BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2825/3/Kurniasih Dwi Kusuma...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2825/3/Kurniasih Dwi Kusuma...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kejang Demam
1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakaranium (Hasan & Alatas, dkk, 2007). Kejang demam
merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada
anak, terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun
(Ngastiyah, 2005).
2. Klasifikasi kejang (Cecily & Linda, 2009)
a. Kejang Parsial (Fokal, Lokal)
1) Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu; dapat meliputi satu atau kombinasi
dari hal-hal berikut:
a) Tanda motorik : kedutan pada wajah, tangan, atau suatu
bagian tubuh; biasanya gerakan yang sama terjadi pada
setiap kejang, dan dapat menjadi merata.
b) Tanda dan gejala otomatis : muntah, berkeringat, wajah
merah, dilatasi pupil.
9
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
9
c) Gejala-gejala somatosensori atau sensori khusus:
mendengar suara musik, merasa jatuh dalam suatu ruang,
parestesia.
d) Gejala-gejala fisik : deja vu (seperti siaga), ketakutan,
penglihatan panoramik.
2) Kejang parsial kompleks
a) Gangguan kesadaran, walaupun kejang dapat dimulai
sebagai suatu kejang parsial sederhana.
b) Dapat melibatkan gerakan otomatisme : bibir mengecap,
mengunyah, mengorek berulang, atau gerakan tangan
lainnya.
c) Dapat tanpa otopatis : tatapan terpaku.
b. Kejang Menyeluruh (Konvulsif atau Nonkonvulsif)
1) Kejang lena
a) Gangguan kesadaran dan keresponsifan
b) Dicirikan dengan tatapan terpaku yang biasanya berakhir
kurang dari 15 detik
c) Awitan dan akhir yang mendadak, setelah anak sadar dan
mempunyai perhatian penuh
d) Biasanya dimulai antara usia 4 dan 14 tahun dan sering
hilang pada usia 18 tahun.
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
10
2) Kejang mioklonik
a) Hentakan otot atau kelompok otot yang mendadak dan
involunter
b) Sering terlihat pada orang sehat saat mulai tidur, tetapi bila
patologis melibatkan hentakan leher, bahu, lengan atas, dan
tungkai secara singkron
c) Biasanya berakhir kurang dari 5 detik dan terjadi
berkelompok
d) Biasanya tidak ada atau hanya terjadi perubahan tingkat
kesadaran singkat
3) Kejang tonik-klonik
a) Dimulai dengan kehilangan kesadaran dan bagian tonik,
kaku otot ekstermitas, tubuh dan wajah secara keseluruhan
yang berakhir kurang dari satu menit; sering didahului
oleh suatu aura.
b) Kemungkinan kehilangan kendali kandung kemih dan
usus
c) Tidak ada respirasi dan sianosis
d) Bagian tonik yang diikuti dengan gerakan klonik
ekstremitas atas dan bawah
e) Latergi, konfusi, dan tidur pada fase postictal.
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
11
c. Kejang atonik
1) Kehilangan tonus tiba-tiba yang dapat mengakibatkan turunnya
kelopak mata, kepala terkulai, atau orang tersebut jatuh ke
tanah
2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan
d. Status epileptikus
1) Biasanya kejang tonik-klonik, menyeluruh yang berulang
2) Kesadaran antara kejang tidak didapat
3) Potensial depresi pernafasan, hipotensi, dan hipoksia
4) Memerlukan penanganan medis darurat segera
3. Etiologi
Penyebeb kejang demam masih belum dapat dipastikan. Pada
sebagian besar anak, tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan
suhu tubuh, menjadi faktor pencetus serangan kejang demam.
Biasanya suhu demam lebih dari 38,8°C dan terjadi saat suhu tubuh
naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama
(Dona L. Wong,2008).
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, anoksia,
malformasi otak kongenital, faktor genetik, penyakit infeksi
(ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabolik,
trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit
degeneratif susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat
ditemukan penyebabnya (Betz & Sowden, 2009).
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
12
4. Patofisiologi (Ilmu Kesehatan Anak)
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku
untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses
itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan
fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem
kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan
dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (N+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar
sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a) Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b) Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
13
c) Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit
atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Setiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak
menderita kejang pada suhu tertentu. Pada anak dengan ambang
kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38°C, sedangkan pada
anak dengan ambang kejang tinggi, kejang dapat terjadi ketika suhu
40°C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan
pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
14
5. Manifestasi Klinis (Ngastiyah, 2005)
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang
disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat; misalnya
tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk
tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik.
Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak
tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa
detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya
kelainan saraf. Menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin
timbul pertanyaan sifat kejang atau gejala yang manakah yang
mengakibatkan anak menderita epilepsi. Untuk itu Living Ston
membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu :
a) Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
b) Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered off
fever)
6. Penatalaksanaan manajemen perawatan dan pengobatan
Prinsip manajemen penatalaksanaan dari kejang demam terdiri
dari memberantas kejang segera mungkin, pengobatan penunjang,
memberikan pengobatan rumat, serta mencari dan mengobati faktor
menyebab. Melalui penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosis
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
15
dari kejang demam baik dan tidak perlu menjadi penyebab dari
kematian anak. Empat hal yang harus diperhatikan saat merawat anak
dengan kejang demam, yaitubmemberantas kejang dengan segera,
pemberian obat penunjang, memberikan pengobatan rumatan, dan
mencari serta mengobati faktor penyebab (Sodikin, 2012).
a. Tindakan keperawatan saat di rumah sakit
1) Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan
pertama kali adalah : Air way, Breathing, dan Circulation.
2) Bila hal pertama sudah dapat diatasi, baringkan pasien di
tempat yang datar untuk mencegah terjadinya perpindahan
posisi tubuh kearah yang membahayakan.
3) Atur posisi pasien pada posisi terlentang (miringkan), bukan
posisi tengkurap untuk mencegah aspirasi.
4) Jangan memasang sudip lidah (tongue spatel), karena risiko
lidah tergigit kecil. Sudip lidah dapat membatasi jalan napas.
5) Singkirkan benda-benda berbahaya dari dekat pasien.
6) Longgarkan pakaian pasien untuk memberikan jalan nafas
yang adekuat bila terjadi distensi abdomen.
7) Berikan obat anti kejang melalui rute rektal, seperti diazepam
berikan dengan dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10
kg, pada anak dengan berat badan lebih dari 10 kg berikan
dosis 10 mg.
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
16
8) Bila suhu tubuh melebihi 38,5°C dan bila memungkinkan
berikan antipiretik (ibuprofen).
9) Bila pasien sudah sadar dan terbangun berikan minum hangat.
b. Tindakan keperawatan pada kejang demam karena hipertermi
1) Kaji riwayat sebelumnya, seperti bila pasien pernah kejang
sebelumnya, berikan antipiretik (ibuprofen) untuk mencegah
kejang, dan ibuprofen diberikan bila suhu tubuh berkisar 38-
39,5°C.
2) Beri kompres hangat secara intensif.
3) Hindari pemberian selimut tebal, karena uap panas akan sulit
dilepaskan.
4) Bila pasien sudah sadar dan terbangun berikan minum hangat.
B. Faktor yang Mempengaruhi Risiko Berulangnya Kejang Demam
1. Usia pertama kali kejang
Usia pertama kali kejang sebagian besar adalah kurang dari
dua tahun. Pada keadaan otak belum matang reseptor untuk asam
glutamat baik ionotropik maupun metabotropik sebagai reseptor
eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor gamma amino butyric
acid (GABA) sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak belum
matang eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi. Oleh karena itu,
pada masa otak belum matang mempunyai eksitabilitas neuron lebih
tinggi dibandingkan ya ng sudah matang sehingga disebut sebagai
developmental window dan rentan terhadap bangkitan kejang.
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
17
Eksilator lebih dominan dibandingkan inhibitor, sehingga tidak ada
keseimbangan antara eksilator dan inhibitor.
Anak yang mendapatkan serangan bangkitan kejang pada usia
awal developmental window mempunyai waktu lebih lama fase
eksitabilitas neural dibandingkan anak yang mendapatkan serangan
kejang demam pada usia akhir masa developmental window. Apabila
anak mengalami stimulasi berupa demam pada otak fase ekstabilitas
akan mudah terjadi bangkitan kejang. Developmental window
merupakan masa perkembangan otak fase organisasi yaitu pada waktu
anak berumur kurang dari dua tahun sehingga anak yang mengalami
serangan kejang demam pada umur di bawah dua tahun mempunyai
risiko terjadinya bangkitan kejang demam berulang.
2. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan dengan perbandingan 1 : 2. Hal ini
disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan
dibandingkan pada laki-laki (Puspita, 2010). Hasil dari penelitian Kiki
(2013) menunjukkan bahwa dari 74 responden sebagian besar berjenis
kelamin laki-laki sebesar 44 (59,5%) anak, dengan pada kelompok
kasus sebesar 21 (56,8%) anak dan kelompok kontrol 23 (62,2%)
anak. Jenis kelamin perempuan sebesar 30 (40,5%), dengan pada
kelompok kasus sebesar 16 (43,2%) dan kelompok kontrol 14
(37,8%).
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
18
3. Suhu tubuh ketika kejang
Suhu tubuh terdiri dari suhu permukaan (shell temperature) dan
suhu inti (core temperature). Suhu permukaan adalah suhu yang
terdapat pada permukaan tubuh yaitu kulit dan jaringan subkutan,
sedangkan suhu inti adalah suhu yang terdapat pada organ visera yang
terlindungi dari paparan suhu lingkungan sekitar. Suhu inti sering
diartikan sebagai suhu organ otak tempat pusat pengaturan suhu tubuh
berada (Soedarmo, 2010).
Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda, hal ini
tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Anak
dengan ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38°C,
tetapi pada anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru akan
terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Kejang demam berulang lebih
sering terjadi pada anak dengan ambang kejang rendah, sehingga
penanganannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita mengalami kejang (Sodikin, 2012).
Suhu tubuh anak ketika kejang sangat berpengaruh terhadap
rekuensi kejang demam. Semakin tinggi suhu tubuh anak semakin
besar pula untuk terjadinya kejang demam. Semakin lama demam,
semakin besar pula anak mengalami bangkitan kejang demam.
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga dengan kejang demam adalah salah satu
faktor risiko yang dilaporkan untuk terjadi bangkitan kejang demam.
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
19
Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai
faktor risiko untuk terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang
tua maupun saudara kandung (first degree relative).
Cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang demam
belum dapat dipastikan, apakah autosomal resesif atau autosomal
dominan. Penetrasi autosomal dominan diperkirakan sekitar 60%-
80%. Bila kedua orang tua tidak mempunyai riwayat pernah menderita
kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%. Apabila
salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita
kejang demam mempunyai risiko untuk terjadi kekambuhan kejang
demam 20%-22%. Apabila kedua orang tua penderita tersebut
mempunyai riwayat pernah menderita kejang demam maka risiko
untuk terjadi bangkitan kejang demam meningkat menjadi 59%-64%.
Kejang demam diwariskan lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah,
27% berbanding 7%.
5. Jenis Kejang
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
a) Kejang demam sederhana
Ciri dari kejang ini adalah :
1) Kejang berlangsung singkat
2) Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu <10 menit
3) Tidak terulang dalam 24 jam
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
20
b) Kejang demam kompleks
Ciri kejang ini adalah:
1) Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit
2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial
3) Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
6. Riwayat Prenatal
a. Usia ibu saat hamil
Usia ibu pada saat hamil sangat menentukan status kesehatan
bayi yang akan dilahirkan. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun dapat mengakibatkan berbagai komplikasi
kehamilan dan persalinan. Komplikasi kehamilan diantaranya
adalah hipertensi dan eklamsia, sedangkan gangguan pada
persalinan diantaranya adalah trauma persalinan.
Komplikasi kehamilan dan persalinan dapat menyebabkan
prematuritas, bayi berat lahir rendah, penyulit persalinan dan
partus lama. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan janin dengan
asfiksia. Pada asfiksia akan terjadi hipoksia dan iskemia. Hipoksia
dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau
meningkatkan fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul
kejang bila ada rangsangan yang memadai.
Penelitian yang dilakukan oleh Richardson et. al (2000)
menunjukan bahwa usia ibu hamil kurang dari 20 tahun sebanyak
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
21
3 (7,9%) kejadian kasus dan 11 (7,2%) pada kejadian kontrol,
pada usia ibu hamil antara 20 sampai dengan 29 tahun terdapat 11
(29%) pada kejadian kasus dan 54 (35,5%) pada kejadian kontrol.
Pada usia ibu hamil antara 30 sampai 34 tahun terdapat 13
(34,2%) pada kejadian kasus dan 59 (38,8%) pada kejadian
kontrol, sedangkan pada usia ibu hamil diatas 35 tahun terdapat
11 (29%) pada kejadian kasus dan sebanyak 28 (18,4%) pada
kejadian kontrol.
7. Riwayat Perinatal
a. Usia kehamilan
Usia kehamilan berkaitan dengan kelahiran prematur dan
postmatur. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam
Sarwono (2010) menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi
yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau kurang.
Perkembangan alat-alat tubuh pada bayi prematur kurang
sempurna sehingga belum berfungsi dengan baik. Perdarahan
intraventikuler terjadi pada 50% bayi prematur. Hal ini
disebabkan karena sering menderita apnea, asfiksia berat dan
sindrom gangguan pernafasan sehingga bayi menjadi hipoksia.
Keadaan ini menyebabkan aliran darah ke otak bertambah.
Kemungkinan timbulnya kerusakan otak yang permanen lebih
besar bila keadaan ini sering timbul dan tiap serangan lebih dari
20 detik. Daerah yang rentan terhadap kerusakan antara lain di
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
22
hipokampus. Serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan
eksitabilitas neuron, serangan kejang cenderung berulang dan
selanjutnya menimbulkan kerusakan yang lebih luas.
Kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari)
atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir disebut
kehamilan postmatur atau postterm (Sarwono, 2010). Keadaan ini
akan terjadi proses penuaan plasenta, sehingga pemasukkan
makanan dan oksigen akan menurun. Komplikasi yang dapat
dialami oleh bayi postterm ialah suhu yang tak stabil, hipoglikemi
dan kelainan neurologik. Gawat janin terutama terjadi pada
persalinan, bila terjadi kelainan obstetrik seperti: berat bayi lebih
dari 4000 gram, kelainan posisi, partus >13 jam, perlu dilakukan
tindakan seksio sesaria. Kelainan tersebut dapat menyebabkan
trauma perinatal (cedera mekanik) dan hipoksia janin yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada otak janin. Manifestasi klinis dari
keadaan ini dapat berupa kejang.
b. Asfiksia
Trauma persalinan akan menimbulkan asfiksia perinatal
atau perdarahan intrakranial. Penyebab yang paling banyak akibat
gangguan prenatal dan proses persalinan adalah asfiksia, yang
akan menimbulkan lesi pada daerah hipokampus, dan selanjutnya
menimbulkan kejang. Pada asfiksia perinatal akan terjadi hipoksia
dan iskemia dijaringan otak. Keadaan ini dapat menimbulkan
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
23
bangkitan kejang, baik pada stadium akut dengan frekuensi
tergantung pada derajat beratnya asfiksia, usia janin dan lamanya
asfiksia berlangsung. Bangkitan kejang biasanya mulai timbul 6-
12 jam setelah lahir dan didapat pada 50% kasus, setelah 12 – 24
jam bangkitan kejang menjadi lebih sering dan hebat. Pada kasus
ini prognosisnya kurang baik. Pada 75% - 90% kasus akan
didapatkan gejala sisa gangguan neurologis, diantaranya kejang.
Hipoksia dan iskemia akan menyebabkan peninggian cairan dan
Na intraseluler sehingga terjadi edema otak. Daerah yang sensitif
terhadap hipoksia adalah inti-inti pada batang otak, talamus, dan
kollikulus inferior, sedangkan terhadap iskemia adalah
“watershead area” yaitu daerah parasagital hemisfer yang
mendapat vaskularisasi paling sedikit. Hipoksia dapat
mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya
fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul kejang bila ada
rangsangan yang memadai.
Penelitian oleh Daoud et. al. (2002) di Yordania dengan
menggunakan data selama tahun 1993 sampai dengan 1995 di
Castellammare Stabia Hospital terhadap 156 anak yang
didiagnosa kejang demam pada usia 6-24 bulan menemukan bukti
empiris bahwa kejadian kejang demam dari asfiksia sebanyak 6
(3,8%).
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
24
c. Berat Badan Lahir Rendah
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir
yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2.500
gram. BBLR dapat menyebabkan asfiksia atau iskemia otak dan
perdarahan intraventikuler. Iskemia otak dapat menyebakan
kejang. Bayi dengan BBLR dapat mengalami gangguan
metabolisme yaitu hipoglikemia dan hipokalsemia. Keadaan ini
dapat menyebabkan kerusakan otak pada periode perinatal.
Adanya kerusakan otak, dapat menyebabkan kejang pada
perkembangan selanjutnya. Trauma kepala selama melahirkan
pada bayi dengan BBLR kurang dari 2.500 gram dapat terjadi
perdarahan intrakranial yang mempunyai risiko tinggi untuk
menjadi komplikasi neurologi dengan manifestasi kejang.
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
25
C. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka teori penelitian
Sumber : Modifikasi dari Sodikin (2012), Puspita (2010), Cecily
(2009), Dewanti (2012) dan Fuadi (2010)
Faktor-faktor yang
mempengaruhi risiko
kejang demam berulang :
a. Usia pertama kali
kejang
b. Jenis kelamin
c. Suhu tubuh saat
terjadi kejang
d. Jenis kejang
e. Riwayat keluarga
f. Riwayat prenatal
g. Riwayat perinatal
Penatalaksanaan
1. Saat di rumah sakit
a. Perhatikan
airway, breathing,
dan circulation
b. Baringkan pasien
posisi miring
c. Jauhkan dari
benda berbahaya
d. Longgarkan
pakaian pasien
e. Beri obat anti
kejang
2. Saat hipertermi
a. Kaji riwayat
sebelumnya dan
beri antipiretik
b. Beri kompres
hangat
c. Hindari selimut
tebal
Kejang demam berulang
Kejang parsial
Kejang menyeluruh
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015
26
D. Kerangka Konsep Penelitian
INDEPENDENT
DEPENDENT
Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian
E. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Sugiyono, 2009). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ada pengaruh antara usia pertama kali kejang, jenis kelamin, suhu
dan jenis kejang dengan kejang demam berulang.
2. Faktor risiko yang paling mempengaruhi risiko kejang demam
berulang adalah usia pertama kali kejang, jenis kelamin, riwayat
kejang, suhu atau jenis kejang.
Kejang demam
berulang
Usia pertama kali kejang
Jenis kelamin
Suhu saat terjadi kejang
Jenis kejang
Faktor-Faktor yang..., Kurniasih Dwi Kusuma Wardani, S1 Keperawatan UMP, 2015