BAB II TINJAUAN PUSTAKA A....
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A....
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keperawatan
1. Pengertian Keperawatan
Keperawatan adalah diagnosis dan penanganan respon manusia
terhadap masalah kesehatan aktual maupun potensial (ANA,2000). Dalam
keperawatan moderen respon manusia yang didefinisikan sebagai
pengalaman dan respon orang terhadap sehat dan sakit yang merupakan
suatu fenomena perhatian perawat. Perawat atau nurse berasal dari kata
nutrix yang berarti merawat atau memelihara.
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu
dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spriritual yang
komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit
maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
(Kusnanto, 2003).
Keperawatan merupakan profesi, dimana kedepan perlu semakin
tertib, menurut word medical association (1991) yaitu semakin tertibnya
pekerjaan profesi yang apabila semakin terus dipertahankan pada
gilirannya akan berperan besar dalam turut meningkatkan kulitas hidup
serta derajat kesehatan masyarakat secara menyeluruh.
Keperawatan dalam menjalankan pelayanan sebagai pelayanan
keperawatan secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk
membantu orang sakit maupun yang sehat dalam bentuk peningkatan
pengetahuan, kemampuan yang dimiliki sehingga seseorang dapat
melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri tranpa memerlukan bantuan
atau tergantung orang lain ( Henderson, 1980).
2. Perawat
Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang
berarti merawat atau memelihara. Menurut Kusnanto (2003), perawat
adalah seseorang (seorang profesional) yang mempunyai kemampuan,
tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan/asuhan
keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan. Perawat
(nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat
atau memelihara. Sedangkan perawat menurut Wardhono (1998) adalah
orang yang telah menyelesaikan pendidikan professional keperawatan, dan
diberi kewenangan untuk melaksanakan peran serta fungsinya. Perawat
(nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat
atau memelihara.
Menurut Harlley, (1997) menjelaskan pengertian dasar seorang
perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara,
membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri, dan proses
penuaan. Perawat profesional adalah perawat yang bertanggungjawab dan
berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan
kewenangannya. ( Depkes RI,2002).
Perhatian perawat profesional dalam pelayanan keperawatan adalah
pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Profil perawat profesional
adalah gambaran dan penampilan menyeluruh dimana dalam melakukan
aktifitas keperawatan sesuai dengan kode etik keperawatan, dimana
aktifitas keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberi asuhan
keperawatan, praktek keperawatan, pengelolaan institusi keperawatan,
pendidikan dalam keperawatan.
3. Peran dan Fungsi Perawat
Fungsi perawat didalam melakukan pengkajian pada individu yang
sehat maupun sakit dimana segala aktifitas yang dilakukan dengan
berbagai cara untuk mengendalikan kepribadian pasien secepat mungkin
dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, identifikasi
masalah (diagnosa keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi.
B. Dokumentasi Keperawatan
1. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat, berkaitan dengan pencatatan dan penyimpanan informasi
yang lengkap dan benar, tentang keadaan pasien selama dirawat. Kegiatan
konsep pendokumentasian meliputi ketrampilan berkomunikasi,
ketrampilan pendokumentasian proses keperawatan, dan ketrampilan
standart (Nursalam, 2001).
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pelayanan keperawatan
yang profesional. Karena dengan dokumentasi, semua aspek baik
pengobatan dan perawatan yang dilakukan oleh tim kesehatan tertulis
dengan teratur sehingga dapat membuatkan gambaran kondisi kesehatan
pasien secara keseluruhan (Setyowaty, 2005).
Dokumentasi keperawatan sangat penting bagi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan. Dokumentasi ini penting karena
pelayanan keperawatan yang diberikan pada klien membutuhkan catatan
dan pelaporan yang dapat digunakan sebagai tanggung jawab dan
tanggung gugat dari berbagai kemungkinan masalah yang dialami klien
baik masalah kepuasan maupun ketidakpuasan terhadap pelayanan yang
diberikan. (Hidayat, 2001).
Semua tatanan kesehatan secara hukum perlu mencatat observasi
keperawatan, perawatan yang diberikan, dan respons pasien. Catatan ini
berfungsi sebagai alat komunikasi dan sumber untuk membantu dalam
menentukan keefektifan perawatan dan untuk membantu menyusun
prioritas untuk perawatan yang berkesinambungan. Dalam upaya untuk
menyederhanakan laporan dan untuk meningkatkan pencatatan yang
akurat dan tepat waktu, banyak institusi menggunakan flowsheet untuk
mendokumentasikan aktivitas rutin, pemantauan, dan perawatan pasien.
Flowsheet mengurangi kebutuhan untuk menulis catatan kemajuan yang
rinci. Selain itu, hanya variasi dari nilai dasar yang tercatat dan
perkecualian yang memerlukan penjelasan lebih banyak ditulis dalam
catatan kemajuan. (Doenges et al., 1998).
Dokumentasi adalah bagian dari keseluruhan tanggung jawab
perawat untuk perawatan pasien. Catatan klinis memfasilitasi pemberian
perawatan, meningkatkan kontinuitas perawatan, dan membantu
mengkoordinasikan pengobatan dan evaluasi. (Iyer, 2004).
Sementara ANA dalam Iyer (2004) menekankan peran dokumentasi
dengan peryataan bahwa perawat bertanggung jawab untuk
mengumpulkan data dan mengkaji status kesehatan klien; menentukan
rencana asuhan keperawatan yang ditujukan untuk mencapai tujuan
perawatan; mengevaluasi efektivitas asuhan keperawatan dalam mencapai
tujuan perawatan; dan mengkaji ulang serta merevisi kembali rencana
asuhan keperawatan.
a. Fungsi Dokumentasi
Dokumentasi bukan hanya syarat untuk akreditasi, tetapi juga
syarat hukum di tatanan perawatan kesehatan. Berdasarkan fokus
keperawatan, dokumentasi memberikan catatan tentang penggunaan
proses keperawatan untuk memberikan perawatan pasien individual.
Pengkajian awal dicatat dalam riwayat pasien atau data dasar pasien.
Identifikasi masalah/kebutuhan pasien dan perencanaan
perawatan pasien dicatat dalam rencana perawatan. Implementasi
rencana perawatan dicatat dalam catatan kemajuan dan/atau flowsheet.
Akhirnya, evaluasi perawatan dapat didokumentasikan dalam catatan
kemajuan dan/atau rencana perawatan. Dimana tujuan sistem
dokumentasi adalah untuk :
1. Memfasilitasi pemberian perawatan pasien yang berkualitas
2. Memastikan dokumentasi kemajuan yang berkenaan dengan hasil
yang berfokus pada pasien
3. Memfasilitasi konsistensi antar disiplin dan komunikasi tujuan dan
kemajuan pengobatan
b. Teknik-Teknik untuk Penulisan Catatan Deskriptif
Kemungkinan pembaca catatan yang ditulis di rekam medik
meliputi : pembantu perawat, perawat spesialis klinik, praktisi perawat,
dokter, ahli terapi, psikiater, psikolog, pekerja sosial, peninjau perawat,
pengacara, hakim, peninjau penggunaan, petugas asuransi, peneliti,
wakil institusi, orangtua atau wali, dan juga pasien. Karena banyaknya
jumlah pembaca, maka kejelasan dan akurasi catatan kemajuan
merupakan prioritas.
Catatan-catatan diatas mengajak pembaca untuk dapat
membentuk gambaran yang jelas tentang apa yang terjadi dengan
pasien. Cara yang paling baik untuk memastikan deskriptif (atau
observasional). Pedoman untuk menulis catatan berdasarkan observasi
berikut ini membandingkan dan membedakan bahasa penilaian dan
bahasa deskriptif.
c. Dokumentasi Pengkajian Keperawatan
Pengkajian, diagnosis dan rencana keperawatan merupakan
langkah-langkah awal dari proses keperawatan sebagai dasar untuk
pemberian asuhan keperawatan yang aktual :
1. Tujuan dari pengkajian adalah untuk mengumpulkan,
mengorganisir, dan mencatat data yang menjelaskan respon
manusia yang mempengaruhi pola-pola kesehatan pasien.
2. Tujuan dari diagnosis keperawatan adalah untuk
menginterpretasikan dan memberikan nama pola-pola respon
manusia terhadap masalah-masalah kesehatan.
3. Tujuan dari rencana keperawatan adalah untuk merancang suatu
rencana keperawatan untuk memberikan intervensi keperawatan
berdasarkan respon manusia masalah-masalah kesehatan.
Pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis yang
logis akan mengarah dan mendukung pada identifikasi masalah-
masalah pasien. Masalah-masalah ini dengan menggunakan data
pengkajian sebagai dasar formulasi yang dinyatakan sebagai diagnosa
keperawatan (Nursalam, 2001).
d. Dokumentasi Diagnosa Keperawatan
Teung (1994) mendefinisikan diagnosis keperawatan sebagai
perumusan masalah kesehatan yang aktual atau potensial dari individu,
keluarga atau kelompok dimana perawat dapat secara legal membantu
secara independen atau mandiri.
Dalam melakukan diagnosa, perawat harus mengacu pada
rumusan yang telah ditetapkan. Rumusan diagnosa keperawatan adalah
sebagai berikut : (1) Diagnosis keperawatan yang bersifat nyata
(aktual) yang tersusun atas Problem Etiology, Symtomp. (2) Diagnosis
keperawatan yang bersifat potensial dirumuskan sesuaidengan masalah
yang mungkin timbul berdasarkan kondisi yang pasien hadapi
sekarang. (Gordon, 1987)
e. Dokumentasi Perencanaan Keperawatan
Menurut Teung (1994) menyatakan bahwa tahap ini meliputi
menentukan prioritas masalah, menentukan dan menetapkan hasil yang
akan dicapai atau tujuan asuhan keperawatan, menentukan rencana
tindakan keperawatan atau intervensi, dan menentukan hasil yang akan
dicapai. Dalam menentukan prioritas masalah perlu dipertimbangkan
masalah yang mengancam kehidupan, masalah yang mengancam
kesehatan dan masalah yang menyangkut kesenangan pasien.
Perumusan tujuan pada perencanaan keperawatan adalah untuk
mengarahkan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien agar
hasil yang diinginkan tercapai dan masalah yang tengah dihadapi
pasien dapat dihilangkan atau dikurangi. Pernyataan tujuan harus ada
subyek, predikat dan kriteria. Subjek yaitu pasien atau bagian dari
pasien, predikat adalah kegiatan atau aksi dari pasien, sedangkan
kriteria dari tujuan adalah Specific, Measurable, Achiavable, Realistic
dan Time Limited. (Carpenito, 1999).
f. Dokumentasi Implementasi atau Intervensi Keperawatan.
Teung (1994) mendefinisikan implementasi keperawatan adalah
pelaksanaan atau penerapan tindakan-tindakan yang telah
direncanakan. Sedangkan menurut Nettina (1996), implementasi
keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan aktivitas pasien,
keluarga, anggota tim kesehatan lain, mengawasi dan mencatat respon
pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
g. Dokumentasi Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah langkah akhir dari proses perawatan. Tugas
selama tahap ini termasuk pencatatan pernyataan evaluasi dan revisi
rencana tindakan keperawatan dan intervensi jika perlu. Lebih lanjut,
pernyataan evaluasi memberikan informasi yang penting tentang
pengaruh intervensi yang direncanakan pada keadaan kesehatan klien
(Nursalam, 2001).
Evaluasi merupakan fase pengkajian proses keperawatan, menilai
keefektifan tindakan keperawatan dan mengindikasi kemajuan klien
terhadap tujuan pencapaian. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan
seberapa efektifnya tindakan keperawatan itu untuk mencegah atau
mengobati respon manusia terhadap prosedur, kesehatan. Sedangkan
komponen evaluasi dicatat untuk (Nursalam, 2001) :
1. Mengkomunikasikan status klien dan hasilnya berhubungan
dengan semua arti umum untuk semua perawat.
2. Memberikan informasi yang bermanfaat untuk memutuskan
apakah mengawali, melanjutkan, memodifikasi atau menghentikan
tindakan keperawatan.
3. Memberikan bukti revisi untuk perencanaan perawatan yang
berdasarkan pada catatan penilaian ulang atau reformulasi diagnosa
perawatan.
4. Standar dokumentasi untuk terus mencatat pernyataan evaluasi
perawatan yang merefleksikan keefektifan asuhan keperawatan,
respon klien untuk intervensi perawatan, dan revisi rencana
keperawatan.
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengertian Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan bentuk kegiatan essensial dari
pelayanan keperawatan yang berisi tentang kegiatan praktek keperawatan.
Asuhan keperawatan dilakukan menurut proses keperawatan, yaitu
tindakan yang berurutan, dilakukan secara sistematis untuk menentukan
masalah klien, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi
keberhasilan dari masalah yang dihadapi oleh pasien (Kozier, 1991)
Menurut Carpenito (1998) asuhan keperawatan adalah kegiatan
profesional perawat yang dinamis yang membutuhkan kreativitas dan
berlaku rentang kehidupandan keadaan. Adapun tahap dalam melakukan
keperawatan adalah pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana
kepertawatan, intervensi / implementasi dan evaluasi.
Proses keperawatan menurut Allen (1998) adalah suatu metode
untuk mengkaji respon manusia terhadap kesehatan dan membuat rencana
keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan
yang berhubungan dengan klien, keluarga, orang tredekat atau masyarakat.
Proses keperawatan ada lima langkah, yaitu pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Proses keperawatan ini bersifat
dinamis, yaitu berubah menurut kebutuhan dan perkembangan pasien,
siklus yaitu terus berkesinambungan dan interdependen yaitu setiap tahap
dapat dilaksanakan jika tahap sebelumnya sudah dilakukan atau semua
tahap proses keperawatan tidak dapat dipisah-pisahkan dan di ubah-ubah
urutannya.
2. Pelayan dan Asuhan Keperawatan
Pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
merupakan bentuk pelayanan profesional yang bertujuan untuk membantu
klien dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan dirinya memalui
tindakan pemenuhan kebutuhan klien secara komprehensif dan
berkesinambungan sampai klien mampu untuk melakukan kegiatan
rutinitasnya tanpa bantuan.(Nurochmah, 2001)
Bentuk pelayanan ini seyogyanya diberikan oleh perawat yang
memiliki kemampuan serta sikap dan kepribadian yang sesuai dengan
tuntutan profesi keperawatan; dan untuk itu tenaga keperawatan ini harus
dipersiapkan dan ditingkatkan secara teratur, terrencana, dan kontinyu.
Pelayanan keperawatan yang dilakukan di rumah sakit merupakan
sistem pengelolaan asuahan keperawatan yang diberikan kepada klien agar
menjadi berdaya guna dan berhasil guna. Sistem pengelolaan ini akan
berhasil apabila seseorang perawat yang memiliki tanggung jawab
mengelola tersebut mempunyai pengatahuan tentang manajemen
keperawatan dan kemampuan meminpin orang lain di samping
pengetahuan dan keterampilan klinis yang harus dikuasainya pula.
(Nurochmah, 2001)
Keberhasilan pengelola pelayanan keperawatan akan menimbulkan
keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan oleh para perawat
pelaksananya. Demikian pula sebaliknya, keberhasilan kerja para perawat
pelakasana akan sangat tergantung dari upaya menejerial keperawatan.
Pelayanan keperawatan di ruang rawat terdiri dari serangkaian
kegiatan yang dikoordinatori dan menjadi tanggung jawab kepala ruang
rawat yang berperan sebagai manajer. Pelayanan keperawatan profesional
berfokus pada berbagai kegiatan pemenuhan kebutuhan klien melalui
intervensi keperawatan yang berlandaskan kiat dan ilmu keperawatan.
Para manajer keperawatan senantiasa harus menjamin bahwa
pelayanan yang diberikan oleh para pelaksana keperawatan adalah
pelayanan yang aman dan mementingkan kenyamanan klien. Selain itu,
para manajer perawat seyogyanya menggunakan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan/keperawatan sebagai upaya untuk
mewujudkan praktik keperawatan yang berdasarkan pengetahuan dan fakta
(knowledge/evidence based nursing practice) (Nurochmah, 2001)
Kelancaran pelayanan keperawatan di suatu ruang rawat baik rawat
inap maupun rawat jalan dipengaruhi oleh beberapa aspek yaitu :
a. Visi, misi dan tujuan rumah sakit yang dijabarkan secara lokal ruang
rawat.
b. Struktur organisasi local, mekanisme kerja (standar-standar) yang
diberlakukan di ruang rawat.
c. Sumber daya manusia keperawatan yang memadai baik kuantitas
mapun kualitas.
d. Metoda penugasan/pemberi asuhan dan landasan model pendekatan
kepada klien yang ditetapkan.
e. Tersedianya berbagai sumber/fasilitas yang mendukung pencapaian
kualitas pelayanan yang diberikan.
f. Kesadaran dan motivasi dari seluruh tanaga keperawatan yang ada.
g. Komitmen dari pimpinan rumah sakit (Nurochmah, 2001)
Seluruh aspek pelayanan keperawatan di atas sudah lama menjadi
tuntutan suatu sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit agar pelayanan
yang diberikan dapat memuaskan klien dan keluarga pengguna jasa
pelayanan kesehatan. Tuntutan ini terjadi karena beberapa situasi yang
telah terjadi pada dekade terakhir ini menunjukkan bahwa;
a. Keadaan ekonomi negara telah mempengaruhi aspek ekonomi sistem
pelayanan kesehatan termasuk sistem pembayaran pelayanan
kesehatan dan asuransi kesehatan.
b. Makin meningkatnya tuntutan terhadap hasil pelayanan kesehatan yang
berkualitas.
c. Ketatnya tuntutan dari profesi keperawatan yang sesuai standar dan
pemberdayaan tenaga keperawatan.
d. Dampak perkembangan IPTEK kesehatan telah meningkatkan tekanan
terhadap pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien namun aman
bagi konsumen (Swansburg & Swansburg dalam Nurochmah, 2001).
Terwujudnya suatu bentuk pelayanan yang profesional ditentukan
oleh berbagai aspek yang perlu diperhatikan oleh setiap pimpinan dan
penanggung jawab pelayanan kesehatan demi untuk memnuhi kepentingan
masyarakat yang dilayaninya.
3. Asuhan Keperawatan Bermutu
Asuhan keperawatan profesional diberikan kepada klien oleh
tenaga keperawatan yang memiliki kewenangan dan kompetensi yang
telah ditetapkan oleh profesi. Asuhan keperawatan ini seyogyanya
berlandskan ilmu pengetahuan, prinsip dan teori keperawatan serta
keterampilan dan sikap sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang
diemban kepada perawat tersebut.
Asuhan keperawatan yang bermutu merupakan asuhan manusiawi
yang diberikan kepada klien, memenuhi standar dan kriteria profesi
keperawatan, sesuai dengan standar biaya dan kualitas yang diharapkan
rumah sakit serta mampu mencapai tingkat kepuasan dan memenuhi
harapan klien. Kualitas asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh
berbagai faktor antara lain: kondisi klien, pelayanan keperawatan termasuk
tenaga keperawatan di dalamnya, sistem manajerial dan kemampuan
rumah sakit dalam melengkapi sarana prasarana, serta harapan masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan/keperawatan yang diberikan di rumah sakit
tersebut.
Asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika
pelaksanaan asuhan keperawatan dipersepsikan sebagai suatu kehormatan
yang dimiliki oleh para perawat dalam memperlihatkan sebagai suatu
kehormatan yang dimiliki oleh perawat dalam memperlihatkan haknya
untuk memberikan asuhan yang manusiawi, aman, serta sesuai dengan
standar dan etika profesi keperawatan yang berkesinambungan dan terdiri
dari kegiatan pengkajian, perencanaan, implementasi rencana, dan evaluasi
tindakan keperawatan yang telah diberikan.
Melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik seorang perawat
perlu memiliki kemampuan untuk (1) berhubungan dengan klien dan
keluarga, serta berkomunikasi dengan anggota tim kesehatan lain; (2)
mengkaji kondisi kesehatan klien baik melalui wawancara, pemeriksaan
fisik maupun menginterpretasikan hasil pemeriksaan penunjang; (3)
menetapkan diagnosis keperawatan dan memberikan tindakan yang
dibutuhkan klien; (4) mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah
diberikan serta menyesuaikan kembali perencanaan yang telah dibuat.
Disamping itu, asuhan keperawatan bermutu dapat dilaksanakan
melalui pendekatan metodologis keperawatan. Pendekatan ini dapat
berupa pendekatan keperawatan tim, modular, kasus, atau keperawatan
primer (Grohar-Murray & DiCroce dalam Nurochmah, 2001). Penetapan
pendekatan ini sangat dipengaruhi oleh visi, misi, dan tujuan rumah sakit
dan ruang rawat, ketersediaan tenaga keperawatan baik jumlah mapun
kualifikasi, fasilitas fisik ruangan, tingkat ketergantungan dan mobilitas
klien, tersedianya prosedur dan standar keperawatan, sifat ruangan dan
jenis pelayanan keperawatan yang diberikan.
Mewujudkan asuhan keperawatan bermutu diperlukan beberapa
komponen yang harus dilaksanakan oleh tim keperwatan yaitu (1) terlihat
sikap caring ketika harus memberikan asuhan keperawatan kepada klien,
(2) adanya hubungan perawat - klien yang terapeutik, (3) kolaborasi
dengan anggota tim kesehatan lain, dan (4) kemampun dalam memenuhi
kebutuhan klien, serta (5) kegiatan jaminan mutu (quality assurance).
Dengan demikian, upaya pimpinan rumah sakit dan manajerial
keperawatan seyogyanya difokuskan pada kelima komponen kegiatan
tersebut yang akan diuraikan berikut ini.
a. Sikap “caring” perawat
Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat
dapat dicapai apabila perawat dapat memperlihatkan sikap “caring”
kepada klien. Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan
keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan
harapan, selalu berada disamping klien, dan bersikap “caring” sebagai
media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet, Rehmeyer, Cooper, &
Burroughs dalam Nurochmah, 2001). Para perawat dapat diminta
untuk merawat, namun meraka tidak dapat diperintah untuk
memberikan asuhan dengan menggunakan spirit “caring”.
Spirit “caring” seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri
perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam. Spritit “caring”
bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawata yang
bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh
karenanya, setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berada
ketika memberikan asuhan kepada klien.
“Caring” merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari
praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. “Caring” bukan
semata-mata perilaku. “Caring” adalah cara yang memiliki makna dan
memotivasi tindakan (Marriner-Tomey dalam Nurochmah, 2001).
“Caring”juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan
memberikan asuhan fisik dan perhatikan emosi sambil meningkatkan
rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all dalam Nurochmah,
2001).
Sikap ini diberikan memalui kejujuran, kepercayaan, dan niat
baik. Prilaku “caring” menolong klien meningkatkan perubahan positif
dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial. Diyakini, bersikap
“caring” untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai
lingkungan merupakan esensi keperawatan.
Watson menekankan dalam sikap”caring” ini harus tercermin
sepuluh faktor kuratif yaitu:
1) Pembentukan sistem nilai humanistic dan altruistik. Perawat
menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu
kepada klien. Selain itu, perawat juga memperlihatkan kemapuan
diri dengan memberikan pendidikan kesehatan pada klien.
2) Memberikan kepercayaan - harapan dengan cara memfasilitasi dan
meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Di samping itu,
perawat meningkatkan prilaku klien dalam mencari pertolngan
kesehatan.
3) Menumbuhkan sensitifan terhadap diri dan orang lain. Perawat
belajar menghargai kesensitifan dan perasaan kepada klien,
sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan
bersikap wajar pada orang lain.
4) Mengembangan hubungan saling percaya. Perawat memberikan
informasi dengan jujur, dan memperlihatkan sikap empati yaitu
turut merasakan apa yang dialami klien.
5) Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif
klien. Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan
semua keluhan dan perasaan klien.
6) Penggunaan sistematis metoda penyalesaian masalah untuk
pengambilan keputusan. Perawat menggunakan metoda proses
keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada
klien.
7) Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal,
memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan
memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal klien.
8) Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual
yang mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruhi lingkungan
internal dan eksternal klien terhadap kesehatan kondisi penyakit
klien.
9) Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manisiawi.
Perawat perlu mengenali kebutuhan komperhensif diri dan klien.
Pemenuhan kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih
ke tingkat selanjutnya.
10) Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomologis agar
pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai.
Kadang-kadang seseorang klien perlu dihadapkan pada
pengalaman/pemikiran yang bersifat profokatif. Tujuannya adalah
agar dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri
sendiri.
Kesepuluh faktor karatif ini perlu selalui dilakukan oleh
perawat agar semua aspek dalam diri klien dapat tertangani sehingga
asuhan keperawatan profesional dan bermutu dapat diwujudkan. Selain
itu, melalui penerapan faktor karatif ini perawat juga dapat belajar
untuk lebih memahami diri sebelum mamahami orang lain.
Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik
dan signifikan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada
klien adlah hubungan perawat-klien yang bersifat profesional dengan
penekanan pada bentuknya tinteraksi aktif antara perawat dan klien.
Hubungan ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan
memotivasi keinginan klien untuk bertanggung jawab terhadap kondisi
kesehatannya.
b. Hubungan perawat-klien
Hubungan perawat dan klien adalah suatu bentuk hubungan
terapeutik/profesional dan timbal balik yang bertujuan untuk
meningkatkan efektifitas hasil intervensi keperawatan melalui suatu
proses pembinaan pemahaman tentang dua pihak yang sedang
berhubungan. Hubungan profesional ini diprakasai oleh perawat
melaui sikap empati dan keinginan berrespon (“sense of
responsiveness”) serta keinginan menolong klien (“sense of caring”).
Menurut Peplau, dalam membina hubungan profesional ini,
kedua pihak seyogyanya harus melewati beberapa tahapan (Marriner-
Tomey dalam Nurochmah, 2001) yaitu : (1) tahap orientasi ; (2) tahap
identifikasi ; (3) tahap eksploitasi ; dan tahap resolusi.
Pada tahap orientasi, setelah saling memperkenalkan diri,
perawat berupaya menolong klien mengidentifikasi maslah yang
sedang dihadapi klien. Penjelasan, penekanan perlu dikemukakan oleh
perawat agar klien menyakini masalah atau beberapa masalah yang
perlu diatasi. Tahap identifikasi terjadi ketika klien mampu mampu
mengidentifikasi sesorang atau beberapa orang yang dapat
menolongnya. Pada tahap ini perawat memberi kesempatan klien untuk
mengkaji lebih jauh perasaan tentang diri, penyakit, dan kemampuan
yang dimilikinya.
Tujuannnya adalah agar perawat dapat membimbing klien
periode penyakitnya sebagai pengalaman yang memungkinkan klien
mengenali kembali perasaan dan kekuatan internal yang pernah
dimiliki sehingga dapat memberikan kepuasan yang diperlukan klien.
Tahap eksploitasi terjadi ketika klien mampu menguraikan nilai
dan penghargaan yang dia peroleh dari hubungan profesional dari
hubungan profesional antara perawat dan dirinya. Beberapa tujuan
baru yang perlu dicapai melalui upaya diri klien dapat dikemukakan
oleh perawat, dan kekuatan akan dialihkan oleh perawata kepada klien
apabila klien mengalami hambatan akibat ia tidak mampu mencapai
tujuan baru tersebut.
Tahap akhir dari hubungan profesional perawat - klien adalah
tahap resolusi ditandai dengan tercapainya tujuan yang telah ditetapkan
dan tidak lagi menjadi prioritas kegiatan klien. Pada tahap ini klien
membebaskan diri dari keterkaitannya dengan perawat dan
menunjukkan kemampuannya untuk bertanggung jawab terhadap
kesehatan dirinya. Keempat tahapan dalam hubungaan profesional ini
dapat terjadi tumpang tindih antara satu tahapan dengan tahapan
berikutnya.
Membina hubungan profesional, asuhan keperawatan juga
merupakan media edukatif dimana suatu kekuatan internal yang kokoh
dari seseorang perawat dapat mempengaruhi klein untuk meningkatkan
perilaku dan kepribadian klein selama sakit ke arah kehidupan yang
kreatif, konstruktif, dan produktif. Bberapa peran perlu diemban opelh
perawat ketika menjalankan dan membina hubungan profesional yaitu:
(1) peran sebagai orang asing (“starnger”), (2) narasumber (“resource
person”), (3) pendidik (‘teacingrole”), (4) pemimpin (“leadersip role”),
dan (5) peran pengganti (“surrogate role”) (Marriner-Tomey dalam
Nurochmah, 2001)
Keberhasilahn hubungan profesional/terapeutik anatara perawat
dan klien sangat menentukan keberhasilan hasil tindakan yang
diharapkan. Disamping itu, hubungan profesional yang baik anatara
perawat-klien dapat menghindari, memprediksi, dan mengantisipasi
berbagai penyulit yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, berbagai
peran diatas seyogyanya menjadi fokus perhatian perawat ketika
menolong klien melewati tahapan dlam hubungan profesionalnya
dengan perawat (Nurochmah, 2001)
c. Kolaborasi/kemitraan
Kaloborasi merupakan salah satu model interaksi yang terjadi
diantara dan antar praktisi klinik selama pemberian pelayanan
kesehatan/keperawatan. Kolaborasi meliputi kegiatan berkomunikasi
parallel, berfungsi parallel, bertukar informasi, berkoordinasi,
berkonsultasi, mengelola kasus bersama (ko-manajemen), serta
merujuk.
Kolaborasi merupakan suatu pengakuan keahlian seseorang
oleh orang lain di dalam maupun di luar profesi orang tersebut (ANA,
1995). Kaloborasi ini juga merupakan proses interpersonal dimana dua
orang atau lebih membuat suatu komitmen untuk berinteraksi secara
kontruktif untuk menyelesaikan masalah klien dan mencapai tujuan,
target atau hasil yang ditetapkan.
Para individu ini mengenali dan mengartikulasikan nilai-nilai
yang membuat komitmen ini menjadi terwujud. Kemampuan
mewujudkan komitmen untuk berinteraksi secara kontruktif tergantung
dari persamaan persepsi, tentang tujuan bersama, kompetensi klinik,
dan kemapuan interpersonal, humor, keprcayaan, menghargai dan
menghormati pengetahuan dan praktik keilmuan yang berbeda
(Hanson & Spross dalam Nurochmah, 2001)
Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa
kreiteria yaitu (1) adanya rasa saling percaya dan menghormati, (2)
saling memahami dan menerima keilmuan masing-masing, (3)
memiliki citra diri positif, (4) memiliki kematangan profesional yang
setara (yang timbul dari pendidikan dan pengalaman), (5) mengakui
sebagai mitra kerja bukan bawahan, dan (6) keinginan untuk
bernegosiasi (Hanson & Spross, 1996 dalam Nurocmah).
Inti dari suatu hubungan kolaborasi adalah adanya perasaan
saling tergantung (interdependensi) untuk kerja sama dan bekerja
sama. Bekerja bersama dalam suatu kegiatan dapat memfasilitasi
kolaborasi yang baik. Kerjasama mencerminkan proses koordinasi
pekerjaan agar tujuan auat target yang telah ditentukan dapat dicapai.
Selain itu, menggunakan catatan klien terintegrasi dapat merupakan
suatu alat untuk berkomunikasi anatar profesi secara formal tentang
asuhan klien.
d. Kegiatan menjamin mutu
Asuhan keperawatan bermutu hanya dapat dicapai dan
dipertahankan apabila disertai dengan kegiatan dan rencana untuk
mempertahankan mutu asuhan tersebut. Kegiatan jaminan mutu
(“quality assurance”) adalah membandingkan antara standar yang telah
ditetapkan dengan tingkat pencapaian hasil.
Kegiatan jaminan kualitas pelayanan/asuhan keperawatan
merupakan kegiatan menilai, memantau, atau mengatur pelayanan
yang berorientasi pada konsumen (klien). Dalam keperawatan, tujuan
asuhan bermutu adalah untuk menjamin mutu sambil pada saat yang
sama mencapai tujuan institusi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Keberhasilan pelaksanaan kegiatan menjamin mutu
dipengaruhi oleh beberapa faktor anatara lain dukungan dari manager
puncak (pimpinan rumah sakit), terutama terkait dengan dukungan
biaya dan sumebr daya manusia. Selain itu, pencapaian kriteria
keberhasilan perlu disepakati. Seandainya instuisi menginginkan
pelayanan keperawatan adalah pelayanan terbaik di suatu wilayah,
maka standar dan kriteria keberhasilannya perlu ditetapkan optimal
dan bukan minimal.
Kegiatan jaminan mutu dapat meliputi aspek struktur, proses,
dan outcome. Kegiatan penilaian dan pemantauan dalam pelayanan
keperawatan juga selayaknya diarahkan pada ketiga aspek tersebut.
Oleh karena itu, standar pelayanan, kriteria keberhasilan, alat pengukur
perlu dikembangkan, dan tahapan dlam pelaksanaan kegiatan
menjamin mutu perlu ditetapkan.
Strategi untuk kegiatan jaminan mutu antara lain dengan
benchmarking dan manajemen kualitas total (total quality
management) (Marquis & Huston dalam (Nurochmah, 2001).
Benchmarking atau meneliti praktik terbaik (“best practice research”)
adalah kegiatan mengkaji kelemahan tertentu instiusi dan kemudian
mengidentifikasi instuisi lain yang memiliki keunggulan dalam aspek
yang sama. Kegaiatan dilanjutkan dengan berkomunikasi, menetapkan
kesepakatan kerjasama untuk mendukung dan meningkatkan
kelemahan tersebut
Manajer pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat pula
bekerjasama dengan rumah sakit lain yang tidak saling berkompetensi
untuk meningkatkan satu atau beberapa aspek yang dianggap lemah.
Kerjasama ini bersifat konfidensial dan hanya meningkatkan aspek
yang dianggap masih lemah.
Manajemen kualitas total dilakukan berdasarkan harapan
bahwa individu merupakan fokus produksi dan pelayanan. Penakanan
manajeman kualitas total adalah mengidentifikasi dan melakukan
kegiatan dengan benar, cara yang benar, waktu yang sesuai dan
mencegah masalah. Strategi menjamin kualitas ini sangat menyerap
biaya karena proses ini terus menerus, dan setiap subyek maupun
kegiatan diarahkan pada peningkatan secara berkesinambungan.
Strategi lain dari kegiatan jaminan mutu ynag bersifat
kontemporer adalah penggunaan “critical patways”. Critical pathways
adalah menetapkan kemajuanj yang harus dicapai klien sejak saat klien
diterima di rumah sakit. Keuntungan cara ini adalah standar
pencapaian yang ditetapkan untuk seorang klien dapat diterapkan
untuk klien lain yang berdiagnosis sama. Namun, kelemahannya
adalah tidak dapat mengakomodasi keunikan individual klien. Selain
itu, pendokumentasian critical pathways memerlukan banyak catatan
dan pengkajian ulang (Marquis & Huston dalam Nurochmah, 2001).
Pelaksanaan kegiatan jaminan mutu pelayanan keperawatan di
rumah sakit dapat pula dilakukan dalam bentuk kegiatan pengendalian
mutu (“quality control”). Kegaiatannya dapat dilaksanakan dalam dua
tingkat yaitu tingkat rumah sakit dan tingkat ruang rawat. Tingkat
rumah sakit dapat dilaksanakan dengan cara mengembangkan tim
gugus kendali mutu yang memiliki program baik jangka pendek
maupun jangka panjang.
Kegiatan menilai mutu pada tingkat rumah sakit, akan diawali
dengan penetapan kriteria pengendalian, mengidentifikasi informasi
yang relevan dengan kriteria, menetapkan cara mengumpulakan
informasi/data, mengumpulkan dan menganailisis informasi/data,
membandingkan informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan,
menetapkan keputusan tentang kualitas, memperbaiki situasi sesuai
hasil yang diperoleh, dan menetapkan kembali cara mengumpulkan
informasi (Marquis & Huston dalam Nurochmah, 2001)
Ada 10 indikator kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit
yaitu : (1) angka infeksi nosokomial, (2) angka kejadian klien
jatuh/kecelakaan, (3) tingkat kepuasan klien terhadap pelayanan
kesehatan, (4) tingkat kepusan klien terhadap pengelolaan nyeri dan
kenyamanan, (5) tingkat kepuasan klien terhadap informasi/pendidikan
kesehatan, (6) tingkat kepuasan klien terhadap asuhan keprawtan, (7)
upaya mempertahankan integritas kulit, (8) tingkat kepasan perawat,
(9) kombinasi kerja anatara perawat profesional dan non profesional,
(10) total jam asuhan keperawatan per klien per hari (Marquis &
Huston dalam Nurochmah, 2001)
Pada tingkat ruangan, selain ada individu ruangan yang duduk
sebagai wakil pada tim gugus kendali mutu rumah sakit, maka
seyogyanya dibentuk pula tim ruangan yang disebut tim sirkulasi
kualitas. Tim sirkulus kualitas yang terdiri dari tiga sampai empat
orang perawat ruangan ini berfungsi untuk mengidentifikasi masalah-
masalah pelayanan keperawatan tingkat ruangan, membahas masalah
di dalam tim, menyusun beberapa alternatif solusi, dan menyampaikan
kepada kepala ruangan untuk ditetapkan solusi yang akan diambil dan
dilaksanakan oleh ruangan. Sementara itu, tim ini akan bekerjasama
kembali mengidentifikasikan masalah-masalah lain yang terjadi. Siklus
kegiatan akan berjalan seperti sebelumnya.
D. Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari ‘tahu’, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(Notoadmodjo, 2003).
2. Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkatan (Winkel, 1991) yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan, tingkatan :
mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu
merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara
lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan sebagainya.
Contoh : menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada
anak balita.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang belum
paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap obyek yang dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa
harus makan makanan yang bergizi.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata. Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi penggunaan kaidah, metode,
prinsip dan sebagainya sesuai kontek dan situasi tertentu.
d. Analisis (Analysis)
Analysis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu
materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih
dalam suatu struktur tersebut, dan masih ada kaitannya satu dengan
yang lain. Kemampuan abtraks ini dapat dilihat dari penggunaan kata
kerja, seperti dapat menggambarkan atau membuat bagan,
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menggabungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya
dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkasnya dan
menyelesaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-
penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya dapat
membandingkan antara anak yang cukup gizi dan anak yang kurang
gizi, dapat menanggapi terjadinya diare disuatu tempat, dapat
menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut penyuluhan
dan sebagainya.
Berdasarkan pengalaman bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
dengan pengetahuan (Notoatmodjo, 1997).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
a. Tingkat Pendidikan
Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal
yang sangat pokok. Sudah barang tentu tingkat pendidikan dapat
menghasilkan suatu perubahan dalam pengetahuan seseorang.
Umumnya personel keperawatan ingin mendapatkan kehidupan yang
lebih baik maka dipertahankan oleh program pengembangan SDM
yang mencakup pendidikan profesional, teknis dan liberal ( pendidikan
umum, seni liberal). Pendidikan akan meningkatkan produktifitas
perawat apabila manajemen mengakui bahwa pendidikan dan
produktifitas adalah berkaitan.
b. Informasi
Kurangnya informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat,
cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan
sebagainya akan menurunkan tingkat pengetahuan seseorang tentang
hal tersebut. Di dalam keperawatan pada seorang perawat dalam
menerima laporan harian tertulis pada pasien tertentu kebanyakan dari
informasi tersebut kurang bermanfaat untuknya karena sedikit
keterangan yang berhubungan dengan masalah keperawatan seorang
pasien atau asuhan keperawatan yang ditentukan
c. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan
seseorang, karena informasi-informasi baru akan disaring kira-kira
sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut. Budaya
mencakup jaringan komunikasi baik formal maupun informal. Budaya
mencakup peran yang berhubungan dengan karakteristik seseorang.
Suatu kebudayaan berfokus pada kehidupan kerja, ada potensial
konflik antara pengumpulan normal individu yang berbeda dan normal
kebudayaan yang berlawanan. Budaya yang kuat yang mendorong
partisipasi dan keterlibatan karyawan dalam pembagian pembuatan
keputusan mempengaruhi kinerja secara positif.
d. Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur, dengan tingkat
pendidikan seseorang, maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman
akan lebih luas sedang umur semakin bertambah.
e. Sosial ekonomi
Sosial ekonomi yang rendah berpengaruh pada pengetahuan
seseorang tentang tumbuh kembang anak, dalam memenuhi kebutuhan
hidup sehat terutama perawatan kebersihan diri dan makanan bergizi.
E. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : faktor-faktor yang berhubungan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan
(modifikasi : Notoatmodjo, 2003).
Pelaksanaan Pendokumentasian
asuhan keperawatan
- Enabling :
1. Faktor Intern : kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi.
2. Faktor Ekstern : objek, orang, kelompok dan hasil-hasil kebudayaan
- Faktor Prediposisi
1. Tingkat Pengetahuan 2. Sikap 3. Keyakinan 4. Kepercayaan 5. Nilai agama 6. Mitos 7. Pengalaman
- Reinforcing 1. Sikap Perawat 2. Perilaku perawat 3. Lama kerja perawat 4. Pengalaman
F. Kerangka Konsep
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel Terikat
G. Hipotesis
a. Ada hubungan antara pengetahuan dengan pendokumentasian asuhan
keperawatan di Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal
b. Ada hubungan antara masa kerja dengan pendokumentasian asuhan
keperawatan di Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal
c. Ada hubungan antara pendidikan dengan pendokumentasian asuhan
keperawatan di Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal.
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Pengetahuan
Masa kerja
Pendidikan