BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN20 3.1.3 Satuan Geomorfologi Pembagian satuan geomorfologi pada...
Embed Size (px)
Transcript of BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN20 3.1.3 Satuan Geomorfologi Pembagian satuan geomorfologi pada...

18
BAB III
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1. GEOMORFOLOGI
Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang
dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk relief
muka bumi. Proses endogen bersifat konstruktif yang hadir dalam bentuk struktur geologi
seperti perlipatan, pensesaran, dan pengangkatan; sedangkan proses eksogen bersifat
destruktif yang hadir sebagai proses erosi dan pelapukan yang terjadi di permukaan.
3.1.1 Morfologi Umum
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Sani dkk. (1995) menjelaskan bahwa
secara fisiografi daerah penelitian termasuk dalam zona Barisan Perbukitan Selatan
(Southern Range) dimana zona ini merupakan perbukitan yang sangat dikontrol oleh
struktur sesar naik.
Daerah penelitian secara umum tersusun atas morfologi perbukitan disertai
punggungan dan lembah dengan pola kontur yang bervariasi. Perbukitan dan punggungan
ini secara umum memanjang dengan arah yang relatif sama yaitu timurlaut – tenggara.
Perbukitan yang terdapat pada daerah penelitian antara lain Tubu Babuin (950 m), Tubu
Putu (900 m), Tubu Besao (900 m), Tubu Fautsun (750 m), dan Tubu Nakpees (550 m).
Penduduk lokal menyebut puncak bukit dengan istilah ”Tubu”. Pada Tubu Besao dan
Tubu Putu dapat diobservasi adanya gawir yang cukup terjal.
Adapun sungai utama yang mengalir pada daerah penelitian adalah Noil Tuke
yang mengalir dari utara ke selatan. Penduduk lokal menyebut sungai dengan istilah
”Noil”. Secara umum Noil Tuke memiliki bentuk lembah sungai U yang
mengindikasikan intensifnya proses erosi lateral. Cabang dari Noil Tuke antara lain Noil
Tune, Noil Sao, dan Noil Nambaun. Elevasi tertinggi pada daerah penelitian terdapat
pada Tubu Babuin dengan ketinggian sekitar 950 m dpl, sedangkan hilir Noil Tuke
menjadi tempat dengan elevasi terendah dengan ketinggian 150 m dpl.

19
3.1.2 Pola Aliran dan Tipe Genetika Sungai
Sungai-sungai pada daerah penelitian yaitu Noil Tuke, Noil Tune, Noil Sao, dan
Noil Nambaun secara genetik termasuk dalam sungai subsekuen, sungai obsekuen, dan
sungai konsekuen. Pola aliran sungai pada daerah penelitian dibagi menjadi dua tipe
(Gambar 3.1) yaitu :
• Pola aliran sungai trelis yang berarti pola ini menandakan bahwa daerah ini
tersusun atas batuan sedimen yang terlipat kuat (Lobeck, 1939).
• Pola aliran sungai subdendritik yang berarti pola ini menandakan bahwa daerah
ini mempunyai penyebaran batuan yang homogen (Lobeck, 1939).
Gambar 3.1 Peta Pola Aliran Sungai Daerah Penelitian (tanpa skala)

20
3.1.3 Satuan Geomorfologi
Pembagian satuan geomorfologi pada daerah penelitian dilakukan berdasarkan
analisis peta topografi serta dibantu dengan pengamatan di lapangan. Dengan
menggunakan klasifikasi menurut Van Zuidam (1985), daerah penelitian dapat dibagi
menjadi tiga satuan geomorfologi yaitu Satuan Perbukitan Bergelombang Sedang, Satuan
Perbukitan Relief Tinggi, dan Satuan Dataran Aluvial (Foto 3.1).
Foto 3.1 Satuan geomorfologi pada daerah penelitian (dari lokasi OL-3 ke arah selatan)
3.1.3.1 Satuan Perbukitan Bergelombang Sedang
Satuan ini meliputi 50 % dari dari daerah penelitian dan ditandai dengan warna
hijau pada Peta Geomorfologi (Lampiran G-2). Satuan ini dicirikan oleh perbukitan
memanjang relatif dari barat ke timur dengan pola kontur yang relatif sedang dengan
elevasi berkisar dari 300-850 mdpl. Relief pada satuan ini relatif sedang dengan
kemiringan lereng berkisar dari 14-20% dan dapat diklasifikasikan sebagai perbukitan
agak curam (Foto 3.2).
Litologi yang terdapat pada satuan ini umumnya adalah batulempung dan
batugamping yang terlipatkan serta teranjakkan. Batugamping umumnya hadir sebagai
blok yang terekahkan secara intensif. Secara umum satuan ini dihasilkan oleh perlapisan
batuan dengan kemiringan relatif ke arah utara.

21
Sungai pada satuan ini umumnya bertipe obsekuen, subsekuen, dan konsekuen.
Secara umum lembah sungai pada satuan ini berbentuk ”U”. Bentuk tersebut
mengindikasikan intensifnya erosi lateral ketimbang erosi vertikal. Secara umum satuan
ini berada pada tahapan geomorfik dewasa yang diindikasikan oleh bentuk lembah sungai
”U”. Pada saat ini proses eksogen yang berlangsung berupa pelapukan dan erosi.
Foto 3.2 Satuan Perbukitan Bergelombang Sedang (dari lokasi BL-6 ke arah baratlaut)
3.1.3.2 Satuan Perbukitan Relief Tinggi
Satuan ini meliputi 45% daerah penelitian dan ditandai dengan warna kuning pada
Peta Geomorfologi (Lampiran G-2). Satuan ini dicirikan oleh kehadiran perbukitan dan
punggungan dengan relief tinggi. Pola kontur relatif rapat dengan elevasi berkisar dari
150-950 m dpl. Kemiringan lereng berkisar dari 21-65% dan dapat diklasifikasikan
sebagai perbukitan curam hingga sangat curam (Foto 3.3).
Litologi yang terdapat pada satuan ini disusun dominan oleh batugamping dan
sedikit batulempung. Batugamping umumnya hadir sebagai blok yang terekahkan secara
intensif dan muncul dalam suatu lembah, punggungan dan puncak perbukitan, sedangkan
batulempung umumnya hadir pada lembah perlipatan. Secara umum satuan ini dihasilkan
oleh perlapisan batuan dengan kemiringan relatif ke arah utara.

22
Sungai pada satuan ini umumnya bertipe obsekuen, subsekuen, dan konsekuen
dengan bentuk lembah sungai “V” (Foto 3.4). Bentuk tersebut mengindikasikan
intensifnya erosi vertikal ketimbang erosi lateral. Secara umum satuan ini berada pada
tahapan geomorfik muda yang dicirikan oleh bentuk lembah sungai ”V”.
Foto 3.3 Satuan Perbukitan Relief Tinggi (dari lokasi BL-6 ke arah baratdaya)
Foto 3.4 Lembah sungai V pada Satuan Perbukitan Relief Tinggi
(dari lokasi NM-12 ke arah timur)

23
3.1.3.3 Satuan Dataran Aluvial
Satuan ini mencakup sekitar 5% dari daerah penelitian dan ditandai dengan warna
abu-abu pada Peta Geomorfologi (Lampiran G-2). Satuan ini menempati sungai-sungai
lebar seperti Noil Tuke (Foto 3.5). Ciri satuan ini memiliki relief berupa dataran rendah
dengan kemiringan datar hingga hampir datar (0-2%). Litologi penyusun satuan ini
adalah endapan-endapan hasil erosi dan transportasi dari hulu sungai berupa fragmen
batulempung dan batugamping yang berukuran kerikil hingga bongkah.
Lembah sungai yang berbentuk huruf “U” mengindikasikan terjadinya erosi
lateral yang intensif. Di beberapa lokasi endapan aluvial tersebut membentuk point bar
dan teras-teras sungai setinggi 2 meter. Secara umum satuan ini berada pada tahapan
geomorfik muda hingga dewasa.
Foto 3.5 Satuan Dataran Aluvial (dari lokasi OT-46 ke arah utara)

24
3.2 STRATIGRAFI
Berdasarkan ciri litologi, kandungan fosil, serta posisi stratigrafi yang diamati di
lapangan, maka stratigrafi daerah penelitian dapat dibagi menjadi 5 satuan batuan tak
resmi (Gambar 3.2). Urutan satuan batuan tersebut dari tua ke muda adalah Satuan
Batulempung, Satuan Batulempung-Batugamping, Satuan Batugamping A, Satuan
Batugamping B, dan Satuan Endapan Aluvial.
Gambar 3.2 Kolom stratigrafi daerah penelitian (tanpa skala)

25
3.2.1 SATUAN BATULEMPUNG
3.2.1.1 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan Batulempung merupakan satuan tertua di daerah penelitian dan ditandai
dengan warna hijau tua pada Peta Geologi (Lampiran G-3). Satuan ini terletak di bagian
utara dan menempati sekitar 15 % daerah penelitian. Singkapan terbaik diantaranya dapat
ditemukan di lokasi OL-4 dan OL-3 (Lampiran G-1, Peta Lintasan). Hasil rekonstruksi
pada penampang geologi memperlihatkan ketebalan satuan batuan ini > 720 meter.
3.2.1.2 Ciri Litologi
Satuan ini disusun oleh litologi dominan batulempung dengan sisipan batupasir.
Kehadiran nodul mangan, konkresi Fe, dan pecahan kalsit juga banyak ditemukan pada
satuan ini. Struktur sedimen khusus tidak begitu teramati pada satuan ini.
Batulempung sebagai komponen utama, berwarna hitam keabu-abuan, lapuk,
menyerpih, agak bersisik, masif, tidak berlapis, dan non karbonatan (Foto 3.6). Sisipan
batupasir berwarna abu-abu, ukuran butir halus, terpilah sedang, kemas terbuka, porositas
baik, sedikit karbonatan, komposisi mineral dominan kuarsa, serta tebal lapisan 10-15 cm
(Foto 3.7). Analisis petrografi pada batupasir ini (Lampiran A-1) menghasilkan nama
batuan batupasir kuarsa wacke (Folk, 1974 op cit Williams dkk., 1982).
Foto 3.6 Singkapan batulempung masif disertai kehadiran nodul mangan (Lokasi OL-3)

26
Foto 3.7 Singkapan batupasir halus (Lokasi OL-4)
3.2.1.3 Lingkungan Pengendapan dan Umur
Satuan ini dicirikan oleh batulempung masif yang menunjukkan bahwa proses
pengendapan satuan ini terjadi dalam kondisi arus dengan viskositas tinggi (Tucker,
1991). Ketidakhadiran fosil pada satuan ini mengindikasikan bahwa satuan ini bukan
merupakan endapan marine melainkan endapan darat. Hal ini dikuatkan oleh pendapat
Charlton (1994) yang menyebutkan bahwa Formasi Wailuli (yang merupakan
kesebandingan stratigrafi dari Satuan Batulempung) diendapkan pada lingkungan darat.
Berdasarkan hasil analisis granulometri (Lampiran C-1) yang dilakukan pada
conto batupasir pada lokasi OL-4, satuan batuan ini diendapkan pada lingkungan darat
yaitu fluvial delta. Umur satuan ini mengacu pada umur Formasi Wailuli menurut Sawyer
dkk. (1993) yaitu umur Jura Awal - Jura Tengah.
3.2.1.4 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi
Berdasarkan kesamaan ciri litologi di atas, Satuan Batulempung dapat disetarakan
dengan Formasi Wailuli (Sawyer dkk., 1993). Hubungan stratigrafi dengan satuan di
bawahnya tidak diketahui karena tidak tersingkap di daerah penelitian, sedangkan
hubungan stratigrafi dengan Satuan Batulempung-Batugamping yang berada di atasnya

27
adalah tidak selaras karena adanya selang waktu pengendapan. Pengamatan di lapangan
menunjukkan adanya kontak sesar naik antara Satuan Batulempung dengan Satuan
Batulempung-Batugamping.
3.2.2 SATUAN BATULEMPUNG-BATUGAMPING
3.2.2.1 Penyebaran dan ketebalan
Satuan Batulempung-Batugamping ditandai dengan warna hijau muda pada Peta
Geologi (Lampiran G-3) dan umumnya terletak di bagian tengah daerah penelitian.
Satuan ini meliputi sekitar 40% daerah penelitian. Singkapan banyak ditemukan di
sepanjang Noil Tuke. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, didapat ketebalan
satuan ini sekitar 925 meter.
3.2.2.2 Ciri litologi
Satuan ini disusun oleh batulempung dan batugamping yang dicirikan oleh
kehadiran fosil radiolaria yang melimpah. Satuan ini juga dicirikan oleh banyaknya
struktur slump (Foto 3.8) yang sering ditemukan pada singkapan.
Pada bagian bawah satuan ini secara umum disusun oleh perlapisan batulempung
berwarna coklat, bagian luar umumnya berwarna hitam karena bersifat manganan, non
karbonatan, keras, tebal lapisan berkisar 5-40 cm (Foto 3.9). Batugamping kalsilutit dan
kalkarenit berwarna coklat terkadang hadir sebagai sisipan dengan tebal 5-10 cm.
Struktur paralel laminasi dapat teramati pada kalkarenit tersebut (Foto 3.10). Sayatan
tipis pada conto batuan (Lampiran A-2 dan A-3) menunjukkan bahwa batugamping pada
bagian bawah satuan ini diklasifikasikan sebagai packstone (Dunham, 1962).
Bagian tengah satuan ini disusun oleh perlapisan batugamping dengan
batulempung serta sisipan napal (Foto 3.11). Batugamping kalsilutit berwarna putih
kemerahan, tebal lapisan 10-30 cm, sedangkan batulempung berwarna coklat, tebal
lapisan 5-10 cm. Sisipan napal berwarna abu-abu, masif, dan menyerpih. Sayatan tipis
pada conto batuan (Lampiran A-4) menunjukkan bahwa batugamping pada bagian tengah
satuan ini diklasifikasikan sebagai mudstone (Dunham, 1962).
Bagian atas satuan ini disusun oleh perlapisan batugamping dengan rijang.
Batugamping kalsilutit, warna putih kemerahan, tebal lapisan 10-20 cm, sedangkan rijang

28
berwarna coklat kebiruan dengan tebal lapisan 3-5cm. Sayatan tipis pada conto batuan
(Lampiran A-5) menunjukkan bahwa batugamping pada bagian atas satuan ini
diklasifikasikan sebagai packstone (Dunham, 1962).
Foto 3.8 Struktur slump pada perlapisan batulempung (Lokasi OT-22)
Foto 3.9 Singkapan perlapisan batulempung (Lokasi OT-69)

29
Foto 3.10 Struktur sedimen paralel laminasi pada kalkarenit(Lokasi OT-130)
Foto 3.11 Singkapan perlapisan batugamping kalsilutit dengan batulempung
(Lokasi OT-11)

30
3.2.2.3 Lingkungan Pengendapan dan Umur
Satuan ini dicirikan oleh kehadiran fosil radiolaria yang melimpah. Kehadiran
radiolaria ini mengindikasikan lingkungan laut dengan nilai salinitas normal berkisar dari
30 - 40 ppt (Heckel, 1972 op cit Tucker, 1991). Kehadiran fosil foraminifera bentonik
Bolivina menunjukkan lingkungan pengendapan satuan ini berada pada neritik luar.
Analisis mikropaleontologi pada conto batuan pada lokasi OT-116 tidak
memperlihatkan adanya kandungan fosil foraminifera pada conto batuan tersebut. Umur
dari satuan ini mengacu pada umur Formasi Nakfunu menurut Sawyer dkk. (1993) yaitu
Kapur Awal - Kapur Akhir.
3.2.2.4 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi
Berdasarkan kesamaan ciri litologi dan kandungan fosil, Satuan Batulempung-
Batugamping yang ditemukan pada daerah penelitian ini dapat disetarakan dengan
Formasi Nakfunu (Sawyer dkk., 1993).
Hubungan stratigrafi dengan Satuan Batulempung di bawahnya menunjukkan
hubungan yang tidak selaras, sedangkan hubungan dengan Satuan Batugamping A yang
berada di atasnya menunjukkan hubungan yang selaras. Pengamatan di lapangan
menunjukkan adanya kontak struktur sesar naik antara Satuan Batulempung-
Batugamping dengan Satuan Batugamping A. Hal ini diindikasikan oleh adanya urutan
stratigrafi yang tidak normal pada beberapa tempat.
3.2.3 SATUAN BATUGAMPING A
3.2.3.1 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan Batugamping A ditandai dengan warna biru muda pada Peta Geologi
(Lampiran G-3) dan terletak pada bagian selatan daerah penelitian. Satuan ini menyusun
sekitar 35% daerah penelitian dan secara umum membentuk rangkaian perbukitan dan
punggungan yang relatif terjal. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, didapat
ketebalan Satuan Batugamping A > 550 meter.

31
3.2.3.2 Ciri Litologi
Satuan Batugamping A tersusun atas batugamping kalsilutit (Foto 3.12), warna
bervariasi yaitu putih, putih kemerahan, coklat; keras, masif, di beberapa tempat berlapis
dengan tebal 15-30 cm, rekahan dan stilolit sangat berkembang, muncul bioturbasi (Foto
3.13), serta banyak pecahan dan urat kalsit. Lensa rijang dengan tebal 5-10 cm terkadang
muncul sebagai sisipan pada batugamping (Foto 3.14). Sayatan tipis pada batugamping
satuan ini (Lampiran A-6 dan A-7) menghasilkan nama batuan Wackestone dan
Packstone (Dunham, 1962).
Foto 3.12 Singkapan batugamping kalsilutit yang bersifat kapuran (Lokasi OT-165)
Foto 3.13 Bioturbasi pada batugamping kalsilutit (Lokasi NM-8)

32
Foto 3.14 Batugamping kalsilutit masif dengan lensa rijang (Lokasi OT-105)
3.2.3.3 Lingkungan Pengendapan dan Umur
Kehadiran batugamping kalsilutit yang dominan menunjukkan bahwa satuan ini
terendapkan pada lingkungan laut dalam. Wilson (1975) menjelaskan bahwa
batugamping kalsilutit disertai dengan rijang mengindikasikan lingkungan pengendapan
basin / laut dalam. Pengendapan satuan ini terjadi dengan mekanisme arus turbidit
(Sawyer dkk., 1993).
Analisis mikropaleontologi tidak memperlihatkan adanya kandungan fosil pada
conto batuan tersebut. Hal ini disebabkan oleh preparasi sampel batuan yang kurang
optimal sehingga tidak ada fosil yang dapat diidentifikasi. Umur satuan ini mengacu pada
umur Formasi Ofu yaitu Paleosen Awal - Miosen Akhir (Sawyer dkk., 1993).
3.2.3.4 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi
Berdasarkan kesamaan ciri litologi di atas, maka Satuan Batugamping A dapat
disetarakan dengan Formasi Ofu (Sawyer dkk., 1993). Hubungan stratigrafi dengan
Satuan Batulempung-Batugamping dibawahnya menunjukkan hubungan yang selaras,
sedangkan hubungan stratigrafi dengan Satuan Batugamping B di atasnya menunjukkan
ketidakselarasan karena adanya proses tektonik yang terjadi setelah pengendapan Satuan
Batugamping A.

33
3.2.4 SATUAN BATUGAMPING B
3.2.4.1 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan Batugamping B ditandai dengan warna biru tua pada Peta Geologi
(Lampiran G-3) dan menempati sekitar 3 % daerah penelitian. Singkapan terbaik di
antaranya dapat ditemukan di lokasi OT-158 dan OT-172 (Lampiran G-1, Peta Lintasan).
Satuan ini umumnya terdapat pada lembah sungai. Hasil rekonstruksi penampang geologi
memperlihatkan ketebalan satuan batuan ini sekitar 88 meter.
3.2.4.2 Ciri Litologi
Satuan ini terdiri atas batugamping kalsilutit dan sisipan napal yang dicirikan oleh
melimpahnya fosil foraminifera planktonik. Batugamping kalsilutit berwarna putih,
keras, masif, terkadang menunjukkan kesan lapisan dengan tebal 10-25 cm, banyak
stilolit dan rekahan dengan pola yang tidak jelas (Foto 3.15). Napal (Lampiran B-3)
berwarna coklat, nilai menyerpih hadir sebagai sisipan dengan tebal 10-15 cm (Foto
3.16). Analisis petrografi pada batugamping satuan ini (Lampiran A-8) menghasilkan
nama Grainstone (Dunham, 1962).
Foto 3.15 Singkapan batugamping kalsilutit yang terekahkan intensif (Lokasi OT-173)

34
Foto 3.16 Singkapan napal berwarna coklat (Lokasi OT-172)
3.2.4.3 Lingkungan Pengendapan dan Umur
Fosil foraminifera bentonik tidak teramati pada satuan ini. Dari studi literatur
diketahui bahwa satuan ini terendapkan pada lingkungan pada lingkungan laut dalam
dengan kondisi arus tenang (Sawyer dkk., 1993).
Analisis mikropaleontologi (Lampiran D-1) pada conto batuan napal yang diambil
di lokasi OT-172 memperlihatkan adanya asosiasi fosil foraminifera planktonik yang
menunjukkan kisaran umur N19 – N20 atau setara dengan Pliosen Awal berdasarkan
klasifikasi Blow (1979).
3.2.4.4 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi
Berdasarkan kesamaan ciri litologi, Satuan Batugamping B dapat disetarakan
dengan Formasi Batuputih (Sawyer dkk., 1993). Satuan Batugamping B diendapkan
secara tidak selaras diatas satuan Batugamping A, sedangkan hubungan stratigrafi dengan
satuan di atasnya yaitu satuan Endapan Aluvial juga menunjukkan hubungan
ketidakselarasan.

35
3.2.5 SATUAN ENDAPAN ALUVIAL
3.2.5.1 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan ini menempati sekitar 7% daerah penelitian, ditandai dengan warna abu-
abu pada Peta Geologi (Lampiran G-3). Satuan ini tersebar di sepanjang aliran Noil Tuke
dengan ketebalan satuan ini sekitar 2 meter (Foto 3.17).
3.2.5.2 Ciri Litologi
Satuan ini tersusun dari endapan material sungai yang belum terkonsolidasi yaitu
fragmen batuan berukuran kerikil-bongkah. Secara umum material terdiri atas fragmen
batugamping dan batulempung yang mengambang pada masadasar pasir dan lempung. Di
beberapa tempat, endapan ini membentuk point bar di tengah sungai Noil Tuke.
3.2.5.3 Lingkungan Pengendapan, Umur, dan Hubungan Stratigrafi
Satuan ini berumur resen yang diketahui dari proses pengendapan yang masih
berlangsung sampai sekarang. Satuan ini diendapkan pada lingkungan darat dan
merupakan hasil endapan sungai yang diendapkan secara tidak selaras diatas semua
satuan batuan yang lebih tua.
Foto 3.17 Endapan aluvial di Noil Tuke (dari lokasi OT-1 ke arah utara)

36
III.3 STRUKTUR GEOLOGI
Struktur yang berkembang pada daerah penelitian terdiri atas lipatan, sesar naik,
sesar mendatar mengiri, dan sesar mendatar menganan. Satuan batuan termuda yang
terlibat dalam struktur geologi tersebut adalah Satuan Batugamping A yang berumur
Paleosen Akhir-Miosen Akhir, maka dapat diinterpretasikan struktur geologi tersebut
mulai terbentuk pasca pengendapan Satuan Batugamping A (pasca Miosen Akhir).
Struktur yang dominan berkembang pada daerah penelitian adalah sesar naik
dimana kehadirannya berasosiasi dengan lipatan. Sesar-sesar pada daerah penelitian dapat
dijumpai dengan jelas bidang sesarnya dan pada beberapa tempat diindikasikan oleh
kehadiran slickensides dan kekar gerus (shear fracture).
Lipatan yang muncul di daerah penelitian adalah Antiklin Nunuboko, Antiklin
Boti, Antiklin Nambaun, dan Sinklin Boti. Lipatan yang dijumpai memiliki arah umum
bidang sumbu timur timurlaut – barat baratdaya (ENE-WSW).
Sesar naik yang muncul pada daerah penelitian adalah Sesar Naik Tune, Sesar
Naik Nunuboko 1, Sesar Naik Nunuboko 2, Sesar Naik Boti, Sesar Naik Nambaun 1,
Sesar Naik Nambaun 2, Sesar Naik Nambaun 3, dan Sesar Naik Bele. Arah umum jurus
dari sesar-sesar naik tersebut adalah timur timurlaut – barat baratdaya (ENE-WSW).
Umumnya sesar-sesar naik ini memiliki kemiringan bidang sesar relatif ke arah utara.
Hanya ada 1 sesar naik yang memiliki kemiringan bidang sesar relatif ke arah selatan
yaitu Sesar Naik Boti. Bidang sesar yang terdapat di daerah penelitian ini memiliki
kemiringan berkisar antara 30o – 75o, namun yang umum dijumpai berkisar antara 30o -
50o dengan kemiringan umumnya relatif ke arah utara.
Sesar mendatar mengiri dan menganan berkembang di daerah penelitian dan
berperan sebagai sesar sobekan (tear fault). Sesar mendatar mengiri berarah relatif utara
timurlaut - selatan baratdaya (NNE-SSW) seperti yang diperlihatkan oleh Sesar Mendatar
Boti, Sesar Mendatar Nambaun, dan Sesar Mendatar Bele. Sesar mendatar menganan
berarah relatif utara baratlaut - selatan tenggara (NNW-SSE) seperti yang diperlihatkan
oleh Sesar Mendatar Putu.
Analisis struktur geologi pada daerah penelitian akan di bahas secara lebih
lengkap pada bab berikutnya.