BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

33
BAB 3 PERAN APOPTOSIS PADA PATOGENESIS PPOK Peran kerusakan aktif endotel paru dalam patogenesis PPOK sampai saat ini belum dimasukkan dalam konsep perkembangan penyakit. Konsep patogenesis kehancuran alveolar secara anatomi yang selama ini berlaku pada PPOK adalah akibat ketidakseimbangan protease-antiprotease, di mana kelebihan protease dapat mencerna matriks ekstraselular jaringan ikat parenkim paru, mengubah arsitektur alveolar. 12,22 Dalam konsep ini, paparan kronis asap rokok menyebabkan invasi sel-sel inflamasi saluran napas dengan melepaskan sejumlah besar protease melebihi antiprotease, menyebabkan kerusakan jaringan dan mengakibatkan pembesaran ruang udara. Namun teori inflamasi dan proteolisis berlebihan tidak sepenuhnya menjelaskan mengapa sel alveolar dan struktur dinding septa alveolus hilang. 12 Beberapa penelitian menunjukkan adanya mekanisme keempat yang terlibat dalam patogenesis PPOK. Diduga adanya gangguan keseimbangan antara apoptosis dan penambahan struktural sel paru, sebagai respon terhadap asap rokok, menyebabkan kerusakan jaringan paru yang berkembang menjadi emfisema. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara peningkatan gangguan keseimbangan apoptosis dan proliferasi jaringan paru dengan patogenesis PPOK. Sejumlah penelitian deskriptif yang terbatas pada manusia menunjukkan peran apoptosis pada PPOK. 8,12 3. 1 Apoptosis 15

description

peran apoptosis dalam patogenesis ppok

Transcript of BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

Page 1: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

BAB 3

PERAN APOPTOSIS PADA PATOGENESIS PPOK

Peran kerusakan aktif endotel paru dalam patogenesis PPOK sampai saat ini belum

dimasukkan dalam konsep perkembangan penyakit. Konsep patogenesis kehancuran alveolar

secara anatomi yang selama ini berlaku pada PPOK adalah akibat ketidakseimbangan protease-

antiprotease, di mana kelebihan protease dapat mencerna matriks ekstraselular jaringan ikat

parenkim paru, mengubah arsitektur alveolar.12,22 Dalam konsep ini, paparan kronis asap rokok

menyebabkan invasi sel-sel inflamasi saluran napas dengan melepaskan sejumlah besar

protease melebihi antiprotease, menyebabkan kerusakan jaringan dan mengakibatkan

pembesaran ruang udara. Namun teori inflamasi dan proteolisis berlebihan tidak sepenuhnya

menjelaskan mengapa sel alveolar dan struktur dinding septa alveolus hilang.12

Beberapa penelitian menunjukkan adanya mekanisme keempat yang terlibat dalam

patogenesis PPOK. Diduga adanya gangguan keseimbangan antara apoptosis dan penambahan

struktural sel paru, sebagai respon terhadap asap rokok, menyebabkan kerusakan jaringan paru

yang berkembang menjadi emfisema. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan

antara peningkatan gangguan keseimbangan apoptosis dan proliferasi jaringan paru dengan

patogenesis PPOK. Sejumlah penelitian deskriptif yang terbatas pada manusia menunjukkan

peran apoptosis pada PPOK. 8,12

3. 1 Apoptosis

Apoptosis merupakan suatu mekanisme kematian sel secara fisiologis. Apoptosis

bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah sel dalam suatu jaringan dan menyingkirkan sel-

sel yang mengancam kehidupan suatu organisme. 15,23 Berbeda dengan nekrosis, yang

merupakan kematian sel akibat iskemia atau pengaruh bahan toksik, apoptosis diawali oleh

interaksi antara ligan dan reseptor yang teregulasi dengan tepat dan dirangkai dengan proses

fagositosis dengan tujuan mengeliminasi sel yang rusak atau sel normal yang tidak diperlukan

lagi. Apoptosis telah dikenal sebagai kematian sel yang terjadi pada pertengahan kehidupan

jaringan. Meskipun ada bentuk lain dari kematian sel seperti nekrosis, tetapi apoptosis berguna

untuk menjaga homeostasis pada differensiasi dan proliferasi vertebra. Oleh karena itu

apoptosis juga disebut sebagai "program kematian sel". 15,24,25

15

Page 2: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

Proses apoptosis berlaku pada hampir semua jenis sel, termasuk juga pada sistem imun.

Fungsi apoptosis sangat penting karena apabila terjadi defek apoptosis (baik spontan ataupun

karena mutasi) maka akan berdampak pada sistem imun. Organisme multiselular hidup

memerlukan keseimbangan antara proses proliferasi sel dan kematian sel. Secara umum sel-sel

mengalami kematian melalui salah satu dari dua cara yang telah diketahui tergantung dari

konteks dan penyebab kematiannya. Macam-macam pola kematian sel tersebut meliputi:

nekrosis dan apoptosis. Sel yang mati secara nekrosis biasanya akan membuat respons

inflamasi, berbeda dengan apoptosis akan cepat dibersihkan tanpa menimbulkan respons

inflamasi.8,15

Apoptosis sangat berbeda dari nekrosis jaringan yang disebabkan oleh cedera akut,

dimana pada nekrosis terjadi pembengkakan sel-sel dan akan lisis (diakibatkan oleh perbedaan

tekanan osmotik) dan menyebabkan respon inflamasi. Apoptosis adalah kematian sel per sel,

sedangkan nekrosis melibatkan sekelompok sel. Membran sel yang mengalami apoptosis akan

mengalami penonjolan-penonjolan ke luar tanpa disertai hilangnya integritas membran.

Sedangkan sel yang mengalami nekrosis mengalami kehilangan integritas membran. Sel yang

mengalami apoptosis terlihat menciut, dan akan membentuk badan apoptosis. Sedangkan sel

yang mengalami nekrosis akan terlihat membengkak untuk kemudian mengalami lisis. Sel yang

mengalami apoptosis lisosomnya utuh, sedangkan sel yang mengalami nekrosis terjadi

kebocoran lisosom. Dengan mikroskop akan terlihat kromatin sel yang mengalami apoptosis

terlihat bertambah kompak dan membentuk massa padat yang uniform. Sedangkan sel yang

mengalami nekrosis kromatinnya bergerombol dan terjadi agregasi.23, 25

Peristiwa apoptosis dipicu oleh adanya kerusakan DNA yang gagal diperbaiki,

hipertermia, infeksi, penurunan secara mendadak beberapa faktor pertumbuhan (withdrawal),

dan mekanisme remodeling pada proses tumbuh kembang yang bersifat fisiologis. Sinyal-

sinyal yang berasal dari lingkungan sekitar sel (interselular) dan sinyal-sinyal internal secara

normal menjaga agar mekanisme apoptosis tidak bekerja. Pada keadaan dimana sel telah

kehilangan kontak dengan sekitarnya atau adanya gangguan internal yang tidak dapat diatasi,

maka sel terpicu untuk apoptosis. 15,26

Pada apoptosis terdapat beberapa protein yang terlibat sebagai pro-apoptosis ataupun

anti apoptosis. Sampai saat ini terdapat paling sedikit 15 protein kelompok bcl-2 yang telah

diketahui pada mamalia. Sebagian besar protein-protein tersebut berfungsi meningkatkan

harapan hidup sel (pro-kehidupan atau anti-apoptosis dengan menghambat protein adaptor

16

Page 3: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

(protein seperti CED-4) untuk mengaktivasi caspase. Bcl-2 dan protein-protein sitoplasma lain

(yang masih dalam kelompok bcl-2) merupakan regulator utama anti-apoptosis. Yang

termasuk dalam kelompok anti-apoptosis antara lain bcl-2, bcl-xl, bcl-w, mcl-1. Sebagian yang

lain justru berfungsi mencetuskan apoptosis (pro-apoptosis) melalui mekanisme yang tidak

tergantung caspase (caspase-indipendent death). Yang termasuk kelompok pro-apoptosis

antara lain bax, bak,bok,bik,blk.25,26

3.1.1 Proses apoptosis

Proses apoptosis dikendalikan oleh berbagai faktor yang dapat berasal dari pencetus

ekstrinsik maupun intrinsik. Sebelum terjadi proses kematian sel melalui enzim, sinyal

apoptosis harus dihubungkan dengan jalur kematian sel melalui regulasi protein. Pada regulasi

protein ini terdapat dua metode yang telah dikenali untuk mekanisme apoptosis, yaitu: melalui

mitokondria dan penghantaran sinyal secara langsung melalui adaptor protein. 8,12,15

Proses apoptosis dapat dibagi dalam empat fase yang saling tumpang tindih, yaitu: fase

inisiasi atau induksi heterogen yang bergantung pada stimulus, fase efektor atau komitmen saat

akan diambil keputusan untuk “bunuh diri”, fase degradasi atau eksekusi di mana sel-sel

bersangkutan memperlihatkan gambaran biokimia dan morfologi apoptosis dan fase

eliminasi.15,26

Ada dua jalur klasik besar dalam aktivasi caspase inisiator yang berperan dalam

apoptosis, yaitu: 15,24,26

1. Jalur ekstrinsik dimulai diluar sel, ketika kondisi lingkungan ektraseluler mengharuskan sel

itu mati.

2. Jalur intrinsik apoptosis dimulai ketika terjadi suatu trauma didalam sel, trauma ini dapat

mengakibatkan nekrosis dan respons inflamasi, tetapi mesin apoptosis ini ada untuk

memastikan bahwa sel yang rusak itu dibungkus dan dibersihkan dengan tujuan mencegah

inflamasi.

3.1.1.1 Jalur ekstrinsik

Jalur ekstriksik sendiri terdiri dari 3 jalur yang berasal dari luar sel, yaitu jalur yang

diinisiasi oleh reseptor kematian, jalur efektor sel T sitolitik dan jalur deplesi faktor

pertumbuhan.

17

Page 4: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

Jalur pertama adalah diaktifkannya sinyal ekstraselular yang diperantarai oleh ikatan

tumor nekrosis faktor (misalnya Fas ligan, TNF-α) untuk reseptor kematian pada permukaan sel

(misalnya Fas, TNFR). Reseptor yang tergolong dalam reseptor kematian adalah CD 95 (juga

disebut Fas atau APO D dan TNFRI disebut juga p55 atau CD 120ai. Jalur kematian ini

diinisisi oleh pengikatan reseptor kematian pada permukaan sel pada berbagai sel.15,24

Reseptor kematian (death reseptor), yakni reseptor permukaan sel yang dapat

meneruskan sinyal awal apoptosis melalui ikatan dengan ligannya yang spesifik (death ligand),

mempunyai peran penting dalam apoptosis aktif. Mungkin FasL dilarutkan menjadi sFasL oleh

metaloproteinase matriks (MMP's). Pada pengikatan Fas/FasL terjadi oligomerisasi dari

reseptor yang mengakibatkan bagian intraseluler dari CD95 menggumpal dan dikenal dengan

sebutan “death domain”. Protein lain yang kemudian direkrut dari sitoplasma dan berfungsi

juga sebagai “death domain” adalah FADD (Fas associated death domain). FADD merupakan

molekul adaptor yang berperan merekrut caspase. Untuk mempermudah proses ini molekul

FADD mengandung molekul pengikat yang disebut DED (death effector domain) yang juga

dimiliki oleh procaspase-8, sehingga keduanya dapat saling berikatan. 15,25,26

FADD ini melekat pada reseptor kematian dan mulai berikatan dengan bentuk inaktif

dari caspase 8 melalui DEDs untuk membentuk kompleks. Molekul pro-caspase 8 ini

kemudian dibawa ke atas dan kemudian pecah menjadi caspase 8 aktif. Aktivasi caspase-8

memulai kaskade caspase melalui proses efektor caspase 3, 6, dan 7 yang kemudian memotong

protein substrat. Pemotongan dari substrat caspase ini memulai karakteristik morfologi dan

gambaran biokimia apoptosis. Caspase-8 mengaktivasi caspase-3, yang akhirnya melaksanakan

apoptosis dengan melepaskan DNAse caspase- yang diaktifkan CAD dari inhibitornya (ICAD)

yang menyebabkan fragmentasi DNA. Mekanisme yang penting lainnya, caspase-8 juga dapat

membelah ikatan pro-apoptosis, yang kemudian, melalui interaksi dengan Bax dan Bak,

translokasi pada mitokondria dan menyebabkan pelepasan sitokrom C (Cyt C) (lihat gambar

5.)8,26 Jalur ini dapat dihambat oleh protein FLIP, tidak menyebabkan pecahnya enzim pro-

caspase 8 dan tidak menjadi aktif.20,25

Jalur yang kedua dari jalur ekstrinsik ini adalah melalui jalur efektor sel T sitolitik. Sel

T sitotoksik dapat melepaskan granzim B dan perforin, suatu protein pembentuk pori. Granzim

B secara langsung dapat mengaktifkan caspase-3 melalui belahan tengah. Mekanisme ini juga

dapat memotong caspase-8. Setelah caspase-3 diaktifkan dimulailah rangkaian caspase yang

kemudian memotong protein substrat.15,26

18

Page 5: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

Jalur yang ketiga dari jalur ekstrinsik adalah jalur deplesi faktor pertumbuhan. Faktor

pertumbuhan diekspresikan oleh sel-sel yang berada disekitarnya. Bila sinyal faktor

kelangsungan hidup ini berkurang, akan memicu pelepasan Cyt C melalui aktivasi Bax dan

Bak. Selanjutnya Cyt C akan mengaktivasi jalur caspase yang selanjutnya memotong protein

substrat (Gambar 5).15

Gambar 5. menunjukkan skematis dari lima jalur berbeda yang terlibat dalam apoptosis.15

3.1.1.2 Jalur intrinsik

Sinyal apoptosis yang datang dari dalam sel biasanya berasal dari nukleus akibat

kerusakan DNA yang diinduksi irradiasi, obatan atau stres lainnya. Kerusakan DNA pada

kebanyakan kasus diakibatkan oleh aktivasi faktor transkripsi p53 yang mempromosikan

ekspresi anggota pro-apoptosis Bcl-2 dan supresi antiapoptosis Bc1-2 dan Bcl-XL. Organela

19

Gambar 1.

Page 6: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

lain selain mitokondria dan nukleus seperti retikulum endoplasmik (RE) dan lisosom juga

terlibat pada jalur sinyal apoptosis, dan juga nampaknya terdapat ratusan protein lainnya

mempunyai peranan dalam faktor jaringan pro-dan antiapoptosis.16,23

Jalur intrinsik pertama berasal dari mitokondria yang merespon sinyal stres fisik dan

kimia dengan melepaskan Cyt C.6 Mitokondria merupakan organela sel yang mengandung

genom 16 kb yang terbungkus membran dari dalam dan luar oleh sejumlah protein, termasuk

Cyt C, yang terletak di antara kedua membran ini. Cyt C merupakan bagian integral dari rantai

respirasi yang berada dan larut diantara membran luar dan dalam mitokondria. Mitokondria

berperan penting dalam meregulasi apoptosis, melalui lepasnya Cyt C, hilangnya potensial

transmembran mitokondria akibat gangguan oksidasi reduksi sel serta peran dari Bcl-2 pro dan

anti apoptosis.15,16

Faktor pertumbuhan dan sinyal lainnya dapat merangsang pembentukan protein anti

apoptosis. Protein anti apoptosis yang utama adalah: Bcl-2 dan Bcl-x, yang pada keadaan

normal terdapat pada membran mitokondria dan sitoplasma. Pada saat sel mengalami stres,

Bcl-2 dan Bcl-x menghilang dari membran mitokondria dan digantikan oleh pro-apoptosis

protein, seperti Bak, Bax, Bim. Sewaktu kadar Bcl-2, Bcl-x menurun, permeabilitas membran

mitokondria meningkat, beberapa protein dapat mengaktifkan kaskade caspase. Salah satu

protein tersebut adalah Cyt C yang diperlukan untuk proses respirasi pada mitokondria. 16,26

Jalur mitokondria ini terjadi oleh karena adanya permeabilitas mitokondria dan

pelepasan molekul pro-apoptosis ke dalam sitoplasma, tanpa memerlukan reseptor kematian.

Sinyal apoptosis di mitokondria termasuk pelepasan Cyt C dari ruang intermenbran

mitokondria ke sitosol berguna dalam pembentukan apoptosome yang mengandung Cyt C, . Di

dalam sitosol, Cyt C berikatan dengan protein Apaf-1 (apoptosis activating faktor-1) dan

mengaktivasi caspase-9. Apoptosom akan mengaktivasi caspase 9 yang merupakan inisiator

caspase lainnya yang selanjutnya akan memperantarai kaskade caspase melalui aktivasi

caspase-3. 16,26,27

Faktor proapoptosis mitokondria lainnya adalah Smac yang bekerja sebagai

penghambat IAPs penghambat aktivitas caspase. IAPs adalah keluarga protein dengan

aktivitas sebagai antiapoptosis dengan menghambat caspase secara langsung. Ekspresi IAP

dapat ditingkatkan responnya terhadap sinyal pertahanan seperti yang datang dari reseptor

growth factor, aktivasi dari transkripsi faktor NF-kB, yang berarti menekan sinyal apoptosis.

Antiapoptosis keluarga Bcl-2 seperti Bc1-2 dan Bc1-XL yang bekerja meniadakan aksi protein

20

Page 7: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

BH-3 seperti Bid, juga proapoptotis Bax dan Bak, selanjutnya dapat menghambat kejadian

proapoptosis mitokondria.16,26,27 Protein mitokondria lainnya seperti apoptosis inducing faktor

(AIF) memasuki sitoplasma dengan berbagai inhibitor apoptosis yang pada keadaan normal

berfungsi menghambat aktivasi caspase.15

Gambar 6. Jalur kematian Intrinsik yang diperantarai jalur mitokondria 15

Jalur kedua dari jalur intrinsik dapat berasal dari retikulum endoplasmik sekarang

dikenali sebagai suatu organel penting yang meregulasi jalur apoptotik intrinsik. RE merupakan

gudang kalsium intraselular utama, berfungsi untuk pelipatan protein yang tepat. Sinyal

apoptosis karena stres RE tergantung pada pelepasan kalsium, walaupun mekanisme pastinya

belum diketahui. Protein pengikat kalsium Annexin V telah terbukti diperlukan pada apoptosis

yang diinduksi stres RE.16

Jalur RE menginduksi apoptosis sebagai reaksi terhadap stres. Jalur apoptosis melalui

RE diisiasi dengan merangsang jalur mitokondria atau dengan langsung menargetkan inti sel.

Pada tikus, kedua caspase 7 dan 12 terkait dengan jalur ini. Caspase-12 diaktifkan sebagai

21

Page 8: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

respon terhadap sinyal stres seperti hipoksia. Inisiasi jalur ini berbeda, dilakukan dengan cara

berkumpul lebih lanjut ke hilir dengan mengaktivasi caspase-3. Efektor caspase-3 memotong

ICAD (inhibitor CAD) dan melepaskan dari CAD (caspase- DNAase diaktifkan). CAD

translocate dari sitoplasma ke nukleus dan sekarang dapat bertindak sebagai endonuklease aktif

dan fragmen DNA.15, 27,28

3.1.1.3 Eksekusi

Berbagai perangkat efektor kematian, misalnya enzim protease, nuklease dan

transglutaminase merupakan eksekutor yang menyebabkan fragmentasi berbagai struktur sel,

setelah sebelumnya didahului oleh rangkaian aktivasi kaskade kelompok enzim caspase,

kemudian terjadi aktivasi nuklease dan protease.16

Nuklease (endonuklease) memotong rantai DNA pada daerah internukleosom. Karena

setiap nukleosom besarnya 180-200 bp maka pemotongan tersebut menghasilkan fragmen

DNA yang panjangnya adalah kelipatan 180-200 bp menjadi unit-unit nukleosom. Degradasi

DNA setelah terjadi aktivasi caspase pada apoptosis terjadi melalui berbagai macam cara. Pada

elektroforesis DNA ini tampak sebagai DNA–ladder.16,27 Protease memfragmentasi protein dari

sitoskeleton dan berbagai struktur sel lainnya, sedangkan transglutaminase menyebabkan

crosslinkage dari berbagai struktur sel sehingga mengkerut.

Setelah sel menerima sinyal yang sesuai untuk apoptosis, selanjutnya organela-organela

sel akan mengalami degradasi yang diaktivasi oleh caspase proteolitik. Sel yang mulai

apoptosis, secara mikroskopis akan mengalami perubahan sebagai berikut: 16,29

a. Sel mengkerut dan lebih bulat, karena pemecahan proteinaseous sitoskeleton oleh

caspase.

b. Sitoplasma tampak lebih padat.

c. Kromatin mengalami kondensasi dan fragmentasi yang padat pada inti (pykotik).

Kromatin berkelompok dibagian perifer, di bawah membran inti menjadi massa padat

dalam berbagai bentuk dan ukuran.

d. Membran inti menjadi terputus (discontinue) dan DNA yang ada didalamnya pecah

menjadi frgamen-fragmen (karyoheksis). Degradasi DNA ini mengakibatkan inti

terpecah menjadi beberapa unit nukleosomal.

e. Membran sel memperlihatkan tonjolan-tonjolan yang tidak beraturan/blens pada

sitoplasma.

22

Page 9: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

f. Sel terpecah menjadi beberapa fragmen, yang disebut dengan apoptotic bodies

g. Apoptotic bodies ini akan difagosit oleh sel yang ada disekitarnya.

3.1.1.4 Pengangkatan sel yang mati (tahap eliminasi)

Sel yang mati pada tahap akhir apoptosis mempunyai suatu fagositik molekul pada

permukaannya (contoh: phosphatidylserine). Phosphatidylserine ini pada keadaan normal

berada pada permukaan kutosolik dari membrane plasma, tetapi pada proses apoptosis

tersebar pada permukaan ekstraseluler melalui scramblase. Molekul ini merupakan suatu

penanda sel untuk fagositosis oleh sel yang mempunyai reseptor yang sesuai, seperti

makrofag. Selanjutnya sitoskeleton memfagosit melalui engulgment pada molekul tersebut.

Pengangkatan sel yang mati melalui fagosit terjadi tanpa disertai dengan respon inflamasi.16,29

Gambar 7. Tahap eminasi, dimana apoptotic body dibersihkan oleh makrofag

3.2 Peran apoptosis pada patogenesis PPOK

23

Page 10: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

Secara singkat pada bab sebelumnya dikatakan bahwa makrofag alveolar yang diaktifkan

akan melepaskan elastase yang dapat menghancurkan jaringan paru yang mengalahkan

aktivitas antiprotease. 29,30 Namun karena banyaknya perokok dan pasien dengan inflamasi

parenkim paru yang berat, seperti pneumonia dan sindrom distress pernapasan (ARDS) tetapi

tidak secara bermakna berkembang menjadi emfisema, hipotesis ini mungkin tidak sepenuhnya

dapat menjelaskan hilangnya jaringan paru akibat rokok yang menginduksi emfisema.22,23

Pada awal tahun 1950, para peneliti mempelajari faktor potensial lainnya yang

berkonstribusi dalam patogenesis emfisema. Faktor pertama diduga akibat adanya

pemangkasan cabang arteri yang didapat pada spesimen patologis pasien emfisema. Para

peneliti mendapatkan kurangnya vaskularisasi paru pasien emfisema serta alveoli yang hampir

avaskular.22

Pada pasien PPOK terjadi peningkatan apoptosis sel epitel alveolar dan sel endotel paru

tetapi tidak diimbangi dengan peningkatan proliferasi. Hasil bersihan kerusakan jaringan paru

ini berkembang menjadi emfisema. Data penelitian pada hewan percobaan diduga terdapat

peran Vascular Endothelial Growth Faktor (VEGF) dalam induksi apoptosis sel struktural

paru. Sedangkan mediator lain apoptosis, seperti caspase-3 dan ceramide, bisa menyebabkan

apoptosis dan berkembang menjadi emfisema. 8

Liebow dkk, dalam penelitiannya mengemukakan hipotesis pertama tentang atropi

vaskular sebagai konsep emfisema. Sebelum menemukan hubungan antara emfisema panacinar

dengan defisiensi alfa-1-antitrypsin akibat genetik, berdasarkan pada pemeriksaan histologi

emfisema paru, mereka menunjukkan septa alveolar pada emfisema sentrilobular tampaknya

sangat tipis dan hampir avaskular. 8,22 Mereka menyatakan bahwa penipisan alveolar mungkin

akibat penurunan suplai darah. Mereka menganggap pengurangan pasokan darah melalui

pembuluh darah kecil prekapiler menginduksi hilangnya septa alveolar. 28,29 Beberapa peneliti

kembali pada perkembangan hipotesis awal vaskular dan emfisema, mengusulkan hilangnya

jaringan paru pada emfisema mungkin melibatkan hilangnya endotel kapiler dan sel epitel yang

progresif melalui proses kematian sel terprogram, apoptosis.30

Seperti halnya pada apoptosis yang berlangsung fisiologis, apoptosis yang terjadi dalam

patogenesis PPOK dapat terjadi melalui jalur intrinsik maupun ekstrinsik. Patogenesis

apoptosis pada PPOK melibatkan interaksi dengan mekanisme patogenesis lain. Apoptosis

dianggap bagian akhir dari patogenesis PPOK, dimana semua mekanisme patogenesis akan

berhilir pada apoptosis.

24

Page 11: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

3.2.1 Apoptosis sel endotel

Endotelium vaskular paru berfungsi sebagai penjaga pintu gerbang beredarnya sel

inflamasi dan sel efektor imunitas. Endotel vaskular juga berperan aktif dalam menjaga sistem

umpan balik sistemik dan lokal (parakrin), dengan cara mengelolah secara aktif sinyal-sinyal

mediator. Septa alveolar paru, (terdiri dari endotelium, epitel dan interstitium yang tipis)

membentuk penghalang udara-darah tempat terjadi pertukaran udara. Membran basal endotel

dan epitel tampaknya saling menyatu untuk memperluas lebih dari setengah perimeter panjang

kapiler, membentuk septum alveolar-kapiler. Septa ini adalah tempat yang ideal untuk transfer

udara karena luas permukaan yang tersedia maksimal untuk pertukaran udara dengan jarak

difusi yang minimal. Karena hubungan yang erat antara komponen septum, sel endotel yang

matur terus berinteraksi dengan sel epitel yang bersebelahan dalam mempertahankan struktur

alveolar. Endothelium-dependent growth of pulmonary vascular structures (vaskulogenesis)

terjadi selama fase awal pengembangan paru dan sangat penting dalam pembangunan struktur

paru-paru, khususnya alveoli fungsional. Hambatan vaskulogenesis/angiogenesis dapat

menurunkan perkembangan alveolarisasi paru. Karena hubungan yang erat antara komponen

septa, sel-sel endotel yang matur melanjutkan diri untuk berinteraksi dengan sel epitel

disebelahnya agar dapat menjaga struktur alveolus.22

Salah satu kunci yang berfungsi sebagai mediator dalam kontak antar sel-sel tersebut

untuk menjaga homeostasis septa adalah faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), suatu

mitogen yang poten dan sebagai faktor angiogenik yang terlibat dalam pengembangan dan

pemeliharaan sel endotel vaskular serta permeabilitas dan vasodilatasi vaskular. VEGF ini

disediakan dalam hampir semua jaringan, bertindak sebagai faktor kelangsungan hidup yang

ampuh untuk sel endotel, menghambat terjadinya apoptosis baik in vitro maupun in vivo.

VEGF memiliki dua reseptor tirosin kinase utama, VEGFR-1 (Flt1) dan VEGFR-2

(KDR/Flk1), yang terdapat pada sel endotel vaskular dan sel-sel hematopoietik, dengan

VEGFR-2 bertanggung jawab atas sebagian besar mitogenik, angiogenik dan permeabilitas

yang meningkatkan sifat VEGF.22,23

VEGF yang berlimpah diekspresikan dalam jaringan paru-paru normal, dimana tempat

utamanya adalah pada sel epitel alveolar dengan reseptor yang terdapat pada perbatasan sel

endotel. Selama pengembangan, ekspresi VEGF oleh jaringan mesenkim dan sel-sel epitel di

percabangan saluran napas memandu diferensiasi sel endotel dan angiogenesis, dan

menghambat VEGF di paru-paru menyebabkan kematian sel endotel paru. Septa alveolus

25

Page 12: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

sebagai lokasi komunikasi antar sel yang sangat tergantung dengan VEGF ini menyebabkan

perkembangan konsep baru dalam patogenesis pembesaran ruang udara pada PPOK. 22,23

3.2.1.1 Peran faktor pertumbuhan endotel dalam patogenesis PPOK

Ekspresi utama VEGFR-2 pada sel endotel septa alveolar diteliti lebih mendalam. Sel

epitel jalan napas mungkin memiliki peran penting dalam mengatur pemeliharaan struktur dan

fungsi pembuluh darah, serta perbaikan dan remodeling struktur alveolar melalui ekspresi

VEGF. VEGF bertindak sebagai faktor kelangsungan hidup potensial sel endotel, menghambat

apoptosis baik in vitro dan in vivo.22

Peningkatan apoptosis sel epitel sebagai tempat utama produksi VEGF, mungkin

dinilai sebagai sebab terjadinya penurunan ekspresi VEGF. VEGF berfungsi menginduksi

ekspresi protein antiapoptotik dan VEGF bertindak sebagai faktor kelangsungan hidup untuk

sel endotel. Jika jumlah VEGF berkurang dan sinyal transduksi melalui VEGF R2 terganggu,

maka sel-sel endotel alveolar bisa mati. Kegagalan mikrosirkulasi yang diakibatkan kerusakan

sel endotel lebih lanjut dapat menyebabkan kematian sel pneumosit, sehingga menambah

lingkaran setan kerusakan sel paru (Tsao dan rekan 2004).23,31

Yokohori dkk, (2004) juga menemukan sebagian kecil sel dinding alveolar mengalami

apoptosis dan proliferasi secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan emfisema pada

perokok dan bukan perokok asimtomatik. Pasien dengan emfisema juga menunjukkan

peningkatan indeks Bax yang bermakna. Diduga protein Bax yang berlebih ini terlibat dalam

proses apoptosis dinding sel alveolar. 22

Imai dkk, menjelaskan adanya peningkatan apoptosis sel (sel epitel alveolar, sel

endotel dan sel mesenkimal), serta peningkatan subunit caspase-3 yang diaktifkan (sebagai

salah satu caspase penting dalam apoptosis) pada jaringan paru penderita emfisema. Ekspresi

pro-apoptosis protein Bax dan Bad terdeteksi pada pasien emfisema, tetapi tidak terjadi pada

pasien kontrol. Anti-apoptosis protein Bcl-2 tidak terdeteksi baik kontrol normal atau jaringan

paru-paru penderita emfisema. Menariknya, peningkatan proliferasi sel ditemukan pada paru-

paru emfisematous.22,30

Penelitian Tuder dan Voelkel berisi serangkaian percobaan yang mengulang konsep

atrofi vaskular dari emfisema dengan sepenuhnya menggunakan pendekatan baru. Mereka

menjelaskan bahwa apoptosis sel endotel, diinduksi oleh hal yang menghambat faktor sinyal

kelangsungan hidup VEGF. Hambatan VEGF dapat menyebabkan penurunan vaskularisasi,

26

Page 13: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

menginduksi apoptosis sel alveolar dan menyebabkan pembesaran ruang napas, sebagai ciri

khas emfisema. Blokade Kronis reseptor VEGF in vivo (dengan inhibitor farmakologis spesifik

reseptor VEGF SU5416) pada tikus hanya 3 minggu menghasilkan kematian dinding sel

alveolar, pembesaran saluran napas dan pemangkasan cabang vaskular paru - semua tanpa

proses peradangan atau fibrosis.12,32 Kerusakan septa alveolar yang disebabkan oleh blokade

reseptor VEGF merupakan akibat dari peningkatan apoptosis sel alveolar dan bukan akibat

hambatan proliferasi selular normal. Pemberian caspase inhibitor akan mencegah apoptosis

kedua sel septa alveolar dan mencegah pembesaran ruang udara. Studi ini juga menunjukkan

bahwa emfisema dapat disebabkan oleh faktor non-inflamasi dan hambatan kronis reseptor

VEGF menyebabkan apoptosis sel endotel paru dan menjadi emfisema.28,29,32

Gerber dkk, menemukan bahwa pengobatan mencit dengan larutan protein chimeric

VEGFR2, efektif menetralkan VEGF dan mencegah pembesaran ruang udara. Sedangkan Tang

dkk, menemukan bahwa ablasi target VEGF paru pada tikus (dengan menggunakan strategi

transfeksi Cre-lox) mengakibatkan penurunan kadar baik VEGF maupun VEGFR2, seiring

kerusakan septa alveolar dan hilangnya elastisitas rekoil. Secara bersama-sama, studi ini

menunjukkan bahwa sinyal VEGF diperlukan dalam pemeliharaan struktur alveolar dan

blokade faktor ini menyebabkan sel endotel mati karena apoptosis, dan akhirnya terjadi

kerusakan parenkim paru menjadi emfisema.28,29,33

Apa relevansi hal ini dengan emfisema pada manusia? Menindaklanjuti studi hewan ini,

beberapa kelompok penelitian melakukan penelitian ekspresi VEGF pada pasien dengan

emfisema. Mereka menyatakan bahwa penurunan ekspresi VEGF dan/atau VEGFR2 juga

terlibat dalam emfisema pada manusia. Kasahara dkk, membandingkan jaringan paru pasien

emfisema dengan jaringan paru perokok sehat dan kontrol yang bebas asap rokok. Penelitian ini

mendapatkan adanya penurunan ekspresi mRNA protein, baik VEGF maupun VEGFR2 pada

paru-paru emfisema dibandingkan dengan kontrol perokok maupun kontrol yang bukan

perokok. Mereka juga menemukan adanya peningkatan apoptosis epitel dan sel endotel septa

alveolar pada emfisema paru dibandingkan dengan kontrol. Seperti halnya penelitian pada

hewan percobaan, blokade-VEGF menyebabkan apoptosis. Hal ini juga terlihat meningkat pada

emfisema paru pada penelitian manusia, tetapi tidak disertai dengan peningkatan inflamasi

yang berarti. Penelitian ini mendapatkan tidak dijumpainya tanda-tanda peradangan akut dan

kronis yang nyata pada daerah paru emfisematous yang mengalami apoptosis.22,34

27

Page 14: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

Dalam studi paralel, peneliti membandingkan tingkat VEGF, spirometri dan transfer gas

pada pasien dengan penyakit paru (PPOK dan kontrol sehat) menemukan tingkat penurunan

VEGF dahak pasien dengan PPOK dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, penurunan VEGF

pada pasien dengan PPOK yang emfisema berkorelasi dengan tingkat keparahan hambatan

aliran udara yang diukur dengan FEV1.22

Studi lebih lanjut yang membandingkan kadar VEGF dalam bilasan cairan

bronkhoalveolar (BALF) pasien dengan PPOK dan kontrol yang sehat, mencatat penurunan

tajam ekspresi VEGF baik pada pasien dengan penyakit paru dan perokok sehat dibandingkan

dengan sehat bukan perokok. Pada PPOK,sebelum berkembang menjadi emfisema terjadi

penurunan ekspresi VEGF hampir 10 kali lipat. 23,33

Selain itu, studi manusia telah menghubungkan terjadinya apoptosis pada sel epitel dan

endotel pada septa alveolar pasien dengan emfisema, terdapat korelasi tingkat apoptosis dengan

keparahan penyakit. Selanjutnya, studi yang membandingkan apoptosis sel paru antara kontrol

sehat, perokok sehat dan pasien PPOK telah menunjukkan peningkatan apoptosis sel paru pada

perokok kronis sebelum berkembang menjadi PPOK klinis. 23,29,34

Untuk lebih mengeksplorasi peran apoptosis dalam patogenesis emfisema penderita

PPOK, Aoshiba dkk, melakukan serangkaian penelitian in vivo dan in vitro menggunakan

bahan caspase-3 aktif (merupakan agen apoptosis langsung) dan nodularin (sebuah

serin/treonin inhibitor kinase yang menginduksi apoptosis caspase-dependent). Meskipun

pemberian secara langsung caspase-3 aktif tidak memiliki efek, tetapi pada pemberian

nodularin dan transfeksi sel epitel saluran udara dengan dosis tunggal caspase-3 aktif

menyebabkan apoptosis sel alveolar dan pembesaran saluran napas 2 jam awal setelah

pemberian, dengan efek awetan sampai 15 hari, terutama tanpa adanya inflamasi atau fibrosis.

Menggunakan zymography elastin in situ, penelitian tersebut menemukan peningkatan aktivitas

elastolitik pada BALF hewan percobaan 1 jam awal setelah perlakuan terlokalisasi apoptosis

sel-sel epitel. Transfeksi caspase-3 aktif dan pemberian nodularin, keduanya menyebabkan

hilangnya jaringan elastin dinding alveolar 6 jam awal setelah pemberian seiring dengan

peningkatan produk elastin yang larut dalam BALF. Studi-studi ini adalah yang pertama

memberikan bukti langsung bahwa apoptosis sel alveolar, tanpa inflamasi, dapat memicu

pelepasan elastase yang berarti yang cukup untuk menyebabkan kehancuran elastin dan

menjadi PPOK.22,34

28

Page 15: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

3.2.3 Apoptosis dan interaksi dengan patogenesis lain

Mekanisme patogenesis PPOK seperti disebutkan sebelumnya, melibatkan beberapa

mekanisme lain dalam pengembangannya yaitu: inflamasi, ketidakseimbangan proteinase anti-

proteinase dan oksidatif stres. Apoptosis berinteraksi dengan semua jalur, menambah

kompleksitas penyakit (Gambar 8). 12

3.2.3.1 Apoptosis dan inflamasi.

Hubungan antara apoptosis dan inflamasi telah diteliti pada beberapa kelompok

penelitian. Beberapa kelompok penelitian menunjukkan bahwa setidaknya pada hewan

percobaan, apoptosis dinding alveolar atau sel endotel sudah cukup menyebabkan emfisema

paru, bahkan tanpa akumulasi sel-sel inflamasi. 8,12

Dari beberapa penelitian penderita PPOK dan kontrol, didapatkan adanya hubungan

antara infiltrasi sel inflamasi dan interaksi antara sel inflamasi dan mekanisme apoptosis.

Makrofag alveolar penderita dengan PPOK diduga kurang efektif dalam memfagosit apoptosis

sel epitel saluran napas dibandingkan dengan kontrol. Hal Ini mungkin diperantarai oleh

adanya infiltrasi sejumlah neutrofil yang diaktifkan pada penderita PPOK. Telah menunjukkan

bahwa neutrofil elastase memotong reseptor phosphatidylserine pada makrofag, mengakibatkan

gangguan pembersihan sel apoptosis sel dan menyebabkan inflamasi terus berlanjut.8,12

Selain neutrofil dan makrofag, terdapat juga peningkatan limfosit CD8-T di paru

penderita PPOK. Sitotoksik CD8 T-sel ini bisa menyebabkan apoptosis sel epitel alveolar

melalui pelepasan perforins, granzim-B dan TNF-α. 12

29

Page 16: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

Gambar 8. Interaksi apoptosis dengan mekanisme patogenesis lain dalam PPOK, termasuk inflamasi, stres oksidatif dan ketidakseimbangan protease-antiproteinase. 1. Neutrofil elastase (NE) memotong reseptor phosphatidylserine pada makrofag, sehingga gangguan bersihan sel apoptosis dan inflamasi berlangsung terus menerus. 2. Sel T Sitotoksik CD8 + menyebabkan apoptosis sel epitel alveolar melalui pelepasan perforins dan granzim-B. 3. Degradasi membrane basalis (BM) oleh MMPs menyebabkan hilangnya sinyal bertahan hidup dan menginduksi apoptosis sel epitel. 4. Apoptosis juga mungkin akan dipengaruhi langsung oleh proteolitik yang merangsang sinyal kematian. MMP-7 sheds mengaktifkan Fas ligan (FasL) yang dihasilkan oleh sel epitel, sehingga mediasi apoptosis. 5. Stres oksidatif dapat menyebabkan penurunan kadar VEGF. Penurunan VEGF mengakibatkan apoptosis sel-sel endotelial alveolar. NE: elastase neutrofil; BM: membran basal; MMPs: metaloproteinase matriks; TIMP: jaringan inhibitor metaloproteinase; α1-AT: α1-anti-tripsin; FasL: Fas ligan; VEGF: faktor pertumbuhan endotel vaskular.12

3.2.3.2 Apoptosis dan ketidakseimbangan proteinase-antiproteinase

Peningkatan aktivitas proteolitik di paru penderita PPOK mungkin mendukung

terjadinya apoptosis dalam beberapa cara. Membran basalis sel paru mengandung sinyal yang

berfungsi untuk kelangsungan hidup sel. Bila terjadi degradasi membran basalis oleh matrik

metaloproteinase akan menyebabkan hilangnya sinyal kelangsungan hidup sehingga dapat

menginduksi terjadinya apoptosis. Apoptosis mungkin akan dipengaruhi oleh proteolitik yang

langsung menginduksi sinyal kematian. Proses apoptosis diinduksi juga oleh hilangnya kontak

antara sel-matriks yang sesuai (disebut Anoikis) yang terlibat dalam homeostasis jaringan

dengan mempertahankan jumlah sel epitel jaringan. 12,32

30

Page 17: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

Aoshiba dan rekan menyatakan bahwa adanya kaitan antara sel-matriks ekstrasel yang

memodulasi terjadinya apoptosis epitel bronkial. Selain itu, mereka melaporkan terdapat

aktivitas elastolitik pada apoptosis sel epitel paru pada tikus percobaan yang emfisema. Pada

penelitian ini juga menunjukkan bahwa simpanan MMP-7, aktivasi Fas ligan yang dihasilkan

oleh sel epitel, memediasi apoptosis. 12,33

3.2.3.3 Apoptosis dan stres oksidatif

3.2.4.3.1 Asap rokok dan peran oksidatif stres pada disfungsi endotel dan perkembangan

emfisema

Asap rokok kronis secara in vivo menyebabkan peningkatan apoptosis sel-sel endotel,

sel bronkial dan sel epitel alveolar dan makrofag alveolar. Ekstrak asap secara in vitro dapat

mengaktifkan caspase-3 dan menginduksi apoptosis pada sel endotel paru serta sel epitel

saluran napas. Asap rokok memicu apoptosis pada sel-sel melalui beberapa jalur termasuk

stres oksidatif langsung, VEGF, mitokondria dan kerusakan DNA inti sel, dan limfosit-

dependent atau sinyal reseptor TNF. 7,12

Stres oksidatif sudah lama dikenal memiliki peran dalam apoptosis dan terlibat dalam

pengembangan emfisema, tetapi juga memiliki peran penting dalam pemeliharaan sel normal.

Seperti diketahui, oksidan tidak hanya menyebabkan kerusakan sel dan kematian, tetapi juga

dapat memodulasi jenis kematian: apoptosis versus nekrotik. Stres oksidatif tampaknya

memiliki peran pada apoptosis yang diinduksi asap rokok yang selanjutnya berkembang

menjadi PPOK. Setiap kepulan asap mengandung selain molekul oksidan, juga banyak unsur

lain, termasuk nikotin, yang secara tidak langsung menimbulkan stres oksidatif. Dalam studi in

vivo menunjukkan bukti stres oksidatif, diukur dengan penanda lipid peroksidasi, termasuk

substrat asam-reaktif thiobarbituric dan 4-hidroksi-2-nonenal (4-HNE), pada paru-paru perokok

dan PPOK, dengan kadar yang berhubungan terbalik dengan tingkat keparahan penyakit yang

diukur dengan FEV1. Bahkan penanda peroksidasi lipid, DNA oksidasi dan protein oksidasi

juga terbukti meningkat dalam BALF dan jaringan paru perokok bahkan tanpa adanya PPOK.7

Tuder dkk, menerangkan bahwa stres oksidatif dapat menyebabkan apoptosis sel

endotel dan berlanjut menjadi PPOK dengan jalan menghambat VEGFR. Pada percobaan

mereka didapatkan bahwa apoptosis paru yang terjadi didominasi oleh stres oksidatif. Tetapi

setelah dilakukan hambatan proses apoptosis didapatkan berkurangnya penanda stres oksidatif.

Pada pemberian senyawa aktivitas antioksidan yang berfungsi mencegah perkembangan

31

Page 18: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

apoptosis sel alveolar, mempunyai reaksi umpan balik positif buat interaksi antara stres

oksidatif dan apoptosis. Pada kelompok percobaan tikus lain menunjukkan: apabila terdapat

gangguan ekspresi gen antioksidan, akan meningkatkan jumlah apoptosis septum sel alveolar

(terutama endotel dan epitel paru) dan akan berkembang menjadi emfisema dini dan luas

sebagai respon terhadap asap rokok.7,12

Superoksida dismutase mimesis dapat menghambat ekspresi penanda stres oksidatif

paru dan selanjutnya menghambat apoptosis sel septa alveolar. Inhibisi caspase, dikenal

sebagai agen penghambat apoptosis dan PPOK, juga menurunkan penanda ekspresi stres

oksidatif paru dan memperkenalkan kemungkinan bahwa apoptosis sendiri memberikan

kontribusi terhadap stres oksidatif. Hal ini menciptakan lingkaran umpan balik positif di mana

stres oksidatif menyebabkan apoptosis yang pada gilirannya selanjutnya apoptosis akan

meningkatkan stres oksidatif.7,12,29

Kanazawa dkk, menunjukkan hasil penelitian bahwa pada sputum penderita PPOK

didapatkan adanya peningkatan tingkat stres oksidatif dan kebalikannya terjadi penurunan

kadar VEGF. Perubahan ini meningkat seiring dengan tingkat keparahan penyakit. Hasil

temuan ini memperjelas hubungan antara ketidakseimbangan oxidan-antioxidan dan

homeostasis VEGF pada dinding alveolar paru penderita PPOK. Kanazawa berhipotesis bahwa

cedera sel epitel yang terjadi diperantarai oleh stres oksidatif menyebabkan penurunan kadar

VEGF paru, mengakibatkan perkembangan PPOK. Data ini jelas menunjukkan bahwa proses

apoptosis bukan proses yang berdiri sendiri pada perkembangan PPOK.7

Hubungan yang rumit antara asap rokok menginduksi stres oksidatif dan apoptosis sel

endotel secara jelas ditekankan dalam penelitian pada tikus. Kerentanan stres oksidatif

kemungkinan ditingkatkan oleh penghapusan genetik Nrf2, suatu faktor transkripsi yang

mengatur enzim antioksidan, sehingga meningkatkan risiko terjadinya apoptosis dan PPOK.7,12

Stres oksidatif secara langsung tidak mewakili satu-satunya hubungan antara asap rokok

dan apoptosis. Asap rokok juga turut mengatur ekspresi reseptor VEGF, mengurangi ekspresi

VEGF oleh sel epitel dan menghambat VEGF sebagai kelangsungan hidup sel endotel. Induksi

mitokondria dan kerusakan DNA akibat paparan asap rokok juga menginduksi apoptosis epitel

alveolar dan sel endotel. Akhirnya, asap rokok membangkitkan peradangan alveolar dengan

melepaskan sitokin seperti faktor nekrosis tumor α (TNF-α), interleukin 1B (IL-1B), IL-8,

leukotrin B4 (LTB4) dan faktor pertumbuhan transformasi β (TGF-β), yang telah terbukti

memberikan kontribusi terhadap kerusakan elastolitik paru PPOK.7,8,12

32

Page 19: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

Gambar 9. Asap rokok, stres oksidatif dan apoptosis dalam patogenesis PPOK. Oksidatif stres dari asap rokok menyebabkan apoptosis sel epitel alveolar dan penurunan ekspresi VEGF. Hal ini pada gilirannya menginduksi apoptosis sel endotel septum alveolar dengan pelepasan protease, penghancuran matriks ekstraselular (ECM) dan akhirnya unit alveolar hilang.7

Perkembangan dalam pemahaman tentang mekanisme kerusakan paru-paru pada PPOK

menunjukkan adanya mekanisme umpan balik positif yang melibatkan apoptosis, stres oksidatif

dan matriks proteolitik, yang bersama-sama dengan mediator inflamasi membanjiri mekanisme

pertahanan atau pemeliharaan sel endotel alveolar. Penelitian yang sedang berlangsung akan

mengidentifikasi mediator yang berpotensi kritis yang memiliki pranala dan memperkuat

proses-proses yang merusak, dan mungkin dapat muncul sebagai target utama intervensi

terapeutik dalam PPOK. Sebuah hubungan yang berpotensi pada pusat apoptosis sel endotel

yang dikaitkan dengan mediator sinyal inflamasi (TNF- α) dan generasi stres oksidatif adalah

ceramide. Ciramide merupakan suatu sinyal sphingolipid, dikenal sebagai mediator apoptosis

dan cedera jaringan pada organ yang berbeda yang telah terbukti sebagai mediasi blokade

reseptor VEGF-yang menginduksi emfisema pada PPOK dan stres oksidatif pada percobaan

mencit dan tikus.7

33

Page 20: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

Gambar 10. Menunjukkan skema apoptosis yang dipengaruhi penurunan VEGF dan dipengaruhi stres

oksidatif.25

3.2.5 Apoptosis diluar Paru

PPOK saat ini dianggap sebagai penyakit multi-komponen dengan manifestasi sistemik di

samping peradangan lokal paru.28 Di samping paru sebagai organ utama yang terkena penyakit,

PPOK juga sering disertai dengan kelainan sistemik.34 Pada PPOK terdapat gangguan

keseimbangan antara proses apoptosis dan regenerasi sel: sementara apoptosis struktur sel paru

berjalan pada pasien PPOK, beberapa sinyal apoptosis juga berlangsung pada sirkulasi sistemik

atau dalam otot rangka penderita PPOK. Pada PPOK terjadi kecenderungan peningkatan sel T

darah perifer sehingga kejadian apoptosis dapat dijelaskan. Peningkatan ini terlihat dari

peningkatan beberapa mediator lain yang terlibat dalam induksi apoptosis sel T, seperti TNF-

α/TNFR1, Fas dan TGFR.8 Para peneliti memberikan hipotesis bahwa meningkatnya apoptosis

sel T tidak seimbang dengan proses homeostasis, kerusakan mekanisme bersihan dan

pelestarian dari respon inflamasi. Takabatake dan rekan menjelaskan bahwa terdapat TNF-α

dan sTNF-R55 lebih tinggi serta terdapat peningkatan kadar R75 dalam sirkulasi penderita

34

Page 21: BAB III Peran Apoptosis Dalam Patogenesis PPOK-Terakhir

PPOK, sedangkan kadar serum Fas ligan yang terlarut (sFas-L), suatu penginduksi apoptosis,

dan kadar Reseptor Fas plasma yang larut (sFas), suatu penghambat apoptosis, tidak meningkat

pada pasien PPOK. 8,12 Peneliti lain menggambarkan terdapat peningkatan yang bermakna kadar

sFas dalam plasma penderita PPOK berat dibandingkan dengan penderita PPOK ringan atau

sedang, sedangkan sFas-L berada dalam batas normal.

Kelemahan otot perifer, akibat atrofi otot biasanya terlihat pada pasien PPOK.

Mekanisme yang mungkin terjadi adalah akibat aktivasi jalur apoptosis yang dapat

menyebabkan penurunan jumlah serat otot. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa

peningkatan apoptosis otot rangka terdapat pada pasien dengan PPOK yang memiliki indeks

massa tubuh rendah (BMI) dibandingkan dengan penderita PPOK dengan BMI normal.

Osteoporosis merupakan manifestasi sistemik lainnya pada penderita PPOK.

Mekanisme tepat yang terlibat belum diketahui dengan pasti. Belum jelas apakah apoptosis

memberikan peranan dalam terjadinya osteoporosis pada penderita PPOK. Sejumlah penelitian

terbatas yang telah dilakukan untuk melihat hubungan ini belum bisa mendapatkan

relevansinya. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar dapat melihat adanya apoptosis di

luar paru yang menyertai apoptosis pada paru penderita PPOK, serta melihat pentingnya

apoptosis dalam perkembangan manifestasi sistemik dalam perjalanan penyakit. 12

35