BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

60
44 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting Penelitian Pada bab ini, peneliti akan menguraikan hasil dan data penelitian yang bertujuan untuk mengetahui peranan guru dalam upaya pembentukan moral anak usia 4-6 tahun yang dilakukan di TK Kristen 03 Eben Haezer Salatiga. Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, peneliti ini menggunakan metode kualitatif untuk melihat kondisi alami dari suatu fenomena. Menurut Sarosa (2012) penelitian kualitatif adalah penelitian yang mencoba memahami fenomena dalam seting dan konteks naturalnya di mana peneliti tidak berusaha memanipulasi fenomena yang diamati. Penelitian berlangsung selama bulan April sampai dengan bulan Juni 2016. Hasil penelitian ini diperoleh melalui teknik wawancara semi terbuka yang dilakukan secara mendalam guna mendapatkan informasi dan data secara langsung. Selanjutnya, peneliti juga menggunakan metode observasi dan dokumentasi untuk mengetahui lebih dalam dan jelas serta mentriangulasi mengenai data yang telah ada untuk kemudian dianalisis. Analisis itu sendiri akan terfokus pada peranan guru dalam upayanya membentuk moral anak yang difokuskan pada beberapa hal yang menjadi substansi pendidikan moral. 4.1.1. Gambaran umum lokasi penelitian TK Kristen 03 Eben Haezer Salatiga merupakan sebuah lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Yayasan Pendidikan Eben Haezer Salatiga (YPE Salatiga) yang berdiri sejak 01 Oktober 1948. Berdirinya sekolah ini tidak terlepas dari sekolah-sekolah yang dikelolah oleh Yayasan Pendidikan Eben Haezer (YPE) yakni SD Kristen 03 Eben Haezer, SD Kristen 04 Haezer dan SMP Kristen 2 Eben Haezer. Karena terus berkembang dan kebutuhan akan layanan pendidikan anak usia dini semakin meningkat maka TK Kristen 03 Eben Haezer Salatiga ini kemudian

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

44

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Setting Penelitian

Pada bab ini, peneliti akan menguraikan hasil dan data penelitian yang

bertujuan untuk mengetahui peranan guru dalam upaya pembentukan moral anak usia

4-6 tahun yang dilakukan di TK Kristen 03 Eben Haezer Salatiga. Sebagaimana yang

telah diuraikan pada bab sebelumnya, peneliti ini menggunakan metode kualitatif

untuk melihat kondisi alami dari suatu fenomena. Menurut Sarosa (2012) penelitian

kualitatif adalah penelitian yang mencoba memahami fenomena dalam seting dan

konteks naturalnya di mana peneliti tidak berusaha memanipulasi fenomena yang

diamati.

Penelitian berlangsung selama bulan April sampai dengan bulan Juni 2016.

Hasil penelitian ini diperoleh melalui teknik wawancara semi terbuka yang dilakukan

secara mendalam guna mendapatkan informasi dan data secara langsung. Selanjutnya,

peneliti juga menggunakan metode observasi dan dokumentasi untuk mengetahui

lebih dalam dan jelas serta mentriangulasi mengenai data yang telah ada untuk

kemudian dianalisis. Analisis itu sendiri akan terfokus pada peranan guru dalam

upayanya membentuk moral anak yang difokuskan pada beberapa hal yang menjadi

substansi pendidikan moral.

4.1.1. Gambaran umum lokasi penelitian

TK Kristen 03 Eben Haezer Salatiga merupakan sebuah lembaga pendidikan

yang bernaung di bawah Yayasan Pendidikan Eben Haezer Salatiga (YPE Salatiga)

yang berdiri sejak 01 Oktober 1948. Berdirinya sekolah ini tidak terlepas dari

sekolah-sekolah yang dikelolah oleh Yayasan Pendidikan Eben Haezer (YPE) yakni

SD Kristen 03 Eben Haezer, SD Kristen 04 Haezer dan SMP Kristen 2 Eben Haezer.

Karena terus berkembang dan kebutuhan akan layanan pendidikan anak usia dini

semakin meningkat maka TK Kristen 03 Eben Haezer Salatiga ini kemudian

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

45

mendirikan kelompok bermain dan Toodler atau tempat penitipan anak sehingga

lembaga ini sekarang bernama lengkap “Toddler-Kelompok Bermain-Taman Kanak-

Kanak Kristen 03 Eben haezer Salatiga”.

Visi Toddler-Kelompok Bermain-Taman Kanak- Kanak Kristen 03 Eben

haezer Salatiga adalah menjadi lembaga pendiidkan yang berkualitas, professional

dan dipercaya masyarakat dalam rangka mewujudkan manusia yang takut akan

Tuhan, cerdas, kreatif mandiri dan berbudi luhur. Sedangkan misinya adalah (1)

Melayani anak usia dini tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, ras, suku

dan golongan (2) Menumbuhkan karakter moral yang baik melalui pembiasaan (3)

Menumbuhkan sikap kemandirian kepada setiap anak didik (4) Menyelenggarakan

kegiatan pembelajaran yang berkualitas, aktif, kreatif dan menyenangkan (5)

Mengembangkan potensi anak didik melalui berbagai kegiatan ekstrakulikuler (6)

Mewujudkan kemandirian dalam penyelenggaraan sekolah. Adapun motto dari

sekolah ini yaitu “Let the Seeds Grow” atau “Biarkan Benih Itu Bertumbuh” yang

merupakan perwujudan firman Tuhan dalam markus 10:14b “Biarkanlah anak- anak

itu datang kepada-KU, jangan menghalang- halangi mereka, sebab orang- orang

seperti itulah yang empunya kerajaan Allah”

Toddler-Kelompok Bermain-Taman Kanak-Kanak Kristen 03 Eben Haezer

Salatiga memiliki sarana dan prasarana berupa ruang kelas, ruang komputer,

perpustakaan, dan beberapa fasilitas pendukung layanan pendidikan. Ada 14 guru, 2

assisten guru dan 5 karyawan dalam struktur organisasi dalam lembaga ini. Proses

pembelajaran yang dilakukan pada TK Kristen 03 Eben Haezer Salatiga

menggunakan kurikulum yang disusun sendiri oleh guru-guru dengan mengacu pada

standar pencapaian perkembangan berdasarkan Permendiknas No. 50 tahun 2009

yang disesuaikan dengan visi dan misi yang ada. Model pembelajaran yang

digunakan yaitu model pembelajaran berbasis sentra yang terdiri dari sentra persiapan

(Readiness), sentra main peran (drama), sentra seni, sentra pembangunan (balok) dan

sentra messy (bahan alam)

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

46

Jadwal hari pelaksanaan pembelajaran dilaksanankan setiap Senin sampai

dengan Sabtu dengan beban belajar untuk kelas TK A (usia 4-5 tahun) beban belajar

yaitu 29 jam pembelajaran per minggu sedangkan untuk TK B (usia 5-6 tahun) beban

belajar yaitu 32 jam pembejaran per minggu. Jadwal pembelajaran untuk TK B

dimulai dari pukul 07.00 sampai dengan 10.00 untuk hari Senin, Rabu dan Jumat

sedangkan pada hari Selasa, Kamis dimulai dari jam 07.00-09.30. Untuk kelompok

TK A, jadwal pembelajaran dimulai dari jam 09.30 sampai jam 12.00. Sedangkan

untuk jadwal pembelajaran hari Sabtu, TK A dan TK B dimulai pukul 07.00 sampai

09.00. Terdapat 4 kelompok belajar pada TK A yang terdiri dari kelompok Sunflower

(18 anak), Lilly (18 anak), Rose (17 anak) dan Jasmine (18 anak) sedangkan

kelompok belajar TK B juga terdiri dari 4 kelompok belajar yang terdiri dari

kelompok Manggo (18 anak), Watermellon (18 anak), Apple (17 anak) dan Grape (18

anak).

4.1.2. Profil Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini merupakan sumber data yang digunakan

peneliti untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai peranannya dalam

pembentukan moral anak usia 4-6 tahun di TK Kristen 03 Eben Haezer Salatiga.

Partisipan merupakan guru-guru yang tercatat aktif dalam mengajar di lembaga ini

sampai sekarang. Partisipan dibedakan menjadi dua yaitu partisipan inti dan

partisipan tambahan. Partisipan inti berjumlah 3 orang guru dan partisipan tambahan

berjumlah 1 orang guru.

a. Partisipan Inti

Partisipan inti merupakan sumber informasi inti untuk mejawab masalah

dalam penelitian ini. Guru-guru kelas TK A dan TK B menjadi sumber informasi inti

sebab guru-guru ini merupakan wali kelas dan juga guru sentra yang mengajar anak-

anak dalam rentan usia 4-6 tahun. Guru-guru ini juga merupakan guru-guru yang

sampai sekarang masih aktif mengajar dan tercatat menjadi guru tetap dalam yayasan

pendidikan Eben Haezer Salatiga. Dalam penelitian ini, peneliti menfokuskan pada

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

47

tiga orang guru PAUD yang mengajar di TK A dan TK B untuk mendapatkan data

bagaimana peranan mereka dalam mengembangkan moral anak-anak pada usia 4-6

tahun sesuai dengan masalah yang ada dalam penelitian ini.

b. Partisipan Tambahan

Partisipan tambahan merupakan sumber informasi tambahan yang berperan

untuk memberikan informasi atau data tambahan serta memperjelas dan memperkuat

informasi atau data-data yang diberikan oleh guru sebagai partisipan inti. Partisipan

tambahan dalam penelitian ini merupakan kepala sekolah yang merupakan pimpinan

dalam lembaga Toddler-Kelompok Bermain-Taman Kanak-Kanak Kristen 03 Eben

Haezer Salatiga. Partisipan tambahan yang berjumlah 1 orang ini juga akan

memberikan informasi mengenai program-program atau kebijakan-kebijakan sekolah

yang berkaitan dengan masalah pembentukan moral anak usia 4-6 tahun di lembaga

ini

4.2. Hasil Penelitian

Hasil penelitian disusun berdasarkan hasil wawancara dan data-data tambahan

berupa hasil observasi dan dokumentasi bukti pembelajaran yang dilakukan oleh

guru-guru dalam mengembangkan moral anak usia 4-6 tahun di TK Eben Haezer

Salatiga. Sebelum melakukan wawancara, peneliti membuat kesepakatan jam dan hari

di mana akan dilakukan proses wawancara dengan para guru. Hasil wawancara

dilakukan kepada partisipan satu sampai partisipan tiga (P1-P3) dan satu partisipan

tambahan (P0). Sedangkan tanggal yang mengikutinya merupakan waktu di mana

peneliti mewawancarai partisipan-partisipan tersebut. Selanjutnya, peneliti meminta

ijin kepada kepala sekolah untuk melakukan proses penelitian baik itu untuk

mendapatkan data dari metode observasi dan metode dokumentasi di lembaga ini.

Dan berikut adalah hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian di Taman

Kanak-Kanak Kristen 03 Eben Haezer Salatiga.

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

48

4.2.1. Motivasi dan Karakteristik seorang Guru PAUD

Menjadi guru PAUD tentunya memerlukan pemikiran, pandangan serta

gagasan tersendiri dari setiap individu yang tertarik untuk terjun pada bidang tersebut.

Setiap individu yang memutuskan untuk melakukan pekerjaan tersebut tentu saja

memiliki motivasi tersendiri baik dari dalam diri pribadi maupun dari orang lain.

Motivasi dari diri pribadi memegang peranan penting bagi individu dalam merancang

serta melakukan sesuatu untuk mencapai hasil yang baik termasuk menjadi seorang

guru PAUD.

Hasil wawancara mengenai motivasi menjadi guru PAUD yang dilakukan

terhadap tiga guru PAUD di Taman Kanak-Kanak Kristen 03 Eben Haezer Salatiga

menggambarkan motivasi yang berbeda-beda dalam menekuni pekerjaan tersebut.

Perbedaan motivasi tersebut dapat dilihat dari jawaban para guru sebagai partisipan

dalam penelitian ini. P1 mengungkapkan motivasi mendasar menjadi guru PAUD

adalah untuk mendidik anak-anak mengenal Tuhan, mengenal kasih Tuhan serta taat

dan patuh kepada Tuhan. Hal tersebut merupakan keinginan dan tanggung jawab

yang perlu diaplikasikan lewat pelayanan kepada anak-anak. Hal tersebut

diungkapkan dalam kutipan berikut ini

“Saya ingin untuk mendidik anak-anak supaya mereka menjadi anak

anak yang baik yang mengenal akan kasih Tuhan, menjadi anak-anak

yang taat dan patuh kepada Tuhan.” (P1, 11 April 2016)

Selain itu, P2 juga menambahkan bahwa tugas seorang guru PAUD merupakan

tugas yang mulia yang diberikan oleh Tuhan. Seseorang yang bekerja dalam dunia

anak-anak akan mengasah dirinya untuk semakin mencintai anak-anak. Beliau

menambahkan bahwa selain menjadi guru PAUD merupakan tugas yang mulia.

Selain beliau mengaplikasikan pengetahuan yang telah di dapatkan selama

menempuh pendidikan untuk mendidik anak-anak, motivasi lain yang muncul adalah

bahwa berada dalam dunia anak adalah sesuatu yang menyenangkan. Hal tersebut

dibuktikan dalam ungkapan di bawah ini

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

49

“Karena menjadi guru PAUD memang merupakan tugas mulia dari

Tuhan selain itu juga sebagai guru saya mengaplikasikan sekolah

pendidikan guru saya (SPG) saya yaitu guru PAUD. Saya semakin

mencintai anak-anak karena dunia anak-anak itu sangat menyenangkan

sekali.” (P2, 13 April 2016)

Motivasi yang muncul dalam diri untuk menjadi guru dikarenakan proses

pengalaman. Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang ditemui dan didapatkan,

pemahaman dan pertumbuhan anak akan terbentuk menjadi lebih baik apabila

dilakukan sejak awal. Pendidikan yang dimulai sejak awal atau sejak dini sangatlah

penting bagi anak terkhusus ketika mereka sudah berada dalam tingkat pendidikan

yang lebih tinggi, mereka akan terbentuk menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik.

Untuk itu, pendidikan sangat perlu dan penting dilakukan sejak dini. Hal tersebut di

atas merupakan pengakuan dari P3. Beberapa pengakuan di atas dapat dilihat pada

kutipan di bawah ini:

“Yang pertama, karena pengalaman mengajar di SMA dan SMP, anak-

anak memiliki sikap, perilaku latar belakang itu yang kurang baik dan

terrnyata itu banyak dipengaruhi oleh waktu atau masa kecil mereka.

Karena itu saya melihat pentingnya pendidikan dari kecil.” (P3, 21 April

2013)

Selain pengakuan dari beberapa partisipan di atas, ungkapan lain juga muncul

dari partisipan tambahan. Melakukan pelayanan bagi anak-anak merupakan anugerah

dan panggilan jiwa yang dikaruniakan Tuhan sehingga perlu untuk dijalankan. Salin

itu, pengalaman-pengalaman yang dialami menjadi motivasi tersendiri bagaimana

seseorang termotivasi menjadi seorang guru terkhususnya menjadi guru PAUD.

Motivasi-motivasi tersebut di atas diungkapkan dalam kutipan sebagai berikut:

“Jadi motivasi saya sudah seperti terbentuk sejak muda. Saya sudah

menjadi pendamping di sekolah Minggu, jadi seperti panggilan jiwa ya

dari Tuhan untuk saya, seperti itu.” (P0, 29 April 2016)

Dari kutipan-kutipan di atas dapat terlihat bahwa motivasi menjadi seorang

guru PAUD lahir dari nurani masing-masing guru yang tentunya bertujuan untuk

membimbing, membangun, serta melayani anak-anak. Keberhasilan pembinaan

tersebut hanya akan tercapai jika dilakukan sejak dini. Ketika seorang guru PAUD

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

50

merasa merupakan bagian dari dunia anak-anak yang menyenangkan dan

menganggap bahwa tugas dan tanggung jawab dalam membentuk AUD menjadi

pribadi yang dapat diandalkan adalah pemberian Tuhan, maka pelayanan terhadap

anak akan semakin berkualitas serta membangun. Selain itu, pengalaman serta

pendidikan yang telah didapatkan menjadi motivasi bagi guru dalam proses

membimbing anak dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka terkhususnya di

sekolah.

Selain motivasi, ada juga kharakteristik seorang guru PAUD yang menjadi

patokan dan perlu diperhatikan. Tentunya menjadi seorang guru perlu memiliki

kharakter dan sikap yang dapat memberi arah serta tujuan yang jelas bagi

perkembangan serta pertumbuhan anak didik. Pertumbuhan anak baik kognitif serta

afektif tentu saja bergantung pada seorang guru yang merupakan tokoh penting

teristimewa dalam membentuk mereka menjadi pribadi yang baik dan memiliki

kharakter yang dapat diandalkan. Guru perlu memiliki karakter yang dapat diteladani

dan diikuti anak dalam bersikap.

Berdasarkan hasil wawancara, terdapat berbagai tanggapan mengenai

kharakteristik seorang guru PAUD. Hampir semua partisipan mengatakan bahwa

memberi teladan yang baik adalah hal pertama yang perlu dilakukan dalam kehidupan

sehari-hari. Kehidupan anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan di mana mereka

bertumbuh. Hal ini dikatakan oleh P1, P2, P3 dan P0 sebagai partisipan tambahan.

Pemikiran para partisipan dititikberatkan pada bagaimana guru menjadi panutan bagi

anak sehingga anak dapat meniru. Gagasan mereka terlihat pada jawaban-jawaban

representatif berikut ini:

“Seorang guru PAUD seharusnya tidak menggurui tapi lebih banyak

mendengarkan dan tidak lupa juga untuk meneladankan sesuatu yang

baik pada anak.” (P1, 11 April 2016).

“Harus bisa menjadi teladan bagi anak-anak, sikap yang tidak boleh

sembarangan ya. Dalam bersikap dalam berkata karena anak-anak itu

melihat dan mencontoh, jadi itu yang paling penting.” (P3, 21 April

2016).

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

51

Karakter lain yang perlu dimiliki oleh seorang guru PAUD adalah bagaimana

menjadi seorang yang sabar, ramah, sopan serta dekat dengan anak-anak. Memahami

dunia anak juga merupakan hal yang sangat penting agar bisa berbaur dengan mereka.

Memiliki karakteristik yang jujur, bertanggung jawab, memiliki etitude yang baik

serta menjadi dasar kuat dan pedoman bagi seorang guru PAUD. Tanggapan tersebut

dikemukakan oleh partisipan (P2 dan P0) yaitu sebagai berikut:

“Seorang guru PAUD tentunya harus memiliki kepribadian yang baik

serta attitude yang baik, karena masa depan anak juga menjadi

tantangan seoran guru PAUD. Selain itu juga harus sabar menghadapi

anak-anak.” (P2, 13 April 2016)

“Karakteristiknya yaitu keteladanan yang baik, kemudian ramah,

sopan, sabar kemudian tanggung jawab, jujur dan berintegritas dan

tidak lupa juga bahwa guru PAUD itu harus bisa memahami anak.”

(P0, 29 April 2016)

Dari kutipan-kutipan di atas sangatlah jelas bahwa anak membutuhkan sosok

atau pribadi (guru) yang dapat memahami mereka dan mengajarkan kepada mereka

apa yang baik untuk dilakukan. Sementara itu, guru bertanggung jawab sepenuhnya

untuk membawa anak pada suatu kondisi yang tepat teristimewa dalam menjaga

interaksi serta menanamkan pelayanan yang sesuai dengan apa yang patut diterima

oleh anak.

4.2.2. Peran Guru dalam Pembentukan Moral

Dalam upaya pembentukan moral anak, ada banyak hal yang penting untuk

dilakukan oleh seorang guru khususnya guru PAUD. Menjadi model, motivator dan

pembimbing adalah tiga peran yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Berikut

adalah temuan serta pembahasan ketiga aspek tersebut berdasarkan hasil data yang

diperoleh dalam penelitian ini.

4.2.2.1. Peran Guru sebagai Model

Sebagai seorang guru PAUD, menjadi model bagi anak didik adalah salah satu

karakter yang tidak bisa dipisahkan. Pada umumnya anak-anak memerlukan tuntunan

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

52

serta petunjuk yang dapat menuntun mereka untuk berprilaku secara baik khususnya

dalam rangka bersosialisasi dengan sesama dan lingkungan. Secara jelas berikut akan

dibahas secara detail peran tersebut berdasarkan pendapat, ide atau gagasan yang

diperoleh dalam penelitian ini selama proses pengambilan data.

a. Pentingnya Menjadi Role Model bagi Anak

Menjadi seorang role model bagi anak tentunya memiliki alasan tersendiri.

Semua partisipan (P1-P3) menyatakan bahwa hal tersebut sangatlah penting dan

wajib dilakukan oleh seorang guru PAUD. Pendapat mereka didasari pertimbangan

bahwa usia anak adalah usia di mana mereka dengan cepat dapat meniru apa pun

yang dilakukan oleh orang dewasa termasuk guru. Ketika guru melakukan hal yang

baik, anak pasti akan mengikuti. Sebaliknya ketika guru melakukan hal yang tidak

baik, tentu saja anak akan meniru. Oleh karena itu, guru harus mampu menjaga dan

berhati-hati dalam berprilaku. Berikut adalah kutipan pernyataan partisipan sebagai

representatif mengenai menjadi seorang role model:

“Menurut saya kita menjadi model untuk anak-anak itu karena setiap hari

mereka meniru kita., jadi kita, kepada kita itu kita memberikan model-

model, kita menjadi contoh anak-anak yang baik. ketika anak melihat

kita mengasihi, mereka pun belajar mengasihi.” (P1, 11 April 2016)

“Menjadi teladan berarti menjadi contoh. Karena anak adalah peniru

ulung maka itu, guru harus benar-benar berhati-hati dalam dan menjaga

sikap sehingga anak bisa mengikuti sikap yang baik dari guru. .” (P3, 21

April 2016)

Lebih jelas lagi, anak perlu dibiasakan untuk melakukan hal yang positif

dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah istilah Jawa mengatakan bahwa menjadi guru

adalah suatu tugas mulia karena membimbing anak menjadi manusia yang berguna di

masa depan adalah suatu tuntutan. Sebagai seorang guru, menjadi role model berarti

memberikan teladan yang bisa digugu dan ditiru. Hal tersebut ditambahkan oleh P2

dalam kutipan, sebagai berikut:

“Menjadi role model itu dilakukan dengan cara menjaga stabilitas kita

sebagai guru, bertindak hati-hati dalam berbagai macam aspek bukan

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

53

hanya di sekolah tetapi juga di lingkungan luar sekolah.” (P2, 13 April

2016)

Kutipan-kutipan di atas memberikan suatu pemahaman bahwa peran guru

sebagai role model adalah suatu tuntutan tetapi juga tantangan. Seorang guru PAUD

adalah pemberi arah melalui sikap dan perilakunya sehari-hari. Ketika seorang guru

memberikan contoh yang baik, anak didinya juga pasti akan menjadi baik dan

sebaliknya.

b. Bentuk-Bentuk Keteladanan bagi Pembentukan Moral Anak

Untuk seorang role model, seorang guru tentu saja harus mempraktikan

hal-hal baik baik dan pantas yang patut ditiru dan diteladani oleh anak didiknya.

Sebagai anak usia dini, mereka memerlukan tindakan-tindakan praktis yang secara

langsung dapat dilihat dan membekas dalam pemikiran mereka. Apa yang

dilakukan setiap hari di lingkungan merupakan input, masukan dan referensi bagi

mereka untuk bertindak serta berperilaku.

Untuk itulah diperlukan contoh-contoh yang konkrit mengenai bentuk-

bentuk atau sikap-sikap positif yang dapat dijadikan acuan bagi mereka.

Berdasarkan hasil wawancara, banyak variasi jawaban yang diungkapkan oleh

para partisipan mengenai sikap serta perilaku yang menjadi contoh bagi anak.

Secara umum, para partisipan menekankan pada perilaku-perilaku anak ketika

berinteraksi dengan sesama, misalnya memberi salam kepada orang lain, bersikap

ramah kepada sesama, berbicara dengan halus atau sopan kepada teman. Selain itu,

mengucapkan terima kasih ketika dibantu atau ditolong oleh sesama teman atau

orang lain. Anak-anak dibekali dengan sikap dan perilaku seperti tidak terlambat

ke sekolah dan ikut dalam renungan pagi bersama dengan guru lainnya juga

menjadi bagian dari hal-hal praktis yang dilakukan guru. Sebab ketika anak-anak

melihat gurunya berdoa dan mendengarkan renungan terkhusus bagi anak-anak

yang datang lebih awal mereka tentunnya akan melihat dan meniru apa yang

dilakukan oleh para guru. Ungkapan-ungkapan tersebut diatas dapat dilihat pada

kutipan yang disampaikan oleh P1 dan P2 sebagai berikut:

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

54

“Dengan memberi salam, mengucapkan salam kepada temannya.

Biasannya kalau pagi itu ketika anak-anak datang saya pasti meberi

salam dan tidak akan melepas sebelum anak memandang saya dan

membalas salam saya, begitu. Di saat mereka datang mereka

mengucapkan selamat pagi. Terus jika diberi sesuatu atau ditolong,

mengucapkan terima kasih.” (P1, 11 April 2016)

“Seperti yang berlaku di sini, katakalah di TK Eben Haezer ini, datang

awal, kita ikut renungan, kita ikut berdoa itu otomatis secara tidak

langsung anak-anak itu melihat dan mengikuti apa yang kita lakukan

kemudian memanggil anakpun dengan halus, ramah.” (P2, 13 April

2016)

Sementara itu, partisipan (P3) menekankan pada bagaimana bentuk

keteladanan bagi anak yang menyangkut dengan memelihara hubungan dengan yang

Maha Kuasa dan lingkungan. Berdoa dan sikap berdoa yang baik perlu ditanamkan

kepada anak sehingga mereka terbiasa untuk menyembah Tuhan dengan benar. Selain

itu, partisipan (P1 dan P3) juga memberikan pendapat menyangkut sikap membuang

sampah pada tempatnya dan tertib ketika meletakkan barang bawaan seperti tas,

buku, dan makanan serta barang-barang yang lain. Berikut merupakan kutipan

pernyataan P1 dan P3

“Kalau praktisnya dari kegiatan sehari-hari. kebiasaan-kebiasaan seperti

tertib dan sopan itu perlu. Ketika meletakkan tas harus sopan dan rapi.

Ketika berdoa, anak-anak itu kan harus dengan sikap yang baik yaitu

lipat tangan, tutup mata, jadi saya memberikan contoh seperti itu.” (P3,

21 April 2016)

“Misalnya membuang sampah pada tempatnya itu juga kita terapkan

mulai dari sekarang. Selesai makan, mereka harus membuang sampah

pada tempat sampah yang telah disediakan.” (P1, 11 April 2016)

Kutipan-kutipan di atas adalah bentuk-bentuk perilaku yang dilakukan para

guru di TK Kristen Eben Haezer 03, Salatiga. Namun, berbagai pendapat berbeda pun

muncul mengenai keberhasilan tindakan-tindakan tersebut. P1 mengatakan bahwa

anak-anak dianggap berhasil mengikuti apa yang dicontohkan guru. Sementara itu, P2

mengatakan hal yang berbeda. P2 menilai bahwa apa yang dilakukan guru belum

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

55

tentu berhasil. Hal tersebut dikarenakan masih banyak anak-anak yang belum

menunjukkan perubahan pada sikap mereka dan sikap dan kondisi dari guru itu

sendiri. Pernyataan tersebut terdapat dalam kutipan pernyataan berikut

“Selama pengalaman saya, saya melihat itu, anak-anak sebagian besar

sudah berhasil melakukan itu. Berhasil melakukan apa yang sudah kami

contohkan dan yang kami berikan, jadi sudah berhasil menurut saya.”

(P1, 11 April 2016)

“Tidak berhasil. Karena ada kalanya kondisi kita sebagai guru

mengalami katakanlah tidak stabil juga. Kadang kondisi pikiran kita

suatu masalah itu membuat kita saat itu mungkin tidak layak untuk

dicontoh oleh anak-anak. jadi itu yang membuat sepenuhnya tidak

berhasil.” (P2, 13 April 2016)

Berbeda dengan P3 yang menyatakan sangat sulit menilai berhasil atau tidak

karena dalam proses pembentukan moral anak terdapat kendala-kendala yang ditemui

oleh para guru. Partisipan bahkan mengatakan hal tersebut masih relatif dan susah

untuk dinilai keberhasilan ataupun ketidakberhasilannya. Berbagai alasan

melatarbelakangi seperti pembiasaan dari lingkungan keluarga dan kepribadian anak

itu sendiri. Pendapat tersebut dapat dilihat melalui kutipan berikut:

“Kalau dikatakan berhasil atau tidak susah ya menilainya yaa. Karena

itu ada kendalanya mungkin dari pembiasaan di keluarga atau dengan

sifat dari karakteristik anak itu sendiri, ya paling tidak kita berusaha

sebaik mungkin supaya anak-anak itu bisa meniru.” (P3, 21 April 2016)

Beberapa data yang telah diberikan oleh partisipan inti di atas kemudian

dipertegas dan dibenarkan kembali oleh partisipan tambahan dalam hal ini kepala

sekolah. Selain itu, partisipan tambahan juga memberikan tambahan informasi

partisipan tambahan bagaimana peran guru dalam mengembangkan moral anak

terkhususnya anak usia 4-6 tahun. Partisipan (P0) menyatakan bahwa setiap bulannya

selalu ada evaluasi kinerja guru-guru sehingga dalam kesehariannya. Beliau juga turut

mengobservasi dan menilai bagaimana para guru memberikan perannya sebagai

sosok yang bertanggung jawab dalam perkembangan anak didiknya terkhususnya

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

56

dalam perkembangan moral. Salah satunya adalah dengan memberikan teladan atau

model nilai-nilai moral yang baik pada anak.

Guru-guru memberikan bentuk keteladanan dalam keseharian mereka baik itu

dalam bertutur kata maupun bertingkah laku. Misalnya dengan memberikan ucapan

terima kasih ketika ditolong atau menerima sesuatu kemudian menggunakan nada

bicara yang lembut dan tidak kasar sehingga anak-anak melihat dan meneladani

bagaimana berperilaku dan bertutur dengan ramah. Selain itu, bentuk keteladan yang

diberikan juga lewat beberapa kegiatan rutin yang dilakukan oleh para guru

contohnya kegiatan berdoa bersama di mana sebelum 15 menit memulai aktifitas

dengan anak-anak guru-guru mengadakan doa dan renungan bersama dan ketika ada

anak-anak yang datang mereka juga biasanya ikut bersama dengan guru untuk berdoa

sehingga dari kegiatan-kegiatan tersebut anak-anak melihat dan meneladani niali-nilai

moral yang terkandung dalam kegiatan tersebut. Berikut adalah kutipan

pernyataannya

“Jadi yang dilakukan guru sebagai model yaitu dengan bagaimaan

bersikap dan berbicara ya misalnya memberikan contoh supaya bisa

berlaku baik misalnya jika diberi sesuatu kemudian meminta terima

kasih, berbicara juga lembut tidak dengan nada yang tinggi, misalnya

setiap pagi itu sebelum melaksanakan kegiatan kita para guru ada doa

dan renungan pagi, jadi kalau ada anak-anak yang sudah datang duluan

biasannya juga ikut bersama kita jadi mereka melihat langsung dan itu

teladan yang baik. Itu saya pikir itu sudah menjadi model bagi anak-

anak.” (P0, 29 April 2016)

Selanjutnya Partisipan (P0) juga menambahkan bahwa tingkat keberhasilan

dari bentuk-bentuk nilai moral yang telah diteladankan oleh para guru-guru di atas

masih dikatakan 65-70 persen tingkat keberhasilannya karena masih ditemukannya

anak-anak yang masih melakukan hal-hal yang kurang berkenan terkait dengan nilai

moral serta untuk menumbuhkan karakter itu kan merupakan proses yang tidak

sebentar. Pernyataan P0 dibuktikan dalam kutipan pernyataan dibawah ini

“Karena menumbuhkan karakter itu kan merupakan proses yang tidak

sebentar jadi berhasil antara nilai segitulah miss, ya 65-70 persen karena

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

57

kita tidak menyangkal masih ada anak yang melakukan hal-hal yang

kurang baik.” (P0, 29 April 2016)

Menurut data observasi, peneliti menemukan bahwa semua partisipan

melakukan hal yang sama dengan apa yang diungkapkan. Para partisipan selalu

memberikan bentuk keteladanan berupa memberi salam, membuang sampah pada

tempatnya, menggunakan kata tolong dan terima kasih ketika meminta dan mendapat

bantuan dari orang lain dan beberapa perilaku-perilaku praktis yang dilakukan secara

konseptual. Namun peneliti menemukan bahwa memberikan keteladanan terkhusus

dalam tindakan berdoa dengan sikap yang benar selalu dilakukan oleh P1 dan P3,

sedangkan P2 termasuk dalam kategori sering melakukan sebab ketika berdoa

terkadang P2 tidak menunjukan sikap yang baik dalam hal ini tutup mata dan lipat

tangan. P2 lebih terfokus pada anak untuk membenarkan sikap anak dalam berdoa.

Meskipun demikian tidak dalam semua kegiatan berdoa P2 menunjukan hal-hal

tersebut.

Selanjutnya, menurut dokumentasi (lampiran 6) yang merupakan program

semester sekolah yang disusun oleh guru, mewajibkan guru untuk dapat memberikan

bentuk keteladanan bagi siswa. Contohnya salah satu indikator yang ada yaitu anak

dapat meniru sikap berdoa yang baik dan benar. Hal ini menjadi panduan bagi para

guru bagaimana menjadikan dirinya sebagai contoh bagi anak didik dalam sikap

berdoa. Ini menjadi bukti bahwa guru-guru mempunyai kewajiban memberikan

bentuk keteladanan bagi anak dalam berlaku baik. Selain itu setiap pembiasaan-

pembiasaan yang ada di program sekolah menunjukan adanya suatu bukti bahwa guru

benar-benar harus dapat melakukan setiap pembiasaan-pembiasaan tersebut dalam

kehidupan di lingkungan sekolah yang tentunya akan menjadi acuan bagi anak dalam

bersikap dan berperilaku dalam pembiasaan tersebut.

Beberapa kutipan pernyataan dan data yang dikumpulkan melalui observasi

serta dokumentasi yang ada, memberi gambaran mengenai praktek-praktek yang

penting untuk dilakukan guru dalam membangun pertumbuhan moral anak. Anak

perlu dilengkapi dengan berbagai perilaku yang tentu saja ditemui dalam kehidupan

sehari-hari. Menjaga hubungan interaksi secara vertikal dan horisontal melalui

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

58

penerapan kharakter yang positif adalah hal yang utama yang harus berakar dan

bertumbuh seiring pertumbuhan moral anak. Kebiasaan-kebiasaan yang positif harus

melekat pada diri anak agar anak mampu membedakan hal yang benar dan perlu

dilakukan dan hal yang salah yang harus dihindari.

c. Relasi dengan Berbagai Komponen di Sekolah

Kebersamaan di antara berbagai komponen di sekolah harus menjadi faktor

yang kuat dalam upaya mempengaruhi anak agar kemudian mengikuti apa yang di

alami dan dilihat dalam dunia sekolah. Untuk itulah diperlukan berbagai contoh

konkrit yang mampu mengubah pola pikir serta perilaku anak agar nantinya anak

akan meneladani demi pertumbuhan moral yang lebih baik. Berhubungan dengan hal

tersebut, para partisipan mengungkapkan apa yang mereka lakukan dalam upaya

menjaga hubungan baik dengan para komponen di sekolah. Terdapat berbagai

tindakan yang dilakukan seperti menjaga komunikasi yang harmonis dan saling

menghargai satu sama lain kemudian dalam berkata dan bertindak juga melakukan

dengan hal yang baik. Selain itu, tidak lupa memberi senyuman ketika berjumpa

dengan orang dan berjabatan tangan kepada orang lain dengan ramah juga dilakukan

guna menjaga hubungan yang baik dengan komponen yang ada di sekolah. Hal ini

dikatakan oleh P1 dengan kutipan pernyataan sebagai berikut

“Membangun relasi dengan cara kita berkomunikasi dengan baik.

Saling menghargai satu dengan yang lain misalnya berkata dengan

baik dan bertingkah juga dengan baik kepada orang lain. Ketika

bertemu guru atau siapapun jangan lupa senyum, terus ada juga

misalnya sambil berjabatan tangan, begitu.” (P1, 11 April 2016)

Sementara itu, P2 mengungkapkan juga menggungkapkan bahwa memberi

salam berupa tos atau sebagainya juga merupakan langkah yang diambil untuk

menjalin relasi yang baik dengan komponen yang ada di sekolah. Hal yang terpenting

adalah menjaga hubungan yang baik dengan sesama atau patner kerja serta dengan

kepala sekolah. Hal tersebut terrepresentasikan dalam kutipan berikut

“Ya ketika kita bertemu ya kita memberi salam, hallo atau hai ya,

how are you, dan lain sebagainya tos begitu misalnya kepada yang

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

59

lain juga seperti itu. Selain itui saya berusaha di depan anak-anak

harus memiliki hubungan yang baik dengan teman saya atau patner

saya” (P2, 13 April 2016)

Hubungan yang baik akan terjalin jika ada sikap dan kata yang baik yang

digunakan dalam kehidupan di sekolah terkhususnnya karena di dalam kelas terdapat

dua orang guru yang bertanggung jawab untuk itu, mengucapkan kata permis,

menggunakan kata tolong dengan sopan, berbicara dengan penggunaan kata tolong

dan ucapan terima kasih merupakan hal-hal praktis yang dilakukan dalam berelasi

dengan komponen-komponen yang ada di sekolah. Dengan begitu anak-anak akan

melihat dan dapat mencontohi hal-hal yang baik yang dilakukan oleh guru. Hal

tersebut merupakan pernyataan dari P3 dalam kutipan pernyataaan berikut

“Contoh yang praktisnya ya kalau misalnya di kelas em, misalnya

kalau di kelas itu kan ada 2 guru ya. Kalau di kelas misalnya partner

guru saya datang selalu mengatakan permisi. Misalnya kalau minta

tolong itu belajar meminta tolong dengan sopan, berbicara dengan

ada kata tolong, terus ucapkan terima kasih jadi kan anak-anak

melihat. Jadi bersikap dan berkata dengan baik di depan anak-anak

itu ya, sehingga mereka dapat mencontoh yaa.” (P3, 21 April 2016)

Selain itu, partisipan tambahan (P0) yaitu kepala sekolah juga menyatakan

bahwa relasi dengan orang-orang yang ada di sekolah merupakan kunci utama peran

guru sebagai model sebab anak melihat dan meneladani bagaimana guru berinteraksi.

Beliau juga menambahkan bentuk-bentuk keteladanan dari membangun relasi yang

baik dengan semua anggota atau rekan kerja misalnya saling bertegur sapa,

memberikan pelukan hangat atau menyentuh bahu rekan ketika bertemu, adanya kata

tolong ketika meminta sesuatu merupakan bentuk-bentuk keteladanan yang diberikan

oleh para guru dan ini menjadi modal utama bagaimana mengembangkan nilai-nilai

moral anak. Dengan menggunakan sistem dua guru atau patner guru dalam mengajar

di dalam kelas, tujuannya sebenarnnya juga untuk membuat rekan-rekan guru dan

komponen yang ada di dalam sekolah menjalin hubungan yang lebih baik. bagaimana

guru-guru belajar untuk bekerja sama dan saling tolong menolong. Hal ini tercantum

dalam kutipan berikut

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

60

“Bagi saya, hubungan sesama rekan itu sangat penting sebab anak-anak

melihat langsung dan mau tidak mau karena karakter mereka adalah

peniru ulung maka otomatis mereka akan melihat baik ataupun buruk

ya.” (P0, 29 April 2016)

“Melatih diri untuk memberikan salam dengan ramah kepada orang

terlebih dahulu, kemudian kalau di dalam kelas mau minta tolong

misalnya kepada rekan guru ada ucapan kata tolong dan terima kasih,

kemudian kalau misalnya guru yang satu tidak masuk berarti guru yang

lain menggantikan sebagai bentuk bekerja sama dan saling menolong.

Sebenarnya salah satu tujuannya itu kenapa kita buat satu kelas itu ada

dua orang guru yang mengampuh.” (P0, 29 April 2016)

Menjalin hubungan yang baik sangatlah penting untuk dalam sebuah lembaga

pendidikan. Hal ini juga yang ditunjukan oleh partisipan ketika peneliti melakukan

obsevasi. Peneliti menemukan bahwa semua partisipan menjalin hubungan yang baik

dengan berlaku ramah kepada sesama yang ada di sekolah dengan hal-hal praktis.

Selain itu terdapat juga kegiatan ibadah bersama atau renungan pagi bersama yang

dilakukan oleh para guru untuk mempererat hubungan antara komponen yang ada di

sekolah. Keikutsertaan guru dalam ibadah dan renungan pagi bersama ini

memperlihatkan bagaimana partisipan membangun hubungan yang baik dengan

sesama di sekolah. Selain itu peneliti juga mendapatkan bahwa dalam setiap kelas

terdapat dua orang yang bertanggung jawab atas kelas tersebut sehingga dapat

mempererat relasi dengan sesama guru dalam sebuah kerja sama. Hal yang sama juga

menjadi bukti bahwa guru harus memberikan keteladanan dalam berperilaku sopan

dalam setiap kegiatan yang diawali dengan program pembiasaan dari guru dan anak

(lampiran 6). Program membiasakan diri berperilaku sopan juga menjadi kewajiban

bagi guru untuk melakukan atau menjaga hubungan yang baik dengan komponen

yang ada di sekolah sebagai bentuk keteladanan yang bisa ditiru anak dalam program

pembiasaannya.

Apa yang dilihat di atas menyatakan bahwa menjaga relasi yang baik dengan

sesama komponen di sekolah ternyata tidak harus dengan melakukan hal-hal yang

sulit. Semua yang perlu dilakukan adalah hal-hal sederhana dan yang ditemui setiap

hari. Memberi salam kepada orang lain tentunya sangat krusial khususnya dalam

proses menghargai satu sama lain. Ketika kita memberi salam, ada damai sejahtera

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

61

yang sudah dibagikan kepada orang lain. Selain itu bentuk kerja sama yang dibangun

juga menjadi bagian yang penting dalam menjaga hubungan yang baik dengan

sesama komponen sekolah.

d. Sikap yang Dilakukan Jika Anak Tidak Meneladani Tindakan Guru

Membentuk moral anak adalah tanggung jawab yang tentunya tidak ringan.

Banyak hal yang pasti dicontohi anak tetapi juga banyak yang tentunya tidak

diteladani oleh mereka. Ketika anak tidak meneladani tindakan guru, tentu saja ada

langkah yang diambil sebagai upaya mendorong anak untuk melakukannya. Hal

tersebut tentunya didasarkan pada kemauan agar moral anak benar-benar terbentuk

sejak dini.

Berdasarkan jawaban partisipan mengatakan bahwa perlu adanya pembiasaan

suatu tindakan yaitu harus dilakukan berulang-ulang dan konsisten. Tujuannya adalah

agar anak dengan cepat menjadi terbiasa dan menyerap apa yang diajarkan guru pada

mereka. Guru seharusnya tidak jemu atau bosan menggingatkan dan mengulangi

setiap tindakan yang ingin diajarkan kepada anak sehingga nantinya anak dapat

melihat dan mencontoh apa yang dilakukan oleh guru. Penegasan ini dikatakan oleh

P1, dan P3 dalam. rangkaian wawancara seperti yang terdapat dalam kutipan di

bawah ini:

“Saya akan berulang kali menginggatkan kepada anak supaya mereka

melakukan hal yang baik. Jadi melalui pembiasaan” (P1, 11 April 2016)

“Terkadang memang harus diingatkan atau diulang-ulang terus setiap hari

karena itu adalah pembiasaan. Jadi lebih ke mengingatkan dan

pembiasaan setiap hari. Dan tidak jemu-jemu memberi contoh.” (P3, 21

April 2016)

Selain tindakan pembiasaan di atas, ada juga tindakan lain yang dilakukan

seperti menegur, memberi peringatan, pengarahan, bertanya serta memberi nasihat

dengan kata-kata yang positif. Selain itu, ada sentuhan yang diberikan kepada anak

sehingga anak-anak menyadari bahwa sebenarnya dia bisa melakukan hal yang baik

dan tidak menyenangkan hati guru. dengan sentuhan yang lembut anak diharapkan

menyadari bahwa dirinya merupakan individu yang baik dan disenangi oleh semua

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

62

orang ketika ia melakukan hal yang baik. Semuanya ditujukan bagi perkembangan

moralitas yang lebih baik. Kutipan tersebut dikatakan oleh P2 berikut ini:

“Paling tidak kita memberi sentuhan kepada anak, kemudian ya saya

biasanya langsung menegur, memberi peringatan dan bertanya kepada

anak, biasanya langsung dengan kata-kata ya sehingga anak-anak juga

bisa langsung sadar bahwa perbuatannya tidak sesuai atau tidak

disenangi oleh saya seperti itu.” (P2, 13 April 2016)

Sementara itu, ketika anak sudah melakukan hal yang berlebihan dan kurang

bisa dikendalikan maka anak tersebut akan di pisahkan dulu dari temannya.

Tujuannya adalah supaya anak memahami sebab dan akibat dari perbuatan yang

dilakukannya adalah perbuatan yang tidak baik selain itu, mengajarkan anak yang

lain untuk tidak melakukan hal yang sama. Hal ini dipertegas oleh P3 dalam kutipan

pernyataan sebagai berikut

“Kemudian ketika misalnya sudah terlalu berlebihan tindakannya,

saya biasannya memisahkan dulu dari teman, menyuruhnya

untuk duduk dulu supaya bisa tenang dan belajar memahami

sebab akibat perbuatannya dan juga tidak tertular ke anak yang

lain” (P3, 21 April 2016)

Mengambil langkah yang tepat dalam upaya mendorong anak melakukan

tindakan positif sebagai bentuk partumbuhan moral mereka merupakan tanggung

jawab yang besar bagi seorang guru. Hal yang lebih fatal adalah ketika anak tidak

mau melakukan apa yang dicontohkan kepada mereka. Guru harus berupaya

mengarahkan mereka dengan tindakan dan sikap yang bisa menyadarkan mereka

menjadi pribadi yang penurut.

Selain pendapat dari partisipan-partisipan di atas, berikut merupakan

pernyataan partisipan tambahan mengenai langkah-langkah yang diambil oleh para

guru ketika anak-anak tidak melakukan hal-hal yang tidak dicontohkan oleh para

guru. sebelumnya beliau menyatakan bahwa dirinya sering memantau guru-guru

didalam kelas dalam proses belajar dan mengajar sebagai bagian dari tugasnya

menjadi kepala sekolah. Beliau menyebutkan bahwa guru memberikan nasehat dan

teguran kepada anak-anak yang tidak melakukan hal-hal yang tidak dicontohkan

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

63

kepada mereka. Namun biasannya ketika anak melakukan hal yang berlebihan dan

tidak sesuai maka biasannya guru juga memisahkan anak dengan teman-temannya

guna mencegah anak yang lain melakukan hal yang sama. Teguran dan nasehat ini

menurutnya merupakan cara yang paling sering dilakukan oleh para guru. hal ini

terbukti dalam pernyataan sebagai berikut

“Yang saya lihat yaa sejauh ini, karena kebetulan saya juga biasanya

sering melihat proses pembelajaran di dalam kelas, kalau ada anak

yang melakukan tidak sesuai dengan apa yang di contohkan, yang

paling awal adalah menegur, kemudian menasehati atau

menggingatkan.” (P0, 29 April 2016)

“Selain itu, kalau misalnya sudah keterlaluan begitu biasannya

dipisahkan dulu dari teman-temannya ya, karena takutnya menular ke

teman yang lain, kan itu bukan contoh yang baik. Biasanya

tindakannya langsung.” (P0, 29 April 2016)

Hasil observasi juga menunjukan bahwa semua partisipan menggunakan

kegiatan-kegiatan pembiasaan untuk mengatasi sikap anak yang tidak dapat

meneladani apa yang dilakukan partisipan (lampiran 6). Pembiasaan dilakukan setiap

hari misalnya ketika datang ke sekolah anak-anak disambut dengan senyuman dan

saling memberi salam. Guru tidak akan melepas tangan anak sebelum anak melihat

dan membalas salam dari guru. Selain itu, partisipan memberikan peringatan, teguran

dan nasehat juga dilakukan oleh para partisipan untuk menyikapi anak yang tidak

melakukan sesuai dengan keteladanan yang telah diberikan. Bahkan ketika anak-anak

masih dalam jangkauan orang tua guru misalnya ketika orang tua mengatar di depan

gerbang sekolah dan ketika menjemput, partisipan juga memberi nasehat, teguran dan

peringatan ketika dianggap perilaku anak kurang baik. Nasehat, peringatan dan

teguran-teguran yang diberikan oleh para partisipan menggunakan kata-kata yang

positif dan sederhana dan dapat diterima oleh anak bahkan orang tua.

Hal-hal tersebut di atas dapat diinterpretasikan bahwa anak membutuhkan

pembiasaan atau praktek berulang kali. Pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan

hendaklah bersifat konsisten sehingga anak tidak menjadi binggung dengan hal-hal

yang menjadi pembiasaan dalam kehidupannya. Suatu pembiasaan yang baik akan

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

64

berakhir dengan hasil yang baik, begitu pula sebaliknya. Selain itu, teguran dan

peringatan perlu dilakukan sehingga anak-anak dapat memahami sebab dan akibat

dari perbuatan yang mereka lakukan dan guru juga penting mencegah anak-anak yang

lain melakukan hal-hal yang sama dan kurang berkenan.

4.2.2.2. Peran Guru sebagai Motivator

Sejalan dengan peranan guru sebagai role model, guru sebagai motivator juga

menjadi bagian yang tidak terlepas dari tugas utama seorang guru. Motivator

memberikan gambaran jelas bahwa seorang guru tidak hanya sekedar memberikan

ilmu ataupun wawasan baru terhadap siswa tetapi guru juga dituntut memberikan

dorongan atau semangat baik kepada siswa dengan tujuan dapat meningkatkan

semangat belajar ataupun kualitas perkembangan yang baik terkhususnya bagi anak

didiknya.

Dan berikut merupakan hasil wawancara kepada 3 orang partisipan yang

menjelaskan tindakan atau peranan yang mereka lakukan dalam rangka menjalankan

tugasnya sebagai seorang motivator bagi anak yang ditriangulasikan dengan

penjelasan dari kepala sekolah dan data hasil observasi serta dokumentasi.

a. Bentuk Motivasi Jika Anak Melakukan Sesuai Pembentukan Moral

Dunia pendidikan anak usia dini, kata motivasi biasanya lebih dikenal dengan

sebutan pengguatan. Pengguatan yang diberikan kepada anak bertujuan agar anak

lebih bersemangat dalam hal pembelajaran terkhususnya dalam perilakunya yang

berkaitan dengan aspek perkembangan moral. Pengguatan atau motivasi yang

diberikan juga bertujuan agar anak mengetahui sebab dan akibat dari perbuatan yang

dilakukan. Jika akibat yang didapatkan menyenangkan hatinya maka anak bisa

mengambil kesimpulan bahwa perbuatan yang dilakukannnya dianggap baik

begitupula sebaliknya. Hal ini dinyatakan oleh pernyataan dari partisipan P3 dan P2

dengan kutipan sebagai berikut

“Kalau kita di PAUD, motivasi itu biasanya lebih ke penguatan

namanya yaa.” (P2, 13 April 2016)

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

65

“Motivasi itu, menurut saya selain bisa memberikan semangat pada

anak, anak juga bisa tau kalau gurunya dengan senang memberikan

sesuatu ya berarti baik perbuatannya, nah kalau yang tidak gurunya

pasti sedih mukanya misalnya, jadi mereka bisa tau ooh, yang ini

ternyata tidak baik.” (P3, 21 April 2016)

Bentuk motivasi yang digunakan adalah pujian. Hal ini dinyatakan oleh P2

dan P3. Mereka menyatakan bahwa bentuk motivasi yang sering digunakan adalah

pujian kepada anak. Pujian dalam bentuk acungan jompol, tos, senyuman, kata-kata

positif menjadi hal utama yang sering dan selalu digunakan oleh para partisipan

dalam rangka mengembangkan moral anak didiknya hal ini. Selain itu, menceritakan

kepada teman-teman di kelas juga digunakan sebagai bentuk dari motivasi jika anak-

anak melakukan hal-hal baik. Pujian dan menceritakan pada teman sebaya yang

diberikan semata-mata untuk menyemangati ataupun memberikan dorongan sehingga

anak-anak mampu atau dapat melakukan perbuatan-perbuatan baik yang berkenan

bagi orang lain dan adanya pujian juga yang diberikan oleh teman sebayanya. Dari

pujian-pujian tersebut diharapkan anak mampu untuk mengulangi hal-hal baik yang

dilakukan. Dan berikut adalah jawaban representative dari pernyataan di atas.

“Jadi untuk bentuk motivasinya saya biasanya memberikan reward ya,

misalnya memberikan acungan jempol, ataupun tos, dan lain

sebagainya itu yang kami lakukan.. Dan tidak lupa saya memberikan

pujian.” (P2, 13 April 2016)

“Kita berikan semacam pujian gitu, jadi misalnya terima kasih kamu

sudah jujur atau kalau berhubungan dengan teman-temannya sekelas

bisa kita ceritakan pada teman-teman sekelasnya jadi itu akan

memotivasi dia bahwa oh, ternyata perbuatan jujur itu baik.” (P3, 21

April 2016)

Sementara itu, memberikan reward berupa senyuman dan semangat kepada

anak juga diberikan. Selain itu, memberikan hadiah dan reward kepada anak

misalnya, memberikan cap atau stiker, memberikan permen, bintang juga diberikan

sebagai bagian dari bentuk-bentuk motivasi yang diberikan kepada anak. Tujuannya

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

66

agar anak-anak senang melakukan nilai-nilai moral dalam kesehariannya. Hal ini

diungkapkan oleh P1 dalam kutipan sebagai berikut

“Yang pasti kita berikan senyuman, semangat kepada mereka kemudian

misalnya saya biasanya memberikan hadiah, memberikan reward

kepada mereka misalnya oh, tangannya mereka diberi cap atau diberi

stiker, atau diberi permen, bintang nah itu membuat mereka itu senang

melakukan nilai moral yang baik yaa setiap harinya.” (P1, 11 April

2016)

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas membuktikan bahwa pemberian motivasi

kepada anak akan bermanfaat bagi mereka guna mengembangkan nilai-nilai moral

yang ada. Selain itu, pemberian motivasi atau penguatan juga memberikan

kesempatan bagi anak untuk mengenal dan membedakan hal yang baik dan tidak

baik. Selain pengakuan dari 3 partisipan di atas, partisipan tambahan juga

membenarkan apa yang dilakukan oleh ketiga partisipan. Beliau menyatakan bahwa

guru memberikan reward berupa pujian dan memberikan stiker atau bentuk-bentuk

seperti bintang yang akan membuat anak termotivasi untuk melakukan nilai-nilai

moral yang baik. Selain itu, dengan menceritakan kepada teman sebaya juga

dilakukan oleh guru guna memberikan dampak positif bagi anak yang melakukan hal-

hal yang benar. Hal-hal yang diberikan oleh guru diharapkan sesuai atau dalam porsi

yang tepat sehingga membawa dampak positif bagi anak bukan sebaliknya Berikut

merupakan jawban representatifnya.

“Dengan pujian, kemudian reward ya seperti biasanya memberikan

stiker, bintang, matahari begitu yang membuat anak-anak itu ingin lagi

melakukan hal yang baik. Tapi tentu saja dengan porsi yang pas ya,

tidak berlebihan karena itu nanti efeknya akan menjadi tidak baik lagi,

begitu. Terus biasannya guru juga bilang sih ke anak-anak yang lain

perbuatan yang baik jadi anak yang melakukan nilai moral yang baik

tadi akan senang begitu.” (P0, 29 April 2016)

Berdasarkan hasil observasi, peneliti mendapatkan bahwa semua partisipan

menggunakan pujian sebagai motivasi bagi anak jika melakukan sesuai nilai-nilai

moral. Pujian yang dimaksud bisa berupa senyuman dan beberapa bentuk langsung

dari bahasa tubuh misalnya jempol atas toss, selain itu peneliti menemukan bahwa P3

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

67

memang menggunakan metode menceritakan kebaikan atau hal baik yang dilakukan

oleh anak kepada teman-temannya di dalam kelas. Selanjutnya ketika mengobservasi

peneliti juga menemukan P1 menggunakan metode pemberian hadiah berupa bunga

yang diberikan kepada beberapa anak yang berhasil membantu temannya

membereskan mainan setelah bermain. Pemberian ini dilakukan ketika setelah

bermain dilakukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan P1 dan P3 mengenai pemberian

motivasi kepada anak ketika melakukan hal baik yang sesuai dengan pembentukan

moral.

Pemberian penguatan atau motivasi kepada anak yang melakukan hal-hal yang

baik sesuai dengan porsi yang tepat dan pas diharapkan dapat memberikan dorongan

dan semangat pada anak untuk terus melakukan hal-hal yang baik yang berguna bagi

perkembangan moralnya baik itu untuk sekarang dan kehidupannya yang anak

datang.

b. Bentuk Motivasi Jika Anak Melakukan Tidak Sesuai Pembentukan Moral

Tentunya dalam proses pembentukan moral anak yang dilakukan oleh

partisipan, masih ditemukan beberapa anak yang belum melakukan nilai-nilai moral

yang baik. Untuk itu, bentuk motivasi yang bertujuan untuk mengurangi bahkan

menghilangkan sikap-sikap anak yang kurang sesuai dengan pembentukan moral

menjadi tugas seorang guru yang notabene juga berkewajiban untuk membentuk anak

menjadi pribadi yang lebih baik. Bentuk motivasi yang digunakan adalah bentuk

motivasi yang sifatnya bukan untuk menghukum karena bentuk hukuman baik itu

fisik maupun psikis tentunya tidaklah pantas diterima anak dengan usia dini. Guru

mendorong dan memberikan peringatan bagi anak sebagai bagian dari bentuk

motivasi agar anak tidak lagi melakukan hal-hal yang tidak benar. Mendorong atau

pull up dilakukan dengan memberikan nasehat. Lebih lanjut dikatakan bahwa proses

pemberian motivasi yang bertujuan untuk mengurangi perilaku yang kurang baik dari

anak dilakukan dengan cara memberi nasehat secara langsung, menggunakan aktor

atau tokoh cerita yang digemari anak, Hal ini dilakukan oleh Partisipan P1 dalam

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

68

memberikan motivasi kepada anak yang tidak melakukan sesuai dengan pembentukan

moral. Berikut merupakan jawaban representative dari P1

“Kalau yang tidak melakukan motivasi yang saya lakukan yaitu

mendorong mereka untuk bisa melakukan itu dan saya mengingatkan

kepada mereka karena tidak boleh dengan kekerasan yaa.” (P1, 11

April 2016)

“Mendorong untuk anak itu bisa melakukan dengan nasehat.

Kemudian saya juga gunakan misalnya actor spiderman atau apa

begitu yang disukai anak misalnya spiderman tidak pernah loh

menyakiti temannya jadi anak-anak yang tidak melakukan itu jadi

anak termotivasi.” (P1, 11 April 2016)

Guru juga harus yakin bahwa anak-anak mampu untuk melatih dirinya

melakukan hal yang baik. Keyakinan pada diri sendiri merupakan kunci utama dalam

memberikan motivasi pada anak didik. Anak-anak bisa berubah, tergantung

bagaimana guru memanfaatkan perannya dengan sebaik mungkin sehingga

menciptakan anak-anak yang memiliki attitude yang baik. pemberian nasehat dengan

cara tidak memaksa juga tidak lupa diberikan kepada anak yang melakukan hal-hal

yang kurang berkenan. Hal ini ditekankan oleh P2 sebagai berikut:

“Saya beri nasihat dengan tidak memaksa. saya memastikan ke anak

tersebut bahwa dia pasti bisa berubah dan melakukan sesuai dengan

yag sudah saya contohkan begitu, yang biasa saya berikan.” (P2, 13

April 2016)

Mengalami kesulitan dalam memberikan motivasi bagi anak yang tidak

melakukan sesuai dengan pembentukan moral karena prinsipnya anak tidak boleh

dituduh atau dijudge dengan kata-kata yang kurang berkenan sebab akab berdampak

kurang baik pada perkembangan anak juga disadari oleh P3 ketika menjalankan

tugasnya sebagai seorang motivator. Untuk itu, memberikan sedikit cerita misalnya

cerita alkitab diberikan sehingga anak-anak mendengar dan dari cerita tersebut anak

terdorong untuk tidak melakukan hal yang salah. Hal ini terbukti dalam kutipan

pernyataan berikut

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

69

“kadang kita memberikan sedikit cerita atau nasehat misalnya cerita

tentang seorang yang jujur atau seorang yang baik misalnya dari cerita

alkitab misalnya jadi dengan hal tersebut berharap bisa memotivasi dia

untuk lain kali misalnya bisa lebih jujur.” (P3, 21 April 2016)

Bentuk-bentuk motivasi yang diberikan oleh partisipan yang bertujuan untuk

mengguranggi tindakan yang berlawanan dengan nilai-nilai moral yang ada juga

ditegaskan oleh kepala sekolah sebagai partisipan tambahan. Beliau menyatakan

bahwa bentuk motivasi yang diberikan yaitu dengan menggunakan teguran dan

nasehat-nasehat. Karena lewat teguran dan nasehat tersebut yang dilakukan secara

langsung dapat membuat anak menyadari bahwa tindakan yang dilakukannya adalah

perilaku yang salah Bentuk lainnya yaitu pemaksaan juga tidaklah dibenarkan.

Prinsipnya adalah memberikan pemahaman pada anak bahwa tindakan ataupun sikap

yang dilakukannya merupakan tindakan yang tidak benar dan tidak berkenan baik itu

kepada guru, teman dan orang lain sehingga anak-anak terdorong untuk tidak

melakukan dan kemudian terbantu untuk menekan sikap buruk mereka. Berikut

merupakan pernyataan dari partisipan tambahan

“Dengan nasehat-nasehat, dengan teguran semacam itu. Kemudian

biasannya juga guru memberikan pemahaman-pemahaman lewat

cerita ya saya lihat itu sih sejauh ini. Dan juga saya selalu tekankan

para rekan guru bahwaa anak itu tidak bisa kita paksa, jadi kita benar-

benar harus sabar yaa, dengan tidak jemu-jemu memberikan motivasi

yang baik pada anak begitu.” (P0, 29 April 2016)

Selain pernyataan-pernyataan dari para partisipan, data-data yang

dikumpulkan dari observasi menyatakan bahwa partisipan menggunakan nasehat

secara langsung untuk mendorong dan memotivasi agar melakukan sesuai dengan

nilai-nilai moral yang diingginkan. Para partisipan menggunakan bahasa dan kata-

kata yang sangat mudah dimengerti oleh anak. Selain hasil observasi juga

menunjukan bahwa P1 dan P3 menggunakan cerita sebagai bagian dari cara guru

memotivasi anak agar tidak melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai

moral. Pesan-pesan moral dari cerita yang disampaikan oleh para guru digunakan

untuk memotivasi anak agar mengurangi perilaku yang tidak sesuai. Hasil observasi

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

70

juga menunjukan bahwa guru tidak memaksa anak dengan memberi hukuman atau

memarahi serta menjudge anak dengan kata-kata yang negative.

Metode bercerita yang ada jelas ditunjukan dengan bukti dokumentasi yang

ada (lampiran 6). Guru menggunakan metode bercerita bagi anak sebelum masuk

dalam aktivitas pembelajaran tentang tema. Bahkan tak jarang, cerita juga dikaitkan

dengan tema yang ada. Hal tersebut dijadikan guru untuk memotivasi siswa agar

dapat bersikap sesuai dengan nilai-nilai moral yang ingin dicapai. Diharapkan dengan

memberikan bentuk-bentuk motivasi yang efektif pada anak dan pada porsi yang pas,

penggunaan bentuk-bentuk motivasi yang dilakukan oleh para partisipan dapat

mendorong anak serta memotivasi mereka melakukan hal-hal yang sesuai dengan

niali-nilai moral yang dapat membantu anak dalam perkembangan moralitas mereka.

c. Bentuk Motivasi yang Efektif

Dalam upaya penerapan bentuk-bentuk motivasi yang diberikan oleh para

guru, tentunya selama proses berlangsung ada beberapa bentuk motivasi yang

dianggap sangat efektif dalam pembentukan moral anak. Semua partisipan (P1-P3)

menyatakan bahwa pujian merupakan salah satu bentuk motivasi yang sangat efektif

digunakan pada anak. Selain itu, pemberian reward juga merupakan salah satu

bentuk motivasi yang dianggap efektif membentuk moral anak. Pemberian motivasi

berupa pujian dan rewar biasannya sering digunakan dan dianggap efektif bagi anak.

Memberitahukan kepada teman sebaya apa yang dilakukan anak atau menceritakan

kepada teman sebaya dan mendapat pujian dari temannya juga merupakan bagian

yang dianggap efektif oleh P2 dan P3 sebab anak-anak akan termotivasi untuk tetap

melakukan hal-hal yang dianggap baik karena mendapat pujian selain dari guru juga

dari teman sebayanya. Bahkan beberapa anak juga menceritakan apa yang

didapatkannya di sekolah kepada orang tua mereka. Hal ini diharapkan dapat

memberikan dampak positif bagi anak-anak di mana mereka akan semakin

bersemangat untuk melakukan hal-hal yang baik untuk tidak mengecewakan guru

maupun tema-temannya. Berikut merupakan kutipan-kutipan pernyataan dari

masing-masing partisipan.

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

71

“Pujian, anak akan merasa senang dengan apa yang telah dia

lakukan. Jadi yang lain bisa mengikuti” (P1, 11 April 2016)

“Bagi saya yang paling efektif, ketika kita memberikan reward

berupa pujian, dan mengajak teman-temannya juga memberikan

pujian berupa tepukan tangan, atau acungan jempol jadi mereka

akan terus mengingat, bahkan sampai ada yang memberitahukan ke

orang tuanya sehingga dampaknya anak akan tetap melakukan

karakter-karakter moral yang baik sehingga dia bisa mendapat

pujian bahkan dari teman-temannya, begitu.” (P2, 13 April 2016)

“Menurut saya yang paling efektif itu ya motivasi secara langsung

ya yaitu dengan pujian apalagi kalau dengan teman-temannya jadi

dia akan berusaha melakukan lagi hal-hal yang tidak

mengecewakan teman atau guru misalnya.” (P3, 21 April 2016)

Hasil observasi juga menunjukan bahwa pemberian pujian secara langsung

menjadi bagian dari proses dukungan guru bagi anak dalam pembentukan moral

mereka. Peneliti menemukan bahwa ketika anak diberikan pujian dan bahkan

mendapat pujian dari guru maupun teman-temannya, anak tersebut menjadi

bersemangat untuk melakukan sesuatu. Tak jarang terlihat bahwa mereka sampai

menceritakan apa yang dilakukan dan didapatkan di sekolah kepada orang tua

mereka. Berdasarkan pernyataan-peryataan dan data tersebut di atas, membuktikan

bahwa selama proses pembentuk moral anak, guru tentunya sudah memahami benar

apa yang menjadi keinginan dari anak-anak. Keinginan-keinginan tersebut menjadi

acuan bagi para guru untuk memberikan motivasi yang akan membuat anak-anak

menjadi semakin bersemangat dalam melakukan hal-hal yang baik. Untuk itu, dari

pemahan-pemahamn tersebut terhadap anak akan membuat guru semakin baik dalam

menjalankan tugasnya sebagai seorang motivator.

4.2.2.3. Peran Guru sebagai Pembimbing

Selain kedua peran guru sebelumnya dalam bagian ini akan dibahas peran

yang ketiga yaitu guru sebagai pembimbing. Peran ini dititikberatkan pada bagaimana

upaya guru untuk mengajarkan dan menuntun anak untuk berperilaku baik dalam

hubungannya secara vertikal maupun horizontal. Mengingat guru sebagai tokoh yang

Page 29: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

72

paling dekat dengan anak dalam lingkungan pendidikan, tentu saja guru harus

berperan aktif dalam membimbing, mengarahkan serta menerapkan tindakan-

tindakan yang patut anak lakukan dalam kehidupannya khususnya dalam

memantapkan perkembangan moralitasnya. Anak dilatih, dididik dan dibimbing

untuk menjadi individu yang siap menghadapi masa depannya dengan label individu

yang bermoral, berakal budi serta berakhlak mulia. Oleh karena itu, berikut ini akan

dibahas bentuk-bentuk pembimbingan yang dilakukan guru terutama berhubungan

dengan pembentukan moral anak.

a. Tindakan Guru untuk Mengenalkan Anak pada Tuhan

Mengenalkan anak pada Tuhan merupakan hal yang paling penting yang patut

dilakukan guru. Anak perlu diarahkan untuk mengenal lebih dekat siapa Sang

Pencipta sehingga hidupnya benar-benar berkembang dalam tuntunanNya. Pada poin

ini, semua partisipan memberi jawaban yang sama yaitu melalui kegiatan berdoa,

ibadah bersama dan pemberian firman Tuhan. Kegiatan rutin yang selalu dilakukan

yaitu berdoa pagi di kanopi sekolah, adanya pembelajaran rohani setiap hari Sabtu

juga menjadi bagian dari kegiatan yang bertujuan mengenalkan anak pada Tuhan.

Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, anak diharapkan lebih dekat dengan Tuhan,

mengasihi, menyanyangi, menghargai dan saling menolong dengan teman. Selain itu,

anak mampu bersyukur karena tuntunan Tuhan serta terus menerapkan apa yang

diinginkan Tuhan dalam hidupnya. Berikut adalah jawaban representaif dari para

partisipan

“Yang saya lakukan jadi setiap kita mau memulai kegiatan kita berdoa

dulu. Terus kita juga memberikan firman Tuhan atau cerita Firman

Tuhan dari itu kita akan membawa anak-anak itu ya dia bisa mengenal

akan Tuhan, mengenal kasih Tuhan.” (P1, 11 April 2016)

“Kalau pagi itu setiap hari itu kami kaitan kegiatan dengan

pembelajaran untuk mengenal Tuhan. Jadi ada doa bersama sebelum

masuk ke sentra, doa Bapa Kami di Kanopi. Kemudian ada pelajaran

Rohani di hari Sabtu.” (P2, 13 April 2016)

“Dalam membimbingnya, selalu dikaitkan dengan kegiatan sehari-hari

misalnya kita kaitkan dengan cerita Firman Tuhan, misalnya belajar

Page 30: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

73

bersyukur kalau sudah selesai melaksanakan tugas. Tujuannya agar ya

tadi bisa mengenal Tuhan lewat cerita dan bagaimana bisa menerapkan

dalam kehidupan anak-anak apa yang di ingginkan Tuhan itu.” (P3, 21

April 2016)

Adanya kegiatan-kegiatan yang dirancang oleh partisipan di dalam kelas yang

berkaitan dengan pengenalan akan Tuhan. Kegiatan-kegiatan tersebut dibuat dan

dikaitkan dengan kegiatan setiap hari di sekolah. Mengaitkan tema dengan ajaran

agama juga dilakukan oleh guru dalam mengenalkan anak kepada Tuhan. Partisipan

juga mengaitkan nilai-nilai moral yang ada dengan cerita Alkitab. Karakter-karakter

atau tokoh-tokoh yang ada dalam Alkitab juga sering kali dipakai oleh partisipan

dalam pembentukan moral anak. Lagu-lagu rohani juga digunakan untuk

mengenalkan anak pada Tuhan sebab lagu rohani dianggap menarik untuk dilakukan.

Hal ini ditambahkan oleh partisipan P2 dan P3 dengan kutipan sebagai berikut

Biasanya di awal kegiatan itu kami mengaitkan sedikit tema dengan

ajaran agama terkhusunya ajaran Kristen. Adanya cerita-cerita kami

kaitkan dengan ajaran Tuhan misalnya cerita-cerita alkitab. Sehingga

karaker-karakter atau tokoh-tokoh Alkitab itu kan ada, jadi dapat kita

berikan dan beritahukan pada anak.” (P2, 13 April 2016)

“Tentunya kami gunakan lagu-lagu rohani yang lebih menarik bagi

anak. Bagi saya itu tindakan mengenalkan anak pada Tuhan.” (P3, 21

April 2016)

Selain itu partisipan tambahan juga menggungkapkan bahwa ada beberapa

program dan kegiatan rutin yang selalu dilakukan oleh para guru. Dengan adanya

kegiatan berdoa bersama di kanopi dan juga adanya kegiatan mendengar cerita di

dalam kelas setiap hari serta menyanyikan lagu-lagu rohani sebelum masuk kelas

merupakan langkah guru dalam membimbing anak mengenal Tuhan. Selain itu,

sebelum masuk ke kelas, bisanya pada beberapa hari tertentu yang sudah ditetapkan,

guru bisanya menyetel lagu-lagu rohani sebeluma anak-anak berkumpul dikanopi.

Kemudian dengan adanya program sekolah di mana setiap hari Sabtu diadakan

berdoa bersama dan adanya lomba-lomba misalnya menghafal ayat alkitab yang

diselenggarkan oleh sekolah dalam hari-hari keagamaan juga merupakan bentuk-

Page 31: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

74

bentuk kegiatan yang dapat mengenalkan anak pada Tuhan. Hal ini dinyatakan P0

dalam kutipan pernyataan berikut

“Bimbingan yang dilakukan guru itu setiap hari mendengar cerita

firman Tuhan, lalu untuk TK A dan TK B itu setiap sabtu diadakan

ibadah kemudian, mendorong untuk anak-anak datang ke sekolah

minggu di gereja masing-masing kemudian ada kegiatan-kegiatan

seperti pada saat memperingati hari paskah, natal begitu misalnya, kita

adakan lomba menghafal ayat, lomba menyanyi lagu-lagu rohani, oiya

di kelas atau di kanopi juga biasanya ada 3-4 lagu rohani yang di

nyanyikan sebelum masuk lagu dengan tema tertentu yaa. Kemudian

setiap hari, selasa, jumat dan sabtu kita stel lagu rohani di sekolah.”

(P0, 29 April 2016)

Data yang dikumpulkan dari observasi atau pengamatan, peneliti menemukan

bahwa semua partisipan menggunakan bentuk-bentuk kegiatan yang berkaitan dengan

spiritual atau rohani. Hal ini ditunjukan dengan adanya kegiatan berdoa yang

dilakukan setiap hari sebelum dan sesudah melakukan kegiatan. Selain itu ada juga

kegiatan yang dilakukan setiap hari Sabtu di mana anak-anak bersama-sama

melakukan ibadah bersama. Menggunakan lagu-lagu rohani saat berdoa di kanopi

juga digunakan oleh para partisipan dalam mengenalkan anak akan Tuhan. Sementara

itu, cerita-cerita alkitab yang sederhana digunakan setiap hari sebelum guru masuk

dalam pembelajaran sesuai tema. Cerita-cerita yang ada disesuaikan dengan tema

yang sedang dipelajari.

Berdasarkan hasil dokumentasi dalam RKH (Rencana Kegiatan Harian) dan

RKM (Renacana Kegiatan Mingguan) terdapat rencana-rencana kegiatan yang

dijalankan dalam setiap harinya. Kegiatan berdoa dilakukan 3 kali dalam satu hari

yang terbagi dalam berdoa pagi di kanopi, berdoa sebelum makan dan berdoa

sebelum pulang. Selain itu, cerita alkitab selalu didahulukan sebelum masuk dalam

pembahasan tentang tema. Terdapat juga beberapa lagu yang sudah disiapkan

didalam RKM dan RKH yang disesuaikan dengan tema yang ada (lampiran 6).

Sementara itu, program semester yang disusun oleh guru juga menjadi acuan bagi

guru untuk mengadakan bentuk-bentuk kegiatan yang dapat mengenalkan anak

Page 32: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

75

kepada Tuhan sebagai bagian dari pembentukan moral (lampiran 6). Hal ini menjadi

bukti bahwa guru memang melakukan pembimbingan kepada anak-anak untuk

mengenalkan mereka kepada Tuhan dalam kegiatan-kegiatan yang menyenangkan

dan terprogram sebagai bentuk tugasnya dalam membimbing pembentukan moral

anak.

Kutipan-kutipan dan data di atas memberi gambaran mengenai betapa

pentingnya doa serta firman Tuhan bagi perkembangan anak. Untuk memahami siapa

sang pencipta dan apa kehendakNya, doa serta mempelajari firman Tuhan merupakan

senjata yang ampuh dan langkah yang tepat. Sebagai manusia, kita tidak terlepas dari

sentuhan Sang Pencipta yang terus berkarya dalam hidup kita untuk menjadikan kita

menjadi pribadi-pribadi yang kuat dan berakhlak. Dalam hubungannya dengan anak,

doa serta firman Tuhan sedapat mungkin berakar dan menjadi pedoman hidup.

Melalui doa, lagu-lagu rohani dan firman Tuhan, anak dapat membangun relasinya

secara pribadi dengan Tuhan. Mereka akan secara langsung mengenal serta

memahami maksud serta tujuan Tuhan dalam menjalani hidup.

b. Menuntun Anak Menghargai Dirinya

Selain membimbing anak mengenal Tuhan, anak juga perlu dibimbing untuk

menghargai dirinya sendiri. Hal tersebut dilakukan agar anak tidak merasa

disepelehkan, minder atau merasa rendah diri dalam segala situasi. Anak akan

menganggap dirinya berarti dan kehadirannya adalah anugerah terindah dari yang

Maha Kuasa.

Berhubungan dengan kondisi ini, beberapa hal diungkapkan oleh partisipan

mengenai cara mereka menuntun anak mengahargai dirinya. Hampir semua partisipan

melakukan hal ini dengan memberi motivasi, pujian ataupun dorongan dengan

menggunakan kata-kata positif. Tujuan pemberian dukungan tersebut adalah untuk

membangun rasa percaya diri anak sehingga anak tidak merasa minder dengan

keadannya. Anak dapat menjadi pribadi yang belajar untuk bertanggung jawab,

mandiri, bersemangat serta disiplin. Selain itu, ketika anak sudah mampu menghargai

Page 33: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

76

dirinya dengan baik, ia pun akan mampu menghargai orang lain dengan porsi yang

sama. Ungkapan-ungkapan tersebut dapat dilihat pada kutipan partisipan berikut:

“Saya akan membawa dia untuk mengatakan bahwa kamu itu bisa,

kamu itu pandai, kamu itu anak Tuhan dan kamu pintar, kamu bisa jadi

kamu tidak usah takut dengan apa yang sudah kamu lakukan.

Alasannya supaya anak itu tidak minder kepada teman, guru dan lebih

percaya pada dirinya. (P1, 11 April 2016)

“Terus memberikan kata-kata positif pada anak tersebut. Jadi misalnya

kita ajak anak-anak lain untuk ikut memberi suport atau dukungan pada

anak tersebut. Dengan menghargai dirinya, anak belajar untuk

bertanggung jawab, mandiri, disiplin, dan bersemangat.” (P2, 13 April

2016)

Selain memberikan semangat, pujian maupun dorongan, partisipan 3 juga

menyatakan bahwa dia menggunakan kegiatan show and talend di mana setiap kali

anak-anak mengakhiri sebuah tugas yang diberikan kegiatan ini digunakan untuk

memberikan kesempatan pada anak menunjukan kepada guru maupun teman-teman

yang lain hasil karya yang telah dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan

sebuah kepercayaan diri pada anak selain itu anak-anak yang lain juga belajar

bagaimana memberikan penilaian kepada hasl dari kerja temannya, mereka belajar

menghargai hasil karya orang lain. Setiap tugas yang telah dikerjakan oleh anak ada

timbal balik yang dilakukan oleh guru di mana guru memberikan penilaian-penilaian

misalnya memberi gambar binang atau smile yang bermakna bahwa guru menghargai

apa yang telah dilakukan oleh anak dan anakpun belajar menghargai apa yang telah

dia kerjakan. Hal tersebut diungkapkan dalam pernyataan berikut

“Terkadang melakukan misalnya kalau hasil karyanya sudah jadi ada

kegiatan show and talend begitu. Anak-anak menunjukan hasilnya

kepada teman-temannya. Kemudian minta anak-anak yang lain

memberi aplouse supaya mereka bisa percaya diri. Selain itu

menghargai dengan memberi bintang pada anak dilembar tugasnnya

kalau dia berhasil mengerjakan sendiri tugas, begitu” (P3, 21 April

2016)

Page 34: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

77

Pernyataan tersebut juga ditambahkan oleh partisipan tambahan di mana

beliau menyatakan bahwa cara guru membimbing anak untuk dapat menghargai

dirinya sendiri yaitu dengan tidak memberikan kata-kata negatif misalnya tidak

mencelah anak yang bertujuan untuk memotivasi anak dan menumbuhkan rasa

kebanggan pada diri anak. Hal-hal tersebut terkutip dalam kutipan berikut

“Untuk menumbuhkan itu yang pertama yang saya lihat adalah guru

tidak mencelah dan menggunakan kalimat-kalimat pujian. Kemudian

ada sesi di kegiatan sebelum penutup di mana anak mempresentasikan

hasil karya yang telah di buat. Biasanya di kelas-kelas guru melakukan

itu. Maka otomatis menumbuhkan kebanggaan dirinya dan dilatih

untuk menghargai diri sendiri.” (P0, 29 April 2016)

Menuntun anak menghargai dirinya sendiri tentunya berdampak positif

terhadap anak itu sendiri. Banyak anak yang merasa malu, minder bahkan takut untuk

melakukan sesuatu di hadapan teman dan gurunya karena banyak faktor yang tentu

saja mempengaruhi. Faktor lingkungan, keluarga bahkan diri pribadi sangat

berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak yang membuat mereka merasa

rendah diri dan tidak mampu seperti yang lain. Hal inilah yang membuat rasa

penghargaan terhadap diri sendiri berkurang.

Menurut hasil observasi, guru memberikan bentuk pembimbingan kepada

anak untuk menghargai dirinya sendiri dengan memberikan metode pemberian tugas

kepada anak. Dengan ini banyak nilai-nilai moral atau karakter yang bisa diambil dari

kegiatan tersebut. Adanya madding di setiap kelas memberikan kesempatan pada

anak untuk melihat hasil karya yang dilakukan oleh anak-anak sehingga rasa bangga

dan menghargai dirinya tebentuk. Selain itu, peneliti menemukan bahwa ketika

memberikan tugas kepada anak, guru juga sering menggunakan kalimat-kalimat

positif misalnya guru memberikan semangat berupa sepengal kalimat “bu guru

senang loh kalau pekerjaannya selesai” atau kalimat-kalimat lain yang bernada

positif sehingga anak dapat bertanggung jawab menyelesaikan tugas yang diberikan.

Hal ini memnang dilakukan oleh semua partisipan. Selain itu, peneliti juga

menemukan bahwa ada kegiatan yang dilakukan oleh semua partisipan di mana anak

Page 35: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

78

diberi kesempatan mempresentasikan hasil kerja yang mereka buat sebagai bentuk

dari hasil karyanya di akhir sebelum kegiatan inti berakhir. Semua ini dilakukan dan

sesuai dengan pernyataan P3 dan P0 yang menyatakan bahwa ada kegiatan show and

talend yang dilakukan guru.

Sementara itu, data yang dilihat dalam dokumentasi (lampiran 6) juga

membuktikan bahwa ada kegiatan mengulas kembali kegiatan yang dilakukan oleh

anak setelah mengerjakan tugas. Kegiatan tersebut selain untuk menggingatkan

kembali apa yang dipelajari anak, anak juga diberi kesempatan untuk

mempresentasikan apa yang telah dibuatnya pada hari tersebut. Kemudian terdapat

juga kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pemberian tugas dan unjuk kerja

kepada anak dan bertujuan untuk membentuk karakter moral anak yang disusun oleh

guru sebagai bagian dari tujuan pembelajaran setiap harinya.

c. Menuntun Anak Bersikap terhadap Keluarga, Orang Lain, Teman,

Masyarakat serta Alam Sekitar (Hewan dan Tumbuhan)

Kehidupan anak tentunya tidak terlepas dari keluarga serta orang lain.

Seorang anak tentu saja bertumbuh bersama orang tuanya, saudaranya, keluarga yang

lain, bahkan orang lain disekitarnya. Dalam kehidupan sehari-hari, penting bagi anak

untuk memperhatikan cara berpikir, berkata serta berperilaku. Hal ini dikarenakan,

seorang anak akan dinilai seberapa tingginya kualitas moral yang dimilikinya dilihat

dari cara hidup serta kebersamaannya dengan orang-orang disekitarnya. Untuk itulah,

peran guru sangat diharapkan dalam membentuk moral anak khususnya ketika berada

di dunia sekolah.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di TK Kristen 03 Eben Haezer,

Salatiga, terdapat berbagai upaya yang dilakukan oleh para guru khususnya dalam

membentuk moral anak. Hal tersebut dilakukan untuk mendidik anak tentang

bagaimana menghargai orang tua, saudara, teman bahkan orang lain di sekitar anak.

Upaya-upaya tersebut terlihat dari peran para guru lewat berbagai tindakan.

Page 36: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

79

Dalam rangka menanamkan bagaimana bersikap kepada orang tua seperti

ayah, ibu, kakek, nenek serta orang yang lebih tua lainnya, guru menuntun anak

dengan cara mengingatkan mereka tentang bagaimana menghargai atau menghormati

orang tua. Hal ini dilakukan dengan cara mencium tangan orang tua, dan tidak lupa

memberi atau mengucapkan salam. Kemudian dengan memasukan kegiatan-kegiatan

yang menarik saat tema keluarga misalnya menulis (menggambar) surat untuk

keluarga. Hal ini bertujuan agar anak-anak dapat bersikap baik kepada orang tua atau

keluarganya. Hal ini diungkapkan oleh partisipan P1 dan P2 dalam kutipan sebagai

berikut

“Mengingatkan agar anak menghargai dan menghormati orang tua,

misalnya jangan lupa mencium tangan orang tua, bukan cuman ayah

dan ibu, tapi semua orang yang lebih tua darinya dan tidak lupa

mengucapkan salam serta menggunakan tema-tema keluarga untuk

membimbing mereka.” (P1, 11 April 2016)

“Menghargai tidak, dengan tidak jemu-jemu menggingatkan, anak-

anak di rumah itu harus menghargai orang tua, yang mananya orang

tua itu bukan hanya ayah dan ibu tapi ada kakak, ada mbah yang

membantu ibu, ada kakek, nenek, bibi, paman itu adalah orang tua.

Dan itu biasanya lebih kegiatan-kegiatan saat tema keluarga misalnya

ada tema alat komunikasi jadi kami membuat kegiatan anak menulis

surat kepada siapa saja anggota keluarganya.” (P2, 13 April 2016)

Selain itu, memberi pesan-pesan moral kepada anak atau cerita-cerita yang

.mengandung unsur moral, memberi penguatan atau pengarahan kepada anak sebelum

mereka pulang, Melakukan kegiata-kegiatan yang mengandung nilai moral misalnya

puisi-puisi pendek atau sajak. Semuanya dimasukan kedalam kegiatan-kegiatan

harian yang dilakukan di sekolah setiap harinya. Hal-hal tersebut di atas dilakukan

dengan tujuan untuk menumbuhkan rasa simpati dan empati anak, membuat anak

untuk menghargai serta memiliki rasa toleransi, mengembangkan jiwa menyayangi

serta membantu anak berperilaku baik bagi orang yang lebih tua. Pernyataan tersebut

diungkapkan oleh partisipan P3 dalam kutipan pernyataan sebagai berikut

“Mengajak anak untuk selalu menyalami orang tua ketika diantar atau

dijemput dan itu bisa melalui cerita, kita cerita di kelas pasti ada cerita

lebih di masukan dalam kegiatan-kegiatan yaa, jadi misalnya ada

Page 37: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

80

pesan-pesan sebelum anak-anak pulang. Kemudian biasanya dengan

sajak atau puisi-puisi pendek yang punya makna yaa tentang misalnya

keluarga, nah itu biasannya kami masuk lewat itu, agar anak bisa

untuk menghargai orang tuanya” (P3, 21 April 2016)

Sementara itu, untuk menuntun anak bersikap pada saudara (kakak atau adik)

dilakukan dengan beberapa cara. P1 mengharuskan anak agar bisa berbagi dan sopan

ketika memanggil kakak atau adik. P2, P3, menyatakan bahwa menuntun anak

dengan melakukan pendekatan bercerita dan berdiskusi atau bercakap-cakap

mengenai kebiasaan mereka dirumah ketika bersama saudara. Tujuannya adalah

untuk menumbuhkan rasa kasih sayang dan menanamkan kepada mereka bahwa

manusia adalah makluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain.

“Dengan kakak adiknya misalnya dia harus mau berbagi. Kemudian

bagaimana dia memanggil bukang langsung menyebut nama tapi

dengan sebutan kakak atau adik atau mas atau mbak sehingga lebih

sopan.” (P1, 11 April 2016)

“Saya kaitkan dengan tema atau dengan metode bercerita atau

misalnya memberikan kesempatan pada anak untuk menceritakan

keadaanya di rumah, jadi mereka bisa menceritakan atau bercakap-

cakap tentang kondisi mereka di rumah, yang biasa saya lakukan,

karena semua harus masuk pada kegiatan anak setiap hari itu.” (P2, 13

April 2016)

“Demikian juga kepada adik atau kakanya ya, dengan bercerita,

kemudian adakan diskusi dengan anak supaya dia bisa bercerita juga

apa saja yang dilakukan dirumah ketika dengan saudaranya.” (P3, 21

April 2016)

Menurut partisipan tambahan (P0) para partisipan dalam membimbing anak

untuk bersikap terhadap keluarga hasilnya tentu tidak dapat terlihat langsung oleh

guru karena berkaitan dengan keadaan anak dirumah sehingga dengan adanya buku

konsultasi, sehingga guru dapat berkomunikasi dengan para orang tua bagaimana

perilaku anak di rumah kemudian guru juga menuntunya lewat tema-tema tertentu

yang berkaitan dengan keluarga yang diitergrasikan ke dalam kegiatan-kegiatan di

dalam kelas misalnya bercerita, puisi-puisi singkat. Berikut merupkan pernyataan

representative dari P0

Page 38: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

81

“Ada buku konsultasi yang kita bagikan ke anak-anak agar guru ketahui

bagaimana anak di rumah. Kemudian lewat tema-tema keluarga.

Biasanya diintergrasikan dalam kegiatan-kegiatan ya misalnya ada

dengan tema-tema tertentu. Kemudian ya dengan bercerita, puisi-puisi

singkat.” (P0, 29 April 2016)

Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan panduan observasi yang ada,

partisipan membuktikan bahwa sebelum masuk ke gerbang sekolah partisipan

memberi kesempatan pada anak untuk berpamitan kepada orang tua. Hal ini jelas

menunjukan bahwa bentuk pembimbingan yang dilakukan oleh guru langsung dan

secara praktis dilakukan, begitu juga ketika anak-anak pulang. Selain itu, peneliti juga

menemukan bahwa ada kegiatan mendengar pesan sebelum pulang yang diberikan

oleh partisipan sebeluma ank-anak meninggalkan kelas. Hal ini berkaitan dengan

perilaku anak ketika dirumah. Terdapat beberapa bentuk kegiatan seperti bersyair,

berpuisi yang dilakukan oleh guru meskipun kegiatan-kegiatan tersebut tidak

berkaitan dengan tema keluarga atau diri sendiri tetapi berdasarkan kegiatan yang

peneliti lihat, hal ini menjadi begitu menyenangkan bagi anak dan sekaligus

memberikan dampak positif bagi anak dalam pembentukan moral mereka.

Anak juga diajarkan untuk menghargai teman sebayanya sebagai wujud

bersosialisasi. Mereka tidak bisa terlepas dari kehidupan bersama teman karena

temanlah yang memahami dunia mereka ketika belajar ataupun bermain bersama. Hal

yang diajarkan guru di TK Kristen 03 Eben Haezer, Salatiga untuk membentuk

mereka bersikap pada teman adalah mendamaikan mereka ketika bertengkar dan

melatih mereka mencari jalan keluar penyelesaian masalah dengan memberi mereka

kesempatan menyelesaikan masalahnya. Hal ini dikatakan oleh P1. Sementara itu P2

menyatakan bahwa menggunakan kegiatan dengan metode estafet, menghargai

teman, tolong menolong, gotong royon yang bertujuan agar anak-anak belajar

melayani orang lain terlebih dahulu dalam konsep yang lebih nyata. Sedangkan

kegiatan-kegiatan seperti bercerita, diskusi kelompok yang di dalamnya terdapat

unsur moral adalah cara lain yang digunakan oleh P3. Berikut pernyataan

representative dari partisipan-partisipan tersebut.

Page 39: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

82

“Mempertemukan anak yang berantem ini. Nah kita akan mencari tahu

mengapa sehingga mereka berkelahi, meminta maaf kepada temannya

beri kesempatan dulu pada anak untuk menyelesaikannya.” (P1, 11

April 2016)

“Kegiatan dengan model estafet mengandung banyak nilai kerja sama,

sabar, sayang kepada teman dengan cara membantu, menghargai teman,

tolong menolong, gotong royong. Anak-anak belajar melayani orang

lain terlebih dahulu dalam konsep yang lebih nyata.” (P2, 13 April

2016)

“Biasanya yang sering saya lakukan adalah dengan cerita karena saya

merasa cerita itu efektif. Kemudian akhir dari cerita itu saya adakan

diskusi sehingga mereka bisa menggingat bagaimana bersikap baik

dengan teman sebaya.” (P3, 21 April 2016)

Hasil observasi juga menyatakan bahwa peran guru dalam membimbing moral

anak terkhususnya dalam bersikap terhadap teman sebaya dengan adanya kegiatan

berkelompok. Hal ini adalah usaha dari guru yang dilakukan agar anak dapat saling

menolong dan bekerja sama. Selain itu, dengan adanya kegiatan mempresentasikan

hasil karya di depan kelas anak juga dapat diajarkan untuk memberi komentar dan

menghargai hasil karya dan usaha teman. Selain itu memang dalam setiap memulai

kegiatan guru menggunakan metode bercerita kepada anak dan kemudian

mendiskusikan kegiatan pada akhir sebelum kegiatan penutup. Hal ini memberi

kesempatan pada anak dengan metode bercerita dan bercakap-cakap untuk saling

menghargai dan bersikap baik kepada sesamanya.

Hal-hal serupa juga diajarkan kepada anak agar bisa menjaga sikap serta

perilakunya ketika berada dalam lingkungan masyarakat sebagai lingkungan yang

lebih besar. Anak diajarkan dengan cara memberi pengarahan atau menasehati atau

mengingatkan (P1 dan P2). Tujuannya adalah agar anak menerapkan nilai-nilai

kebersamaan yang baik di tengah masyarakat tanpa merugikan orang lain. Sedangkan

menurut partisipan P3 selain memberi peringatan, anak dibiaskan untuk belajar

dengan konsep yang lebih nyata dengan bermain drama. Dengan bermain drama anak

akan mempelajari unsur-unsur dari pesan moral yang ada dalam kegiatan bermain

Page 40: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

83

drama tersebut.baik itu dalam bersikap, berperilaku dan bertindak di tengah-tengah

kehidupan bersama dalam masyarakat. Berikut merupakan bukti kutipan pernyataan

dari para partisipan

“Saya mengarahkan anak, jadi kamu di lingkungan masyarakat anak

harus bersikap yang baik. Mengarahkan dia untuk bersikap yang baik,

sopan misalnya saat dia berkata-kata, dia harus berkata dengan sopan.

Kemudian biasanya anak-anak kalau ada kegiatan keluar sekolah

begitu, misalnya jalan-jalan itu biasannya pagar rumah orang itu

dipukul-pukul, nah disitu saya ingatkan jadi menegur langsung pada

anak.” (P1, 11 April 2016)

“Terus menggingatkan, kemudian bagaimana hidup dalam

bermasyarakat itu tidak boleh teriak-teriak sembarangan karena akan

menggangu. Tujuannya itu ya praktis intinya anak itu dapat berlaku

dan bersikap baik di depan masyarakat dan juga dapat mengaja dirinya

juga, begitu.” (P2, 13 April 2016)

“Saya biasanya menggingatkan sebelumnya jadi diingatkan sikapnya

seperti apa, kalau bertemu orang sikapnya bagaimana. Selain itu ada

kegiatan-kegiatan kontekstual misalnya bermain drama kalau ke pasar

sikapnya bagaimana kalau lewat orang, bilang permisi jadi itu selalu

diingatkan.” (P3, 21 April 2016)

Sementara itu, berdasarkan data yang didapatkan dari partisipan tambahan

(P0), memberikan bimbingan serta pengarahan kepada anak bagaimana bersikap

dalam kehidupan masyarakat merupakan hal yang dilakukan oleh para guru dalam hal

ini partisipan. Selain itu, dengan adanya adanya program sekolah mengenai

lingkungan masyarakat maka anak-anak belajar dalam konsep yang lebih nyata dalam

kehidupan bermasyarakat. Sementara itu, memberikan nasehat dan pengarahan pada

anak juga di berikan dalam bentuk cerita yang biasanya terfokus pada sentra drama di

mana anak-anak belajar bagaimana bersikap dalam masyarakat. Dan untuk

kesehariannya guru juga membimbing menggunakan cerita. Berikut merupakan

pernyataanya

“Terfokus ke sentra bermain peran ya, karena guru di sentra bermain

peran itu sangat em, sangat andil dalam memberikan bimbingan untuk

anak-anak bagaimana bersikap dalam masyarakat. Ada program

mengenal lingkungan itu kita ada kegiatan anak-anak itu keluar

Page 41: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

84

bertemu dengan masyarakat secara umum. Kalau setiap harinya ya

yang paling dilakukan ya dengan nasehat itu dan memberikan

gambaran dengan cerita-cerita, dan sebagainya.” (P0, 29 April 2016)

Hasil observasi menunjukan bahwa dalam kegiatan bermain drama (sentra

bermain drama) anak memang diajarkan untuk belajar secara kongkrit dalam bentuk

cerita yang langsung diperankan oleh anak. Hal ini diawali dengan metode bercerita

dan dilanjutkan dengan bermain drama dimana anak-anak langsung berperan sebagai

masyarakat. Berdasarkan hasil observasi, peneliti juga menemukan bahwa dengan

kegiatan bermain drama ini, anak-anak secara langsung belajar bagaimana aturan-

aturan yang ada di dalam masyarakat misalnya belajar mengatri, bergotong royong

dan bagaimana bersikap di depan umum. Sementara itu, data yang ada berdasarkan

hasil dokumentasi (lampiran 6) juga membuktikan bahwa program yang disusun oleh

guru dengan kegiatan-kegiatan kontekstual di maan adanya field trip dan kunjungan-

kunjungan ke berbagai tempat masyarakat sehingga secara langsung anak belajar

bagaimana bersikap ketika berada dalam masyarakat umum.

Mengenai bagaimana bersikap pada alam sekitar (hewan serta tumbuhan),

anak dibekali dengan berbagai bentuk tuntunan agar mereka mampu menjaga

perilaku dengan lingkungan sekitarnya. Kegiatan-kegiatan seperti menyiram tanaman,

memberi pupuk, merawat tumbuhan maupun hewan, memberi makan hewan,

memandikan, mematikan kran air, dilakukan untuk membawa anak langsung terjun

dalam proses pemeliharaan serta memberikan pemahaman kepada mereka tentang

pentingnya tumbuhan dan hewan dalam kehidupan (menurut P1). Selain itu, ada juga

kegiatan seperti kunjungan ke tempat budi daya tanaman dan tempat pemeliharaan

hewan. Hal tersebut dilakukan agar anak dapat secara langsung memahami dunia

tumbuhan dan hewan

P2 dan P3 secara terpisah mengungkapkan bahwa memberi nasehat,

mengingatkan adalah cara yang digunakan untuk menuntun bagaimana anak

berperilaku terhadap hewan serta tumbuhan selain membuat kegiatan-kegiatan yang

berkaitan dengan konsep penanaman moral kepada ank. Semua hal di atas dilakukan

sehingga moral mereka dapat terbentuk dan bertumbuh dengan baik di mana mereka

Page 42: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

85

dapat berperilaku adil terhadap ciptaan lain selain manusia. Berikut kutipan beberapa

partisipan:

“Anak kami ajari untuk menyiram dan tidak merusak tanaman. Selain itu,

menyayangi binatang dengan cara memberi makan binatang,

memandikan, mematikan kran air setelah digunakan dan membuat

kegiatan-kegiatan dimana anak turun langsung dalam merawat

tumbuhan maupun hewan.” (P1, 11 April 2016)

“Dilakukan dengan cara menasehati ya agar tidak merusak, menggangu

kemudian mengajarkan mereka dengan kegiatan-kegiatan misalnya

menyiram, memberi pupuk, mencabut rumput yang liar.” (P2, 13 April

2016)

“Berkali-kali kita memang harus menggingatkan, misalnya ada tema

tanaman atau tentang hewan, itu kita bisa langsung membahasnya. Tapi

kalau misalnya dalam keseharian, diingatkan langsung ya, Dan itu selalu

ya, setiap hari jadi diingatkan seperti membuang sampah meskipun itu

bukan dia yang membuang sampah tapi kita ingatkan kalau melihat

sampah di ambil dimasukan dalam tong sampah, begitu.” (P3, 21 April

2016)

Adapun pernyataan-pernyataan dari partisipan tambahan mengenai cara guru

membimbing anak untuk bersikap terhadap alam sekitar (hewan serta tumbuhan).

Anak-anak diajarkan dengan pembiasaan bagaimana bersikap terhadap lingkungan.

Biasanya dengan peragaan langsung dan juga dengan adanya kegiatan menyapu dan

memelihara lingkungan sekolah yaitu saat 15 menit setelah senam di hari jumat. Hal

ini berguna memberikan pengalaman pada anak bahwa peduli kepada lingkungan

juga merupakan tindakan yang baik. dan berikut merupakan beberapa kutipan

pernyataan dari P0 berkaitan dengan peran guru dalam membimbing anak bersikap

kepada keluarga, masyarakat dan kepada lingkungan.

“Di kelas ada tempat-tempat sampah nah, itu anak-anak belajar untuk

menjagai lingkungan supaya tetap bersih. Kemudian em, kerja bakti,

jadi setelah senam hari jumat, anak-anak kita memberi kesempatan 15

menit untuk mengambil sampah, rumput yang ada di sekitar sekolah

dicabut, belajar menyapu.” (P0, 22 April 2016)

Page 43: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

86

Hasil observasi membuktikan adaya kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan

merawat dan menjaga alam di sekolah. Salah satu kegiatannya adalah menyiram dan

memelihara tanaman di sekolah. Hal ini terlihat ketika guru memberi kesempatan

pada anak untuk bereklpolasi di luar dengan tanaman yang ada. Selain itu, memberi

teguran kepada anak-anak yang dengan sengaja merusak tanaman juga dilakukan oleh

para para partisipan sebagai bentuk pembimbingan kepada anak untuk menjaga alam

sekitar terkhusunya di sekolah. Berdasarkan data yang ada (lempiran 6) terdapat juga

kegiatan-kegiatan yang disusun oleh guru (partisipan) dan sekolah misalnya

kunjungan ke sawah atau peternakan atau pets shop dan berbagai tempat yang

berkaitan dengan alam sehingga anak-anak bisa belajar bagaimana bersikap baik

terhadap alam.

Berbagai kutipan di atas mulai dari sikap anak terhadap orang tua, keluarga,

sesama teman dan masyarakat serta lingkungan sekitar (tumbuhan dan hewan)

menunjukan bagaimana peranan guru dalam menuntun moral anak. Pendekatan-

pendekatan di atas dilakukan agar moral anak dapat terpola dengan baik sehingga

anak mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nasehat, cerita, diskusi,

penggunaan lagu atau sajak serta kegiatan-kegiatan yang mengandung unsur moral

perlu dilakukan untuk membawa anak mencapai suatu tingkat pemahaman nilai-nilai

moral yang mantap. Bahkan, membawa anak terjun langsung dalam menerapkan

perilaku positif menjadi ajang penanaman moral yang sempurna.

d. Cara Menuntun atau Mengubah Sikap Anak yang Negatif

Bagian ini difokuskan pada cara guru untuk mengubah kebiasaan anak yang

negatif seperti tidak sopan, tidak mengerjakan tugas, suka mengusik teman,

bertengkar, tidak jujur, keras kepala dan tidak mau ditegur, tidak disiplin, suka

memukuli teman, dan hal negatif lain.

Banyak cara yang dilakukan oleh para partisipan seperti mendekati anak,

berbicara dengan anak dan meminta anak mengakui kesalahannya kepada Tuhan

(menurut P1). Menyentuh anak dengan sentuhan yang lembut, menunggun sampai

anak bisa tenang kemudian pelukan juga dilakukan oleh partisipan untuk

Page 44: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

87

membimbing anak yang melakukan tidak sesuai dengan pembentukan moral.

Menegur, mengingatkan atau memberi peringatan dan menasehati anak dengan kata-

kata positif adalah alternatif lain yang tentunya guru lakukan pada anak ketika

melakukan hal-hal negative. Dan membuat perjanjian untuk tidak melakukan lagi

dilakukan oleh partisipan P2. Berikut adalah beberapa kutipan wawancara yang

dilakukan:

“Mendekati anak tersebut, bertanya mengapa dia melakukan hal yang

tidak baik misalnya berkelahi atau berkata kasar atau marah kepada

temanya atau orang lain. Mengajak anak itu untuk berdoa secara

singkat, minta maaf kepada Tuhan kemudian meminta maaf kepada

teman. (P1, 11 April 2016)

“Terkadang kalau menemukan anak-anak seperti itu biasanya saya

berdiam dulu, kita memanggil sambil di elus-elus, kita peluk. Dan

berkata dengan sebisa mungkin kalimat-kalimat yang positif, menyuruh

untuk meminta maaf. tunggu sampai emosinya tenang. Biasanya saya

buat perjanjian sama anak untuk besok tidak mengulanginya lagi.” (P4,

13 April 2016)

Sementara itu, P3 memberikan peringatan jika dianggpak perilaku anak sudah

berlebihan. Hal ini dilakukan dengan memberikan penalty dengan tiga kali teguran.

Ketika teguran tetap diacuhkan oleh anak maka partisipan menggunakan pengambilan

waktu bermain anak beberapa menit untuk duduk di kursi sendiri. Hal ini dilakukan

sebelum memulai pembelajaran dan terjadi kesepakatan bersama dengan anak dan

kemudian memberikan nasehta kepada anak. Tujuan dari tindakan-tindakan tersebut

tentunya agar anak tidak akan mengulangi perbuatanya lagi. Berikut pernyataanya

“Ada anak-anak tertentu memang ya agak sulit ya, jadi kadang saya

berikan peringatan misalnya waktu bermain sudah diingatkan jangan

berebut nanti di beri kaya penalty begitu ya. sampai tiga kali

peringatan biasanya saya suruh berhenti bermain. Jadi seperti waktu

bermainnya diambil beberapa menit, disuruh duduk di kursi. Dan itu

saya lakukan sebelumnya ada persetujuan. Kemudian ada nasehat di

situ kita berikan.” (P3, 21 April 2016)

Berdasarkan wawancara dengan partisipan tambahan yaitu kepala sekolah,

beliau juga menyatakan bagaimana cara guru membimbing anak untuk mengubah

Page 45: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

88

sikap atau perilaku yang negatif. Cara yang dilakukan oleh guru yaitu dengan

meberikan nasehat dan lewat cerita. Kemudian memberikan beberapa pertanyaan

kepada anak alasan anak melakukan hal-hal yang tidak bernenan. Hal-hal tersebut

merupakan pandangan partisipan tambahan mengenai peran guru yang tercantum

dalam kutipan berikut

“Yang dilakukan guru adalah menasehati tentu, kemudian menanamkan

moral melalui cerita kemudian seperti interview ke anak ini, kenapa dia

bersikap seperti itu.” (P0, 29 April 2016)

Berdasarkan data yang dikumpulkan dari observasi, peneliti menemukan

bahwa tindakan yang sering dilakukan oleh para partisipan ketika mendapati anak

yang berlaku tidak sesuai dengan pembentukan moral adalah dengan menasehati dan

menegur serta memberi peringatan. Tidak ada tindakan kekerasan yang dilakukan

partisipan. Peneliti juga menemukan bahwa praktikan terkadang membiarkan anak-

anak untuk menyelesaikan persoalannya sendiri sebelum ikut campur kedalam

permasalahan yang dialami oleh anak dengan temannya. Sementara itu memberi

nasehat dengan kata-kata positif kepada anak juga dilakukan oleh semua partisipan

sebagai bentuk pembimbingan bagi anak yang berlaku tidak sesuai dengan

pembentukan moral.

Peneliti menemukan bahwa P3 memang melakukan sistem penalti yang

diberlakukan kepada anak yang tidak dapat mengindahkan teguran yang diberikan.

Hal ini dilakukan dengan cara anak duduk maupun berdiri dengan durasi waktu

tertentu sehingga emosi anak bisa mereda kemudian barulah diberikan nasehat

kepada anak. Namun terkadang berdasarkan hasil observasi masih terdapat beberapa

hal yang tidak konsisten dari guru misalnya terlalu lama membiarkan anak-anak yang

beradu mulut dan juga tidak konsisten untuk menjalankan apa yang sudah mereka

janjikan pada anak. Meskipun demikian, partisipan sudah melaksanakan perannya

dengan cukup maksimal.

Beberapa kutipan dan data-data yang dikumpulkan dari observasi di atas

merepresentasikan pendapat para partisipan dalam menjawab bagaimana mereka

menuntun anak untuk tidak melakukan hal negatif di atas. Perlu diketahui bahwa anak

Page 46: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

89

hadir dengan karakter yang berbeda-beda. Perilaku-perilaku negatif seperti yang

dikatakan pada bagian ini rentan terjadi apabila anak tidak mendapatkan pengawasan,

bimbingan dan penanganan yang tepat di lingkungan keluarga, sekolah serta

masyarakat. Hal yang lebih sulit dan membutuhkan kesabaran adalah ketika

penangannya dilakukan pada anak usia dini. Pendekatan yang digunakan harus benar-

benar menyentuh dan dilakukan berulang kali yang tentunya berdampak pada rasa

bosan dan hilangnya kesabaran. Guru sebagai pendidik harus mampu dan telaten

dalam menggunakan strategi tertentu yang ampuh dan berkosekuensi pada perubahan

sikap anak.

4.2.3. Hambatan dalam Pembentukan Moral

Dalam proses pembentukan moral anak usia dini, tentunya tidak terlepas dari

hambatan-hambatan yang ada dan perlu untuk mendapat perhatian khusus.

Hambatan-hambatan yang ada membuat proses pembentukan moral anak tidak

berjalan baik bahkan terkadang apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan

yang ada. Begitu juga sebagai seorang guru yang notabene mempunyai tugas bukan

hanya untuk mengembangkan intelekual anak namun mampu mengembangkan nilai-

nilai moral pada anak. Ketikaa guru sudah berupaya mengembangkan nila-nilai moral

pada anak, tentunya tidak terlepas dari hambatan yang dialami sehingga proses

pembentukan moral anak yang dilakukan oleh guru tidak berjalan optimal.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 3 partisipan, partisipan menggungkapkan

hambatan-hambatan yang mereka alami dalam usahanya mengembangkan nilai-nilai

moral pada anak.

Proses pembentukan moral yang dilakukan oleh partisipan tidak dapat

berjalan dengan baik ketika menjumpai beberapa hambatan. Salah satu hambatan

yang ditemui oleh partisipan yaitu datang dari karakter anak itu sendiri. Hal ini

diungkapkan oleh P1. Sementara itu, P1 juga menegaskan bahwa lingkungan

merupakan factor penghambat terbesar dalam membentuk moral anak. Selain itu,

menurut P2 hambatan yang dijumpai dalam proses pembentukan moral anak adalah

hambatan dari orang tua dan masyarakat. Semua partisipan menyatakan bahwa

Page 47: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

90

hambatan dari lingkungan yaitu orang tua sering kali terjadi karena tidak ada

kesepakatan dan dukungan dari orang tua sehingga apa yang dilakukan oleh guru di

sekolah tidak dilanjutkan di rumah. P3 juga menambahkan bahwa tidak adanya

komunikasi yang baik dari pihak orang tua dan guru juga menjadi hambatan yang

ditemui oleh partisipan dalam pembentukan moral. Berikut merupakan beberapa

pernyataan dari partisipan.

“Hambatanya kadang anak itu sendiri kalau anak itu kan sikapnya keras kan

menjadi hambatan bagi kita. Terus lingkungan anak baik itu lingkungan

keluarga maupun lingkungan masyarakat dari anak itu sendiri.” (P1, 11 April

2016)

“Karena kadang-kadang apa yang kita lakukan atau terapkan itu tidak

didukung oleh orang tua ya, kadang di sekolah pembelajarannya begini tapi

di rumah sudah lain lagi.” (P2, 13 April 2016)

“Yang paling sering adalah antara sekolah dengan rumah atau keluarga itu

tidak ada komunikasi. Kadang-kadang di sekolah sudah diajarkan begini,

sedangkan nanti dirumah seperti lain lagi, jadi beda lagi.” (P3, 21 April

2016)

Dari pernyataan di atas, menunjukan bahwa hambatan yang ditemui partisipan

adalah dari anak yang sebenarnya menjadi bagian yang mempunyai peranan sukses

atau tidaknya proses pembentukan moral yang dilakukan oleh guru. Pernyataan-

pernyataan di atas juga menunjukan bahwa hambatan-hambatan yang sering ditemui

oleh guru dalam rangka mengembangkan moral anak usia dini adalah komunikasi

antara orang tua dan guru serta adanya tindak lanjut tindakan yang dilakukan oleh

guru di sekolah dan orang tua di rumah. Sebab anak menjadi subjek pertama dan

mereka terus berkembang dan bertumbuh dalam lingkungan-lingkungan yang

harusnya memberikan dampak-dampak baik dalam kehidupan bermoral mereka.

Lingkungan mempunyai peranan yang sangat krusial dalam rangka proses

perkembangan moral anak. Sehingga anak memerlukan sebuah suasan lingkungan

yang konsisten dan tetap dan dari situ mereka dapat belajar dan memahami nilai-nilai

yang baik dan berguna bagi mereka.

Page 48: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

91

4.3. Pembahasan

Pembahasan dan interpretasi dari setiap data yang telah dianalisis akan

dibahas dalam beberapa topik-topik di bawah ini yang disesuaikan dengan hasil

penelitian. Pembahasan-pembahasan yang ada berkaitan dengan setiap data dari hasil

penelitian yang telah dianalisis sebelumnya di atas guna merumuskan beberapa

pertanyaan penelitian yang ada. Berikut merupakan beberapa pembahasan yang ada

dalam penelitian ini.

4.3.1. Motivasi dan Karakteristik Seorang Guru PAUD

Guru PAUD memiliki peranan penting dalam mengarahkan anak pada tingkat

kedewasaan terkhususnya dalam perkembangan moralitas. Hal ini disebabkan karena

proses penanaman kehidupan awal bagi seorang anak usia dini dimulai dari peran

seorang guru PAUD. Untuk itu, ketika menjadi seorang guru, tentunya memiliki satu

hal penting yang dapat mendorong dan mempengaruhi segala tindakan yang

dilakukannya dan hal ini disebut motivasi. Menurut Uno (2012) motivasi merupakan

kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut

bertindak atau berbuat. Motivasi tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat

diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan atau

pembangkitan tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Untuk itu, seorang guru

tentunya memiliki motivasi dan pandangan mengenai dirinya yang terwujud dalam

tindakannya sebagai seorang yang mempunyai peran dalam kehidupan awal suatu

individu bagaimana menjalani kehidupan selanjutnya dengan memegang nilai-nilai

moralitas yang baik.

Memperhatikan berbagai pengakuan dari partisipan yang ada menunjukan

bahwa menjadi seorang guru PAUD memerlukan motivasi yang lahir dari hati untuk

memberi yang terbaik bagi pembentukan pribadi anak yang berkualitas. Kesadaran

bahwa apa yang dilakukan adalah pemberian Yang Maha Kuasa tentunya akan

mengarahkan guru untuk berupaya secara maksimal bagi pembentukan AUD.

Pengalaman dan pendidikan yang relevan juga mendorong seorang guru untuk terjun

dan berproses bersama dalam dunia AUD.

Page 49: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

92

Selain itu, menjadi seorang guru PAUD tentunya dituntut untuk memiliki

karakteristik-karakteristik tersendiri yang tentunya dapat menunjang perannya dalam

mendidik anak. Karakteristik-karakteristik yang ada menjadi bagian yang tidak dapat

terlepas dari proses pembentukan moralitas anak. Sebab anak akan melihat dan

meniru karakter-karakter dari seorang guru yang salah satu perannya adalah

memberikan teladan bagi anak didiknya. Perkembangan moral seorang anak

mencerminkan apa yang tentunya diperoleh dari lingkungannya. Sebagai individu

yang bertumbuh dan berkembang di bawah bimbingan, pengawasan serta tuntunan

orang yang lebih dewasa, anak berhak mendapatkan apa yang layak bagi mereka.

Karakter seorang guru merupakan acuan yang sangat bermanfaat bagi mereka dalam

berpikir, berkata dan bertingkah laku.

Merujuk pada motivasi serta karakter di atas, dapat disimpulkan bahwa

seorang guru PAUD perlu memahami tugasnya sebagai anugerah yang diberikan

Tuhan dan dilakukan dengan penuh tanggun jawab. Seorang guru PAUD perlu

memiliki kemauan, hati untuk melayani serta kepribadian yang menjadi panutan dan

menjadi figur yang benar-benar memahami anak serta melakukan tindakan-tindakan

yang dapat dijadikan panutan bagi kelanjutan hidup anak di masa yang akan datang.

4.3.2. Peran Guru dalam Pembentukan Moral

Upaya pembentukan moral anak usia dini tidak terlepas dari peran guru.

Berdasarkan beberapa peran guru yang telah diadaptasi, peran guru sebagai model,

motivator dan sebagai pembimbing menjadi bagian dari fokus penelitian ini. Untuk

itu, berdasarkan data yang telah dikumpulkan dari proses penelitian dan hasil analisis

yang telah diinterpretasi, berikut merupakan mebahasan dari ketiga peran guru dalam

pembentukan moral anak usia dini.

4.3.2.1. Peran Guru sebagai Model

Salah satu tugas pokok dari seorang guru adalah menjadi model dan teladan

dari anak didiknya. Sebagaimana dikutip dalam Hartono (2011) menyatakan bahwa

guru sebagai model atau contoh menjadi bagian dari kalimat pertama yang

dikemukakan oleh bapak pendidikan di Indonesia Ki Hadjar Dewantara dalam slogan

Page 50: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

93

pendidikan “Tut Wuri Handayani” di mana, guru mempunyai tugas untuk

memberikan teladan dan contoh ketika berada di depan bagi anak didiknya. Salah

satu tugas inilah yang menjadi penting sebab ketika menjadi teladan atau model,

setiap sikap dan tutur kata dari sang guru akan ditiru oleh anak didiknya. Dan berikut

merupakan hasil pembahasan mengenai peran guru sebagai model yang terbagi dalam

empat sub topik pembahasan.

a. Pentingnya Menjadi Role Model bagi Anak

Berdasarkan hasil analisis yang ada, menyatakan bahwa partisispan

sangat setuju dengan pernyataan bahwa menjadi role model bagi anak sangatlah

penting. Hal ini disebabkan karena anak adalah peniru ulung yang dapat meniru

setiap tingkah laku dan tutur kata dari orang yang lebih dewasa darinya. Begitu

pula bagi AUD yang sangat cepat mengikuti apa yang dilakukan guru.

Seorang guru dituntut untuk menjaga dan memberikan contoh yang baik

melalui sikap dan perilakunya sehari-hari. Ketika seorang guru memberikan

contoh yang baik, anak didinya juga pasti akan menjadi baik dan sebaliknya.

Sebagai contoh. jika mereka dituntun dengan tindakan-tindakan yang keras dan

kasar, mereka pun tentunya akan menjadi pribadi yang keras dan kasar.

Sebaliknya mereka akan menjadi pribadi yang lembut jika mereka diperlakukan

degan lembut. Oleh karena itu guru harus mampu melakukan yang terbaik yang

dapat diikuti dan diteladani oleh anak bagi perkembangan moralitas mereka.

Pestalozzi (dalam Maryatum & Haryati, 2010) menyatakan bahwa anak

belajar dari pengamatan, kemudian dari pengamatannya mengambil pengertian

yang akan digunakannya dalam membangun hidup. Untuk itu, guru dituntut untuk

memberikan contoh nilai-nilai yang baik pada anak sehingga anak dapat melihat

dan mengamati secara baik yang kemudian dapat berguna bagi perkembangan

kehidupan selanjutnya. Terkhususnya dalam proses perkembangan moral mereka.

Di sini, guru harus mampu memilah dalam berkomunikasi, bertindak dan

berpenampilan yang memberi efek positif bagi anak serta menghindari hal-hal

Page 51: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

94

yang berakibat negatif bagi perkembangan mereka. Kewaspadaan guru dalam

melakukan segala sesuatu memberikan warna tersendiri bagi anak didik.

b. Bentuk-Bentuk Keteladanan bagi Pembentukan Moral Anak

Setiap bentuk-bentuk keteladanan yang diberikan oleh guru diharapkan

mampu memberikan nilai-nilai yang baik bagi anak guna perkembangan

kehidupan selanjutnya terkhususnya dalam perkembangan moral. Hal ini juga

berkaitan dengan Shaleh (2012) yang menyatakan banyak metode untuk

membentuk dan menanamkan karakter dan moralitas anak, namun metode

keteladananlah yang paling kuat karena keteladanan memberikan gambaran

secara nyata bagaimana seseorang harus bertindak. Keteladanan berarti kesediaan

setiap orang untuk menjadi contoh dan miniature yang sesungguhnya dari sebuah

perilaku dan keteladanan haruslah bermula dari diri sendiri.

Keteladanan yang diberikan diharapkan mampu memberika pengalaman

hidup pada anak untuk berkembang dengan baik pada tahapan selanjutnya dalam

kehidupan. Pembentukan moral anak berkaitan erat dengan proses

pengalamannya hidup seorang individu (Shaleh, 2012). Kecepatan anak dalam hal

meniru dan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang dewasa menjadi modal dan

memberi peluang bagi guru untuk menanamkan konsep serta sikap yang

membangun moral anak. Seorang anak tidak bisa diperlakukan semena-mena atau

dianggap sebagai objek yang lemah sehingga guru dapat bertindak semaunya.

Sebagai tokoh yang digugu dan ditiru oleh anak, guru harus telaten dan

waspada dalam memberi contoh keteladanan yang mengarahkan anak menjadi

individu yang beretika atau bermoral baik demi terciptanya kehidupan yang

bermoral dan berkharakter. Berhasil atau tidaknya anak dalam menerapkan

bentuk-bentuk keteladanan yang diajarkan guru sangat dipengaruhi oleh berbagai

faktor termasuk keluarga, lingkungan lain ataupun pribadi anak itu sendiri. Hal

yang paling esensial adalah guru berusaha melakukan tugasnya yaitu memberikan

contoh perilaku positif dalam membangun moral mereka.

Page 52: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

95

c. Relasi dengan Berbagai Komponen di Sekolah

Berbicara mengenai menjaga relasi yang baik dengan sesama merupakan

sesuatu yang sangat kompleks. Berbagai hal perlu dilakukan agar kehidupan

bersama dapat terjalin. Dalam hubunganya dengan pembentukan moral anak,

kehidupan di sekolah sebagai lingkungan kedua setelah keluarga perlu dijaga dan

dilestarikan. Apa yang dialami anak di dalam lingkungan sekolah menjadi faktor

yang kuat dalam mempengaruhi perkembangan moral anak. Hal ini berkaitan erat

dengan pendapat Berkowitz (dalam Damon, 2002) yang menyatakan bahwa

sekolah hadir sebagai lingkungan kedua yang turut mempengaruhi konsep diri,

ketrampilan social, nilai, kematangan penalaran moral, perilaku prososial,

pengetahuan tentang moralitas dan sebagainya.

Setiap contoh yang telah dipaparkan merupakan hal-hal sederhana yang

ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya memberi salam berbicara dengan

ramah, sopan dan sebagainya. Ekspresi ketika berbicara dan bertindak pun perlu

untuk diperhatikan. Cara menegur, menyapa, dan menyampaikan sesuatu harus

bisa diimbangi dengan ekspresi yang dapat diterima orang lain. Membangkitkan

simpati orang untuk bisa dekat dan mau berbagi dengan kita harus ditanamkan

dalam diri. Hal ini juga di pertegas oleh Darmadi (2009) yang menyatakan bahwa

metode bercakap-cakap merupakan langkah unutk menumbuhkan nilai moral

pada anak sebab dalam bercakap-cakap anak dapat mempelajari bagaimana cara

memberi salam kepada orang lain, mengucapkan salam, bersikap sopan dengan

berbicara baik dan sebagainya.

Untuk itu, sebagai individu yang baru dibentuk moralitasya, anak perlu

disuguhkan dengan perlakuan-perlakuan yang mampu membawanya menjadi

pribadi yang fleksibel serta memiliki daya tarik positif terhadap orang lain lewat

cara bicara serta bersikap yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan serta

penghargaan terhadap orang lain. Jika setiap hari dia menyaksikan hal yang sama

dilakukan oleh gurunya, saat itu pula ia akan merekam semua dan mengikuti apa

yang diteladankan. Di sinilah momen yang paling tepat bagi guru untuk

Page 53: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

96

membimbing anak tentang bagaimana membangun kehidupan bersama dengan

orang-orang di sekitarnya.

d. Sikap yang Dilakukan Jika Anak Tidak Meneladani Tindakan Guru

Dalam proses pembentukan moral anak, setiap bentuk-bentuk

keteladanan yang diberikan oleh guru tentunya tidaklah mudah untuk langsung

ditiru oleh anak. Ada anak yang dapat meniru apa yang dicontohkan namun ada

juga yang sebaliknya. Salah satu yang dilakukan oleh guru yaitu dengan

pemberian pembiasaan pada anak tentulah sangat dibutuhkan dalam proses

pembentukan moral anak. Menurut Ramli (2003) metode pembiasaan merupakan

kegiatan yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan untuk melatih anak

agar memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu, yang umumnya berhubungan dengan

pengembangan kepribadian anak seperti emosi, disiplin, budi pekerti,

kemandirian, penyesuaian diri, hidup bermasyarakat dan sebagainya. Berdasarkan

hal tersebut maka pembiasaan merupakan salah satu metode yang tepat yang

digunakan dalam rangak pembentukan moral anak usia dini. Jika anak telah

menjadi familiar dengan apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan, secara

langsung mereka pasti akan tersentuh untk melakukan hal yang sama

Nasehat, teguran dan instruksi dengan kata-kata positif juga penting bagi

anak. Anak membutuhkan tuntunan melalui kata-kata yang positif untuk menjadi

pegangan baginya dalam berperilaku. Nasihat serta teguran akan sangat

membantu bagi perkembangan anak. Kedua hal tersebut dilakukan untuk

mengarahkan, mengubah serta membentuk moral anak melalui perubahan pola

pikir, berbicara serta perilaku. Teguran dan nasehat pun merupakan suatu senjata

yang kuat di mana ketika anak tidak mengikuti apa yang diteladankan, mereka

belajar dari masukan atau input yang bermanfaat melalui kata-kata. Selain itu,

nasehat serta teguran yang baik merupakan cara yang paling ampuh untuk

menjaga relasi anak dengan guru tetap terjalin baik.

Page 54: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

97

4.3.2.2. Peran Guru sebagai Motivator

a. Bentuk Motivasi Jika Anak Melakukan Sesuai Pembentukan Moral

Peran sebagai motivator penting artinya dalam rangka meningkatkan

kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Menurut Sadirman (2006)

guru harus mampu memberikan rangsangan, dorongan serta reinforcement

(penguatan) untuk mengembangkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas da daya

cipta sehingga akan terjadi dinamika dalam proses belajar. Pemberian motivasi yang

bersifat membangun dan memberi penguatan tentunya akan diberikan kepada anak

yang melakukan sesuai dengan nilai-nilai moral. Begitupula sebaliknya. Memberikan

pujian dan reward seperti acungan jempol, bintang, stiker, dan permen dan

sebagainya sangatlah penting bagi anak-anak sebab mereka belajar mengetahui mana

yang baik dan tidak sebagai akibat dari perbuatan mereka.

Sadirman (2006) menyatakan bahwa pemberian reward merupakan bentuk

penghargaan untuk suatu hasil yang baik. Penghargaan itu akan memberi motivasi

kepada anak untuk meningkatkan dan memperkuat perilaku yang sesuai dengan

aturan dan norma-norma, serta memperkuat anak untuk menghindarkan dirinya dari

tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Namun perlulah diketahui bahwa

memberikan motivasi dan semangat pada anak terkhususnya ketika mereka mampu

melakukan hal-hal yang sesuai dengan pembentukan moral haruslah sesuai dan pada

porsi yang tepat. Oleh karena itu, dibutuhkan peran seorang guru sebagai motivator

yang bukan saja mampu memberikan semangat dan dorongan pada anak namun juga

memahami anak dengan sebaik mugkin.

b. Bentuk Motivasi Jika Anak Melakukan Tidak Sesuai Pembentukan Moral

Proses pembentukan moral, terdapat juga anak-anak yang tidak melakukan

sesuai dengan apa yang diharapkan. Dukungan yang diberikan dari seorang guru

tentunya sangat bermanfaat bagi anak. Dalam pemberikan penguatan tentunya tidak

hanya yang bersifat positif namun ada juga yang bersifat negatif. Penguatan yang

bersifat negative bertujuan untuk menekan atau mengurangi bahkan menghilangkan

perilaku-perilaku yang kurang baik dari anak. Memberikan nasehat, tokoh-tokoh

yang digemari anak dan menggunakan cerita-cerita dan hukuman berupa penalti

Page 55: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

98

sebagai bentuk dari motivasi jika anak melakukan tidak sesuai dengan pembentuk

moral dilakukan agar anak-anak menyadari akibat apa yang didapatkan dari sebuah

perbuatan yang salah.

Guru harus mampu memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman yang

notabenen tidak menjudge atau menyakiti anak. Namun menurut Sadirman (2006)

pemberian hukuman sebenarnya merupakan bentuk dari motivaasi kepada anak jika

diberikan secara tepat dan bijak. Namun perlu diketahui bahwa proses pembentukan

moral tentunya memerlukan waktu yang tidak singkat. Proses demi proses yang

dilalui oleh anak sebenarnya menjadi tugas dari seorang guru untuk memberikan

pengalaman belajar bagi anak terkhususnya dalam berbuat baik. guru diberi

kesempatan untuk memilih bentuk-bentuk motivasi apa yang harus digunakan kepada

anak terkhusus ketika mereka melakukan hal yang tidak sesuai dan diharapkan

bentuk motivasi yang digunakan dapat memberikan efek jera atau membuat anak

menyadari akibat dari perbuatan salah yang dilakukannya.

c. Bentuk Motivasi yang Efektif

Proses pembentukan moral anak tentunya merupakan proses yang menjadi

bagian dari tugas seorang guru. Guru dituntut untuk menjadi motivator atau

memberikan semangat pada anak agar proses tersebut berjalan dengan baik. Setiap

bentuk motivasi yang diberikan oleh guru tentunya ada sebagin yang menjadi bentuk

motivasi paling efektif yang sering digunakan oleh para guru. berdasarkan hasil

analisis, pujian, pemberian reward dan penerimaan pujian dari teman sebaya

merupakan bentuk-bentuk motivasi yang laing efektif digunakan dalam rangka

membentuk moral anak. Dengan mendapat pujian, reward dan pujian dari teman

sebaya anak akan termotivasi untuk melakukan hal-hal yang baik.

Metode penguatan atau reinforcement dari teman sebaya. Suparno dalam

Gunawan (2000) menjelaskan bahwa interaksi sosial, terlebih interaksi dengan

teman- teman sebaya, mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan pemikiran

anak. Penguatan dari teman sebaya selain yang diperoleh dari guru ini diharapkan

mampu memotivasi anak. Disamping memberikan semangat kepada anak untuk tetap

melakukan nila-nilai moral yang baik, juga merupakan motivasi kepada teman yang

Page 56: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

99

lain untuk melakukan sesuai yang diharapkan, sebab teman sebaya mempunyai

peranan yang penting dalam memgembangkan tingkah laku anak. Oleh sebab itu,

dengan melihat bentuk-bentuk motiasi yang efektif tadi, diharapkan guru dapat

menumbuhkan motivasi-motivasi pada diri anak sehingga mereka dapat bertumbuh

dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang baik dan memiliki akhlak yang mulia.

4.3.2.3. Peran Guru sebagai Pembimbing

a. Tindakan Guru untuk Mengenalkan Anak pada Tuhan

Ketika anak mengenal penciptannya dengan sempurna dan semakin dekat

dengan penciptanya dalam menjalani kehidupan, apa pun yang dilakukan akan

tertuntun dan selalu dalam rel yang benar. Ketika anak mampu menjalin serta

menjaga hubungan yang erat dengan Sang Pencipta, ia akan dapat menjalin hubungan

baik dengan sesamanya dan berperilaku dengan benar. Firman Tuhan akan menjadi

pedoman bagi anak dalam berpikir, berbicara serta bertingkah laku.

Menggunakan kegiatan ibadah bersama, berdoa, mendengarkan cerita dan

bernyanyi merupakan metode yang digunakan dalam mengenalkan anak pada Tuhan.

Menurut Rianto dalam dalam Zuriah (2008), pengenalan akan Tuhan dapat dilakukan

dengan melakuakn kegiatan yang berhubungan dengan akhlak kepada Tuhan salah

satunya dengan melakukan ibadah dan doa. Sementara itu, Darmadi (2009)

menyatakan bahwa metode bercerita merupakan bagian dari langkah guru

mengenalkan anak kepada Tuhan. Pesan-pesan moral yang didapatkan dari metode

bercerita diharapkan mampu membawa anak untuk lebih mengenal akan penciptanya.

Langkah-langkah atau metode yang digunaka ini diharapkan dapat mengajarkan anak

untuk lebih mengenal akan Tuhan sebagai pencipta dan sebagai maha pemberi

kehidupan.

b. Menuntun Anak Menghargai Dirinya

Menuntun anak untuk menghargai dirinya sendiri merupakan salah satu hal

yang erlu dilakukan guru dalam proses pembentukan moral anak. Berbagi motivasi,

dorongan serta pujian dilakukan guru. Adanya kegiatan show and talend serta pujian

yang diberikan oleh guru dan juga teman yang lain juga dapat membawa anak bisa

Page 57: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

100

menghargai dirinya sendiri. Penelitian Prasetyaningsih (2009) menyebutkan bahwa

guru menggunakan bentuk pujian dan motivasi kepada anak untuk menumbuhkan

rasa percaya diri anak. Anak pada dasarnya mengharapkan input, masukan serta

dorongan agar ia dapat mengembangkan dirinya. Ketika mereka merasa terpuruk

dengan diri mereka, guru harus mampu mengangkat mereka. Ketika mereka merasa

tidak mampu, guru harus bisa merangsang mereka dengan kata-kata yang

membangun agar mereka tidak larut dengan kondisi mereka.

Anak perlu dibekali dengan prinsip bahwa ia memiliki sesuatu yang telah

dianugerahkan Tuhan yang tentunya sama dengan orang lain. Anak perlu dirangsang

dengan ungkapan bahwa ia adalah makluk yang memiliki arti, nilai serta kemampuan

yang patut untuk dikembangkan untuk menjadi individu yang mandiri, bertanggung

jawab serta memiliki prinsip yang kuat dalam menghadapi masa depannya. Anak

perlu dibekali dengan kata serta tindakan yang akan membangkitkan semangat bahwa

ia juga individu yang berpotensi. Hal-hal tersebut tentunya akan membuat anak

menghargai dirinya sendiri sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mulia.

c. Menuntun Anak Bersikap terhadap Keluarga, Orang Lain, Teman,

Masyarakat serta Alam Sekitar (Hewan dan Tumbuhan)

Seperti yang dikatakan dalam latar belakang bahwa pembentukan moral anak

perlu dilakukan sejak dini sangatlah tepat mengingat fenomena kehidupan yang selalu

berubah sesuai dengan tuntunan zaman. Anak bisa saja tidak akan menghargai orang

tua dan menganggap orang tua hanyalah individu yang biasa. Anak bisa saja tidak

menaruh rasa hormat dan penghargaan pada orang lain atau saudaranya sendiri

karena tidak ada kesadaran yang benar-benar lahir dari hatinya. Anak bisa saja tidak

menganggap temannya sebagai individu yang harus diajak berbagi karena

pemahaman yang rendah akan pentingnya seorang sahabat. Anak pun tidak akan

peduli terhadap lingkungan sekitarnya termasuk tumbuhan dan hewan karena tidak

ada rasa kepedulian yang tertanam dalam dirinya.

Ketika kondisi ini dianggap sebagai masalah, di sinilah peranan guru

diharapkan dan dibutuhkan. Guru harus jeli dalam menggunakan berbagai strategi

yang tepat untuk menuntun anak. Awalnya anak perlu dituntun untuk memahami dan

Page 58: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

101

menghargai siapa dirinya. Ketika ia mampu mengenal dirinya, bersyukur atas apa

yang dimilikinya, tidak merasa minder, malu ataupun rendah diri, anak pun dapat

menerapkan sikap-sikap tersebut kepada orang lain. Ketika pendekatan lewat

pembicaraan tidak mempan, maka melibatkan anak secara langsung akan lebih

bermanfaat. Seperti istilah yang mengatakan “Tell me and I forget, show me and I

remember and involve me and I understand.” Ketika anak secara langsung

mengambil bagian dalam mempraktekkan sesuatu, hal tersebut akat terus berbekas

dalam benaknya dan akan selalu dilakukan dalam kehidupannya.

Sebagai contoh, ketika anak membuat masalah ia perlu dinasehati dan ditegur.

Namun, cara lain adalah meminta dia untuk menyelesaikan masalah tersebut baik

melalui tuntunan guru atau menyelesaikannya sendiri. Ketika anak misalnya

bertengkar dengan temannya dan ia dengan besar hati mau menghampiri temannya

dan meminta maaf, hal tersebut akan membawa suatu makna yang besar dalam proses

pembentukan moralnya. Jika anak mau merawat, menyiram tanaman, atau memberi

makan hewan sendiri, ia telah mempraktekan suatu sikap kepedulian yang tinggi

terhadap alam sekitarnya. Menurut Darmadi (2009) guru dapat menggunakan metode

bermain, bercerita, bercakap-cakap dan pemberian tugas sebagai langkah untuk

membentuk moral anak.

Meskipun menuntun anak untuk menghargai dan menghormati individu lain

serta alam sekitar membutuhkan proses yang panjang, tetapi keberhasilan proses

tersebut akan melahirkan individu-individu yang bermoral serta berakhlak mulia.

Tentunya banyak pengaruh yang akan mempengaruhi anak seiring pertumbuhannya.

Namun, suatu kebiasaan yang baik yang tertanam sejak kecil dalam diri anak pastinya

akan terus dipegang terus-menerus dan menjadi pedoman bagi anak dalam bersikap.

Oleh karena itu, mengarahkan, menasehati, menyampaikan pesan-pesan moral,

melakukan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada perkembangan moral serta

melibatkan anak dalam mempraktekan perilaku-perilaku positif akan sangat

membantu dalam membentuk pribadi anak yang mau menghargai dan menghormati

orang lain serta alam sekitar.

Page 59: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

102

d. Cara Menuntun atau Mengubah Sikap Anak yang Negatif

Mendekati, berbicara dengan anak dan meminta anak berdoa bisa membawa

dampak positif bagi anak ketika ia melakukan kesalahan. Dengan mendekatinya dan

mengajak bicara secara perlahan, ada ikatan emosional yang tinggi yang bisa

dirasakan oleh anak sehingga ia merasa nyaman untuk mengakui kesalannya. Anak

dapat dengan bebas mengungkapkan apa yang memotivasinya sehingga melakukan

hal negatif. Hal tersebut tentunya akan membangkitkan jiwa anak yang mau dengan

lapang mengakui perbuatannya.

Selain itu, teguran, peringatan serta nasehat juga sangat penting dan harus

terus-menerus dilakukan. Ketika anak melakukan kesalahan, guru tidak boleh

membiarkan sehingga hal tersebut bertumbuh menjadi kebiasaan. Teguran ataupun

peringatan kepada anak dapat memberi efek jera untuk tidak mengulangi perbuatan

negatif. Porsi anak dalam hal bimbingan tentunya tidak bisa disamakan dengan porsi

orang dewasa. Anak membutuhkan teguran, nasehat serta bimbingan yang lunak

bukan dengan cara yang keras. Sementara itu, memberi kesempatan untuk

menyelesaikan persoalannya sendiri juga merupakan salah satu hal yang perlu

dilakukan. Dalam kondisi ini, anak dilatih untuk mandiri, bertanggung jawab dan

percaya diri, berani mengakui kesalahannya serta berjiwa besar dalam menyelesaikan

persoalan. Ketika anak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri, maka ia telah

belajar untuk menyelesaikan persoalan yang lebih besar dan kompleks seiring

perkembangan usiannya. Anak dilatih untuk tidak bergantung pada orang lain tetapi

belajar serta berani mengambil langkah untuk menyelesaikan. Hal ini pun berdampak

positif kepada anak di mana ia tidak akan mengulangi hal yang sama.

Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa guru sebagai pembimbing

harus mampu menentukan sikap serta mengambil langkah yang akurat dalam

mengatasi anak yang suka melakukan hal negatif. Namun, pengambilan sikap harus

benar-benar memberi dampak positif bagi perkembangan mental serta moral anak

tanpa merugikan anak itu sendiri. Anak pasti berubah asalkan langkah yang dilakukan

memiliki efek yang positif baginya.

Page 60: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting ... - …

103

4.3.3. Hambatan dalam Pembentukan Moral

Setiap hambatan yang dialami oleh guru menjadi bagian dari proses yang

dialami dalam usahanya membentuk moral anak. Salah satu kendala yang dihadapi

adalah dari kepribadian anak itu sendiri. Terkadang anak memiliki keunikan-

keunikan tersendiri yang perlu mendapat perhatian khusus dari guru. Keunikan-

keunikan sifat bawaan anak menjadi bagian tersendiri yang harus dihadapi. Hartman

dalam Prasetyaningsih (2009) menyatakan bahwa setiap anak lahir dengan rangkaian

sifat-sifat kepribadian yang unik. Tentunya sikap-sikap yang ada pada anak sejak

lahir baik itu yang baik maupun yang tidak perlu menjadi perhatian bagi setiap orang

yang menjadi bagain dari proses perkembangan mereka. Sifat baik pada anak

tentunya perlu untuk dipertahankan namun sikap yang kurang baik harusnya menjadi

bagian dari tugas orang dewasa dalama hal ini guru untuk mengurangi bahkan

menghilangkan sehingga anak dapat bertumbuh menjadi pribadi yang baik.

Selain itu, lingkungan juga menjadi bagian yang tidak terlepas dari tumbuh

dan kembang anak. Ketika tidak ada konsistensi antara lingkungan sekolah dan

lingkungan rumah anak dalam memberikan peran mereka untuk mengembangkan

moral anak maka akan terjadi kejanggalan pada anak. Anak-anak akan binggung

mengikuti tindakan atau aturan mana yang baik padahal mereka belum mampu untuk

mengetahui tindakan apa yang dikategorikan benar dan salah. Dibutuhkan sebuah

konsistensi dan pembiasaan-pembiasaan baik yang dilakukan di sekolah maupun di

rumah sehingga anak-anak dapat meniru dan mengikuti nilai-nilai moral yang

diajarkan pada mereka. Untuk itu, pihak sekolah dan orang tua harus benar-benar

dapat bekerja sama untuk menciptakan sebuah suasana lingkungan yang kondusif

bagi anak terkhususnya dalam memberikan nilai-nilai moral pada mereka. Anak

membutuhkan support berupa model, dukungan (motivasi) dan cara membimbing

yang baik dari orang tua maupun guru serta masyarakat sehingga mereka dapat

bertumbuh dan berkembang menjadi manusia yang beakhlak mulia.