BAB II TINJAUAN PUSTAKA - IMISSU Single Sign On of · PDF file · 2017-04-012.1...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - IMISSU Single Sign On of · PDF file · 2017-04-012.1...
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
2.1.1 Definisi JKN
JKN adalah program jaminan kesehatan yang berupa perlindungan kesehatan
agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenhumkam, 2013a).
Program JKN merupakan bentuk reformasi dibidang kesehatan yang bertujuan untuk
mengatasi permasalahan fragmentasi dan pembagian jaminan kesehatan yang
diterapkan melalui mekanisme asuransi kesehatan (Khariza, 2015). Berdasarkan hasil
penelitian (Rumengan dkk, 2015) dijelaskan bahwa pelaksanaan program layanan
kesehatan yang dilakukan BPJS telah banyak membantu kelompok masyarakat
dengan pendapatan ekonomi yang kurang untuk mendapatkan layanan kesehatan
yang sesuai namun masih banyak responden tidak memanfaatkan puskesmas.
Asuransi kesehatan adalah suatu mekanisme pengalihan risiko sakit dari
risiko perorangan menjadi risiko kelompok. Dengan cara mengalihkan risiko
individu menjadi risiko kelompok, beban ekonomi yang harus dipikul oleh masing
masing peserta akan lebih ringan tetapi mengandung kepastian karena memperoleh
jaminan pembiayaan jatuh sakit (Muninjaya, 2012). Pernyataan ini sejalan dengan
pendapat (Trisnawati , dkk 2015) yang menyatakan asuransi merupakan suatu
instrumen sosial yang menggabungkan risiko individu menjadi risiko kelompok dan
10
menggunakan dana yang dikumpulkan untuk membayar kerugian yang diderita.
Dengan adanya asuransi diharapkan risiko masyarakat harus membayar biaya
kesehatan sendiri dapat diminimalisasi dan dapat mengatasi permasalahan
mengenai asuransi kesehatan dengan sistem managed care.
Managed Care adalah suatu system pembiayaan pelayanan kesehatan yang
disusun berdasarkan jumlah anggota yang terdaftar dengan kontrol mulai dari
perencanaan pelayanan serta meliputi kontrak dengan penyelenggara pelayanan
kesehatan untuk pelayanan yang komprehensif, penekanan agar peserta tetap sehat
sehingga utilisasi berkurang, unit layanan harus memenuhi standar yang telah
ditetapkan dan terdapat program peningkatan mutu pelayanan. Pendekatan ini dapat
mengurangi bahaya moral (moral hazard) terhadap pelayanan kesehatan yang tidak
dibutuhkan oleh pasien sehingga mengakibatkan kerugian kesejahteraan masyarakat
(Suhanda, 2015)
JKN merupakan program lanjutan dari Sistem Jaminan Sosial Nasional yang
telah dicanangkan sejak tahun 2004. Sejak disahkan Undang-Undang Nomor. 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada saat ini juga
seharusnya program JKN sudah mulai beroperasi di Indonesia. Namun karena
berbagai pertimbangan pemerintah dan berbagai kepentingan politik maka program
JKN ini secara resmi mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014. Sesuai dengan
Undang undang No. 24 Tahun 2011 dibentuk juga Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) sebagai badan yang berfungsi sebagai penyelenggara dan pengawas
dari program JKN (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan Unsur-unsurnya,
penyelenggaraan dalam program JKN meliputi:
11
1. Regulator
Regulator adalah berbagai kementerian atau lembaga terkait seperti
Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian
Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, dan Dewan
Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
2. Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Peserta dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah
seluruh penduduk Indonesia, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat enam bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
3. Pemberi Pelayanan Kesehatan
Pemberi pelayanan kesehatan adalah seluruh fasilitas kesehatan
tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut.
4. Badan Penyelenggara
Badan Penyelenggara merupakan badan hukum publik yang
menyelenggarakan program jaminan kesehatan sebagaimana yang telah
ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
2.1.2 Tujuan JKN
Program JKN memiliki tujuan untuk melakukan pemerataan dan penyediaan
pelayanan kesehatan yang bisa diakses oleh semua kalangan masyarakat khususnya
bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, Sehingga dengan demikian dapat
mewujudkan masyarakat yang sehat dan produktif (Khariza, 2015). Menjamin
pembiayaan serta kebutuhan layanan merupakan visi dan misi dari JKN yang di
12
selenggarakan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS
Kesehatan) yaitu cakupan semesta pada tahun 2019. Cakupan semesta sering kali
dikenal dengan istilah Universal Health Coverage.
Universal Health Coverage merupakan sistem kesehatan di mana setiap
warga di dalam populasi memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, yang bermutu dan dibutuhkan oleh
masyarakat, dengan biaya yang terjangkau. Cakupan universal mengandung dua
elemen inti yaitu pelayanan kesehatan yang adil dan bermutu bagi setiap warga dan
perlindungan risiko finansial ketika warga menggunakan pelayanan kesehatan
(WHO, 2005).
2.1.3 Prinsip JKN
Pelaksanaan dari program JKN dijalankan berdasarkan prinsip yang telah di
tetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor. 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam buku pegangan sosialisasi JKN dalam SJSN
juga menjelaskan tentang prinsip yang diterapkan BPJS Kesehatan selaku
penyelenggara program JKN yaitu :
1. Prinsip kegotongroyongan
Dalam pelaksanaan SJSN, prinsip gotong royong artinya peserta
yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat
membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat
membantu yang sakit. . Berdasarkan penelitian (Purwandari, 2015) yang
menjelaskah bahwa untuk menerapkan prinsip gotong royong dalam
program JKN terdapat 84,2% pekerja informal yang setuju, karena bagi
13
responden yang berpendapatan kecil merasa terbantu, dan bagi yang sakit
sudah tidak memikirkan biaya yang akan dikeluarkan.
2. Prinsip nirlaba
Nirlaba merupakan bentuk pengelolaan dana yang bersifat bukan
untuk mencari laba. Sebaliknya memiliki tujuan untuk memenuhi
sebesar-besarnya kepentingan peserta.
3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip ini merupakan hal yang mendasari seluruh kegiatan
pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil
pengembangannya.
4. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau
tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI)
5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan merupakan suatu hal penting dalam pelaksanaan JKN.
Prinsip ini memiliki tujuan untuk mewajibkan seluruh rakyat menjadi
peserta sehingga mendapatkan jaminan. Walaupun kepesertaan bersifat
wajib bagi seluruh rakyat, pada penerapannya tetap disesuaikan dengan
kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan
penyelenggaraan program.
14
6. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana yang
dititipkan kepada badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya
dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
7. Prinsip hasil pengelolaan dana Jaminan Sosial
Prinsip ini berarti pengelolaan dana dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta.
2.1.4 Manfaat Pelayanan JKN
Setelah peserta terdaftar sebagai kepesertaan BPJS Kesehatan maka adapun
hak dan kewajiban peserta serta manfaat pelayanan yang akan diterima peserta.
Adapun hak peserta yang telah terdaftar di BPJS Kesehatan yaitu mendapatkan
identitas peserta, serta manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Selain hak yang diterima sebagai peserta,
peserta yang terdaftar perlu memenuhi kewajibannya sebagai peserta berupa
membayar iuran dan melaporkan kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan
menunjukkan identitas peserta pada saat pindah domisili maupun pindah kerja (BPJS
Kesehatan, 2014b). Berdasarkan penelitian (Wulansih, 2003) dalam (Hidayah, 2013)
Tentang Pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja di PT Madu Baru Yogyakarta yang
mennyimpulkan bahwa keikutsertaan karyawan dalam program jaminan sosial
tenaga kerja bermanfaat bagi pihak perusahaan maupun karyawan beserta
keluarganya. Dengan memenuhi hak dan kewajiban sebagai peserta JKN maka
peserta akan mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan berupa :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama meliputi pelayanan kesehatan non
spesialistik yaitu :
15
a. Administrasi pelayanan
b. Pelayanan promotif dan preventif
c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis.
d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif.
e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.
f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama
h. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.
2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Meliputi pelayanan
kesehatan yang mencakup :
a. Administrasi pelayanan
b. Pemeriksaan, pengobatan dan komunikasi spesialistik oleh dokter
spesialis dan subspesialis.
c. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai
dengan indikasi medis.
d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.
e. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi
medis.
f. Rehabilitasi medis.
g. Pelayanan darah.
h. Pelayanan kedokteran forensik klinik.
i. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di fasilitas
kesehatan.
j. Perawatan inap non intensif.
k. Perawatan inap di ruang intensif.
16
Manfaat pelayanan JKN terdiri dari dua jenis, yaitu manfaat medis dan
manfaat non-medis. Manfaat medis berupa pelayanan kesehatan yang komprehensif
yaitu pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai dengan indikasi
medis yang tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Manfaat non-medis
meliputi akomodasi dan ambulan. Manfaat akomodasi untuk layanan rawat inap
sesuai hak kelas perawatan peserta. (Kemenkes RI, 2014). Adapun Pelayanan
promotif dan preventif yang diberikan meliputi :
1. Penyuluhan kesehatan perorangan.
Penyuluhan kesehatan meliputi penyuluhan mengenai pengelolaan faktor
risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
2. Imunisasi dasar
Pemberian imunisasi dasar meliputi : Imunisasi Baccile Calmett Guerin
(BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis B (DPTHB), Polio, dan
Campak.
3. Keluarga Berencana
Manfaat pelayanan keluarga berencana meliputi : Konseling, kontrasepsi
dasar, vasektomi, dan tubektomi serta melakukan kerjasama dengan
lembaga yang membidangi keluarga berencana.
4. Skrining kesehatan
Manfaat skrining diberikan secara selektif bertujuan untuk mendeteksi
risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit
tertentu.
Berdasarkan manfaat pelayanan yang dapat diterima adapun manfaat
akomodasi yang diterima oleh peserta PPU dalam hal ini badan usaha swasta yaitu
ruang perawatan kelas I dan kelas II dengan ketentuan sebagai berikut :
17
1. Ruang perawatan kelas I
Peserta Pekerja Penerima Upah dengan gaji atau upah di atas Rp
4.000.000,00 sampai dengan Rp 8.000.000,00 (Kemenhumkam, 2016).
2. Ruang perawatan kelas II
Peserta Pekerja Penerima Upah dengan gaji atau upah sampai dengan Rp
4.000.000,00 (Kemenhumkam, 2016).
Dalam menerapkan pelayanan yang berkualitas dan sesuai dengan aturan,
tentunya program JKN seringkali mengalami permasalahan dan kecurangan yang
terjadi (fraud). Kecurangan (fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan
pada Sistem Jaminan Sosial Nasional yang selanjutnya disebut kecurangan JKN
adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh peserta, petugas BPJS
Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, serta penyedia obat dan alat kesehatan
untuk mendapatkan keuntungan finansial dari program jaminan kesehatan dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan
ketentuan (Kemenkes RI, 2015).
2.1.5 Kepesertaan JKN
Berdasarkan visi dan misi dari program JKN yang menargetkan Indonesia
untuk mencapai cakupan semesta pada tahun 2019. Maka BPJS Kesehatan selaku
badan penyelenggara program JKN melakukan rekrutmen kepesertaan agar seluruh
masyarakat Indonesia terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Adapun beberapa
persyaratan dan kriteria sebagai peserta BPJS kesehatan yang perlu diperhatikan.
Yang dimaksud sebagai peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran atau
yang iurannya dibayar pemerintah (BPJS Kesehatan, 2014b).
18
Kepesertaan yang bersifat wajib pada program JKN tentunya berbeda dengan
sistem asuransi komersial yang dikenal dengan seleksi bias (adverse selection).
Seleksi bias (adverse selection) merupakan keadaan dimana orang orang yang
berisiko tinggi atau di bawah standar yang cendrung menjadi atau terus melanjutkan
kepesertaan (Thabrany, 2015). Keuntungan tidak adanya seleksi bias (adverse
selection) akan memmpengaruhi terhadap pengumpulan dana untuk penanggulangan
risiko (risk pool). risk pool adalah suatu upaya menggabungkan risiko perorangan
atau kumpulan kecil menjadi risiko bersama dalam sebuah kumpulan yang besar.
Semua anggota kelompok (peserta) tanpa kecuali harus ikut dalam asuransi sosial
yang mengakibatkan kumpulan anggota menjadi besar atau sangat besar
(Thabrany,2015). Berdasarkan penelitian (Purwandari, 2015) yang menyatakan
bahwa hasil penelitian tentang kepesertaan dalam JKN yang bersifat wajib bagi
pekerja informal terdapat 53,4% responden yang setuju, sedangkan 28,8% responden
tidak setuju.
Kepesertaan JKN dibagi menjadi dua kelompok yaitu Peserta Penerima
Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan dan Peserta Bukan Penerima Iuran (Non
PBI) Jaminan Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2014b). Adapun penjelasan mengenai
kedua kelompok kepesertaan JKN yaitu :
a. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) merupakan peserta yang iurannya
dibayarkan atau ditanggung oleh pemerintah. Peserta PBI biasanya orang
yang memiliki perekonomian tidak mampu atau fakir miskin.
b. Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non PBI) adalah peserta yang
iurannya dibayarkan melalui pemberi kerja maupun pribadi dan bukan
tergolong peserta yang tidak mampu. Adapun pengelompokan peserta Non
PBI terdiri dari :
19
1) Pekerja Penerima Upah (PPU) dan anggota keluarganya, meliputi :
Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat
Negara, Pegawai pemerintah non pegawai negeri, Pegawai swasta, dan
pekerja selain yang disebutkan yang tentunya menerima upah.
Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi :
istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah,
dan anak angkat yang sah, sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang
(Kemenhumkam, 2016). Adapun beberapa kriteria sebagai peserta pada
anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat
dengan kriteria:
a) Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri.
b) Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang
masih melanjutkan pendidikan formal.
2) Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan anggota keluarganya,
meliputi:
a) Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri
b) Pekerja yang tidak termasuk pekerja mandiri yang bukan
penerima upah.
c) Pekerja sebagaimana dimaksud pada poin a dan poin b yang
termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling
singkat enam bulan.
3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya meliputi : investor, pemberi
kerja, penerima pensiun, Veteran, perintis kemerdekaan, dan bukan
pekerja yang tidak disebutkan yang mampu membayar iuran
20
Berdasarkan kelompok jenis kepesertaanya menurut buku pedoman sosialisasi
JKN dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dapat dilihat bahwa Badan Usaha
Swasta masuk pada kelompok peserta PPU. Untuk menjadi peserta JKN maka
peserta PPU dalam hal ini badan usaha swasta harus mengetahui dan mengikuti alur
proses pendaftaran badan usaha swasta sebagai peserta JKN. Adapun alur maupun
proses pendaftaran badan usaha swasta sebagai peserta JKN (BPJS Kesehatan,
2014a):
1. Badan usaha melakukan registrasi di kantor BPJS Kesehatan. membawa
kelengkapan berupa :
a. Form Registrasi (terlampir SIUP dan NPWP)
b. Menyerahkan surat komitmen implementasi aplikasi New e-DABU
c. Menyerahkan surat PIC Cetak Kartu e-ID
2. Badan usaha mendapatkan ( Virtual account, username +password aplikasi
new e-DABU dan e-ID
3. Badan usaha melakukan entry data peserta beserta tanggungannya dan
melakukan approval tiket melalui aplikasi new e-DABU
4. Badan Usaha melakukan pembayaran iuran sesuai tagihan iuran yang akan
muncul di awal bulan berikutnya pada aplikasi new e-DABU.
5. Badan Usaha melakukan cetak kartu e-ID melalui website
6. Peserta mendapatkan pelayanan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama
yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
2.1.6 Iuran JKN
Setiap peserta JKN diwajibkan untuk membayar iuran yang besarnya
ditetapkan berdasarkan persentase dari upah untuk pekerja penerima upah atau
21
berupa jumlah nominal tertentu untuk peserta bukan penerima upah dan PBI. Iuran
jaminan kesehatan merupakan sejumlah uang yang dibayarkan secara rutin oleh
peserta, pemberi kerja, dan atau pemerintah. Berdasarakan hasil penelitian
(Handayani dkk, 2013) didapatkan bahwa nilai kemauan membayar (WTP) dan
kemampuan membayar (ATP) menjadi faktor penting bagi peserta melihat sejauh
mana peserta memiliki kemampuan dan kemauan untuk membayar iuran secara rutin.
Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan
iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut
setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala yaitu paling lambat tanggal 10
setiap bulannya. Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan
pada hari kerja berikutnya. Apabila peserta JKN mengalami keterlambatan
pembayaran iuran maka peserta akan dikenakan denda administratif sebesar 2%
perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh pemberi kerja.
Keterlambatan pembayaran hanya boleh dilakukan maksimal selama 3 bulan, dan
apabila melebihi maka hak atas pelayanan JKN akan dicabut (Kemenkes RI, 2014).
Apabila terjadi kelebihan ataupun kekurangan iuran JKN yang dibayarkan oleh
peserta maka BPJS Kesehatan akan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi
kerja dan/atau peserta paling lambat 14 hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan
atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan
berikutnya.
Menurut Perpres No. 111 Tahun 2013 menetapkan tentang pembayaran iuran
kelompok peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dalam hal ini badan usaha
swasta.Dalam aturan tertulis bahwa mulai tanggal 1 Juli 2015, iuran yang
22
dibayarkan yaitu sebesar 5% dari gaji yaitu dengan pembagian 4% dibayar oleh
pemberi kerja sedangkan 1% dibayar oleh peserta (Kemenhumkam, 2013a).
2.2 Badan Usaha Swasta
2.2.1 Definisi Badan Usaha Swasta
Badan usaha adalah kesatuan hukum, teknis, dan ekonomis yang bertujuan
mencari laba atau keuntungan. Sementara perusahaan adalah tempat dimana badan
usaha mengolah faktor - faktor produksi. Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945
pasal 33 bentuk badan usaha dibedakan menjadi tiga yaitu : Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi (Sagoro, 2013).
Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) adalah badan usaha yang pemilik
sepenuhnya berada ditangan individu atau swasta dan bertujuan untuk mencari
keuntungan. Namun ada beberapa badan usaha ini tidak bertujuan untuk keuntungan
dan lebih mengarah ke motif sosial seperti : rumah sakit, sekolah, akademi,
universitas, dan panti asuhan (Sagoro, 2013).
Menurut jenisnya badan usaha milik swasta dibagi menjadi 4 jenis yaitu :
Perseroan dengan tanggung jawab terbatas (PT), Persekutuan Komanditer (CV),
Firma, dan perusahaan perorangan.
2.2.2 Bentuk Badan Usaha Swasta
1. Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan
perjanjian untuk menjalankan usaha yang modalnya terdiri dari saham-saham,
yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Menurut
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
23
Terbatas dijelaskan bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut
Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan
sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Pemilik saham akan memperoleh
bagian keuntungan yang disebut dividen. Selain berasal dari saham, modal PT
dapat pula berasal dari obligasi. Keuntungan yang diperoleh para pemilik
obligasi adalah mereka mendapatkan bunga tetap tanpa menghiraukan untung
atau ruginya perseroan terbatas tersebut (Sagoro, 2013).
2. Persekutuan Komanditer (CV)
Persekutuan Komanditer (CV) adalah perusahaan yang memiliki dua
pemodal atau lebih. Pembentukan pesekutuan bisa berdasarkan kontrak tertulis
atau kesepakatan yang legal. Bentuk ini biasanya merupakan kombinasi antara
firma dan PT. (Sagoro, 2013).
3. Firma
Firma adalah bentuk usaha yang pengumpulan modalnya diperoleh dari
beberapa orang dalam bentuk tunai, bukan saham, Jumlah penyetor modal
tidaklah sebanyak PT melainkan beberapa orang saja (Rosydi, 2014).
4. Perusahaan Perseorangan
Perusahaan perorangan adalah perusahaan yang didirikan seseorang
dengan modal sendiri dan memimpin serta bertanggungjawab sendiri atas
jalannya perusahaan (Widiyono, 2013).
24
Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu
Pintu & Penanaman Modal (BPPTSP&PM) Kota Denpasar didapatkan jumlah badan
usaha yang mengurus Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) berdasarkan bentuk
usaha swasta dari tahun 2010 hingga 2015 sebagai berikut :
Tabel 2.1 Jumlah Pembuatan SIUP Badan Usaha Swasta di Kota Denpasar
No Bentuk Badan Usaha Izin
Masuk
Izin
Ditolak
Izin
Terbit
Izin
Diambil
1 Perseroan Terbatas (PT) 1.372 183 1.158 1.155
2 Persekutuan Komanditer
(CV)
1.671 159 1.489 1.486
3 Perusahaan Perseorangan
(PO)
5.662 227 5.387 5.369
4 Firma (Fa) 1 0 1 1
Total 8.706 569 8.035 8.011
Sumber : Aplikasi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu & Penanaman
Modal (BPPTSP&PM) Kota Denpasar tentang Jumlah Pembuatan SIUP Badan
Usaha Swasta di Kota Denpasar pada tahun 2010 hingga 2015
Menurut data dari Dinas Perijinan Kota Denpasar, didapatkan bahwa jumlah
badan usaha swasta yang mengurus SIUP berjumlah 8.076. sedangkan SIUP yang
ditebitkan berjumlah 8.035. Dari total SIUP yang diterbitkan hanya 8.011 badan
usaha swasta yang mengambil SIUP di Dinas Perijinan Kota Denpasar. Hal ini
membuktikan bahwa dari 8.011 badan usaha swasta yang telah memiliki SIUP hanya
1.378 badan usaha swasta yang telah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan di
Kota Denpasar.
25
2.2.3 Badan Usaha Berdasarkan Skala Produksi dan Pekerja
1. Badan Usaha Kecil
Badan usaha kecil merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai maupun menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
usaha menengah atau badan usaha besar. Adapun kriteria sebagai badan
usaha kecil sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor. 20
Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa kriteria dari badan usaha kecil yaitu :
Kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,00 sampai dengan
Rp.500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,
kemudian hasil penjualan tahunan mencapai lebih dari Rp.300.000.000,00
sampai dengan Rp.2.500.000.000,00 (Maylia, 2015). Berdasarkan jumlah
tenaga kerja yang dimiliki, badan usaha kecil biasanya memiliki pekerja
dengan jumlah antara 5 – 19 orang (BPS, 2015).
2. Badan Usaha Menengah
Badan usaha menengah merupakan usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri, dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
usaha kecil atau usaha besar. Adapun jumlah besar kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor. 20
tahun 2008 yang menyebutkan bahwa kriteria dari usaha menengah ini
meliputi : kekayaan bersih perusahaan lebih dari Rp.500.000.000,00 sampai
26
dengan Rp.10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha. Kemudian untuk hasil usaha penjualan tahunan lebih dari
Rp.2.500.000.000,00 sampai dengan Rp.50.000.000.000,00 (Maylia, 2015).
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimiliki, badan usaha menengah
biasanya memiliki pekerja dengan jumlah antara 20 – 99 orang (BPS, 2015).
3. Badan Usaha Besar
Badan usaha besar merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha
nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang
melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dengan kekayaan perusahaan dan
hasil penjualan yang melebihi nominal usaha menengah maupun usaha kecil
(Maylia, 2015). Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimiliki, badan usaha
besar biasanya memiliki pekerja lebih dari 100 orang (BPS, 2015).
2.3 Persepsi
Persepsi merupakan proses seseorang merasionalkan suatu situasi yang akan
mempengaruhi sikap, sifat, dan perilakunya (Buchbinder, 2014), Sedangkan Cohen
mengemukakan bahwa persepsi merupakan interpretasi bermakna atas sensasi
sebagai representatif objek eksternal. Persepsi adalah pengetahuan yang tampak
mengenai apa yang ada di luar sana. Persepsi merupakan inti komunikasi , sedangkan
interpretasi merupakan inti persepsi, yang identik dengan penyandingan balik atau
decoding (Riswandi, 2009). Manusia memiliki karakterisktik yang beragam dalam
menilai suatu hal yang menarik perhatian mereka. Perhatian manusia akan
dipengaruhi dan disaring oleh asumsi, nilai, pengetahuan, tujuan, pengalaman
27
lampau, dan perbedaan personal lainnya. Akibatnya akan mempengaruhi informasi
yang diterima dan tindakan yang akan dilakukan (Buchbinder, 2014). Berdasarkan
jenisnya persepsi dibedakan menjadi dua, yaitu perepsi lingkungan fisik dan persepsi
sosial atau persepsi terhadap manusia. Perbedaan dari kedua jenis tersebut yaitu :
1. Persepsi Lingkungan Fisik
Persepsi lingkungan fisik merupakan suatu kegiatan dalam menafsirkan
stimulus berupa lambang lambang yang bersifat fisik baik terhadap suatu
objek. Persepsi terhadap objek terjadi dengan menanggapi sifat luar objek.
Objek bersifat statis, sehingga ketika seseorang mempersepsikan suatu objek,
objek tersebut tidak memberikan tanggapan. Berdasarkan pengertiannya
maka salah satu contoh dari persepsi lingkungan fisik yaitu persepsi
seseorang terhadap program JKN. Persepsi program JKN dapat dikatakan
suatu obyek (Riswandi, 2009).
2. Persepsi Sosial
Persepsi sosial merupakan persepsi terhadap orang melalui lambang-
lambang verbal dan non-verbal. Persepsi sosial yaitu menghadapi sifat- sifat
luar dan dalam yang meliputi perasaan, motif, harapan, keyakinan, dan lain
sebagainya. Persepsi terhadap manusia bersifat interaktif, dimana ketika
seseorang mempersepsikan orang lain terdapat kemungkinan timbul reaksi
dari orang yang dipersepsikan. Berdasarkan pengertian dari persepsi sosial
maka dapat diambil salah satu contoh yaitu persepsi seseorang terhadap
penyelenggara program JKN yaitu BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan
dikatakan sebagai persepsi sosial karena persepsi ini ditujukan kepada orang
atau individu lainnya (Riswandi, 2009).
28
Dalam menentukan sebuah persepsi seseorang ada beberapa faktor yang akan
mempengaruhi persepsi tersebut. Menurut Riswandi (2009), faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu objek yaitu:
1. Latar Belakang Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu peristiwa yang pernah dialami oleh
seseorang. Selain mempengaruhi pegetahuan, pengalaman juga dapat
mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu obyek atau stimulus
yang diterimanya.
2. Latar Belakang Budaya
Budaya yang melekat pada diri seseorang seringkali mempengaruhi
pola pikir serta cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Umumnya,
seseorang menganggap budaya yang selama ini diketahui dan dijalani
sebagai pedoman dalam memandang hal baru yang ditemui.
3. Latar Belakang Psikologis
Kondisi psikologis merupakan faktor internal dari diri individu
yang mempengaruhi persepsi. Persepsi dari individu yang sama dapat
berbeda dalam kondisi psikologis yang berbeda.
4. Latar Belakang Nilai, Keyakinan, dan Harapan
Adalah hal yang mendasari seseorang dalam menafsirkan atau
memandang sesuatu. Ketiga hal tersebut dapat menyebabkan seseorang
memiliki persepsi yang positif dan dapat juga negatif.
5. Kondisi faktual alat-alat panca indera
Kondisi faktual yang diterima melalui panca indera menjadi dasar
kuat bagi seseorang dalam mempersepsikan sesuatu.
29
Persepsi merupakan suatu penilaian yang akan digunakan dalam penelitian ini
untuk menggabarkan suatu situasi yang ada pada badan usaha swasta. Berdasarkan
hasil penelitian dari (Sutanta, 2016) dikatakan bahwa pengetahuan masyarakat
tentang program JKN didapatkan data dari pemahaman program JKN yang
dibuktikan dengan persepsi masyarakat tentang program JKN. Sama halnya dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Suryapranata dan sutarsa, 2014) yang menggunakan
persepsi untuk melihat kesiapan Puskesmas Rendang dalam mengimplementasikan
program JKN.
Persepsi yang buruk terhadap risiko adalah perilaku seseorang yang tidak
peduli terhadap risiko, bahkan cenderung ugal-ugalan atau urakan. Menurut (Nyman
2004) dalam (Widiyanto, 2014) menyebutkan bahwa persepsi yang buruk terhadap
risiko ini sebagai „Moral Hazard‟ yang secara sederhana dideskripsikan kecerobohan
atau ketidakpedulian terhadap kerugian. Moral hazard merupakan dampak dari
asimetris informasi, hal ini selalu ada bila sekelompok orang dengan informasi yang
menggiurkan merubah perilaku masyarakat agar memilih cara yang
menguntungkannya ketika biaya naik dengan imformasi yang kurang lengkap.
Kebanyakan bila pihak asuransi berencana mengurangi pengeluaran biaya berobat,
perilaku individu diefektifkan dengan mengurangi harga perubahan ini di dalam
perilaku disebut Moral hazard (Widiyanto, 2014).
Pembentukan perilaku seseorang maupun tindakan yang akan dilakukan
harus didorong dengan stimulus atau rangsangan. Menurut teori seorang ahli
sosiologi dan ekonomi yaitu Max Weber menyatakan bahwa individu melakukan
suatu tindakan berdasarkan pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atas