BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran 1. Belajareprints.mercubuana-yogya.ac.id/461/2/BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran 1. Belajareprints.mercubuana-yogya.ac.id/461/2/BAB...
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakikat Pembelajaran
1. Belajar
Menurut Syah (2002: 98), belajar adalah kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan
jenjang pendidikan. Oleh karena itu tanpa adanya proses belajar maka tidak
akan ada pula pendidikan. Menurut Jerome Bruner (Suherman, 2003: 43),
belajar akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-
konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang
diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan
struktur-struktur. Oleh karena itu, belajar sangat terkait dengan pola berpikir
sistematis, yaitu berpikir merumuskan sesuatu yang dilakukan atau yang
berhubungan dengan struktur-struktur yang telah dibentuk.
Piaget (Dahar, 1989: 159) berpendapat bahwa pengetahuan yang
dibangun dari fikiran anak selama anak tersebut terlibat dalam proses
pembelajaran merupakan akibat dari interaksi secara aktif dengan
lingkungannya. Menurut Vygotsky dalam teorinya menyatakan bahwa belajar
diartikan sebagai proses membangun makna atau pemahaman terhadap
informasi dan pengalaman hasil interaksi antar siswa, proses membangun
makna tersebut dilakukan sendiri oleh siswa dan dimantapkan bersama orang
lain (Slavin, 2000: 17).
11
Menurut Duffy & Mc Donald (2010: 28) menyatakan bahwa
“Learning is a complex activity that can be explained differently on one’s
perspective on how and why people do what they do”. Dari pernyataan
tersebut menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang kompleks yang
dapat dijelaskan secara berbeda tergantung persepektif seseorang tentang
bagaimana dan mengapa berbuat apa yang mereka lakukan.
Menurut Bell-Gredler (1986: 1) menyatakan bahwa, “Learning is the
process by which human beings acquire a vast variety of competencies, skills,
and attitudes”. Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa belajar adalah
proses dimana manusia memperoleh berbagai kompetensi, keterampilan dan
sikap.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah usaha yang dilakukan individu untuk membangun makna atau
pemahaman dalam dirinya secara keseluruhan baik berupa perubahan tingkah
laku, sikap siswa, pengalaman, keterampilan, dan informasi sebagai akibat
dari latihan serta interaksinya dengan lingkungan.
2. Pembelajaran
Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 297) pembelajaran adalah
kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat
siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Menurut Fontana (Suherman, 2003: 7), pembelajaran merupakan upaya
penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan
berkembang secara optimal. Pembelajaran harus mempunyai tujuan yang jelas
12
untuk memberikan arah dan menuntun siswa dalam mencapai prestasi yang
diharapkan, hal tersebut sesuai dengan pendapat Sardiman (2007: 25) bahwa:
Tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu: a) untuk mendapatkan pengetahuan, b)
penanaman konsep keterampilan baru, dan c) pembentukan sikap.
Menurut Nitko & Brookhart (2007: 18) menyatakan bahwa,
“Instruction is the process you use to provide students with the
conditions that help them achieve the learning targets. Some
learning target are cognitive, meaning that they deal primarily
with intellectual knowledge and thinking skills. Other learning
outcomes are affective, meaning that they deal with how
students should feel or what they should value. Yet other
learning targets are psychomotor, meaning that they deal
primarily with motor skills and physical perceptions”.
Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses yang
digunakan guru untuk mengarahkan siswa dengan kondisi tertentu yang
membantu mereka mencapai target belajar. Beberapa target belajar adalah: 1)
kognitif, berhubungan dengan pngetahuan intelektual dan kemampuan
berpikir, 2) afektif, yaitu berhubungan dengan bagaimana bisa merasakan dan
apa yang seharusnya mereka nilai, dan 3) psikomotor, yaitu berhubungan
dengan ketrampilan motorik dan dan tanggapan secara fisik.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-
unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi tujuan pembelajaran (Hamalik, 2005: 57). Dalam proses
pembelajaran, seseorang umumnya melalui empat tahap belajar seperti yang
dikemukakan Horsley (1990: 59) yaitu: 1) tahap apersepsi, tahap ini berguna
untuk mengungkapkan konsep awal siswa dan digunakan untuk
membangkitkan motivasi belajar siswa; 2) tahap eksplorasi, tahap berguna
13
untuk mediasi pengungkapan ide-ide atau pengetahuan dalam diri siswa; 3)
tahap diskusi dan penjelasan konsep, pada tahap ini siswa diupayakan untuk
bekerjasama dengan teman-temannya, berusaha menjelaskan pemahamannya
kepada orang lain, bahkan menghargai penemuan temannya; 4) tahap
pengembangan dan aplikasi konsep, tahap ini adalah tahap untuk mengukur
sejauh mana pemahaman siswa terhadap suatu konsep dengan menyelesaikan
permasalahan.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut pembelajaran adalah proses
interaksi yang dilakukan antara guru dengan siswa, lingkungan, dan sumber
belajar supaya siswa dapat belajar melalui proses perencanaan, pelaksanaan,
dan penilaian yang dilakukan oleh guru, dimana perencanaan tersebut meliputi
pembuatan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), sedangkan
proses pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan merupakan implementasi
dari perencanaan yang telah disusun dalam RPP tersebut.
3. Matematika
Menurut Johnson dan Rising (Suherman, 2003: 17) matematika adalah
pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik. Matematika
adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat,
jelas, akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa
simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi (Suherman, 2001: 19).
Menurut Chambers (2008: 9) menyatakan bahwa,
“Mathematics is the study of patterns abstracted from the
world around us-so anything we learn in maths has literally
thousands of applications, in arts, sciences, finance, health and
recreation”.
14
Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa matematika adalah studi tentang
pola diabstraksikan dari dunia di sekitar kita pelajari di matematika memiliki
ribuan aplikasi, dalam seni, ilmu, keuangan, kesehatan dan rekreasi.
Reys (Suherman, 2003: 17) menyatakan bahwa matematika
mempelajari tentang pola dan hubungan, cara berpikir, seni yang bersifat urut
dan konsisten, bahasa yang menggunakan istilah dan simbol, serta alat yang
dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah dalam bidang lain, dunia kerja
dan kehidupan sehari-hari. Soedjadi (Setianingsih, 2000: 135-146)
menyatakan beberapa definisi matematika berdasarkan sudut pandang
pembuatnya, sebagai berikut:
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir
secara sistematis.
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan
berhubungan dengan bilangan.
d. Matematika adalah pengetahun tentang fakta-fakta kuantitatif dan
masalah ruang dan bentuk.
e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.
f. Matematika pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Menurut Haylock & Thangata (2007: 3), menyatakan bahwa
“Mathematics is important in everyday life, many forms of
employment, science and technology, medicine, the economy,
the environment and development, and in public decision-
making”.
Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa matematika itu penting dalam
kehidupan sehari-hari, dalam bidang pekerjaan, sains dan teknologi, medis,
ekonomi, lingkungan dan pemerintahan, serta penentuan kebijakan yang
bersifat umum.
15
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
matematika adalah suatu ilmu terstruktur yang berkenaan dengan ide-ide,
struktur-struktur, dan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan konsep-
konsep abstrak terstruktur dan terorganisir secara sistematis dalam rangkaian
urutan yang logis. Jadi matematika merupakan ilmu yang tidak sekedar
menghitung secara teknis dan mekanis, tetapi matematika merupakan suatu
ilmu deduktif formal dan abstrak yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematika terbagi ke dalam tiga
bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.
4. Pembelajaran Matematika
Herman Hudojo (2005: 135) menyatakan bahwa pembelajaran
matematika berarti pembelajaran tentang konsep-konsep atau struktur-struktur
yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta mencari hubungan-
hubungan antara konsep-konsep atau struktur-struktur tersebut. Sesuai dengan
pengertian di atas, pembelajaran matematika seharusnya dilaksanakan secara
terpadu dengan mengoptimalkan peran siswa sebagai pembelajar. Siswa tidak
hanya mendapatkan pemahaman konsep tetapi siswa juga diharapkan
memiliki keterampilan dan kreativitas dalam belajar matematika sehingga
mampu menerapkannya dalam menyelesaikan masalah sehari-hari.
Menurut Suherman (2003: 3), pembelajaran matematika hendaknya
tidak hanya belajar untuk mengetahui, tetapi juga belajar melakukan, belajar
menjiwai, belajar bagaimana harusnya belajar dan belajar bersosialisasi.
Dalam pembelajaran seperti itu, akan terjadi interaksi dan komunikasi antara
16
siswa, guru dan siswa lain. Siswa juga bisa mengaitkan konsep yang
dipelajarinya dengan konsep-konsep lain yang relevan, serta belajar
memecahkan masalah sebagai latihan untuk membiasakan belajar dengan
tingkat kognitif tinggi. Dengan pembelajaran seperti itu, diharapkan kelas
menjadi lebih hidup karena siswa merasa senang dan berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran.
Menurut Harta (2006: 4) pembelajaran matematika ditujukan untuk
membina kemampuan siswa diantaranya dalam memahami konsep
matematika, menggunakan penalaran, menyelesaikan masalah,
mengkomunikasikan gagasan, dan memiliki sikap menghargai terhadap
matematika. Sedangkan menurut Sumarno (2004: 5) pembelajaran matematika
diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis, yang
meliputi pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, koreksi
matematis, dan objektif. Dalam pembelajaran matematika, siswa dibiasakan
untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang
dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstrak).
Menurut Romberg & Kaput (2009: 5) yang menyatakan bahwa,
“School mathematics should be viewed as a human activity
that reflects the work of mathematicions-finding out why given
techniques work, inventing view techniques, justifying
assertions, and so forth. It should also reflect how users of
mathematics investigate a problem situation, decide on
variables, decide on ways to quantify and relate the variables,
carry out calculations, make predictions, and verify the utility
of the predictions”.
Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa matematika sekolah merupakan
suatu kegiatan manusia yang mencerminkan hasil karya matematikawan yakni
17
mencari tahu mengapa dan bagaimana suatu teknik atau trik tertentu dapat
bekerja, menemukan teknik baru, membenarkan pernyataan, dan lain
sebagainya. Pembelajaran matematika juga harus mencerminkan bagaimana
pengguna matematika menyelidiki situasi masalah, menentukan variabel,
merumuskan cara untuk mengukur variabel-variabel, melakukan perhitungan,
membuat prediksi, dan memverifikasi keakuratan dari prediksi tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika adalah proses atau kegiatan guru mata pelajaran
matematika dalam mengajarkan matematika kepada para siswanya, yang
dalamnya terkandung upaya guru untuk memberi peluang kepada siswa untuk
membangun pengetahuan matematika mereka melalui pengalaman yang
bermakna. Pembelajaran matematika di SMP Negeri 2 Sentolo dalam
penelitian ini adalah meliputi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi
Dasar) sebagai berikut:
Tabel 3.
SK dan KD Mata Pelajaran Matematika Kelas VIII
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
4. Menentukan unsur, bagian
lingkaran serta ukurannya.
4.1. Menentukan unsur dan bagian-bagian
lingkaran.
4.2. Menghitung keliling dan luas lingkaran.
B. Pemahaman Konsep Matematika
Pemahaman adalah suatu isu yang meluas diluar batasan-batasan
pendidikan matematika. Banyak teori-teori umum tentang belajar, termasuk
tentang perbedaan skemata awal yang dimiliki pebelajar berkaitan degan
upaya siswa mencapai pemahaman. Menurut Hiebert & Carpenter (1992: 78)
menegaskan salah satu ide yang paling diterima dalam pendidikan matematika
18
adalah siswa harus memahami matematika. Pemahaman adalah salah satu
aspek dalam belajar yang digunakan sebagai dasar mengembangkan model
pembelajaran dengan memperhatikan indikator pemahaman.
Pemahaman matematika menurut Pirie & Kieren (Koyama, 1992: 67)
menyatakan bahwa:
“Mathematical understanding can be characterized as levelled
but non-linear. It is a recursive phenomenon and recursion is
seen to occur when thinking moves between levels of
sophistication. Indeed each level of understanding is contained
within succeeding levels. Any particular level is dependent on
the forms and processes within and, further, is constrained by
those without.”
Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa pemahaman matematika dapat
dikarakteristikan sebagai tingkatan tetapi tidak linear. Hal ini merupakan
fenomena berulang dan berpikir, bergerak pada tingkat yang lebih canggih.
Setiap tingkat pemahaman terkandung tingkat keberhasilan, tergantung pada
bentuk dan proses dalam jarak tanpa dibatasi oleh apapun.
Menurut Hanna & Yackel (NCTM, 2000: 21) menyatakan bahwa
“Learning with understanding can be further enhanced by
classroom interaction, as students propose mathematical ideas
and conjectures, learn to evaluate their own thinking and that
of others, and develop mathematical reasoning skill.”
Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa belajar dengan pemahaman dapat
dicapai dari interaksi kelas sebagaimana siswa mengajukan ide-ide
matematika dan konjektur, belajar mengevaluasi pemikiran mereka dan bagian
lainnya, serta mengembangkan keterampilan penalaran matematika.
Konsep menurut Frederick (1978: 108) dapat diartikan sebagai suatu
ide abstrak tentang suatu objek atau kejadian yang dibentuk dengan
19
memandang sifat-sifat yang sama dari sekumpulan objek, sehingga seseorang
dapat mengelompokkan atau mengklasifikasikan objek atau kejadian sekaligus
menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari
pengertian tersebut. Sebuah konsep matematika dapat dipelajari melalui:
mendengarkan, melihat, menangani, dan berdiskusi.
Menurut Ansjar & Sembiring (2006: 25), penguasaan konsep
matematika terdiri atas beberapa hal, yaitu sebagai berikut:
a. Mengucapkan konsep matematika dengan baik dan benar.
b. Menjelaskan konsep matematika dengan kalimat atau kata-kata biasa
sehingga dapat dipahami orang lain.
c. Mengidentifikasikan keberlakuan atau ketidakberlakuan konsep
matematika, yaitu kemampuan atau tidak menggunakan konsep pada
tempat/situasi yang tepat.
d. Menginterpretasi suatu konsep matematika.
e. Menerapkan konsep matematika dengan benar dan baik dalam
lingkungan matematika atau bidang lain.
f. Kemampuan berkomunikasi dan koneksi mengenai matematika.
Sedangkan menurut Schunk (2010: 194) menyatakan bahwa “Concept
learning involves identifying attributes, generalizing them to new examples
and discriminating examples”. Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa
pembelajaran konsep melibatkan mengidentifikasi atribut, generalisasi
pembelajaran untuk contoh-contoh baru dan membedakan contoh-contoh dari
yang bukan contoh-contoh. Pemahaman secara konsep adalah kunci aspek
pembelajaran. Hal penting dari tujuan mengajar adalah menolong para siswa
untuk paham pada konsep utama.
20
Pemahaman konsep menurut Skemp (1971: 32) menyatakan bahwa
“Concepts of a higher order than those which a person already
has cannot be communicated to him by a definition, but only by
arranging for him to encounter a suitable collection of
example”.
Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa konsep merupakan derajat yang
lebih tinggi yang mana tidak dapat dikomunikasikan dengan sebuah definisi,
namun hanya sebagai pengatur dari ketentuan. Mengacu pada teori
pemahaman dari Skemp, sebagai contoh siswa memahami geometri segitiga,
maka konsep tersebut dapat dijadikan basis untuk pemahaman geometri
segiempat bidang datar.
Sierpinska (1994: 4) menyatakan bahwa
“…understanding concept would consist in analyzing this
definition or this description, recognizing these relations and
these interpretations”.
Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa pemahaman konsep meliputi
menganalisis definisi atau deskripsinya, mengenal hubungan-hubungan dan
interpretasi-interpretasi didalamnya.
Pemahaman konsep adalah salah satu kecakapan atau kemahiran
matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika yaitu
dengan menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajarinya,
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah
(Depdiknas, 2003: 2).
Sedangkan menurut Benyamin Bloom (Suherman, 2003: 24),
pemahaman konsep adalah tingkatan yang paling rendah dalam aspek kognitif
21
yang berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Dalam
tingkatan ini siswa diharapkan mampu memahami konsep atau ide-ide
matematika bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan
tanpa perlu menghubungkannya dengan ide-ide lain dengan segala
implikasinya.
Petunjuk teknis peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas tentang
penilaian perkembangan anak didik SMP (Wardhani, 2006: 4) mengemukakan
beberapa indikator dari pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika,
diantaranya:
a. Menyatakan ulang sebuah konsep.
b. Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan
konsepnya.
c. Memilih contoh dan bukan contoh dari konsep.
d. Menunjukkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep.
e. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.
f. Memanfaatkan dan memilih operasi tertentu, serta mengaplikasikan
konsep ke penyelesaian masalah.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
pemahaman konsep matematika adalah mengerti ide abstrak tentang suatu
objek atau kejadian yang dibentuk dengan memandang sifat-sifat yang sama
dari sekumpulan objek dalam hal menyatakan ulang sebuah konsep,
mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan
konsepnya, memberi contoh dan bukan contoh dari konsep, menyajikan
konsep dalam bentuk representasi matematis, serta memanfaatkan dan
memilih prosedur atau operasi tertentu.
22
C. Sikap Terhadap Matematika
Secara historis, istilah ‘sikap’ (attitude) digunakan pertama kali oleh
Herbert Spencer di tahun 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai
status mental seseorang. Di masa-masa awal itu pula penggunaan konsep sikap
sering dikaitkan dengan konsep mengenai postur fisik atau posisi tubuh
seseorang. Pada tahun 1888 Lange menggunakan istilah sikap dalam bidang
eksperimen mengenai respon untuk menggambarkan kesiapan seseorang
sebagai subjek dalam menghadapi stimulus yang datang tiba-tiba. Oleh Lange
kesiapan dalam diri individu untuk merespon stimulus itu disebut aufgabe atau
task attitude. Jadi, menurut istilah Lange, sikap tidak hanya merupakan aspek
mental semata melainkan mencakup pula aspek respon fisik (Azwar, 2007: 3-
4).
Sikap merupakan salah satu bagian dari kepribadian yang dapat
mempengaruhi cara seseorang dalam bertindak dan bertingkah laku. Sikap
juga telah didefinisikan dalam berbagai versi oleh para ahli. Puluhan definisi
dan pengertian itu pada umumnya dapat dimasukkan ke dalam salah satu
diantara tiga kerangka pemikiran (Azwar, 2007: 4).
Pertama adalah kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli
psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood.
Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.
Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau
memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau memihak
(unfavorable) pada objek tersebut (Azwar, 2007: 4-5).
23
Kelompok pemikiran yang ke dua diwakili oleh para ahli seperti
Chave, Bogardus, LaPierre, Mead, dan Gordon Allport. Menurut kelompok
pimikiran ini, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap
suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang
dimaksudkan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara
tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki
adanya respons (Azwar, 2007: 5).
Kelompok pemikiran yang ketiga adalah kelompok yang berorientasi
kepada skema triadik (triadic scheme). Menurut kerangka pemikiran ini, suatu
sikap merupakan konstelasi komponen-konponen kognitif, afektif, dan konatif
yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku
terhadap suatu objek (Azwar, 2007: 5).
Ahli-ahli yang lain mendefinisikan konstrak kognisi, afeksi dan konasi
sebagai tidak menyatu langsung kedalam konsepsi mengenai sikap. Perhatikan
skema gambar berikut.
24
Gambar 1.
Konsepsi Skematik Rosenberg & Hovland Mengenai Sikap
Dalam skema gambar tersebut terlihat bahwa sikap seseorang terhadap
suatu objek selalu berperan sebagai suatu perantara antara responsnya dan
objek yang bersangkutan. Respon diklasifikasikan dalam tiga macam, yaitu
respon kognitif (pernyataan mengenai apa yang diyakini), respon afektif
(respon syaraf simpatetik dan pernyataan afeksi), serta respon kognitif (respon
mengenai tindakan atau pernyataan mengenai perilaku). Masing-masing
klasifikasi respon ini berhubungan dengan ketiga komponen sikapnya (Azwar,
2007: 7).
Menurut Trow (Djaali, 2007: 114) sikap sebagai suatu kesiapan mental
atau emosional dalam beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat.
Sedangkan menurut Winkel (2004: 117) orang yang bersikap tertentu,
cenderung menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan penilaian
terhadap obyek itu, berguna/berharga baginya atau tidak.
25
Menurut Nitko & Brokhart (2007: 451) menyatakan bahwa
“Attitudes are characteristic of person that describe their
positive and negative feelings toward particular objects,
situations, institutions, persons, or ideas”.
Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa sikap adalah karakteristik dari
seseorang yang menggambarkan perasaan positif dan negatif mereka terhadap
objek, situasi, institusi, seseorang atau ide tertentu.
Menurut Leder (1992: 4) tentang sikap yakni:
“Attitudes involve what people think about, feel about, and
how they would like to behave toward an attitude object.
Behavior is not only determinated by what people would like to
do but also by what they think they should do, that is, social
norms, by what they have usually done, that is habits, and the
expected coonsequences of behavior”.
Artinya sikap melibatkan apa yang orang pikirkan, apa yang orang rasakan
dan bagaimana mereka bersikap terhadap objek sikap tersebut. Tingkah laku
tidak hanya ditentukan oleh apa yang mereka ingin lakukan akan tetapi juga
dipengaruhi oleh apa yang mereka pikirkan yang harus dilakukan yakni
norma-norma sosial dengan apa yang biasa mereka lakukan, yaitu kebiasaan
dan diharapkan konsekuensi dari sikap itu sendiri.
Menurut Alport (Shumway, 1980: 356) menyatakan bahwa
“an attitude is a mental and neiral state of readiness,
organized through experience, exerting a directive or dinamyc
influence upon the individual’s response to all objects and
situation with which it is related”.
Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa sikap adalah mental atau
penyesuaian sistem syaraf yang diatur berdasarkan pegalaman atau sesuatu
yang berpengaruh terhadap respon individual seseorang terhadap objek atau
situasi yang dihadapi. Mental atau penyesuaian diri seseorang terhadap objek
26
atau situasi yang dihadapi secara nyata dapat dilihat melalui pilihan terhadap
objek atau situasi tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
sikap terhadap matematika adalah kecenderungan siswa terhadap matematika
untuk mendekati atau menjauhi, menyenangi atau membenci sesuai dengan
keyakinan dan perasaan siswa tersebut terhadap matematika. Siswa yang
memiliki sikap positif terhadap matematika akan memiliki ciri antara lain:
siswa terlihat sungguh-sungguh dalam belajar matematika, menyelesaikan
tugas dengan baik dan tepat waktu, berpartisipasi aktif dalam diskusi,
mengerjakan tugas-tugas rumah dengan tuntas dan selesai tepat pada
waktunya.
D. Metode Mind Mapping
Pada tahun 1975, Tony Buzan telah mengembangkan suatu metode
pembelajaran dalam dunia pendidikan yang dapat melatih siswa berpikir
dengan lebih berdayaguna, yaitu suatu metode yang terkenal dengan istilah
Mind Mapping dan sejak itu metode Mind Mapping berkembang dan telah
banyak dipergunakan dalam pembelajaran. Menurut Buzan (2004: 68) Mind
Mapping adalah metode untuk menyimpan suatu informasi yang diterima oleh
seseorang dan mengingat kembali informasi yang diterima tesebut. Mind
Mapping juga merupakan teknik meringkas bahan yang akan dipelajari dan
memproyeksikan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk peta atau teknik
grafik sehingga lebih mudah memahaminya. Mind mapping merupakan satu
27
bentuk metode belajar yang efektif untuk memahami kerangka konsep suatu
materi pelajaran.
“The Mind Map harnesses the full range of cortical skills –
word, image, number, logic, rhythm, colour and spatial
awareness – in a single, uniquely technique. In so doing, it
gives you the freedom to roam the infinite expanse of your
brain. (Buzan & Buzan, 1994: 84)”.
Menurut Buzan (2010: 4) Mind Mapping adalah cara termudah
menggali informasi dari dalam dan keluar otakmu. Mind Mapping adalah cara
baru untuk belajar dan berlatih yang cepat dan ampuh. Mind Mapping adalah
cara membuat catatan yang tidak membosankan. Mind Mapping adalah cara
terbaik untuk mendapatkan ide baru dari apa yang dipahami dan apa yang
diperoleh dari bacaan. Mind Mapping menjelaskan bahwa Mind Mapping
adalah sistem penyimpanan, penarikan data dan akses yang luar biasa untuk
perpustakaan raksasa yang sebenarnya ada dalam otak yang menakjubkan.
Dijelaskan Buzan bahwa Mind Mapping dapat membantu belajar, menyusun
dan menyimpan sebanyak mungkin informasi yang diinginkan, dan
mengelompokkannya dengan cara yang alami, memberi akses yang mudah
dan langsung (ingatan yang sempurna) kepada apapun yang diinginkan.
Sugiarto (2004: 75) menerangkan bahwa Mind Mapping merupakan
suatu metode pembelajaran yang sangat baik digunakan oleh guru untuk
meningkatkan daya hafal siswa dan pemahaman konsep siswa yang kuat,
siswa juga dapat meningkatkan daya kreatifitas melalui kebebasan
berimajinasi. Lebih lanjut Sugiarto (2004: 76) menerangkan bahwa Mind
Mapping adalah eksplorasi kreatif yang dilakukan oleh individu tentang suatu
28
konsep secara keseluruhan, dengan membentangkan subtopik-subtopik dan
gagasan yang berkaitan dengan konsep tersebut dalam satu presentasi utuh
pada selembar kertas, melalui penggambaran simbol, kata-kata, garis, dan
tanda panah.
Menurut Buzan (2004: 68) Mind Mapping dapat menghubungkan
konsep yang baru diperoleh siswa dengan konsep yang sudah didapat dalam
proses pembelajaran, sehingga menimbulkan adanya tindakan aktif yang
dilakukan oleh siswa. Sehingga akan menciptakan suatu hasil peta pikiran
berupa konsep materi yang baru dan berbeda. Peta pikiran merupakan salah
satu produk kreatif yang dihasilkan oleh siswa dalam kegiatan belajar.
Menurut Hudojo (2002: 25) melalui proses pembelajaran dengan
metode Mind Mapping ini, guru membimbing siswa mempelajari konsep suatu
materi pelajaran. Siswa mencari inti-inti pokok yang penting dari materi yang
dipelajari. Setelah siswa memahami konsep materi yang dipelajari, kemudian
siswa melengkapi dan membuat peta pikiran. Kegiatan berikutnya guru
memberikan contoh soal kemudian dikerjakan oleh siswa, kegiatan ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman konsep siswa terhadap
suatu materi yang dipelajari. Sehingga diharapkan siswa dapat
mengembangkan kemampuan belajar mandiri, siswa memiliki kemampuan
untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri dan guru cukup berperan
sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran.
Dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode Mind
Mapping ini siswa aktif menyusun inti-inti dari suatu materi pelajaran menjadi
29
peta pikiran. Menurut Buzan (2008: 171) menunjukan bahwa Mind Maping ini
akan membantu anak: (1) Mudah mengingat sesuatu; (2) Mengingat fakta,
Angka, dan Rumus dengan mudah; (3) Meningkatkan Motivasi dan
Konsentrasi; (4) Mengingat dan menghafal menjadi lebih cepat. Tony Buzan
juga menunjukan bahwa siswa akan menghafal dengan cepat dan mudah
berkosentrasi dengan teknik peta pikiran sehingga menimbulkan keinginan
untuk memperoleh pengetahuan serta keinginan untuk berhasil.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
metode Mind Mapping adalah metode yang dirancang oleh guru untuk
membantu siswa dalam proses belajar, menyimpan informasi berupa materi
pelajaran yang diterima oleh siswa pada saat pembelajaran, dan membantu
siswa menyusun inti-inti yang penting dari materi pelajaran kedalam bentuk
peta atau grafik sehingga siswa lebih mudah memahaminya.
Buzan (2010: 15) menyatakan bahwa untuk memilah fakta-fakta dari
sebuah teks untuk menjadikannya lebih mudah diingat, ada beberapa hal yang
harus dilakukan dengan Mind Mapping, yaitu
a. Pertama, ambil beberapa pena warna dan selembar kertas putih biasa.
Putar posisi kertas sehingga sisi panjangya terletak mendatar. Memulai
dari tengah memberikan kebebasan untuk menyebar ke segala arah.
b. Gambar gagasan utama dan tuliskan dibagian tengah kertas dengan
huruf besar. Gambar gagasan utama yang menarik membantu tetap
fokus dan berkonsentrasi.
c. Pilihlah beberapa hal yang bisa diingat tentang gagasan utama tadi dan
gambarlah cabang-cabang berpencar keluar dari gagasan utama.
Gunakan warna yang berbeda untuk setiap cabang yang mampu
menambah energy kepada pemikiran kreatif.
d. Setelah itu ide-ide kecil atau kata kunci bermunculan di otakmu
sehingga dapat digambar cabang-cabang yang kecil berpencar dari
cabang-cabang besar. Kata kunci memicu pikiran baru.
30
e. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, sudah bisa dicantumkan semua
gagasan dan hal-hal yang bisa diingat dari gagasan utama tadi di atas
selembar kertas.
Dalam membuat Mind Mapping, Buzan (2007: 15) telah menyusun
sejumlah aturan yang harus diikuti agar Mind Mapping yang dibuat dapat
memberikan manfaat yang optimal. Berikut adalah rincian dalam membuat
Mind Mapping:
a. Kertas: polos dengan ukuran minimal A4 dan paling baik adalah
ukuran A3 dengan orientasi horizontal (landscape). Central Topic
diletakkan ditengah-tengah kertas dan sedapat mungkin berupa Image
dengan minimal 3 warna.
b. Garis: lebih tebal untuk cabang dan selanjutnya semakin jauh dari
pusat garis menjadi semakin tipis. Garis harus melengkung (tidak
boleh garis lurus) dengan panjang yang sama dengan panjang kata atau
image yang ada diatasnya. Seluruh garis harus tersambung ke pusat.
c. Kata: menggunakan kata kunci saja dan hanya satu kata untuk satu
garis. Harus selalu menggunakan huruf cetak supaya lebih jelas dengan
huruf yang semakin mengecil untuk cabang yang semakin jauh dari
pusat.
d. Image: gunakan sebanyak mungkin gambar, kode simbol, grafik, tabel,
dan ritme karena lebih menarik serta mudah diingat dan dipahami.
Kalau memungkinkan gunakan 3 Dimensi agar lebih menarik lagi.
e. Warna: gunakan minimal 3 warna dan lebih baik 5-6 warna. Warna
berbeda untuk setiap cabang dan warna cabang harus mengikuti warna
kata kunci.
f. Struktur: menggunakan struktur radian dengan sentral topik terletak di
tengah-tengah kertas dan cabang-cabangnya menyebar ke segala arah.
Kata kunci umumnya terdiri dari 2-7 buah yang disusun sesuai dengan
arah jarum jam dimulai dari arah jam 1.
Adapun langkah-langkah penggunaan Mind Mapping dalam penelitian
ini adalah:
a. Siswa menggunakan kertas putih tanpa garis dan alat tulis.
b. Siswa membuat gambar dan tulisan sebagai subjek utama di tengah-
tengah kertas.
c. Siswa membuat garis berlekuk yang menyambung subjek utama, dan
memberi nama pada setiap lekuk garis yang dibuat tentang Lingkaran.
31
E. Metode Konvensional
Metode konvensional/ceramah digunakan sebagai metode mengajar,
maksudnya adalah penerangan dan penuturan materi secara lisan terhadap
kelasnya. Selama berlangsungnya ceramah, guru bisa menggunakan alat-alat
bantu seperti gambar-gambar bagan. Tetapi metode utama dalam hubungan
guru dengan siswa adalah berbicara. Peranan siswa dalam metode ceramah
adalah mendengarkan dengan teliti serta mencatat pokok-pokok yang
dikemukakan oleh guru (Suryosubroto, 2002: 165).
Menurut Djamarah (2000: 205-206), metode ceramah adalah metode
yang boleh dikatakan metode tradisional karena sejak dahulu metode ini telah
digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan siswa dalam interaksi
edukatif. Meski metode ini lebih banyak menuntut keaktifan guru daripada
siswa, tetapi tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam pengajaran.
Apalagi dalam pendidikan dan pengajaran tradisional, seperti di pedesaan
yang kekurangan fasilitas belajar dan tenaga guru.
Menurut Newby, Sepich, Lehman, et al (2006: 6) menyatakan bahwa:
“… the traditional view of teaching and learning is one which
the teacher stands and delivers the coment, while students sit
and receive”.
Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa pandangan tradisional tentang
pengajaran dan pembelajaran adalah guru berdiri dan menyampaikan materi,
sementara siswa duduk dan menerima.
Sedangkan menurut Freire (Iyas, 2010: 1-2) memberikan istilah
terhadap pengajaran konvensional sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan
32
ber “gaya bank” penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu
aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib
diingat dan dihafal.
Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran,
penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan
modus telling (pemberian informasi), daripada modus demonstrating
(memperagakan), dan doing direct performance (memberikan kesempatan
untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam kata lain, guru lebih
sering menggunakan strategi atau metode ceramah atau drill dengan mengikuti
urutan materi dalam kurikulum guru berasumsi bahwa keberhasilan program
pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yang
ada dalam kurikulum.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
metode konvensional dapat dimaklumi sebagai metode pembelajaran yang
lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru
ke siswa, metode pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan
kompetensi sedangkan siswa hanya menyalin catatan guru dari papan tulis.
F. Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan merupakan uraian yang sistematis tentang
hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang terkait
dengan penelitian yang telah dilakukan
1. Menurut Tapantoko (2011) dalam penelitian yang berjudul “Penggunaan
Metode Mind Map (Peta Pikiran) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar
33
Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4
Depok”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa:
pelaksanaan pembelajaran Matematika dengan menggunakan Mind Map (Peta
Pemikiran) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat
dari: (a) data hasil observasi motivasi belajar siswa yang mengalami
peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 56,25% menjadi 71,25% dengan
kategori tinggi. (b) Data hasil angket motivasi siswa mengalami peningkatan
dari siklus I ke siklus II sebesar 66,70% menjadi 79,94% dengan kategori
tinggi. (c) Rata-rata hasil tes siklus mengalami peningkatan, rata-rata pada
siklus I yaitu 75,18 meningkat menjadi 90,18 pada siklus II. (d) Dari hasil
wawancara diperoleh keterangan bahwa secara umum siswa termotivasi dalam
belajar.
2. Menurut Putri (2011) dalam penelitian yang berjudul “Meningkatkan
Pemahaman Konsep Matematika Dengan Menerapkan Metode Mind Mapping
Pada Kelas VIII SMP Negeri 2 Nanggulan Kulon Progo”. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa: kemampuan pemahaman konsep
matematika siswa meningkat setelah menerapkan metode Mind Mapping
sebesar 11% yaitu dari 73% pada siklus I menjadi 84% pada siklus II.
3. Menurut Masykuri (2013) dalam penelitian yang berjudul “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Bangun Ruang Menggunakan
Metode Mind Map Pada Siswa Kelas V SD N Tamanagung 4 Kecamatan
Muntilan”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa:
hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan metode Mind Mapping
34
mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan rata-
rata hasil belajar matematika siswa kelas V sebesar 49,01%. Selain itu dari
hasil analisis data observasi mengalami peningkatan yaitu dari 46,7% aspek
terpenuhi menjadi 86,7% aspek.
4. Menurut Hafiz (2010) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendekatan
Matematika Realistik Terhadap Sikap Siswa Dalam Pembelajaran
Matematika”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa:
dari perhitungan uji-t menunjukkan thitung 3,82 dan ttabel 1,66 pada signifikansi
5% yang berarti thitung>ttabel (3,82>1,66), maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata sikap siswa dalam pembelajaran
matematika yang diajari dengan pendekatan matematika realistik lebih tinggi
dari rata-rata sikap siswa yang diajari dengan pendekatan konvensional.
Dengan demikian, penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan
matematika realistik berpengaruh terhadap sikap siswa dalam pembelajaran
matematika.
Berdasarkan pada penelitian-penelitian tersebut, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang pengaruh metode Mind Mapping untuk
meningkatkan pemahaman konsep dan sikap siswa dalam pembelajaran
matematika kelas VIII SMP Negeri 2 Sentolo. Perbedaan penelitian ini dengan
sebelumnya adalah terletak pada subjek dan objek yang diteliti.
G. Kerangka Berpikir
Pemahaman konsep matematika merupakan landasan dasar dalam
belajar matematika, oleh karena itu dalam pembelajaran matematika yang
35
ditekankan terlebih dahulu adalah pemahaman konsep dengan baik dan benar.
Agar siswa lebih memahami konsep dengan baik dan benar, para guru
matematika harus berusaha untuk mewujudkan keabstrakan konsep menjadi
yang lebih konkret. Pemahaman konsep adalah kemampuan siswa dalam
mengklarifikasi konsep dan mengimplementasikan konsep berdasarkan contoh
dan bukan contoh, dan siswa dapat mengungkapkan suatu konsep dengan
menggunakan kata-kata sendiri disertai alasannya.
Masalah yang sering terjadi yaitu siswa hafal suatu konsep, tetapi
siswa tidak bisa menerapkan suatu konsep dalam memecahkan masalah.
Selain itu kebiasaan guru langsung memberikan suatu konsep secara baku,
tanpa menjelaskan pembentukan konsep itu berlangsung. Akibatnya ketika
siswa mengerjakan soal yang berbeda dengan yang diberikan contoh oleh guru
atau siswa harus mencari konsep yang belum diketahui dalam soal, siswa
belum mampu mengerjakannya.
Salah satu cara agar siswa mudah memahami konsep matematika,
yaitu dengan melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran
matematika yang melibatkan siswa aktif dapat meningkatkan kemampuan
berpikir siswa dalam memahami sebuah konsep serta dapat menyelesaikan
masalah dengan ketrampilan-ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang telah
dimiliki.
Metode Mind Mapping merupakan suatu metode pembelajaran yang
dirancang untuk membantu siswa dalam menentukan dan menyusun inti-inti
yang penting dari materi pelajaran, serta metode yang dapat membantu siswa
36
untuk meningkatkan pengetahuan siswa dalam penguasaan konsep dari suatu
pokok materi pelajaran. Adapun tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran
dengan metode ini adalah (1) mempelajari konsep suatu materi pelajaran, (2)
menentukan ide-ide pokok, (3) membuat peta pikiran, (4) mempresentasikan
di depan kelas.
Gambar 2.
Diagram Kerangka Berpikir
H. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka dan landasan teori tersebut, dapat
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh penggunaan metode Mind Mapping untuk
meningkatkan pemahaman konsep matematika kelas VIII SMP Negeri 2
Sentolo.
2. Terdapat pengaruh penggunaan metode Mind Mapping terhadap sikap
siswa dalam pembelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 2 Sentolo.
3. Penggunaan metode Mind Mapping lebih berpengaruh daripada
penggunaan metode konvensional untuk meningkatkan pemahaman
Kelas
Eksperimen
Kelas
Kontrol
Pre-Test
Angket
Pre-Test
Angket
Post-Test
Angket
Post-Test
Angket
Metode Mind
Mapping
Metode
Pembelajaran
Konvensional
Pemahaman
konsep
Sikap siswa
37
konsep dan sikap siswa dalam pembelajaran matematika kelas VIII SMP
Negeri 2 Sentolo.