BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 ›...

43
6 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A Pengertian Risiko Risiko adalah sesuatu yang berpeluang untuk terjadinya kematian, kerusakkan, atau sakit yang dihasilkan karena bahaya (Trigunarso, 2018 ) 1. Wujud Risiko Risiko dapat berwujud dalam berbagai bentuk, antara lain : a) Berupa kerugian atas harta milik/kekayaan atau penghasilan, misalnya yang diakibatkan oleh kebakaran, pencurian, pengangguran dan sebagainya. b) Berupa penderitaan seseorang, misalnya sakit/cacat karena kecelakaan. c) Berupa tanggungjawab hukum, misalnya risiko dari perbuatan atau peristiwa yang merugikan orang lain. d) Berupa kerugian karena perubahan pasar, misalnya karena terjadinya perubahan harga, perubahan selera konsumen, dan sebagainya. B. Jenis- Jenis Risiko Ada beberapa jenis risiko yang dikelompokan menjadi: 1. Risiko berdasarkan sifat meliputi: a. Risiko spekulatif (Speculative risiko), yaitu risiko yang memang sengaja diadakan untuk mengharapkan hal-hal yang menguntungkan. b. Risiko murni (Pure risk), yaitu risiko yang tidak sengaja, yang jika terjadi dapat menimbulkan kerugian secara tiba-tiba.

Transcript of BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 ›...

Page 1: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

6

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A Pengertian Risiko

Risiko adalah sesuatu yang berpeluang untuk terjadinya kematian,

kerusakkan, atau sakit yang dihasilkan karena bahaya (Trigunarso, 2018 )

1. Wujud Risiko

Risiko dapat berwujud dalam berbagai bentuk, antara lain :

a) Berupa kerugian atas harta milik/kekayaan atau penghasilan, misalnya

yang diakibatkan oleh kebakaran, pencurian, pengangguran dan

sebagainya.

b) Berupa penderitaan seseorang, misalnya sakit/cacat karena kecelakaan.

c) Berupa tanggungjawab hukum, misalnya risiko dari perbuatan atau

peristiwa yang merugikan orang lain.

d) Berupa kerugian karena perubahan pasar, misalnya karena terjadinya

perubahan harga, perubahan selera konsumen, dan sebagainya.

B. Jenis- Jenis Risiko

Ada beberapa jenis risiko yang dikelompokan menjadi:

1. Risiko berdasarkan sifat meliputi:

a. Risiko spekulatif (Speculative risiko), yaitu risiko yang memang

sengaja diadakan untuk mengharapkan hal-hal yang

menguntungkan.

b. Risiko murni (Pure risk), yaitu risiko yang tidak sengaja, yang jika

terjadi dapat menimbulkan kerugian secara tiba-tiba.

Page 2: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

7

2. Risiko berdasarkan dapat tidaknya dialihkan:

a. Risiko yang dapat diahlikan, yaitu risiko yang dapat dipertanggung

jawabkan sebagai objek terkena risiko kepada perusahaan

ansuransi dangan membayar sejumlah premi.

b. Risiko tidak dapat dialihkan, yaitu semua risiko yang termasuk

dalam risiko spekulatif yang tidak dapat dipertanggung jawabkan

pada perusahaan asuransi

3. Risiko berdasarkan asal timbulnya:

a. Risiko internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan.

b. Risiko esternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau

lingkungan luar perusahaan.

Banyaknya jenis-jenis risiko menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan

atau perorangan, disamping itu pengelompokan risiko menjadi salah satu

unsur penting dalam menganalisis risiko walaupun kebanyakan datangnya

risiko sebagai ketidakpastian terhadap kejadian yang akan datang. Akan tetapi

dangan mengamati jenis-jenis risiko maka akan memperkecil tingkat risiko

yang akan dihadapi.

C. Penyebab Risiko

Risiko adalah suatu peluang yang mungkin terjadi dan berdampak pada

pencapaian sasaran,risiko juga merupakan ketidakpastian atau kemungkinan

terjadinya sesuatu yang jika terjadi akan menimbulkan kerugian. Risiko bisa

terjadi kapan saja, akan tetapi risiko yang timbul dapat dianalisis sehingga

memperkecil potensi risiko yang muncul. Ada dua faktor yangbekerja sama

yang menimbulkan kerugian yaiti bencana (peril) dan bahaya (hazard).

Page 3: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

8

Bencana (peril) dapat didefenisikan sebagai penyebab langsung kerugain.

Orang-orang dapat terkena kerugian atau kerusakan kerena berbagai peril atau

bencana. Bencana yang pada umumnya adalah kebakaran, angin

topan,ledakan, tubrukan, penyakit, kecerobohan, ketidakjujuran dan lain-lain.

Sehingga bencana dapat menimpa harta dan penghasilan yang berakibat pada

kerugian.

Bahaya (hazard) dapat didenefisikan sebagai keadaan yang menimbulkan

atau meningkatkan terjadinta chance of loss dari suatu bencana tertentu. Jadi,

hal-hal seperti kecerobohan pemeliharaan rumah tangga yang buruk, jalan

raya yang jelek, mesin yang tidak terpelihara, dan pekerjaan yang berbahaya

adalah hazrad, karena ini adalah keadaan yang meningkatkan chance of loss

(kemungkinan kerugian).

Sebagaimana diatas telah disebutkan bahwa Hazard (bahaya) adalah suatu

keadaan yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya suatu Peril

(bencana). Pengertian tersebut dapat diperluas meliputi sebagai keadaan yang

dapat menimbulkan suatu kerugian. Bahaya dapat diklasifikasikan dalam 4

bentuk yaitu: (Herman Darmawan 2014:22)

1. Physical Hazrad, adalah suatu kondisi yang bersumber pada

karakteristik secara fisik dari suatu objek yang dapat memperbesar

terjadinya suatu kerugian. Misalnya pada musim kemarau yang panjang

hutan-hutan mengalami kekeringan pohon-pohon yang gersang kerena

daun-dau berguguran. Kondisi yang demikian dapat memperbesar

kemungkinan bahaya kebakaran.

Page 4: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

9

2. Moral Harzard, adalah suatu kondisi yang bersumber dari orang yang

bersangkutan yang berkaitan dengan sikap mental atau pandangan hidup

serta kebiasaannya yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya

suatu bencana ataupun suatu kerugian. Misalnya seseorang

mempertanggungkan rumahnya terhadap risiko kebakaran, pada suatu hari

rumah yang dipertanggungkan terbakar, sebenarnya kebakaran itu dapat

dicegah seandinya ian berusaha memadamkan sewaktu api itu masih kecil.

Dalam kondisi demikian itu tampak sikap mental dari orang yang

bersangkutan yaitu memperbesar kemungkinana-kemungkinan terjadinya

suatu kerugian.

3. Morale Hazard, adalah bahaya yang ditimbulkan oleh sikap ketidak hati

hatian dan kurangnya perhatian sehingga dapat meningkatkan terjadinya

kerugian. Misalnya seseorang yang memiliki mobil dan ia telah

mengasuransikannya; karena merasa bahwa mobilnya telah diasuransikan

maka sering kali sikapnya kurang hati-hati. Contohnya dalam menyimpan

atau mengendarai mobil dibandingkan apabila mobil tersebut tidak

diasuransikan. Sikap yang demikian itu akan memperbesar kemungkinan

terjadinya suatu peril atau kerugian. Bedanya bahaya moral dan morale

adalah: bahaya moral timbul apabila si tertanggung menciptakan kerugian

untuk mendapatkan keuntungan berdasarkan polis asuransi, sedangkan

bahaya morale timbul karena si tertanggung tidak melindungi hartanya

atau ia menjadi lalai karena merasa hartanya diasuransikan.

Page 5: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

10

4. Legal Hazard , yaitu berdasarkan peraturan-peraturan ataupun

perundang-undangan yang bertujuan melindungi masyarakat justru

diabaikan atau pun kurang diperhatikan sehingga dapat memperbesar

terjadinya suatu peril . Misalnya adanya keharusan asuransi kecelakaan

kerja untuk para karyawan perusahaan yang relatif besar karena sudah

memenuhi hal tersebut maka kewajiban-kewajiban hukum lainnya seperti

keselamatan kerja, jam kerja berkelanjutan sering diabaikan. Kondisi

semacam ini akan dapat memperbesar kemungkinan terjadinya suatu peril

ataupun kerugian.

D. Sumber Risiko

Menentukan sumber risiko merupakan hal penting karena mempengaruhi

cara penenganannya. Sumber risiko dapat diklasifikasikan menjadi

berikut:

1. Risiko Sosial. Sumber utama risiko ini adalah masyarakat, artinya

tindakan orang-orang menciptakan kejadian yang menyebabkan

penyimpangan yang merugikan dari harapan kita. Contohnya shoplifting

(pencurian), vandalism (perusakan), arson (membakar rumah sendiri untuk

mengagih asuransi), riot (huru-hara), dan peperangan.

2. Risiko Fisik. Sebagian besar risiko fisik berasal dari fenomena alam,

sedangkan lainnya disebabkan oleh kesalahan manusia. Contohnya

kebakaran (dapat disebabkan oleh alam, seperti petir, atau oleh penyebab

fisik, seperti kabel yang cacat, atau keteledoran manusia), cuaca (banjir,

kekeringan, badai salju), petir (menyebabkan kebakaran yang selanjutnya

Page 6: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

11

merusak harta, membunuh atau mencederai orang), tanah longsor (gempa

bumi).

3. Risiko Ekonomi. Risiko yang dihadapi perusahaan banyak bersifat

ekonomi. Contohnya inflasi (selama periode inflasi daya beli ruang

merosot), fluktuasi lokal, ketidakstabilan perusahaan, dan sebagainya.

E. Analisis Risiko

Analisis risiko adalah upaya untuk memahami risiko lebih dalam. Hasil

risiko ini akan menjadi masukan bagi evaluasi risiko dan untuk proses

pengambilan keputusan mengenai perlakuan terhadap risiko tersebut.

Termasuk dalam pengertian ini adalah cara dan strategi yang tepat dalam

memperlakukan risiko tersebut. Analisis risiko meliputi kegiatan-kegiatan

yang menganalisis sumber risiko dan pemicu terjadinya risiko, dampak

positif dan negatifnya, serta kemungkinan terjadinya. Organisasi harus

mengidentifikasikan baik faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan

terjadinya risiko dan dampaknya. Risiko dianalisis dengan menentukan

dampak kemungkianan terjadinya, serta atribut lain risiko. suatu kejadian

dapat mempunyai dampak yang beragam dan dapat mempengaruhi

berbagai macam saran organisasi. Pengendalian risik yang ada harus

diperiksa efektifitasnya serta herus dimasukkan dalam pertimbangan

analisis risiko. Cara menyatakan besaran dampak dan besaran

kemungkinan terjadinya risiko serta cara penghubung untuk menentukan

kegawatan risiko akan bervariasi sesuai dengan jenis risiko. Ini semua

harus disesuaikan dengan

Page 7: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

12

informasi yang tersedia dan bagaimana hasil asesmen ini akan digunakan.

Semua proses ini harus sesuai dan konsisten dengan kriteria risiko yang

telah ditetapkan sebelumnya. Perlu juga memperhatikan ketergantungan

berbagai macam risiko dengan sumber risikonya. Dalam menentukan

tingkat kepercayaan dan sensitivitas risiko, proses analisis risiko harus

mempertimbangkan kondisi awal dan asumsi yang digunakan. Hal ini

harus dikomunikasikan secara jelas kepada para pengambil keputusan dan

para pemangku kepentingan yang terkait. Faktor-faktor seperti perbedaan

pendapat para ahli atau keterbatasan model yang digunakan, harus

dinyatakan secara jelas dan bila perlu digaris bawahi. Analisis risiko dapat

dilaksanakan dengan tingkat kerincian yang bervariasi, tergantung dari

jenis risiko, sasaran analisis risiko informasi, data, dan sumber daya yang

tersedia. Analisis dapat dilakukan secara kuantitatif, semi kuantitatif,

kualitatif, atau kombinasi dari cara ini tergantung kondisi yang ada. Dalam

praktik biasanya dilakukan analisis kualitatif terlebih dahulu untuk

mendapatkan indikasi umum tingkat kegawatan risiko dan mengetahui

peta risiko serta risiko-risiko yang gawat. Setelah itu sesuai dengan

keperluan, harus dilaksanakan langkah berikut dengan melakukan analisis

yang lebih spesifik dan secara kuantitatif. Besaran dampak risiko dapat

ditentukan dengan membuat model akibat dari suatu peristiwa atau

kumpulan peristiwa atau dengan menggunakan ekstrapolasi dari hasil

suatu kajian atau data yang tersedia. Dampak risiko dapat dinyatakan

dalam besaran yang terukur ataupun tidak terukur ( intangible) . Dalam

hal-hal tertentu dampak risiko dapat juga dinyatakan dalam beberapa

Page 8: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

13

macam ukuran atau sebutan untuk dapat lebih menggambarkan akibat

risiko tersebut sesuai dengan waktu dan tempat peristiwa, misalnya

gabungan dampak finansial, kecelakaan fisik rusaknya reputasi dan

sebagainya.

Tujuan dari analisis risiko adalah melakukan analisis dampak

kemungkinan semua risiko yang dapat menghambat tercapainya sasaran

organisasi, juga semua peluang yang mungkin dihadapi organisasi.

Kondisi ini tercapai apabila beberapa hal berikut dapat dipenuhi

(Leo J.Susilo & Victor Riwu Kaho, 2014:136):

1. Proses analisis risiko dilaksanakan secara komprehensif dan mencakup

semua risiko serta peluang yang ditemui dalam proses identifikasi riiko

sebelumnya dan telah masuk ke dalam daftar risiko;

2. Semua yang terkait dengan risiko tersebut (para pemangku risiko) telah

terlibat dalam proses analisis berdasarkan informasi, data, serta

pengetahuan yang mereka miliki dengan baik;

3. Proses analisis ini didampingi atau ditunjang dengan pengetahuan

mengenai menajemen risiko yang memadai;

4. Waktu yang dialokasikan untuk proses ini cukup memadai;

5. Ukuran kemungkinan dan dampak yang digunakan harus konsisten dan

sesuai dengan organisasi tersebut.

Page 9: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

14

F. Evaluasi Risiko

Tujuan dari evaluasi risiko dalah membantu proses pengambilan

keputusan berdasarkan hasil analisis risiko. Proses evaluasi risiko akan

menentukan risiko-risiko mana yang memerlukan perlakuan dan

bagaimana prioritas implementasi perlakuan risiko-risiko tersebut.

Keluaran dari proses evaluasi risiko ini akan menjadi masukan untuk

diolah lebih lanjut pada tahap berikutnya. Analisis risiko merupakan

proses mengevaluasi tingkat kegawatan masing-masing risiko

menggunakan kriteria yang telah ditentukan pada saat menentukan

konteks. Bila tingkat kegawatan risiko tidak masuk dalam kriteria yang

ditetapkan maka perlakukan terhadap risiko tersebut tidak perlu

dipertimbangkan lagi. Dalam mengambil keputusan terhadap perlakuan

atas risiko, organisasi perlu juga memperhatikan konteks yang lebih luas,

yaitu kemampuan memikul risiko pihak lain yang terlibat. Keputusan

harus diambil dalam konteks hukum, peraturan perundangan, serta

ketentuan lain yang terkait. Dalam kondisi tertentu. Proses analisis risiko

dapat menuju ke arah keperluan analisis yang lebih dalam. Analisis risiko

juga dapat juga menghasilkan keputusan, hanya tetapi mempertahankan

pengendalian risio yang sudah ada, atau hanya memperkuat pengendalian

itu. Proses pengambilan keputusan melalui analisis risiko ini sangat

dipengaruhi oleh „selera risiko‟, sikap terhadap risiko atau budaya risiko,

dan kriteria risiko yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil analisis risiko

menjadi masukan untuk dievaluasi lebih lanjut menjadi urutan prioritas

Page 10: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

15

perlakuan risiko, sekaligus menyaring risiko-risiko tertentu untuk tidak

ditindaklanjuti atau diperlakukan khusus.

G. Limbah Medis Padat

1. Definisi limbah medis padat

Limbah rumah sakit adalah Semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan

rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan kegiatan

instansi lain, maka dapat dikatakan jenis limbah rumah sakit dapat dikategorikan

kompleks. Secara umum limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar,

yaitu limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair. (Asmadi, 2013).

Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang

berbentuk padat akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat

dan non medis. Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari

kegiatan di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman

yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologi, penyimpanannya pada

tempat sampah berplastik hitam. Limbah medis padat adalah limbah padat yang

terdiri dari limbah infeksius dan limbah patologi penyimpanannya pada tempat

sampah berplastik kuning, limbah farmasi (obat kadaluarsa) penyimpanannya

pada tempat sampah berplastik coklat, limbah sitotoksis adalah limbah berasal

dari sisa obat pelayanan kemoterapi penyimpanannya pada tempat sampah

berplastik ungu, limbah medis padat tajam seperti pecahan gelas, jarum suntik,

pipet dan alat medis lainnya penyimpanannya pada safety box/container. Limbah

radioaktif adalah limbah berasal dari penggunaan medis ataupun riset di

laboratorium yang berkaitan dengan zat-zat radioaktif penyimpanannya pada

tempat sampah berplastik merah. (KepMenKes,2004)

Page 11: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

16

H. Jenis-Jenis Limbah Medis Padat

Menurut WHO (2005) dalam Asmadi (2013) klasifikasi limbah berbahaya

yang berasal dari layanan kesehatan meliputi, antara lain:

1. Limbah Infeksius

Limbah infeksius adalah limbah yang diduga mengandung bahan patogen

(bakteri, virus, parasit atau jamur) dalam konsentrasi atau jumlah yang

cukup untuk menyebabkan penyakit pada penjamu yang rentan. Kultur dan

persediaan agens infeksius, limbah dari otopsi, bangkai hewan dan limbah

lain yang terkontaminasi, terinfeksi atau terkena agens semacam itu

disebut limbah yang sangat infeksius. Dalam kategori ini antara lain

tercakup:

a. Kultur dan stok agen infeksius dari aktivitas di laboratorium.

b. Limbah buangan hasil operasi dan otopsi pasien yang menderita

penyakit menular (misalnya: jaringan dan materi atau peralatan yang

terkena darah atau cairan tubuh yang lain).

c. Limbah pasien yang menderita penyakit menular dari bangsal isolasi

(misalnya: ekskreta, pembalut luka bedah atau luka yang terinfeksi,

pakaian yang terkena darah pasien, atau cairan tubuh yang lain).

d. Limbah yang sudah tersentuh pasien yang menjalani hemodialisis

(misalnya: peralatan dialisis seperti selang dan filter, handuk, baju RS,

apron, sarung tangan sekali pakai dan baju laboratorium).

e. Hewan yang terinfeksi dari laboratorium.

f. Instrumen atau materi lain orang atau hewan sakit.

Page 12: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

17

2. Limbah Patologis

Limbah patologis terdiri dari jaringan, organ, bagian tubuh, janin manusia

dan bangkai hewan, darah dan cairan tubuh (limbah anatomis) atau

subkategori dari limbah infeksius.

3. Limbah Benda Tajam

Benda tajam merupakan kategori yang dapat menyebabkan luka (baik iris

maupun luka tusuk), antara lain jarum, jarum suntik, scalpel dan jenis

belati, pisau, peralatan infuse, gergaji, pecahan kaca dan paku. Baik

terkontaminasi maupun tidak, benda semacam itu biasanya dipandang

sebagai limbah layanan kesehatan yang sangat berbahaya.

4. Limbah Farmasi

Limbah farmasi mencakup produk farmasi, obat-obatan, vaksin dan serum

yang sudah kadaluwarsa, tidak digunakan, tumpah, dan terkontaminasi

yang tidak diperlukan lagi dan harus dibuang dengan tepat. Kategori ini

juga mencakup barang yang akan dibuang setelah digunakan untuk

menangani produk farmasi, misalnya botol atau kotak yang berisi residu,

sarung tangan, masker, selang penghubung dan ampul obat.

5. Limbah yang Mengandung Logam Berat

Limbah yang mengandung logam berat dalam konsentrasi tinggi termasuk

dalam subkategori limbah kimia berbahaya dan biasanya sangat toksik.

Contohnya adalah limbah merkuri yang berasal dari bocoran peralatan

kedokteran yang rusak (misalnya, termometer dan alat pengukur tekanan

darah). Dengan demikian, tetesan merkuri yang tertumpah itu sedapatnya

ditutup. Residu yang berasal dari ruang pemeriksaan gigi kemungkinan

Page 13: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

18

juga mengandung merkuri dalam kadar yang tinggi. Limbah kadmium

kebanyakan berasal dari baterai bekas, panel kayu tertentu yang

mengandung timbal masih digunakan dalam pembatasan radiasi sinar X

dan dibagian diasnogtik. Serta sejumlah obat-obatan yang mengandung

logam berat arsen, tetapi dikategorikan sebagai limbah farmasi.

6. Limbah Kemasan Bertekanan

Berbagai jenis gas digunakan dalam kegiatan di instalasi kesehatan dan

kerap dikemas dalam tabung., cartridge, dan kaleng aerosol. Banyak

diantaranya begitu kosong dan tidak terpakai lagi dapat dipergunakan

kembali tetapi ada beberapa jenis yang harus dibuang, misalnya kaleng

aerosol. Baik gas mulia maupun yang berpotensi membahayakan,

penggunaan gas di dalam kontainer bertekanan harus dilakukan dengan

sangat hati-hati karena kontainer dapat meledak jika terbakar atau tanpa

sengaja bocor.

7. Limbah Radioaktif

Limbah radioaktif mencakup benda padat, cair dan gas yang

terkontaminasi radionuklida. Limbah ini terbentuk akibat pelaksanaan

prosedur seperti analisis in-vitro pada jaringan dan cairan tubuh,

pencitraan organ dan lokalisasi tumor secara in-vivo, dan berbagai jenis

metode investigasi dan terapi lainnya. Radionuklida yang digunakan di

dalam layanan kesehatan biasanya berada didalam sumber yang tidak

tersegel (terbuka) atau sumber yang tersegel (tertutup rapat). Sumber yang

tidak tertutup biasanya berupa cairan siap pakai dan tidak ditutup lagi

selama penggunaannya, sumber yang tertutup misalnya zat radioaktif yang

Page 14: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

19

terkandung dalam bagian perlengkapan atau peralatan atau terbungkus

dalam kemasan antipecah atau kedap air seperti seeds dan jarum.

Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah, Limbah

inilah yang disebut sebagai limbah medis. Terdapat berbagai macam limbah

medis yang berbahaya bagi kesehatan manusia bila tidak diolah dengan benar.

Limbah medis kebanyakan sudah terkontaminasi oleh bakteri, virus, racun dan

bahan radioaktif yang berbahaya bagi manusia dan makhluk lain disekitar

lingkungannya. Dampak negatif limbah medis jika tidak dikelola dengan baik

akan menimbulkan patogen yang dapat berakibat buruk terhadap manusia dan

lingkungannya.

Pengelolaan limbah medis merupakan bagian dari kegiatan penyehatan

lingkungan dirumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari

bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit dan

upaya penanggulangan penyebaran penyakit. Pengelolaan limbah medis pun tidak

dilakukan sembarangan. Tiap jenis limbah medis memiliki cara penanganannya

sendiri-sendiri. Apabila tidak dilakukan dengan prosedur yang sesuai maka

akibatnya akan bisa lebih parah.

I. Pengelolaan Limbah Medis Padat

Menurut Permenkes 1204 tahun 2004 persyaratan limbah medis padat

antara lain:

1. Minimasi limbah

a. Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari

sumber.

Page 15: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

20

b. Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan

bahan kimia yang berbahaya dan beracun.

c. Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia

dan farmasi.

d. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis

mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus

melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.

2. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan kembali dan Daur Ulang

a. Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang

menghasilkan limbah.

b. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari

limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.

c. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa

memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus

anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang

yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya.

d. Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan

kembali.

e. Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui

proses sterilisasi, untuk menguji efektifitas sterilisasi panas harus

dilakukan tes Bacillus Stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia

harus dilakukan tes Bacillus subtilis.

f. Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan

kembali. Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali

Page 16: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

21

pakai (disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan

kembali setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi.

Tabel 2.1 Metode Strerilisasi

g. Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan

penggunaan wadah dan label.

Tabel 2.2

Jenis Pewadahan

h. Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk

pemulihan perak yang dehasilkan dari proses film sinar X.

i. Limbah sitotoksis di kumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor,

dan diberi label bertuliskan “Limbah Sitotoksis”

3. Pengumpulan, Pengangkutan, dan Penyimpanan limbah medis padat di

lingkungan rumah sakit

a. Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil

limbah menggunakan troli khusus yang tertutup.

Page 17: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

22

b. Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada

musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24

jam.

4. Pengumpulan, Pengemasan, dan Pengangkutan ke Luar Rumah Sakit

a. Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas pada tempat yang

kuat.

b. Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan

khusus.

Sedangkan menurut peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

RI No. 56 Tahun 2015 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan :

1. Pengurangan dan Pemilahan Bahan Berbahaya dan Beracun

a) Pengurangan dan pemilahan Limbah B3 sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 huruf a wajib dilakukan oleh Penghasil Limbah B3.

b) Pengurangan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan cara antara lain:

1) Menghindari penggunaan material yang mengandung

Bahan Berbahaya dan Beracun jika terdapat pilihan yang

lain;

2) Melakukan tata kelola yang baik terhadap setiap bahan atau

material yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan

dan/atau pencemaran terhadap lingkungan;

Page 18: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

23

3) Melakukan tata kelola yang baik dalam pengadaan bahan

kimia dan bahan farmasi untuk menghindari terjadinya

penumpukan dan kedaluwarsa; dan

4) Melakukan pencegahan dan perawatan berkala terhadap

peralatan sesuai jadwal.

c) Pemilahan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan cara antara lain:

1) Memisahkan Limbah B3 berdasarkan jenis, kelompok,

dan/atau karakteristik Limbah B3; dan

2) Mewadahi Limbah B3 sesuai kelompok Limbah B3.

d) Tata cara pengurangan dan pemilahan Limbah B3 sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran I

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri

ini.

2. Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

Pasal 7

a) Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

huruf b wajib dilakukan oleh Penghasil Limbah B3.

b) Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan cara antara lain:

1) Menyimpan Limbah B3 di fasilitas Penyimpanan Limbah

B3;

2) Menyimpan Limbah B3 menggunakan wadah Limbah B3

sesuai kelompok Limbah B3;

Page 19: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

24

3) Penggunaan warna pada setiap kemasan dan/atau wadah

Limbah sesuai karakteristik Limbah B3; dan

4) Pemberian simbol dan label Limbah B3 pada setiap

kemasan dan/atau wadah Limbah B3 sesuai karakteristik

Limbah B3.

c) Warna kemasan dan/atau wadah Limbah B3 sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa warna:

1) Merah, untuk Limbah radioaktif;

2) Kuning, untuk Limbah infeksius dan Limbah patologis;

3) Ungu, untuk Limbah sitotoksik; dan

4) Cokelat, untuk Limbah bahan kimia kedaluwarsa,

tumpahan, atau sisa kemasan, dan Limbah farmasi.

d) Simbol pada kemasan dan/atau wadah Limbah B3 sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf d berupa simbol:

1) Radioaktif, untuk Limbah radioaktif;

2) Infeksius, untuk Limbah infeksius; dan

3) Sitotoksik, untuk Limbah sitotoksik.

e) Penggunaan label sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d

sesuai dengan peraturan perundang-undangan Mengenai simbol

dan label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

f) Penggunaan simbol sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

dilakukan di dalam wilayah kerja kegiatan fasilitas pelayanan

kesehatan.

Page 20: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

25

g) Ketentuan mengenai simbol sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini.

Pasal 8

a) Terhadap Limbah B3 yang telah dilakukan Pengurangan dan

Pemilahan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,

wajib dilakukan Penyimpanan Limbah B3.

b) Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan ketentuan:

1) Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a,

huruf b, dan/atau huruf c, disimpan di tempat Penyimpanan

Limbah B3 sebelum dilakukan Pengangkutan Limbah B3,

Pengolahan Limbah B3, dan/atau Penimbunan Limbah B3

paling lama:

I. 2 (dua) hari, pada temperatur lebih besar dari 0C

(nol derajat celsius); atau

II. 90 (sembilan puluh) hari, pada temperatur sama

dengan atau lebih kecil dari 0C (nol derajat celsius),

sejak Limbah B3 dihasilkan.

2) Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d

sampai dengan huruf i, disimpan di tempat penyimpanan

Limbah B3 paling lama:

I. 90 (sembilan puluh) hari, untuk Limbah B3 yang

dihasilkan sebesar 50 kg (lima puluh kilogram) per

hari atau lebih; atau

Page 21: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

26

II. 180 (seratus delapan puluh) hari, untuk Limbah B3

yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh

kilogram) per hari untuk Limbah B3 kategori 1,

sejak Limbah B3 dihasilkan (3) Ketentuan

mengenai Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai dengan

peraturan perundang-undangan mengenai

Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan

Penyimpanan Limbah B3.

Pasal 9

Dalam hal Penghasil Limbah B3 tidak melakukan Penyimpanan Limbah

B3, Limbah B3 yang dihasilkan wajib diserahkan paling lama 2 (dua) hari sejak

Limbah B3 dihasilkan kepada pemegang Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk

kegiatan Penyimpanan Limbah B3 yang tempat penyimpanan Limbah B3nya

digunakan sebagai depo pemindahan.

Pasal 10

a) Pemegang izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan

Penyimpanan Limbah B3 yang tempat penyimpanan Limbah B3

nya digunakan sebagai depo pemindahan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9, wajib memiliki:

1) Fasilitas pendingin yang memiliki temperatur sama dengan

atau lebih kecil dari 0C (nol derajat celsius), apabila Limbah

B3 disimpan lebih dari 2 (dua) hari sejak Limbah B3

dihasilkan;

Page 22: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

27

2) Pengolahan Limbah B3 yang memiliki Izin Pengelolaan

Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3; dan/atau

3) Kerjasama dengan Pengolah Limbah B3 yang memiliki Izin

Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah

B3, untuk Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

huruf a, huruf b, dan/atau huruf c.

b) Ketentuan mengenai penggunaan tempat Penyimpanan Limbah B3

sebagai depo pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus dicantumkan dalam Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk

kegiatan Penyimpanan Limbah B3.

Pasal 11

Tata cara Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,

Pasal 8, dan Pasal 9 tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini.

3. Pengangkutan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

Pasal 12

a) Pengangkutan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

huruf c dilakukan oleh:

1) Penghasil Limbah B3 terhadap Limbah B3 yang

dihasilkannya dari lokasi Penghasil Limbah B3 ke:

I. Tempat Penyimpanan Limbah B3 yang digunakan

sebagai depo pemindahan; atau

Page 23: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

28

II. Pengolah Limbah B3 yang memiliki izin

Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan

Limbah B3; atau

2) Pengangkut Limbah B3 yang memiliki Izin Pengelolaan

Limbah B3 untuk Kegiatan Pengangkutan Limbah B3, jika

Pengangkutan Limbah B3 dilakukan di luar wilayah kerja

fasilitas pelayanan kesehatan.

b) Pengangkutan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan menggunakan kendaraan bermotor:

1) Roda 4 (empat) atau lebih; dan/atau

2) Roda 3 (tiga).

c) Ketentuan mengenai kendaraan bermotor roda 4 (empat) atau lebih

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sesuai dengan

peraturan perundang-undangan mengenai Angkutan Jalan.

Pasal 13

a) Pengangkutan Limbah B3 menggunakan kendaraan bermotor roda

3 (tiga) hanya dapat dilakukan oleh Penghasil Limbah B3 terhadap

Limbah B3 yang dihasilkannya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 12 ayat (1) huruf a.

b) Pengangkutan Limbah B3 menggunakan kendaraan bermotor roda

3 (tiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi

persyaratan meliputi:

1) Kendaraan bermotor milik sendiri atau barang milik

negara;

Page 24: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

29

2) Limbah B3 wajib ditempatkan dalam bak permanen dan

tertutup di belakang pengendara dengan ukuran:

I. Lebar lebih kecil dari 120 (seratus dua puluh)

sentimeter; dan

II. Tinggi lebih kecil dari atau sama dengan 90

(sembilan puluh) sentimeter terukur dari tempat

duduk atau sadel pengemudi;

III. Wadah permanen Limbah B3 sebagaimana

dimaksud pada huruf b dilekati simbol sesuai

karakteristik Limbah B3;

IV. Limbah B3 wajib diberi kemasan sesuai

persyaratan kemasan Limbah B3; dan

V. Ketentuan mengenai kapasitas daya angkut Limbah

B3 dan spesifikasi alat angkut Limbah B3

mengikuti peraturan perundang-undangan

mengenai angkutan jalan.

Pasal 14

a) Pengangkutan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

ayat (2) harus mendapatkan persetujuan Pengangkutan Limbah B3

yang diterbitkan oleh Kepala Instansi Lingkungan Hidup:

1) Provinsi, jika Pengangkutan Limbah B3 dilakukan lintas

kabupaten/kota dalam wilayah provinsi; atau

2) Kabupaten/kota, jika Pengangkutan Limbah B3 dilakukan

dalam wilayah kabupaten/kota.

Page 25: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

30

b) Untuk mendapatkan persetujuan Pengangkutan Limbah B3,

Penghasil Limbah B3 menyampaikan permohonan secara tertulis

kepada Kepala Instansi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a atau huruf b dengan melampirkan:

1) Identitas pemohon;

2) Nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3 yang

akan diangkut;

3) Nama personel yang:

I. Pernah mengikuti pelatihan Pengelolaan Limbah B3;

atau

II. Memiliki pengalaman dalam Pengelolaan Limbah B3.

III. Dokumen yang menjelaskan tentang alat angkut

Limbah B3; dan

IV. Tujuan pengangkutan Limbah B3 berupa dokumen

kerjasama antara Penghasil Limbah B3 dengan

pemegang Izin Penyimpanan Limbah B3 yang

digunakan sebagai depo pemindahan; dan/atau

pengolah Limbah B3 yang memiliki Izin Pengelolaan

Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3.

c) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):

1) Disetujui, Kepala Instansi Lingkungan Hidup menerbitkan

surat persetujuan Pengangkutan Limbah B3 yang paling

sedikit memuat:

Page 26: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

31

I. Identitas Penghasil Limbah B3 yang melakukan

Pengangkutan Limbah B3;

II. Nomor registrasi, nomor rangka, dan nomor mesin

alat angkut Limbah B3;

III. Nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3

yang akan diangkut;

IV. Tujuan pengangkutan Limbah B3;

V. Kode manifes Limbah B3; dan

VI. Masa berlaku persetujuan Pengangkutan Limbah B3.

2) Ditolak, Kepala Instansi Lingkungan Hidup menerbitkan

surat penolakan disertai dengan alasan penolakan.

d) Masa berlaku persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

huruf a angka 6 berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat

diperpanjang.

Pasal 15

a) Pengangkutan Limbah B3 wajib:

1) Menggunakan alat angkut Limbah B3 yang telah

mendapatkan Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan

Pengangkutan Limbah B3 dan/atau persetujuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3);

2) Menggunakan simbol Limbah B3; dan

3) Dilengkapi manifes Limbah B3.

Page 27: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

32

b) Simbol Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai simbol

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

c) Manifes Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling

sedikit memuat informasi mengenai:

1) Kode manifes Limbah B3;

2) Nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3 yang

akan diangkut;

3) Identitas Pengirim Limbah B3, Pengangkut Limbah B3,

dan Penerima Limbah B3; dan

4) Alat angkut Limbah B3.

Pasal 16

Ketentuan mengenai kode manifes Limbah B3, format manifes Limbah

B3, dan tata cara pengisian manifes Limbah B3 dan tata cara pelekatan simbol

Limbah B3 pada alat angkut Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14

dan Pasal 15 tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri ini.

4. Pengolahan Bahan Berbahaya dan Beracun

Pasal 17

a) Pengolahan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

huruf d dilakukan secara termal oleh:

1) Penghasil Limbah B3 yang memiliki Izin Pengelolaan

Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3; atau

2) Pengolah Limbah B3 yang memiliki Izin Pengelolaan

Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3.

Page 28: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

33

b) Pengolahan Limbah B3 secara termal sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a dilakukan menggunakan peralatan:

1) Autoklaf tipe alir gravitasi dan/atau tipe vakum;

2) Gelombang mikro;

3) Iradiasi frekwensi radio; dan/atau

4) Insinerator.

c) Pengolahan Limbah B3 secara termal oleh Pengolah Limbah B3

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat

dilakukan menggunakan peralatan insinerator.

d) Pengolah Limbah B3 yang melakukan Pengolahan Limbah B3

secara termal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus

memiliki kerjasama dengan Penghasil Limbah B3.

Pasal 18

Pengolahan Limbah B3 secara termal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus memenuhi persyaratan:

a) Lokasi; dan

b) Peralatan dan teknis pengoperasian peralatan Pengolahan Limbah

B3 secara termal.

Pasal 19

a) Persyaratan lokasi Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan

Pengolahan Limbah B3 oleh Penghasil Limbah B3 sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 18 huruf a meliputi:

Page 29: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

34

1) Merupakan daerah bebas banjir dan tidak rawan bencana

alam, atau dapat direkayasa dengan teknologi untuk

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan

2) Jarak antara lokasi Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan

Pengolahan Limbah B3 dengan lokasi fasilitas umum diatur

dalam Izin Lingkungan.

b) Persyaratan lokasi Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan

Pengolahan Limbah B3 oleh Pengolah Limbah B3 yang memiliki

Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah

B3 dan memiliki kerjasama dengan Penghasil Limbah B3

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b meliputi:

1) Merupakan daerah bebas banjir dan tidak rawan bencana

alam, atau dapat direkayasa dengan teknologi untuk

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

2) Berada pada jarak paling dekat 30 (tiga puluh) meter dari:

I. Jalan umum dan/atau jalan tol;

II. Daerah pemukiman, perdagangan, hotel, restoran,

fasilitas keagamaan dan pendidikan;

III. Garis pasang naik laut, sungai, daerah pasang surut,

kolam, danau, rawa, mata air dan sumur penduduk;

dan

IV. Daerah cagar alam, hutan lindung, dan/atau daerah

lainnya yang dilindungi.

Page 30: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

35

c) Persyaratan jarak lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dikecualikan bagi Pengolah Limbah B3 yang berada di dalam

kawasan industri.

Pasal 20

a) Persyaratan peralatan Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan

Pengolahan Limbah B3 menggunakan peralatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c

meliputi:

1) Pengoperasian peralatan; dan

2) Uji validasi.

b) Pengoperasian peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a untuk autoklaf tipe alir gravitasi dilakukan dengan

temperatur lebih besar dari atau sama dengan:

1) 121 C (seratus dua puluh satu derajat celsius) dan tekanan

15 psi (lima belas pounds per square inch) atau 1,02 atm

(satu koma nol dua atmosfer) dengan waktu tinggal di

dalam autoklaf sekurangkurangnya 60 (enam puluh) menit;

2) 135 C (seratus tiga puluh lima derajat celsius) dan tekanan

31 psi (tiga puluh satu pounds per square inch) atau 2,11

atm (dua koma sebelas atmosfer) dengan waktu tinggal di

dalam autoklaf sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima)

menit; atau

3) 149 C (seratus empat puluh sembilan derajat celsius) dan

tekanan 52 psi (lima puluh dua pounds per square inch)

Page 31: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

36

atau 3,54 atm (tiga koma lima puluh empat atmosfer)

dengan waktu tinggal di dalam autoklaf sekurangkurangnya

30 (tiga puluh) menit.

c) Pengoperasian peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a untuk autoklaf tipe vakum dilakukan dengan temperatur

lebih besar dari atau sama dengan:

1) 121 C (seratus dua puluh satu derajat celsius) dan tekanan

15 psi (lima belas pounds per square inch) atau 1,02 atm

(satu koma nol dua atmosfer) dengan waktu tinggal di

dalam autoklaf sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima)

menit; atau

2) 135 C (seratus tiga puluh lima derajat celsius) dan tekanan

31 psi (tiga puluh satu pounds per square inch) atau 2,11

atm (dua koma sebelas atmosfer) dengan waktu tinggal di

dalam autoklaf sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) menit.

d) Pengoperasian peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a untuk gelombang mikro dilakukan pada temperatur 100 C

(seratus derajat celsius) dengan waktu tinggal paling singkat 30

(tiga puluh) menit.

e) Pengoperasian peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a untuk iradiasi frekwensi radio dilakukan pada temperatur

lebih besar dari 90 C (sembilan puluh derajat celsius).

f) Uji validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus

mampu membunuh spora menggunakan peralatan:

Page 32: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

37

1) Autoklaf tipe alir gravitasi dan/atau tipe vakum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a

dilakukan terhadap spora Bacillus stearothermophilus pada

konsentrasi 1 x (satu kali sepuluh pangkat empat) spora

per mililiter yang ditempatkan dalam vial atau lembaran

spora;

2) Gelombang mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17

ayat (2) huruf b dilakukan terhadap spora Bacillus

stearothermophilus pada konsentrasi 1 x (satu kali

sepuluh pangkat satu) spora per mililiter yang ditempatkan

dalam vial atau lembaran spora; dan

3) Iradiasi frekwensi radio sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 17 ayat (2) huruf c dilakukan terhadap spora Bacillus

stearothermophilus pada konsentrasi 1 x (satu kali

sepuluh pangkat empat) spora per mililiter yang

ditempatkan dalam vial atau lembaran spora.

g) Hasil Pengolahan Limbah B3 menggunakan peralatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berupa Limbah nonB3.

h) Terhadap Limbah non B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (7)

pengelolaannya dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan

mengenai Pengelolaan Limbah nonB3.

Page 33: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

38

Pasal 21

a) Pengoperasian peralatan autoklaf tipe alir gravitasi dan/atau tipe

vakum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3)

dilarang digunakan untuk Limbah:

1) Patologis;

2) Bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasan;

3) Radioaktif;

4) Farmasi; dan

5) Sitotoksik.

b) Pengoperasian peralatan gelombang mikro sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 20 ayat (4) dilarang digunakan untuk Limbah:

1) Patologis;

2) Bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasan;

3) Radioaktif;

4) Farmasi;

5) Sitotoksik; dan

6) Peralatan medis yang memiliki kandungan logam berat

tinggi.

c) Pengoperasian peralatan iradiasi frekwensi radio sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5) dilarang digunakan untuk

Limbah:

1) Patologis;

2) Bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasan;

3) Radioaktif;

Page 34: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

39

4) Farmasi; dan

5) Sitotoksik.

Pasal 22

a) Persyaratan peralatan Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan

Pengolahan Limbah B3 menggunakan insinerator sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf d oleh Penghasil Limbah

B3 harus memenuhi ketentuan:

1) Efisiensi pembakaran sekurang-kurangnya 99,95%

(sembilan puluh sembilan koma sembilan puluh lima per

seratus);

2) Temperatur pada ruang bakar utama sekurang-kurangnya

800C (delapan ratus derajat celsius);

3) Temperatur pada ruang bakar kedua paling rendah 1.000C

(seribu derajat celsius) dengan waktu tinggal paling singkat

2 (dua) detik;

4) Memiliki alat pengendalian pencemaran udara berupa wet

scrubber atau sejenis;

5) Ketinggian cerobong paling rendah 14 m (empat belas

meter) terhitung dari permukaan tanah atau 1,5 (satu koma

lima) kali bangunan tertinggi, jika terdapat bangunan yang

memiliki ketinggian lebih dari 14 m (empat belas meter)

dalam radius 50 m (lima puluh meter) dari insinerator; dan

6) Memiliki cerobong yang dilengkapi dengan:

Page 35: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

40

I. Lubang pengambilan contoh uji emisi yang

memenuhi kaidah 8De/2De; dan

II. Fasilitas pendukung untuk pengambilan contoh uji

emisi antara lain berupa tangga dan platform

pengambilan contoh uji yang dilengkapi pengaman.

b) Persyaratan peralatan Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan

Pengolahan Limbah B3 menggunakan insinerator sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) oleh Pengolah Limbah B3 harus

memenuhi ketentuan:

1) Efisiensi pembakaran paling sedikit 99,99% (sembilan

puluh sembilan koma sembilan puluh sembilan persen);

2) Efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa

principle organic hazardous constituents (POHCs) dengan

nilai paling sedikit 99,99% (sembilan puluh sembilan koma

sembilan puluh sembilan persen);

3) Dalam hal Limbah B3 yang akan diolah berupa

polychlorinated biphenyls; dan/atau yang berpotensi

menghasilkan:

I. Polychlorinated dibenzofurans; dan/atau

II. Polychlorinated dibenzo-pdioxins, efisiensi

penghancuran dan penghilangan harus memenuhi

nilai paling sedikit 99,9999% (sembilan puluh

sembilan koma sembilan ribu sembilan ratus

sembilan puluh sembilan persen);

Page 36: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

41

III. Temperatur pada ruang bakar utama sekurang-

kurangnya 800OC (delapan ratus derajat celsius);

IV. Temperatur pada ruang bakar kedua paling rendah

1.200OC (seribu dua ratus derajat celsius) dengan

waktu tinggal paling singkat 2 (dua) detik;

V. Memiliki alat pengendalian pencemaran udara

berupa wet scrubber atau sejenis;

VI. Ketinggian cerobong paling rendah 24 m (dua puluh

empat meter) terhitung dari permukaan tanah atau

1,5 (satu koma lima) kali bangunan tertinggi, jika

terdapat bangunan yang memiliki ketinggian lebih

dari 24 m (dua puluh empat meter) dalam radius 50

m (lima puluh meter) dari insinerator;

VII. Memiliki cerobong yang dilengkapi dengan:

i. Lubang pengambilan contoh uji emisi yang

memenuhi kaidah 8De/2De; dan

ii. Fasilitas pendukung untuk pengambilan

contoh uji emisi antara lain berupa tangga

dan platform pengambilan contoh uji yang

dilengkapi pengaman; dan

iii. Memenuhi baku mutu emisi melalui

kegiatan uji coba sebagai bagian dari

pemenuhan kelengkapan persyaratan.

Page 37: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

42

VIII. Dalam hal insinerator dioperasikan untuk mengolah

Limbah sitotoksik, wajib dioperasikan pada

temperatur sekurang-kurangnya 1.200C (seribu dua

ratus derajat celsius).

IX. Tata cara permohonan izin Pengelolaan Limbah B3

untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3

menggunakan peralatan insinerator dilakukan

berdasarkan peraturan perundang-undangan

mengenai tata cara permohonan izin Pengelolaan

Limbah B3.

Pasal 23

Pengoperasian peralatan insinerator sebagaimana dimaksud dalam Pasal

22 dilarang digunakan untuk:

a) Limbah B3 radioaktif;

b) Limbah B3 dengan karakteristik mudah meledak; dan/atau

c) Limbah B3 merkuri.

Pasal 24

Tata cara Pengolahan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17

sampai dengan Pasal 23 tercantum dalam Lampiran V Peraturan Menteri ini.

J. Tata Laksana Pengelolaan Limbah Medis Padat

Menurut PERMENKES 1204 tahun 2004 Tata laksana limbah medis padat

antara lain:

1. Minimisasi Limbah

Page 38: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

43

a. Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum

membelinya.

b. Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.

c. Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara

kimiawi.

d. Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam

kegiatan perawatan dan kebersihan.

e. Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai

menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun.

f. Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.

g. Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk

menghindari kadaluwarsa.

h. Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.

i. Mengecek tanggal kadaluwarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh

distributor.

2. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan kembali dan Daur Ulang

a. Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari sumber

yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda

tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah

radioaktif, limbah kontainer, dan limbah dengan kandungan

logam berat yang tinggi.

b. Tempat pewadahan limbah medis padat:

Page 39: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

44

1) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat,

kedap air dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian

dalamnya, misalnya fiberglass.

2) Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia

tempat pewadahan yang terpisah dengan limbah padat

nonmedis.

3) Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari

apabila 2/3 bagian telah terisi limbah.

4) Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat

khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman.

5) Tempat pewadahan limbah medis padat infeksius dan

sitotoksik yang tidak langsung kontak dengan limbah harus

segera dibersihkan dengan larutan desinfektan apabila akan

dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang

telah dipakai dan kontak langsung dengan limbah tersebut

tidak boleh digunakan lagi.

c. Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui

sterilisasi meliputi pisau bedah (scalpel), jarum hipodermik,

syringes, botol gelas, dan kontainer.

d. Alat-alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui

sterilisasi adalah radionukleida yang telah diatur tahan lama untuk

radioterapi seperti puns, needles, atau seeds.

e. Apabila sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi dengan

ethylene oxide, maka tanki reactor harus dikeringkan sebelum

Page 40: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

45

dilakukan injeksi ethylene oxide. Oleh karea gas tersebut sangat

berbahaya, maka sterilisasi harus dilakukan oleh petugas yang

terlatih. Sedangkan dengan glutaraldehyde lebih aman dalam

pengoperasiannya tetapi kurang efektif secara mikrobiologi.

f. Upaya khusus harus dilakukan apabila terbukti ada kasus

pencemaran spongiform encephalopathies.

3. Tempat Penampungan Sementara

a. Bagi rumah sakit yag mempunyai insinerator dilingkungannya

harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.

b. Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah

medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan

rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai insenerator

untuk dilakukan pemusnahan delambat-lambatnya 24 jam apabila

disimpan pada suhu ruang.

4. Transportasi

a. Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan kendaraan

pengangkut harus diletakkan kedalam kontainer yang kuat dan

tertutup.

b. Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia

maupun binatang.

c. Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat

pelindung diri yang terdiri:

1) Topi/helm

Page 41: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

46

2) Masker

3) Pelindung mata

4) Pakaian panjang (coverall)

5) Apron untuk industri

6) Pelindung kaki / sepatu boot, dan

7) Sarung tangan khusus (disposable gloves atau duty gloves)

Page 42: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

47

K. Kerangka Teori

Gambar 2.1

Sumber: PERMENKES 1204 tahun 2004 , Menlhk 56 tahun 2015 dan Asmadi

tahun 2013 Pengelolaan Limbah Medis Rumah Sakit

Limbah Medis Padat

1. Infeksius

2. Limbah Patologis

3. Limbah Benda

Tajam

4. Limbah Farmasi

5. Limbah yang

Mengandung Logam

Berat

6. Limbah Kemasan

Bertekanan

7. Limbah Radioaktif

Pengelolaan

Limbah Medis

Padat

1. Sumber

2. Pewadahan

3. Pengumpulan

4. Pengangkutan

5. Penampungan

sementara

Pengelolaan Limbah

Medis Padat

1. Memenuhi syarat

2. Tidak memenuhi

syarat

Page 43: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id › 515 › 8 › BAB II.pdfLimbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar

48

L. Kerangka Konsep

Gambar 2.2

Limbah

Medis

Padat

Pengelolaan Limbah Medis

Padat

1. Sumber

2. Pewadahan

3. Pengumpulan

4. Pengangkutan

5. Penampungan sementara

Pengelolaan

Limbah Medis

Padat di RSUD

Menggala

1. Memenuhi syarat

2. Tidak memenuhi

syarat