “surat pembaca” atau lembaga yang dapat membantu,
misalnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Pada gilirannya,
ketidakpuasan nasabah tersebut berpotensi menimbulkan sengketa antara
nasabah dan bank, yang apabila berlarut-larut dan tidak segera ditangani
dapat mempengaruhi reputasi bank, mengurangi kepercayaan masyarakt
pada lembaga perbankan dan merugikan hak-hak nasabah.
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
73
Upaya penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank, terutama
untuk nasabah kecil dan usaha mikro, diusahakan dengan sederhana,
biaya murah dan waktu yang relatif cepat. Penyelenggaraan mediasi
perbankan dianggap sebagai cara yang paling efektif, diluar pengadilan,
untuk menjaga hak-hak mereka sebagai nasabah dapat terjaga dan
terpenuhi dengan baik.
Dengan mempertimbangkan pentingnya penyelenggaraan mediasi
perbankan untuk menyelesaikan sengketa nasabah dengan bank maka
asosiasi perbankan perlu segera membentuk lembaga mediasi perbankan
yang independen. Namun demikian, mengingat pembentukan lembaga
mediasi perbankan yang independen tersebut tidak dapat dilaksanakan
dalam waktu singkat sementara kebutuhan mediasi perbankan sudah
mendesak, maka pada tahap awal fungsi mediasi perbankan dilaksanakan
oleh Bank Indonesia.
Dasar hukum dari kewenangan Bank Indonesia sebagai lembaga
yang menaungi Mediasi Perbankan diatur dengan suatu Peraturan Bank
Indonesia (PBI), yaitu PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan
pasal 3. Secara tegas pasal 3 ini menjelaskan bahwa Bank Indonesia akan
melaksanakan fungsi mediasi perbankan sampai terbentuk lembaga
mediasi perbankan yang independen. Pasal 3 PBI No.8/5/PBI/2006
berbunyi:
(1) Mediasi di bidang perbankan dilakukan oleh lembaga mediasi
perbankan independen yang dibentuk asosiasi perbankan.
(2) Pembentukan lembaga mediasi perbankan independen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selambat-
lambatnya 31 Desember 2007.
(3) Dalam pelaksanaan tugasnya, lembaga mediasi perbankan
independen melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia.
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
74
(4) Sepanjang lembaga mediasi perbankan independen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dibentuk, fungsi
mediasi perbankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
Dari pasal 3 PBI No. 8/5/PBI/2006 ini dapat dikatakan bahwa
Bank Indonesia adalah pelaksana sementara dari fungsi mediasi
perbankan. PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi perbankan ini
menciptakan suatu lembaga ideal untuk menangani mediasi di bidang
perbankan ini, yaitu lembaga yang independen sehingga dapat bersikap
fair terhadap bank maupun nasabah tanpa memihak pada salah satu
pihak.
Pada kenyataannya, meskipun telah dirasa akan pentingnya hadir
suatu lembaga mediasi perbankan yang independen, tetapi asosiasi
perbankan belum mampu untuk membentuknya. Asosiasi perbankan
adalah kumpulan lembaga perbankan yang diberi wewenang oleh Bank
Indonesia untuk membentuk Lembaga mediasi perbankan yang
independen ini. Sampai dengan akhir desember 2007, sesuai dengan batas
waktu yang diberikan oleh PBI No. 8/5/PBI/2006 pada pasal 3 ayat (2),
asosiasi perbankan belum mampu untuk membentuk lembaga yang
independen.
Penyelenggaraan mediasi perbankan memang idealnya
dilaksanakan oleh kalangan industri perbankan sendiri/asosiasi
perbankan. Namun demikian, pembentukan lembaga mediasi perbankan
yang akan mewadahi penyelenggarakan mediasi perbankan sebagaimana
diamanatkan dalam PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang mediasi perbankan
belum dapat direalisasikan karena adanya kendala-kendala seperti aspek
pendanaan dan sumber daya manusia. Sehingga mengingat
penyelenggaraan mediasi perbankan sangat diperlukan untuk melindungi
kepentingan publik dalam pelaksanaan transaksi keuangan melalui bank,
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
75
maka untuk sementara waktu fungsi mediasi perbankan tetap
dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
Bank Indonesia dalam melaksanakan fungsi mediasi perbankan,
dilakukan dibawah kewenangan Direktorat Investigasi dan Mediasi
Perbankan (DIMP). Dahulu, direktorat ini bernama unit khusus
investigasi perbankan yang menjalankan fungsi investigasi terhadap
tindak pidana di bidang perbankan.
Mengingat belum terbentuknya lembaga mediasi perbankan yang
independen sampai akhir desember 2007 seperti yang diamanatkan oleh
PBI No. 8/5/PBI/2006, maka kemudian Bank Indonesia memperbaharui
peraturan tersebut menjadi PBI No. 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan
atas PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang mediasi perbankan. Dalam PBI yang
terbaru ini, pasal 3 ayat (2) yang mengatur mengenai batas waktu
pembentukan lembaga mediasi perbankan yang independen dihapuskan,
sehingga menjadi:
(1) Mediasi di bidang perbankan dilakukan oleh lembaga mediasi
perbankan independen yang dibentuk asosiasi perbankan.
(2) Dihapuskan.
(3) Dalam pelaksanaan tugasnya, lembaga mediasi perbankan
independen melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia.
(4) Sepanjang lembaga mediasi perbankan independen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum dibentuk, fungsi mediasi
perbankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
Dengan dihapuskannya pasal 3 ayat (2) ini membuat asosiasi
perbankan mempunyai cukup waktu untuk merumuskan pembentukan
lembaga mediasi perbankan yang independen yang dapat menjembatani
kepentingan nasabah dan bank dengan seadil-adilnya tanpa tendensi
untuk memihak salah satunya. Sehingga diharapkan dengan tidak adanya
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
76
batas waktu pembentukan lembaga ini, asosiasi perbankan akan dapat
dengan arif membentuk lembaga mediasi yang dapat melindungi
kepentingan nasabah.
Namun demikian, tidak adanya batas waktu ini akan membuat
efek negatif bagi pembentukan lembaga mediasi perbankan ini. Karena
tidak adanya target yang tadinya dapat dipaksakan oleh Bank Indonesia
kepada asosiasi perbankan, maka asosiasi tersebut bisa tidak jadi
membentuk lembaga ini karena tidak ada paksaan dari pihak yang
berwenang yaitu Bank Indonesia. Hal ini bisa menjadi hambatan juga
untuk lahirnya lembaga mediasi perbankan yang independen.
4.2. BANK INDONESIA SEBAGAI PELAKSANA FUNGSI MEDIASI
PERBANKAN
Sesuai dengan amanat PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi
Perbankan terutama pada pasal 3 ayat (4) bahwa Bank Indonesia akan
melaksanakan fungsi mediasi perbankan selama lembaga mediasi
perbankan yang independen belum terbentuk. Fungsi mediasi perbankan
yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia terbatas pada upaya membantu
nasabah dan bank untuk mengkaji ulang sengketa secara mendasar dalam
rangka memperoleh kesepakatan. Fungsi mediasi yang dijalankan oleh
Bank Indonesia berupa:
1. Penyediaan tempat;
2. Membantu nasabah dan bank untuk mengemukakan pokok
permasalahan yang menjadi sengketa;
3. Penyediaan narasumber;
4. Mengupayakan tercapainya kesepakatan penyelesaian sengketa
antara nasabah dengan bank.
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
77
Selain fungsi yang telah disebutkan diatas, Bank Indonesia juga
mengkaji ulang sengketa secara mendasar dalam rangka memperoleh
kesepakatan. Maksudnya adalah Bank Indonesia mempunyai peranan
untuk memotivasi para pihak, baik nasabah maupun bank untuk
menyelesaikan sengketanya melalui proses mediasi perbankan agar
tercapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa diantara mereka.
Sejumlah kasus yang telah / sedang ditangani melalui mediasi
perbankan terdiri dari berbagai macam kasus. Berdasarkan data dari Bank
Indonesia melalui jenis kasus yang ditangani oleh mediasi perbankan
adalah sengketa keperdataan yang ditangani oleh Direktorat Investigasi
dan Mediasi Perbankan Bank Indonesia utamanya timbul dari transaksi
keuangan yaitu:
1. Penghimpunan dana
Meliputi: giro, tabungan, deposito, antar bank, dan lain-lain.
2. Penyaluran dana
Meliputi: kredit,/pembiayaan antar bank, dan lain-lain.
3. Sistem pembayaran
Meliputi: ATM, kartu debit, kartu kredit, traveler cheque,
kliring, RTGS, E-Banking, Remittance, dan lain-lain.
4. Produk kerjasama
Meliputi: bancassurance, reksadana, dan lain-lain.
5. Produk lainnya
Meliputi: bank garansi, trade finance, derivative wealth
management, safe deposit box, dan lain-lain.
Selama setahun lembaga ini terbentuk, Bank Indonesia mencatat
angka pengaduan nasabah terhadap bank umum selama enam bulan
pertama tahun ini mencapai 64.000 pengaduan. Sebagian besar
pengaduan terkait sistem pembayaran di perbankan masih mendominasi
dengan 62.858 kasus atau sekitar 97,78 % dari total aduan yang
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
78
dilayangkan oleh nasabah. Sementara pengaduan nasabah di bidang
penghimpunan dana sebanyak 877 kasus atau 1,36 %, di bidang
penyaluran dana tercatat 343 kasus atau sekitar 0,53 %, di bidang produk
kerjasama sebanyak 189 kasus atau sekitar 0,29 % dan produk lainnya
sebanyak 21 aduan atau sekitar 0,03 %.
Sedangkan tingkat penyelesaian tercatat sebanyak 58.875
pengaduan tanpa perpanjangan waktu 20 hari kerja atau sekitar 91,58%,
dan sebanyak 3.668 aduan atau sekitar 5.71 % diselesaikan dengan
perpanjangan waktu menjadi 40 hari kerja, dan yang sedang dalam proses
penyelesaian saat ini sebanyak 1.745 kasus atau sekitar 2,71 %.
Selain itu ada pengaduan mediasi ke Bank Indonesia selama bulan
Januari hingga November 2007 sebanyak 200 aduan. Berdasarkan jenis
produk, system pembayaran tercatat 90 aduan atau sebanyak 44 %,
produk kerja sama dan penyaluran dana sebesar masing-masing 33
pengaduan atau sebanyak 17%. Pada penghimpunan dana tercatat 29
aduan atau sebanyak 15%.
Sementara data gerai info Bank Indonesia pada bulan Juli hingga
November 2007 tercatat sebanyak 38 kasus dimana aduan mengenai
penyaluran dana sebesar 34 %, penghimpunan dana sebesar 21 %, diluar
permasalahan produk perbankan sebesar 24 %.
Sejak mulai berfungsinya lembaga mediasi perbankan oleh Bank
Indonesia sesuai dengan amanah PBI No. 8/5/PBI/2006, sesuai dengan
data statistik diatas, meskipun jumlah pengaduan nasabah bisa mencapai
puluhan ribu tetapi sengketa yang bisa diproses melalui mediasi
perbankan hanya sekitar 200 kasus saja. Dari keseluruhan keluhan dan
pengaduan nasabah yang masuk ke Bank Indonesia, tidak semua dapat
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
79
diproses / dilanjutkan dengan cara mediasi karena dianggap tidak
memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam PBI No. 8/5/PBI/2006.
Ada berbagai alasan mengapa kasus tidak dapat diproses, misalnya
karena kurangnya informasi atau tidak lengkap secara administratif.
Selama itu, dari jumlah kasus yang masuk dan terdaftar, sebanyak 85 %
dapat diselesaikan sedangkan 15 % sisanya sedang dalam proses
penyelesaian. Dari kasus yang telah diselesaikan, sebanyak 64 kasus ( 75%
) diantaranya telah mencapai kesepakatan penuh dan sisanya tidak
tercapai kata sepakat. Faktor yang paling dominan adalah karena pihak
yang menjadi wakil bank atau nasabah tidak diberi kewenangan memutus
sehingga menghambat proses negosiasi dan pada akhirnya menghambat
tercapainya kesepakatan.
4.3. TINJAUAN SENGKETA NASABAH YANG DIAJUKAN
MELALUI MEDIASI PERBANKAN DI BANK INDONESIA
Dari banyaknya pengaduan yang masuk di bagian DIMP Bank
Indonesia, ada beberapa kasus yang telah berada di jalur mediasi
perbankan dan telah mencapai kesepakatan. Diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Pokok Masalah : Mengenai keterlambatan pemberitahuan
penolakan kliring
Kasus Posisi :
Sengketa ini terjadi pada nasabah bank X, dimana pada saat itu
nasabah tersebut melakukan kliring. Karena tidak ada masalah dalam
proses kliring tersebut, maka nasabah tersebut menganggap bahwa
kliring diterima. Ternyata 3 (tiga) bulan kemudian diterima surat dari
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
80
bank X bahwa kliring yang dilakukan pada saat itu telah ditolak.
Nasabah yang merasa dirugikan kemudian mengajukan pengaduan ke
bank X yang pada akhirnya diajukan ke mediasi perbankan Bank
Indonesia.
Nasabah menuntut bank X untuk meminta maaf atas keteledoran
dan keterlambatan pemberitahuan tersebut yang merugikan dirinya.
Dari pihak bank X menyanggah dengan alasan bahwa, meskipun surat
pemberitahuan itu terlambat, tetapi nasabah tetap bisa melihat posisi
tagihannya melalui rekening korannya yang terbit setiap bulan.
Karena dalam kasus ini nasabah dan bank sama-sama bersalah maka
terjadi kesepakatan.
Hasil Mediasi : Tercapai sepakat bahwa nasabah menyadari
kelalaiannya dengan tidak mengecek rekening
korannya setiap bulan dan bank X juga
meminta maaf atas keterlambatan
pemberitahuan penolakan kliring tersebut.
2. Pokok Masalah : Mengenai Pembobolan ATM
Kasus Posisi :
Peristiwa ini terjadi ketika nasabah bank Y kehilangan Rp.
20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dalam rekeningnya. Setelah
ditelusuri, ternyata uang tersebut dibobol dari ATM sebanyak dua
kali. Nasabah mengajukan klaim pada bank dan meminta semua
kerugian yang ia tanggung karena nasabah tidak merasa bersalah.
Sedangkan bank Y menolak untuk mengganti karena bank
menganggap kelalaian ada pada nasabah, bukan pada bank.
Kemudian, bank Indonesia berusaha menjembatani dengan cara
memotivasi bank Y untuk menyelesaikan sengketa tersebut dengan
cara mediasi. Dalam proses mediasi tersebut bank Y menemukan
bahwa rekening yang diduga kuat menjadi rekening penerima uang
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
81
yang dibobol tersebut adalah rekening fiktif. Dari penelusuran tersebut
kemudian terjadilah kesepakatan antara nasabah dengan bank Y
Hasil Mediasi : Terjadi kesepakatan bahwa bank Y bersedia
memberikan kembali dana yang masih ada
dalam rekening fiktif tersebut sebesar Rp.
5.000.000,00 (lima juta rupiah). Sedangkan untuk
sisa uang sebesar Rp. 15.000.000,00 dibagi dua,
sehingga bank Y bersedia untuk mengganti Rp.
7.500.000,00 dan nasabah menanggung
setengahnya.
Dari dua kasus diatas, dapat dilihat bahwa tercapai kata sepakat
diantara bank dengan nasabah. Hal ini dikarenakan kedua belah pihak
mempunyai itikad baik untuk mengakui kesalahan masing-masing dan
mau mengalah demi terselesaikannya sengketa yang dihadapinya.
4.4. KEKUATAN DAN KELEMAHAN PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN
4.4.1. Kekuatan Hukum Penyelesaian Sengketa Melalui Lembaga
Mediasi Perbankan
Penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan
merupakan cara yang efektif bagi nasabah untuk menjembatani
permasalahannya dengan pihak bank. Hasil keputusan mediasi
yang telah dilakukan oleh bank dengan nasabah, dengan dibantu
oleh seorang mediator, adalah merupakan kesepakatan bersama
kedua belah pihak sehingga harus dipahami dan dilaksanakan
bersama.
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
82
Hasil mediasi perbankan sebagaimana dijelaskan dalan PBI
No. 8/5/PBI/2006 yaitu pada pasal 12 yang berbunyi: “
Kesepakatan antara Nasabah atau Perwakilan Nasabah dengan
Bank yang dihasilkan dari proses mediasi dituangkan dalam Akta
Kesepakatan yang ditandatangani oleh nasabah atau perwakian
nasabah dan bank. Isi kesepakatan yang dihasilkan dapat berupa
kesepakatan penuh atau kesepakatan sebagian atas hal yang
dipersengketakan atau pernyataan bahwa tidak tercapai
kesepakatan dalam proses mediasi.
Kesepakatan yang dicapai melalui proses mediasi bersifat
final (akhir) dan mengikat bagi bank dan nasabah seperti yang
diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. III/11.
Bersifat final artinya sengketa tersebut tidak dapat diajukan lagi
untuk dilakukan proses ulang mediasi perbankan. Sedangkan
bersifat mengikat artinya kesepakatan tersebut berlaku sebagai
undang-undang bagi nasabah dan bank yang harus dilaksanakan
dengan itikad baik.
Hasil mediasi perbankan yang dituangkan secara tertulis
dan ditandatangani oleh ke dua belah pihak berlaku sebagai
undang-undang sesuai dengan KUH Perdata pasal 1338 mengenai
kebebasan berkontrak yang berbunyi: “Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya”. Dinyatakan pula dalam pasal ini bahwa suatu
perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan
kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-
undang dinyatakan cukup untuk itu. Selain itu, disebutkan pula
bahwa suatu perjanjian harus dillaksanakan dengan itikad baik.
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
83
Dalam prakteknya, tidak semua kesepakatan selalu
dihormati dan dilaksanakan oleh para pihak yang
menandatanganinya. Dalam hal kesepakatan antara bank dengan
nasabah pada proses mediasi perbankan, yang diwajibkan untuk
melaksanakan isi kesepakatan tersebut adalah pihak bank dan
bukanlah pihak nasabah, hal ini disebabkan karena dalam
penyelesaian sengketa ini pihak nasaah berada dalam posisi
penerima keputusan dari proses pengaduan nasabah oleh pihak
bank. Kewajiban pihak bank untuk melaksanakan (eksekusi) hasil
kesepakatan diatur dalam PBI No. 8/5//PBI/2005 terutama pasal
13 yang menyatakan bahwa Bank wajib melaksanakan hasil
penyelesaian sengketa perbankan antara nasabah dengan bank
yang telah disepakati dan dituangkan dalam akta kesepakatan.
Kewajiban bagi bank ini dimaksudkan antara lain dalam rangka
mengantisipasi risiko reputasi bank. Bila bank melangar
kesekapatan tersebut, maka Bank Indonesia akan memberikan
sanksi administrasi berupa teguran tertulis seperti yang diatur
dalam pasal 52 UU Perbankan. Selain itu pelanggaran tersebut
dapat diperhitungkan dalam komponen penilaian tingkat
kesehatan bank.
Untuk memperkuat kekuatan hukum dan guna lebih
memberikan kepastian kepada para pihak atas hasil kesepakatan
mediasi tersebut, maka terhadap akta kesepakatan tersebut dapat
dilakukan pendaftaran di Pengadilan Negeri. Perlunya proses
pendaftaran ini adalah mengingat bahwa hasil mediasi perbankan
ini hanya mengikat para pihak, yang berbeda dengan penyelesaian
sengketa melalui arbitrase yang mengikat semua pihak.
Pendaftaran terhadap hasil mediasi diatur dalam UU No. 30 Tahun
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
84
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yaitu
pada pasal 6 ayat (7) dan (8) yaitu:
(7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda
pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat para
pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta
wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran.
(8) kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) wajib selesai
dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak pendaftaran.
Dalam PBI No. 8/5/PBI/2006, pendaftaran ke Pengadilan
Negeri tidak diatur padahal prosedur tersebut akan makin
memperkuat kekuatan hukum hasil mediasi dan akan dapat makin
melindungi nasabah dari kemungkinan wanprestasi pihak bank.
Bukankah salah satu tujuan utama dari dudirikannya lembaga
mediasi perbankan ini untuk memberdayakan nasabah sebagai
konsumen sebagaimana dikehendaki dalam Arsitektur Perbankan
Indonesia??
Akta Kesepakatan sebagai hasil dari mediasi perbankan
adalah merupakan akta perdamaian untuk penyelesaian sengketa.
Berdasarkan KUH Perdata yaitu pasal 1858 yang menyatakan
“Segala perdamaian mempunyai di antara para pihak suatu
kekuatan seperti suatu putusan hakim dalam tingkat yang
penghabisan” dan HIR pasal 130 ayat (2), maka jelas bahwa dalam
suatu akta perdamaian yang telah didaftarkan di pengadilan negeri
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
85
dan dikukuhkan hakim melekat beberapa kekuatan hukum, yaitu 23:
• Kekuatan hukum sama dengan putusan yang berkekuatan
hukum tetap.
Sesuai dengan KUH Perdata pasal 1858 ayat (1) dan HIR pasal
130 (2).
• Punya kekuatan Eksekutorial
Suatu akta perdamaian memiliki kekuatan hukum eksekutorial.
Hal itu ditegaskan dalam pasal 130 (2) HIR pada kalimat
terakhir yaitu: “……….berkekuatan sebagaimana putusan
hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan
berkekuatan eksekutorial sebagaimana halnya putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap………”.
Apabila suatu putusan telah dijatuhkan, maka secara
langsung melekat kekuatan hukum eksekutorial padanya. Jika
salah satu pihak tidak mentaati atau tidak memenuhi
kesepakatan seperti yang ditentukan dalam perjanjian secara
sukarela, maka dapat dimintakan eksekusi ke pengadilan negeri
dan atas permintaan tersebut, Kepala PN menjalankan eksekusi
sesuai dengan ketentuan pasal 195 HIR. Dalam putusan akta
perdamaian, tercantum amar kondemmatur (menghukum)
untuk para pihak yang tidak mentaati perjanjian secara
sukarela, dapat dipaksakan eksekusi melalui pengadilan.
• Putusan Akta Perdamaian Tidak dapat dibanding
Pasal 130 ayat (3) HIR menyatakan bahwa suatu putusan akta
perdamaian tidak dapat dibanding. Sehingga dengan demikian,
telah tertutup segala upaya hukum apabila salah satu puhak
wanprestasi/ingkar janji. Ketentuan ini dipertegas lagi dengan
23 Muh. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,
Penerbit: PT. Gramedia, Jakarta, 1988, hal. 279-281.
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
86
putusan MA No. 1038 K/SIP/1973 dan putusan MA No.
975/SIP/1973 yang mengatakan bahwa berdasarkan pasal 154
Rbg atau pasal 130 HIR bahwa putusan perdamaian/ acte van
vergelijk tidak mungkin dapat diajukan banding karena
perupakan putusan tertinggi sehingga tidak ada upaya banding
terhadapnya.
Melihat kekuatan hukum yang melekat pada putusan akta
perdamaian, maka dapat disimpulkan bahwa penyelesaian
sengketa melalui sistem ini sangat efektif dan efisien karena dapat
langsung dimintakan eksekusi apabila salah satu pihak melakukan
ingkar janji atau wanprestasi.
Selain itu kekuatan hukum yang kuat dan efektif dari
Mediasi Perbankan ini adalah adanya unsure sanksi pemaksaan
dari BI terhadap bank yang melanggar kesepakatan mediasi seperti
yang tercantum dalam pasal 16 PBI No. 8/5/PBI/2006. sanksi yang
dijatuhkan oleh Bank Indonesia bersiffat administrative seperti
teguran tertulis, denda uang, penurunan tingkat kesehatan bank,
larangan untuk ikut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan izin
operasi bank, dan lain sebagainya. Sanksi ini akan cukup efektif
untuk memaksa bank untuk taat pada hasi kesepakatan mediasi
perbankan.
Bila para pihak tidak mencapai kesepakatan tentang
masalah yang disengketakan, PBI No. 8/5/PBI/2006 tidak
menjelaskan aturannya yang lebih jelas. Tetapi secara logika,
apabila sengketa tersebut tidak menemukan titik temu, maka
masalah tersebut akan balik ke nol lagi. Dalam kondisi ini, pihak
nasabah bebas menentukan pilihan tindakan hukum selanjutnya
yang akan diambil yaitu menggugat melalui pengadilan negeri
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
87
atau menyelesaikan melalui arbitrase ad hoc. Penyelesaian
sengketa melalui arbitrase ad hoc dapat dilaksanakan apabila pihak
bank setuju. Dalam kondisi tidak terjadi kesepakatan melalui
mekanisme mediasi perbankan dan nasabah menempuh jalur
pengadilan atau arbitrase, maka dalam SE BI No. 8/14/DPNP pada
bagian III huruf (i) menyebutkan tentang alat bukti, dokumentasi
dan mediator, bahwa para pihak yang bersengketa tidak dapat
melibatkan mediator dan/atau Bank Indonesia untuk memberikan
kesaksian, tidak menyerahkan sebagian atau seluruh dokumen
mediasi perbankan yang ditatausahakan oleh Bank Indonesia, baik
berupa catatan, laporan risalah, laporan proses mediasi dan/atau
berkas yang terkait dengan mediasi yang telah selesai berlangsung.
Ketentuan yang sama juga terdapat dalam PERMA No. 2/2003
yaitu pada pasal 13 yang berbunyi:
(1) Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan
dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak
dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses
persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara
lainnya.
(2) Fotokopi dokumen dan notulen atau catatan mediator
wajib dimusnahkan.
(3) Mediator tidak dapat diminta menjadi saksi dalam
proses persidangan perkara yang bersangkutan.
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
88
4.4.2. Kelemahan Penyelesaian Sengketa Melalui Lembaga
Mediasi Perbankan
Penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan
merupakan cara yang cukup efektif dan efisien untuk
menjembatani sengketa antara nasabah dengan pihak bank. Banyak
nasabah, terutama nasabah kecil, memilih penyelesaian sengketa
melalui mediasi perbankan karena prosesnya yang relatif cepat
apabila dibandingkan dengan melalui pengadilan dan biayanya
juga relatif lebih murah. Dengan adanya mediasi perbankan ini
maka akan dapat memuaskan kedua belah pihak, yaitu bank
dengan nasabah, karena dalam proses mediasi ini kesepakatan
diambil atas pembicaraan kedua belah pihak. Dengan mediasi ini
maka reputasi bank dapat terjaga dan perlindungan terhadap
nasabah juga dapat dilakukan secara maksimal.
Adapun demikian, penyelesaian sengketa melalui mediasi
perbankan juga memiliki beberapa kelemahan. Berikut ini adalah
beberapa kelemahan dari penyelesaian sengketa melalui mediasi
perbankan yang dicermati oleh penulis:
a. Aspek Kelembagaan
Bank Indonesia tidak membentuk lembaga khusus untuk
mediasi perbankan. Fungsi mediasi yang sekarang dilaksanakan
oleh Bank Indonesia hanya bersifat sementara, sambil
menunggu kehadiran Lembaga Mediasi Perbankan yang
Independen, yang akan dibentuk oleh asosiasi perbankan.
Fungsi mediasi perbankan yang dilaksanakan oleh Bank
Indonesia hanya terbatas pada menyediakan tempat dan
narasumber tanpa kewenangan untuk memberikan putusan
maupun rekomendasi. Dalam hal ini Bank Indonesia hanya
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
89
sebagai fasilitator saja. Oleh karena tidak ada lembaga khusus
dan haya bersifat temporer atau sementara, maka kehadiran
fungsi mediasi perbankan ini juga tidak kuat untuk membantu
nasabah dalam penyelesaian sengketa dengan bank.
b. Cakupan Mediasi
Pasal 6 PBI No. 8/5/PBI/2006 membatasi nilai tuntutan
maksimum sebesar Rp. 500 juta. Ketentuan ini sangat bersifat
diskriminatif dan sangat membatasi nasabah karena peluang
bagi sengketa yang nilai tuntutannya diatas Rp. 500 juta sudah
tertutup. Ada baiknya tidak dilakukan pembatasan nilai
tuntutan bagi perkara yang dapat diselesaikan oleh lembaga
mediasi perbankan.
c. Citra Independen Mediasi
Sebagai pelaksana fungsi mediasi perbankan, penunjukan dan
penyediaan mediator ditentukan oleh Bank Indonesia. Apabila
dilihat dari para pihak yang bersengketa, yaitu nasabah dan
bank, maka penunjukan mediator oleh Bank Indonesia dapat
menimbulkan kesan seolah-olah mediator tidak dapat bersikap
independen karena merasa sesama komunitas perbankan.
d. Sosialisasi
Penyelesaian sengketa melalui lembaga mediasi perbankan ini
belum begitu dikenal oleh masyarakat. Sosialisasi yang
dilakukan oleh pihak bank masih kurang memadai dan
maksimal sehingga menyebabkan masyarakat asing dengan
mediasi perbankan ini. Padahal PBI No. 8/5/PBI/2006 telah
menjelaskan tata cara sosialisasi mediasi perbankan yaitu pada
pasal 14.
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
90
4.5. POTENSI PEMBENTUKAN LEMBAGA MEDIASI
PERBANKAN YANG INDEPENDEN
4.5.1. Urgensi Pembentukan Lembaga Mediasi Perbankan
Telah dijelaskan diatas bahwa mediasi merupakan alternatif
penyelesaian sengketa yang dinilai cukup efektif dan efisien dalam
menjembatani sengketa antara bank dengan nasabah. Penyelesaian
sengketa melalui mediasi perbankan ini menggunakan cara yang
sederhana, biaya murah dan proses yang cepat. Selain itu juga
mediasi ini juga sangat membantu nasabah kecil karena PBI No.
8/5/PBI/2006 telah memberikan batasan jumlah tuntutan
maksimum yang bisa diajukan adalah 500 juta rupiah.
Dalam perkembangannya, meskipun fungsi mediasi
perbankan sudah dilaksanakan tetapi lembaga mediasi perbankan
yang independen belum terbentuk sehingga sampai sekarang
fungsi mediasi perbankan tersebut masih dipegang oleh Bank
Indonesia sebagai pengawas perbankan di Indonesia. Selama
mediasi perbankan berada dalam pengawasan Bank Indonesia,
memang tidak pernah ada masalah yang berarti dalam pelaksanaan
mediasi, namun bukan berarti pembentukan lembaga yang
independen tidak diperlukan. Bagaimanapun juga Bank Indonesia
adalah merupakan badan pengawas bank di Indonesia, sehingga
apabila Bank Indonesia tetap menjalankan fungsi mediasi
perbankan tanpa batas, maka dikhawatirkan independensi mediasi
sebagai alternatif penyelesaian sengketa nasabah dengan bank
dapat dipertanyakan, karena sama-sama bergerak di industri
perbankan.
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
91
Ke depan, sengketa maupun masalah yang melibatkan
nasabah dan bank terus terjadi dan membutuhkan penanganan
yang efektif. Melalui langkah penanganan yang tepat, nasabah
terlindungi hak-haknya. Sedangkan di sisi lain, bank akan terjaga
reputasinya sehingga dapat memenuhi target yang ditetapkan
maupun meningkatkan kinerjanya. Namun, selama ini BI masih
memegang kendali lembaga mediasi. Hal ini wajar saja, karena
belum ada lembaga independen dan sesuai dengan regulasi
(Peraturan BI), BI menjadi pemegang kekuasaan tertinggi mediasi
perbankan selama belum terbentuknya lembaga mediasi dari
asosiasi perbankan maupun institusi terkait lainnya.
Berdasarkan pengalaman selama ini semua pihak sangat
puas atas kinerja otoritas perbankan tersebut, terutama dalam
mediasi perbankan. Namun, setidaknya, harus dibentuk lembaga
baru yang memiliki peranan yang sama. Lembaga itu bisa saja
bentukan asosiasi perbankan bersama BI dan terdiri dari kalangan
profesional yang memegang teguh netralitas maupun keadilan.
Selain itu, lembaga tersebut bekerja sesuai dengan guide line
yang sudah ada selama ini. Bahkan tidak perlu sungkan untuk
mengadopsi guide line yang dipakai oleh lembaga mediasi BI. Ke
depan, diharapkan lembaga mediasi perbankan dapat disejajarkan
dengan Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU), Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) maupun Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kendati kewenangan yang diberikan tidak seluas lembaga
bentukan pemerintah tersebut, namun kehadirannya bisa
melindungi hak maupun kepentingan nasabah. Selain itu,
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
92
memajukan industri perbankan yang bisa memberi dampak besar
terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Untuk menyikapi perkembangan mediasi perbankan di
masa depan, BI sudah melakukan berbagai pertemuan dengan
asosiasi perbankan. Mau tidak mau, asosiasi perbankan yang ada
selama ini harus mengambil sikap. Selain itu, harus segera
merampungkan lembaga mediasi perbankan independen yang
berbentuk perkumpulan badan hukum dan memilih anggota
mediatornya.
Di masa depan, lembaga mediasi perbankan independen
diharapkan mampu menurunkan kuantitas sengketa melalui
berbagai program kerja. Program tersebut adalah edukasi kepada
masyarakat luas, terutama nasabah di tanah air yang melibatkan BI,
Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) maupun YLKI. Sedangkan
di tingkat daerah, bisa dilakukan oleh kantor BI setempat
bekerjasama dengan YLKI daerah setempat maupun Badan
Masyarakat Perbankan Daerah (BMPD). Selain itu, menjalin kerja
sama dengan kalangan perbankan untuk mengadakan semacam
customer gathering menjadi sarana edukasi yang efektif.
Tidak kalah pentingnya adalah bank harus meningkatkan
kualitas SDM terutama di frontliner sehingga mengetahui product
knowledge perbankan. Karyawan bank harus mampu menjadi
financial advisor bagi nasabahnya agar tidak terjadi komplain
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
93
4.5.2. Hambatan-hambatan Dalam Pembentukan Lembaga
Mediasi Perbankan Yang Independen
Seharusnya, dengan keunggulan lembaga mediasi yang
independen, seharusnya secara ideal tidak ada alasan yang bisa
menjadi penghambat dari terbentuknya lembaga ini. Akan tetapi
sepertinya asosiasi perbankan, sebagai perkumpulan industri
perbankan yang mendapatkan ‘tugas’ dari Bank Indonesia untuk
membentuk lembaga independen ini merasa kesulitan untuk
melaksanakannya. Dengan alasan tidak adanya sumber dana dan
sumber daya manusia, maka akan semakin jauh dari kenyataan
untuk lembaga independen ini bisa terbentuk.
Persatuan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) pun
mengaku belum siap membentuk lembaga mediasi di luar BI.
Apalagi, bank-bank saat ini sedang fokus dalam rangka konsolidasi
perbankan pada 2008 dan sedang menyiapkan dana Rp80 miliar
(penambahan modal minimum menjadi Rp80 miliar) agar tidak di-
black list bank sentral. Jika lembaga mediasi perbankan
independen dipaksa dibentuk sekarang, ini dirasakan akan sangat
berat karena bank tentu saja harus mengalirkan dana ke lembaga
itu 24.
Di sisi lain, masih banyak yang harus dipikirkan untuk
membentuk lembaga mediasi perbankan independen, mulai dari
masalah badan hukum, mediator, hingga masalah teknis.
Membentuk badan mediasi memang tak semudah membalik
telapak tangan. Setidaknya diperlukan waktu dua tahun lagi bagi
asosiasi perbankan untuk membentuk badan mediasi yang solid.
24 Diunduh dari www.infobanknews.com, Lembaga Mediasi Perbankan Jalan Damai antara Nasabah Dengan Bank, tanggal 25 Juni 2008
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
94
Jadi, untuk sementara, sepertinya BI akan tetap menjalankan proses
mediasi 25.
Perumusan format lembaga mediasi perbankan yang tepat
adalah sangat diperlukan untuk dapat menjadikan lembaga ini
independen dan bertahan lama. Menurut hemat saya, ada beberapa
hal yang perlu menjadi perhatian dalam merumuskan penbentukan
lembaga mediasi perbankan yang independen ini, antara lain,
pertama, biaya awal pembentukan lembaga mediasi independen.
Biaya awal pembentukan lembaga mediasi independen didanai
oleh Bank Indonesia maupun biaya operasional kedepannya.
Namun, alangkah baiknya apabila nantinya setiap bank yang
bermasalah harus mau mengeluarkan biaya/uang untuk
membiayai administrasi perkara ataupun membayar sejumlah
denda bila terbukti bersalah. Uang ini bisa menjadi “modal” bagi
lembaga mediasi perbankan independen agar tidak terlalu
tergantung pada Bank Indonesia.
Kedua, prosedur pengajuan pengaduan lembaga mediasi
independen masih bisa mengadopsi dari lembaga mediasi yang ada
di Bank Indonesia, dimana setiap pengaduan yang masuk haruslah
melalui proses dari bank yang bersangkutan (internal). Ketika tidak
tercapai kesepakatan penyelesaian sengketa, barulah nasabah bisa
menyampaikan pengaduan kepada lembaga mediasi yang
independen. Ini berfungsi juga untuk menjaga reputasi bank terkait
sehubungan dengan adanya pengaduan nasabah.
Ketiga, bentuk penyelesaian lembaga mediasi perbankan
independen nantinya bisa ditempuh melalui jalur mediasi dan
ajudikasi. Tetapi perlu diingat bahwa lembaga ini harus bisa
25 Ibid
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.
Universitas Indonesia
95
memutus perkara dan tidak boleh menolak perkara yang
dibebankan kepadanya. Kemudian asas penyelesaian sengketa
melalui mediasi yang sederhana, biaya murah dan proses cepat
harus tetap dipertahankan.
Keempat, nantinya, lembaga mediasi perbankan independen
bukan hanya sekedar tempat penyelesaian perselisihan perbankan,
tetapi juga harus bisa menampung keluhan nasabah dan pihak
lainnya yang berkaitan dengan industri perbankan.
Peranan lembaga..., Ayu Endah Damastuti, FH UI, 2008.