BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN€¦ · dan Jessy (anak Koh Wan Wan). Keluarga ini merupakan...

67
31 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Program Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series merupakan sinetron yang tayang menjelang bulan Ramadhan tahun 2012 lalu. Sinetron ini diangkat dari FTV dengan judul yang sama yaitu Tukang Bubur Naik Haji yang ditayangkan oleh stasiun televisi RCTI. Ide awal cerita sinetron ini diambil dari dua tokoh dari inti cerita FTV Tukang Bubur Naik Haji, yaitu H. Sulam (anak dari penjual bubur ayam) dan Emak (Ibu dari H. Sulam dan penjual bubur ayam), yang kemudian oleh penulis cerita dalam sinetron ini dimunculkan tokoh seperti H. Muhidin, Rumanah, Roby, Mang Odjo, dan lainnya. Sinetron Tukang Bubur Naik Haji mengangkat tentang kehidupan masyarakat sehari-hari, dengan berbagai konflik di dalamnya seperti orang yang seolah-olah dermawan namun mengharapkan pujian orang dan kecenderungan untuk berbuat pamer. Dalam sientron ini diceritakan dua karakter haji yang memiliki perilaku yang berbeda. Tokoh Sulam yang memiliki sifat penyabar, berkat ketekunan dan keikhlasannya akhirnya dia dapat naik haji dan memperbesar usaha bubur ayamnya. Sedangkan tokoh H. Muhidin dan Hj. Maemunah yang memiliki sifat dengki selalu memusuhi keluarga H. Sulam dengan terus menerus memfitnah dan mencari-cari kesalahan keluarga H. Sulam. Namun niat jahat dan fitnah yang selalu disebarkan H. Muhidin selalu tidak berhasil karena keluarga H. Sulam sendiri tidak terpengaruh emosinya dan selalu bersikap rendah hati dan tidak sombong. Berbagai konflik yang terjadi dalam sinetron ini diselesaikan dengan kembali pada Al Quran dan Hadist Rasulullah sebagai pedoman dan pegangan hidup umat Islam. Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series tayang setiap hari, mulai 28 Mei 2013 pada pukul 19.00 WIB. Secara terperinci program sinetron, kru, dan pemain dapat dipaparkan sebagai berikut :

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN€¦ · dan Jessy (anak Koh Wan Wan). Keluarga ini merupakan...

  • 31

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1 Deskripsi Program Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series

    Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series merupakan sinetron yang tayang

    menjelang bulan Ramadhan tahun 2012 lalu. Sinetron ini diangkat dari FTV

    dengan judul yang sama yaitu Tukang Bubur Naik Haji yang ditayangkan oleh

    stasiun televisi RCTI. Ide awal cerita sinetron ini diambil dari dua tokoh dari inti

    cerita FTV Tukang Bubur Naik Haji, yaitu H. Sulam (anak dari penjual bubur

    ayam) dan Emak (Ibu dari H. Sulam dan penjual bubur ayam), yang kemudian

    oleh penulis cerita dalam sinetron ini dimunculkan tokoh seperti H. Muhidin,

    Rumanah, Roby, Mang Odjo, dan lainnya.

    Sinetron Tukang Bubur Naik Haji mengangkat tentang kehidupan masyarakat

    sehari-hari, dengan berbagai konflik di dalamnya seperti orang yang seolah-olah

    dermawan namun mengharapkan pujian orang dan kecenderungan untuk berbuat

    pamer. Dalam sientron ini diceritakan dua karakter haji yang memiliki perilaku

    yang berbeda. Tokoh Sulam yang memiliki sifat penyabar, berkat ketekunan dan

    keikhlasannya akhirnya dia dapat naik haji dan memperbesar usaha bubur

    ayamnya. Sedangkan tokoh H. Muhidin dan Hj. Maemunah yang memiliki sifat

    dengki selalu memusuhi keluarga H. Sulam dengan terus menerus memfitnah dan

    mencari-cari kesalahan keluarga H. Sulam. Namun niat jahat dan fitnah yang

    selalu disebarkan H. Muhidin selalu tidak berhasil karena keluarga H. Sulam

    sendiri tidak terpengaruh emosinya dan selalu bersikap rendah hati dan tidak

    sombong. Berbagai konflik yang terjadi dalam sinetron ini diselesaikan dengan

    kembali pada Al Quran dan Hadist Rasulullah sebagai pedoman dan pegangan

    hidup umat Islam.

    Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series tayang setiap hari, mulai 28 Mei

    2013 pada pukul 19.00 WIB. Secara terperinci program sinetron, kru, dan pemain

    dapat dipaparkan sebagai berikut :

  • 32

    Tabel 4.1 Tim Produksi dan Pemeran Tokoh Tukang Bubur Naik Haji The

    Series

    Judul Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series

    Format Sinetron Religi

    Pembuat Sinema Art

    Cerita & skenario H. Imam Tantowi

    Sutradara H. Ucik Supra

    Produser Leo Sutanto

    Eksekutif Produser Elly Yanti Noor

    Co Produser Novi Christina

    Mitzy Christina

    Cindy Christina

    Co-Sutradara Rindra Panca - Aca Hasanuddin

    Depi Herlambang

    Astrada Dedet – fence F Nayoan

    Idhol Dg puji – Taslim idrus

    Produser Pelaksana Baso Natsir

    Adhitya Gautama

    Desain Produksi Heru Hendriyarto

    Supervisi Editing Bagus Kadarmodo

    Penata Musik Purwacaraka

    Koordinator lagu Ryan S. Pitna

    Editor Anwar Sani-Budhidha

    Basofi-Rosario

    Casting Bobby Andika

    Penata Videografi Sutan

    Penata Artistik Haris

    Desain Opening Yoseph Wariki

  • 33

    Visual Effect Rosy Tauhid Ace

    Unit manager M. Romli

    Pemain Uci Bing Slamet : Hj. Rodiah

    Nani Wijaya : Emak

    Latief Satepu : H. Muhidin

    Andi Arsyil Rahman : Roby

    Citra Kirana : Rumanah

    Aditya Herpavi. R : Rahmadi

    Alice Norin : Rere

    El Manik : Ustadz Zakaria

    Marini Zumarnis : Umi Mariam

    Hamka Devito Siregar : Togu

    Dina Lorenza : Riamah

    Rio Reifan : Restu

    Ricky Malau : Badar

    Nova Soraya : Romlah

    Eddy Oglek : Kardun

    Lenny Charlotte : Mak Enok

    Ali Syakieb : Jamal

    Abdel Achrian : Encing Nelan

    Connie Sutedja : Nyai Hj. Iroh

    Salim Bungsu : Mang Odjo

    Deny Sudarsiman : Machmud

    Dorman Borisman : H. Rasyidi

    Lulu Zakaria : Hj. Rasyidi

    Ravi Romario : Joni

    Ujang Ronda : Sobari

    Mega Aulia : Atikah

  • 34

    Intan Pramita : Laila

    Tyas Wahono : Ustad Sulthony

    Cut Syifa : Maesaroh

    Christian Bennedict : Farid

    Harun : Aki Dawud

    Etty Sumiati : Ninik Leha

    Binyo Sungkar : Tarmiji

    Rusdi Syarief : Mali

    Dewi Alam Purnama : So’imah

    Adam Rama Fadilla : Hisyam

    Willa Julaiha : Ncum

    Sisy Syahwardi : Neneng

    Markoneng

    Rahmi Nurullina : Nafisha

    Jihan Jeihan : Ngadimin

    Irwan Chandra : Ko Wan Wan

    Qheyla Zareyya Valendro : Jessi

    Ayu Adriana : Ci Leny

    Kasiman Ahong : Ko Acong

    Tengku Firmansyah : Abi Nafisha

    Cindy Fatika Sari : Umi Nafisha

    Tetty Liz Indriati : Ibu Restu

    Asri Pramawati sebagai : Epih

    Celine Evangelista : Ketty

    Amelia Ekawati : Ulah

    Ali : Bayu

    Najwa : Anggi

    Mat Oli : Syape’i

  • 35

    4.2 Sinopsis Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series Episode 439-441

    Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series merupakan sinetron religi yang

    bercerita tentang kehidupan masyarakat sehari-hari. Episode 439-441 sinetron

    yang bergenre religi Islam ini menyuguhkan tentang perayaan tahun baru Imlek

    dengan mengahdirkan sebuah keluarga yang beretnis Tionghoa dan beragama

    Khong Hu Cu di tengah-tengah masyarakat muslim. Sinetron Tukang Bubur Naik

    Haji The Series episode 439-441 bercerita tentang kehidupan masyarakat yang

    beragama Islam dengan suatu keluarga yang berbeda latar belakang agama dan

    etnis yang akan merayakan tahun baru Imlek.

    Keluarga yang berbeda latar belakang etnis dan agama yang dimunculkan

    dalam sinetron Tukang Bubur naik Haji The Series episode 439-441 adalah

    keluarga Wan Wan yang beretnis Tionghoa dan beragama Khong Hu Chu.

    Keluarga Wan Wan terdiri dari Acong (ayah Wan Wan), Leny (Istri Wan Wan),

    dan Jessy (anak Koh Wan Wan). Keluarga ini merupakan warga baru, yang baru

    saja pindah di kampung yang masyarakatnya mayoritas adalah muslim. Sebagai

    keluarga yang baru saja pindah di kampung tersebut, keluarga Wan Wan

    digambarkan sebagai keluarga yang baik hati dan ramah. Sebagai keturunan

    Tionghoa, keluarga Wan Wan tentunya merayakan Imlek.

    Dalam proses persiapan menyambut perayaan tahun baru Imlek, banyak suka

    duka yang dialami oleh keluarga Wan Wan yang merupakan satu-satunya

    keluarga beretnis Tionghoa di kampung tersebut. Konflik muncul ketika ornamen

    yang dipesan oleh Wan Wan diantar ke rumahnya, mendapat sorotan yang tidak

    baik dari H. Muhidin yang selalu berburuk sangka kepada orang lain. Buruk

    sangka H. Muhidin kepada keluarga Wan Wan yang dinilainya ri’a dengan

    membeli ornamen-ornamen seperti lampion dan pohon bambu. Sikap dari H.

    Muhidin yang berprasangka buruk terhadap keluarga Wan Wan disanggah oleh

    ustadz Zakaria yang memiliki pandangan berbeda dengan H. Muhidin, karena

    ustadz Zakaria mengetahui jika sebentar lagi tahun baru Imlek dan keluarga Wan

  • 36

    Wan beretnis Tionghoa yang tentunya merayakan Imlek. Sehingga menurut

    ustadz Zakaria memesan ornamen-ornamen Imlek meruapakan hal yang wajar.

    Perayaan tahun baru Imlek tidak hanya disambut bahagia oleh Wan Wan dan

    keluarganya, tetapi juga masyarakat sekitar tempat tinggal Wan Wan, yang

    terlihat dari sikap Romi, Syape’i, Mali dan Tarmiji yang bersedia membantu

    keluarga Wan Wan dalam persiapan menyambut tahun baru Imlek seperti

    menghias rumah dengan memasang ornamen-ornamen khas Imlek. Kekompakan

    keluarga Wan Wan dan warga terlihat ketika mereka bergotong royong menghias

    rumah sebagai bentuk menyambut tahun baru Imlek keluarga Wan Wan. Selesai

    menghias rumah, mereka dijamu oleh keluarga Wan Wan. Namun Romi dan

    hansip Syape’i menolak karena masih ada tugas lain yang menunggu. Berbeda

    dengan sikap Mali dan Tarmiji yang membantu keluarga Wan Wan karena

    mempunyai tujuan lain, yaitu mengharapkan imbalan. Leny, istri dari Wan Wan

    menyiapkan 4 angpau yang akan diberikan kepada mereka karena Mali serta

    Tarmiji yang meminta imbalan dan sudah membantu keluarga Wan Wan. Mali

    dan Tarmiji menerima imbalan yang diberikan oleh keluarga Wan Wan, tetapi

    Romi, dan Syape’i menolak, dengan alasan mereka membantu dengan tulus dan

    ikhlas.

    Masalah lain muncul ketika Acong berencana untuk mengadakan pementasan

    barongsai dikampungnya, dalam perayaan tahun baru Imlek. Rencana

    mengadakan pementasan barongsai, karena ingin memberikan surprise kepada

    para warga, yang diutarakan Acong ketika sedang berkumpul bersama keluarga.

    Tetapi rencana Acong tersebut, mendapat pandangan lain dari Wan Wan.

    Menurut Wan Wan, rencana papinya yang ingin mengadakan pementasan

    barongsai seharusnya meminta izin kepada ketua RW jika ingin mengadakan

    acara di lingkungan kampung tersebut. Dimana menurut Wan Wan mengadakan

    pementasan barongsai tentunya akan melibatkan banyak pihak. Akhirnya solusi

    dari masalah tersebut diperoleh dari pendapat Leny, dengan memberikan saran

    untuk meminta izin kepada H. Muhidin selaku ketua RW. Keputusan tersebut

  • 37

    mendapat persetujuan dari seluruh anggota keluarga Wan Wan dan berencana

    segera menemui ketua RW.

    Sebagai warga yang baik, keluarga Wan Wan meminta ijin kepada H.

    Muhidin selaku ketua RW, jika keluarganya berencana mengadakan pementasan

    barongsai saat perayaan tahun baru Imlek. Namun, jawaban mengejutkan dari H.

    Muhidin yang tidak memberikan ijin kepada keluarga etnis Tionghoa tersebut.

    Mendengar jawaban yang diberikan oleh H.Muhidin, keluarga Wan Wan terlihat

    terkejut dan bingung karena sudah terlanjur mmesan barongsai. Begitulah H.

    Muhidin dengan sifatnya yang tidak peduli dengan orang lain. Namun karena

    nasehat Ki Dawud, akhirnya H. Muhidin menyetujui dan memberikan izin dengan

    syarat supaya keluarga Wan Wan juga memperhatikan keamanan selama

    pementasan barongsai berlangsung. Keluarga Wan Wan bahagia jika akhirnya

    rencana keluarganya mengadakan pementasan barongsai dapat terselenggara pada

    perayaan tahun baru Imlek nanti.

    Tahun baru Imlek disambut bahagia dan penuh semangat oleh keluarga Wan

    Wan, hal tersebut terlihat dari kekompakan keluarga ini yang akan pergi ke

    klenteng untuk beribadah, karena di kampung lingkungan tempat tinggal mereka,

    seluruh warganya beragama Islam maka tidak ada klenteng. Ketika Roby dan Ki

    Dawud sedang jogging keliling kampung, di depan rumah Wan Wan mereka

    bertemu dengan keluarga Acong yang hendak berangkat ke klenteng untuk

    beribadah. Sosok Roby dan Ki Dawud yang dikenal baik menyapa keluarga

    beretnis Tionghoa tersebut. Ki Dawud memberikan semangat kepada keluarga

    Acong dalam merayakan tahun baru Imlek. Sikap yang ditunjukkan oleh Ki

    Dawud tentunya memberikan kebahagaiaan pada keluarga yang berbeda etnis dan

    agama tersebut.

    Meskipun para warga memiliki latar belakang agama dan etnis dengan

    keluarga Wan Wan, mereka hadir di pementasan barongsai yang diselenggarakan

    oleh keluarga beretntis Tionghoa itu.Sikap antusias dan partisipasi para warga

    dalam pementasan barongsai yang merupakan adat istiadat dan budaya Tionghoa

  • 38

    tersebut juga disambut mereka dengan bahagia. Hal tersebut terlihat dari seluruh

    warga yang hadir ke rumah keluarga Wan Wan untuk menonton barongsai.

    Bahkan dari perayaan itu seorang H. Muhidin yang semula tidak mengijinkan,

    juga hadir dalam pemetasan barongsai. Kebahagiaan tidak hanya dirasakan oleh

    keluarga Wan Wan yang merayakan Imlek, tetapi juga seluruh warga kampung

    dengan adanya toleransi satu sama lainnya meskipun berbeda etnis dan agama.

    Seperti keluarga Sobari, keluarga Ki Dawud, keluarga ustadz Zakaria juga

    merasakan kebahagiaan meskipun mereka tidak merayakan. Selesai pementasan

    Barongsai Acong dan keluarganya membagikan angpau kepada para warga. Para

    warga yang mendapatkan angpau merasa senang seperti Mali dan Tarmiji.

    Mereka juga mengucapkan Gong Xi Fa Chai dan mendoakan keluarga Wan Wan

    yang merayakan Imlek, agar semakin sukses kedepannya. Sebagai warga

    minoritas, keluarga yang berlatar belakang Khong Hu Chu dan Tionghoa ini

    sangat senang dan bahagia dengan partisipasi para warga yang berkenan hadir

    dalam acara yang diselenggarakannya.

    Pementasan barongsai sebagai bagian perayaan tahun baru Imlek keluarga

    Wan Wan memberikan hiburan tersendiri bagi para warga, karena perayaan

    tersebut baru pertama kali diselenggarakan di kampungnya. Seperti diutarakan

    oleh salah satu warga bernama Romlah seusai menonton barongsai di rumah

    keluarga Wan Wan. Perasaan terhibur juga dirasakan oleh keluarga Sulam yang

    juga turut menonton dan merasa bersyukur karena memiliki tetangga yang berasal

    dari berbagai suku bangsa. Akan tetapi bagi H. Muhidin yang selalu iri dengan

    kebahagiaan orang lain, dia menilai jika acara yang diselenggarakan warga baru

    beretnis Tionghoa tersebut tidak menarik dengan membandingkan pertunjukkan

    barongsai lain yang pernah dia tonton yang dinilainya jauh lebih menarik. Dengan

    sikapnya yang selalu berburuk sangka terhadap orang lain, H. Muhidin menilai

    kebaikan keluarga Wan Wan hanya untuk menarik perhatian warga kampung dan

    hanya memuji dirinya sendiri.

  • 39

    Pada akhir cerita, H. Muhidin menegur Roby dan Rumanah jika anak muda

    sekarang ini suka bersenang-senang. Karena menurut H. Muhdin menonton

    barongsai tadi tidak ada manfaatnya. Berbeda pandangan dengan Rumanah,

    menurutnya menonton barongsai bukan sesuatu hal yang menimbulkan dosa,

    karena berniat baik dengan menghargai keluarga Wan Wan sebagai satu-satunya

    keluarga beretnis Tionghoa dan beragama Khong Hu Chu yang meryakan Imlek.

    4.3Analisa Data

    Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis wacana

    kritis Teun A. Van Dijk. Metode analisis wacana kritis Teun A. Van Dijk

    digambarkan menjadi tiga dimensi atau bangunan yaitu teks, kognisi sosial, dan

    konteks sosial (Eriyanto, 2011: 224-227). Dimensi teks, yang diteliti adalah

    bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan

    suatu tema tertentu. Dari dimensi ini akan terlihat strategi yang dilakukan oleh

    sutradara dan penulis skenario untuk menegaskan tema tertentu yang disuguhkan

    kepada penonton. Pada dimensi kognisi sosial dipelajari proses produksi teks

    yang melibatkan kognisi pembuat teks. Dimensi ini untuk melihat bagaimana

    representasi kognisi dan strategi sutradara serta penulis skenario dalam

    memproduksi sinetron. Sedangkan pada dimensi konteks sosial, mempelajari

    bagaimana bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu

    masalah. Dimensi ini diaplikasikan untuk melihat bagaimana wacana yang

    diproduksi dan di konstruksi dalam masyarakat.

    4.3.1 Analisis Teks Sinetron TukangBubur Naik Haji The Series di RCTI

    Episode 439-441

    Dalam penelitian ini analisis teks dimaksudkan untuk menguak

    wacana toleransi dalam teks sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series

    di RCTI Episode 439-441 yang merujuk pada pesan sosial. Dimensi teks

    ysng dikemukakan oleh Van Dijk terdiri dari tiga tingkatan yaitu struktur

    makro, superstruktur, dan struktur mikro. Struktur makro merupakan

  • 40

    makna global atau umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan

    melihat topik atau tema yang diangkat. Dari struktur ini akan terlihat jelas

    pandangan sutradara dan penulis skenario pada suatu peristiwa yang

    meguntungkan kelompok-kelompok tertentu. Superstruktur merupakan

    kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, dan penutup. Dari hal

    ini akan muncul kesan dalam benak penonton. Pada struktur mikro,

    merupakan makna wacana yang diamati dari bagian kecil dari suatu teks

    yaitu kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar.

    Struktur ini melihat bagaimana pandangan sutradara dan penulis skenario

    dalam pemakaian bahasa pada struktur pendahuluan, isi, dan penutup.

    4.3.1.1 Analisis Struktur Makro

    Pada struktur ini akan menguraikan tentang analisis struktur

    makro wacana toleransi yang terdapat dalam sinetron Tukang Bubur

    Naik Haji The Series episode 439-441, seperti yang terlihat bagaimana

    makna global di bangun dalam sinetron ini. Struktur makro berbicara

    tentang teks yaitu bagaimana sinetron ini dapat ditangkap dan

    dimaknai oleh penonton secara keseluruhan, disamping itu akan

    terlihat juga bagaimana pandangan sutradara dan penulis skenario

    pada suatu peristiwa atau masalah.

    Setelah melihat tuntas sinetron Tukang Bubur Naik Haji The

    Series episode 439-441, dengan memperhatikan dialog, visualisasi

    sinetron, serta para tokoh yang ditampilkan, peneliti menyimpulkan

    topik utama dari sinetron ini adalah “Toleransi Antar Suku dan antar

    Umat Beragama”. Topi tersebut menjadi menarik, karena dimunculkan

    keluarga berketurunan Tionghoa yang beragama Khonghuchu dan

    merayakan Imlek di tengah-tengah masyarakat yang beragama Islam,

    mengingat sinetron ini merupakan sinetron bergenre religi Islam.

    Dengan akan diperingatinya perayaan tahun baru Imlek yang

    dirayakan oleh keluarga etnis Tionghoa, terlihat masyarakat yang

  • 41

    beragama Islam menunjukkan sikap toleransinya dalam berbagai

    bentuk.

    Diangkatnya topik toleransi pada sinetron ini, toleransi

    merupakan suatu sikap dasar manusia sebagai umat yang beragama,

    untuk menghormati, menghargai, dan tidak mengganggu ibadah serta

    sistem keyakinan pada penganut agama lain. Menurut Soerjono

    Soekanto toleransi yaitu suatu sikap yang merupakan perwujudan

    pemahaman diri terhadap sikap pihak lain yang tidak setuju (Soekanto,

    1985:518). Mengacu pada makna toleransi, dalam sinetron Tukang

    Bubur Naik Haji The Series episode 439-441 mengarah pada beberapa

    adegan cerita dimana tema tentang toleransi digambarkan begitu jelas,

    seperti telihat pada beberapa sub tema berikut.

    a. Saling Membantu

    Dalam kehidupan sosial, manusia tidak akan pernah lepas dari

    salah satu perannya dalam membantu orang lain. Karena, manusia

    adalah mahluk sosial yang saling memerlukan antara satu sama

    lain. Di Indonesia, budaya saling membantu merupakan sesuatu

    yang akrab dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut juga

    terlihat pada sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series episode

    439-441 dimana perayaan imlek tidak hanya disambut suka cita

    oleh umat Khonghuchu dan masyarakat Tionghoa, tetapi juga

    disambut oleh para warga termasuk yang beragama Islam yang

    ditunjukkan dengan sikap saling membantu, seperti yang terlihat

    pada beberapa scene sinetron ini.

    Kesediaan warga (Syape’i dan Romi) membantu persiapan

    Imlek keluarga Wan Wan

    Scene 12

    Jessi : Pi minggir bentar pi, stop!

  • 42

    Acong : Ada apa Jessi?

    Jessi : Bang Romi sama bang Peii mau kemana?

    Romi : Eh Jessi…mau jalan-jalan

    Syape’i : Eh selamat siang babah Acong, koh Wan Wan, ci

    leny, ngomong-ngomong ini kok pada penuh? Dari

    mana mau kemana to?

    Acong : yah biasa…habis belanja keperluan Imlek.

    Syape’i : Waaahh Gong Xi Fa Chai, kalo begitu pasti ada

    yang bisa saya bantu dong nanti buat acara

    Imlek?

    Jessi : Bang Romi sama bang hansip Peii besok pagi ke

    rumah aja, ikutan ngehias rumah Jessi…

    Syape’i :Boleh-boleh Jessi, saya pasti dateng…Romi mau

    to?

    Romi : Insyaallah Jessi…

    Wan Wan : Ya sudah nanti dateng aja ke rumah, ajak-ajak

    temen yang lain biar rame sekalian.

    Syape’i dan Romi : Siap koh Wan Wan

    Syape’i :Kami pasti dateng.

    Syape’i menunjukkan sikap yang ramah dengan

    menyapa keluarga Wan Wan yang pulang dari berbelanja

    keperluan Imlek. Meskipun berbeda etnis dan agama,

    terjalin hubungan yang harmonis diantara mereka, terlihat

    dari sikap Syape’i dan Romi yang menawarkan diri

    membantu keluarga Wan Wan pada persiapan perayaan

    tahun baru Imlek.

  • 43

    Mali, Tarmiji, Romi dan hansip Syape’i membantu

    menghias rumah keluarga Wan Wan

    Scene 16

    Tarmiji : Wah koh, kayaknya lagi banyak kerjaan nih?

    Acong : (sambil tersenyum) biasa kan mau imlek.

    Mali : Maaf koh, kira-kira perlu bantuan gak?

    Acong : Boleh, kalo mau bantu. Oek sangat senang, ayo

    silahkan.

    Syape’i : Waduh udah pada sibuk aja nih? Bapak Acong,

    saya bantu ya?

    Acong : Iya, boleh-boleh ayo! Ayo silahkan ayo.

    Kesibukan terlihat di rumah keluarga Acong yang akan

    merayakan Imlek, Mali, Tarmiji, Romi dan hansip Syape’i

    menawarkan diri membantu persiapan Imlek keluarga

    Acong. Sikap yang mereka tunjukkan sebagai bentuk

    toleransi terhadap keluarga beretnis Tionghoa yang

    tentunya membuat senang dan bahagia keluarga tersebut.

    Mereka membantu memasang berbagai ornamen ciri khas

    Imlek seperti lampion, pohon bambu, beserta pernak pernik

    Imlek lainnya.

    b. Menghargai Perbedaan

    Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya multikultural

    dengan beragam perbedaan, baik suku, agama, maupun budaya.

    Untuk hidup damai dan berdampingan, dibutuhkan toleransi satu

    sama lain demi terciptanya keharmonisan di tengah perbedaan

    yang sudah ada.

  • 44

    Dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series episode

    439-441 terlihat sikap menghargai perbedaan yang ditunjukkan

    warga beragama Islam terhadap warga minoritas berketurunan

    Tionghoa dan beragama Khonghuchu, dengan memberikan

    kebebasan mengadakan pertunjukkan barongsai sebagai bagian

    dari perayaan tahun baru Imlek. Hal demikian terlihat pada adegan

    dalam scene 35, yang diuraikan sebagai berikut.

    Ki Dawud menegur H. Muhidin agar memberikan ijin

    kepada keluarga Wan Wan mengadakan pertunjukkan

    barongsai.

    Scene 35

    Wan Wan : Sebelumnya saya minta maaf pak haji sama

    semua yang ada disini. Saya mohon bicara

    sebentar.

    Ki Dawud : Iya silahkan aja ngomong….

    H. Muhidin: Iya silahkan….

    Wan Wan : Begini, menyambut perayaan Imlek, saya mau

    minta ijin untuk merayakan pertunjukkan

    barongsai di rumah saya.

    H. Muhidin : (dengan nada marah) Kagak bisa!!! Enak aja

    mau ngadain gituan!!

    Wan Wan : Jadi? Gak boleh pak haji? Waduh gimana ya,

    Kebetulan saya sudah terlanjur memesan

    barongsainya.

    Ki Dawud : Eh Din, lo harus kasih ijin. Emang kenape sih

    kagak boleh? Itu kan hak nye dia, mau bikin

    acara menyambut perayaan hari besarnye dia.

  • 45

    Kalo lo kagak kasih ijin, gue tambahin

    hukuman lo, mau? Si Acong kan temen gue.

    H. Muhidin : Iye be, aye ijinin deh. Tapi inget ye jaga

    keamanannye!

    Ki Dawud : Nah begitu dong, sekali-sekali biar warga

    kampung lo nonton barogsai dari deket,kan

    selama ini nonton dari film-film sama di TV-TV

    deh. Cong, Wan Wan, gak pape gua tanggung

    jawab.

    H. Muhidin :Iye be, ini aye juga kasih ijin, Cuma kasih

    taunya dadakan. Besok lagi kalo kasih tau

    jangan dadakan ye?

    Wan Wan : Iya, makasih pak haji RW.

    Acong : Kamsiya, makasih pak haji RW.

    Ki Dawud memberikan teguran dengan tegas kepada H.

    Muhidin agar keluarga Wan Wan mendapat ijin

    menyelengarakan pertunjukkan barongsai sebagai hak

    mereka pada perayaan agamanya. Berkat teguran Ki

    Dawud, keluarga Wan Wan mendapat ijin mengadakan

    pementasan barongsai pada perayaan tahun baru Imlek.

    Bahkan wujud sikap menghargai perbedaan yang

    ditunjukkan Ki Dawud diyakinkan dengan bersedia

    bertanggung jawab atas pelaksanaan pementasan barongsai.

    Menghormati keluarga Acong yang akan beribadah dan

    bersedia hadir pada acara pertunjukkan barongsai sebagai

    bagian dari perayaan Imlek.

  • 46

    Scene 39

    Ki Dawud: Waduh, udah rapi ni Cong?

    Acong : Iya pak mandor, kita mau ke klenteng. Maklum

    kampung ini nggak ada klentengnya.

    Ki Dawud : Emang kagak ada disini. Ngomong-ngomong

    kompak banget pake baju merah-merah.Yang

    semangat ye tahun baru Imlek.

    Acong : Oh iya pak mandor, jangan lupa ntar siang kesini

    ya? Ada itu, pementasan Barongsai.

    Ki Dawud : Tenang Cong! Insyaallah gua bakal dateng

    deh, gua pengen liat Barongsai dari deket.

    Acong : Kamsiya, terima kasih ya…

    Dialog ini terjadi ketika Ki Dawud dan Roby sedang

    jogging dan melewati rumah keluarga Acong. Ki Dawud

    menyapa dan memberikan semangat kepada keluarga

    Acong dalam merayakan tahun baru Imlek. Tidak lupa juga

    Acong mengingatkan Ki Dawud untuk hadir menonton

    pementasan barongsai. Sikap menghargai ditunjukkan Ki

    Dawud dengan menerima dan bersedia hadir untuk melihat

    pementasan barongsai yang diselenggarakan oleh keluarga

    Acong yang merupakan warga minoritas dikampungnya

    sebagai bagian dari perayaan tahun baru Imlek.

    Menonton pementasan barongsai sebagai bentuk

    menghargai dan menghormati perayaan tahun baru Imlek

    Scene 41

    Rumanah, Roby, Ki Dawud, Nini : Assalamuallaikum…

    H. Muhidin : Nah ini lu juga pada mau kmana sih?

  • 47

    Ki Dawud : Mau ke rumah temen gua si Acong, emang

    nape?

    Rumanah : Abah gak mau ikut?

    H. Muhidin : Kagak, kagak penting nonton begituan rum,

    udah sono kalo mau pergi.

    Rumanah: Kami pergi ya bah, assalamuallaikum.

    H. Muhidin : Waalaikumsalam

    (kemudian H. Muhidin melamun)

    Ustad Zakaria : Assalamualaikum, pak Haji….

    Riyamah, Umi Zakaria : Assalamualaikum…

    H. Muhidin : Waalaikumsalam….

    Ustad Zakaria : Sendirian aja pak Haji? Kagak nonton

    barongsai?

    H. Muhidin : Kagak pak ustad, eh Ini mamah ngomong-

    ngomong mau nonton barongsai juga?

    Riyamah : Iya pak Haji….

    H. Muhidin : (hening)

    Ustad Zakaria : Gimana pak Haji jadi mau nonton kagak?

    H. Muhidin : Oh jelas dong, ikut dong! Kan aye ketua RW,

    Acong sama Wan Wan aje ngundang saya

    secara khusus. Pak ustad, tunggu sebentar

    ye?Mamah tunggu ye?

    Para warga yang mayoritas beragama Islam menghargai

    perayaan Imlek dengan datang ke rumah keluarga Wan

    Wan yang merayakan Imlek untuk menonton pementasan

    barongsai. Perayaan tahun baru Imlek dirayakan dengan

    menyelenggarakan pementasan barongsai sebagai hiburan

    untuk masyarakat, akan memupuk dan mengikat rasa

    persaudaraan, kekeluargaan, serta semangat toleransi.

  • 48

    Kedatangan para warga sebagai bentuk menghargai dan

    menghormati keluarga Acong yang merayakan perayaan

    tahun baru Imlek dan barongsai adalah sebagai budaya dari

    etnis Tionghoa. Dalam dalog diatas, sikap H. Muhidin yang

    semula tidak mau menonton pementasan barongsai, tetapi

    pada akhirnya bersedia ikut menonton barongsai, walaupun

    dengan alasan lain mau menghadiri pementasan barongsai

    karena ada Riyamah, perempuan yang disukainya.

    Mendoakan dan memberikan ucapan tahun baru Imlek

    Scene 42

    Tarmiji : Gong Xi Fa Chai

    Acong :Eh, terima kasih ya. Doain keluarga gue awet,

    sukses merayakan Imlek ini!

    Tarmiji : Iya koh, mudah-mudahan keluarga koh rejekinya

    makin banyak. Gong Xi Fa Chai, Gong Xi Fa

    Chai

    Mali : (bersalaman dengan keluarga Wan Wan) Gong Xi

    Fa Chai, Gong Xi Fa Chai

    Dialog ini terjadi setelah pementasan barongsai selesai,

    keluarga Acong membagikan angpau kepada para warga

    sebagai tradisi etnis Tionghoa pada perayaan Imlek. Selain

    itu Mali dan Tarmiji mengucapkan Gong Xi Fa Cai sebagai

    ucapan tahun baru Imlek kepada keluarga Acong dan

    mendoakan keluarga Acong supaya rejekinya semakin

    banyak. Sikap yang ditunjukkan para warga dengan

    memberikan ucapan selamat tahun baru Imlek dan

    mendoakan keluarga Acong merupakan bentuk silaturahmi

    antara sesama umat manusia, agama, serta suku. dan

  • 49

    pembagian angpau sebagai wujud tali asih keluarga Acong

    kepada para warga melalui pertunjukkan barongsai sebagai

    bagian dari Imlek.

    c. Muslim menerima perbedaan (suku, budaya, dan agama)

    Dengan kenakeragaman suku, agama, dan budaya yang ada di

    Indonesia, agama Islam merupakan salah satu agama yang

    menerima perbedaan dan keberagaman dengan mengajarkan

    pentingnya toleransi dan harus dikembangkan dalam kehidupan

    masyarakat, namun tetap dalam batasan toleransi yang

    diperbolehkan dalam ajaran agama Islam. Hal demikian juga

    terlihat dalam scene 50 sinetron ini, yang diuraikan sebagai

    berikut.

    Scene 50

    H. Muhidin : Assalamualaikum….

    Rumanah, Roby : Waalaikumsalam…..

    H. Muhidin : Wah udah pulang seneng-seneg yah? Anak jaman

    sekarang bukannya banyak istighfar, dzikir, sholat, eh

    hobinya seneng-seneng doang, kalo ada tontonan

    heboh, pengen nonton terus.

    Rumanah : Bah, abah kenapa sih suka banget berprasangka yang

    enggak-enggak dari dulu? Kenapa sih bah? Lagian kan

    apa yang kita lakuin tadi juga gak dosa, nggak

    menyebabkan kemusyrikan kan? Karena itu semua

    sifatnya hanya hiburan semata bah.

    H. Muhidin : Yaa.. tapi baiknya itu kan tenang di rumah. Kesana

    itu kagak ada manfaatnya nonton begituan.

    Rumanah : Ya mungkin buat abah sama sekali gak ada

    manfaatnya, tapi buat keluarga babah Acong, mereka

    punya kebahagiaan sendiri bah.

  • 50

    H. Muhidin : Ah sok tau lu…

    Rumanah : Ya… Rum bukan sok tau bah.Ya udah terserah deh bah

    kalo abah nilainya seperti itu, yang jelas kedatangan

    kita tadi tujuannya baik.

    Kedatangan Roby dan Rumanah menghadiri pertunjukkan

    barongsai yang diselenggarakan keluarga Acong sebagai etnis

    Tionghoa yang merayakan Imlek sebagai bentuk menghargai dan

    menghormati perayaan warga minoritas tersebut. Pernyataan yang

    diungkapkan oleh Rumanah pada dialog diatas karena mimiliki

    tujuan yang baik yang memberikan kebahagiaan keluarga Acong,

    namun tentunya hal tersebut sesuai dengan batasan dalam ajaran

    agama yang dianut Rumanah yaitu agama Islam. Sehingga dari

    pernyataan yang diungkapkan oleh Rumanah melalui dialog diatas

    menegaskan jika umat Islam menerima perbedaan, baik suku,

    budaya, dan agama.

    Berdasarkan uraian diatas, topik “Toleransi antar etnis dan

    antar umat beragama” yang diangkat sientron Tukang Bubur Naik Haji

    The Series episode 439-441, peneliti dapat menganalisa bahwa

    keberadaan etnis Tionghoa diakui dan dianggap menjadi bagian dari

    masyarakat yang juga terdiri dari berbagai suku dan agama.

    Terbentuknya topik utama didukung dengan beberapa subtopik seperti

    saling membantu, menghargai perbedaan, dan muslim menerima

    perbedaan. Dan kecenderungan beberapa scene episode 439-441

    adalah, dalam adegannya mengarah pada upaya toleransi.

    Pemilihan topik toleransi tentang perayaan Imlek di sinetron

    Tukang Bubur Naik Haji The Series episode 439-441 merupakan

    upaya dari pengkonstruksian wacana atas perayaan tahun baru Imlek.

    Sinetron ini mempunyai maksud dan tujuan tertentu dalam pemilihan

    topik tentang toleransi. Kecenderungan yang menonjol adalah, dalam

  • 51

    setiap scenenya mengarah kepada upaya mengenai penerimaan budaya

    China serta keharmonisan interaksi antar etnis dan agama. Bentuk

    interaksi harmonis dapat terlihat dari perayaan tahun baru Imlek etnis

    Tionghoa di tengah-tengah masyarakat yang beragama Islam dapat

    dilihat dengan partisipasi masyarakat mulai dari membantu dalam

    persiapan Imlek dan hadir dalam pementasan barongsai yang

    diselenggarakan oleh etnis Tionghoa.

    4.3.1.2 Analisis Superstruktur

    Superstruktur berbicara tentang struktur wacana yang

    berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian

    teks tersusun secara utuh. Pada sub bahasan ini akan menguraikan

    analisis superstruktur sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series

    episode 439-441. Secara keseluruhan bangunan alur cerita dalam

    sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series episode 439-441 telah

    membentuk satu kesatuan arti. Para penonton disuguhkan pada suatu

    nilai pemahaman tentang toleransi antar etnis dan antar umat

    beragama. Alur cerita dalam sinetron ini terbagi tiga bagian yaitu

    bagian pendahuluan, isi, dan penutup.

    Bagian awal sinetron menceritakan tentang sebuah keluarga

    beretnis Tionghoa yang akan merayakan tahun baru Imlek di daerah

    tempat tinggalnya yang mayoritas warganya beragama Islam. Pada

    pertengahan sinetron muncul konflik – konflik, dan selanjutnya pada

    bagian akhir merupakan bagian kesimpulan dari sinetron.

    Pada struktur ini akan terlihat bagaimana sutradara serta

    penulis cerita dan skenario mengemas detail-detail sinetron, yang akan

    penulis uraikan dengan bantuan gambar untuk membantu memperjelas

    analisa.

  • 52

    1. Pendahuluan

    Tabel 4.2 Pendahuluan

    Durasi Keterangan

    00:28:39

    (Cuplikan dialog yang dilakukan Jessi, Syape’i, Wan Wan, dan

    Acong pada scene 12)

    Jessi : Pi minggir bentar pi, stop!

    Acong : Ada apa Jessi?

    Jessi : Bang Romi sama bang Peii mau kemana?

    Romi : Eh Jessi…mau jalan-jalan

    Syape’i : Eh selamat siang babah Acong, koh Wan Wan, ci

    leny, ngomong-ngomong ini kok pada penuh? Dari mana mau

    kemana to?

    Acong : yah biasa…habis belanja keperluan Imlek

    Hansip Syape’i : Waaahh Gong Xi Fa Chai, kalo begitu pasti

    ada yang bisa saya bantu dong nanti buat acara Imlek.

    Jessi : Bang Romi sama bang hansip Peii besok pagi ke rumah

    aja, ikutan ngehias rumah Jessi…

    Hansip Syape’i :Boleh-boleh Jessi, saya pasti dateng…Romi

    mau to?

  • 53

    Romi : Insyaallah Jessi…

    Wan Wan : Ya sudah nanti dateng aja ke rumah, ajak-ajak

    temen yang lain biar rame sekalian.

    Hansip Syape’i dan Romi : Siap koh Wan Wan

    Hansip Syape’i :Kami pasti dateng.

    Alur yang ditampilkan dalam sinetron ini adalah, bahwa

    keluarga Wan Wan yang merupakan warga baru di kampung

    tersebut akan merayakan tahun baru Imlek. Mereka menyiapkan

    segala sesuatu keperluan Imlek dalam menyambut perayaan tahun

    baru Imlek. Ketika keluarga Wan Wan yang hendak pulang dari

    berbelanja keperluan Imlek, di dalam mobil membicarakan tentang

    perayaan tahun baru Imlek yang datang sebentar lagi. Dalam

    pembicaraan tersebut Wan Wan mengatakan jika sudah

    mempersiapkan segala keperluan Imlek mulai dari pohon sampai

    lampion sudah dipesan. Keluarga ini sudah siap dalam menyambut

    perayaan tahun baru Imlek.

    Cuplikan dialog diatas terjadi ketika keluarga Wan Wan

    akan pulang ke rumah setelah berbelanja keperluan Imlek. Pada

    dialog diatas, bahwa tokoh SyapeiI dan Romi merupakan anggota

    masyarakat beragama Islam dapat menjalin hubungan yang

    harmonis dengan keluarga beretnis Tionghoa yang ditunjukkan

    dengan sikap ramah.

    Hubungan yang terjalin baik antara keluarga Wan Wan

    dengan Syape’i dan Romi yang berbeda etnis dan agama, terlihat

    dengan dukungan dan antusias mereka terhadap perayaan tahun

    baru Imlek yang dirayakan keluarga tersebut, dengan kesediaan

    mereka membantu keluarga Wan Wan pada acara Imlek.

  • 54

    Kesediaan Syape’i dan Romi membantu tentunya disambut

    bahagia keluarga Wan Wan, dengan ajakan Jessi putri dari Wan

    Wan untuk menghias rumah dalam rangka menyambut perayaan

    tahun baru Imlek. Hal tersebut menunjukkan adanya sebuah upaya

    untuk mewujudkan sikap toleransi.

    2. Isi

    Tabel 4.3 Isi (scene 16)

    Durasi Keterangan

    00:36:57

    (Dialog Syape’i, Romi, Mali, Tarmiji, dan Acong

    pada scene 16)

    Romi : Bang, bang ada mobil lampion bang.

    Syape’i : Wah kayaknya mobil yang bawa keperluan Imlek

    keluarganya Koh Wan Wan uda datang. Ya udah kita bantuin

    yok?

    Romi : Ayooo…!

    Tarmiji : Wah koh, kayaknya lagi banyak kerjaan nih?

    Acong : (sambil tersenyum) biasa kan mau imlek.

    Mali : Maaf koh, kira-kira perlu bantuan gak?

  • 55

    Acong : Boleh, kalo mau bantu. Oek sangat senang, ayo

    silahkan.

    (Dialog hansip Syape’i dan Acong pada scene 16)

    Syape’i : Waduh udah pada sibuk aja nih? Bapak Acong, saya

    bantu ya?

    Acong : Iya, boleh-boleh ayo! Ayo silahkan ayo.

    (Cuplikan dialog yang dilakukan oleh Leny, Syape’i, Romi, dan

    Acong pada scene 16)

  • 56

    Cuplikan dialog setelah menghias rumah keluarga Wan Wan

    Leny : Ini juga untuk Romi sama bang hansip.

    Syape’i : Ndak usah Ci Leny, terima kasih. Maaf bukannya

    kami ndak mau trima, tapi kami membantu ini dengan tulus kok.

    Romi : Iya, kami ikhals Ci.

    Acong : Sudah trima aja Romi, pak hansip, kami ikhlas kok.

    Syape’i : Sekali lagi minta maaf, kami takut ketulusan kami ini

    luntur kalau menerima uang ini.

    Isi dari sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series

    episode 439-441 menceritakan tentang persiapan Imek keluarga

    Acong. Cuplikan dialog tersebut berlangsung di rumah keluarga

    Acong yang akan menghias rumah dalam rangka menyambut

    perayaan tahun baru Imlek. Melihat ornamen Imlek di depan

    rumah keluarga Wan Wan, mereka menawarkan diri untuk

    membantu. Sikap yang ditunjukkan oleh Mali, Tarmiji, Syape’i

    dan Romi untuk membantu persiapan Imlek disambut bahagia oleh

    Acong. Mereka membantu memasang dan menghias berbagai

    ornamen Imlek seperti lampion dan pohon bambu. Tokoh Mali,

    Tarmiji, Syape’i dan Romi digambarkan sebagai warga yang dekat

    dengan orang yang berbeda etnis dan tidak se-agama.

    Selesai memasang ornamen Imlek, mereka di jamu oleh

    keluarga Wan Wan. Bahkan keluarga ini memberikan imbalan

    kepada mereka sebagai bentuk menghargai Mali, Tarmiji, hansip

    Syape’i dan Romi yang sudah membantu keluarganya menghias

    rumah. Mali dan Tarmiji menerima pemberian amplop dari Leny

    istri Wan Wan, karena di sisi lain sikap Mali dan Tarmiji

    membantu keluarga Wan Wan karena ingin mendapatkan imbalan.

  • 57

    Berbeda dengan Syape’i dan Romi yang menolak pemberian dari

    Leny. Hal tersebut terlihat dari perkataan hansip Syape’i: “Ndak

    usah Ci Leny, terima kasih. Maaf bukannya kami ndak mau trima,

    tapi kami membantu ini dengan tulus kok”. Yang kemudian

    diperjelas dengan jawaban Romi: “Iya, kami ikhals Ci”. Dialog

    tersebut menggambarkan bahwa tokoh Syape’i dan Romi yang

    memiliki rasa toleransi. Dimana tokoh Syape’i dan Romi yang

    digambarkan pada sinetron ini memiliki jiwa sosial yang tinggi

    terhadap keluarga Wan Wan meskipun bebeda etnis dan agama

    dengan kesediaan mereka membantu persiapan Imlek keluarga

    tersebut. Alur yang ditampilkan pada scene ini terlihat dari salah

    satu wujud nilai sosial yang dilakukan hansip Syape’i dan Romi

    yakni dengan tulus dan ikhlas membantu menghias rumah keluarga

    Wan Wan yang akan merayakan tahun baru Imlek.

    Tabel 4.4 Isi (scene 35)

    Durasi Keterangan

    01:27:55

    (Cuplikan dialog yang dilakukan Wan Wan, H. Muhidin, dan Ki

    Dawud pada scene 35)

    Wan Wan : Sebelumnya saya minta maaf pak haji sama semua

  • 58

    yang ada disini. Saya mohon bicara sebentar.

    Ki Dawud : Iya silahkan aja ngomong….

    H. Muhidin: Iya silahkan….

    Wan Wan : Begini, menyambut perayaan Imlek, saya mau minta

    ijin untuk merayakan pertunjukkan barongsai di rumah saya.

    H. Muhidin : (dengan nada marah) Kagak bisa!!! Enak aja mau

    ngadain gituan!!

    Wan Wan : Jadi? Gak boleh pak haji? Waduh gimana ya,

    Kebetulan saya sudah terlanjur memesan barongsainya.

    Ki Dawud : Eh Din, lo harus kasih ijin. Emang kenape sih kagak

    boleh? Itu kan hak nye dia, mau bikin acara menyambut

    perayaan hari besarnye dia. Kalo lo kagak kasih ijin, gue

    tambahin hukuman lo, mau? Si Acong kan temen gue.

    H. Muhidin : Iye be, aye ijinin deh. Tapi inget ye jaga

    keamanannye!

    Ki Dawud : Nah begitu dong, sekali-sekali biar warga kampung

    lo nonton barogsai dari deket,kan selama ini nonton dari film-

    film sama di TV-TV deh. Cong, Wan Wan, gak pape gua

    tanggung jawab.

    H. Muhidin :Iye be, ini aye juga kasih ijin, Cuma kasih taunya

    dadakan. Besok lagi kalo kasih tau jangan dadakan ye?

    Wan Wan : Iya, makasih pak haji RW.

    Acong : Kamsiya, makasih pak haji RW.

    Isi dari scene ini menceritakan tentang suasana ketika

    keluarga Wan Wan datang ke rumah H. Muhidin selaku ketua RW

    di kampung tersebut untuk meminta ijin. Dalam kunjungannya ke

    rumah pak RW, Wan Wan mengutarakan maksud kedatangannya

  • 59

    dengan keluarga adalah untuk meminta ijin menyelenggarakan

    pementasan barongsai pada peryaan tahun baru Imlek. Mendengar

    maksud keluarga Wan Wan berkunjung ke rumahnya meminta ijin

    untuk mengadakan pementasan barongsai, H. Muhidin menjawab

    dengan nada marah dan tidak memberikan ijin. Suasana berubah

    menjadi hening ketika H. Muhidin tidak memberikan ijin, Wan

    Wan dan keluarganya pun terlihat bingung karena sudah terlanjur

    memesan barongsai.

    Maksud dari Wan Wan dan keluarganya menemui H.

    Muhidin, selain meminta ijin juga menunjukkan etika keluarga

    Wan Wan menghormati H. Muhidin selaku ketua RW

    dilingkungan tempat tinggalnya. Jika maksud kedatangan keluarga

    Wan Wan selain meminta ijin menyelenggarakan pementasan

    sebagai bagian dari perayaan Imlek keluarga tersebut, tetapi juga

    sebagai pemberitahuan.

    Dalam cuplikan dialog di atas, Ki Dawud menegur H.

    Muhidin yang memberikan penjelasan, jika rencana keluarga Wan

    Wan ingin mengadakan pementasan barongsai merupakan hak

    mereka sebagai wujud memperingati hari besarnya. Sikap Ki

    Dawud yang berusaha memberikan penjelasan kepada H. Muhidin,

    juga menunjukkan betapa dia menghargai hak-hak keluarga Wan

    Wan sebagai warga yang berketurunan Tionghoa dan beragama

    Khonghuchu yang akan merayakan Imlek. Dengan teguran Ki

    Dawud tersebut, akhirnya H. Muhidin memberikan ijin kepada

    keluarga Wan Wan menyelenggarakan pementasan barongsai. Hal

    tersebut membuat lega dan bahagia keluarga Wan Wan karena

    akhirnya mendapat ijin menyelenggarakan pementasan barongsai

    di kampung yang masyarakatnya beragama Islam.

  • 60

    Alur yang ditampilkan pada scene ini terlihat dari tokoh Ki

    Dawud digambarkan sebagai seseorang yang dekat dengan

    keluarga Acong yang berbeda etnis dan agama. Salah satu bentuk

    sikap toleransi Ki Dawud adalah bersedia bertanggung jawab atas

    acara pementasan barongsai yang diselenggarakan keluarga

    Acong. Dengan sikap tersebut menunjukkan bahwa sosok Ki

    Dawud dalam sinetron ini merupakan masyarakat dan umat Islam

    yang baik dan memiliki rasa toleransi yang tinggi.

    Tabel 4.5 Isi (scene 39)

    Durasi Keterangan

    01:38:34

    (Cuplikan dialog yang dilakukan Ki Dawud dan Acong pada

    scene 39)

    Ki Dawud : Waduh, udah rapi ni Cong?

    Acong : Iya pak mandor, kita mau ke klenteng. Maklum

    kampung ini nggak ada klentengnya.

    Ki Dawud : Emang kagak ada disini. Ngomong-ngomong

    kompak banget pake baju merah-merah. Yang semangat ye

    tahun baru Imlek.

    Acong : Oh iya pak mandor, jangan lupa ntar siang kesini ya?

  • 61

    Ada itu, pementasan Barongsai.

    Ki Dawud : Tenang Cong! Insyaallah gua bakal dateng deh,

    gua pengen liat Barongsai dari deket.

    Acong : Kamsiya, terima kasih ya…

    Isi dari scene diatas menceritakan tentang suasana perayaan

    tahun baru Imlek keluarga Wan Wan. Dialog tersebut terjadi ketika

    keluarga Wan Wan akan pergi ke klenteng untuk beribadah. Ki

    Dawud dan Roby yang kebetulan melewati rumah keluarga Acong,

    mereka menyapa dan memberikan semangat kepada keluarga

    tersebut dalam merayakan Imlek. Mendapat semangat dari

    temannya yang beragama Islam tentunya membuat Acong dan

    keluarganya merasa bahagia. Acong mewakili keluarganya

    mengucapkan terima kasih atas semangat yang diberikan Ki

    Dawud dan Roby kepada keluarga mereka. Acong juga

    mengundang Roby dan Ki Dawud dengan mengingatkan mereka

    untuk hadir pada pementasan barongsai yang diselenggarakan oleh

    keluarganya. Undangan dari keluarga Acong disambut baik oleh

    Ki Dawud dengan kesediaannya akan hadir menonton pementasan

    barongsai. Pemberiaan semangat dan kesediaan hadir dalam

    pementasan barongsai oleh Ki Dawud sebagai umat Islam ini

    menunjukkan bahwa adanya hubungan toleransi antara umat Islam

    terhadap keluarga yang beragama Khonghuchu yang merayakan

    tahun baru Imlek.

  • 62

    Tabel 4.6 Isi (scene 41)

    Durasi Keterangan

    01:40:38

    (Cuplikan dialog yang dilakukan H. Muhidin dan Mahmud pada

    scene 41)

    H. Muhidin : Kayak anak kecil aja lu pada!!

    Mahmud : Eh Bang, eh kampung kita belum pernah ada

    pementasan Barongsai. Baru sekarang nih, rugi kalo kagak

    nonton, ikut nonton kagak?

    H. Muhidin :Kagak ah, kaki gua juga masih sakit, yang ada ntar

    diinjek-injek.

    Rumanah, Roby, Ki Dawud, Nini : Assalamuallaikum…

    H. Muhidin : Nah ini lu juga pada mau kmana sih?

    Ki Dawud : Mau ke rumah temen gua si Acong, emang nape?

    Rumanah : Abah gak mau ikut?

    H. Muhidin : Kagak, kagak penting nonton begituan rum, udah

    sono kalu mau pergi.

    Rumanah: Kami pergi ya bah, assalamuallaikum.

    Tidak lama kemudian, Ustad Zakaria, Umi Zakaria, dan Riyamah

    lewat depan toko H. Muhidin hendak ke rumah keluarga Wan

    Wan

  • 63

    01:41:23

    (Cuplikan dialog yang dilakukan H. Muhidin dan ustad Zakaria pada

    scene 41)

    Ustad Zakaria : Assalamualaikum, pak Haji….

    Riyamah, Umi Zakaria : Assalamualaikum…

    H. Muhidin : Waalaikumsalam….

    Ustad Zakaria : Sendirian aja pak Haji? Kagak nonton

    barongsai?

    H. Muhidin : Kagak pak ustad, eh Ini mamah ngomong-ngomong

    mau nonton barongsai juga?

    Riyamah : Iya pak Haji….

    H. Muhidin : (hening)

    Ustad Zakaria : Gimana pak Haji jadi mau nonton kagak?

    H. Muhidin : Oh jelas dong, ikut dong! Kan aye ketua RW, Acong

    sama Wan Wan aje ngundang saya secara khusus. Pak ustad,

    tunggu sebentar ye? Mamah tunggu ye?

  • 64

    Isi dari scene diatas menceritakan tentang para warga yang

    akan pergi ke rumah keluarga Wan Wan untuk menonton

    barongsai. Terlihat Mahmud dan keluarganya yang bersemangat

    untuk menonton pementasan barongsai. Ketika melewati depan

    toko H. Muhidin, dia berkata “Kayak anak kecil aja lu pada!!”.

    Mendengar perkataan H. Muhidin tersebut, Mahmud memberikan

    jawaban jika di kampungnya baru pertama kali ada pementasan

    barongsai dan rugi jika tidak menonton. Dari jawaban Mahmud

    tersebut, kehadirannya untuk menonton pementasan barongsai

    sebagai bentuk menghormati perayaan imlek yang dirayakan oleh

    keluarga Wan Wan. Mahmud juga mengajak H. Muhidin untuk

    menonton pementasan barongsai namun ditolaknya.

    Beberapa saat kemudian Ki Dwaud, Nini, Roby, dan Rumanah

    juga pergi ke rumah keluarga Wan Wan untuk menonton

    pementasan barongsai. Melihat keluarga, H. Muhidin menanyakan

    mereka akan pergi kemana. Kemudian di jawab oleh Ki Dawud

    “Mau ke rumah temen gua si Acong, emang nape?”. Sikap yang

    ditunjukkan oleh Ki Dawud, Nini, Roby dan Rumanah datang ke

    rumah keluarga Acong menunjukkan jika mereka sebagai non

    Tionghoa sama halnya dengan Mahmud dan keluarganya yaitu

    menghormati dan menghargai acara pementasan barongsai sebagai

    bagian dari perayaan Imlek yang dirayakan oleh keluarga Acong.

    Tidak beberapa lama setelah keluarga Mahmud, Ki dawud,

    Nini, Roby, dan Rumanah pergi ke rumah Acong, keluarga ustad

    Zakaria dan Riyamah melewati toko H. Muhidin. Mereka juga

    hendak pergi ke rumah keluarga Acong untuk menonton

    pementasan barongsai. Melihat H. Muhidin di depan tokonya dan

    terlihat sedang melamun ustad Zakaria menyapa H. Muhidin

    dengan salam. Kemudian ustad Zakaria mengajak H. Muhidin

  • 65

    menonton pementasan barongsai yang terlihat pada dialog:

    “Gimana pak Haji jadi mau nonton kagak?”,yang kemudian

    dijawab H. Muhidin dengan bersemangat “Oh jelas dong, ikut

    dong! Kan aye ketua RW, Acong sama Wan Wan aje ngundang

    saya secara khusus. Pak ustad, tunggu sebentar ye? Mamah

    tunggu ye?”. Dari dialog tersebut terlihat, jika sebelumnya H.

    Muhidin tidak mau datang ke rumah keluarga Acong, karena ada

    Riyamah perempuan yang disukainya, akhirnya dia memutuskan

    untuk ikut rombongan ustad Zakaria pergi ke rumah keluarga

    Acong menyaksikan pementasan barongsai. Selain karena

    Riyamah, sikap yang ditunjukkan H. Muhidin juga untuk

    menghargai undangan keluarga Acong yang secara khusus

    mengundangnya selaku ketua RW di kampung tersebut.

    Kesediaan keluarga ustad Zakaria hadir ke rumah keluarga

    Acong menunjukkan sikap sebagai anggota masyarakat dan umat

    Islam yang menghormati keluarga Acong yang pada saat hari

    tersebut merayakan tahun baru Imlek dan menghargai kebudayaan

    keluarga Acong yaitu budaya Cina dengan menonton pementasan

    barongsai yang diselenggarakan.

    Berdasarkan dari uraian diatas menampilkan alur sikap

    menghormati masyarakat yang beragama Islam terhadap etnis

    Tionghoa yang merayakan Imlek, ditunjukkan dengan menghadiri

    acara yang diselenggarakan yaitu pementasan barongsai sebagai

    tradisi etnis Tionghoa sebagai wujud toleransi.

  • 66

    Tabel 4.7 Isi (scene 42)

    Durasi Keterangan

    (Cuplikan gambar pementasan barongsai, scene 42)

    (Cuplikan dialog yang dilakukan Tarmiji dan Acong pada scene 42)

    Tarmiji : Gong Xi Fa Chai

    Acong :Eh, terima kasih ya. Doain keluarga gue awet, sukses

    merayakan Imlek ini!

    Tarmiji : Iya koh, mudah-mudahan keluarga koh rejekinya makin

    banyak. Gong Xi Fa Chai, Gong Xi Fa Chai

    Mali : (bersalaman dengan keluarga Wan Wan) Gong Xi Fa Chai,

    Gong Xi Fa Chai

  • 67

    Isi dari scene 42, melalui visualisasi gambar disuguhkan

    tentang pementasan barongsai di rumah keluarga Wan Wan.

    Pertunjukkan barongsai yang diselenggarakan oleh keluarga

    beretnis Tionghoa tersebut terlihat sangat meriah. Seluruh warga

    yang mayoritas beragama Islam ikut berpartisipasi dengan hadir ke

    rumah keluarga Wan Wan dan menyaksikan pertunjukkan

    barongsai. Terlihat para warga terhibur dan senang dengan acara

    yang disuguhkan oleh keluarga Wan Wan, karena pertunjukkan

    barongsai baru pertama kali diselenggarakan di kampung tersebut.

    Sikap yang ditunjukkan oleh seluruh warga dengan hadir di acara

    acara tersebut yang merupakan bagian dari perayaan Imlek etnis

    Tionghoa menggambarkan jika berbeda etnis, budaya dan agama

    tetapi dapat hidup berdampingan dan harmonis dengan saling

    menghormati.

    Setelah pementasan barongsai selesai, diceritakan mengenai

    keluarga Acong yang membagikan angpau kepada para warga

    setelah pementasan barongsai selesai. Seperti yang dapat diketahui

    jika perayaan Imlek identik dengan pembagian angpau oleh orang-

    orang berketurunan Tionghoa. Terlihat para warga dengan antusias

    mengantri untuk mendapatkan angpau. Ketika Tarmiji menerima

    angpau dia juga mengucapakan “Gong Xi Fa Chai” kepada

    keluarga Acong.Ucapan “Gong Xi Fa Chai” merupakan ucapan

    pada perayaan tahun baru Imlek. Keluarga Acong terlihat sangat

    senang dengan ucapan yang diberikan Tramiji dan meminta doa

    agar keluarganya awet serta sukses dalam merayakan Imlek. Yang

    kemudian dijawab oleh Tarmiji pada dialog berikut: “Iya koh,

    mudah-mudahan keluarga koh rejekinya makin banyak. Gong Xi

    Fa Chai, Gong Xi Fa Chai”. Sikap yang ditunjukkan Tarmiji

    sebagai umat Islam, merupakan bentuk menghormati dan

  • 68

    menghargai keluarga Acong yang merayakan Imlek. Tidak hanya

    Tramiji, Mali juga mengucapakan“Gong Xi Fa Chai” kepada

    keluarga Acong. Memberikan ucapan selamat tahun baru dan

    mendoakan keluarga Acong menunjukkan adanya sikap toleransi

    dan menghargai perbedaan baik etnis, budaya, dan agama.

    4. Penutup

    Tabel 4.8 Penutup

    Durasi Keterangan

    02:05:36

    (Cuplikan dialog yang dilakukan H. Muhidin dan Rumanah

    pada scene 50)

    H. Muhidin : Assalamualaikum….

    Rumanah, Roby : Waalaikumsalam…..

    H. Muhidin : Wah udah pulang seneng-seneg yah? Anak jaman

    sekarang bukannya banyak istighfar, dzikir, sholat, eh hobinya

    seneng-seneng doang, kalo ada tontonan heboh, pengen

    nonton terus.

    Rumanah : Bah, abah kenapa sih suka banget berprasangka

    yang enggak-enggak dari dulu? Kenapa sih bah? Lagian kan

  • 69

    apa yang kita lakuin tadi juga gak dosa, nggak menyebabkan

    kemusyrikan kan? Karena itu semua sifatnya hanya hiburan

    semata bah.

    H. Muhidin : Yaa.. tapi baiknya itu kan tenang di rumah.

    Kesana itu kagak ada manfaatnya nonton begituan.

    Rumanah : Ya mungkin buat abah sama sekali gak ada

    manfaatnya, tapi buat keluarga babah Acong, mereka punya

    kebahagiaan sendiri bah.

    H. Muhidin :Ah sok tau lu…

    Rumanah : Ya… Rum bukan sok tau bah. Ya udah terserah deh

    bah kalo abah nilainya seperti itu, yang jelas kedatangan kita

    tadi tujuannya baik.

    Bagian penutup dari sinetron ini menjelaskan tentang maksud

    kedatangan Rumanah dan Roby di rumah keluarga Acong, yang

    menurut H. Muhidin anak sekarang heboh jika ada tontonan dan

    menonton pementasan barongsai tidak ada manfaatnya. Perbedaan

    pendapat terjadi diantara Rumanah dengan H. Muhidin mengenai

    pandangan mereka menonton pementasan barongsai di rumah

    keluarga Acong. Pernyataan dari Rumanah yang mengatakan “Ya

    mungkin buat abah sama sekali gak ada manfaatnya, tapi buat

    keluarga babah Acong, mereka punya kebahagiaan sendiri bah”.

    Rumanah menjelaskan kepada Abahnya jika tujuannya dengan

    Roby menonton barongsai sebagai bentuk menghormati keluarga

    Acong yang merayakan tahun baru Imlek karena menonton

    pementasan barongsai sifatnya sebagai hiburan yang tidak

    menimbulkan dosa dan kemusyrikan. Alasan lain juga dijelaskan

  • 70

    Rumanah kepada Abahnya, mengenai kedatangannya dengan

    Roby dan juga para warga lain tentunya juga akan memberikan

    kebahagiaan tersendiri bagi keluarga Acong yang merupakan satu-

    satunya keluarga yang berketurunan Tionghoa dan beragama

    Khong Hu Chu di kampung tersebut.

    Sikap yang ditunjukkan oleh Rumanah dan Roby hadir ke

    rumah keluarga Acong tidak hanya sekedar menonton pementasan

    barongsai saja, melainkan juga menghargai budaya keluarga

    Acong sebagai etnis Tionghoa. Selain itu juga sebagai bentuk

    diterimanya barongsai sebagai budaya China/ Tionghoa di tengah-

    tengah masyarakat yang beragama Islam.

    Berdasarkan analisa peneliti pada superstruktur, alur teks pada

    sinetron mengenai konsep Imlek yaitu menayangkan toleransi

    masyarakat yang beragama Islam terhadap perayaan tahun baru Imlek

    etnis Tionghoa. Dalam menyuguhkan toleransi antar suku dan umat

    beragama, hampir seluruh tokoh sinetron ini menunjukkan sikap

    toleransinya yang ditunjukkan dengan berbagai bentuk. Strategi

    tersebut menekankan wacana mengenai masyarakat Indonesia yang

    terdiri dari berbagai suku, budaya, serta agama sebagai upaya

    mewujudkan keharmonisan dalam kehidupan multikultural.

    Alur pada sinetron ini menempatkan barongsai sebagai budaya

    yang penting sebagai bagian dari perayaan Imlek oleh sinetron Tukang

    Bubur Naik Haji The Series pada episode 439-441 sebagai media,

    barongsai bukan lagi hal yang dilarang seperti masa Orde Baru.

    Pengemasan pertunjukkan barongsai sebagai wujud kebebasan bagi

    etnis Tionghoa dalam melestarikan dan mengekspresikan budaya

    Tionghoanya.

  • 71

    Pada bagian isi sinetron merupakan penggambaran sikap

    toleransi antar suku dan umat beragama masyarakat yang beragama

    Islam terhadap perayaan tahun baru Imlek yang dirayakan oleh salah

    satu keluarga yang beretnis Tionghoa. Pada beberapa scene, bagian isi

    digambarkan secara detil mengenai sikap toleransi, baik membantu

    persiapan Imlek dan memberikan ijin menyelenggarakan pertunjukkan

    barongsai sebagai adat istiadat etnis Tionghoa saat tahun baru Imlek,

    menghormati dan menghargai keluarga etns Tionghoa yang akan

    beribadah ke klenteng, serta menghadiri acara yang untuk menonton

    pertunjukkan barongsai sebagai bagian dari perayaan tahun baru Imlek

    keluarga tersebut. Sedangkan pada bagian penutup menjelaskan bahwa

    sikap toleransi yang ditunjukkan oleh masyarakat Islam terhadap

    perayaan Imlek sesuai dengan batasan dari ajaran agama.

    4.3.1.3 Analisis Struktur Mikro

    Struktur mikro merupakan makna lokal dari suatu teks yang

    dapat di amati dari pilihan kata, kalimat, dan gaya yang dipakai oleh

    suatu teks. Dalam struktur mikro ini akan terlihat bagaimana

    sesungguhnya makna lokal yang ingin dibangun dalam sinetron ini.

    Penulis akan mengamati beberapa scene yang menjadi objek kajian

    dalam struktur ini. Berikut analisis struktur mikro sinetron Tukang

    Bubur Naik Haji The Series episode 39-440-441.

    a. Scene 12 dan 16

    Dalam scene 12 dan 16 menggambarkan kesediaan Mali,

    Tarmiji, Syape’i dan Romi membantu persiapan Imlek keluarga

    Wan Wan, membawa suatu pemahaman mengenai penerimaan dan

    dukungan terhadap perayaan tahun baru Imlek keluarga etnis

    Tionghoa. Sikap Mali, Tarmiji, Syape’i dan Romi sebagai pemeluk

    Islam yang bersedia membantu berbeda motif dan tujuan; Mali dan

  • 72

    Tramiji membantu keluarga Wan Wan karena berharap ada imbalan

    upah yang diterima, sedangkan Syape’i dan Romi membantu

    dengan niat tulus dan ikhlas untuk keluarga Wan Wan dalam

    penyelenggaraan perayaan tahun baru Imlek. Sebagai penerimaan

    dan dukungan dapat dilihat dari beberapa adegan Mali, Tarmiji,

    Syape’i dan Romi pada scene 12 dan 16 seperti analisa berikut ini.

    Scene 12

    Syape’i : Eh selamat siang babah Acong, koh Wan Wan, ci leny,

    ngomong-ngomong ini kok pada penuh? Dari mana mau

    kemana to?

    Acong : Yah biasa…habis belanja keperluan Imlek

    Syape’i : Waaahh Gong Xi Fa Chai? Kalo begitu pasti ada yang

    bisa saya bantu dong nanti buat acara Imlek?

    Makna yang ingin ditampilkan scene 12 episode 439-441

    sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series adalah

    menggambarkan interaksi harmonis antara warga beretnis Tinghoa

    yang akan merayakan Imlek dengan masyarakat yang beragama

    Islam. Penempatan kalimat yang menjelaskan bahwa tokoh Syape’i

    dan Romi bersedia membantu keluarga Acong untuk acara Imlek,

    memberikan asumsi bahwa perayaan Imlek mendapat sambutan

    yang baik di lingkungan tempat tinggal keluarga Acong yang

    mayoritas menganut agama Islam. Kalimat tersebut memberi

    gagasan bahwa etnis Tionghoa membaur dengan masyarakat yang

    berbeda suku serta agama.

    Berdasarkan uraian scene 12, peneliti dapat menganalisa

    bahwa cuplikan dialog diatas mengarah pada wacana yang

    dibangun mengenai dukungan dan penerimaan etnis Tionghoa dan

    beragama Khonghuchu oleh masyarakat khususnya yang beragama

    Islam. Disisi lain, sinetron ini secara tidak langsung melalui wacana

  • 73

    yang dibangun tersebut memberikan gambaran bagi masyarakat

    mengenai suatu hubungan interaksi harmonis antar suku dan antar

    agama untuk mengajarkan pentingnya menghargai dan

    menghormati meskipun terdapat banyak perbedaan. Selain itu,

    penggunaan kata “Gong Xi Fa Chai” pada awal cerita tentunya

    dibuat dengan tujuan tertentu, termasuk untuk membangun

    pemahaman mendasar tentang topik yang akan disampaikan. Hal

    tersebut menjelaskan bahwa keluarga beretnis Tionghoa tersebut

    akan merayakan tahun baru Imlek.

    Scene 16

    Tarmiji : Wah koh, kayaknya lagi banyak kerjaan nih?

    Acong : (sambil tersenyum) biasa kan mau imlek.

    Mali : Maaf koh, kira-kira perlu bantuan gak?

    Acong : Boleh, kalo mau bantu. Oek sangat senang, ayo silahkan.

    Syape’i : Waduh udah pada sibuk aja nih? Bapak Acong, saya

    bantu ya?

    Acong : Iya, boleh-boleh ayo! Ayo silahkan ayo.

    Dari scene 16, makna yang ingin ditampilkan yaitu bahwa

    perayaan Imlek keluarga Acong juga disambut bahagia oleh

    masyarakat tempat tinggalnya, meskipun mereka tidak merayakan

    Imlek. Terlihat dengan kesediaan tokoh Mali, Tarmiji, Syape’i dan

    Romi membantu menghias rumah dalam keluarga Acong,

    membawa suatu pemahaman bahwa masyarakat yang tidak

    merayakan Imlek ikut merasakan kemeriahan tersebut.

    Sikap yang ditunjukkan Mali, Tarmiji, Syape’i dan Romi dalam

    membantu persiapan Imlek keluarga Acong merupakan bukti

    bahwa sebagai anggota masyarakat muslim mengamalkan ajaran

    agama mengenai toleransi dengan sikap dan perilakunya terhadap

    warga non muslim. Terlebih seperti apa yang dilakukan oleh Syapei

  • 74

    dan Romi membantu dengan niat tulus dan ikhlas seperti yang

    terlihat dalam scene 16 ketika keluarga Acong memberikan imbalan

    dalam membantu persiapan perayaan Imlek, namun ditolak oleh

    mereka yang terlihat pada teks kalimat Syape’i: “Ndak usah Ci

    Leny, terima kasih. Maaf bukannya kami ndak mau trima, tapi kami

    membantu ini dengan tulus kok”. Yang kemudian diperjelas dengan

    jawaban Romi: “Iya, kami ikhals Ci”.

    Berdasarkan analisa peneliti, pada scene 16 memberikan makna

    mengenai ketulusan dalam membantu, sebagai bentuk sikap

    toleransi terhdap etnis Tionghoa meskipun berbeda latar belakang

    baik suku, agama, dan budaya.

    b. Scene 35 dan 39

    Scene 35

    Wan Wan : Sebelumnya saya minta maaf pak Haji, sama semua

    yang ada disini. Saya mohon bicara sebentar.

    Ki Dawud : Iya silahkan aja ngomong….

    H. Muhidin: Iya silahkan….

    Wan Wan : Begini, menyambut perayaan Imlek, saya mau minta

    ijin untuk merayakan pertunjukkan barongsai di rumah saya.

    H. Muhidin : (dengan nada marah) Kagak bisa!!! Enak aja mau

    ngadain gituan!!

    Wan Wan : Jadi? Gak boleh pak haji? Waduh gimana ya,

    Kebetulan saya sudah terlanjur memesan barongsainya.

    Dari cuplikan dialog diatas dapat dilihat bahwa tujuan keluarga

    Wan Wan selain meminta ijin juga sebagai pemberitahuan kepada

    H. Muhidin yang menjabat sebagai ketua RW di kampung tersebut,

    bahwa keluarga Wan Wan akan mengadakan pementasan barongsai

    saat perayaan tahun baru Imlek.

  • 75

    Berdasarkan analisa peneliti pada dialog yang diugkapkan oleh

    tokoh Wan Wan diatas memberikan makna, bahwa keluarga Wan

    Wan sebagai masyarakat minoritas menunjukkan etika dengan

    meminta ijin dan pemberitahauan mengenai pementasan barongsai

    yang akan diselenggarakan sebagai bentuk menghormati ketua RW

    yaitu H. Muhidin. Hal tersebut membawa suatu pemahaman bahwa

    nilai-nilai etika merupakan hal penting dalam kehidupan

    bermasyarakat, karena manusia sebagai makhluk sosial akan selalu

    bersinggungan dengan manusia lain.

    Ki Dawud : Eh Din, lo harus kasih ijin. Emang kenape sih kagak

    boleh? Itu kan hak nye dia, mau bikin acara

    menyambut perayaan hari besarnye dia. Kalo lo kagak

    kasih ijin, gue tambahin hukuman lo, mau? Si Acong

    kan temen gue.

    Wacana yang ingin ditampilkan yaitu sikap toleransi yang

    ditunjukkan Ki Dawud, salah satu sikapnya yang mencerminkan

    toleransi terlihat pada kalimat yang terdapat scene 35 ketika Ki

    Dawud menegur dan akan menambah hukuman H. Muhidin agar

    keluarga Wan Wan diberikan ijin menyelenggarakan pertunjukkan

    barongsai saat perayaan Imlek. Sikap yang ditunjukkan oleh Ki

    Dawud mengungkapkan bahwa perayaan Imlek yang dirayakan

    oleh etnis Tionghoa dan beragama Khong Hu Chu merupakan hak

    mereka dalam menyelenggarakan perayaan hari besar.

    Berdasarkan analisa peneliti pada dialog diatas membawa

    suatu pemahaman, jika perayaan Imlek yang dirayakan oleh etnis

    Tionghoa sebagai kaum minoritas di Indonesia perlu diberikan

    kebebasan sebagai bentuk hak asasi manusia.

  • 76

    Dalam setiap agama mengajarkan akan pentingnya toleransi,

    begitu juga dalam ajaran Islam. Hal tersebut terlihat jelas pada Qs.

    Al-hujarat: 13 (Al-Quran dan terjemahannya: 517), yang

    menerangkan bahwa Tuhan menghendaki penciptaan manusia

    beragam. Keberagaman sengaja diciptakan sebagai media untuk

    saling mengenal, berdialog, dan kerjasama. Karena dengan saluran

    saling mengenal, kedamaian dan ketentraman, di alam dunia ini.

    Dalam konteks sinetron ini, ditampilkan sikap toleransi seperti

    yang terlihat pada tokoh Ki Dawud dengan menghormati dan

    menghargai keluarga Acong yang akan beribadah ke klenteng saat

    perayaan tahun baru Imlek, walaupun di kampung tersebut tdak

    terdapat klenteng, hal tersebut menunjukkan bahwa keluarga Acong

    merupakan warga minoritas. Seperti yang dipaparkan dalam scene

    39, tokoh Ki Dawud memberikan semangat kepada keluarga Acong

    dalam merayakan Imlek sebagai bentuk toleransi.

    Dalam pemilihan kata dan kalimat yang diproduksi pada

    sinetron ini memberikan detil mengenai toleransi seperti yang

    diungkapkan tokoh Ki Dawud dalam kalimat “emang kagak ada

    disini. Ngomong-ngomong kompak banget pake baju merah-merah.

    Yang semangat ye tahun baru Imlek” terhadap keluarga Acong.

    Kalimat tersebut memiliki maksud dan mengarah pada suatu

    pemahaman bahwa perayaan tahun baru Imlek yang dirayakan oleh

    kaum minoritas di tengah-tengah masyarakat mayoritas merupakan

    bentuk diterima dan didukungnya perayaan tersebut.

    Berdasarkan uraian dari cuplikan dialog diatas, peneliti

    berkesimpulan jika sinetron ini bermaksud menyampaikan pesan

    sosial dan membangun wacana toleransi bagi penonton terhadap

    kehidupan berbangsa dengan beragam suku, budaya, dan agama

    yang mengedepankan nilai toleransi antar sesama.

  • 77

    Adegan-adegan dalam scene 35 dan 39 yang telah diuraikan di

    atas memperkuat tema utama dalam sinetron Tukang Bubur Naik

    Haji The Series episode 439-441, sehingga mudah untuk dipahami

    maksud dari sinetron tersebut.

    c. Scene 41 dan 42

    Sinetron Tukang bubur Naik Haji the Series episode 439-441

    mengusung tema Imlek melalui produksi pesan sosial pada tokoh-

    tokoh sinetron yang berlatar belakang agama Islam untuk

    mengarahakan masyarakat mengenai nilai toleransi dalam

    kehidupan berbangsa. Dengan mengangkat tema tentang perayaan

    tahun baru Imlek dalam sinetron ini, merupakan bentuk menghargai

    tradisi dan kepercayaan masyarakat etnis Tionghoa sebagai bagian

    dari budaya Indonesia yang diterima oleh masyarakat. Penanaman

    nilai toleransi yang dikonstruksi pada sinetron ini, mengarahkan

    masyarakat agar tidak ada lagi sikap diskriminasi dan pembedaan

    terhadap suku, budaya, serta agama pada masyarakat minoritas

    seperti etnis Tionghoa. Hal tersebut terlihat pada beberapa adegan

    dalam sinetron yang dipaparkan berikut ini.

    Scene 41

    Rumanah, Roby, Ki Dawud, Nini : Assalamuallaikum…

    H. Muhidin : Nah ini lu juga pada mau kmana sih?

    Ki Dawud : Mau ke rumah temen gua si Acong, emang nape?

    Rumanah : Abah gak mau ikut?

    H. Muhidin : Kagak, kagak penting nonton begituan rum, udah

    sono kalo mau pergi.

    Rumanah: Kami pergi ya bah, assalamuallaikum.

    H. Muhidin : Waalaikumsalam

    (kemudian H. Muhidin melamun)

  • 78

    Ustad Zakaria : Assalamualaikum, pak Haji….

    Riyamah, Umi Zakaria : Assalamualaikum…

    H. Muhidin : Waalaikumsalam….

    Ustad Zakaria : Sendirian aja pak Haji? Kagak nonton barongsai?

    H. Muhidin : Kagak pak ustad, eh Ini mamah ngomong-ngomong

    mau nonton barongsai juga?

    Riyamah : Iya pak Haji….

    H. Muhidin : (hening)

    Ustad Zakaria : Gimana pak Haji jadi mau nonton kagak?

    H. Muhidin : Oh jelas dong, ikut dong! Kan aye ketua RW, Acong

    sama Wan Wan aje ngundang saya secara khusus. Pak ustad,

    tunggu sebentar ye? Mamah tunggu ye?

    Pemilihan kalimat dalam scene 41, menggambarkan para

    warga yang mayoritas muslim berbondong-bondong datang ke

    rumah keluarga Wan Wan untuk menonton pertunjukkan barongsai,

    menunjukkan adanya toleransi yang terlihat pada kesediaan dan

    partisipasi mereka datang menonton pertunjukkan barongsai yang

    diselenggarakan oleh keluarga Wan Wan sebagai bagian dari

    perayaan tahun baru Imlek, hal teresbut memberikan makna jika

    perayaan tahun baru Imlek yang dirayakan oleh etnis Tionghoa juga

    dirasakan dengan sikap senang menonton barongsai oleh

    masyarakat non Tionghoa terlebih tontonan tersebut baru pertama

    kali diselenggarakan dikampungnya. Selain menghormati perayaan

    keluarga beretnis Tionghoa yang di lingkungan tersebut,

    pertunjukkan barongsai yang diselenggarakan juga sebagai media

    hiburan bagi para warga yang beragama lain.

    Berdasarkan dari analisa peneliti, scene 41 menjelaskan bahwa

    perayaan Imlek mendapat dukungan dari masyarakat sebagai

    bentuk tidak adanya pembedaan bagi etnis Tionghoa dan beragama

  • 79

    Khonghuchu sebagai etnis dan agama minoritas. Selain

    memberikan arahan nilai sosial bagi penonton atau pemirsa juga

    untuk dapat menghargai budaya etnis Tionghoa sebagai bagian dari

    kekayaan budaya Bangsa Indonesia. Dalam pemaparan lain, terlihat

    bagaimana hasil pertunjukkan barongsai yang diselenggarakan oleh

    keluarga Wan Wan terhadap masyarakat, yaitu hubungan yang

    harmonis antar etnis dan agama. Rasa ketertarikan yang

    ditunjukkan masyarakat beragama Islam terhadap pertunjukkan

    barongsai memberikan keuntungan tersendiri bagi keluarga beretnis

    Tionghoa yaitu rasa senang dan bahagia karena keberadaannya

    dapat diterima oleh masyarakat dilingkungannya.

    Perwujudan toleransi masyarakat yang beragama Islam

    dilakukan sebagai bukti dalam kerangka hubungan sosial,

    diperlukan sikap toleransi tanpa memandang suku, budaya, dan

    agama. Disisi lain kehadiran masyarakat menonton pertunjukkan

    barongsai menunjukkan adanya hubungan harmonis yang terjalin

    dan memberikan keuntungan bagi etnis Tionghoa untuk

    mengekspresikan kebudayaan Tionghoanya dan sebagai media

    untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa barongsai

    merupakan kebudayaan etnis Tionghoa.

    Barongsai yang di kemas dalam sinetron Tukang Bubur Naik

    Haji The Series episode 439-441 ditempatkan sebagai bagian yang

    penting dalam perayaan tahun baru Imlek. hal tersebut

    menunjukkan bahwa barongsai tidak lagi dianggap sebagai budaya

    etnis Tionghoa yang dilarang seperti yang selama ini diberlakukan

    pada masa pemerintahan presiden Soeharto yang melarang berbagai

    hal berbau Tionghoa. Sehingga pertunjukkan barongsai tidak lagi

    dianggap sebagai suatu hal yang dilarang, bahkan sekarang ini

  • 80

    kebudayaan etnis Tionghoa tersebut diterima oleh masyarakat dari

    berbagai suku dan agama.

    Scene 42

    Tarmiji : Gong Xi Fa Chai

    Acong :Eh, terima kasih ya. Doain keluarga gue awet, sukses

    merayakan Imlek ini!

    Tarmiji : Iya koh, mudah-mudahan keluarga koh rejekinya makin

    banyak.Gong Xi Fa Chai, Gong Xi Fa Chai

    Mali : (bersalaman dengan keluarga Wan Wan) Gong Xi Fa Chai,

    Gong Xi Fa Chai

    Penggunaan kata ”Gong Xi Fa Chai” pada dialog scene 42

    mengarah pada pesan mengenai ucapan pada perayaan Imlek. Hal

    tersebut pula yang terlihat pada sinetron Tukang Bubur Naik Haji

    The Series episode 439-441 yang diucapkan tokoh Mali dan Tarmiji

    kepada keluarga Acong. Dari cuplikan dialog pada scene 42 diatas

    memberikan makna adanya toleransi masyarakat yang beragama

    Islam terhadap keluarga beretnis Tionghoa sebagai minoritas yang

    merayakan tahun baru Imlek.

    Berdasarkan dari analisa peneliti, penggunaan kata “Gong Xi

    Fa Chai“ yang biasa diberikan oleh masyarakat selama ini, hanya

    bersifat ikut-ikutan. Karena penggunaan kata selamat tanpa

    pemahaman mengenai arti kata”Gong Xi Fa Chai” sebagai ucapan

    selamat tahun baru Imlek. Sebenarnya arti dari kata “Gong Xi Fa

    Chai” sendiri yaitu “selamat semoga murah rezeki”. Kebiasaan

    memberikan ucapan tersebut, selama ini digunakan oleh masyarakat

    non etnis Tionghoa dalam memberikan ucapan selamat kepada etnis

    Tionghoa pada perayaan tahun baru Imlek. Tetapi sebenarnya

    “Gong Xi Fa Chai” bukanlah ucapan yang berkaitan langsung

    dengan tahun baru, karena ucapan yang tepat adalah “Xin Nien

  • 81

    Kuai Lok” yang artinya selamat tahun baru. Ucapan pada perayaan

    Imlek lebih lengkapnya “Gong Xi Fa Chai, Xin Nien Kuai Lok”

    yang berarti “selamat semoga murah rezeki dan selamat tahun

    baru”. Tetapi penggunaan “Gong Xi Fa Cahi” dalam cerita ini

    bermaksud memberikan makna pesan bahwa agama Islam memiliki

    sikap toleransi terhadap etnis Tionghoa dengan mengucapkan

    kalimat tersebut.

    d. Scene 50

    H. Muhidin : Assalamualaikum….

    Rumanah, Roby : Waalaikumsalam…..

    H. Muhidin : Wah udah pulang seneng-seneg yah? Anak jaman

    sekarang bukannya banyak istighfar, dzikir, sholat, eh

    hobinya seneng-seneng doang, kalo ada tontonan

    heboh, pengen nonton terus.

    Rumanah : Bah, abah kenapa sih suka banget berprasangka yang

    enggak-enggak dari dulu? Kenapa sih bah? Lagian kan

    apa yang kita lakuin tadi juga gak dosa, nggak

    menyebabkan kemusyrikan kan? Karena itu semua

    sifatnya hanya hiburan semata bah.

    H. Muhidin : Yaa.. tapi baiknya itu kan tenang di rumah. Kesana

    itu kagak ada manfaatnya nonton begituan.

    Rumanah : Ya mungkin buat abah sama sekali gak ada

    manfaatnya, tapi buat keluarga babah Acong, mereka

    punya kebahagiaan sendiri bah.

    H. Muhidin : Ah sok tau lu…

    Rumanah : Ya… Rum bukan sok tau bah. Ya udah terserah deh

    bah kalo abah nilainya seperti itu, yang jelas

    kedatangan kita tadi tujuannya baik.

  • 82

    Berdasarkan penggunaan kalimat dalam scene 50, peneliti

    menganalisa bahwa cuplikan dialog pada tokoh Rumanah,

    membawa suatu pemahaman tentang makna toleransi antar etnis

    dan agama. Atas dasar hubungan sosial, ditunjukkan sikap toleransi

    dengan mengahdiri pertunjukkan barongsai yang merupakan bagian

    dari perayaan Imlek. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk empati

    dan penghormatan dari masyarakat yang beragama Islam terhadap

    perayaan Imlek etnis Tionghoa sebagai warga minoritas di

    lingkungan mereka. Selain itu menonton barongsai juga tidak

    menimbulkan dosa menurut ajaran agama Islam, karena hanya

    bersifat hiburan saja.

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada struktur mikro,

    peneliti menganalisa bahwa secara keseluruhan, dari semua teks dalam

    sinetron episode 439-441 menampilkan pesan sosial secara eksplisit.

    Dalam menampilkan teks tersebut mengesankan pada penonton untuk

    paham dan mengarahkan penonton mengenai makna pesan sosial yang

    disampaikan. Karena sinetron ini menggambarkan toleransi tidak hanya

    melalui dialog saja, namun juga menonjolkan melalui visual (gambar)

    sebagai pendukung isi pesan yang disampaikan.

    Dari seluruh uraian di atas, peneliti berkesimpulan bahwa dialog

    dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series episode 439-441

    tidak menggunakan bahasa Indonesia sebagaimana mestinya. Sinteron

    ini menggunakan bahasa betawi dan sisipan bahasa mandarin pada

    beberapa tokoh yang mudah dimengerti dan dipahami. Dengan

    demikian meskipun menggunakan bahasa betawi dan sedikit bahasa

    mandarin, akan tetapi masih mudah dipahami oleh penonton dan lebih

    menekankan maksud dari sinetron, yang membedakan hanya gaya

    bicara dan intonasi.

  • 83

    4.3.2 Analisis Kognisi Sosial Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series di

    RCTI Episode 439-441

    Pada analisis wacana model Van Dijk, analisis tidak hanya difokuskan

    pada teks semata, karena struktur wacana menunjukkan atau menandakan

    sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana

    makna tersembunyi dari teks, membutuhkan analisis kognisi dan konteks

    sosial. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak

    mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, yaitu

    proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Oleh karena itu, dibutuhkan

    suatu penelitian atas representasi kognisi dan strategi pembuat teks dalam

    memproduksi suatu teks (Eriyanto, 2011:260).

    Analisis kognisi sosial dilakukan dalam sinetron ini untuk mengetahui

    kenapa penggambaran wacana toleransi cenderung seperti itu, dibutuhkan

    analisis kognisi sosial untuk menemukan struktur mental penulis cerita dan

    skenario bagaimana struktur mental penulis cerita dan skenario ketika

    memahami hal tersebut.

    Pada proses terbentuknya teks mengenai pesan sosial, penulis cerita dan

    skenario memasukkan isu yang tengah berkembang di masyarakat mengenai

    perayaan tahun baru Imlek dengan memunculkan tokoh-tokoh berketurunan

    Tionghoa. Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series episode 439-441

    berusaha untuk memberikan tontonan tentang toleransi yang dikemas secara

    menarik dengan nuansa religi yang sesuai dengan latar belakang sinetron ini

    yaitu religi Islam.

    Berdasarkan analisa peneliti, terbentuknya teks mengenai pesan sosial

    sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series ini, menceritakan kejadian-

    kejadian seperti yang layaknya terjadi di kehidupan nyata. Seperti halnya yang

    terlihat pada episode 439-441, sinetron ini ingin menyampaikan pesannya

    didasarkan atas nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat. Penyampaian nilai

  • 84

    sosial dilakukan dengan menyajikan gambaran kepada penonton tentang

    bagaimana toleransi antar etnis dan antar umat beragama melalui episode ini.

    Bagaimana konsep toleransi antar etnis dan antar umat beragama dipahami,

    dimengerti, dan kemudian digambarkan ke dalam teks, tentunya hal ini

    dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti memasukkan informasi sebagai

    keperluan untuk menggambarkan nilai sosial. Dimana dalam analisa peneliti,

    penggambaran wacana toleransi pada sinetron ini dipahami sebagai bentuk

    mengajarkan ajaran agama Islam yaitu Nabi Muhammad SAW mengajarkan

    Islam sebagai agama kasih sayang dan menolak kekerasan yang dapat memicu

    konflik. Nabi juga melindungi minoritas dalam melaksanakan ibadah sesuai

    keyakinannya (Spencer, 2003:226-228).

    Mengacu dari ajaran agama yang mengajarkan pentingnya toleransi,

    penggambaran bentuk toleransi pada sinetron ini terlihat pada sikap umat Islam

    kepada masyarakat beretnis Tionghoa dan beragama Khonghuchu, dengan

    menghormati dan menghargai perayaan Imlek seperti halnya dengan yang

    dimunculkan pada sinetron ini. Nilai sosial yang ditekankan dalam sinetron ini

    adalah nilai sosial yang mengandung penerapan sikap terhadap individu yang

    bernilai kebaikan dalam ruang lingkup hubungan antar manusia yang tercermin

    dalam sikap tokoh-tokoh sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series episode

    439-441.

    Sementara itu terkait dengan bagaimana penulis cerita dan skenario

    memandang serta menggambarkan peran dan posisinya, sedikit banyak akan

    berpengaruh dalam cerita sinetron yang diproduksi. Berdasarkan analisa

    peneliti, sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series episode 439-441

    dipandang sebagai bentuk representasi mental penulis cerita dan skenario dalam

    memandang toleransi. Bahwa toleransi antar etnis dan antar umat beragama

    merupakan ajaran agama yang harus diamalkan. Oleh karena itu Imlek yang

    kental dengan etnis Tionghoa menjadi konsep menarik bagi sinetron ini untuk

  • 85

    menyampaikan toleransi. Bahkan penayangan episode ini juga bertepatan

    dengan perayaan tahun baru Imlek 10 Februari 2013.

    4.3.3 Analisis Konteks Sosial Sinetron TukangBubur Naik Haji The Series di

    RCTI Episode 439-441

    Dimensi ketiga analisis wacana yang diungkapkan oleh Van Dijk adalah

    konteks sosial. Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang di

    masyarakat, sehingga untuk meneliti teks diperlukan analsis intertekstual

    dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal dipoduksi dan

    dikonstruksi dalam masyarakat. Menurut Van Dijk dalam analisis mengenai

    masyarakat ada dua poin penting yaitu kekuasaan (power) dan akses (acess)

    (Eriyanto,2011:272).

    Dalam penelitian ini akan diuraikan penelitian bagaimana dimensi sosial

    masyarakat mampu menjawab wacana apa yang muncul dalam sinetron Tukang

    Bubur Naik Haji The Series episode 439-441 terkait wacana toleransi dengan

    konsep Imlek yang diangkat dalam sinetron ini.

    1. Praktik kekuasaan

    Van Dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai kepemilikan yang dimiliki

    oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk mengontrol

    kelompok lain. Kekuasaan ini umumnya didasarkan pada kepemilikan atas

    sumber-sumber yang bernilai seperti uang, status, dan pengetahuan. Selain

    berupa kontrol yang bersifat langsung dan fisik, kekuasaan dipahami oleh

    Van Dijk juga berbentuk persuasif, tindakan seseorang secara tidak langsung

    mengontrol dengan mempengaruhi kondisi mental seperti kepercayaan,

    sikap, dan pengetahuan (Eriyanto, 2011:272). Analisis wacana memberikan

    perhatian yang besar terhadap apa yang disebut sebagai dominasi, juga

    memberi perhatian atas produksi lewat legitimasi melalui bentuk kontrol

    pikiran. Secara umum dianalisis bagaimana proses produksi itu secara umum

    dipakai untuk membentuk kesadaran dan konsensus.

  • 86

    Seperti yang telah diuraikan oleh Van Dijk, kekuasaan dipahami juga

    berbentuk persuasif, tindakan seseorang secara tidak langsung mengontrol

    dengan mempengaruhi kondisi mental, tentu dalam kajian ini yang

    dimaksudkan adalah respon masyarakat yang dominan pemeluk agama Islam

    terhadap keberadaan keluarga yang beretnis Tionghoa sebagai penganut

    Konghuchu yang merayakan perayaan tahun baru Imlek. Dengan

    mengangkat konsep Imlek pada episode 439-441, memberikan gambaran

    kepada masyarakat, khususnya anggota masayarakat yang beragama Islam

    memandang pentingnya tentang toleransi didalam kehidupan bermasyarakat,

    dengan berbeda budaya, berbeda etnis, dan berbeda agama tetapi saling

    menghormati satu sama lain. Hal tersebut terlihat dari penggambaran

    perayaan Imlek dalam masyarakat di lingkungan tempat tinggal keluarga

    Wan Wan yang mayoritas pemeluk agama Islam, dimana dalam sinetron

    tersebut muncul sikap antusias masyarakat untuk membantu persiapan

    penyelenggaraannya maupun antusias di dalam menonton pertunjukkan

    barongsai. Sehingga sinetron ini menggambarkan bentuk toleransi dengan

    sikap dominasi masyarakat yang beragama Islam terhadap etnis Tionghoa

    yang merayakan Imlek sebagai minoritas. Hal tersebut dikarenakan ingin

    menekankan nilai-nilai sosial yang menyangkut toleransi bagi masyarakat

    khususnya yang beragama Islam untuk mencontoh Nabi Muhammad SAW

    dalam hal bagaimana realisasi tentang toleransi.

    Disisi lain, kekuasaan yang terdapat pada sinetron Tukang Bubur Naik

    Haji The Series episode 439-441 juga bersifat koersif. Komunikasi instruktif/

    koersif adalah memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi (Widjaja,

    2002:32). Koersif dapat berbentuk perintah atau instruksi. Akibat dari

    kegiatan koersif adalah perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku dengan

    perasaan terpaksa karena diancam, yang menimbulkan rasa tidak senang

    (Effendy, 2008:21). Dalam konteks sinetron, toleransi yang bersifat koersif

    terlihat pada tokoh H. Muhidin ketika mendapat tekanan dari Ki Dawud

  • 87

    untuk memberikan ijin kepada keluarga Wan Wan menyelenggarakan

    pementasan barongsai untuk perayaan tahun baru Imlek. Tekanan Ki Dawud

    terhadap H. Muhidin dengan ancaman akan menambah hukuman jika tidak

    memberikan ijin. Hal tersebut menandakan bahwa sikap M. Muhidin

    memberikan ijin kepada keluarga Wan Wan dengan perasaan terpaksa.

    Berdasarkan dari uraian diatas, konsep Imlek yang digambarkan pada

    episode 439-441 sebenarnya merupakan praktik kekuasaan media dalam

    memberikan pembelajaran kepada masyarakat mengenai pentingnya

    toleran