BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/382/4/BAB II.pdf · dalam...

29
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Kerja 1. Pengertian Disiplin Kerja Disiplin merupakan keadaan yang menyebabkan atau memberikan dorongan kepada karyawan untuk berbuat dan melakukan segala kegiatan sesuai dengan norma-norma atau aturan- aturan yang telah ditetapkan. Menurut Siagian (2004:305), disiplin merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Dengan perkataan lain, pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap, dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya. Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang untuk mentaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku (Rivai, 2004 :444)

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/382/4/BAB II.pdf · dalam...

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Disiplin Kerja

1. Pengertian Disiplin Kerja

Disiplin merupakan keadaan yang menyebabkan atau

memberikan dorongan kepada karyawan untuk berbuat dan

melakukan segala kegiatan sesuai dengan norma-norma atau aturan-

aturan yang telah ditetapkan. Menurut Siagian (2004:305), disiplin

merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota

organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Dengan

perkataan lain, pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan

yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap, dan

perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela

berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang lain

serta meningkatkan prestasi kerjanya.

Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer

untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk

mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk

meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang untuk mentaati

semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku (Rivai, 2004

:444)

9

Berdasarkan keterangan diatas, maka yang menjadi indikator

pada penilaian disiplin kerja adalah frekuensi kehadiran, ketaatan pada

standar kerja, ketaatan pada peraturan, etika kerja.

Adapun konsep disiplin kerja menurut Sinungan (2000:146)

adalah: ”Sikap mental yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah

laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau

ketaatan (obedience) terhadap peraturan-peraturan yang ditetapkan

baik oleh pemerintah mengenai etik, norma dan kaidah yang berlaku

dalam masyarakat untuk tujuan tertentu”.

2. Model Disiplin Kerja

Dilihat dari perkembangan konsep disiplin ada dua dasar model

disiplin menurut Suwatno (2001:230), yaitu disiplin berdasarkan

tradisi (kuno) dan disiplin berdasarkan sasaran. Perbedaan kedua

disiplin itu berpusat pada tujuan disiplin didalam perusahaan.

a. Disiplin Berdasarkan Tradisi (kuno)

Disiplin ini merupakan cara yang kuno, yaitu cara yang

terdiri dari pendaftaran pelanggaran dan catatan dari hukuman

dari setiap pelanggaran. Disiplin ini dilaksanakan secara kaku

dan tegas tanpa kompromi atau cenderung penegakan disiplin

secara otoriter. Tindakan disiplin ini diterapkan oleh atasan

terhadap bawahan dan tidak pernah sebaliknya.

Pada konsep ini disiplin dipandang sebagai suatu tindakan

hukuman atau ganjaran akibat kesalahan-kesalahan yang dibuat

10

oleh para karyawan dan tujuan dari disiplin ini adalah agar

karyawan tersebut tidak lagi melakukan kesalahan dan merasa

takut seandainya melakukan kesalahan lagi. Hal ini disebabkan

beratnya hukuman yang diterima dan tujuan yang lainnya agar

para karyawan yang lain akan merasa takut dan khawatir

seandainya mereka melakukan kesalahan.

b. Disiplin Berdasarkan Sasaran

Disiplin berdasarkan sasaran bisa dianggap secara sah atau

berlaku apabila dapat diterima secara sukarela oleh semua

komponen didalam organisasi tersebut, apabila tidak dapat

diterima secara sukarela maka secara otomatis disiplin tersebut

tidak sah untuk diterapkan. Fungsi disiplin pada tipe ini adalah

sebagai suatu fungsi pembentuk tingkah laku, bukan sebagai

sistem hukuman.

3. Tujuan Disiplin Kerja

Menurut Bejo Siswanto (2002:292), sebenarnya sangatlah sulit

menetapkan tujuan rinci mengapa pembinaan disiplin kerja perlu

dilakukan oleh manajemen. Secara umum dapat disebutkan bahwa

tujuan utama pembinaan disiplin kerja adalah demi kelangsungan

perusahaan sesuai motif perusahaan.

Secara khusus tujuan pembinaan disiplin kerja para tenaga kerja

antara lain:

11

a. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan

ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan

yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta

melaksanakan perintah manajemen;

b. Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta

mampu memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak

tertentu yang berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan

bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya;

c. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana,

barang dan jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya;

d. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma

yang berlaku pada perusahaan;

e. Tenaga kerja mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi

sesuai dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek

maupun jangka panjang.

4. Tipe Pembinaan Disiplin Kerja

Tipe pembinaan disiplin kerja menurut Suwatno (2001:234)

diantaranya:

a. Disiplin Preventif

Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan

untuk mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai

standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan

dapat dicegah. Dengan disiplin ini pihak perusahaan akan dapat

12

mengantisipasi tindakan-tindakan yang mungkin akan terjadi

yang dapat menghambat jalannya kegiatan organisasi. Jadi dapat

dikatakan disini bahwa disiplin lebih dititikberatkan pada awal-

awal kegiatan sebagai tindakan pencegahan sebelum kesalahan

terjadi.

Manajemen mempunyai tanggung jawab untuk

menciptakan suatu iklim disiplin preventif dimana berbagai

standar diketahui dan dipahami. Sasaran pokoknya adalah untuk

mendorong disiplin diri diantara para karyawan sehingga

karyawan menjaga disiplin diri mereka bukan semata-mata

karena dipaksa manajer. Dalam disiplin preventif, manajemen

berusaha untuk menanamkan kesadaran pada setiap diri

karyawan.

b. Disiplin Korektif

Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk

menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba

untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut.

Maksud dari pendisiplinan ini adalah untuk memperbaiki

kegiatan diwaktu yang akan datang, bukan menghukum kegiatan

dimasa lalu. Kegiatan disiplin korektif sering berupa suatu

bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan. Berbagai

sasaran tindakan pendisiplinan adalah sebagai berikut:

13

1) Untuk memperbaiki pelanggaran.

2) Untuk menghalangi para karyawan yang lain melakukan

kegiatan yang serupa.

3) Untuk menjaga berbagai standar kelompok agar tetap

konsisten dan efektif.

5. Pendekatan-pendekatan Tindakan Disiplin Kerja

a. Aturan kompor panas

Suatu disiplin yang sangat berguna untuk disiplin korelatif

adalah aturan kompor panas. Aturan ini pada hakekatnya

mengatakan bahwa tindakan pendisiplinan hendaknya

menpunyai ciri-ciri yang sama dengan hukuman yang diterima

seseorang karena menyentuh kompor panas. Karakteristik-

karakteristik tersebut adalah bahwa disiplin hendaknya

dilakukan dengan peringatan segera, konsisten dan tidak bersifat

pribadi (impersonal).

Disiplin yang efektif menghukum kegiatan para karyawan

yang salah, bukan menyalahkan karyawan sebagai orangnya.

Ada perbedaan antara penerapan suatu hukuman bagi pekerjaan

yang tidak dilaksanakan dan pemanggilan seorang karyawan

yang bermalas-malasan. Tidak seperti sebuah kompor panas,

para manajer hendaknya mempertimbangkan perasaan karyawan

dalam tindakan pendisiplinan, yaitu melalui pelaksanaan disiplin

secara pribadi, bukan di depan orang banyak atau karyawan lain.

14

b. Disiplin progresif

Disiplin progresif berarti memberikan hukuman-hukuman

yang lebih besar terhadap pelanggaran-pelanggaran yang

berulang. Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada

karyawan untuk mengambil tindakan korektif sebelum

hukuman-hukuman yang lebih ”serius” dilaksanakan. Disiplin

progresif juga memungkinkan manajer untuk membantu

karyawan memperbaiki kesalahan.

Menurut T. Hani Handoko (1996:211), sebuah contoh

yang dikemukakannya bahwa sistem progresif secara reingkas

dapat ditunjukkan sebagai berikut:

1) Teguran secara lisan oleh penyelia

2) Teguran tertulis dalam catatan file personalia

3) Skorsing dari pekerjaan atau lebih lama

4) Skorsing satu minggu atau lebih lama

5) Diturunkan pangkatnya (demosi)

6) Dipecat

c. Tindakan tanpa hukuman

Dalam suatu perusahaan biasanya pelanggaran-

pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan bermacam-macam.

Pelanggaran-pelanggaran tersebut ada yang melewati batasan-

batasan yang sudah ditentukan oleh perusahaan dan ada pula

yang tidak melewati batasan-batasan yang sudah ditentukan.

15

Biasanya tindakan atau pelanggaran yang tidak melewati

batasan itulah yang merupakan tindakan yang tidak diberikan

hukuman atau masih bisa diperbaiki.

Tindakan tanpa hukuman bisa dilakukan dengan

peneguran secara lisan oleh penyelia yang berhubungan dengan

kesalahan keci yang dilakukan oleh karyawan dengan

memberikan pengertian-pengertian yang sifatnya mendidik

karyawan yang bersangkutan agar lebih produktif.

d. Pendekatan konseling

T. Hani Handoko memberikan definisinya bahwa

konseling atau bimbingan dan penyuluhan adalah pembahasan

suatu masalah dengan karyawan dengan maksud pokok kita

membantu karyawan tersebut agar dapat menangani masalah

secara baik.

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam konseling

melalui pendekatan-pendekatan sebagai berikut:

1) Pemberian nasihat

2) Penentraman hati

3) Komunikasi

4) Pengenduran ketegangan emosional

5) Penjernihan pemikiran

6) Reorientasi

16

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tegak tidaknya suatu

disiplin dalam suatu organisasi atau perusahaan. Menurut Gouzali

Syaidam, 1996:291) faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Besar kecilnya pemberian kompensasi

b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan

c. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan

d. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan

e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan

f. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan

g. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya

disiplin.

7. Faktor-faktor Disiplin Kerja

Peraturan itu sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan

dan penyuluhan bagi karyawan, dalam menciptakan tata tertib yang

baik diperusahaan. Karena dengan tata tertib karyawan yang baik,

maka semangat meningkat, moral kerja, efisiensi dan efektivitas kerja

karyawan akan meningkat. Hal ini akan mendukung tercapainya

tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

Perusahaan sulit mencapai tujuannya, jika karyawan tidak

mematuhi peraturan-peraturan yang ada. Kedisiplinan suatu

perusahaan dikatakan baik, jika karyawan mentaati peraturan-

peraturan yang ada. Hukuman juga diperlukan dalam meningkatkan

17

kedisiplinan, karena hukuman ini adalah untuk mendidik para

karyawan, supaya berprilaku mentaati semua peraturan perusahan.

Pemberian hukuman harus adil dan tegas terhadap semua

karyawan dan peraturan tanpa dibarengi dengan pemberian hukuman

yang tegas bagi pelanggarnya bukan menjadi alat pendidik bagi

karyawan. Untuk mengetehui lebih jelas tentang disiplin kerja, lebih

lanjut menurut Hasibuan perlu dipahami faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kedisplinan karyawan pada suatu perusahaan,

adalah:

a. Tujuan dan Kemampuan

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat

kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas

dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi

kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan)

yang dibebankan kepada seseorang karyawan harus sesuai

dengan kemampuan karyawan bersangkutan. Tujuan dan

kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan.

Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal

serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini

berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada

seseorang karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan

bersangkutan.

18

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat

kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas

dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi

kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan)

yang dibebankan kepada seseorang karyawan harus sesuai

dengan kemampuan karyawan bersangkutan. Tetapi jika

pekerjaan itu diluar kemampuannya atau itu jauh dibawah

kemampuannya, maka kesungguhan dan kedisiplinan karyawan

akan rendah. Di sini letak pentingnya asas the right man in the

right place and the right man in the right job

b. Teladan Pimpinan

Dalam menentukan disiplin kerja karyawan maka

pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya.

Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik,

jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Pimpinan jangan

mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik, jika dia sendiri

kurang berdisiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa

perilakunya akan dicontoh dan diteladani oleh para bawahannya.

Hal inilah yang mengharuskan agar pimpinan mempunyai

kedisiplinan yang baik, supaya para bawahan pun berdisiplin

baik.

19

c. Balas Jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi

kedisiplinan karyawan, karena balas jasa akan memberikan

kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap

perusahan/pekerjaannya. Perusahaan harus memberikan balas

jasa yang sesuai. Kedisiplinan karyawan tidak mungkin baik

apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarganya

d. Keadilan

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan

karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa

dirinya penting dan minta diperlakukan sama manusia lainnya.

Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanan dalam pemberian

balas jasa (pengakuan) atau hukuman, akan merangsang

terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Pimpinan atau

manajer yang cakap dalam kepemimpinannya selalu bersikap

adil terhadap semua bawahannya, karena dia menyadari bahwa

dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang

baik pula.

e. Waskat

Waskat (pengawasan melekat) adalah tinadakan nyata dan

paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan

perusahaan, karena dengan waskat ini, berarti atasan harus aktif

20

dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja,

dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus

selalu ada/hadir di tempat kerja, agar dia dapat mengawasi dan

memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami

kesulitan dalam mengerjakan pekerjaannya.

f. Sanksi Hukuman

Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara

kedisiplinan karyawan. Karena dengan adanya sanksi hukuman

yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar

peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku indisipliner

karyawan akan berkurang. Berat ringannya sanksi hukuman

yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya

kedisiplinan karyawan. Sanksi hukuman harus ditetapkan

berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal dan diinformasikan

secara jelas kepada semua karyawan. Sanksi hukuman jangan

terlalu ringan ataupun terlalu berat, supaya hukuman itu tetap

mendidik karyawan untuk mengubah perilakunya. Sanksi

hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan

indisipliner, bersifat mendidik dan menjadi alat motivasi untuk

memelihara kedisiplinan dalam perusahaan

g. Ketegasan

Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan

mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan

21

harus berani tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan

yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah

ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan

hukuman bagi karyawan indispliner akan disegani dan diakui

kepemimpinannya oleh bawahan. Dengan demikian, pimpinan

akan dapat memelihara kedisiplinan karyawan perusahaan

h. Hubungan kemanusiaan

Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama

karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu

perusahan. Hubungan-hubungan itu baik bersifat vertikal

maupun horizontal yang terdiri dari single relationship, direct

group relationship, dan cross relationship hendaknya harmonis.

Pimpinan atau manajer harus barusaha menciptakan suasana

hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat, vertikal

maupun horizontal di antara semua karyawannya. Tercipta

human relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan

dan suasana kerja yang nyaman

B. Umur

Menurut Wilson dan Kneils (1998) usia muda dibagi menjadi dua

yaitu remaja (13 – 20 tahun) dan dewasa awal (21 – 30 tahun), sedangkan

yang termasuk usia dewasa adalah usia dewasa akhir (31 – 39 tahun)

Berasarkan Biro statistik Jakarta, umur dibedakan menjadi 3 golongan

yaitu usia muda, usia produktif dan usia non produktif (Biro Pusat

22

Statistik,1999-2003). Semakin bertambahnya umur seseoarang maka

semakin banyak pula pengalaman yang didapatkannya. Sehingga semakin

bertambah pula pengetahuan yang didapatkannya.

Semakin tua umur seseorang akan mengalami proses kemunduran,

sebenarnya proses kemunduran itu tidak terjadi pada suatu alat saja tetapi

pada seluruh organ tubuh. Semua bagian tubuh mengalami kemunduran,

sehingga pada usia lanjut lebih lama kemungkinan jatuh sakit, misalnya

terkena sakit/mudah mengalami infeksi (Evennet,2003)

Semakin bertambahnya umur seseorang maka semakin banyak pula

pengalaman yang didapatkannya. Sehingga semakin bertambah pula

pengetahuan yang didapatkannya, dengan pengalaman dan pengetahuan

mereka akan lebih bijaksana dalam mengambil keputusan (Muchlas,1999).

Umur akan menentukan sikap seseorang. Pada umumnya seorang

yang berumur muda mempunyai sikap yang radikal dibanding dengan

seorang yang berumur lebih tua. Sedangkan pada orang dewasa sikapnya

lebih moderat. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang pula dalam berfikir dan bekerja

C. Kesejahteraan

1. Pengertian Kesejahteraan Karyawan

Menurut Malayu S.P. Hasibuan kesejahteraan adalah balas jasa

lengkap (materi dan non materi yang diberikan oleh pihak perusahaan

berdasarkan kebijaksanaan. Tujuannya untuk mempertahankan dan

23

memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan agar produktifitasnya

meningkat

Kesejahteraan adalah dapat dipandang sebagai uang bantuan

lebih lanjut kepada karyawan. Terutama pembayarannya kepada

mereka yang sakit, uang bantuan untuk tabungan karyawan,

pembagian berupa saham, asuransi, perawatan dirumah sakit, dan

pensiun. Pentingnya program kesejahteraan yang diberikan kepada

karyawan dalam rangka meningkatkan disiplin kerja karyawan yang

dikemukakan oleh Hasibuan (2001:182) adalah: “Pemberian

kesejahteraan akan menciptakan ketenangan, semangat kerja,

dedikasi, disiplin dan sikap loyal terhadap perusahaan sehingga labour

turnover relative rendah.” Dengan tingkat kesejahteraan yang cukup,

maka mereka akan lebih tenang dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Dengan ketenangan tersebut diharapkan para karyawan akan lebih

berdisiplin.

Menurut I.G. Wursanto (1985:165) menyatakan bahwa :

Kesejahteraan social atau jaminan social bentuk pemberian penghasil

baik dalam bentuk materi maupun dalam bentuk non materi, yang

diberikan oleh perusahaan kepada karyawan untuk selama masa

pengabdiannya ataupun setelah berhenti karena pensiun, lanjut usia

dalam usaha memenuhi kebutuhan materi maupun non materi kepada

karyawan dengan tujuan untuk memberikan semangat atau dorongan

kerja kepada karyawan.

24

Menurut Andre. F. Sikulu menyatakan bahwa : Kesejahteraan

karyawan adalah balas jasa yang diterima oleh pekerja dalam bentuk

selain upah atau gaji langsung

2. Tujuan dan manfaat Program Kesejahteraan Karyawan

Program kesejahteraan yang diberikan oleh perusahaan, lembaga

atau organisasi pada pegawainya hendaknya bermanfaat, sehingga

dapat mendorong tercapainya tujuan perusahaan yang efektif. Program

kesejahteraan karyawan sebaiknya sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan oleh perusahaan dan tidak melanggar peraturan pemerintah.

Adapun tujuan program kesejahteraan pada pegawai menurut Malayu

S.P. Hasibuan (2000:187) adalah :

a. Untuk meningkatkan kesetiaan dan ketertarikan pegawai dengan

perusahaan.

b. Memberikan ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi

pegawai beserta keluarganya.

c. Memotivasi gairah kerja, disiplin dan produktifitas pegawai.

d. Menurunkan tingkat absensi. Dan labour turn over.

1) Menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang baik serta

nyaman.

2) Membantu lancarnya pelaksanaan pekerjaan untuk

mencapai tujuan.

Kesejahteraan dapat dipandang sebagai uang bantuan lebih

lanjut kepada karyawan. Terutama pembayaran kepada mereka yang

25

sakit, uang bantuan untuk tabungan karyawan, pembagian berupa

saham, asuransi, perawatan dirumah sakit, dan pensiun.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang termasuk

kedalam kesejahteraan karyawan dapat dapat berupa uang bantuan

seperti bantuan untuk perawatan untuk karyawan yang sakit serta

perawatannya, bantuan uang untuk tabungan, pembagian saham,

asuransi dan pensiun.

Kesejahteraan buruh/pekerja adalah suatu pemenuhsn kebutuhan

dan/atau keperluasn yasng bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik

didalam maupun diluar hubungan kerja, yang secara langsung atau

tidak langsung dapat mempertinggi produktifitas kerjas dalam

lingkungan kerja yang aman dan sehat (UU ketenagakerjaan, 2003).

Program kesejahteraan karyawan adalah tunjangan – tunjangan

dan peningkatan kesejahteraan yang pemberiannya tidak berdasarkan

pada kinerja pegawai tetapi didasarkan kepada keanggotaanya sebagai

bagian dari organisasi serta pegawai sebagai seorang manusia yang

memiliki banyak kebutuhan agar dapat menjalankan kehidupannya

secara normal dan bekerja lebih baik (Mariot tua, 2002)

Kesejahteraan yang diberikan hendaknya bermanfaat dan

mendorong untuk tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan

masyarakat serta tidak melanggar peraturan legal pemerintah (Malayu

SP, 2000)

26

Tujuan pemberian kesejahteraan antara lain sebagai berikut :

a. Untuk meningkatkan kesetiaan dan keterikatan karyawan

kepada karyawan.

b. Memberikan ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi

karyawan beserta keluarganya.

c. Memotivasi gairah kerja , disiplin dan produktifitas kerja bagi

karyawan.

d. Menurunkan tingkat absensi dan turn over karyawan.

e. Menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang baik serta

nyaman.

f. Membantu lancarnya pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai

tujuan.

g. Mmelihara kesehatan dan meningkatkan kualitas karyawan.

h. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

i. Membantu pelaksanaan program pemerintah dalam

meningkatkan kualitas manusia

j. Mengurangi kecelakaan kerja dan kerusakan peralatan

perusahaan.

k. Menigkatkan status social karyawan beserta keluarganya

Telah dikemukakan bahwa program kesejahteraan karyawan

dapat diberikan secara materi maupun nonmaterial. Kesejahteraan

karyawan secara material berkaitan langsung dengan prestasi

karyawan, dan dapat diberikan berupa kompensasi, seperti uang

27

transport, uang makan, uang pensiun, tunjangan hari raya, uang

jabatan, bonus, uang pendidikan, uang pengobatan, pakaian dinas,

uang cuti, dan uang kematian. Sedangkan kesejahteraan karyawan

secara non material dapat berupa pemberian fasilitas dan pelayan bagi

keryawan seperti fasilitas yang di sediakan oleh pihak perusahaan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program kesejahteraan

terdiri dari dua komponen utama yaitu : kompensasi yang berkaitan

lamgsung dengan prestasi kerja karyawan serta kompensasi yang tidak

berkaitan langsung denganprestasi kerja karyawan tetapi diberikan

oleh pihak perusahaan kepada karyawan yang dipandang sebagai

penghasilan tambahan.

Pemberian kesejahteraan karyawan sangat berarti dan

bermanfaat bagi perusahaan dan karyawan. Bagi karyawan pemberian

kesejahteraan bermanfaat untuk menciptakan hubungan industrial

yang harmonis antara perusahaan dengan karyawan, meningkatkan

semangat kerja karyawan, disiplin kerja, dan sikap loyalitas karyawan

terhadap perusahaan. Sedangkan bagi perusahaan dapat meningkatkan

produktifitas kerja, efisiensi kerja efektifitas kerja, dan maningkatkan

laba. Program kesejahteraan karyawan sangat pemting demi

terwujudnya tujuan perusahaan, namun program kesejahteraan

karyawan harus disusun berdasarkan peraturan yang ada, berdasarkan

asas keadilan dan kelayakan, dan berpedoman pada kemampuan

perusahaan.

28

Bentuk lainnya dari program kesejahteraan karyawan didalam

perusahaan dapat berupa dana bantuan pendidikan, bantuan keuangan,

dan bantuan social. Seperti yang dikemukakan oleh Sondang P.

Siagian, menyebutkan bahwa : “dalam usaha mendorong produktifitas

serta ketenangan kerja pada karyawannya, perusahaan memberikan

jasa-jasa tertentu kepada karaywannya pembayaran diluar upah dan

gaji serta berbagai manfaat sasmpingan. Umumnya diberikan jasa-jasa

tersebut antara lain bantuan pendidikan, bantuan keuangan, dan

bantuan sosial (Sondang, 2003)

Dari uraian-uaraian diatas bahwa pemberian kesejahteraan

bertujuan untuk mendorong produktifitas serta ketenangan kerja pada

perusahaan. Apabila perusahaan memiliki tenaga kerja yang mampu

dan cakap, namun jika tidak ada dorongan kepada karyawan maka

semua itu tidak ada artinya. Jadi agar para karyawan dapat

meningkatkan semangatnya perlu adanya suatu dorongan semangat

kerja yang salah satunya dengan kesejahteraan bagi karyawan, dan

pada akhirnya tujuan dan harapan dari perusahaan dapat terwujud.

Penghargaan terhadap karyawan bentuknya bermacam-macam

namun dapat dikelompokan kedalam empat kelompok : (Mutiara,

2003)

a. Pembayaran untun waktu tidak bekerja.

b. Perlindungan ekonomis terhadap bahaya.

c. Pelayanan karyawan.

29

d. Pembayaran yang dituntut oleh hukum

Program tunjangan dana peningkatan kesejahteraan dapat

dikategorikan menjadi lima yaitu :

a. Pembayaran upah tidak bekerja dengan alasan tertentu.

b. Jamina terhadap resiko kerja.

c. Program peningkatan kesehatan dan kesejahteraan.

d. Program yang berkaitan dengan pengembangan diri karyawan.

e. Tunjangan yang harus dilakukan oleh undang-undang (Mutiara,

2003)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa program

kesejahteraan bertujuan untuk mendorong para karyawan agar dapat

bekerja seoptimal mungkin untuk menghasikkan apa yang diharapkan

oleh perusahaan. Berbagai jenis program kesejahteraan kepada

karyawan, seperti yang diutarakan oleh Malayu S.P. Hasibuan dalam

table dibawah ini.

D. Type perawat

1. Definisi perawat

Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program

pendidikan keperawatan, berwenang di negara bersangkutan untuk

memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien

( Praptiningsih. 2006)

30

2. Peran dan fungsi perawat ( Hidayat, 2004)

a. Peran perawat menurut konsursium ilmu kesehatan tahun 1989

1) Sebagai pemberi asuhan keperawatan

2) Sebagai advokat pasien.

3) Sebagai edukator

4) Sebagai koordinator

5) Peran kolaborator

6) Paran konsultan

7) Sebagai pembaharu

b. Fungsi perawat

1) Fungsi idependen, merupakan fungsi mandiri dan tidak

tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam

melaksanakan tugasnya dilaksanakan sendiri dengan

keputusan sendiri dalam melakukan tindakan untuk

memenuhi kebutuhan dasar manusia.

2) Fungsi dependen merupakan fungsi perawat dalam

melaksanakan kegiatan atas pesan atau intruksi dari

perawat lain.

3) Fungsi interdependen fungsi ini dilakukan dalam

kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan

3. Definisi pelayanan keperawatan

Menurut hasil lokakarya keperawatan tahun 1983, pelayanan

keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional yang merupakan

31

bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu

dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio- psiko- sosio- spiritual

yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat

baik yang sakit maupun sehat yang mencakup siklus hidup manusia

( Hidayat, 2004),

Menurut Handerson 1980 pelayanan keperawatan adalah upaya

untuk membantu individu baik sehat maupun sakit, dari lahir sampai

meninggal dalam bentuk peningkatan pengetahuan dan kemampuan

yang dimiliki sehingga individu tersebut dapat secara optimal

melakukan kegiatan sehari – hari secara mandiri ( Praptiningsih,

2006).

4. Tugas Perawat pelaksana rawat Inap

a. Pengkajian

Menurut Iyer 1996 tahap pengkajian merupakan dasar utama

dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan

kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat,

lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat

penting.

b. Diagnosa keperawatan

Menurut Gordon (1976) dalam Nusrsalam (2005) diagnose

keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial

dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, dia mampu

32

dan mempunyai kewenangan untuk memberikan tindakan

keperawatan.

c. Perencanaan keperawatan

Merupakan langkah penentuan diagnosis keperawatan,

penetapan sasaran dan tujuan, penetapan kriteria evaluasi, dan

dirumuskan intervensi keperawatan berdasarkan pada masalah

yang ditemukan. Dalam perencanaan strategi dikembangkan

untuk mencegah, membatasi, atau memperbaiki masalah yang

ditemukan

d. Implementasi

Merupakan pelaksanaan dari rencana keperawatan yang telah

ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien

secara optimal. Implementasi juga meliputi pencatatan

perawatan pasien dalam dokumen yang telah disepakati.

Dokumen ini dapat digunakan sebagai alat bukti apabila ternyata

timbul masalah hukum terkait dengan pelayanan kesehatan yang

dilakukan oleh rumah sakit umumnya dan perawat khususnya.

e. Evaluasi

Merupakan proses terakhir keperawatan yang menentukan

tingkat keberhasilan keperawatan sejauh mana tujuan dari

rencana keperawatan tercapai atau tidak.

33

5. Tugas Perawat pelaksana rawat Jalan

Melakukan asuhan keperawatan pasien rawat jalan dalam pelaksanaan

dari rencana keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk

memenuhi kebutuhan pasien secara optimal. Mengimplementasikan juga

meliputi pencatatan perawatan pasien dalam dokumen yang telah disepakati.

Dokumen ini dapat digunakan sebagai alat bukti apabila ternyata timbul

masalah hukum terkait dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan.

E. Hasil penelitian terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini

diantara lain disajikan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Tehnik analisa

data

Hasil

1 Muchamad

Suharto

(2009)

Pengaruh

iklim

organisasi,

etos kerja dan

displin kerja

terhadap

efektifitas

kinerja

organisasi

Regresi

Berganda

Faktor iklim organisasi,

etos kerja dan displin

kerja mempunyai

pengaruh signifikan dan

positip terhadap

efektifitas kinerja

organisasi dibuktikan

dengan persamaan

regresi Y= -4,063+

0,61X1+4,623X2+0,537

X3

2 Prima Hendar

FM (2009)

Pengaruh

kepimpinan

kerja dan

kinerja

terhadap

produktifitas

kerja pegawai

bagian

produksi Pada

PT Simongan

Plastik Factori

Semarang

Regresi

Berganda

Ada pengaruh positip

antara kepemimpinan

kerja dan kinerja

terhadap produktifitas

kerja pegawai bagian

produksi Pada PT

Simongan Plastik

Factori Semarang

dengan persamaan

regresi Y=16,09+

0,326X1+0,259X2

34

Perbedaan pada : lokasi, waktu, respoden dan variabel yang

digunakan. Penelitian yang akan dilakukan peneliti mengambil lokasi di

Kecamatan Bangsri waktu tahun 2012 dengan respoden perawat yang

bekerja pada Puskesmas di Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara, adapun

variabel yang digunakan yaitu umur, kesejahteraan dan tipe perawat variabel

bebas dan kedisplinan kerja perawat variabel terikat.

3 Dwi Kusuma

Mawarni

(2007)

Pengaruh

semangat dan

kinerja

terhadap

produktifitas

pegawai pada

perusahaan

daerah air

minum

(PDAM)

Kabupaten

Kudus

Regresi

Berganda

semangat dan kinerja

mempengaruhi

produktifitas pegawai

pada perusahaan daerah

air minum (PDAM)

Kabupaten Kudus

dibuktikan dengan

persamaan regresi Y= -

0,126+

0,277X1+0,208X2

4 Parwanto

Wahyudin

(2009)

Pengaruh

faktor-faktor

kepuasan

kerja terhadap

kinerja

pegawai pusat

pendidikan

Komputer

Akutansi di

Surakarta

Regresi

Berganda Faktor-faktor

kepuasan kerja

mempunyai pengaruh

signifikan dan positif

terhadap kinerja

pegawai pusat

pendidikan Komputer

Akutansi di Surakarta

dibuktikan dengan

persamaan regresi Y=

4,004+

0,340X1+0,319X2+0,09

X3

35

F. Kerangka Teori

Berdasarkan landasan teori di atas, maka dibentuk kerangka teori

penelitian yang dijelaskan melalui gambar berikut

Gambar I

Kerangka Teori

Veithzal Rivai (2004:444)

G. Hipotesis

Hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah

Ha1 = Ada pengaruh positif umur perawat terhadap kedisiplinan kerja

perawat di Puskesmas Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara

Ho =Tidak ada pengaruh positif umur perawat terhadap kedisiplinan kerja

perawat di Puskesmas Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara

Ha2 = Ada pengaruh positif kesejahteraan perawat terhadap kedisiplinan

kerja perawat di Puskesmas Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara

Disiplin Kerja

Umur

Kesejahteraan

Type perawat

36

Ho = Tidak ada pengaruh positif kesejahteraan perawat terhadap

kedisiplinan kerja perawat di Puskesmas Kecamatan Bangsri

Kabupaten Jepara

Ha3 = Ada pengaruh positif tipe perawat terhadap kedisiplinan kerja

perawat di Puskesmas Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara

Ho = Tidak ada pengaruh positif tipe perawat terhadap kedisiplinan kerja

perawat di Puskesmas Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara

Ha4 = ada pengaruh positif umur perawat, tipe perawat dan kesejahteraan

perawat terhadap kedisiplinan kerja perawat di Pukesmas Kecamatan

Bangsri Kabupaten Jepara

Ho = Tidak ada pengaruh positif umur perawat, tipe perawat dan

kesejahteraan perawat terhadap kedisiplinan kerja perawat di

Pukesmas Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara