BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......3 SMP YBPK-4, Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) dan...

34
30 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PELAKSANAAN PENDDIIKAN KARAKTER DI SMP YBPK 4 SURABAYA Pada dasarnya setiap lembaga pendidikan berfungsi bukan hanya untuk mengasah pengetahuan tetapi juga menanamkan nilai-nilai positif bagi perkembangan karakter peserta didiknya. Hal ini seharusnya juga terlihat dari sejarah dan perkembangan lembaga pendidikan tersebut, visi dan misi, bahkan sampai pada program-program maupun kegiatan yang dilaksanakan. Bab ini berisi tentang deskripsi dan analisa mengenai hasil penelitian terhadap pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK 4 Surabaya mulai dari gambaran umum; profil sekolah; pemahaman kepala sekolah, staff, pendidik dan peserta didik tentang pendidikan karakter serta pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK 4 Surabaya. III.1. Gambaran Umum SMP YBPK 4 Surabaya SMP YBPK 4 yang beralamat di jalan Menganti Wiyung no 42-44, Surabaya merupakan bagian dari kecamatan Wiyung, Surabaya. Kecamatan Wiyung terletak diantara 6 o LU- 7 o LS dan 112 o BB-107 o BT, pada ketinggian 5 m dari permukaan air laut, tepatnya 7 pal dari kota Surabaya ke arah barat laut. 1 YBPK merupakan singkatan dari Yayasan Badan Pendidikan Kristen. 1 GKJW Jemaat Wiyung, Mengenang Perjalanan Sejarah dan Perkembangan Gereja Kristen Jawi Wetan Jemaat Wiyung, (Surabaya: GKJW Wiyung; 2012), 1.

Transcript of BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......3 SMP YBPK-4, Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) dan...

  • 30

    BAB III

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PELAKSANAAN PENDDIIKAN

    KARAKTER DI SMP YBPK 4 SURABAYA

    Pada dasarnya setiap lembaga pendidikan berfungsi bukan hanya untuk mengasah

    pengetahuan tetapi juga menanamkan nilai-nilai positif bagi perkembangan karakter peserta

    didiknya. Hal ini seharusnya juga terlihat dari sejarah dan perkembangan lembaga

    pendidikan tersebut, visi dan misi, bahkan sampai pada program-program maupun kegiatan

    yang dilaksanakan.

    Bab ini berisi tentang deskripsi dan analisa mengenai hasil penelitian terhadap

    pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK 4 Surabaya mulai dari gambaran umum;

    profil sekolah; pemahaman kepala sekolah, staff, pendidik dan peserta didik tentang

    pendidikan karakter serta pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK 4 Surabaya.

    III.1. Gambaran Umum SMP YBPK 4 Surabaya

    SMP YBPK 4 yang beralamat di jalan Menganti Wiyung no 42-44, Surabaya

    merupakan bagian dari kecamatan Wiyung, Surabaya. Kecamatan Wiyung terletak diantara

    6o LU- 7

    o LS dan 112

    o BB-107

    o BT, pada ketinggian 5 m dari permukaan air laut, tepatnya 7

    pal dari kota Surabaya ke arah barat laut.1 YBPK merupakan singkatan dari Yayasan Badan

    Pendidikan Kristen.

    1 GKJW Jemaat Wiyung, Mengenang Perjalanan Sejarah dan Perkembangan Gereja Kristen Jawi Wetan

    Jemaat Wiyung, (Surabaya: GKJW Wiyung; 2012), 1.

  • 31

    SMP YBPK 4 Surabaya berdiri di bawah naungan GKJW Wiyung Surabaya, dimana

    ide untuk mendirikan sekolah merupakan cara gereja menyatakan kesaksiannya di tengah-

    tengah masyarakat, sehingga eksistensi maupun peran gereja dapat dibaca oleh masyarakat

    yang ada di sekitarnya.2 Hal ini dilakukan agar gereja tidak teralienasi dan mengalienasi

    dirinya sendiri dari lingkungan sosialnya.

    III.2. Profil SMP YBPK 4 Surabaya

    Pada bagian ini penulis akan memaparkan dan menganalisa profil SMP YBPK 4

    Surabaya yang terdiri dari visi dan misi sekolah serta rencana kerja dan program kegiatan.

    III.2.1. Visi dan Misi Sekolah

    Adapun Visi SMP YBPK 4 Surabaya adalah menjadi lembaga pendidikan yang

    berkualitas, mandiri, berwawasan ilmu pengertahuan dan teknologi yang dilandasi nilai-nilai

    Kristiani.3 Misi yang dicanangkan untuk menunjang visi ini adalah

    4:

    1) Mewujudkan perangkat kurikulum yang lengkap dan berwawasan ke depan.

    2) Mewujudkan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan.

    3) Mewujudkan pendidikan yang menghasilkan lulusan yang cerdas, terampil, memiliki

    sikap kompetitif.

    4) Mewujudkan sikap taat, disiplin, tertib, tangguh, dan cakap.

    5) Mewujudkan penanaman nilai-nilai Kristiani yang dijadikan landasan perilaku.

    6) Mewujudkan sarana prasarana yang lengkap dan memadai.

    2 GKJW Jemaat Wiyung, Mengenang Perjalanan Sejarah dan Perkembangan Gereja Kristen Jawi Wetan

    Jemaat Wiyung, (Surabaya: GKJW Wiyung; 2012), 82. 3 SMP YBPK-4, Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) dan Rencana Kerja Sekolah (RKS) SMP YBPK-4,

    Surabaya Tahun 2014/2015-2018/2019. (Surabaya: SMP YBPK 4; 2015), 18. 4 Loc. Cit.

  • 32

    7) Mewujudkan pembiayaan pendidikan yang memadai, wajar dan adil.

    8) Mewujudkan tenaga pendidik dan kependidikan yang mampu, tangguh, dan professional.

    9) Mewujudkan manajemen berbasis sekolah yang tangguh.

    Pada dasarnya, visi dan misi merupakan nafas dan jantung dari seluruh kegiatan yang

    direncanakan maupun yang dilaksanakan oleh sekolah. Visi dan misi yang dipaparkan

    tersebut menunjukkan bahwa secara konseptual, sekolah telah berusaha untuk memberi

    perhatian pada seluruh aspek pendidikan. Bukan hanya bagi perkembangan pengetahuan dan

    keterampilan peserta didik, tetapi juga perhatian dalam menanamkan nilai-nilai Kristiani

    untuk membentuk karakter peserta didiknya.

    Pala menyatakan bahwa pendidikan karakter yang baik perlu direncanakan agar dapat

    dihayati dalam seluruh ide dan kegiatan yang dihasilkan.5 Perencanaan ini dapat

    dilaksanakan mulai dari penyusunan visi dan misi lembaga tersebut. Visi dan misi tersebut

    akan menjadi dasar dan akan menginstrusikan hal-hal lain yang juga mendukung

    terpenuhinya cita-cita lembaga.

    Penulis memandang bahwa dengan mencantumkan hal-hal yang berkaitan dengan

    penanaman nilai pada visi dan misi sekolah, SMP YBPK 4 Surabaya tidak hanya telah

    melakukan aktivitas perencanaan tetapi juga telah melakukan suatu upaya yang sengaja

    terhadap seluruh aspek pendidikan termasuk pada pendidikan karakter. SMP YBPK 4

    Surabaya bermaksud melakukan suatu upaya sengaja untuk memberi pengetahuan yang baik,

    menumbuhkan kecintaan terhadap hal-hal yang baik, dan mendorong peserta didiknya untuk

    melakukan yang baik. Hal ini juga sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Lickona dalam

    5 Aynur Pala, “The Need for Character Education”, dalam International Journal of Social Sciences and

    Humanity Studies, Vol 3, No 2, (2011): 27.

  • 33

    mendefinisikan pendidikan karakter.6 Dengan demikian, pendidikan karakter perlu

    diimplementasikan dalam tiga ranah yaitu kognitif dengan memberi pengetahuan, afektif

    dengan menumbuhkan keinginan atau kecintaan, dan psikomotorik dengan melakukan

    tindakan.

    Hasil penelitian dan intepretasi penulis tentang visi dan misi tersebut juga

    menunjukkan bahwa hal-hal atau nilai-nilai yang baik menurut sekolah tidak hanya bersifat

    religius, yakni bersumber dari agama, dalam hal ini agama Kristen, tetapi juga bersifat

    universal artinya dapat diterima di berbagai komunitas. Adapun nilai-nilai yang ingin

    dikembangkan oleh sekolah berdasarkan visi dan misi tersebut adalah disiplin, tertib,

    tangguh, cakap, taat, serta religius. Nilai-nilai tersebut merupakan implementasi dari inti

    karakter yang mencoba untuk memberi penguatan pada transendensi dan integritas.7

    Transendensi dikaitkan dengan nilai religius dan integritas seseorang yang ditunjukkan

    melalui sikap disiplin, tertib, tangguh, cakap, dan taat.

    Pendidikan karakter yang dilakukan oleh SMP YBPK 4 Surabaya meliputi beragam

    aktivitas. Visi dan misi yang tertera mengindikasikan bahwa kegiatan penanaman nilai-nilai

    yang dilakukan oleh sekolah kepada peserta didik merupakan suatu aktivitas untuk

    memberikan pengetahuan dan menumbuhkan perasaan moral. Tidak hanya berhenti pada

    pemberian pengetahuan dan menumbuhkan perasaan moral, kata “mewujudkan” yang

    dicantumkan pada misi sekolah menjelaskan bahwa sekolah juga mencoba memberikan

    wadah kepada peserta didiknya untuk melakukan tindakan nyata terhadap nilai-nilai yang

    telah diketahui. De Brainee menyatakan bahwa komponen-komponen dalam pendidikan

    6 Thomas Lickona, Character Matters, (New York: Touchstone, 2004), 5.

    7 Roslyn de Braine, “Leadership, Character and It’s Development: A Qualitative Exploration”, dalam SA

    Journal of Human Resource Management, Vol. 5, No.1, (2007): 3.

  • 34

    karakter terdiri dari pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral.8 Hal ini berarti

    bahwa pendidikan karakter yang dilakukan di SMP YBPK 4 Surabaya telah melibatkan

    komponen-komponen dalam pendidikan karakter.

    III.2.2. Rencana Kerja dan Program Kegiatan

    Berikut ini adalah rencana kerja SMP YBPK 4 Surabaya dalam kurun waktu 4 tahun

    ke depan yang terdiri dari9:

    1. Sekolah mengembangkan kurikulum 2013 setiap akhir tahun pelajaran.

    2. Sekolah mengembangkan silabus pembelajaran pada semua mata pelajaran di semua

    kelas setiap akhir tahun pelajaran.

    3. Sekolah mengembangkan strategi dan model pembelajaran yang berorientasi pada

    Contextual Learning.

    4. Sekolah mengembangkan pemetaan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator,

    substansi pelajaran, di semua kelas pada akhir tahun pelajaran.

    5. Sekolah mengembangkan pendidikan karakter dalam semua silabus mata pelajaran di

    semua kelas.

    6. Pada akhir tahun, sekolah mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

    semua mata pelajaran.

    7. Pada setiap akhir tahun pelajaran, sekolah mengembangkan sistem penilaian terpadu dan

    berkelanjutan pada semua mata pelajaran mulai dari kelas VII sampai dengan kelas IX

    pada setiap akhir tahun pelajaran.

    8 Ibid., 5.

    9 SMP YBPK-4, Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) dan Rencana Kerja Sekolah (RKS) SMP YBPK-4,

    Surabaya Tahun 2014/2015-2018/2019. (Surabaya: SMP YBPK 4; 2015), 19-21.

  • 35

    8. Sekolah mengembangkan profesionalisme pendidik.

    9. Sekolah meningkatkan kompetensi pendidik setiap tahun.

    10. Sekolah mengembangkan kompetensi TU setiap tahun.

    11. Sekolah mengembangkan kualitas tenaga pendukung laboran, pustakawan, dan TU.

    12. Sekolah mengembangkan supervisi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah terhadap kinerja

    pendidik dan TU setiap tahun.

    13. Sekolah mencapai standar proses, metode, dan strategi pembelajaran untuk semua mata

    pelajaran dengan kegiatan belajar-mengajar yang beroreantasi pada Contextual Teaching

    Learning setiap tahun.

    14. Sekolah mengembangkan strategi penilaian otentik (autentic assesment) pada semua

    mata pelajaran di semua kelas setiap tahun.

    15. Sekolah mengembangkan bahan dan sumber pembelajaran setiap tahun.

    16. Sekolah melaksanakan peningkatan dan pengembangan media pembelajaran.

    17. Sekolah memiliki standart ketuntasan minimal 75,00 untuk semua mata pelajaran.

    18. Sekolah meningkatkan perolehan kejuaraan lomba-lomba akademik dan non-akademik

    setiap tahun.

    19. Sekolah mengembangkan dan melengkapi sistem supervisi klinis dan non-akademik

    setiap tahun.

    20. Sekolah melaksanakan pengembangan semua standar nasional pendidikan.

    21. Sekolah memiliki program kerja “Networking” secara vertical dan horizontal yang

    bersinergis.

    22. Sekolah mengembangkan aspek manajemen untuk mengembangkan standart pengelolaan

    pendidikan.

  • 36

    23. Sekolah menciptakan usaha-usaha penggalian sumber dana halal dan tidak mengikat yang

    memungkinkan.

    24. Sekolah mengupayakan pemberdayaan potensi sekolah dan lingkungan masyarakat

    sekitar.

    25. Sekolah mengupayakan sistem subsidi silang.

    26. Sekolah mengembangkan lomba-lomba dan uji coba dalam peningkatan standar nilai.

    27. Sekolah mengupayakan penambahan alat atau sarana prasarana pembelajaran.

    28. Sekolah meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan keagamaan.

    29. Sekolah mengembangkan kegiatan pada bidang etika, tata karma, dan estetika.

    30. Sekolah mengupayakan kualitas dan kuantitas kegiatan intra dan ekstrakulikuler.

    31. Sekolah mengembangkan budaya malu, mutu, bersih, rapi, dan santun, serta saling

    menghargai sesama.

    32. Sekolah mengupayakan penambahan ruang dan pembelian tanah.

    Adapun program kegiatan yang dibuat berdasarkan rencana kerja untuk menunjang

    proses pendidikan khususnya pendidikan karakter oleh sekolah dapat dilihat berdasarkan

    tabel berikut ini,10

    NO PROGRAM KEGIATAN WAKTU PELAKSANAAN KETERANGAN

    1 Kegiatan Belajar- Mengajar Senin- Jumat Wajib

    2 Kegiatan Extra Kurikuler Jumat sepulang sekolah Wajib sesuai minat

    3 Upacara Bendera 17 Agustus dan 28 Oktober Wajib

    4 Lomba-lomba Agustus dan Oktober Wajib

    10

    SMP YBPK-4, Buku Panduan Akademik, (Surabaya: SMP YBPK 4; 2015), 23.

  • 37

    5 Pentas seni dan Jalan sehat Juni Wajib melibatkan

    orang tua dan

    masyarakat sekitar

    6 Ibadah rutin (persekutuan) Senin-Jumat Wajib

    7 Ibadah Paskah Akhir Maret Wajib

    8 Ibadah Natal Desember Wajib

    9 Ibadah Ujian Nasional (UN) Sehari sebelum UN Wajib bagi kelas IX

    10 Retreat Satu tahun satu kali Wajib

    11 Bakti sosial Paskah dan insidentil (sewaktu-

    waktu saat terjadi bencana)

    Wajib

    12 Parenting (Pertemuan orang tua) Satu tahun 2 kali Wajib bagi orang tua

    13 Workshop Satu tahun 2 kali Wajib

    14 Jumat sehat dan bersih Setiap jumat, satu bulan sekali Wajib

    Tabel 3.1 Data program kegiatan SMP YBPK 4, Surabaya.

    Pada dasarnya, baik rencana kerja maupun program kegiatan yang telah disusun

    sekolah merupakan implementasi dari visi dan misi yang tertera sebelumnya. Penulis melihat

    bahwa ada keterkaitan antara visi dan misi dengan rencana kerja dan program kegiatan yang

    dibuat oleh sekolah, misalnya misi mewujudkan penanaman nilai-nilai Kristiani yang

    dijadikan landasan perilaku diimplementasikan dalam rencana sekolah untuk meningkatkan

    kualitas dan kuantitas kegiatan keagamaan. Hal ini semakin terlihat dalam program kegiatan

    ibadah yang cukup sering diselenggarakan oleh sekolah.

  • 38

    De Brainee mengungkapkan bahwa pendidikan karakter terdiri dari elemen-elemen

    yang dapat mendukung seseorang pada tataran praktis.11

    Elemen-elemen tersebut terdiri dari

    kepemimpinan, integritas, kerajinan, empati, kesetiaan, optimisme, keadilan, belas kasihan,

    cinta, humor, disiplin diri, ketekunan, percaya diri, kemanusiaan, pemahaman diri, inisiatif,

    hati nurani, kreatifitas, dan spiritualitas.

    Penulis melihat bahwa pada dasarnya seluruh program kegiatan yang ada telah

    mendukung elemen-elemen pendidikan karakter. Elemen kepemimpinan dapat ditunjukkan

    melalui elemen upacara bendera dan lomba-lomba. Elemen integritas, kerajinan, ketekunan,

    inisiatif, percaya diri, dan kreatifitas dapat ditunjukkan melalui kegiatan belajar mengajar dan

    kegiatan ekstrakurikuler. Elemen empati, belas kasihan, hati nurani, cinta dapat ditunjukkan

    melalui kegiatan bakti sosial dan jumat bersih, elemen pemahaman diri, kesetiaan, dapat

    ditunjukkan melalui kegiatan retreat. Elemen humor dapat ditunjukkan melalui kegiatan

    lomba. Penulis berpendapat bahwa elemen yang paling kuat terlihat dalam program kegiatan

    tersebut adalah spiritualitas. Indikasi terhadap hal tersebut ditunjukkan dengan kuantitas dan

    kualitas pelaksanaan ibadah di SMP YBPK 4 Surabaya yang diimplementasikan dalam

    berbagai kegiatan yang ada. Hal ini disebabkan oleh komitmen sekolah yang mendasarkan

    seluruh proses pendidikannya pada nilai-nilai kristiani, sebagaimana yang tercantum dalam

    visi maupun misinya.

    Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sekolah telah menyadari spiritualitas sebagai

    salah satu hal yang paling esensial dalam karakter. Inti dari karakter adalah kebajikan, dan

    kebajikan dapat ditunjukkan melalui spiritualitas yang baik. Dengan demikian, pembentukan

    spiritualitas yang berkualitas mampu mendukung pelaksanaan pendidikan karakter.

    11

    Roslyn de Braine, “Leadership, Character and It’s Development: A Qualitative Exploration”, dalam SA

    Journal of Human Resource Management, Vol. 5, No.1, (2007): 6.

  • 39

    Pembentukan spiritualitas dapat dilihat melalui seluruh kegiatan yang diselenggarakan dan

    tidak dibatasi pada pelaksanaan ibadah saja.

    III.3. Pemahaman Kepala Sekolah, Staff, Pendidik, dan Peserta Didik tentang

    Pendidikan Karakter

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada berbagai pemahaman yang diungkapkan

    tentang karakter dan pendidikan karakter. Karakter merupakan tabiat, watak, budi pekerti

    yang dapat dilihat melalui dalam sikap dan tindakan sehari-hari. 12

    Karakter juga merupakan

    sikap atau tingkah laku yang menandai kepribadian seseorang.13

    Karakter biasanya dikaitkan

    dengan hal-hal sosial yakni dalam kaitanya dengan relasi sosial.14

    Lebih spesifik lagi,

    karakter dapat di deskripsikan sebagai ciri khusus yang melekat pada diri seseorang yang

    muncul dalam sikap maupun tindakan orang tersebut.15

    Penyataan-pernyataan yang beragam

    mengenai pendidikan karakter dari seluruh stakeholders sekolah tersebut dapat disimpulkan

    melalui dua hal, pertama karakter dipahami sebagai ciri yang menandai seseorang. Ciri ini

    dipahami bisa sebagai watak, tabiat, budi pekerti, bahkan kepribadian. Kedua, ciri khusus

    tersebut kemudian terimplementasi melalui tindakan. Karakter dapat dinyatakan melalui

    perilaku, sikap, yang dapat dilihat dan dinilai oleh orang lain.

    12

    Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku Kepala Sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 13

    Hasil wawancara dengan Ir. Diana Sartika selaku Tata Usaha atau karyawan sekolah pada tanggal 28 Agustus

    2015. 14

    Hasil wawancara dengan Rita Yulia Hardiyanti, S. Pd selaku guru Bahasa Indonesia dan Wakil Kepala

    Sekolah bagian kesiswaan. Pada tanggal 27 Agustus 2015. 15

    Hasil wawancara dengan tehnik Focus Group Discussion (FGD) pada beberapa siswa yakni Marcella (Kelas

    VII), Deviliana (Kelas VIII), dan Yeremia (Kelas IX). Pada tanggal 27 Agustus 2015.

  • 40

    Ryan dan Bohlin menyatakan bahwa karakter merupakan ciri khusus yang menandai

    kehidupan seseorang.16

    Ciri khusus ini dikatakan terukir artinya menyatu dengan kepribadian

    dari orang tersebut, sehingga karakter merupakan pengembangan dari kepribadian.

    Secara umum penulis melihat bahwa baik kepala sekolah, pendidik, staff, maupun

    peserta didik sulit mendefinisikan karakter, namun mereka memahami yang dimaksud

    dengan karakter. Pemahaman itu adalah dasar bagi pelaksanaaan, karena pemahaman

    tersebut akan menginstruksikan upaya-upaya yang perlu dilakukan.

    Pendidikan karakter didefinisikan sebagai suatu program yang secara sistematis

    diselenggarakan untuk menanamkan nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan, sesama,

    dan lingkungan.17

    Pendidikan karakter pada dasarnya berusaha mengarahkan peserta didik

    kepada kebaikan.18

    Unsur yang paling penting dalam pendidikan karakter adalah

    keteladanan.19

    Keteladanan mengajarkan kepada peserta didik untuk mengetahui dan meniru

    hal-hal atau nilai-nilai yang baik dan menyadarkan peserta didik untuk terus menggali

    potensi-potensi kebaikan yang ada dalam dirinya.20

    Pendapat-pendapat yang tertera di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter pada

    dasarnya memiliki aspek-aspek pembelajaran yang dapat terlihat melalui penanaman nilai,

    pengarahan, dan keteladanan. Hal yang terpenting dalam pembelajaran karakter berdasarkan

    pernyataan-pernyataan tersebut adalah keteladanan. Oleh sebab itu, penulis berasumsi bahwa

    upaya pendidikan karakter seharusnya dapat menjadi lebih maksimal apabila sekolah sebagai

    lembaga pendidikan berusaha untuk menciptakan suasana pembelajaran karakter yang efektif

    16

    Kevin Ryan dan Karen E. Bohlin, Building Character in School. (San Fransisco: Jossey-Bass, 1999), 5. 17

    Hasil Wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku Kepala Sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 18

    Hasil Wawancara dengan Mutiara Panji Ivana, S. T selaku guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Wali kelas

    IX B, dan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum. 19

    Hasil wawancara dengan Yeremia selaku murid kelas IX pada tanggal 26 Agustus 2015. 20

    Hasil wawancara dengan tehnik Focus Group Discussion (FGD) pada beberapa siswa yakni Marcella (Kelas

    VII), Deviliana (Kelas VIII), dan Yeremia (Kelas IX). Pada tanggal 27 Agustus 2015.

  • 41

    dan kondusif, bukan hanya melalui diskusi-diskusi tentang masalah moral, tetapi juga dengan

    membangun suatu budaya atau menjadikan lembaganya sebagai komunitas yang mendukung

    dan mempengaruhi peserta didik melalui keteladanan, sehingga peserta didik senantiasa

    mendambakan kebaikan dan berusaha melakukannya.

    Lickona menegaskan bahwa pembangunan karakter melalui keteladanan memiliki

    kekuatan untuk menunjang kualitas observasi peserta didik tentang karakter yang baik.21

    Keteladanan dapat membantu peserta didik untuk memahami arti dari kedewasaan secara

    moral, meskipun usia mereka belum dewasa. Hal ini didukung juga oleh Berkowitz yang

    menyatakan bahwa keteladanan dapat membantu peserta didik untuk memahami arti dari

    kedewasaan secara moral.22

    Peserta didik pada umumnya memiliki usia yang masih muda,

    karena itu mereka membutuhkan orang yang dewasa secara moral sebagai contoh.

    Keteladanan merupakan suatu metode untuk menjelaskan kedewasaan secara moral tanpa

    perlu memberikan penjelasan, karena peserta didik yang melihat keteladanan itu, yang akan

    memberi penjelasan tentang apa yang baik, sesuai dengan yang diteladankan.

    Penulis melihat bahwa pada dasarnya baik kepala sekolah, pendidik, dan karyawan

    perlu menjadikan dirinya sebagai partner bagi peserta didik. Pelaksana harus melihat peserta

    didik dengan sudut pandang yang sama dalam memandang dirinya sehingga dapat memberi

    teladan guna melaksanakan pendidikan karakter. Dengan demikian, peserta didik dapat

    merasakan kepedulian dari seluruh stakeholders sekolah pada dirinya yang terimplementasi

    melalui pemberian teladan.

    21

    Thomas Lickona dan David Streight (Editor), Parenting for Character: Five Experts, Five Practices,

    (Oregon: CSEE, 2008), 34. 22

    Wouter Sanders, “The Meaning of Role Modeling in Moral and Character Education” dalam Journal of

    Moral Education, vol. 42 No. 1, (2013): 39.

  • 42

    Deskripsi dan analisa tentang pemahaman pendidikan karakter akhirnya

    memunculkan suatu kebutuhan akan pelaksanaan pendidikan karakter. Hasil penelitian ini

    juga menunjukkan bahwa pendidikan karakter memiliki signifikansi bagi SMP YBPK 4

    Surabaya, yang akan penulis paparkan melalui poin-poin berikut ini:

    a. Peserta didik SMP YBPK 4, Surabaya berada pada usia krusial dimana pengaruh negatif

    lebih mudah untuk dicerna. Hal ini nampak dari pernyataan berikut ini,

    “Pendidikan karakter itu penting sekali karena sekarang pengaruh internet, game

    online, dan lingkungan pergaulan sering membuat saya tergoda untuk mencoba

    hal-hal yang buruk. Kalau sekolah membuat (menyelenggarakan kegiatan yang

    mendukung) pendidikan karakter, saya bisa membedakan mana yang lebih baik

    dan berusaha untuk melakukan yang saya anggap lebih baik itu.”23

    Peserta didik SMP YBPK 4, Surabaya adalah remaja yang pada usianya mengalami masa

    transisi sehingga mudah sekali tergoda dengan berbagai hal termasuk hal yang negatif.

    Pada masa transisi, mereka mengembangkan dirinya dengan cara mencoba-coba (trial

    and Eror).24

    Oleh sebab itu, penulis menemukan bahwa pendidikan karakter memiliki

    signifikansi bagi peserta didik, terutama saat mereka hendak mengambil keputusan dan

    menyikapi berbagai hal negatif di sekitarnya.

    b. Dunia saat ini sedang mengalami masa krusial dimana kemerosotan moral merajalela.

    Muslich melalui bukunya “Pendidikan Karakter Menjawab tantangan krisis

    multidimensional” menganalisa bahwa munculnya faktor-faktor yang menyebabkan

    kemerosotan moral perlu dipahami lebih luas sebagai suatu krisis dalam berbagai segi.

    Bangsa ini pada dasarnya mengalami suatu krisis multidimensional akibat pengaruh

    23

    Hasil wawancara dengan Yeremia selaku murid kelas IX pada tanggal 26 Agustus 2015. 24

    Daniel Nuhamara, Pendidikan Agama Kristen (PAK) Remaja, (Bandung: Jurnal Info Media, 2010), 76-78.

  • 43

    globalisasi dan modernisasi.25

    Hal ini berarti bahwa pendidikan karakter adalah suatu

    upaya yang dilakukan untuk memfungsikan kembali pendidikan sehingga dapat

    menghasilkan generasi-generasi yang cerdas dan baik, yang mampu menyikapi isu

    negatif yang ada di sekitarnya dengan cara yang benar. Frasa “memfungsikan kembali

    pendidikan” bermaksud untuk menjelaskan bahwa selama ini banyak anggapan keliru

    yang berkembang tentang pendidikan. Pendidikan hanya dianggap sebagai cara untuk

    mentransfer ilmu pengetahuan saja.26

    Dengan demikian, melalui analisa ini, penulis juga

    menemukan bahwa pendidikan karakter adalah salah satu cara untuk membangkitkan

    kesadaran masyarakat tentang fungsi pendidikan yang sebenarnya, yang tidak hanya

    memberi pengetahuan dan ketrampilan, tetapi juga mengajarkan seseorang untuk

    memiliki karakter yang baik.

    III.4. Pelaksanaan Pendidikan Karakter di SMP YBPK 4, Surabaya dari Perspektif

    CEP

    Bagian ini berisi tentang deskripsi dan analisa pelaksanaan pendidikan karakter di

    SMP YBPK 4, Surabaya, mulai dari dasar pelaksanaan dan nilai-nilai yang dipromosikan,

    pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan karakter, strategi pelaksanaan pendidikan

    karakter, sampai pada peluang dan hambatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter.

    25

    Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab tantangan krisis multidimensional, (Jakarta: Bumi Aksara,

    2011), 2-3. 26

    Ali Maksum & Luluk Yunan Ruhendi, Paradigma Pendidikan Universal di Era Modern dan Post Modern,

    178.

  • 44

    III.4.1. Dasar Pelaksanaan dan Nilai - Nilai yang Dipromosikan

    Pada umumnya pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK 4 sudah dimulai

    sejak tahun 2008, karena sejak tahun 2008 telah dicanangkan visi misi sekolah yang salah

    satunya adalah menanamkan nilai-nilai kristiani dalam diri peserta didiknya.27

    Saat ini

    pelaksanaan pendidikan karakter didasarkan pada Kurikulum 2013. Kurikulum ini

    menghendaki diintegrasikannya pendidikan karakter dengan seluruh mata pelajaran yang ada,

    sehingga setiap mata pelajaran mengandung kompetensi karakter.28

    Jika dalam kompetensi inti telah distrukturkan nilai-nilai yang hendak dicapai dalam

    pendidikan karakter, maka dapat diketahui bahwa setiap materi pelajaran telah mengandung

    substansi pembelajaran karakter, sehingga pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK 4

    Surabaya tersusun secara sistematis berdasarkan pada nilai-nilai yang telah dirujuk oleh

    pemerintah. Meskipun begitu ada juga nilai-nilai inti rujukan sekolah.

    “...Disini nilai yang paling utama disiplin, selain itu jujur, religius, toleransi,

    kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, dan rasa ingin tahu, dan satu lagi

    cinta tanah air… Nilai-nilai itu dipilih berdasarkan hasil kesepakatan bersama

    dengan semua guru dan karyawan…29

    Hal ini juga dipertegas melalui statement berikut ini,

    “… justru itu sudah, dalam arti bukan karakter karyawan itu sendiri, tetapi

    karakter yang bersifat umum yang mengarah ke norma, kami diberi

    kesempatan untuk memberikan masukan nilai karakter yang seperti apa yang

    perlu ditambahkan dalam pelaksanaannya, kemudian itu dirumuskan secara

    normatif…30

    27

    Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku Kepala Sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 28

    Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dokumen kurikulum 2013, Jakarta: Kementrian Pendidikan dan

    Kebudayaan, 2012), 10. 29

    Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 30

    Hasil Wawancara dengan Ir. Diana Sartika selaku Tata Usaha atau karyawan sekolah pada tanggal 28

    Agustus 2015.

  • 45

    Pada dasarnya nilai-nilai inti yang dipromosikan oleh SMP YBPK 4 Surabaya adalah nilai

    yang didasarkan pada nilai bersama, yang akan menciptakan suatu budaya bersama yang

    telah disepakati oleh pihak-pihak yang terlibat, sehingga meskipun dasar pelaksanaan proses

    pendidikan karakter adalah kurikulum 2013, namun sekolah tetap memiliki nilai khusus yang

    menjiwai seluruh pelaksanaan proses belajar mengajar, sebagaimana yang tercantum dalam

    visi dan misi sekolah.31

    CEP menyatakan bahwa komunitas sekolah perlu mempromosikan inti etis dan nilai

    kinerja sebagai dasar karakter yang baik dalam proses pelaksanaan pendidikan karakternya.32

    Hal ini berarti pendidikan karakter yang baik memiliki dan mengimplementasikan inti

    karakter dalam proses pembelajaran yang dilakukannya. Inti karakter tersebut akan menjiwai

    seluruh proses pelaksanaan pendidikan karakter dan akan diserap dalam diri peserta didik.

    Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa SMP YBPK 4 Surabaya telah

    mengimplementasikan inti karakter ke dalam nilai-nilai seperti disiplin, jujur, religius,

    toleransi, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, dan cinta tanah air dalam

    pelaksanaannya. Pada bagian ini penulis menemukan ada perbedaan antara nilai-nilai inti

    yang tertuang dalam visi dan misi dengan yang ada pada pelaksanaanya.33

    Nilai-nilai yang

    diimplementasikan pada pelaksanaannya lebih banyak dari yang telah direncanakan. Dengan

    demikian, penulis mendapati bahwa SMP YBPK 4 Surabaya tidak hanya merencanakan

    untuk mempromosikan inti etis dan nilai kinerja, tetapi juga berusaha mengembangkan

    proses pembelajarannya sehingga semakin banyak nilai yang ditanamkan.

    31

    SMP YBPK-4, Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) dan Rencana Kerja Sekolah (RKS) SMP YBPK-4,

    Surabaya Tahun 2014/2015-2018/2019. (Surabaya: SMP YBPK 4; 2015), 18. 32

    Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, (USA: CEP, 2010), 2. 33

    Band. hal 33, hanya terdapat 7 nilai.

  • 46

    III.4.2. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Proses Pendidikan Karakter

    Pada dasarnya pihak-pihak yang dilibatkan oleh sekolah dalam pelaksanaan

    pendidikan karakter dibagi menjadi dua, yaitu pihak internal dan pihak eksternal. Adapun

    yang dimaksud dengan pihak internal adalah oknum-oknum yang menjadi anggota dalam

    komunitas sekolah tersebut, sedangkan pihak eksternal adalah oknum-oknum yang berada di

    luar lingkup sekolah.

    III.4.2.1. Pihak Internal

    Di sekolah, pelaksanaan pendidikan karakter telah didukung penuh oleh seluruh pihak

    internal mulai dari pimpinan sekolah/kepala sekolah, pendidik, dan seluruh karyawan. 34

    Hal

    ini sangat terlihat dari dilibatkannya seluruh pendidik, karyawan, petugas kebersihan, serta

    petugas keamanan SMP YBPK 4 Surabaya untuk melayani peserta didik dengan baik dan

    melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tata tertib peserta didik.35

    Hal ini juga tertuang

    dalam buku panduan akademik yang diberikan kepada peserta didik dan diketahui oleh orang

    tua.

    CEP menyatakan bahwa pendidikan karakter yang efektif akan terjadi jika sekolah

    mendorong kepemimpinan bersama dan memberi dukungan jangka panjang terhadap

    pendidikan karakter, selain itu staff sekolah merupakan komunitas belajar etika yang berbagi

    tanggung jawab untuk mendidik karakter dan mematuhi nilai-nilai inti yang sama dalam

    membimbing peserta didik.36

    Pada dasarnya, melalui pernyataan tersebut CEP tidak hanya

    berusaha untuk melibatkan semua pihak dalam pelaksanaan pendidikan karakter tetapi juga

    34

    Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku Kepala Sekolah, pada tanggal 29 Agustus 2015. 35

    SMP YBPK-4, Buku Panduan Akademik, (Surabaya: SMP YBPK 4; 2015), hal 33 dan hasil wawancara

    dengan Drs. Joko Prihanto selaku Kepala Sekolah, pada tanggal 29 Agustus 2015. 36

    Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 10-12.

  • 47

    mencoba membangun suatu budaya karakter dalam komunitas pendidikan yang mendukung

    pelaksanaan pendidikan karakter dengan melibatkan seluruh pihak dan menjadikannya

    sebagai tanggung jawab semua pihak.

    Penulis melihat bahwa dengan melibatkan seluruh stakeholders tersebut, SMP YBPK

    4, Surabaya telah memperluas sasaran dari pendidikan karakter yakni tidak hanya kepada

    peserta didik, tetapi kepada seluruh anggota sekolah. Penulis menganalisa bahwa budaya

    karakter dalam komunitas tersebut hanya bisa dibangun berdasarkan pola relasi yang saling

    mempengaruhi (dapat digambarkan dalam bentuk lingkaran), sehingga tidak ada hierarki

    antara staff, pendidik, dan peserta didiknya. Dengan demikian, setiap anggota dalam

    komunitas sekolah bukan hanya memiliki tanggung jawab untuk membentuk karakter peserta

    didiknya, tetapi juga membentuk karakternya sebagai bagian dari tanggung jawabnya

    terhadap komunitas karakter tersebut.

    Adanya keterlibatan seluruh pihak semacam ini dapat membuat peserta didik belajar

    untuk menghargai bukan hanya kepada para pendidik tetapi juga seluruh staff sampai kepada

    petugas kebersihan dan petugas keamanan. Hal ini terlihat pula dalam pernyataan berikut ini,

    “…ya, saya dekat dengan pak Likun (Petugas kebersihan), semua siswa dekat

    dengan pak Likun, bahkan kadang pak Likun suka dibantuin ngangkat

    kursi…37

    Pernyataan tersebut membuktikan bahwa rasa penghargaan dan kepedulian bahkan terhadap

    “orang kecil”, yang juga merupakan nilai-nilai dalam karakter dapat tumbuh melalui

    keterlibatan seluruh stakeholders.

    CEP menegaskan bahwa pendidikan karakter yang efektif dapat terjadi jika sekolah

    menciptakan suatu komunitas yang peduli.38

    Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan

    37

    Hasil wawancara dengan Yeremia selaku murid kelas IX pada tanggal 26 Agustus 2015.

  • 48

    sebuah komunitas yang membantu semua anggotanya agar dapat membentuk hubungan yang

    saling menghormati, yang mengarah pada kepedulian dan tanggung jawab terhadap satu

    sama lain.

    Penulis memandang bahwa budaya karakter yang diciptakan dalam komunitas

    sekolah telah membangkitkan rasa kepedulian dalam diri peserta didik. Kepedulian tersebut

    muncul karena adanya kepemimpinan bersama, sehingga peserta didik tidak membedakan

    kedudukan pendidik dan karyawan yang melayani di sekolah tersebut. Dengan demikian,

    penulis menemukan bahwa ada korelasi antara kepemimpinan bersama yang juga melibatkan

    seluruh karyawan dengan komunitas yang peduli tersebut.

    III.4.2.2. Pihak eksternal

    Sejauh ini, sekolah juga telah berusaha untuk mengikutsertakan keluarga dan

    masyarakat yang merupakan pihak eksternal sebagai mitra dalam upaya pembangunan

    karakter. Hal ini dapat ditunjukkan dalam berbagai kegiatan yang ada, seperti parenting

    dimana topik yang umumnya didiskusikan berbicara tentang nilai-nilai dalam karakter,

    pentas seni dan jalan sehat yang dapat diikuti oleh orang tua dan seluruh warga yang ada di

    sekitar sekolah.39

    Kegiatan-kegiatan semacam ini membangkitkan dukungan dari masyarakat

    di sekitar sekolah melalui berbagai kegiatan seperti ikut serta dalam penataan panggung dan

    menjadi peserta jalan sehat. Kegiatan pentas seni dan jalan sehat yang diselenggarakan secara

    terbuka dapat memberikan pelajaran kepada peserta didik mengenai nilai-nilai kerukunan,

    kerja sama, dan kepedulian. Warga gereja juga sering terlibat secara langsung melalui

    38

    Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 8. 39

    Band. hal 37-38. Program kegiatan menunjukkan bahwa parenting, pentas seni , dan jalan sehat merupakan

    upaya sekolah membangun mitra pendidikan karakter dengan keluarga dan masyarakat. Hal ini didukung pula

    dengan hasil wawancara Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015.

  • 49

    penyediaan sarana prasarana sekolah demi menciptakan suasana yang kondusif dalam proses

    belajar mengajar, dan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial sekolah sebagai bentuk

    dukungan terhadap pendidikan karakter.40

    Kegiatan semacam ini dilakukan untuk

    menyadarkan peserta didik bahwa mereka juga merupakan bagian dari masyarakat.

    Pala menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter perlu didukung oleh

    semua pihak.41

    Meskipun pendidikan karakter merupakan suatu kegiatan yang

    diselenggarakan oleh sekolah, sekolah juga perlu menyadari bahwa pendidikan karakter

    seharusnya juga menjadi usaha bersama seluruh masyarakat, termasuk keluarga bahkan

    komunitas iman. Hal ini juga di dukung oleh CEP yang menyatakan bahwa sekolah

    melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya membangun

    karakter.42

    Untuk membangun karakter dengan maksimal maka lingkungan sosial yang ada di

    sekitar peserta didik perlu dilibatkan.

    Hasil penelitian dan teori tersebut menjelaskan bahwa SMP YBPK 4 Surabaya telah

    berusaha untuk membangun suatu komunitas belajar-mengajar yang berbasis pada karakter

    dengan melibatkan keluarga dan masyarakat sekitar, sehingga relasi yang tercipta dalam

    komunitas sekolah bersifat menyeluruh dan berkesinambungan. Menyeluruh berarti

    melibatkan seluruh pihak, mulai dari Kepala Sekolah, staff, pendidik, peserta didik, keluarga,

    sampai pada masyarakat sekitar. Berkesinambungan berarti menciptakan keselarasan

    pemahaman dan pelaksanaan pendidikan karakter, baik di rumah, sekolah, maupun

    lingkungan sekitar. Hal ini menjadi penting karena penelitian Elias membuktikan bahwa

    pelaksanaan pendidikan karakter yang baik membutuhkan suatu cara yang dapat

    40

    Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 41

    Aynur Pala, “The Need for Character Education” dalam International Journal Of Social Sciences And

    Humanity Studies, Vol 3, No 2, (2011): 27. 42

    Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 16.

  • 50

    merefleksikan tujuan pendidikan karakter dalam berbagai relasi, baik itu di sekolah, di

    rumah, maupun di lingkungan masyarakat.43

    Menurut Elias, relasi ini harus menjadi pola,

    sehingga peserta didik dapat memiliki gambaran menyeluruh mengenai nilai-nilai karakter

    yang membentuk dirinya.

    III.4.3 Strategi Pelaksanaan Pendidikan Karakter di SMP YBPK 4, Surabaya

    Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan strategi sebagai ilmu atau seni yang

    menggunakan semua sumber daya untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu.44

    Dengan

    demikian, strategi pelaksanaan pendidikan karakter merupakan ilmu atau seni yang terdiri

    dari berbagai cara yang dapat mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Pelaksanaan

    pendidikan karakter dapat berlangsung dengan baik apabila memiliki strategi yang baik pula.

    Berikut ini adalah berbagai strategi yang penulis temukan di SMP YBPK 4, Surabaya:

    a. Pendidikan Karakter yang Terintegrasi

    Pengintegrasian dengan seluruh kegiatan yang ada di sekolah merupakan strategi

    pelaksanaan pendidikan karakter yang dijalankan oleh SMP YBK 4, Surabaya. Bentuk

    integrasi yang dimaksud berupa penanaman nilai-nilai yang menyatu dengan substansi setiap

    mata pelajaran di kelas dan kegiatan-kegiatan lainnya.

    “…pendidikan karakter kami lakukan melalui proses belajar mengajar di

    dalam kelas, tidak hanya itu dalam kegiatan seperti ekstra kurikuler, ibadah,

    pentas seni, jalan sehat, bakti sosial, semua kegiatan…45

    43

    Maurice J. Elias, “The Character of Schools, the Character of Individuals, and the Character of Society:

    Creating Educational Policy to reflect this Inextricable Interconnection.” dalam KEDI: Journal for Educational and

    Policy, (2013):141-149. 44

    Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa indonesia: Edisi ke 3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002),

    1092. 45

    Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015.

  • 51

    Setiap pendidik dihimbau agar secara kreatif mengambil 5-10 menit waktu dalam proses

    belajar mengajar untuk memberi bimbingan, arahan, motivasi mengenai nilai-nilai yang

    hendak ditanamkan, baik itu nilai yang tercantum dalam kompetensi inti maupun nilai

    rujukan sekolah.46

    Contoh yang penulis dapatkan saat mengamati suasana belajar mengajar

    pada mata pelajaran IPA di kelas VII yaitu pendidik mengingatkan peserta didik menjaga

    kebersihan setelah melakukan kegiatan praktik. Pendidik bahkan memotivasi dan memberi

    pemahaman kepada peserta didik untuk selalu menjaga kebersihan sebagai bagian dari

    penghargaan dan kepedulian terhadap alam dan ilmu alam, terlebih lagi sebagai suatu sikap

    yang menghargai diri mereka sendiri.

    CEP menyatakan bahwa pendidikan karakter perlu dilakukan secara komprehensif

    dengan melibatkan pikiran, perasaan, dan perbuatan. Tidak hanya itu sekolah bahkan perlu

    mendorong peserta didik secara terus menerus untuk memotivasi diri agar bangga memiliki

    karakter yang baik.47

    Pada dasarnya kedua hal ini dapat dilakukan tanpa perlu membuat sesi

    khusus untuk membahas nilai-nilai yang ingin ditanamkan.

    Penulis berpendapat bahwa proses pendidikan karakter yang terintegrasi ini cukup

    menguntungkan karena jika diintegrasikan dengan semua kegiatan maka seluruh proses

    pemahaman, penghayatan, dan pengaplikasian yang berkaitan dengan pikiran, perasaan, dan

    perbuatan terjadi secara natural dan dapat bersinggungan langsung dengan mata pelajaran

    yang sedang dipelajari. Peserta didik dapat menyerap dua makna sekaligus yakni makna dari

    ilmu pengetahuan yang sedang dipelajari dan makna yang melandasi pengaplikasian ilmu

    pengetahuan tersebut. Hal ini secara otomatis dapat membuat peserta didik termotivasi untuk

    menjadi “orang pandai yang bijaksana”.

    46

    Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 47

    Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 4-8.

  • 52

    b. Pendidikan Karakter melalui Aktivitas Pembiasaan

    Tidak hanya mengintegrasikan pendidikan karakter dengan seluruh kegiatan sekolah,

    pendidikan karakter di SMP YBPK 4 Surabaya mengutamakan aktivitas pembiasaan. Penulis

    mengamati bahwa sekolah memberi kesempatan bagi peserta didik untuk melatih diri

    berkarakter baik. Tindakan-tindakan seperti mencium tangan pendidik saat bertemu,

    mengucapkan salam, mengambil sampah yang berceceran meskipun bukan miliknya, segera

    masuk kelas dengan tertib tanpa disuruh terlebih dahulu saat bel berbunyi, mengambil sikap

    doa yang baik saat hendak berdoa, menjadi kebiasaan dan budaya positif seluruh peserta

    didik SMP YBPK 4, Surabaya.

    Prinsip yang ke lima menurut perspektif CEP menjelaskan bahwa sekolah perlu

    memberi tempat kepada peserta didik untuk mempraktikkan tindakan moral. 48 Hal ini berarti

    bahwa peserta didik perlu mendapat banyak dan beragam kesempatan untuk bergulat dengan

    tantangan kehidupan nyata agar dapat mengembangkan karakter mereka dalam berbagai

    aspek seperti kognitif, emosional, dan perilaku.

    Hasil penelitian di atas menjelaskan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang dilaksanakan di

    sekolah merupakan cara sekolah untuk memberi tempat kepada peserta didik mempraktikkan

    apa yang baik. Ini berarti bahwa sekolah telah menjadikan dirinya sebagai “laboratorium

    hidup”, dimana peserta didik memiliki pengalaman yang akan menghantarnya memahami,

    merasakan, dan melakukan nilai-nilai kebaikan tersebut. Hal ini didukung juga oleh

    penelitian Saripudin & Komalasari yang berbicara tentang program pembiasaan sebagai salah

    48

    Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 8.

  • 53

    satu cara untuk menghidupi nilai-nilai di sekolah.49

    Dengan demikian, peserta didik dapat

    mempraktikan hal-hal yang baik secara langsung melalui aktivitas pembiasaan.

    c. Kesepakatan Bersama dalam Menciptakan Aturan Pembelajaran

    Hal yang menarik dalam proses pendidikan karakter di SMP YBPK 4, Surabaya

    adalah bahwa ada beberapa pendidik yang telah berinisiatif untuk mengedepankan

    kesepakatan bersama dalam menciptakan aturan pembelajaran seperti penyataan berikut ini,

    “….misalnya dalam hal ketertiban ya, yang biasanya terjadi itu

    terlambat, kalau terlambat lima menit dari waktu yang ditentukan, (Pk

    06. 45) empat puluh lima, harus ke bk dulu, kalo sudah sekian kali bisa

    mengikuti pelajaran tetapi di tempat tertentu, nah seperti itu, anak

    sudah diberitahu terlebih dulu dan itu sudah disepakati…50

    Pernyataan yang hampir sama juga dinyatakan oleh pendidik yang lain sebagai

    berikut,

    “ …kalo kesulitan ndak sih, mereka bisa diajak kerjasama, dari sisi

    siswanya ya mereka masih bisa, karena sejak awal ketemu saya sudah

    menawarkan, salah satu prasyarat kalo kamu mau ikut pelajaran saya,

    salah satunya kamu harus mau berproses, mau ditegur, diingatkan,

    aturan main dalam kelas juga dibahas, jadi ada kesepakatan di

    awal…51

    CEP berpendapat bahwa sekolah perlu menggunakan pendekatan

    pengembangan karakter yang bukan hanya komprehensif, disengaja, tetapi juga

    proaktif agar pendidikan karakter dapat berjalan dengan efektif.52

    Sekolah perlu

    berkomitmen untuk mengembangkan karakter dan melihat diri mereka sendiri melalui

    49

    Didin Saripudin & Kokom Komalasari, “Living Values Education in School Habituation Program and Its

    Effect on Student Character Development” dalam The New Educational Review, 51-61. 50

    Hasil wawancara dengan Rita Yulia Hardiyanti, S. Pd selaku guru Bahasa Indonesia dan Wakil Kepala

    Sekolah bagian kesiswaan. Pada tanggal 27 Agustus 2015. 51

    Hasil Wawancara dengan Mutiara Panji Ivana, S. T selaku guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Wali kelas

    IX B, dan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum. 52

    Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 4.

  • 54

    lensa karakter, kemudian menilai hampir semua hal yang terjadi di sekolah,

    khususnya bagaimana hal tersebut mempengaruhi karakter peserta didik, karena

    peserta didik memiliki posisi yang sama dengan seluruh pihak pelaksana pendidikan

    karakter. Dengan demikian, peserta didik juga dapat memiliki kesempatan yang sama

    untuk membangun pemahaman dan mengimplementasikan karakternya berdasarkan

    lensanya sendiri. Hal ini yang dimaksud dengan sikap pro aktif.

    Penulis melihat bahwa sikap demokratis yang dikembangkan oleh pendidik

    membuat proses pendidikan karakter menjadi lebih efektif. Sikap demokratis yang

    dibangun sejak awal oleh sekolah, dengan melibatkan seluruh pendidik dan staff saat

    hendak menentukan nilai inti bersama, menjadi hal positif yang juga dibawa dalam

    kelas, terutama ketika pendidik mengomunikasikan tentang aturan main dalam proses

    belajar mengajar. Penulis berpendapat bahwa hal ini dapat menjadi kekuatan

    pendidikan karakter yang dimiliki oleh SMP YBPK 4 Surabaya, jika semua pendidik

    melakukannya. Pendidikan karakter sesungguhnya adalah pendidikan yang

    mengarahkan seseorang menjadi manusia seutuhnya, oleh karena itu cara yang

    ditempuh juga perlu memperhatikan dan menghargai peserta didik sebagai manusia

    yang mampu berpikir, merasakan, dan bertindak secara mandiri. Membuat

    kesepakatan adalah cara yang tepat dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Pada

    dasarnya, hal ini tidak hanya membuat peserta didik menjadi pro-aktif bahkan lebih

    dari itu peserta didik merasa dihargai.

    d. Mengembangkan Spiritualitas untuk Menunjang Karakter

    Sejauh pengamatan penulis, SMP YBPK 4, Surabaya sangat memperhatikan

    perkembangan spiritualitas pendidik dengan memberi porsi yang cukup banyak terhadap

  • 55

    pelaksanaan ibadah. Ibadah dilakukan setiap hari, bukan hanya pada saat paskah dan natal,

    atau menjelang ujian. Sekolah menyediakan waktu khusus yang diberikan untuk

    melaksanakan persekutuan baik itu dengan wali kelas dan teman sekelas setiap hari Senin,

    Selasa, Kamis, dan Jumat, maupun ibadah gabungan SD-SMP YBPK 4 Surabaya yang

    dilaksanakan pada hari Rabu.53

    Selain ibadah, sekolah juga memprogramkan kegiatan seperti

    retreat setiap tahunnya agar peserta didik senantiasa ditantang untuk merefleksikan hal-hal

    yang kurang dan berkomitmen untuk memperbaikinya, selain itu peserta didik juga diberi

    kesempatan untuk mengimplementasikan iman melalui aksi sosial dan pengumpulan dana.54

    Penulis memandang perhatian sekolah terhadap spiritualitas peserta didik merupakan

    hal yang positif dan sangat penting. Dengan memperhatikan perkembangan spiritualitas

    peserta didik melalui kegiatan ibadah, retreat, dan memberi tempat bagi peserta didik untuk

    mengaplikasikan iman melalui aksi sosial, maka peserta didik akan terus menerus ditantang

    untuk berkomitmen sesuai dengan apa yang mereka imani, sehingga peserta didik secara

    tidak langsung tertolong untuk menemukan makna hidupnya.

    Menurut CEP, pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah perlu didukung melalui

    adanya suatu komunitas yang peduli serta kegiatan yang menantang dan mengarahkan

    peserta didiknya untuk menemukan makna hidup.55

    Sekolah yang berkomitmen untuk

    membentuk karakter akan berusaha untuk menjadi mikro kosmos dari masyarakat dengan

    menciptakan suatu masyarakat yang peduli dan adil. Oleh sebab itu, perlu disusun suatu

    kurikulum yang inheren, menarik, dan bermakna bagi peserta didik. Kurikulum ini

    diterapkan dengan cara yang menghormati dan peduli kepada peserta didik.

    53

    SMP YBPK-4, Buku Panduan Akademik, (Surabaya: SMP YBPK 4; 2015), 22 dan berdasarkan hasil

    wawancara dengan kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 54

    Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 55

    Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, hal. 8-10.

  • 56

    Berdasarkan hasil penelitian dan teori di atas, penulis menemukan korelasi antara

    spiritualitas dengan pembangunan karakter melalui pencarian makna hidup seseorang yang

    diimplementasikan melalui kepedulian. Stoyles memahami spiritualitas sebagai kapasitas dan

    keunikan, yang mendorong seseorang untuk bergerak melampaui diri sendiri mencari makna

    dan menyatu dalam keterhubungan dengan dunia kehidupan nyata.56

    Penulis melihat bahwa

    spiritualitas akan mengarahkan seseorang untuk mencari dan mengenali hubungan antara diri

    dan orang lain, dan menganggap hubungan ini sebagai ungkapan gerakan keluar dari batin

    dan diri sendiri untuk mencari makna dalam realitas kehidupan. Dengan demikian,

    sprititualitas yang baik dapat ditunjukkan melalui berbagai cara termasuk menjadi orang

    yang peduli.

    e. Kedisiplinan yang Tersistem

    Strategi pelaksanaan terakhir yang dilaksanakan oleh sekolah menurut pengamatan

    penulis adalah SMP YBPK 4 Surabaya mengutamakan kedisiplinan dan memberlakukan

    kedisiplinan tersebut secara sistemik.57

    Penulis mendefinisikan kedisiplinan yang tersistem

    sebagai strategi sekolah dalam melaksanakan kedisiplinan untuk pembangunan karakter

    melalui pembuatan aturan-aturan yang disusun secara terstruktur dan melibatkan keseluruhan

    stakeholders sekolah di bawah aturan tersebut dan berprosedur sesuai dengan aturan tersebut.

    Hal ini ditunjukkan bukan hanya melalui aturan yang tegas dan tertulis, tetapi juga melalui

    tindakan yang tegas dan seragam, khususnya kepada peserta didik yang bermasalah. Ini

    berarti bahwa setiap oknum yang terlibat dalam proses pendidikan karakter berada di bawah

    aturan yang sama serta melakukan prosedur sesuai dengan aturan tersebut secara serempak

    56

    Stoyles., Stanford.dkk, ”A Measure of Spiritual Sensitivity for Children.” dalam International Journal of

    Children’s Spirituality. Vol. 17, No. 3, (2012): 205. 57

    Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015

  • 57

    dan seragam. Pemberian sanksi atau hukuman kepada peserta didik selalu didasarkan pada

    prosedur yang berlaku sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan, dimana semuanya telah

    tercantum dalam Buku Panduan Akademik yang telah diberikan kepada orang tua. Tidak

    hanya sanksi atau hukuman, setiap peserta didik yang melakukan pelanggaran akan

    mendapatkan poin sesuai besar pelanggaran yang dilakukan.58

    Peserta didik yang mendapat

    poin besar akan diumumkan untuk menjadi peringatan karena hal ini dapat mempengaruhi

    kenaikan kelas.59

    Sekolah tidak hanya membuat suatu sistem poin bagi kedisiplinan tetapi

    juga mengadministrasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah peserta didik.60

    Di bawah ini merupakan tabel batas maksimal poin per jenjang kelas yang tercantum dalam

    Buku Panduan Akademik, dan yang akan diadministrasikan secara teratur jika terjadi

    pelanggaran,61

    No Kelas Batas maksimal poin

    1 VII 100 Poin

    2 VIII 80 Poin

    3 IX 75 Poin

    Tabel 4. 1 Batas Maksimal Poin Pelanggaran per Jenjang Kelas

    Penulis melihat bahwa strategi kedisiplinan yang tersistem ini sangat unik dan

    kontroversial. Hal ini disebabkan oleh adanya pandangan bahwa kedisiplinan selalu dikaitkan

    dengan hukuman. Secara umum bagi peserta didik kedisiplinan selalu dibayangkan dengan

    58

    SMP YBPK-4, Buku Panduan Akademik, (Surabaya: SMP YBPK 4; 2015), 32 dan berdasarkan wawancara

    dengan kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 59

    SMP YBPK-4, Buku Panduan Akademik, 32 60

    Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 61

    Ibid., 35.

  • 58

    tindakan yang keras dan tidak bersahabat.62

    Oleh sebab itu, pendidik yang menerapkan

    kedisiplinan dianggap tidak bersahabat. Pala mengemukakan bahwa pendidikan karakter

    tidak dapat berjalan dengan efektif dan kondusif apabila peserta didik melihat sikap pendidik

    yang tidak bersahabat.63

    Dengan demikian, kedisiplinan yang tersistem ini menjadi strategi

    yang bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh Pala.

    Pada dasarnya strategi kedisiplinan yang tersistem tidak tercantum secara eksplisit

    dalam perspektif yang dikemukakan oleh CEP. Menurut CEP, keterlibatan seluruh

    stakeholders sekolah memang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan karakter.64

    Keterlibatan yang dimaksud lebih difokuskan ke arah edukasi. CEP tidak menyebutkan

    mengenai peran aturan dalam perspektif tersebut dan bagaimana aturan tersebut diterapkan

    dan didukung oleh seluruh stakeholders sekolah.

    Meski tidak tercantum dalam perspektif CEP, penulis setuju bahwa ide ini sangat baik

    dan penting karena proses pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK 4, Surabaya telah

    menunjukkan hasil yang positif sehingga dapat dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal

    ini terbukti melalui pernyataan berikut ini,

    “… saya akan tetap sekolahkan cucu saya disini pak, karena di sini cucu saya

    menjadi semakin baik…65

    62

    Hasil wawancara dengan tehnik Focus Group Discussion (FGD) pada beberapa siswa yakni Marcella (Kelas

    VII), Deviliana (Kelas VIII), dan Yeremia (Kelas IX). Pada tanggal 27 Agustus 2015. 63

    Aynur Pala, “The Need for Character Education” dalam International Journal Of Social Sciences And

    Humanity Studies, Vol 3, No 2, (2011): 27. 64

    Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 16. 65

    Pernyataan tersebut diungkapkan oleh wali siswa yang sedang mengurus kekurangan data administrasi siswa

    yang baru saja pindah dari Bali. Selama 1 bulan bersekolah di SMP YBPK 4, Surabaya, siswa tersebut menunjukkan

    perubahan sikap yang cukup signifikan dibandingkan saat berada di sekolah lamanya. Percakapan ini tidak sengaja

    terdengar oleh penulis saat berada di ruang tunggu kepala sekolah.

  • 59

    Pernyataan di atas menunjukkan bahwa orang tua peserta didik dapat merasakan bahwa SMP

    YBPK 4, Surabaya mampu melakukan edukasi terhadap karakter peserta didiknya sehingga

    terjadi perubahan ke arah yang lebih baik.

    Penulis berasumsi bahwa penyebab keberhasilan dari pendidikan karakter di SMP

    YBPK 4 Surabaya terletak pada kedisiplinan yang tersistem. Kedisiplinan yang tersistem

    telah membawa pengaruh cukup kuat, sehingga peserta didik dapat merasakan sekolah

    sebagai komunitas pembentuk karakter. Menurut penulis, pendidikan karakter tanpa sebuah

    kedisiplinan akan menjadi pincang. Sebuah penelitian di Jakarta telah membuktikan bahwa

    setiap sekolah khususnya sekolah Kristen seharusnya menjadikan kedisiplinan sebagai dasar

    dari proses “pemuridannya” karena kedisiplinan pada dasarnya sangat berkaitan dengan

    manajemen sekolah sehingga baik pendidik maupun peserta didik dapat bertindak secara

    tepat manakala menghadapi masalah etika, moral, dan agama.66

    Penelitian tersebut

    menunjukkan bahwa sekolah yang menerapkan kedisiplinan mampu menghasilkan peserta

    didik yang berkarakter.

    Penulis melihat bahwa keunggulan dari kedisiplinan yang diterapkan di SMP YBPK

    4 Surabaya terletak pada kata “sistem”. Kedisiplinan yang tersistem membuat peserta didik

    dan pendidik akan tunduk dibawah aturan yang sama, yang telah diketahui, dan disepakati

    bersama, sehingga semua berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Sistem tersebut juga

    menyebabkan keseragaman penanganan yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik.

    Dengan demikian, peserta didik akan diarahkan untuk belajar taat, tertib, dan mampu

    mengendalikan ego demi kebaikan, keadilan, dan keteraturan bersama. Tidak hanya itu,

    peserta didik yang bermasalah dapat terpantau dengan baik karena didukung oleh sistem dan

    66

    Chang-Yau Hoon, “God and Discipline: Religious Education and Character Building in A Christian School in

    Jakarta”, South East Asia Research, Vol. 22 Issue 4, 2014, hal. 505-524.

  • 60

    administrasi yang memadai. Ini adalah ciri khas dari SMP YBPK 4 Surabaya yang dapat

    membedakannya dari sekolah yang ada di Jakarta, yang telah penulis paparkan di paragraf

    sebelumnya.

    III.4.4 Peluang dan Hambatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK

    4 Surabaya

    Penulis menemukan peluang dalam pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK 4

    Surabaya melalui pernyataan berikut ini,

    “…ya karna kami sekolah kecil, jadi memang sekolah ini sudah lama berdiri

    tapi tahun 2008 baru mau melangkah, jadi kita mengandalakan pendidikan

    karakter ini sebagai materi promosi ke masyarakat, karena setiap orang tua

    tidak hanya ingin anaknya jadi pintar saja tetapi juga jadi baik, karena kami

    belum punya prestasi apa-apa dalam kognitif, ya hanya pendidikan karakter

    yang bisa kami unggulkan. Jadi, umumnya orang tua menyekolahkan anaknya

    disini faktor utamanya ya karna karakter tadi, meskipun begitu, mutu kognitif

    tetap kami perhatikan tapi hasilnya masih kalah dengan karakternya…67

    Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK

    4, Surabaya tidak hanya telah berhasil membuat peserta didik menjadi lebih baik, namun

    pendidikan karakter juga memberi perspektif baru bagi kualitas sekolah. Hal ini semakin

    diperkuat melalui tabel berikut ini68

    :

    TAHUN AJARAN 2013-2014 2014-2015 2015-2016

    JUMLAH 120 anak 123 anak 130 anak

    Tabel 4. 2 Data Peserta Didik selama Tiga periode (Setelah pendidikan karakter)

    67

    Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. Tabel yang

    pertama adalah jumlah siswa saat uang pembangunan dikenakan sebesar Rp.1000.000,- dengan SPP sebesar Rp.

    150.000,- sedangkan tabel yang ke dua adalah jumlah siswa saat uang pembangunan dikenakan sebesar Rp.

    300.000,- dengan SPP Rp. 30.000,- 68

    Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015.

  • 61

    TAHUN AJARAN 2000-2001 2001-2002 2002-2003

    JUMLAH 87 anak 85 anak 90 anak

    Tabel 4. 3 Data Peserta Didik selama Tiga periode (Sebelum pendidikan karakter)

    Tabel tersebut menunjukkan adanya penambahan jumlah peserta didik setiap tahunnya

    setelah sekolah menyelenggarakan pendidikan karakter. Perubahan yang terjadi memang

    tidak terlalu signifikan namun apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum

    pelaksanaan pendidikan karakter, maka data menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini juga

    membuktikan bahwa memiliki karakter yang baik merupakan suatu kebutuhan dan bekal bagi

    masa depan, sehingga pelaksanaan pendidikan karakter secara serius dapat membawa

    manfaat bukan hanya bagi peserta didiknya, tetapi juga bagi lembaga itu sendiri.

    Adapun hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK

    4 Surabaya adalah,

    a. Signifikansi Pendidikan karakter belum disadari secara menyeluruh oleh seluruh

    pendidik.69

    Sekalipun substansi pendidikan karakter tercantum dalam kompetensi inti,

    masih ada pendidik yang mengabaikannya. Revel dan Arthur menyatakan bahwa

    kesadaran akan pentingnya pendidikan karakter hanya dapat dilakukan apabila

    melibatkan edukasi tentang pendidikan karakter kepada seluruh staff dan pendidik.70

    Kesadaran tersebut tidak terbentuk karena sekolah belum pernah melakukan pelatihan

    bagi staff dan pendidik mengenai pendidikan karakter. 71

    Selama ini pembinaan dan

    69

    Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 70

    Lynn Revel & James Arthur, “Character education in schools and the education of teachers” dalam Journal

    of Moral Education, Vol. 36 Issue 1, (2007): 79-92. 71

    Hasil Wawancara dengan Mutiara Panji Ivana, S. T selaku guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Wali kelas

    IX B, dan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum.

  • 62

    himbauan hanya dilakukan oleh kepala sekolah. Berdasarkan analisa penulis, seluruh

    stakeholders membutuhkan pelatihan-pelatihan yang bersifat edukatif untuk

    menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan karakter dan demi kelancaran

    proses pendidikan karakter.

    b. Minimnya rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh dewan pengurus atau komite sekolah

    tentang pelaksanaan pendidikan karakter.72

    CEP menegaskan bahwa keterlibatan seluruh

    pihak dalam pelaksanaan pendidikan karakter juga meliputi keterlibatan dewan pengurus

    atau komite sekolah.73

    Dewan pengurus atau komite sekolah selama ini hanya berperan

    dalam mengambil keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan fisik

    saja, sehingga tugas dan tanggung jawab mereka sebagai bagian dari sekolah yang lain

    tidak dipenuhi. Dewan pengurus perlu menyadari bahwa dirinya adalah utusan gereja

    bagi sekolah. Oleh karena itu, keterlibatan dewan pengurus dalam perencanaan

    pendidikan karakter dapat menjadi salah satu upaya yang dilakukan untuk memaknai

    tugas dan panggilan gereja di tengah dunia.

    c. Sekolah belum memiliki gambaran tentang evaluasi terhadap proses pendidikan karakter

    yang telah dilakukan.74

    CEP menyatakan bahwa sekolah perlu secara teratur menilai

    budaya dan iklim, fungsi staff sebagai pendidik karaker, dan sejauh mana peserta didik

    memanifestasikan karakter yang baik untuk mendukung pelaksanaan pendidikan

    karakter.75

    Hal ini berarti sekolah perlu secara berkala merumuskan dan merefleksikan

    seluruh kegiatan pendidikan karakternya. Tanpa evaluasi terhadap proses, maka

    72

    Band. hal 41-42, Mengacu pada analisa penulis di halaman tersebut dan berdasarkan hasil wawancara dengan

    Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015, campur tangan komite sekolah hanya

    sebatas urusan administrasi organisasi dan pembangunan fisik. 73

    Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 16. 74

    GKJW Jemaat Wiyung, Mengenang Perjalanan Sejarah dan Perkembangan Gereja Kristen Jawi Wetan

    Jemaat Wiyung, (Surabaya: GKJW Wiyung; 2012), 82. 75

    Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 20.

  • 63

    pendidikan karakter di SMP YBPK 4 Surabaya dimungkinkan mengalami stagnasi,

    bahkan lebih dari itu, hal ini juga memungkinkan adanya ketidakcocokan antara strategi

    yang sedang digunakan dengan kondisi sekolah.