6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar
1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Abraham Maslow (1970) menyatakan kebutuhan dasar manusia terdapat
beberapa kebutuhan fisiologis (physiologic needs).Kebutuhan fisiologis ini
mencakup :
a. Kebutuhan oksigenasi dan pertukaran gas
b. Kebutuhan cairan dan elektrolit
c. Kebutuhan makanan
d. Kebutuhan eliminasi urine dan alvi
e. Kebutuhan istirahat dan tidur
f. Kebutuhan aktivitas
g. Kebutuhan kesehatan temperature tubuh
h. Kebutuhan seksual
(Mubarak & chayatin, 2008).
2. Konsep Dasar Kebutuhan Oksigenasi
Pemenuhankebutuhan oksigenasi tubuh sangat ditentukan oleh adekuatnya
system pernapasan, system kardiovaskular, dan system hematologi.
a. Sistem pernapasan
Sistem pernapasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan
oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan pertukaran gas. Melalui
peran respirasi, oksigen diambil dari atmosfer, ditranspor masuk ke paru-paru dan
terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbon dioksida di alveoli, selanjutnya
oksigen akan didifusi masuk kapiler darah untuk dimanfaatkan oleh sel dalam
proses metabolisme
b. Sistem kardiovaskular
Sistem kardiovaskular juga berperan dalam proses oksigenasi ke jaringan
tubuh, yaitu berperan dalam proses transportasi oksigen. Oksigen ditransportasikan
7
ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Aliran darah yang adekuat hanya dapat
terjadi apabila fungsi jantung normal. Sehingga, kemampuan oksigenasi pada
jaringan sangat ditentukan oleh adekuatnya fungsi jantung. Fungsi jantung yang
adekuat dapat dilihat dari kemampuan jantung memompa darah dan perubahan
tekanan darah.
c. Sistem hematologi
Sel darah yang sangat berperan dalam oksigenasi adalah sel darah merah,
karena didalamnya terdapat hemoglobin yang mampu mengikat oksigen. (Tarwoto
& Wartonah, 2015).
3. Pengertian Oksigenasi
Oksigenasi (O2) merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup
sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperluan untuk proses metabolisme tubuh
secara terus-menerus. Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui proses bernafas. Di
atmosfer, gas selain oksigen juga terdapat karbon dioksida (CO2), nitrogen, dan
unsur-unsur lain seperti argon dan helium (Tarwoto dan wartonah, 2015). Bersihan
jalan nafas tidak efektif merupakan ketidakmampuan membersihkan sekret atau
obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten (SDKI, 2016).
4. Fisiologi Pernafasan
Sel mendapat energi dari reaksi kimia pemakaian O2 dan pembuangan CO2.
Ada 3 mekanisme dalam fisiologi pernafasan, yaitu :
a. Ventilasi
Pergerakan udara keluar masuk paru-paru disebut ventilasi. Dibantu oleh
otot paru, toraks dan diafragma (otot inspirasi utama). Kerja pernafasan ditentukan
oleh kompliansi paru, tahanan jalan nafas, ekspirasi aktif dan otot-otot pernafasan.
Kemampuan paru distensi atau mengembang sebagai respons terhadap peningkatan
tekanan intraalveolar. Kemampuan paru mengembang menurun pada penyakit
paru. Alveolus dijaga oleh cairan surfaktan, fungsinya untuk menjaga ketegangan
permukaan alveolus. Perbedaan tekanan antara mulut dan alveoli terkait dengan
kecepatan aliran gas yang diinspirasi disebut tahanan jalan nafas. Faktor-faktor
8
yang mempengaruhi ventilasi adalah tekanan udara atmosfir, jalan nafas yang
bersih, pengembangan paru yang adekuat.
b. Perfusi
Perfusi paru adalah pergerakan aliran darah melalui sirkulasi pulmonal.
Darah dipompakan masuk ke paru-paru melalui ventrikel kanan kemudian masuk
ke arteri pulmonal. Arteri pulmonal kemudian bercabang dua (kanan dan kiri)
selanjutnya masuk ke kapiler paru untuk terjadi pertukaran gas. Sirkulasi pulmonal
mempunyai tekanan sistemik yang rendah, sehingga memungkinkan banyak terjadi
pertukaran gas sebelum masuk ke atrium kiri. Kekuatan utama distribusi perfusi
dalam paru-paru adalah gravitasi, tetapi juga dipengaruhi oleh tekanan arteri
pulmonal dan tekanan alveolus.Adekuatnya pertukaran gas tergantung pada
keadekuatan ventilasi dan perfusi, yang diukur dengan perbandingan atau rasio
antara ventilasi alveolar (V) dan perfusi (Q). pada orang dewasa yang normal, sehat,
dari dalam keadaan istirahat, ventilasi alveolar sekitar 4,0 liter/menit dan perfusinya
sekitar 5,0 liter/menit (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
c. Difusi
Difusi merupakan gerakan molekul daerah dengan konsentrasi yang
tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. Terjadi di membrane kapiler alveolar
dan dipengaruhi oleh ketebalan membrane. Pertuaran oksigen terdiri dari system
paru dan system kardio, tergantung pada jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru
(ventilasi), aliran darah ke paru-paru dan jaringan (perfusi), kecepatan difusi, dan
kapasitas membawa oksigen. Kapasitas darah untuk membawa oksigen dipengaruhi
oleh jumlah oksigen yang larut dalam plasma, jumlah haemoglobin, dan
kecenderungan haemoglobin untu berikatan dengan oksigen.Karbon dioksida
berdifusi ke dalam sel-sel darah merah dan dihidrasi menjadi asam karbonat karena
ada enzim karbonik anhidrase. Asam karbonat kemudian berpisah menjadi ion
hidrogen dan ion karbonat. Ion hidrogen dibufer oleh haemoglobin dan ion
bikarbonat berdifusi ke plasma.
9
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi
Menurut Tarwoto & wartonah (2010), bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kebutuhan oksigenasi di antaranya:
a. Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti
faktor alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut mempengaruhi
kemampuan adaptasi.
b. Faktor Fisiologi
Setiap kondisi yang mempengaruhi fungsi kerja kardiopulmonar secara
langsung akan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memenuhi kebutuhan
oksigen.
c. Tahap Perkembangan
Kebutuhan oksigenisasi berdasarkan tahap perkembangan antara lain :
1) Bayi dan Todler
Bayi dan toddler beresiko mengalamiinfeksi saluran pernafasan bagian
atas sebagai hasil pemaparan agen infeksi dan asap rokok. Hal ini terjadi karena
pada saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang
sebelumnya berisi udara dan pada usia prematur kecenderungan pembentukan
surfaktan berkurang.
2) Anak usia sekolah dan remaja
Anak usia sekolah dan remaja beresiko terpapar pada infeksi saluran
pernafasan, misalnya menghisap asap rokok dan merokok. Individu yang mulai
merokok pada usia remaja dan meneruskannya sampai usia dewasa pertengahan
mengalami peningkatan resiko penyakit kardiopulmonar dan kanker paru.
3) Dewasa muda dan dewasa
Dewasa muda dan pertengahan banyak terpapar resiko kardiopulmonar
seperti: diet yang tidak sehat, stress, kurang aktifitas/aktivitas fisik, obat-obatan,
dan merokok. Dengan mengurangi faktor-faktor resiko tersebut dapat menurunkan
resiko menderita penyakit kardiopulmonar.
10
4) Lansia
Pada lansia seiring bertambahnya usia maka akan berdampak pada system
pernafasan dan system jantung. Pada system arterial akan terjadi plak aterosklerosis
sehingga tekanan darah bisa meningkat. Kompliansi dinding dada menurun,
penurunan otot-otot pernafasan, identic juga sering terjadi pada lansia. Selain itu
penurunan kerja silia dan mekanisme batuk efektif menyebabkan individu/lansia
mengalamiinfeksi saluran pernafasan.
d. Perilaku
Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), menjelaskan bahwa perilaku atau
gaya hidup, secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi
kemampuan tubuh dalam memSnuhi oksigen. Faktor gaya hidup yang
mempengaruhi fungsi pernafasan meliputi :
1) Nutrisi
Pada seseorang yang obesitas berat akan menyebabkan penurunan
ekspansi paru dan peningkatan kebutuhan oksigen untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Pada seseorang yang mengalami kekurangan gizi akan
mengalami kelemahan otot pernafasan sehingga akan menyebabkan kekuatan otot
dan kerja pernafasan menurun. Efisiensi batuk pun menurun akibat kelemahan otot
pernafasan, sehingga menyebabkan klien mengalami retensi sekresi di saluran
pernafasan.
2) Latihan fisik/Aktivitas
Latihan fisik dapat meningkatkan metabolisme tubuh kebutuhan akan
oksigen, kondisi ini akan menyebabkan frekuensi dan kedalaman pernafasan
individu meningkat, sehingga akan mempengaruhi kemampuan individu untuk
menghirup lebih banyak oksigen dan mengeluarkan kelebihan oksigen.
3) Merokok
Merokok dapat memperburuk penyakit arteri coroner dan pembuluh darah
perifer. Nikotin yang diinhalasi menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah
perifer dan pembuluh darah coroner, dampaknya akan meningkatkan tekanan darah
dan menurunkan aliran darah kepembuluh darah perifer. Resiko kanker paru 10 kali
lebih kuat pada individu yang merokok daripada individu yang tidak merokok.
11
4) Penyalahgunaan Substansi
Penggunaan alkohol dan obat-obatan secara berlebihan dapat mengganggu
oksigenasi dengan jalan mendepresi pusat pernafasan, menurunkan kedalaman
pernafasan dan jumlah oksigen yang diinhalasi.
5) Stress
Keadaan yang terus menerus pada ansietas berat akan meningkatkan laju
metabolisme tubuh dan kebutuhan akan oksigen. Tubuh berespon terhadap ansietas
dan stree lain dengan meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernafasan.
6. Tipe Kekurangan Oksigen Dalam Tubuh
Manurut Tarwoto dan Wartonah (2010), jika oksigen dalam tubuh berkurang,
maka ada beberapa istilah yang dipakai sebagai manifestasi kekurangan oksigen
tubuh, yaitu :
a. Hipoksemia
Hipoksemia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi
oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2arteri (SaO2) di bawah normal
(normal PaO2 85-100 mmHg, SaO2 95%). Pada neonatus, PaO2< 50mmHg atau
SaO2<88%. Pada dewasa, anak dan bayi, PaO2< 60mmHg atau SaO2< 90%.
Keadaan ini disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt) atau
berada pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hipoksemia, tubuh akan
melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan pernafasan, meningkatkan
stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah dan peningkatan nadi.Tanda dan gejala
hipoksemia diantaranya sesak nafas, frekuensi nafas 35x/menit, nadi cepat dan
dangkal serta sianosis.
b. Hipoksia
Hipoksia merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak
adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen yang
diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler. Hipoksia
dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan. Penyebab lain hipoksia
adalah menurunnya haemoglobin, berkurangnya konsentrasi oksigen, misalnya jika
kita berada pada puncak gunung, ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen,
12
seperti pada keracunan sianida, menurunnya difusi oksigen dari alveoli ke dalam
darah seperti pada pneumonia, menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok,
kerusakan atau gangguan ventilasi. Tanda-tanda hipoksia diantaranya kelelahan,
kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernafasan
cepat dan dalam sianosis, sesak nafas, serta clubbing.
c. Gagal nafas
Gagal nafas merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh
memenuhi kebutuhan oksigen karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi
secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbon dioksida dan
oksigen. Gagal nafas ditandai oleh adanya peningkatan CO2dan penurunan O2
dalam darah secara signifikan. Gagal nafas dapat disebabkab oleh gangguan sistem
saraf pusat yang mengontrol sistem pernafasan, kelemahan neuromuscular,
keracunan obat, gangguan metabolisme, kelemahan otot pernafasan dan obstruksi
jalan nafas.
d. Perubahan pola nafas
Pada keadaan normal, frekuensi pernafasan pada orang dewasa sekitar 18-
22x/menit dengan irama teratur, serta inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
Pernafasan normal disebut eupnea. Perubahan pola nafas berupa:
1) Dispnea yaitu kesulitan bernafas, misalnya pada pasien dengan asma
2) Apnea yaitu tidak bernafas, berhenti bernafas
3) Takipnea yaitu pernafasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi
lebih dar 24x/menit
4) Bradipnea yaitu pernafasan lebih lambat (kurang) dari normal dengan
frekuensi kurang dari 16x/menit
5) Kussmaul yaitu pernafasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi
sama, sehingga pernafasan menjadi lambat dan dalam, misalnya pada
penyakit diabetes mellitus dan uremia
6) Cheyne-stokes merupakan pernafasan cepat dan dalam kemudian
berangsur-angsur dangkal dan diikuti periode apnea yang berulang
secara teratur. Misalnya pada keracunan obat bius, penyakit jantung
dan penyakit ginjal
13
7) Biot adalah pernafasan dalam dan dangkal disertai masa apnea dengan
periode yang tidak teratur, misalnya pada meningitis.
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan pada Masalah Kebutuhan Oksigenasi
1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesa
Anamnesa yang dilakukan berfokus pada pasien dengan penyakit TB Paru,
menurut Muttaqin (2012), anamnesa terdiri dari :
1) Identitas
Berisi biografi pasien yang mencakup nama, umut, jenis kelamin,
pekerjaan, alamat, dan tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi
apakah pasien tinggal sendiri atau dengan orang lain (berguna ketika melakukan
perencanaan pulang discharge planning pada pasien).
2) Keluhan utama
Keluhan utama akan membantu dalam mengkaji pengetahuan pasien
tentang kondisi saat ini dan menentukan prioritas intervensi. Keluhan utama pada
pasien TB Paru umumnya ditemukan sesak napas dan batuk dengan produksi
sputum berlebih.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada riwayat penyakit sekarang berisi tentang perjalanan penyakit yang
dialami pasien sampai masuk ke Rumah Sakit.
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Pengkajian riwayat penyakit pada sistem pernapasan seperti menanyakan
tentang riwayat penyakit sejak timbulnya keluhan sehingga pasien meminta
pertolongan. Misalnya sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali
keluhan tersebut terjadi, keadaan apa yang memperberat atau memperingan
keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini sebelumnya, berhasil atau tidakkah
usaha tersebut, dan adakah pengobatan yang dilakukan sebelum masuk Rumah
Sakit.
14
5) Riwayat penyakit terdahulu
Pengkajian ini menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami pasien
sebelumnya. Apakah pasien pernah dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa,
apakah pernah merasakan keluhan yang sama, adakah pengobatan yang pernah
dijalani dan riwayat alergi terhadap obat dan makanan yang dikonsumsi
sebelumnyam adakah kebiasaan atau pola hidup yang menyebabkan terserang
penyakit.
6) Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian ini difokuskan pada anggota keluarga adakah riwayat penyakit
TB Paru, apakah ada anggota yang keluarga memiliki riwayat merokok, apakah
bertempat tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menurut Andarmoyo (2012), adalah:
1) Mata, dilakukan pemeriksaan antara lain melihat adakah :
a) Lesi kuning pada kelopak mata (hiperlipidemia)
b) Konjungtiva pucat (anemia)
c) Konjungtiva sianosis (hipoksemia)
2) Hidung, melihat adanya :
a) Pernapasan dengan cuping hidung
b) Membrane mukosa sianosis (penurunan oksigen)
c) Bernapas dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan penyakit paru
kronik)
3) Kulit, melihat adanya tanda-tanda :
a) Sianosis perifer (vasokontriksi)
b) Sianosis secara umum (hipoksemia)
c) Penurunan turgor (dehidrasi)
4) Jari dan kuku
a) Sianosis perifer (kurangnya suplai O2 ke perifer)
b) Clubbing finger (hipoksemia kronik)
15
5) Dada dan thoraks, dengan melakukan pemeriksaan secara :
a) Inspeksi
Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk, dan kesimetrisan
ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi pada dada bisa dikerjakan pada saat bergerak
atau pada saat diam. Amati juga pergerakan pernapasan pasien. Sedangkan untuk
mengamati adanya kelainan bentuk tulang punggung baik kifosis, scoliosis,
maupun lordosis, akan lebih mudah dilakukan pada saat bergerak dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui frekuensi (eupnea, bradipnea, takipnea), sifat (pernapasan
dada, diafragma, perut), dan ritme pernapasan (biot, cheyne, stoke, kussmaul, dll).
b) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada,
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit, dan mengetahui taktil
fremitus. Kaji abnormalitas saat inspeksi seperti: massa, lesi, bengkak. Kaji juga
kelembutan kulit, terutama jika pasien mengeluh nyeri. Taktil fremitus (getaran
pada dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara) (Somantri, 2009).
c) Perkusi
Perkusi yakni pemeriksa mengetuk toraks pasien dengan bagian jari tengah
keempat ujung jari tangannya yang dirapatkan. Terdapat lima jenis suara yang
dihasilkan (pekak, redup, sonor, hipersonor, dan timpani) dan keseluruhannya
menggambarkan kondisi organ tubuh bagian dalam. Suara perkusi pada TB Paru
biasanya hipersonor yaitu bersuara lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan
timbul pada bagian paru yang berisi udara (Somantri, 2009).
d) Auskultasi
Biasanya pada penderita TB Paru didapatkan bunyi napas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat untuk mendemonstrasikan
daerah mana yang didapatkan adanya ronkhi.
2. Diagnosis Keperawatan
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia tahun 2016, diagnosa yang
sering muncul pada pasien yang mengalami gangguan oksigenasi adalah :
16
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
1). Definisi : Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan nafas
untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.
2). Penyebab : bersihan jalan nafas tidak efektif dapat terjadi secara :
(a). Fisiologis, dikarenakan Spasme jalan nafas, Hipersekresi jalan nafas,
Disfungsi neuromuscular, Benda asing dalam jalan nafas, Adanya jalan nafas
buatan, Sekresi yang tertahan, Hiperplasia dinding jalan nafas, Proses infeksi,
Respon alergi, Efek agen farmakologis (mis. anastesi)
(b). Situasional, dikarenakan Merokok aktif, Merokok pasif, Terpajan
polutan
3). Gejala dan Tanda yang dapat dijumpai pada bersihan jalan nafas tidak
efektif antara lain : Batuk tidak efektif, Tidak mampu batuk, Sputum berlebih,
Mengi, wheezing dan ronkhi, Meconium dijalan nafas (pada neonatus), Gelisah,
Sianosis, Bunyi nafas menurun, Frekuensi nafas berubah, Pola nafas berubah,
Dispnea, Sulit bicara,Ortopnea
b. Gangguan Pertukaran Gas
1). Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan eleminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.
2). Penyebab gangguan pertukaran gas dapat terjadi karena :
Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi dan Perubahan membran alveolus-kapiler
3). Gejala dan Tanda pada gangguan pertukaran gas antara lain : Dispnea,
Bunyi nafas tambahan (takikardia), Pusing, Penglihatan kabur, Gelisah, Kesadaran
menurun, Nafas cuping hidung, Pola nafas abnormal.
17
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan pasien dengan gangguan oksigenasi ; bersihan jalan nafas tidak efektif menurut SIKI tahun 2018
Tabel 1 Intervensi kebutuhan oksigenasi
Diagnosa Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Bersihan Jalan
Nafas Tidak
Efektif
Latihan Batuk Efektif
Observasi
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
- Monitor input dan output cairan
Terapeutik
- Atur posisi semi fowler atau fowler
- Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas
dalam yang ke-3
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran
Fisioterapi Dada
Observasi
- Identifikasi indikasi dilakukan fisioterapi dada
- Monitor status pernafasan
- Periksa segmen paru yang mengandung sekresi berlebihan
- Monitor jumlah dan karakter sputum
Terapeutik
- Posisikan pasien sesuai dengan area paru yang mengalami
penumpukan sputum
- Gunakan bantal untuk membantu pengaturan posisi
- Lakukan fisioterapi dada setidaknya dua jam setelah makan
- Hindari perkusi pada tulang belakang, ginjal, payudara
wanita, insisi, dan tulang rusuk yang patah
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi dada
- Anjurkan batuk segera setelah prosedur selesai
- Ajarkan inspirasi perlahan dan dalam melalui hidung
selama proses fisioterapi
Stabilisasi Jalan Nafas
Observasi
18
Manajemen Jalan Nafas
Observasi
- Monitor pola nafas
- Monitor bunyi nafas tambahan
- Monitor sputum
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan
chin lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, bila perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontra
indikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemerian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Pemantauan Respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
- Identifikasi ukuran dan tipeselang orofaringeal atau
nasofaringeal
- Monitor suara nafas setelah selang jalan nafas terpasang
- Monitor komplikasi pemasangan selang jalan nafas
- Monitor saturasi oksigen
19
- Monitor pola nafas
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi nafas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor hasil x-ray thoraks
Terpautik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Terapeutik
- Gunakan alat pelindung diri
- Posisikan kepala pasien sesuai dengan kebutuhan
- Lakukan penghisapan mulut dan orofaring
- Pastikan selang oro/nasofaring mencapai dasar lidah
- Fiksasi selang dengan cara yang tepat
- Ganti selang sesuai prosedur
- Pastikan pemasangan selang endotrakeal dan trakeostomi
hanya oleh tim medis yang kompeten
- Berikan oksigen 100% selama 3-5 menit, sesuai kebutuhan
- Auskultasi dada setelah intubasi
- Tandai selang endotrakeal pada bibir atau mulut
- Verifikasi posisi selang dengan menggunakan x-ray dada
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur stabilisasi jalan nafas
Kolaborasi
- Kolaborasi pemilihan ukuran dan tipe selang endotrakeal
dan selan trakeostomi yang memiliki volume tinggi
Gangguan
Pertukaran Gas
Pemantauan Respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
- Monitor pola nafas
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi nafas
Dukungan Ventilasi
Observasi
- Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas
- Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status
pernafasan
- Monitor status respirasi dan oksigenasi
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Berikan posisi semi fowler atau fowler
20
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor hasil x-ray thoraks
Terpautik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi
yang diberikan cukup
- Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
- Monitor tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
Terapeutik
- Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
- Berikan oksigen tambahan
- Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
- Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
Edukasi
- Ajarkan melakukan teknik relaksasi nafas dalam
- Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkhodilator
Insersi Jalan Nafas Buatan
Observasi
- Identifikasi kebutuhan insersi jalan nafas buatan
- Monitor komplikasi selama prosedur tindakan dilakukan
- Monitor status pernafasan
Terapeutik
- Gunakan alat pelindung diri
- Atur posisi
- Pilih jenis nafas buatan sesuai dengan tujuan dan kondisi
pasien
- Lakukan fiksasi jalan nafas dengan plester
- Auskultasi suara nafas
- Fasilitasi pemasangan selang endotrakeal dengan
menyiapkan peralatan intubasi
- Posisikan pasien sesuai kebutuhan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur intubasi pada pasien dan
keluarga
21
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga cara mengguanakan oksigen
di rumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan tidur
Kolaborasi
- Kolaborasi memilih ukuran dan jenis selang endotrakeal
(ET) atau selang trakeostomi yang tepat
22
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen) dan
tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri (independen) adalah aktifitasperawat yang
didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk
atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang
didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
Agar lebih jelas dan akurat dalam melakukan implementasi, diperlukan
perencanaan keperawatan yang spesifik dan operasional. Bentuk implementasi
keperawatan adalah sebagai berikut.
a. Bentuk perawatan, pengkajian untuk mengidentifikasi masalah baru atau
mempertahankan masalah yang ada.
b. Pengajaran/pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu menambah
pengetahuan tentang kesehatan.
c. Konseling pasien untuk memutuskan kesehatan pasien.
d. Konsultasi atau berdiskusi dengan tenaga profesional kesehatan lainnya
sebagai bentuk perawatan holistik.
e. Bentuk penatalaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk memcahkan
masalah kesehatan.
f. Membantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri.
Perencanaan yang dapat diimplementasikan tergantung pada aktivitas berikut ini.
a. Kesinambungan pengumpulan data.
b. Penentuan prioritas.
c. Bentuk intervensi keperawatan.
d. Dokumentasi asuhan keperawatan.
e. Pemberian catatan perawatan secara verbal.
f. Mempertahankan rencana pengobatan.
23
5. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigen secara umum dapat dinilai dari
adanya kemampuan dalam:
a. Mempertahankan jalan nafas secara efektif yang ditunjukkan dengan
adanya kemampuan untuk bernafas, jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan,
frekuensi, irama, dan kedalaman nafas normal, serta tidak ditemukan adanya tanda
hipoksia.
b. Mempertahankan pola nafas secara efektif yang ditunjukkan dengan adanya
kemampuan untuk bernafas, frekuensi, irama, dan kedalaman nafas normal, tidak
ditemukan adanya hipoksia, serta kemampuan paru berkembang dengan baik.
c. Mempertahankan pertukaran gas secara efektif yang ditunjukkan dengan
adanya kemampuan untuk bernafas, tidak ditemukan dispena pada usaha nafas,
inspirasi dan ekspirasi dalam batas normal, serta saturasi oksigen dan pCO2 dalam
keadaan normal.
d. Meningkatkan perfusi jaringan yang ditunjukkan dengan adanya
kemampuan pengisian kapiler, frekuensi, irama, kekuatan nadi dalam batas normal,
dari status hidrasi normal.
C. Tinjauan Penyakit
Gangguan oksigenasi dapat ditemukan pada salah satu penyakit yatu TB Paru.
1. Definisi penyakit TB Paru
Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi
kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari
keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan
tuberculosis ekstrapulmonar. Diperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia pernah
terinfeksi kuman Mycobacterium tuberculosis (Darmanto Djojodibroto, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ
tubuh lainnya. Bakteriini dapat masuk melalui saluran pernafasan dan saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi
24
droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut (NANDA NIC-
NOC, 2015).
2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar
ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberkulosis yaitu tipe human dan tipe
bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis
usus. Basil tipe human bias berada di bercak ludah (droplet) dan diudara yang
berasal dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila
menghirupnya.
Setelah organisme terinhalasi dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan
hidup dan menyebar kenodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini
dapat menyebabkan TB pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai
bertahun-tahun. Dalam perjalanan penyakitnya terdapat 3 fase :
a. Fase 1 (Fase tuberkulosis primer)
Masuk kedalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi
pertahanan tubuh.
b. Fase 2 (Fase laten)
Fase dengan kuman yang tidur (bertahun-tahun/seumur hidup) dan
reaktivitas jika terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, dan bisa terdapat
di tulang panjang, vertebra, tuba fallopi, otak, kelenjar limfa hilus, leher dan ginjal.
c. Fase 3
Dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke organ
yang lain dan yang kedua ke ginjal setelah paru. (NANDA NIC-NOC, 2015).
3. Pemeriksaan Penunjang
Menurut manurung, dkk (2009), untuk menegakkan diagnosa TB Paru, maka
tes diagnostik yang sering dilakukan pada klien adalah:
25
a. Pemeriksaan Radiologis: foto rontgen toraks
Tuberkulosis dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam pada
foto rontgen toraks, akan tetapi terdapat beberapa gambaran yang karakteristik
untuk tuberculosis paru yaitu:
1) Apabila lesi terdapat terutama dilapangan diatas paru
2) Bayangan berwarna atau bercak
3) Terdapat kavitas tunggal atau multiple
4) Terdapat klasifikasi
5) Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru
6) Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto ulang
beberapa minggu kemudian
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah
Pada TB Paru aktif biasanya ditemukan peningkatan leukosit dan laju
endap darah (LED)
2) Sputum BTA
Pemeriksaan bakteriologik dilakukan untuk menemukan kuman
tuberculosis. Diagnosa pasti ditegakkan bila pada biakan ditemukan kuman
tuberculosis. Pemeriksaan penting untuk diagnosa definitive dan menilai kemajuan
pasien. Dilakukan tiga kali berturut-turut dan biakan/kultur BTA selama 4-8
minggu.
c. Test Tuberculin (Mantoux Test)
Pemeriksaan ini banyak digunakan untuk menegakkan diagnose terutama
pada anak-anak. Biasanya diberikan suntikan PPD (Protein Perified Derivation)
secara intra cutan 0,1 cc. Lokasi penyuntikan umumnya pada ½ bagian atas lengan
bawah sebelah kiri bagian depan. Penilaian test tuberculosis dilakukan setelah 48-
72 jam penyuntikan dengan mengukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang
terjadi pada lokasi suntikan. Indurasi berupa kemerahan dengan hasil Indurasi 0-5
mm: negative, Indurasi 6-9 mm: meragukan, Indurasi> 10 mm: positif.
26
4. Penatalaksanaan TB Paru
Menurut Depkes RI (2008) , penatalaksanaan TB paru terdiri dari :
a. Tujuan pengobatan
Pengobatan TB Paru bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan kekambuhan, memutuskan rantai
penuluran, dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
b. Prinsip pengobatan
1) OAT (Obat Anti Tuberkulosis) harus diberikan dalam bentuk kombinasi
beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Pemakaian OAT-kombinasi dosis tetap lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
2) Pengawasan langsung oleh pengawas minum obat (PMO) dilakukan untuk
menjamin kepatuhan pasien menelan obat.
c. Pengobatan TB Paru diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Pengobatan tahap awal (intensif)
a) Pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung
untuk mencegah terjadinya resistensi obat
b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu
c) Sebagian besar pasien TB paru BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan
2) Pengobatan tahap lanjutan
a) Pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama
b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah kekambuhan
d. Paduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
1) Kategori I (2 HRZE/4 H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: pasien baru TB paru BTA
positif, pasien TB paru BTA negatif tetapi foto toraks positif, pasien TB ekstra paru.
27
Tabel 2 Dosis Paduan OAT-Kombipak untuk Kategori I, Manurung (2018).
Tahap
pengobatan
Lama
pengobatan
Dosis per hari/kali Jumlah
hari/kali
menelan
obat
Tablet
isoniasid
@300
mgr
Kaplet
rifampisin
@450 mgr
Tablet
pirazinamid
@500 mgr
Tablet
etambutol
@250
mgr
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
2) Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya: pasien kambuh, pasien gagal, pasien dengan pengobatan setelah putus
berobat.
Tabel 3 Dosis paduan OAT kombipak untuk kategori II, Manurung (2018)
Tahap
pengobatan
Lama
pengobatan
Tablet
isoniasid
@300 mgr
Kaplet
rifampisin
@450 mgr
Tablet
pirazinamid
@500 mgr
Etambutol Strepto
misin
injeksi
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
Tablet
@250
mgr
Tablet
@400
mgr
Tahap
intensif
(dosis
harian)
2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
-
-
0,75 gr
-
56
28
Tahap
lanjutan
(dosis 3x
seminggu
4 bulan
2
1
-
1
2
-
60
3) OAT sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT (kombinasi dosis tetap) adalah sama seperti paduan
paket tahap intensif.
Tabel 4 Dosis OAT kombipak untuk sisipan, Manurung (2018)
Tahap
pengobatan
Lama
pengobatan
Tablet
isoniasid
@300 mgr
Kaplet
rifampisin
@450 mgr
Tablet
pirazinamid
@500 mgr
Tablet
etambuto
l @250
mgr
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
Tahap intensif
(dosis harian)
1 bulan
1
1
3
3
28
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida dan
golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi
28
yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis
pertama.
5. Tanda dan Gejala
Pada stadium awal penyakit TB paru tidak menunjukkan tanda dan gejala
yang spesifik. Namun sering dengan perjalanan penyakit akan menambah
jaringan parunya mengalami kerusakan, sehingga dapat meningkatkan
produksi sputum yang ditunjukkan dengan seringnya klien batuk sebagai
bentuk kompensasi pengeluaran dahak. Selain itu, klien dapat merasa letih,
lemah, berkeringat pada malam hari dan mengalami penurunan berat badan
yang berarti. Secara rinci tanda dan gejala TB paru dapat dibagi menjadi 2,
yaitu :
a. Gejala Sistemik
1) Demam
Demam merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, biasanya timbul
pada sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip demam influenza yang
segera mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman, serangan
demam berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan. Demam
sepertiinfluenza ini hilang timbul dan semakin lama semakin panjang masa
serangannya, sedangkan masa bebas serangan akan makin pendek. Demam dapat
mencapai suhu tinggi yaitu 40o-41oC.
2) Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa
tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit
kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan siklus
haid.
b. Gejala Respiratorik
1) Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus.
Batuk mula-mula terjadi Karena iritasi bronkus, selanjutnya akibat adanya
peradangan pada bronkus, batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini
29
berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat
bersifat mukkoid atau purulen.
2) Batuk Darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya
batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang
pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding
kavitas, juga dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkus. Batuk darah inilah
yang paling sering membawa penderita berobat ke dokter.
3) Sesak Nafas
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru
yang cukup luas. Pada awal penyakit, gejala ini tidak pernah ditemukan.
4) Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila system persyarafan yang terdapat di pleura
terkena, gejala ini dapat bersifat local atau pleuritik.
6. Patofisiologi
Kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh melalui udara pernafasan. Bakteri
yang terhirup akan dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana
mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Selain itu bakteri juga
dapat di pindahkan melalui system limfe dan cairan darah ke bagian tubuh yang
lainnya.
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksiinflamasi. Fagosit
menekan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberkulosis menghancurkan bakteri dan
jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam
alveoli yang dapat menyebabkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi
2 sampai 10 minggu setelah pemajaman.
Massa jaringan baru yang disebut granuloma merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan sudah mati dikelilingi oleh makrofag kemudian membentuk
dinding protektif granuloma dan diubah menjadi jaringan fibrosa, bagian sentral
dari fibrosa ini disebut “TUBERKEL”. Bakteri dan makrofag menjadi nekrotik
membentuk massa seperti keju.
30
Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit taktif
karena penyakit tidak adekuatnya system imun tubuh. Penyakit aktif dapat juga
terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri. Tuberkel memecah, melepaskan
bahan seperti keju kedalam bronchi. Tuberkel yang pecah menyembuh dan
membentuk jaringan parut paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak dan
mengakibatkan terjadinya bronkhopneumonia lebih lanjut.
31
7. Pathway
Pathway menurut NANDA NIC-NOC (2015) :
Microbacterium
tuberkulosa
Droplet infection Masuk lewat jalan nafas
Menempel pada paru
Menetap dijaringan paru
Terjadi proses peradangan
Dibersihkan oleh makrofag Keluar dari
tracheobionchial bersama sekret
Sembuh tanpa
pengobatan Tumbuh dan berkembang
di sitoplasma makrofag
Limfadinitis regional
Sembuh dengan bekas fibrosis
Sarang primer/afek primer
(fokus ghon)
Pengeluaran zat pirogen
Mempengaruhi
hipotalamus
Mempengaruhi sel point
Hipertermi
Limfangitis lokal Komplek primer
Sembuh sendiri tanpa
pengobatan
Menyebar ke organ lain
(paru lain, saluran
pencernaan, tulang) melalui media
(bronchogen
percontinuitum, hematogen, limfogen)
Radang tahunan
bronkus Pertahanan primer tidak
adekuat
32
Berkembang
menghancurkan
jaringan ikat sekitar
Bagian tengah nekrosis
Membentuk jaringan
keju
Sekret keluar saat batuk
Batuk produktif (batuk terus menerus)
Resiko infeksi
Terhirup orang sehat
Droplet infection
Pembentukan tuberkel
Pembentukan sputum
berlebihan
Ketidakefektifaan
bersihan jalan nafas
Batuk berat
Distensi abdomen
Mual, muntah
Intake nutrisi kurang
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Kerusakan membran
alveolar
Menurunnya permukaan efek paru
alveolus
Alveolus mengalami
konsolidasi& edukasi
Gangguan pertukaran
gas
Gambar 1 Pathway Tuberculosis
Sumber: Nurarif & Kusuma, 2015
33
8. Manifestasi Klinis
Sebagian besar orang yang mengalamiinfeksi primer tidak menunjukkan gejala
yang berarti. Namun, pada penderita infeksi primer yang menjadi progresif dan
sakit (3-4% dari yang terinfeksi), gejalanya berupa gejala umum dan gejala
respiratorik. Perjalanan penyakit dan gejalanya bervariasi tergantung pada umur
dan keadaan penderita saat terinfeksi.
Gejala umum berupa demam dan malaise. Demam timbul pada petang dan
malam hari disertai dengan berkeringat. Demam ini mirip dengan demam yang
disebabkan oleh influenza namun kadang-kadang dapat mencapai suhu 40-41oC .
Gejala demam ini bersifat hilang timbul. Malaise yang terjadi dalam jangka waktu
panjang berupa pegal-pegal, rasa lelah, anoreksia, nafsu makan berkurang, serta
penurunan berat badan. Pada wanita dapat terjadi amenorea.
Gejala respiratorik yang berupa batuk kering ataupun batuk produktif
merupakan gejala yang paling sering terjadi dan indikator yang sensitif untuk
penyakit tuberculosis paru aktif. Batuk ini sering bersifat persisten karena
perkembangan penyakitnya lambat. Gejala sesak nafas timbul jika terjadi
pembesaran nodus limfa pada hilus yang menekan bronkus, atau terjadi efusi
pleura, ekstensi radang parenkim atau miliar. Nyeri dada biasanya bersifat nyeri
pleuritik karena terlibatnya pleura dalam proses penyakit.
Pada reaktivasi tuberkulosis, gejalanya berupa demam menetap yang naik dan
turun (hectic fever), berkeringat pada malam hari yang menyebabkan basah kuyup
(drenching night sweat), kaheksia, batuk kronik dan hemoptitis. Pemeriksaan fisik
sangat tidak sensitif dan sangat nonspesifik terutama pada fase awal penyakit. Pada
fase lanjut diagnosis lebih mudah ditegakkan melalui pemeriksaan fisik, terdapat
demam, penurunan berat badan, crackle, mengi dan suara bronkial. Tidak jarang
terjadi pula efusi pleura (Darmanto Djojodibroto, 2009).
Top Related