BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - poltekkes-tjk.ac.id

28
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar 1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Abraham Maslow (1970) menyatakan kebutuhan dasar manusia terdapat beberapa kebutuhan fisiologis (physiologic needs).Kebutuhan fisiologis ini mencakup : a. Kebutuhan oksigenasi dan pertukaran gas b. Kebutuhan cairan dan elektrolit c. Kebutuhan makanan d. Kebutuhan eliminasi urine dan alvi e. Kebutuhan istirahat dan tidur f. Kebutuhan aktivitas g. Kebutuhan kesehatan temperature tubuh h. Kebutuhan seksual (Mubarak & chayatin, 2008). 2. Konsep Dasar Kebutuhan Oksigenasi Pemenuhankebutuhan oksigenasi tubuh sangat ditentukan oleh adekuatnya system pernapasan, system kardiovaskular, dan system hematologi. a. Sistem pernapasan Sistem pernapasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan pertukaran gas. Melalui peran respirasi, oksigen diambil dari atmosfer, ditranspor masuk ke paru-paru dan terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbon dioksida di alveoli, selanjutnya oksigen akan didifusi masuk kapiler darah untuk dimanfaatkan oleh sel dalam proses metabolisme b. Sistem kardiovaskular Sistem kardiovaskular juga berperan dalam proses oksigenasi ke jaringan tubuh, yaitu berperan dalam proses transportasi oksigen. Oksigen ditransportasikan

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - poltekkes-tjk.ac.id

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar

1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

Abraham Maslow (1970) menyatakan kebutuhan dasar manusia terdapat

beberapa kebutuhan fisiologis (physiologic needs).Kebutuhan fisiologis ini

mencakup :

a. Kebutuhan oksigenasi dan pertukaran gas

b. Kebutuhan cairan dan elektrolit

c. Kebutuhan makanan

d. Kebutuhan eliminasi urine dan alvi

e. Kebutuhan istirahat dan tidur

f. Kebutuhan aktivitas

g. Kebutuhan kesehatan temperature tubuh

h. Kebutuhan seksual

(Mubarak & chayatin, 2008).

2. Konsep Dasar Kebutuhan Oksigenasi

Pemenuhankebutuhan oksigenasi tubuh sangat ditentukan oleh adekuatnya

system pernapasan, system kardiovaskular, dan system hematologi.

a. Sistem pernapasan

Sistem pernapasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan

oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan pertukaran gas. Melalui

peran respirasi, oksigen diambil dari atmosfer, ditranspor masuk ke paru-paru dan

terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbon dioksida di alveoli, selanjutnya

oksigen akan didifusi masuk kapiler darah untuk dimanfaatkan oleh sel dalam

proses metabolisme

b. Sistem kardiovaskular

Sistem kardiovaskular juga berperan dalam proses oksigenasi ke jaringan

tubuh, yaitu berperan dalam proses transportasi oksigen. Oksigen ditransportasikan

7

ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Aliran darah yang adekuat hanya dapat

terjadi apabila fungsi jantung normal. Sehingga, kemampuan oksigenasi pada

jaringan sangat ditentukan oleh adekuatnya fungsi jantung. Fungsi jantung yang

adekuat dapat dilihat dari kemampuan jantung memompa darah dan perubahan

tekanan darah.

c. Sistem hematologi

Sel darah yang sangat berperan dalam oksigenasi adalah sel darah merah,

karena didalamnya terdapat hemoglobin yang mampu mengikat oksigen. (Tarwoto

& Wartonah, 2015).

3. Pengertian Oksigenasi

Oksigenasi (O2) merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup

sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperluan untuk proses metabolisme tubuh

secara terus-menerus. Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui proses bernafas. Di

atmosfer, gas selain oksigen juga terdapat karbon dioksida (CO2), nitrogen, dan

unsur-unsur lain seperti argon dan helium (Tarwoto dan wartonah, 2015). Bersihan

jalan nafas tidak efektif merupakan ketidakmampuan membersihkan sekret atau

obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten (SDKI, 2016).

4. Fisiologi Pernafasan

Sel mendapat energi dari reaksi kimia pemakaian O2 dan pembuangan CO2.

Ada 3 mekanisme dalam fisiologi pernafasan, yaitu :

a. Ventilasi

Pergerakan udara keluar masuk paru-paru disebut ventilasi. Dibantu oleh

otot paru, toraks dan diafragma (otot inspirasi utama). Kerja pernafasan ditentukan

oleh kompliansi paru, tahanan jalan nafas, ekspirasi aktif dan otot-otot pernafasan.

Kemampuan paru distensi atau mengembang sebagai respons terhadap peningkatan

tekanan intraalveolar. Kemampuan paru mengembang menurun pada penyakit

paru. Alveolus dijaga oleh cairan surfaktan, fungsinya untuk menjaga ketegangan

permukaan alveolus. Perbedaan tekanan antara mulut dan alveoli terkait dengan

kecepatan aliran gas yang diinspirasi disebut tahanan jalan nafas. Faktor-faktor

8

yang mempengaruhi ventilasi adalah tekanan udara atmosfir, jalan nafas yang

bersih, pengembangan paru yang adekuat.

b. Perfusi

Perfusi paru adalah pergerakan aliran darah melalui sirkulasi pulmonal.

Darah dipompakan masuk ke paru-paru melalui ventrikel kanan kemudian masuk

ke arteri pulmonal. Arteri pulmonal kemudian bercabang dua (kanan dan kiri)

selanjutnya masuk ke kapiler paru untuk terjadi pertukaran gas. Sirkulasi pulmonal

mempunyai tekanan sistemik yang rendah, sehingga memungkinkan banyak terjadi

pertukaran gas sebelum masuk ke atrium kiri. Kekuatan utama distribusi perfusi

dalam paru-paru adalah gravitasi, tetapi juga dipengaruhi oleh tekanan arteri

pulmonal dan tekanan alveolus.Adekuatnya pertukaran gas tergantung pada

keadekuatan ventilasi dan perfusi, yang diukur dengan perbandingan atau rasio

antara ventilasi alveolar (V) dan perfusi (Q). pada orang dewasa yang normal, sehat,

dari dalam keadaan istirahat, ventilasi alveolar sekitar 4,0 liter/menit dan perfusinya

sekitar 5,0 liter/menit (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

c. Difusi

Difusi merupakan gerakan molekul daerah dengan konsentrasi yang

tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. Terjadi di membrane kapiler alveolar

dan dipengaruhi oleh ketebalan membrane. Pertuaran oksigen terdiri dari system

paru dan system kardio, tergantung pada jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru

(ventilasi), aliran darah ke paru-paru dan jaringan (perfusi), kecepatan difusi, dan

kapasitas membawa oksigen. Kapasitas darah untuk membawa oksigen dipengaruhi

oleh jumlah oksigen yang larut dalam plasma, jumlah haemoglobin, dan

kecenderungan haemoglobin untu berikatan dengan oksigen.Karbon dioksida

berdifusi ke dalam sel-sel darah merah dan dihidrasi menjadi asam karbonat karena

ada enzim karbonik anhidrase. Asam karbonat kemudian berpisah menjadi ion

hidrogen dan ion karbonat. Ion hidrogen dibufer oleh haemoglobin dan ion

bikarbonat berdifusi ke plasma.

9

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi

Menurut Tarwoto & wartonah (2010), bahwa ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kebutuhan oksigenasi di antaranya:

a. Lingkungan

Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti

faktor alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut mempengaruhi

kemampuan adaptasi.

b. Faktor Fisiologi

Setiap kondisi yang mempengaruhi fungsi kerja kardiopulmonar secara

langsung akan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memenuhi kebutuhan

oksigen.

c. Tahap Perkembangan

Kebutuhan oksigenisasi berdasarkan tahap perkembangan antara lain :

1) Bayi dan Todler

Bayi dan toddler beresiko mengalamiinfeksi saluran pernafasan bagian

atas sebagai hasil pemaparan agen infeksi dan asap rokok. Hal ini terjadi karena

pada saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang

sebelumnya berisi udara dan pada usia prematur kecenderungan pembentukan

surfaktan berkurang.

2) Anak usia sekolah dan remaja

Anak usia sekolah dan remaja beresiko terpapar pada infeksi saluran

pernafasan, misalnya menghisap asap rokok dan merokok. Individu yang mulai

merokok pada usia remaja dan meneruskannya sampai usia dewasa pertengahan

mengalami peningkatan resiko penyakit kardiopulmonar dan kanker paru.

3) Dewasa muda dan dewasa

Dewasa muda dan pertengahan banyak terpapar resiko kardiopulmonar

seperti: diet yang tidak sehat, stress, kurang aktifitas/aktivitas fisik, obat-obatan,

dan merokok. Dengan mengurangi faktor-faktor resiko tersebut dapat menurunkan

resiko menderita penyakit kardiopulmonar.

10

4) Lansia

Pada lansia seiring bertambahnya usia maka akan berdampak pada system

pernafasan dan system jantung. Pada system arterial akan terjadi plak aterosklerosis

sehingga tekanan darah bisa meningkat. Kompliansi dinding dada menurun,

penurunan otot-otot pernafasan, identic juga sering terjadi pada lansia. Selain itu

penurunan kerja silia dan mekanisme batuk efektif menyebabkan individu/lansia

mengalamiinfeksi saluran pernafasan.

d. Perilaku

Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), menjelaskan bahwa perilaku atau

gaya hidup, secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi

kemampuan tubuh dalam memSnuhi oksigen. Faktor gaya hidup yang

mempengaruhi fungsi pernafasan meliputi :

1) Nutrisi

Pada seseorang yang obesitas berat akan menyebabkan penurunan

ekspansi paru dan peningkatan kebutuhan oksigen untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme tubuh. Pada seseorang yang mengalami kekurangan gizi akan

mengalami kelemahan otot pernafasan sehingga akan menyebabkan kekuatan otot

dan kerja pernafasan menurun. Efisiensi batuk pun menurun akibat kelemahan otot

pernafasan, sehingga menyebabkan klien mengalami retensi sekresi di saluran

pernafasan.

2) Latihan fisik/Aktivitas

Latihan fisik dapat meningkatkan metabolisme tubuh kebutuhan akan

oksigen, kondisi ini akan menyebabkan frekuensi dan kedalaman pernafasan

individu meningkat, sehingga akan mempengaruhi kemampuan individu untuk

menghirup lebih banyak oksigen dan mengeluarkan kelebihan oksigen.

3) Merokok

Merokok dapat memperburuk penyakit arteri coroner dan pembuluh darah

perifer. Nikotin yang diinhalasi menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah

perifer dan pembuluh darah coroner, dampaknya akan meningkatkan tekanan darah

dan menurunkan aliran darah kepembuluh darah perifer. Resiko kanker paru 10 kali

lebih kuat pada individu yang merokok daripada individu yang tidak merokok.

11

4) Penyalahgunaan Substansi

Penggunaan alkohol dan obat-obatan secara berlebihan dapat mengganggu

oksigenasi dengan jalan mendepresi pusat pernafasan, menurunkan kedalaman

pernafasan dan jumlah oksigen yang diinhalasi.

5) Stress

Keadaan yang terus menerus pada ansietas berat akan meningkatkan laju

metabolisme tubuh dan kebutuhan akan oksigen. Tubuh berespon terhadap ansietas

dan stree lain dengan meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernafasan.

6. Tipe Kekurangan Oksigen Dalam Tubuh

Manurut Tarwoto dan Wartonah (2010), jika oksigen dalam tubuh berkurang,

maka ada beberapa istilah yang dipakai sebagai manifestasi kekurangan oksigen

tubuh, yaitu :

a. Hipoksemia

Hipoksemia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi

oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2arteri (SaO2) di bawah normal

(normal PaO2 85-100 mmHg, SaO2 95%). Pada neonatus, PaO2< 50mmHg atau

SaO2<88%. Pada dewasa, anak dan bayi, PaO2< 60mmHg atau SaO2< 90%.

Keadaan ini disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt) atau

berada pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hipoksemia, tubuh akan

melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan pernafasan, meningkatkan

stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah dan peningkatan nadi.Tanda dan gejala

hipoksemia diantaranya sesak nafas, frekuensi nafas 35x/menit, nadi cepat dan

dangkal serta sianosis.

b. Hipoksia

Hipoksia merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak

adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen yang

diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler. Hipoksia

dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan. Penyebab lain hipoksia

adalah menurunnya haemoglobin, berkurangnya konsentrasi oksigen, misalnya jika

kita berada pada puncak gunung, ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen,

12

seperti pada keracunan sianida, menurunnya difusi oksigen dari alveoli ke dalam

darah seperti pada pneumonia, menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok,

kerusakan atau gangguan ventilasi. Tanda-tanda hipoksia diantaranya kelelahan,

kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernafasan

cepat dan dalam sianosis, sesak nafas, serta clubbing.

c. Gagal nafas

Gagal nafas merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh

memenuhi kebutuhan oksigen karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi

secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbon dioksida dan

oksigen. Gagal nafas ditandai oleh adanya peningkatan CO2dan penurunan O2

dalam darah secara signifikan. Gagal nafas dapat disebabkab oleh gangguan sistem

saraf pusat yang mengontrol sistem pernafasan, kelemahan neuromuscular,

keracunan obat, gangguan metabolisme, kelemahan otot pernafasan dan obstruksi

jalan nafas.

d. Perubahan pola nafas

Pada keadaan normal, frekuensi pernafasan pada orang dewasa sekitar 18-

22x/menit dengan irama teratur, serta inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.

Pernafasan normal disebut eupnea. Perubahan pola nafas berupa:

1) Dispnea yaitu kesulitan bernafas, misalnya pada pasien dengan asma

2) Apnea yaitu tidak bernafas, berhenti bernafas

3) Takipnea yaitu pernafasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi

lebih dar 24x/menit

4) Bradipnea yaitu pernafasan lebih lambat (kurang) dari normal dengan

frekuensi kurang dari 16x/menit

5) Kussmaul yaitu pernafasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi

sama, sehingga pernafasan menjadi lambat dan dalam, misalnya pada

penyakit diabetes mellitus dan uremia

6) Cheyne-stokes merupakan pernafasan cepat dan dalam kemudian

berangsur-angsur dangkal dan diikuti periode apnea yang berulang

secara teratur. Misalnya pada keracunan obat bius, penyakit jantung

dan penyakit ginjal

13

7) Biot adalah pernafasan dalam dan dangkal disertai masa apnea dengan

periode yang tidak teratur, misalnya pada meningitis.

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan pada Masalah Kebutuhan Oksigenasi

1. Pengkajian Keperawatan

a. Anamnesa

Anamnesa yang dilakukan berfokus pada pasien dengan penyakit TB Paru,

menurut Muttaqin (2012), anamnesa terdiri dari :

1) Identitas

Berisi biografi pasien yang mencakup nama, umut, jenis kelamin,

pekerjaan, alamat, dan tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi

apakah pasien tinggal sendiri atau dengan orang lain (berguna ketika melakukan

perencanaan pulang discharge planning pada pasien).

2) Keluhan utama

Keluhan utama akan membantu dalam mengkaji pengetahuan pasien

tentang kondisi saat ini dan menentukan prioritas intervensi. Keluhan utama pada

pasien TB Paru umumnya ditemukan sesak napas dan batuk dengan produksi

sputum berlebih.

3) Riwayat penyakit sekarang

Pada riwayat penyakit sekarang berisi tentang perjalanan penyakit yang

dialami pasien sampai masuk ke Rumah Sakit.

4) Riwayat kesehatan masa lalu

Pengkajian riwayat penyakit pada sistem pernapasan seperti menanyakan

tentang riwayat penyakit sejak timbulnya keluhan sehingga pasien meminta

pertolongan. Misalnya sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali

keluhan tersebut terjadi, keadaan apa yang memperberat atau memperingan

keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini sebelumnya, berhasil atau tidakkah

usaha tersebut, dan adakah pengobatan yang dilakukan sebelum masuk Rumah

Sakit.

14

5) Riwayat penyakit terdahulu

Pengkajian ini menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami pasien

sebelumnya. Apakah pasien pernah dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa,

apakah pernah merasakan keluhan yang sama, adakah pengobatan yang pernah

dijalani dan riwayat alergi terhadap obat dan makanan yang dikonsumsi

sebelumnyam adakah kebiasaan atau pola hidup yang menyebabkan terserang

penyakit.

6) Riwayat kesehatan keluarga

Pengkajian ini difokuskan pada anggota keluarga adakah riwayat penyakit

TB Paru, apakah ada anggota yang keluarga memiliki riwayat merokok, apakah

bertempat tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik menurut Andarmoyo (2012), adalah:

1) Mata, dilakukan pemeriksaan antara lain melihat adakah :

a) Lesi kuning pada kelopak mata (hiperlipidemia)

b) Konjungtiva pucat (anemia)

c) Konjungtiva sianosis (hipoksemia)

2) Hidung, melihat adanya :

a) Pernapasan dengan cuping hidung

b) Membrane mukosa sianosis (penurunan oksigen)

c) Bernapas dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan penyakit paru

kronik)

3) Kulit, melihat adanya tanda-tanda :

a) Sianosis perifer (vasokontriksi)

b) Sianosis secara umum (hipoksemia)

c) Penurunan turgor (dehidrasi)

4) Jari dan kuku

a) Sianosis perifer (kurangnya suplai O2 ke perifer)

b) Clubbing finger (hipoksemia kronik)

15

5) Dada dan thoraks, dengan melakukan pemeriksaan secara :

a) Inspeksi

Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk, dan kesimetrisan

ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi pada dada bisa dikerjakan pada saat bergerak

atau pada saat diam. Amati juga pergerakan pernapasan pasien. Sedangkan untuk

mengamati adanya kelainan bentuk tulang punggung baik kifosis, scoliosis,

maupun lordosis, akan lebih mudah dilakukan pada saat bergerak dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui frekuensi (eupnea, bradipnea, takipnea), sifat (pernapasan

dada, diafragma, perut), dan ritme pernapasan (biot, cheyne, stoke, kussmaul, dll).

b) Palpasi

Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada,

mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit, dan mengetahui taktil

fremitus. Kaji abnormalitas saat inspeksi seperti: massa, lesi, bengkak. Kaji juga

kelembutan kulit, terutama jika pasien mengeluh nyeri. Taktil fremitus (getaran

pada dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara) (Somantri, 2009).

c) Perkusi

Perkusi yakni pemeriksa mengetuk toraks pasien dengan bagian jari tengah

keempat ujung jari tangannya yang dirapatkan. Terdapat lima jenis suara yang

dihasilkan (pekak, redup, sonor, hipersonor, dan timpani) dan keseluruhannya

menggambarkan kondisi organ tubuh bagian dalam. Suara perkusi pada TB Paru

biasanya hipersonor yaitu bersuara lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan

timbul pada bagian paru yang berisi udara (Somantri, 2009).

d) Auskultasi

Biasanya pada penderita TB Paru didapatkan bunyi napas tambahan

(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat untuk mendemonstrasikan

daerah mana yang didapatkan adanya ronkhi.

2. Diagnosis Keperawatan

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia tahun 2016, diagnosa yang

sering muncul pada pasien yang mengalami gangguan oksigenasi adalah :

16

a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

1). Definisi : Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan nafas

untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.

2). Penyebab : bersihan jalan nafas tidak efektif dapat terjadi secara :

(a). Fisiologis, dikarenakan Spasme jalan nafas, Hipersekresi jalan nafas,

Disfungsi neuromuscular, Benda asing dalam jalan nafas, Adanya jalan nafas

buatan, Sekresi yang tertahan, Hiperplasia dinding jalan nafas, Proses infeksi,

Respon alergi, Efek agen farmakologis (mis. anastesi)

(b). Situasional, dikarenakan Merokok aktif, Merokok pasif, Terpajan

polutan

3). Gejala dan Tanda yang dapat dijumpai pada bersihan jalan nafas tidak

efektif antara lain : Batuk tidak efektif, Tidak mampu batuk, Sputum berlebih,

Mengi, wheezing dan ronkhi, Meconium dijalan nafas (pada neonatus), Gelisah,

Sianosis, Bunyi nafas menurun, Frekuensi nafas berubah, Pola nafas berubah,

Dispnea, Sulit bicara,Ortopnea

b. Gangguan Pertukaran Gas

1). Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan eleminasi

karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.

2). Penyebab gangguan pertukaran gas dapat terjadi karena :

Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi dan Perubahan membran alveolus-kapiler

3). Gejala dan Tanda pada gangguan pertukaran gas antara lain : Dispnea,

Bunyi nafas tambahan (takikardia), Pusing, Penglihatan kabur, Gelisah, Kesadaran

menurun, Nafas cuping hidung, Pola nafas abnormal.

17

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi Keperawatan pasien dengan gangguan oksigenasi ; bersihan jalan nafas tidak efektif menurut SIKI tahun 2018

Tabel 1 Intervensi kebutuhan oksigenasi

Diagnosa Intervensi Utama Intervensi Pendukung

Bersihan Jalan

Nafas Tidak

Efektif

Latihan Batuk Efektif

Observasi

- Identifikasi kemampuan batuk

- Monitor adanya retensi sputum

- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas

- Monitor input dan output cairan

Terapeutik

- Atur posisi semi fowler atau fowler

- Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien

- Buang sekret pada tempat sputum

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

- Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4

detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari

mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik

- Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali

- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas

dalam yang ke-3

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran

Fisioterapi Dada

Observasi

- Identifikasi indikasi dilakukan fisioterapi dada

- Monitor status pernafasan

- Periksa segmen paru yang mengandung sekresi berlebihan

- Monitor jumlah dan karakter sputum

Terapeutik

- Posisikan pasien sesuai dengan area paru yang mengalami

penumpukan sputum

- Gunakan bantal untuk membantu pengaturan posisi

- Lakukan fisioterapi dada setidaknya dua jam setelah makan

- Hindari perkusi pada tulang belakang, ginjal, payudara

wanita, insisi, dan tulang rusuk yang patah

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi dada

- Anjurkan batuk segera setelah prosedur selesai

- Ajarkan inspirasi perlahan dan dalam melalui hidung

selama proses fisioterapi

Stabilisasi Jalan Nafas

Observasi

18

Manajemen Jalan Nafas

Observasi

- Monitor pola nafas

- Monitor bunyi nafas tambahan

- Monitor sputum

Terapeutik

- Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan

chin lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)

- Posisikan semi fowler atau fowler

- Berikan minum hangat

- Lakukan fisioterapi dada, bila perlu

- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan

endotrakeal

- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill

- Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontra

indikasi

- Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

- Kolaborasi pemerian bronkodilator, ekspektoran,

mukolitik, jika perlu

Pemantauan Respirasi

Observasi

- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas

- Identifikasi ukuran dan tipeselang orofaringeal atau

nasofaringeal

- Monitor suara nafas setelah selang jalan nafas terpasang

- Monitor komplikasi pemasangan selang jalan nafas

- Monitor saturasi oksigen

19

- Monitor pola nafas

- Monitor kemampuan batuk efektif

- Monitor adanya produksi sputum

- Monitor adanya sumbatan jalan nafas

- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

- Auskultasi bunyi nafas

- Monitor saturasi oksigen

- Monitor hasil x-ray thoraks

Terpautik

- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

- Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Terapeutik

- Gunakan alat pelindung diri

- Posisikan kepala pasien sesuai dengan kebutuhan

- Lakukan penghisapan mulut dan orofaring

- Pastikan selang oro/nasofaring mencapai dasar lidah

- Fiksasi selang dengan cara yang tepat

- Ganti selang sesuai prosedur

- Pastikan pemasangan selang endotrakeal dan trakeostomi

hanya oleh tim medis yang kompeten

- Berikan oksigen 100% selama 3-5 menit, sesuai kebutuhan

- Auskultasi dada setelah intubasi

- Tandai selang endotrakeal pada bibir atau mulut

- Verifikasi posisi selang dengan menggunakan x-ray dada

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur stabilisasi jalan nafas

Kolaborasi

- Kolaborasi pemilihan ukuran dan tipe selang endotrakeal

dan selan trakeostomi yang memiliki volume tinggi

Gangguan

Pertukaran Gas

Pemantauan Respirasi

Observasi

- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas

- Monitor pola nafas

- Monitor kemampuan batuk efektif

- Monitor adanya produksi sputum

- Monitor adanya sumbatan jalan nafas

- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

- Auskultasi bunyi nafas

Dukungan Ventilasi

Observasi

- Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas

- Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status

pernafasan

- Monitor status respirasi dan oksigenasi

Terapeutik

- Pertahankan kepatenan jalan nafas

- Berikan posisi semi fowler atau fowler

20

- Monitor saturasi oksigen

- Monitor hasil x-ray thoraks

Terpautik

- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

- Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Terapi Oksigen

Observasi

- Monitor kecepatan aliran oksigen

- Monitor posisi alat terapi oksigen

- Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi

yang diberikan cukup

- Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan

- Monitor tanda-tanda hipoventilasi

- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen

Terapeutik

- Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea

- Pertahankan kepatenan jalan nafas

- Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen

- Berikan oksigen tambahan

- Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi

- Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin

- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan

Edukasi

- Ajarkan melakukan teknik relaksasi nafas dalam

- Ajarkan mengubah posisi secara mandiri

- Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian bronkhodilator

Insersi Jalan Nafas Buatan

Observasi

- Identifikasi kebutuhan insersi jalan nafas buatan

- Monitor komplikasi selama prosedur tindakan dilakukan

- Monitor status pernafasan

Terapeutik

- Gunakan alat pelindung diri

- Atur posisi

- Pilih jenis nafas buatan sesuai dengan tujuan dan kondisi

pasien

- Lakukan fiksasi jalan nafas dengan plester

- Auskultasi suara nafas

- Fasilitasi pemasangan selang endotrakeal dengan

menyiapkan peralatan intubasi

- Posisikan pasien sesuai kebutuhan

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur intubasi pada pasien dan

keluarga

21

Edukasi

- Ajarkan pasien dan keluarga cara mengguanakan oksigen

di rumah

Kolaborasi

- Kolaborasi penentuan dosis oksigen

- Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan tidur

Kolaborasi

- Kolaborasi memilih ukuran dan jenis selang endotrakeal

(ET) atau selang trakeostomi yang tepat

22

4. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana

perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen) dan

tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri (independen) adalah aktifitasperawat yang

didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk

atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang

didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.

Agar lebih jelas dan akurat dalam melakukan implementasi, diperlukan

perencanaan keperawatan yang spesifik dan operasional. Bentuk implementasi

keperawatan adalah sebagai berikut.

a. Bentuk perawatan, pengkajian untuk mengidentifikasi masalah baru atau

mempertahankan masalah yang ada.

b. Pengajaran/pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu menambah

pengetahuan tentang kesehatan.

c. Konseling pasien untuk memutuskan kesehatan pasien.

d. Konsultasi atau berdiskusi dengan tenaga profesional kesehatan lainnya

sebagai bentuk perawatan holistik.

e. Bentuk penatalaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk memcahkan

masalah kesehatan.

f. Membantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri.

Perencanaan yang dapat diimplementasikan tergantung pada aktivitas berikut ini.

a. Kesinambungan pengumpulan data.

b. Penentuan prioritas.

c. Bentuk intervensi keperawatan.

d. Dokumentasi asuhan keperawatan.

e. Pemberian catatan perawatan secara verbal.

f. Mempertahankan rencana pengobatan.

23

5. Evaluasi

Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigen secara umum dapat dinilai dari

adanya kemampuan dalam:

a. Mempertahankan jalan nafas secara efektif yang ditunjukkan dengan

adanya kemampuan untuk bernafas, jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan,

frekuensi, irama, dan kedalaman nafas normal, serta tidak ditemukan adanya tanda

hipoksia.

b. Mempertahankan pola nafas secara efektif yang ditunjukkan dengan adanya

kemampuan untuk bernafas, frekuensi, irama, dan kedalaman nafas normal, tidak

ditemukan adanya hipoksia, serta kemampuan paru berkembang dengan baik.

c. Mempertahankan pertukaran gas secara efektif yang ditunjukkan dengan

adanya kemampuan untuk bernafas, tidak ditemukan dispena pada usaha nafas,

inspirasi dan ekspirasi dalam batas normal, serta saturasi oksigen dan pCO2 dalam

keadaan normal.

d. Meningkatkan perfusi jaringan yang ditunjukkan dengan adanya

kemampuan pengisian kapiler, frekuensi, irama, kekuatan nadi dalam batas normal,

dari status hidrasi normal.

C. Tinjauan Penyakit

Gangguan oksigenasi dapat ditemukan pada salah satu penyakit yatu TB Paru.

1. Definisi penyakit TB Paru

Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi

kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari

keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan

tuberculosis ekstrapulmonar. Diperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia pernah

terinfeksi kuman Mycobacterium tuberculosis (Darmanto Djojodibroto, 2009).

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ

tubuh lainnya. Bakteriini dapat masuk melalui saluran pernafasan dan saluran

pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi

24

droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut (NANDA NIC-

NOC, 2015).

2. Etiologi

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak

berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar

ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberkulosis yaitu tipe human dan tipe

bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis

usus. Basil tipe human bias berada di bercak ludah (droplet) dan diudara yang

berasal dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila

menghirupnya.

Setelah organisme terinhalasi dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan

hidup dan menyebar kenodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini

dapat menyebabkan TB pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai

bertahun-tahun. Dalam perjalanan penyakitnya terdapat 3 fase :

a. Fase 1 (Fase tuberkulosis primer)

Masuk kedalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi

pertahanan tubuh.

b. Fase 2 (Fase laten)

Fase dengan kuman yang tidur (bertahun-tahun/seumur hidup) dan

reaktivitas jika terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, dan bisa terdapat

di tulang panjang, vertebra, tuba fallopi, otak, kelenjar limfa hilus, leher dan ginjal.

c. Fase 3

Dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke organ

yang lain dan yang kedua ke ginjal setelah paru. (NANDA NIC-NOC, 2015).

3. Pemeriksaan Penunjang

Menurut manurung, dkk (2009), untuk menegakkan diagnosa TB Paru, maka

tes diagnostik yang sering dilakukan pada klien adalah:

25

a. Pemeriksaan Radiologis: foto rontgen toraks

Tuberkulosis dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam pada

foto rontgen toraks, akan tetapi terdapat beberapa gambaran yang karakteristik

untuk tuberculosis paru yaitu:

1) Apabila lesi terdapat terutama dilapangan diatas paru

2) Bayangan berwarna atau bercak

3) Terdapat kavitas tunggal atau multiple

4) Terdapat klasifikasi

5) Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru

6) Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto ulang

beberapa minggu kemudian

b. Pemeriksaan Laboratorium

1) Darah

Pada TB Paru aktif biasanya ditemukan peningkatan leukosit dan laju

endap darah (LED)

2) Sputum BTA

Pemeriksaan bakteriologik dilakukan untuk menemukan kuman

tuberculosis. Diagnosa pasti ditegakkan bila pada biakan ditemukan kuman

tuberculosis. Pemeriksaan penting untuk diagnosa definitive dan menilai kemajuan

pasien. Dilakukan tiga kali berturut-turut dan biakan/kultur BTA selama 4-8

minggu.

c. Test Tuberculin (Mantoux Test)

Pemeriksaan ini banyak digunakan untuk menegakkan diagnose terutama

pada anak-anak. Biasanya diberikan suntikan PPD (Protein Perified Derivation)

secara intra cutan 0,1 cc. Lokasi penyuntikan umumnya pada ½ bagian atas lengan

bawah sebelah kiri bagian depan. Penilaian test tuberculosis dilakukan setelah 48-

72 jam penyuntikan dengan mengukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang

terjadi pada lokasi suntikan. Indurasi berupa kemerahan dengan hasil Indurasi 0-5

mm: negative, Indurasi 6-9 mm: meragukan, Indurasi> 10 mm: positif.

26

4. Penatalaksanaan TB Paru

Menurut Depkes RI (2008) , penatalaksanaan TB paru terdiri dari :

a. Tujuan pengobatan

Pengobatan TB Paru bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan kekambuhan, memutuskan rantai

penuluran, dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

b. Prinsip pengobatan

1) OAT (Obat Anti Tuberkulosis) harus diberikan dalam bentuk kombinasi

beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori

pengobatan. Pemakaian OAT-kombinasi dosis tetap lebih menguntungkan dan

sangat dianjurkan.

2) Pengawasan langsung oleh pengawas minum obat (PMO) dilakukan untuk

menjamin kepatuhan pasien menelan obat.

c. Pengobatan TB Paru diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

1) Pengobatan tahap awal (intensif)

a) Pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung

untuk mencegah terjadinya resistensi obat

b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,

biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu

2 minggu

c) Sebagian besar pasien TB paru BTA positif menjadi BTA negatif

(konversi) dalam 2 bulan

2) Pengobatan tahap lanjutan

a) Pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu

yang lebih lama

b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga

mencegah kekambuhan

d. Paduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis)

1) Kategori I (2 HRZE/4 H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: pasien baru TB paru BTA

positif, pasien TB paru BTA negatif tetapi foto toraks positif, pasien TB ekstra paru.

27

Tabel 2 Dosis Paduan OAT-Kombipak untuk Kategori I, Manurung (2018).

Tahap

pengobatan

Lama

pengobatan

Dosis per hari/kali Jumlah

hari/kali

menelan

obat

Tablet

isoniasid

@300

mgr

Kaplet

rifampisin

@450 mgr

Tablet

pirazinamid

@500 mgr

Tablet

etambutol

@250

mgr

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

2) Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya: pasien kambuh, pasien gagal, pasien dengan pengobatan setelah putus

berobat.

Tabel 3 Dosis paduan OAT kombipak untuk kategori II, Manurung (2018)

Tahap

pengobatan

Lama

pengobatan

Tablet

isoniasid

@300 mgr

Kaplet

rifampisin

@450 mgr

Tablet

pirazinamid

@500 mgr

Etambutol Strepto

misin

injeksi

Jumlah

hari/kali

menelan

obat

Tablet

@250

mgr

Tablet

@400

mgr

Tahap

intensif

(dosis

harian)

2 bulan

1 bulan

1

1

1

1

3

3

3

3

-

-

0,75 gr

-

56

28

Tahap

lanjutan

(dosis 3x

seminggu

4 bulan

2

1

-

1

2

-

60

3) OAT sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT (kombinasi dosis tetap) adalah sama seperti paduan

paket tahap intensif.

Tabel 4 Dosis OAT kombipak untuk sisipan, Manurung (2018)

Tahap

pengobatan

Lama

pengobatan

Tablet

isoniasid

@300 mgr

Kaplet

rifampisin

@450 mgr

Tablet

pirazinamid

@500 mgr

Tablet

etambuto

l @250

mgr

Jumlah

hari/kali

menelan

obat

Tahap intensif

(dosis harian)

1 bulan

1

1

3

3

28

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida dan

golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi

28

yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis

pertama.

5. Tanda dan Gejala

Pada stadium awal penyakit TB paru tidak menunjukkan tanda dan gejala

yang spesifik. Namun sering dengan perjalanan penyakit akan menambah

jaringan parunya mengalami kerusakan, sehingga dapat meningkatkan

produksi sputum yang ditunjukkan dengan seringnya klien batuk sebagai

bentuk kompensasi pengeluaran dahak. Selain itu, klien dapat merasa letih,

lemah, berkeringat pada malam hari dan mengalami penurunan berat badan

yang berarti. Secara rinci tanda dan gejala TB paru dapat dibagi menjadi 2,

yaitu :

a. Gejala Sistemik

1) Demam

Demam merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, biasanya timbul

pada sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip demam influenza yang

segera mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman, serangan

demam berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan. Demam

sepertiinfluenza ini hilang timbul dan semakin lama semakin panjang masa

serangannya, sedangkan masa bebas serangan akan makin pendek. Demam dapat

mencapai suhu tinggi yaitu 40o-41oC.

2) Malaise

Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa

tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit

kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan siklus

haid.

b. Gejala Respiratorik

1) Batuk

Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus.

Batuk mula-mula terjadi Karena iritasi bronkus, selanjutnya akibat adanya

peradangan pada bronkus, batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini

29

berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat

bersifat mukkoid atau purulen.

2) Batuk Darah

Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya

batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang

pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding

kavitas, juga dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkus. Batuk darah inilah

yang paling sering membawa penderita berobat ke dokter.

3) Sesak Nafas

Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru

yang cukup luas. Pada awal penyakit, gejala ini tidak pernah ditemukan.

4) Nyeri Dada

Gejala ini timbul apabila system persyarafan yang terdapat di pleura

terkena, gejala ini dapat bersifat local atau pleuritik.

6. Patofisiologi

Kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh melalui udara pernafasan. Bakteri

yang terhirup akan dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana

mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Selain itu bakteri juga

dapat di pindahkan melalui system limfe dan cairan darah ke bagian tubuh yang

lainnya.

Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksiinflamasi. Fagosit

menekan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberkulosis menghancurkan bakteri dan

jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam

alveoli yang dapat menyebabkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi

2 sampai 10 minggu setelah pemajaman.

Massa jaringan baru yang disebut granuloma merupakan gumpalan basil yang

masih hidup dan sudah mati dikelilingi oleh makrofag kemudian membentuk

dinding protektif granuloma dan diubah menjadi jaringan fibrosa, bagian sentral

dari fibrosa ini disebut “TUBERKEL”. Bakteri dan makrofag menjadi nekrotik

membentuk massa seperti keju.

30

Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit taktif

karena penyakit tidak adekuatnya system imun tubuh. Penyakit aktif dapat juga

terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri. Tuberkel memecah, melepaskan

bahan seperti keju kedalam bronchi. Tuberkel yang pecah menyembuh dan

membentuk jaringan parut paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak dan

mengakibatkan terjadinya bronkhopneumonia lebih lanjut.

31

7. Pathway

Pathway menurut NANDA NIC-NOC (2015) :

Microbacterium

tuberkulosa

Droplet infection Masuk lewat jalan nafas

Menempel pada paru

Menetap dijaringan paru

Terjadi proses peradangan

Dibersihkan oleh makrofag Keluar dari

tracheobionchial bersama sekret

Sembuh tanpa

pengobatan Tumbuh dan berkembang

di sitoplasma makrofag

Limfadinitis regional

Sembuh dengan bekas fibrosis

Sarang primer/afek primer

(fokus ghon)

Pengeluaran zat pirogen

Mempengaruhi

hipotalamus

Mempengaruhi sel point

Hipertermi

Limfangitis lokal Komplek primer

Sembuh sendiri tanpa

pengobatan

Menyebar ke organ lain

(paru lain, saluran

pencernaan, tulang) melalui media

(bronchogen

percontinuitum, hematogen, limfogen)

Radang tahunan

bronkus Pertahanan primer tidak

adekuat

32

Berkembang

menghancurkan

jaringan ikat sekitar

Bagian tengah nekrosis

Membentuk jaringan

keju

Sekret keluar saat batuk

Batuk produktif (batuk terus menerus)

Resiko infeksi

Terhirup orang sehat

Droplet infection

Pembentukan tuberkel

Pembentukan sputum

berlebihan

Ketidakefektifaan

bersihan jalan nafas

Batuk berat

Distensi abdomen

Mual, muntah

Intake nutrisi kurang

Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Kerusakan membran

alveolar

Menurunnya permukaan efek paru

alveolus

Alveolus mengalami

konsolidasi& edukasi

Gangguan pertukaran

gas

Gambar 1 Pathway Tuberculosis

Sumber: Nurarif & Kusuma, 2015

33

8. Manifestasi Klinis

Sebagian besar orang yang mengalamiinfeksi primer tidak menunjukkan gejala

yang berarti. Namun, pada penderita infeksi primer yang menjadi progresif dan

sakit (3-4% dari yang terinfeksi), gejalanya berupa gejala umum dan gejala

respiratorik. Perjalanan penyakit dan gejalanya bervariasi tergantung pada umur

dan keadaan penderita saat terinfeksi.

Gejala umum berupa demam dan malaise. Demam timbul pada petang dan

malam hari disertai dengan berkeringat. Demam ini mirip dengan demam yang

disebabkan oleh influenza namun kadang-kadang dapat mencapai suhu 40-41oC .

Gejala demam ini bersifat hilang timbul. Malaise yang terjadi dalam jangka waktu

panjang berupa pegal-pegal, rasa lelah, anoreksia, nafsu makan berkurang, serta

penurunan berat badan. Pada wanita dapat terjadi amenorea.

Gejala respiratorik yang berupa batuk kering ataupun batuk produktif

merupakan gejala yang paling sering terjadi dan indikator yang sensitif untuk

penyakit tuberculosis paru aktif. Batuk ini sering bersifat persisten karena

perkembangan penyakitnya lambat. Gejala sesak nafas timbul jika terjadi

pembesaran nodus limfa pada hilus yang menekan bronkus, atau terjadi efusi

pleura, ekstensi radang parenkim atau miliar. Nyeri dada biasanya bersifat nyeri

pleuritik karena terlibatnya pleura dalam proses penyakit.

Pada reaktivasi tuberkulosis, gejalanya berupa demam menetap yang naik dan

turun (hectic fever), berkeringat pada malam hari yang menyebabkan basah kuyup

(drenching night sweat), kaheksia, batuk kronik dan hemoptitis. Pemeriksaan fisik

sangat tidak sensitif dan sangat nonspesifik terutama pada fase awal penyakit. Pada

fase lanjut diagnosis lebih mudah ditegakkan melalui pemeriksaan fisik, terdapat

demam, penurunan berat badan, crackle, mengi dan suara bronkial. Tidak jarang

terjadi pula efusi pleura (Darmanto Djojodibroto, 2009).