BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian...Data hasil wawancara dan penilaian DDST II pada...

27
27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Bogdan dan Tylor dalam Moleong (2010) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi kasus retrospektif. Pendekatan retrospektif (penelusuran ke belakang) digunakan untuk mengetahui kejadian-kejadian yang dialami oleh partisipan pada masa lalu. Dengan kata lain, efek berupa penyakit atau status kesehatan tertentu diidentifikasi pada masa kini, sementara faktor risiko (kausa) diidentifikasi dengan pertanyaan terkait masa lalu (Pratiknya, 1993). Alasan penulis menggunakan pendekatan studi kasus retrospektif adalah untuk mengetahui secara mendalam pengalaman KDRT yang dialami oleh ibu hamil di Kab. TTS. Selain itu, penulis juga melakukan penilaian DDST II (Denver Development Screening Test) untuk mengetahui dampak dari

Transcript of BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian...Data hasil wawancara dan penilaian DDST II pada...

  • 27

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Tipe Penelitian

    Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini

    adalah metode penelitian kualitatif. Bogdan dan Tylor dalam

    Moleong (2010) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai

    prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

    kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

    dapat diamati.

    Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

    studi kasus retrospektif. Pendekatan retrospektif (penelusuran

    ke belakang) digunakan untuk mengetahui kejadian-kejadian

    yang dialami oleh partisipan pada masa lalu. Dengan kata lain,

    efek berupa penyakit atau status kesehatan tertentu

    diidentifikasi pada masa kini, sementara faktor risiko (kausa)

    diidentifikasi dengan pertanyaan terkait masa lalu (Pratiknya,

    1993).

    Alasan penulis menggunakan pendekatan studi kasus

    retrospektif adalah untuk mengetahui secara mendalam

    pengalaman KDRT yang dialami oleh ibu hamil di Kab. TTS.

    Selain itu, penulis juga melakukan penilaian DDST II (Denver

    Development Screening Test) untuk mengetahui dampak dari

  • 28

    kekerasan dalam rumah tangga pada anak usia 0-6 tahun yang

    ketika masih janin ibunya mengalami KDRT.

    Data hasil wawancara dan penilaian DDST II pada

    bagian pembahasan, digeneralisasikan sesuai dengan konteks

    yang akan diteliti tanpa mengabaikan uniknya pengalaman,

    budaya dan latar belakang masing-masing (Moleong, 2010).

    3.2 Unit Analisa

    Fokus yang ingin dipahami dalam penelitian ini yakni

    KDRT pada ibu hamil berupa pelaku, penyebab, frekuensi, usia

    kehamilan saat terjadinya KDRT, jenis-jenis KDRT, respon ibu

    terhadap KDRT dan dampak KDRT terhadap ibu dan

    perkembangan anak usia 0-6 tahun di Kab. TTS.

    Tabel 3.1 Definisi dari Indikator Lapangan

    No. Indikator Definisi 1. Kekerasan dalam

    rumah tangga (KDRT)

    KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang mengakibatkan penderitaan fisik, seksual, psikologis dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman, pemaksaan, perampasan kebebasan yang terjadi dalam lingkungan keluarga atau rumah tangga.

    2. Pelaku KDRT Pelaku KDRT adalah orang terdekat yang memiliki hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian, anak dan pembantu rumah tangga yang melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga.

  • 29

    3. Penyebab KDRT Penyebab KDRT yaitu faktor yang memicu atau mengakibatkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

    4. Frekuensi KDRT Frekuensi KDRT adalah jumlah ulang terjadinya peristiwa kekerasan dalam rumah tangga dalam satu bulan.

    5. Usia kehamilan saat terjadinya KDRT

    Usia kehamilan saat terjadinya KDRT yaitu waktu keberadaan janin di perut ibu dalam hitungan bulan ketika peristiwa kekerasan dalam rumah tangga terjadi.

    6. Jenis-jenis KDRT Jenis-jenis KDRT yaitu rupa, macam atau bentuk tindak kekerasan dalam rumah tangga.

    7. Respon ibu terhadap KDRT

    Respon ibu yaitu setiap reaksi atau tingkah laku yang pada hakekatnya merupakan tanggapan atau balasan dari tindak kekerasan dalam rumah tangga.

    8. Dampak KDRT terhadap ibu

    Dampak KDRT yaitu akibat atau efek negatif yang timbul, baik efek fisik maupun psikologis dari KDRT terhadap ibu hamil.

    9. Perkembangan anak

    Perkembangan anak adalah bertambahnya kemampuan (skill) anak dalam struktur dan fungsi tubuhnya yang meliputi kemampuan personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar.

    10. Personal Sosial Personal sosial adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri anak dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.

    11. Motorik Halus Motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak dalam mengamati dan melakukan gerakan-gerakan yang melibatkan aktivitas otot-otot kecil.

    12. Bahasa Kemampuan bahasa adalah kemampuan dalam memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara dengan spontan.

  • 30

    13. Motorik Kasar Motorik kasar yaitu aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh.

    3.3 Partisipan Penelitian/Sumber Data

    Penelitian ini dilakukan di Kab. TTS. Pemilihan riset

    partisipan dilakukan dengan melihat karakateristik yang telah

    dibuat oleh peneliti. Adapun karakteristik partisipan yaitu

    sebagai berikut:

    1) Ibu yang pernah mengalami KDRT saat hamil;

    2) Anak usia 0-6 tahun yang ketika masih janin ibunya

    mengalami KDRT;

    3) Bertempat tinggal di Kab. TTS; dan

    4) Bersedia menjadi riset partispan.

    Berdasarkan karakteristik tersebut, dengan

    pertimbangan riset partisipan mampu melakukan komunikasi

    interpersonal secara langsung, maka peneliti mengambil lima

    orang ibu sebagai partisipan. Satu orang partisipan diambil

    atas rekomendasi dari salah satu LSM yang bergerak dalam

    membantu korban-korban KDRT (Sanggar Suara

    Perempuan/SSP) karena menurut informasi, partisipan ini

    mampu menceritakan masalah KDRT yang ia alami sedangkan

    empat orang lainnya dipilih dengan cara pendekatan

    kekeluargaan sehingga mereka dapat dengan leluasa

  • 31

    menceritakan kejadian KDRT yang mereka alami layaknya

    bercerita kepada keluarga.

    Dalam tahap pemilihan partisipan atau sumber data,

    hanya lima kasus yang diambil dengan alasan sebagai berikut:

    a. Ibu SL (36 tahun) dari desa Oinlasi, Kecamatan Mollo

    Tengah. Ibu SL mengalami KDRT ketika sedang

    mengandung anak keduanya. Diketahui ibu SL sering

    mendapatkan perilaku kekerasan seperti dipukul,

    ditendang, ditampar oleh suami selama hamil. Informasi

    awal ini didapat melalui pendekatan dengan ibu AL yang

    merupakan ibu kandung dari ibu SL.

    b. Ibu NN (38 tahun) dari desa Nobi Nobi, Kecamatan

    Amanuban Selatan. Ibu NN mengalami KDRT sejak

    kelahiran anak pertamanya dan berlangsung sampai ia

    melahirkan anak ketiganya. Diketahui saat mengandung

    anak ketiga, ibu NN mendapatkan perilaku kekerasan

    dari suaminya seperti dipukul, ditendang dan ditampar.

    Informasi awal ini didapat ketika peneliti melakukan

    pengambilan data di SSP dan atas rekomendasi dari

    SSP, peneliti kemudian mengambil ibu NN sebagai riset

    partisipan.

    c. Ibu YA (16 tahun) dari Kelurahan Nonohonis. Ibu YA

    mengalami KDRT pertama kali oleh kakak iparnya

  • 32

    sendiri. Saat itu ibu YA dipaksa untuk berhubungan

    dengan bapak PM (kakak ipar) sehingga ibu YA hamil di

    luar nikah. Saat bulan pertama kehamilannya, ibu YA pun

    tidak mengetahui kondisinya bahwa ia sedang hamil. Ia

    pun mendapatkan kekerasan dari kakak kandung

    perempuannya karena perasaan cemburu. Informasi awal

    ini didapat melalui pendekatan dengan ibu YS yang

    merupakan kakak ipar perempuan dari ibu YA.

    d. Ibu SS (36 tahun) dari desa Oepliki, Kecamatan

    Noebeba. Ibu SS mengalami KDRT ketika sedang

    mengandung anak kelimannya. Diketahui ibu SS sering

    mendapatkan perilaku kekerasan seperti dipukul,

    ditendang oleh suami selama hamil karena suami

    menginginkan anak laki-laki namun ibu SS belum

    memberikan anak laki-laki kepadanya. Informasi awal ini

    didapat melalui pendekatan dengan bapak DS yang

    merupakan kakak kandung dari ibu SS.

    e. Ibu HT (40 tahun) dari desa Oepliki, Kecamatan

    Noebeba. Ibu HT mengalami KDRT ketika sedang

    mengandung anak bungsunya. Diketahui ibu HT sering

    mendapatkan perilaku kekerasan seperti dipukul,

    ditendang dan diusir oleh suami selama hamil karena

    suami merasa ibu HT memiliki pria idaman lain. Informasi

  • 33

    awal ini didapat melalu pendekatan dengan bapak TS

    yang merupakan adik ipar dari ibu HT.

    3.4 Teknik Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dilaksanakan selama 3 bulan, dari

    tanggal 04 Agustus 2012 sampai 30 Oktober 2012. Sebelum

    mengambil data penelitian, peneliti meminta izin kepeda

    Pemerintah Kab. TTS melalui Badan Kesatuan Bangsa, Politik

    dan Persandian (Badan Kesbangpol). Peneliti diizinkan dengan

    diberikan surat izin penelitian ke beberapa instansi yang

    dijadikan sebagai tempat pengambilan data penelitian yaitu

    Bagian Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah Kab.

    TTS, SSP Kab. TTS, Dinas Kesehatan Kab. TTS, dan RSUD

    Kota SoE.

    Proses pengambilan data awal dilakukan dengan

    meminta data KDRT tahun 2007-2011 di Bagian

    Pemberdayaan Perempuan Sekretariat daerah Kab. TTS dan

    SSP Kab. TTS. Selain meminta data kekerasan, peneliti juga

    melakukan pengambilan data di Dinas Kesehatan Kab. TTS

    dan RSUD Kota SoE terkait dengan gangguan perkembangan

    anak di Kab. TTS. Atas rekomendasi dari SSP, peneliti

    kemudian mengambil satu klien SSP sebagai riset partisipan

  • 34

    sedangkan empat orang lainnya dipilih dengan cara

    pendekatan kekeluargaan.

    Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan

    wawancara mendalam, pengukuran antropometri, observasi,

    studi literatur dan penilaian DDST II yang dilakukan bersama-

    sama dengan menggunakan alat bantu berupa pedoman

    wawancara mendalam, lembar penilaian DDST II, kamera

    digital, tape recorder dan buku catatan penelitian.

    Pengumpulan data diawali dengan melakukan

    observasi umum dan wawancara pendahuluan untuk

    mengambil data mengenai identitas ibu dan anak, riwayat

    keluarga, riwayat tumbuh kembang anak, pola aktivitas ibu dan

    anak, status kesehatan ibu dan anak, status gizi ibu dan anak,

    pola asuh makan dan pola asuh kesehatan serta kesehatan

    lingkungan pada lima orang riset partisipan.

    3.4.1 Wawancara Mendalam

    Setelah melakukan wawancara pendahuluan,

    peneliti kemudian melakukan wawancara mendalam (In-

    depth Interview). Wawancara mendalam dilakukan

    dengan bantuan pedoman wawancara pada lima orang

    ibu yang selama hamil pernah mengalami KDRT.

    Wawancara mendalam ini digunakan untuk mendapatkan

  • 35

    data-data mengenai pelaku KDRT pada ibu hamil, faktor-

    faktor penyebab KDRT pada ibu hamil, frekuensi kejadian

    KDRT pada ibu hamil, umur kehamilan saat ibu

    mengalami KDRT, jenis-jenis KDRT pada ibu hamil,

    dampak KDRT pada ibu hamil serta respon ibu hamil saat

    mendapatkan KDRT.

    3.4.2 Pengukuran Antropometri

    Pengukuran antropometri dilakukan untuk menilai

    status gizi pada anak. Penilaian status gizi ini dilakukan

    karena perkembangan kognitif, personal sosial (Nilawati,

    2006), motorik (Sutrisno, 2003) dipengaruhi oleh status

    gizi. Penilaian ini menggunakan pengukuran antropometri

    berdasarkan umur yakni Berat Badan menurut Umur

    (BB/U), Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) dan Berat

    Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB). Setelah

    melakukan perhitungan, peneliti kemudian melakukan

    klasifikasi dengan melihat batas ambang dan istilah

    status gizi berdasarkan Antropometri menurut WHO

    (2005). Batas ambang dan istilah status gizi untuk indeks

    BB/U, TB/U, dan BB/TB dapat dilihat pada tabel berikut:

  • 36

    Tabel 3.2 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri Menurut WHO, 2005

    Indikator Status Gizi Keterangan

    Berat Badan menurut Umur (BB/U)

    Gizi Lebih Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk

    > +2 SD < -3 SD +2 SD < -2 SD s/d ≥ -2 SD -2 SD s/d ≥ -3 SD < -3 SD

    Sumber : Depertemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001.

    Sementara itu, untuk status gizi ibu saat hamil,

    peneliti mengkaji berat badan dan tinggi badan ibu

    selama trimester satu, dua dan tiga dengan melihat

    kembali buku kehamilan ibu ataupun melakukan

    pengambilan data di posyandu atau bidan tempat ibu

    melakukan pemeriksaan selama kehamilannya. Status

    gizi ibu ditentukan menggunakan rumus berat badan

    ideal ibu hamil yang dikembangkan oleh Ali (2009) yakni:

    Keterangan:

    BBIH : Berat badan ideal ibu hamil yang akan dicari

    BBI : Berat badan ibu sebelum hamil

    UH : Usia kehamilan dalam minggu

    BBIH = BBI + (UH 0,35)

  • 37

    0,35 (kg) : Tambahan berat badan dalam kilogram

    per minggu

    Selain digunakan untuk menilai status gizi pada

    ibu dan anak, pengukuran antropometri juga digunakan

    untuk menentukan angka kecukupan gizi pada ibu dan

    anak. Perhitungan angka kecukupan gizi (1) serta tingkat

    kecukupan gizi (2) menggunakan rumus sebagai berikut:

    (1)

    Keterangan:

    AKGi : Angka kecukupan gizi energi atau

    protein pada individu

    Ba : Berat badan individu yang ditimbang

    Bs : Berat badan rata-rata berdasarkan umur

    tertentu dan tercantum dalam DKG (Daftar

    Kecukupan Gizi)

    (2)

    AKGi : Ba x AKG

    Bs

    TKGi : AKGi x 100%

    AKG

  • 38

    Keterangan:

    TKGi : Tingkat kecukupan gizi individu

    AKGi : Angka kecukupan gizi energi atau protein

    pada individu

    AKG : Angka kecukupan gizi menurut DKG

    (3)

    Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal,

    dengan kategori:

    Tingkat konsumsi baik : > 100%

    Tingkat konsumsi kurang : 60% - 99%

    Tingkat konsumsi buruk : < 59%

    3.4.3 Penilaian DDST II (Denver Development Screening

    Test)

    Penilaian dilakukan dengan mengunakan formulir

    DDST II. Penilaian DDST II dilakukan pada anak yang

    ketika janin ibunya mengalami KDRT. Sebelum

    melakukan penilaian DDST II, peneliti melakukan tahap

    perkenalan dengan anak. Tahap perkenalan meliputi

    menanyakan nama, umur, ataupun aktivitas yang

    dilakukan setiap hari. Peneliti kemudian melakukan

    TKG rata-rata: TKG1 + TKG2 + TKG3 + TKG3 + TKG5

    5

  • 39

    pendekatan dengan anak sekitar 3 kali untuk masing-

    masing anak. Hal ini dilakukan agar anak mengenal

    peneliti dan merasa nyaman dengan peneliti.

    Pada saat melakukan pendekatan, peneliti

    mengajak anak untuk bermain bersama. Permainan yang

    dilakukan adalah beberapa item yang akan diujikan pada

    saat penilaian DDST II. Setelah anak merasa nyaman

    dengan peneliti, peneliti kemudian melakukan kontrak

    waktu dengan ibu atau pengasuh agar menyediakan

    waktu untuk dilakukan penilaian DDST II.

    Penilaian DDST II dimulai dengan menyiapakan

    alat-alat yang dibutuhkan yakni 1) alat peraga berupa:

    benang woll, kismis atau manik-manik, mainan yang

    berbunyi, balok kayu (kubus) yang berwarna, botol kecil,

    bell kecil, bola tenis, pensil warna, cangkir plastik dan

    kertas kosong, 2) lembar formulir DDST II, 3) panduan

    cara melakukan dan menilai perkembangan anak

    (Lampiran 10 dan 11).

    Langkah pertama penilaian DDST II yakni peneliti

    menuliskan nama, nomor urut, tanggal lahir, dan tanggal

    tes pada lembar formulis DDST II. Kemudian peneliti

    melakukan perhitungan umur anak dengan rumus

    sebagai berikut:

  • 40

    Anak dengan kelahiran normal

    Contoh 1:

    Th bln hari

    Tanggal test 08 7 15

    Tanggal lahir 06 3 10

    Umur anak 2 4 5

    Contoh 2:

    Th bln hari

    Tanggal test 08 6 12

    Tanggal lahir 05 8 28

    Umur anak 2 9 14

    Anak dengan kelahiran prematur

    Pada anak dengan kelahiran prematur, waktu empat

    minggu sama dengan satu bulan dan tujuh hari sama

    dengan satu minggu.

  • 41

    Contoh:

    1) Anak lahir prematur enam minggu sebelum taksiran

    partus,

    Th bln hari

    Tanggal test 08 8 20

    Tanggal lahir 08 6 1

    Umur anak 2 19

    6 minggu prematur 1 14

    Umur anak 1 5

    2) Apabila umur anak lebih dari dua tahun maka cara

    penilaian seperti anak kelahiran normal.

    Setelah menentukan umur anak, peneliti membuat

    garis dari atas ke bawah sesuai umur kronologis untuk

    memotong garis horizontal tugas perkembangan anak

    pada formulir DDST II.

    Sebelum melakukan penilaian, peneliti terlebih

    dahulu menjelaskan tujuan dilakukannya penilaian DDST

    II dan kegunaannya kepada ibu atau pengasuh. Setelah

    ibu mengerti, peneliti kemudian menanyakan kondisi fisik

    anak, apakah anak dalam keadaan sehat atau tidak agar

    mencegah terjadinya penyimpangan hasil karena kondisi

    anak yang tidak sehat. Apabila anak dalam keadaan

  • 42

    sehat, tidak merasa takut dan bersedia mengikuti

    penilaian DDST II maka kegiatan penilaian dapat

    dilanjutkan.

    Penilaian dilakukan dalam keadaan santai serta

    memberikan posisi yang aman dan nyaman bagi anak.

    Dengan membuat suasana tes menyenangkan bagi anak,

    penilaian dimulai dari item yang telah dicapai oleh anak

    kemudian dilanjutkan ke item lain terutama yang

    mendekati garis umur sampai semua item pada batas

    umur selesai. Ketika melakukan penilaian, peneliti

    memberikan nilai sesaat setelah anak melakukan item

    pada lembar formulir DDST II. Pemberian nilai yang

    dilakukan yaitu:

    a. “P” untuk Pass = Lulus

    Anak sukses melakukan item tersebut atau

    pengasuh melaporkan bahwa anak dapat melakukan

    item tersebut (khusus item yang bertanda L).

    b. “F” untuk Fail = Gagal

    Anak tidak dapat melakukan item dengan baik atau

    orang tua/pengasuh melaporkan bahwa anak tidak

    dapat melakukan item tersebut (khusus item yang

    bertanda L).

  • 43

    c. “NO” untuk No Opportunity = Tidak ada kesempatan

    Anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan

    item karena ada hambatan (khusus item yang

    bertanda L).

    d. “R” untuk Refusal = Menolak

    Anak menolak untuk mencoba item tersebut.

    Penolakan dapat dikurangi dengan mengatakan

    pada anak apa yang harus dilakukan (khusus item

    tanpa tanda L).

    e. “B” untuk By Report = Dengan bantuan orang tua

    Anak melakukan tes dengan bantuan orang tua.

    Apabila anak dapat melakukan berarti lulus (P)

    sedangkan apabila anak tidak dapat melakukannya

    berarti gagal (F).

    Langkah selanjutnya yaitu peneliti melakukan

    penilaian per item. Penilaian per item meliputi:

    a. Penilaian item “lebih” (advance). Nilai lebih tidak

    perlu diperhatikan dalam penilaian tes secara

    keseluruhan karena item biasanya hanya dapat

    dilakukan oleh anak yang lebih tua.

    b. Penilaian item “OK“ atau normal. Nilai tidak perlu di

    perhatikan dalam penilaian test secara keseluruhan.

    Nilai OK dapat diberikan pada anak dalam kondisi

    berikut:

  • 44

    1) Anak “gagal” atau “menolak” melakukan tugas

    untuk item di sebelah kanan garis usia. Kondisi

    ini wajar karena item di sebelah kanan garis

    usia pada dasarnya merupakan tugas untuk

    anak yang lebih tua.

    2) Anak “lulus”, “gagal”, atau “menolak”

    melakukan tugas untuk item di daerah putih

    kotak (daerah 25% - 75%). Jika anak lulus, hal

    ini dianggap normal. Sementara itu, jika anak

    tidak lulus maka anak dianggap normal karena

    masih ada rentang usia untuk belajar.

    c. Penilaian item P = peringatan (C=caution)

    Nilai “Peringatan” diberikan jika anak “gagal” atau

    “menolak” melakukan tugas untuk item yang dilalui

    oleh garis usia pada daerah gelap kotak (daerah

    75%-90%). Hal ini karena hasil riset menunjukkan

    bahwa sebanyak 75%-90% anak di usia tersebut

    sudah berhasil (lulus) melakukan tugas tersebut.

    Dengan kata lain, mayoritas anak sudah bisa

    melaksanakan tugas dengan baik.

    d. Penilaian item T = “Terlambat” (D = Delayed)

    Nilai “terlambat” diberikan jika anak “gagal” atau

    “menolak” melakukan tugas untuk item di sebelah kiri

    garis usia sebab tugas tersebut memang ditujukan

    untuk anak yang lebih muda. Seorang anak

    seharusnya mampu melakukan tugas untuk

    kelompok usia yang lebih muda, yang tentunya

    berupa tugas-tugas yang lebih ringan. Jika tugas

    untuk anak yang lebih muda tidak dapat dilakukan

    atau ditolak, anak tentu akan mendapatkan penilaian

    T (terlambat). Huruf T ditulis di sebelah kanan item

  • 45

    dengan hasil penilaian “terlambat”. Perlu diperhatikan

    bahwa ada dua macam T. Pertama, terlambat karena

    anak mengalami kegagalan (G). T jenis ini

    memungkinkan anak mendapat interpretasi penilaian

    akhir “suspek/gangguan perkembangan”. Kedua,

    terlambat karena anak menolak melaksanakan tugas

    (M). T jenis ini memungkinkan anak mendapat

    interpretasi penilaian akhir “Tak dapat diuji”.

    e. Penilaian item “Tak ada kesempatan” (No

    Opportunity). Nilai “NO” ini tidak perlu diperhatikan

    dalam penilaian tes secara keseluruhan. Nilai “tak

    ada kesempatan” diberikan jika anak mendapat skor

    “NO” atau tidak ada kesempatan untuk mencoba

    atau melakukan item.

    Contoh penilaian per item:

    a. Advance

    P

    b. OK/Normal

    F

    c. Caution

    F

    P

    R

  • 46

    d. Delayed

    F

    Langkah terakhir dari penilaian DDST II yaitu

    peneliti melakukan intepretasi hasil penilaian per item.

    Interpretasi hasil hasil penilaian per item yang dilakukan

    yaitu:

    a. Normal

    1) Tidak ada “delayed” dan maksimal satu “caution”.

    2) Tingkah laku baik pada saat dilakukan skrining.

    b. Abnormal (Gangguan Perkembangan)

    1) Bila didapati 2 atau lebih “delayed” pada 2 sektor

    atau lebih.

    2) Bila dalam 1 sektor atau lebih didapati 2 atau lebih

    “delayed” plus satu sektor atau lebih dengan satu

    “delayed” dan pada sektor yang sama tersebut

    tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan

    dengan garis vertikal usia.

    3) Rescreaning dilakukan dalam 1-2 minggu untuk

    mengesampingkan faktor-faktor yang

    memengaruhi penilaian seperti lemah, sakit dan

    takut.

  • 47

    c. Questionable (Meragukan)

    1) Bila pada 1 sektor didapati 2 “delayed” atau lebih.

    2) Bila pada 1 sektor didapati 1 “delayed” dan pada

    sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak

    yang berpotongan dengan garis vertikal.

    d. Untestable

    1) Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan

    hasil tes menjadi abnormal atau meragukan.

    2) Satu atau lebih skor “refusal” ada pada sebelah

    kiri garis umur atau lebih satu item “refusal” yang

    menyentuh garis umur pada daerah 75%-90%.

    3) Reascreaning dilakukan dalam 1-2 minggu untuk

    mengesampingkan faktor-faktor yang

    memengaruhi penilaian seperti lemah, sakit dan

    takut (Soetjiningsih, 1995).

    3.4.4 Observasi

    Peneliti melakukan observasi untuk melihat

    secara langsung kondisi kehidupan sosial (interaksi sosial

    dan aktivitas sosial) dari riset partisipan, melihat hal-hal

    yang kurang atau tidak diamati oleh orang lain khususnya

    orang-orang yang berada di lingkungan tempat riset

    partisipan tinggal. Dengan observasi, peneliti dapat

  • 48

    menemukan hal-hal yang sedianya tidak terungkap oleh

    responden dalam wawancara karena bersifat sensitif

    atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama

    keluarga (Sugiyono, 2009).

    3.4.5 Studi Literatur

    Peneliti mengumpulkan data sekunder berupa data-

    data dari Komisi Nasional Perempuan, Biro Pemberdayaan

    Perempuan Sekretariat Daerah Nusa Tenggara Timur,

    Bagian Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah

    Kabupaten Timor Tengah Selatan dan SSP Kab. TTS

    melalui laporan tahunan tentang angka kejadian kekerasan

    terhadap perempuan di Indonesia khususnya di Kabupaten

    Timor Tengah Selatan. Selain itu peneliti juga

    mengumpulkan data-data sekunder dari Dinas Kesehatan

    Kab. TTS dan RSUD Kota SoE tentang data gangguan

    perkembangan anak usia 0-6 tahun di Kab. TTS.

    3.5 Analisa Data

    Proses analisa data dimulai dengan penyusunan data

    wawancara pendahuluan mengenai identitas ibu dan anak,

    riwayat keluarga, riwayat tumbuh kembang anak, pola aktivitas

    ibu dan anak, status kesehatan ibu dan anak, status gizi ibu

  • 49

    dan anak, pola asuh makan dan pola asuh kesehatan serta

    kesehatan lingkungan pada lima orang riset partisipan. Data

    yang telah disusun kemudian diketik dikomputer agar hasil

    dokumentasi mudah dibaca oleh peneliti.

    Hasil wawancara mendalam dengan kelima orang riset

    partisipan dalam tape recorder kemudian diketik dalam

    transkrip wawancara. Untuk memudahkan pembuatan transkrip

    wawancara peneliti menggunakan istilah riset partisipan 1

    (RP01) sampai riset partisipan 5 (RP05) untuk subjek

    penelitian. Dengan menggunakan teknik coding, peneliti

    membuat code untuk setiap hasil wawancara mendalam dari

    setiap riset partisipan. Code menggunakan angka Arab diikuti

    istilah RP01 – RP05 untuk setiap pertanyaan dan pernyataan

    dalam transkrip wawancara misalnya 01 RP01. Angka 01

    menunjukkan pertanyaan atau pernyataan pertama yang

    diberikan sedangkan RP01 menujukan riset partisipan pertama.

    Setelah melakukan coding, selanjutnya transkrip wawancara

    tersebut dipelajari untuk pembuatan kategori, sub-tema dan

    tema sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

    Tema yang muncul yaitu gambaran kekerasan dalam rumah

    tangga pada ibu hamil dengan sub-tema antara lain pelaku

    KDRT pada ibu hamil, faktor penyebab KDRT pada ibu hamil,

    frekuensi KDRT pada ibu hamil, usia kehamilan saat ibu

  • 50

    mengalami KDRT, jenis-jenis KDRT pada ibu hamil, dampak

    KDRT pada ibu hamil, dan respon ibu hamil ketika mengalami

    KDRT.

    Selain pembuatan tema, peneliti juga melakukan

    skoring pada lembar DDST II dan melakukan interpretasi dari

    hasil skoring tersebut. Hasil interpretasi DDST II kemudian di

    kelompokan dan disajikan dalam bentuk tabel untuk masing-

    masing anak. Data hasil dokumentasi, pembuatan tema,

    interpretasi hasil penilaian DDST II dan observasi kemudian

    dilihat, dibaca dan dideskripsikan dalam bentuk narasi.

    3.6 Uji Keabsahan Data

    Uji keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi.

    Triangluasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

    memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yang telah

    didapat untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

    terhadap data itu. Teknik triangulasi yang akan digunakan ialah

    pemeriksaan sumber lainnya (Moleong, 2005).

    Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan

    mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang

    diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam

    penelitian kualitatif (Patton dalam Moleong, 2005).

  • 51

    Pada penelitian ini, triangulasi data dilakukan pada

    keluarga dalam hal ini kepada orang tua/mertua, kakak/adik,

    dan saudara ipar yang mengetahui kejadian KDRT yang

    dialami oleh riset partisipan. Triangulasi ini dilakukan pada

    waktu yang berbeda dengan menggunakan indikator

    pertanyaan yang sama dengan riset partisipan.

    3.7 Etika Penelitian

    Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan

    penelitian memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude)

    serta menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian (Jacob,

    2004). Prinsip-prinsip etika penelitian yang digunakan dalam

    penelitian ini yaitu:

    a. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for

    human dignity)

    Peneliti mempertimbangkan hak-hak dari riset

    partisipan untuk mendapatkan informasi yang terbuka

    berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki

    kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan

    untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian

    (autonomy).

    Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip

    menghormati harkat dan martabat manusia, adalah:

  • 52

    peneliti mempersiapkan formulir persetujuan riset

    partisipan (informed consent) yang terdiri dari:

    1) Penjelasan manfaat penelitian,

    2) Penjelasan kemungkinan risiko dan

    ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan,

    3) Penjelasan manfaat yang akan didapatkan,

    4) Persetujuan riset partisipan dapat menjawab

    setiap pertanyaan yang diajukan peneliti

    berkaitan dengan prosedur penelitian,

    5) Persetujuan riset partisipan dapat

    mengundurkan diri,

    6) Jaminan anonimitas dan kerahasiaan.

    b. Menghormati privasi dan kerahasiaan riset partisipan

    (respect for privacy and confidentiality)

    Setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu

    termasuk privasi dan kebebasan individu. Pada

    dasarnya penelitian akan memberikan akibat

    terbukanya informasi individu termasuk informasi yang

    bersifat pribadi. Sedangkan, tidak semua orang

    menginginkan informasinya diketahui oleh orang lain,

    sehingga peneliti memperhatikan hak-hak dasar individu

    tersebut. Dalam penelitian ini peneliti tidak menampilkan

    informasi mengenai identitas baik nama maupun alamat

  • 53

    lengkap riset partisipan untuk menjaga anonimitas dan

    kerahasiaan identitas riset partisipan. Sebagai

    pengganti identitas, peneliti menggunakan inisial untuk

    nama dan nama Desa atau Kecamatan sebagai alamat

    riset partisipan.

    c. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and

    inclusiveness)

    Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan

    dan adil. Untuk memenuhi prinsip keterbukaan,

    penelitian dilakukan secara jujur, hati-hati, profesional,

    berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor

    ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas,

    psikologis serta perasaan religius riset partisipan.

    d. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang

    ditimbulkan (balancing harms and benefits) (Milton,

    1999; Loiselle, Profetto-McGrath, Polit & Beck, 2004)

    Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan

    prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang

    bermanfaat semaksimal mungkin bagi riset partisipan

    dan dapat digeneralisasikan ditingkat populasi

    (beneficence). Peneliti meminimalisasi dampak yang

    merugikan bagi riset partisipan (non-maleficence).