Bab III Ppok

19
BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya. 1 B. Epidemiologi Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi individu tersebut. Insidensi pada pria lebih banyak daripada

Transcript of Bab III Ppok

Page 1: Bab III Ppok

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik

Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik

yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat

progressif nonreversibel atau reversibel parsial, bersifat progresif, biasanya

disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas

berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini

dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap

polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.1

B. Epidemiologi

Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda

dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana

jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi

yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran

pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat

memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung

kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi individu tersebut. Insidensi pada

pria lebih banyak daripada wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita

meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita.2

C. Faktor Risiko

Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-

partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya.1,3

1. Asap rokok

Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala

respiratorik, abnormalitas fungsi paru dan mortalitas yang lebih tinggi

daripada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK

bergantung pada “dosis merokok” nya, seperti umur orang tersebut mulai

Page 2: Bab III Ppok

merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang

tersebut merokok.

Enviromental Tobacco Smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat

mengalami gejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh partikel-

partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru

“terbakar”.

2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)

3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan

Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang,

kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi

untuk memasak, pemanas, dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Ini

memungkinkan bahwa wanita di negara berkembang memiliki angka

kejadian yang tinggi terhadap kejadian PPOK.

4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu

jalanan.

5. Infeksi saluran nafas berulang

6. Jenis kelamin

Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.

Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi

dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini

dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Namun hal

tersebut masih kontoversial, maskipun beberapa penelitian mengatakan

bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena PPOK dibandingkan

perokok pria. Di negara berkembang wanita lebih banyak terkena paparan

polusi udara yang berasal dari asap saat mereka memasak.

7. Status sosioekonomi dan status nutrisi

8. Rendahnya intake dari antioksidan seperti vitamin A, C, E, kadang-kadang

berhubungan dengan peningkatan resiko terkena PPOK, meskipun banyak

penelitian terbaru menemukan bahwa vitamin C dan magnesium memiliki

prioritas utama.

9. Asma

Page 3: Bab III Ppok

10. Usia

Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan

11. Faktor Genetik

Faktor kompleks genetik dengan lingkungan menjadi salah satu penyebab

terjadinya PPOK, meskipun penelitian Framingham pada populasi umum

menyebutkan bahwa faktor genetik memberi kontribusi yang rendah dalam

penurunan fungsi paru.

D. Patofisiologi

Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas,

parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian paru

dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-

sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti

Leukotrien B4, IL8, TNF yang mampu merusak struktur paru dan atau

mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain

yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan

stres oksidatif.1

Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas

besar (central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru

dan vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel

radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus

membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan

hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang

menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair dinding saluran napas.

Proses repair ini akan menghasilkan struktural remodeling dari dinding saluran

napas dengan peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat

yang menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran

pernapasan. Pada parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada

emfisema sentrilobuler. Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus

ringan namun bila lanjut bisa terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi

destruksi pulmonary capilary bed. 1

Page 4: Bab III Ppok

Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding

pembuluh darah yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan

struktur yang pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan

otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika

penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen

bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal.1

Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran

napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan

sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil

(<2mm) menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi

karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena

hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan

saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.1

E. Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan:1

1. Gambaran klinis

a. Anamnesis:

1) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala

pernapasan

2) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

3) Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

4) Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan

lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap

rokok dan polusi udara

5) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

6) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisik

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

1) Inspeksi

a) Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

Page 5: Bab III Ppok

b) Barrel chest

c) Penggunaan otot bantu napas

d) Hipertropi otot bantu napas

e) Pelebaran sela iga

f) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis

di leher dan edema tungkai

g) Penampilan pink puffer atau blue bloater

2) Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

3) Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak

diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

4) Auskultasi

a) suara napas vesikuler normal, atau melemah

b) terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada

c) ekspirasi paksa

d) ekspirasi memanjang

e) bunyi jantung terdengar jauh

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rutin:1,4

1) Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)

a) Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau

VEP1/KVP (%).

Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%

(VEP1/KVP) < 75 %

b) VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk

menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

c) Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,

APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif

Page 6: Bab III Ppok

dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari

20%

2) Uji bronkodilator

a) Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan

APE meter.

b) Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -

20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,

perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

c) Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

3) Darah rutin

Hb, Ht, leukosit.

4) Radiologi

a) Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit

paru lain.

Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar

b) Pada bronkitis kronik :

- Normal

- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular

shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus

menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.

Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi

dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan

pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.

Page 7: Bab III Ppok

Normal Hyperinflation

Gambar 1. Peredaan paru normal dan hiperinflasi pada foto thoraks

b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

1) Faal paru

a) Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti

Paru Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat

b) DLCO menurun pada emfisema

c) Raw meningkat pada bronkitis kronik

d) Sgaw meningkat

e) Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

2) Uji latih kardiopulmoner

a) Sepeda statis (ergocycle)

b) Jentera (treadmill)

c) Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

3) Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil

PPOK terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan.

4) Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral

(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari

selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 %

dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan

faal paru setelah pemberian kortikosteroid.

5) Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

Page 8: Bab III Ppok

a) Gagal napas kronik stabil

b) Gagal napas akut pada gagal napas kronik

6) Radiologi

a) CT - Scan resolusi tinggi

Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema

atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.

b) Scan ventilasi perfusi

Mengetahui fungsi respirasi paru

7) Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal

dan hipertrofi ventrikel kanan.

8) Ekokardiografi

Menilai funfsi jantung kanan

9) Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur

resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk

memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang

merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di

Indonesia.

10) Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema

pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di

Indonesia.

Page 9: Bab III Ppok

F. Klasifikasi

Klasifikasi PPOK

Klasifikasi

Penyakit

Gejala Spirometri

Ringan - Tidak ada gejala waktu istirahat atau

bila exercise

- Tidak ada gejala waktu istirahat

tetapi gejala ringan pada latihan

sedang (misal : berjalan cepat, naik

tangga)

VEP > 80%

prediksi

VEP/KVP < 75%

Sedang - Tidak ada gejala waktu istirahat

tetapi mulai terasa pada latihan /

kerja ringan (misal : berpakaian)

- Gejala ringan pada istirahat

VEP 30 - 80%

prediksi

VEP/KVP <

75%

Berat - Gejala sedang pada waktu istirahat

- Gejala berat pada saat istirahat

- Tanda-tanda korpulmonal

VEP1<30%

prediksi

VEP1/KVP <

75%

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :1

1. Edukasi

Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan

mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Secara umum bahan edukasi

yang harus diberikan adalah :

a) Pengetahuan dasar tentang PPOK

b) Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya

c) Cara pencegahan perburukan penyakit

d) Menghindari pencetus (merokok)

Page 10: Bab III Ppok

e) Penyesuaian aktifitas

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang

pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang

ireversibel.

Edukasi berdasarkan derajat penyakit:

a) Ringan

1) Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel

2) Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus,

antara lain berhenti merokok

3) Segera berobat bila timbul gejala

b) Sedang

1) Menggunakan obat dengan tepat

2) Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini

3) Program latihan fisik dan pernapasan

c) Berat

1) Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi

2) Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan

3) Penggunaan oksigen di rumah

2. Obat-obatan

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator

dan disesuaikan dengan klasifikasi berat derajat penyakit. Pemilihan

bentuk obat diutamakan inhalasi (dihisap melalui saluran nafas),

nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat

berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat

berefek panjang (long acting). Macam-macam bronkodilator adalah :

golongan antikolinergik, golongan agonis beta-2, kombinasi

antikolinergik dan beta-2 dan golongan xantin.

Page 11: Bab III Ppok

b. Anti inflamasi

Digunakan apabila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral (diminum)

atau injeksi intravena (ke dalam pembuluh darah). Ini berfungsi untuk

menekan inflamasi yang terjadi. Dipilih golongan metilpradnisolon atau

prednison.

c. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan untuk

lini pertama adalah amoksisilin dan makrolid. Dan untuk lini kedua

diberikan amoksisilin dikombinasikan dengan asam klavulanat,

sefalosporin, kuinolon dan makrolid baru.

d. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup.

Digunakan N-asetilsistein, dan dapat diberikan pada PPOK dengan

eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

e. Mukolitik (pengencer dahak)

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut, karena akan

mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik

dengan sputum yang kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk

pemakaian jangka panjang.

f. Antitusif

Diberikan dengan hati-hati.

3. Terapi oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen

merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi

dalam sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ

lainnya.

4. Ventilasi mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan

gagal napas akut, atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal

Page 12: Bab III Ppok

napas kronik. Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan

intubasi atau tanpa intubasi.

5. Nutrisi

Malnutrisi pada pasien PPOK sering terjadi, disebabkan karena

bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respiratorik yang

meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperaapni menyebabkan

terjadinya hipermetabolisme.

6. Rehabilitasi

Rehabilitasi PPOK bertujuan untuk meningkatkan toleransi latihan

dan memperbaiki kualitas hidup penderita dengan PPOK. Program ini dapat

dilaksanakan baik di luar maupun di dalam Rumah Sakit oleh suatu tim

Program rehabilitasi ini terdiri dari latihan fisik, psikososial dan latihan

pernapasan.

Prinsip Penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah

mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal

napas. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi:

a. Diagnosis beratnya eksaserbasi

b. Terapi oksigen adekuat

a. Tujuan terapi oksigen adalah untuk memperbaiki hipoksemi dan

mencegah keadaan yang mengancam jiwa. Sebaiknya dipertahankan

PaO2> 60 mmHg atau Sat O2> 90%, evaluasi ketat hiperkapnoe. Bila

terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigen adekuat, harus

gunakan ventilasi mekanik, bila tidak berhasil gunakan intubasi.

c. Pemberian obat-obatan yang adekuat

1) Antibiotik

2) Bronkodilator

3) Kortikosteroid

d. Tidak terlalu diberikan tergantung derajat eksaserbasi. Pada eksaserbasi

derajat sedang diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada

derajat berat diberikan intravena. Pemerian lebih dari 2 minggu tidak

Page 13: Bab III Ppok

memberikan hasil yang lebih baik, tetapi banyak menimbulkan efek

samping.

e. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia

berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas.

f. Ventilasi mekanik

g. Kondisi lain yang berkaitan

1) Monitor balans cairan elektrolit

2) Pengeluaran sputum

3) Gagal jantung aritmia.

4) Evaluasi ketat progresivitas penyakit